Anda di halaman 1dari 7

Filsafat adalah proses berfikir secara radikal, sistematika, dan universal terhadap segala yang

ada dan yang mungkin ada. Dengan kata lain berfilsafat berarti berfikir secara radikal
(mendasar, mendalam, sampai kea rah akar-akarnya), sistematika (teratur, runtut, logis dan
tidak serampangan) untuk mencapai kebenaran universal (umum, terintegral, dan tidak
khusus serta tidak persial). Dan yang di kaji dalam filsafat adalah segala sesuatu yang ada
secara keseluruhan meliputi objek material dan objek formal. Objek material filsafat ialah
segala sesuatu yang menjadi masalah, segala sesuatu yang dimasalahkan oleh filsafat. Objek
formal ialah usaha untuk mencari keterangan secara radikal (sedalam-dalamnya, sampai
keakarnya) tentang objek material filsafat. Sedangkan fungsi filsafat ialah memenuhi
harapan-harapan manusia semaksimal mungkin dengan pemikiran manusia itu sendiri. Untuk
manusia yang berfilsafat memiliki cirri seperti berfikir radikal, mencari asa, memburuh
kebenaran, mencari kejelasan dan berfikir rasional.
Munculnya pemikiran berfilsafat tidak lepas dari peradaban Yunani. Pasalnya
dinegeri itulah filsafat lahir dan berkembang pesat sampai sekarang. Untuk filsuf pertama
yang muncul di Yunani adalah Thales. Sedangkan faktor yang mempengaruhi munculnya
filsafat ialah mitos bangsa Yunani, kesusastraan Yunani, dan pengaruh ilmu pengetahuan.
Untuk membedakan aliran atau memetakan filsafat maka filsafat membagi masa atau zaman
menjadi beberapa masa, diantaranya:
A. ZAMAN YUNANI
Pada zaman Yunani ini terbagi menjadi dua periode, yaitu: periode Yunani Kuno dan
Periode Yunani Klasik. Periode Yunani Kuno diisi oleh ahli pikir alam (Thales,
Anaximandros, Pythagoras, Xenophanes, dan Democritos). Sedangkan pada periode Yunani
Klasik diisi oleh ahli pikir seperti Socrates, Platoo, Aristoteles.
1. Yunani Kuno
Periode Yunani Kuno ini lazim disebut periode filsafat alam. Dikatakan demikian,
karena pada periode ini ditandai dengan munculnya para ahli pikir alam, di mana arah dan
perhatian pemikirannya kepada apa yang diamati disekitarnya. Mereka membuat pernyataan-
pernyataan tentang gejala alam yang bersifat filsafati (berdasarkan akal pikir) dan tidak
berdasarkan pada mitos. Mereka mencari asas yang pertama dari alam semesta (arche) yang
bersifat mutlak, yang berada di belakang segala sesuatu yang serba berubah. Tokoh
filsuf dalam kategori ini meliputi.
a. Thales (625 - 545 SM)
Thales mengembangkan filsafat alam kosmologi yang mempertanyakan asal mula,
sifat dasar, dan struktur komposisi dari alam semesta. Menurut pendapatnya, semua yang
berasal dari air sebagai materi dasar kosmis.
b. Anaximandros (640 - 546 SM)
Pemikirannya, dalam memberikan pendapat tentang arche (asas pertama alam
semesta), ia tidak menunjuk pada salah satu unsur yang dapat diamati indera, yaitu to
apeiron, sebagai sesuatu yang tidak terbatas, abad sifatnya, tidak berubah-ubah, ada pada
segala-galanya, dan sesuatu yang paling dalam. Alasannya, apabila tentang arche tersebut ia
menunjuk pada salah satu unsur, maka unsure tersebut akan mempunyai sifat yang dapat
bergerak sesuai dengan sifatnya, sehingga tidak ada tempat bagi unsur yang berlawanan.
c. Pythagoras ( ± 572 - 497 SM)
Pemikirannya, substansi dari semua benda adalah bilangan, dan segala gejala alam
merupakan pengungkapan inderawi dari perbandingan-perbandingan sistematis. Bilangan
merupakan inti sari dan dasar pokok dari sifat-sifat benda (number rules the universe =
bilangan memerintahkan jagat raya). Ia juga mengembangkan pokok soal matematik yang
termasuk teori bilangan. Umpamanya, dikembangkannya susunan bilangan-bilangan yang
mempunyai bentuk geometris.
d. Xenpophanes (570 - ? SM)
Pendapatnya yang termuat dalam kritik terhadap Homerus dan Herodotus, ia merubah
adanya antropomorfisme Tuhan-Tuhan, yaitu Tuhan digambarkan sebagai (seakan-akan)
manusia. Karena manusia selalu mempunyai kecenderungan berpikir, maka Tuhan pun
seperti manusia yang bersuara, berpakaian, dan lain-lainnya. Ia juga membantah bahwa
Tuhan bersifat kekal dan tidak mempunyai permulaan. Ia juga menolak anggapan bahwa
Tuhan mempunyai jumlah yang banyak dan menekan atas keesaan Tuhan. Kritik ini
ditujukan kepada anggapan-anggapan lama yang berdasar pada mitologi.
e. Democritos (460 – 370 SM)
Pemikiranya, bahwa realitas bukanlah satu, tetapi terdiri dari beberapa unsur, dan
jumlahnya tak terhingga. Unsur-unsur tersebut merupakan bagian materi yang sangat kecil,
sehingga indera kita tidak mampu mengamatinya, dan tidak dapat dibagi lagi. Unsur-unsur
tersebut dikatakan sebagai atom yang berasal dari satu dari yang lain karena tiga hal:
bentuknya, urutannya, dan posisinya. Atom-atom ini tidak dijadikan dan tidak dapat
dimusnahkan, tidak berubah, dan tidak berkualitas.
Masih banyak lagi filsuf-filsuf pada Zaman ini namun hanya beberapa saja yang kami
paparkan.

2. Yunani Klasik
Pada periode Yunani Klasik ini perkembangan filsafat menunjukkan kepesatan, yaitu
ditandainya semakin besar minat orang terhadap filsafat. Aliran yang mengawali periode
Yunani Klasik ini adalah Sofisme. Penamaan aliran Sofisme ini berasal dari kata sophos yang
artinya cerdik pandai. Keberadaan Sofisme ini dengan keahliannya dalam bidang-bidang
bahasa, politik, retorika, dan terutama memaparkan tentang kosmos dan kehidupan manusia
di masyarakat sehingga keberadaan Sofisme ini dapat membawa perubahan budaya dan
peradaban Athena.
Kaum Sofis juga memusatkan perhatian pemikirannya kepada manusia. Yang paling
penting dengan munculnya Sofisme ini adalah mempunyai peran yang sangat penting dalam
rangka menyiapkan kelahiran pemikiran filsafat Yunani Klasik yang dipelopori Socrates,
Plato, dan Aristoteles.
a. Socrates (469 – 399)
Socrates dengan pemikiran filsafatnya untuk menyelidiki manusia secara keseluruhan,
yaitu dengan menghargai nilai-nilai jasmaniah dan rohaniah, di mana keduanya tidak dapat
dipisahkan karena dengan keterkaitan kedua hal tersebut banyak nilai yang dihasilkan.
b. Plato (427 – 347 SM)
Sebagai titik tolak pemikiran filsafatnya, ia mencoba menyelesaikan permasalahan
lama: mana yang benar yang berubah-ubah (Heracleitos) atau yang tetap (Parmenides). Mana
yang benar antara pengetahuan yang lewat indera dengan pengetahuan yang lewat akal.
Pengetahuan yang diperoleh lewat indera disebutnya pengetahuan indera atau pengetahuan
pengalaman. Sedangkan pengetahuan yang diperoleh lewat akal disebut pengetahuan akal.
Pengetahuan indera atau pengetahuan pengalaman bersifat tidak tetap atau berubah-ubah
sedangkan pengetahuan akal bersifat tetap atau tidak berubah-ubah.
Sebagai penyelesaian persoalan yang dihadapi Plato tersebut diatas, ia menerangkan
bahwa manusia itu sesungguhnya berada dalam dua dunia, yaitu dunia pengalaman yang
bersifat tidak tetap, bermacam-macam dan berubah; dan dunia ide yang bersifat tetap, hanya
satu macam dan tidak berubah. Dunia pengalaman merupakan bayang-bayang dari dunia ide.
Sedangkan dunia ide merupakan dunia yang sesungguhnya, yaitu dunia realitas, dan dunia
inilah yang menjadi “model” dunia pengalaman. Dengan demikian dunia yang sesungguhnya
atau dunia realitas itu adalah dunia ide.
c. Aristoteles (384 – 322 SM)
Untuk mengetahui makna hakiki setiap sesuatu, Aristoteles mengembangkan suatu
teori pengetahuan dengan menempuh jalan atau metode abstraksi. Dengan membagi
pengetahuan menjadi dua yaitu pengetahuan indra dan pengetahuan budi. Pengetahuan indra
bertujuan mencapai pengenalan pada hal-hal yang kongkrit, yang bermacam-macam dan
serba berubah. Sedangkan pengetahuan budi bertujuan mencapai pengetahuan abstrak,
umum, dan tetap. Pengetahuan budi inilah yang disebut sebagai ilmu pengetahuan.
B. ABAD PERTENGAHAN
Pada masa ini filsafat lebih bercorak “theosentris”. Artinya para filsuf dalam periode
ini menjadikan filsafat sebagai abdi agama atau filsafat diarahkan pada masalah ketuhanan.
Suatu karya filsafat dinilai benar sejauh tidak menyimpang dari ajaran agama. Oleh karena itu
filsafat barat abad pertengahan ini dapat disebut sebagai “abad gelap”, dengan menerima
ajaran gereja secara membabi buta. Karena itu perkembangan ilmu pengetahuan terhambat.
Masa Abad Pertengahan ini terbagi menjadi dua masa yaitu: masa Patristik dan masa
Skolastik. Sedangkan Masa Skolastik terbagi menjadi Skolastik Awal, Skolastik Puncak, dan
Skolastik Akhir.
1. Masa Patristik
Istilah patristic berasal dari kata Latin pater atau bapak, yang artinya para pemimpin
gereja. Para pemimpin gereja ini dipilih dari golongan atas dan atau golongan ahli pikir. Dari
golongan ahli pikir inilah menimbulkan sikap yang beragam pemikirannya. Mereka ada yang
menolak filsafat Yunani dan ada yang menerimanya. Bagi mereka yang menolak, alasannya
karena beranggapan bahwa sudah mempunyai sumber kebenaran yaitu firman Tuhan, tidak
dibenarkan apabila mencari sumber kebenaran yang lain seperti dari filsafat Yunani. Bagi
mereka yang menerimanya sebagai alasannya beranggapan bahwa walaupun telah ada
sumber kebenaran yaitu firman Tuhan, tetapi tidak ada jeleknya menggunakan filsafat Yunani
hanya diambil methodosnya saja (tata cara berfikir). Juga, walaupun filsafat Yunani sebagai
kebenaran manusia, tetapi manusia juga sebagai ciptaan tuhan. Jadi, mereka menerima
filsafat Yunani diperbolehkan selama dalam hal-hal tertentu tidak bertentangan dengan
agama.
Akibatnya muncul upaya untuk membela agama Kristen, yaitu para apologis
(pembela iman Kristen) dengan kesadarannya membela iman Kristen dari serangan filsafat
Yunan.para pembela iman Kristen tersebut adalah Justinus Martir, Klemens, Tertullianus,
Augustinus, dan Johanes Scotus Eriugena.
a. Justinus Martir
Menurut pendapatnya, agma Kristen bukan agama baru karena Kristen lebih tua dari
filsafat Yunani, dan Nabi Musa dianggap sebagai awal kedatangan Kristen. Padahal, Musa
hidup sebelum Socrates dan Plato. Jadi, agama Kristen lebih bermutu dibanding dengan
filsafat Yunani. Demikian pembelaan Justinus Martir.
b. Klemens ( 150 – 215 M)
Pokok-pokok pikirannya adalah sebagai berikut: pertama, Memberikan batasan-
batasan terhadap ajaran Kristen untuk mempertahankan diri dari otoriter filsafat
Yunani. Kedua, Memerangi ajaran yang anti terhadap Kristen dengan menggunakan filsafat
Yunani.[15]

c. Tertullianus ( 160 – 222 M)


Ia berpendapat, bahwa wahyu Tuhan sudahlah cukup. Tidak ada hubungan antara
teologi dengan filsafat, tidak ada hubungan antara Yerussalem (pusat agama) dengan Yunani
(pusat filsafat), tidak ada hubungan antara gereja akademi, tidak ada hubungan antara Kristen
dengan penemuan baru. Selanjutnya ia mengatakan bahwa dibanding dengan cahaya Kristen.
Apa yang dikatan oleh para filosof Yunani tentang kebenaran pada hakikatnya sebagai
kutipan dari kitab suci. Akan tetapi karena kebodohan para filosof, kebenaran kitab suci
tersebut dihapuskan.
Akan tetapi lama-kelamaan, ia akhirnya menerima juga filsafat Yunani sebagai cara
berfikir yang rasional.
d. Augustinus (354 – 430 M)
Ia telah diakui keberhasilannya dalam membentuk filsafat Kristen yang berpengaruh
besar dalam filsafat abad pertengahan sehingga ia dijuluki sebagai guru skolastik yang sejarti.
Menurut pendapatnya, daya pemikiran manusia dan batasnya, kepastian yang tidak ada
batasnya, yang bersifat kekal abadi. Artinya, akal pikiran manusia dapat berhubungan dengan
sesuatu kekayaan yang lebih tinggi. Ajarannya lebih bersifat sebagai metode daripada suatu
sistem sehingga ajarannya mampu meresap sampai masa skolastik.
e. Johan Scotus Eriugena (815 – 870 M)
Pemikiran filsafatinya berdasarkan keyakinan Kristiani. Oleh karena itu segala
penelitian dimulai dari iman, sedang wahyu ilahi dipandang sebagai sumber bahan-bahan
filsafatnya. Menurut dia, akal bertugas mengungkapkan arti yang sebenarnya dari bahan-
bahan filsafatnya yang digalinya dari wahyu ilahi itu.
Umpamanya: di dalam Kitab Suci terdapat arti yang bermacam-macam dari suatu
simbul. Hal ini bermaksud sepaya akal didorong mencari arti yang benar.

2. Masa Skolastik
Istilah skolastik adalah kata sifat yang berasal dari kata school, yang berarti sekolah.
Jadi, skolastik adalah aliran atau yang berkaitan dengan sekolah. Perkataan skolastik
merupakan corak khas dari sejarah filsafat abad pertengahan. Terdapat beberapa pengertian
dari corak khas skolastik yaitu sebagai berikut: pertama, adalah sifat yang mempunyai corak
semata-mata agama. Kedua, adalah filsafat yang mengabdi kepada teologi filsafat yang
rasional memecahkan persoalan-persoalan mengenai berfikir, sifat ada, kejasmanian,
kehormatan, dan baik buruk. Ketiga, adalah suatu sistem filsafat yang termasuk jajaran
pengetahuan alam kodrat. Keempat, adalag filsafat nasrani karena dipengaruhi oleh ajaran
gereja.
Faktor skolastik ini dapat berkembang dan tumbuh karena beberapa faktor
diantaranya faktor religius dan faktor ilmu pengetahuan.
a. Skolastik Awal (800 – 1200 M)
Pada abad ke-8 Masehi, kekuasaan dari Kerajaan Romawi berada dibawah Karel
Agung (742 – 824) dapat memberikan suasana ketenangan dalam bidang politik, kebudayaan,
dan ilmu pengetahuan, termasuk kehidupan manusia serta pemikiran filsafat yang semuanya
menampakkan mulai adanya kebangkitan. Kebangkitan inilah yang merupakan
kecermelangan abad pertengahan, dimana arah pemikiran berbeda sekali dengan sebelumnya.
1. Anselmus (1033 – 1109 M)
Dapat dikatan ia adalah Skolastikus pertama dalam arti sebenarnya. Gagasan dari
tokoh ini adalah bahwa orang harus percaya dahulu supaya mendapatkan pengertian yang
benar akan kebenaran. Pandangan ini ternyata menguasai pandangan orang pada abad - abad
berikutnya.
2. Peter Abaelardus (1079 – 1180 M)
Yang harus dipercaya adalah apa yang telah disetujui atau dapat diterima oleh akal.
Tentunya pendapat ini berbeda dengan Anselmus. Abaelardus membenarkan alasan bahwa
berfikir itu berada diluar iman (diluar kepercayaan). Karena itu berfikir merupakan sesuatu
yang berdiri sendiri.
b. Skolastik Puncak (1200 – 1300 M)
Masa ini merupakan kejayaan skolastik dan masa ini juga disebut masa berbunga.
Ditandai dengan munculnya Universitas-universitas dan ordo-ordo, yang secara bersama-
sama memajukan ilmu pengetahuan. Berikut ini beberapa faktor mengapa masa skolastik
mencapai pada puncaknya, yaitu: pertama, adanya pengaruh dari Aristoteles, Ibnu Rusyd,
Ibnu Sina sejak abad ke-12 sehingga sampai abad ke-13 telah tumbuh menjadi ilmu
pengetahuan yang luas. Kedua, Tahun 1200 didirikan Universitas Almamater di Prancis,
Uniersitas ini merupakan gabungan daru beberapa sekolah. Hal ini akan berpengaruh
terhadap kehidupan-kehidupan kerohanian dimana kebanyakan tokoh-tokohnya memegang
peran dibidang filsafat dan teologi, seperti Albertus de Grote dan Thomas Aquinas.[20]
1. Albertus Magnus (1203 – 1280 M)
Ia mengantarkan ajaran Aristoteles di Eropa Barat, lalu membuka keterangan yang
baru bagi pemikiran Kristiani terhadap gagasan-gagasan dasar filsafat Aristoteles. Lebih dari
siapapun ia telah memperkenalkan Aristoteles kepada dunia Barat. Terakhir ia diangkat
sebagai uskup agung.
2. Thomas Aquinas (1225 – 1274 M)
Menurut pendapatnya, semua kebenaran asalnya dari Tuhan. Kebenaran diungkapkan
dengan jalan yang berbeda-beda, sedangkan iman berjalan diluar jangkauan pemikiran. Ia
menghimbau agar orang-orang untuk mengetahui hukum alamiah (pengetahuan) yang
terungkap dalam kepercayaan. Tidak ada kontradiksi antara pemikiran dan iman.
b. Skolastik Akhir (1300 – 1450 M)
Masa ini ditandai dengan adanya rasa jemu terhadap segala macam pemikiran filsafat
yang menjadi kiblatnya sehingga memperlihatkan stagnasi (kemandegan). Sebab orang-orang
yang setia kepada pemikiran yang membangun menampakkan gejala pembekuan. Timbulah
dua kelompok pemikir yaitu, dari aliran Thomisme.
1. William Ockham (1285 – 1349 M)
Menurut pendapatnya, pikiran manusia hanya dapat mengetahui barang-barang atau
kejadian-kejadian individual. Konsep-konsep atau kesimpulan-kesimpulan umum tentang
alam hanya merupakan abstraksi buatan tanpa kenyataan. Pemikiran yang demikian ini, dapat
dilalui hanya lewat intuisi, bukan lewat logika.
2. Nicolas Cusasus (1401 – 1464 M)
Menurut pendapatnya, terdapat tiga cara untuk mengenal, yaitu lewat indra, akal, dan
intuisi. Dengan indra kita akan mendapatkan pengetahuan tentang benda-benda berjasad,
yang sifatnya tidak sempurnya. Dengan akal kita akan mendapatkan bentuk-bentuk penelitian
yang abstrak berdasar pada sajian atau tangkapan indra dengan intuisi, kita akan
mendapatkan pengetahuan yang lebih tinggi.
Pemikiran Nicolas ini sebagai upaya mempersatukan seluruh pemikiran abad
pertengahan yang dibuat kesuatu sintesis yang lebih luas.
C. Zaman Modern (1600-1800 M)
Bertrand Russell (1979 : 479) menyatakan bahwa dalam sejarah, sebuah masa secara
umum dapat dinyatakan sebagai masa “Modern” dapat dilibat dari berbagai sisi adanya
perubahan mental yang menunjukkan perbedaan bila dibanding dengan masa pertengahan.
Paling tidak pebedaan itu tampak dalam dua hal yang sangat penting, yaitu pertama
berkurangnya cengkraman kekuasaan, dan kedua bertambah kuatnya otoritas ilmu
pengetahuan. Filsafat modern dibagi menjadi beberapa kelompok yaitu
1. Rasionalisme, Empirisme, dan Kritisisme.
Rasionalisme adalah paham yang mengatakan bahwa akal itulah alat pencari dan
pengukur pengtahuan, contohnya orang yang memikirkan sesuatu hal dengan berdasarkan
fakta yang ada Empirisme adalah paham filsafat yang mengajarkan bahwa yang benar ialah
yang logis dan ada bukti empiris, contohnya orang yang benar-benar mengalami secara nyata
suatu kejadian tertentu, dan Kritisisme adalah menolak paham yang menyangkut penerapan
dan pengetahuan berdasarkan alasan-alasan, contohnya orang yang mengalami sesuatu hal
namun berdasarkan pemikiran juga.
2. Dialektika dan Idealisme.
Dialektika adalah ilmu pengetahuan tentang hukum yang paling umum yang mengatur
perkembangan alam, masyarakat, dan pemikiran, contohnya sebagaimana aturan-aturan
dimasyarakat ataupun norma-norma. Dan Idealisme adalah suatu keyakinan atas suatu hal
yang dianggap benar oleh individu yang bersangkutan dengan bersumber dari pengalaman,
pendidikan, dan kebiasaan, contohnya lebih kepada wahyu ataupun aturan dari tuhan.
2. Fenomenologi dan Eksistensialisme.
Fenomenologi adalah sebuah studi dalam bidang filsafat yang mempelajari manusia
sebagai sebuah fenomena, contohnya manusia mengalami berbagai fenomena mulai kelahiran
sampai kepada kematian. Dan Eksistensialisme adalah aliran filsafat yang pahamnya berpusat
pada manusia individu yang bertanggung jawab atas kemauannya yang bebas tanpa
memikirkan secara mendalam mana yang benar dan mana yang tidak benar, contohnya orang
yang hanya memikirkan hal-hal sementara saja namun tidak mendalami hal tersebut apakah
baik atau buruk.

Anda mungkin juga menyukai