Anda di halaman 1dari 16

RESUME FILSAFAT ILMU

1. Sejarah perkembangan ilmu

a. Tradisi Keilmuan di Barat

Zaman Yunani kuno berlangsung kira-kira dari abad ke 6 S.M. hingga awal abad
pertengahan, atau antara + 600 tahun S.M. hingga tahun 200 SM. Zaman ini dianggap sebagai
cikal bakal filsafat yang ada sekarang. Pada zaman ini mitos-mitos yang berkembang dalam
masyarakat digantikan dengan logos (baca: rasio) setelah mitos-mitos tersebut tidak dapat lagi
menjawab dan memecahkan problema-problema kosmologis. Pada tahap ini bangsa Yunani
mulai berpikir sedalam-dalamnya tentang berbagai fenomena alam yang begitu beragam,
meninggalkan mitos-mitos untuk kemudian terus meneliti berdasarkan reasoning power.

Contoh yang paling populer dalam hal ini adalah mengenai persepsi orang-orang
Yunani terhadap pelangi. Dalam masyarakat tradisional Yunani, pelangi dianggap sebagai dewi
yang bertugas sebagai pesuruh bagi dewa-dewa lain. Tetapi bagi mereka yang sudah berpikir
maju, pelangi adalah awan sebagaimana yang dikatakan oleh Xenophanes, atau pantulan
matahari yang ada dalam awan seperti yang diktakan oleh Pytagoras (499-420 SM).
Demikianlah apa yang menjadi perhatian para ahli pikir Miletos --sebuah kota di Yunani--
pertama kali adalah alam (problema kosmologis).

Zaman ini melahirkan pakar-pakar filsafat yang berjasa besar dalam perkembangan ilmu
pengetahuan selanjutnya, Thales (+ 625-545 S.M), Anaximandors (+ 610-540 S.M), Anaximanes
(+ 538-480 S.M), Pythagoras (+580-500 S.M), Xenophanes (+570-480 S.M) Heraklistos (+ 540-
475 S.M) dan seterusnya. Thales misalnya yang pertama kali mempertanyakan dasar dari alam
dan segala isinya. Dia mengatakan, bahwa asal mula dari segala sesuatu adalah air. Sedangkan
menurut Anaximandros, bahwa asal segala sesuatu adalah apeiron (yang tak terbatas) yang
disebabkan oleh penceraian (ekskrisis). Lain lagi dengan Anaximanes, dia berpendapat bahwa
asal segala sesuatu adalah hawa atau udara. Pendapat Thales dan kawan-kawan sezamannya
itu hingga sekarang masih aktual dan menarik sebagai inspirasi bagi munculnya teori tentang
proses kejadian sesuatu (evolusionisme).
Dalam hal berpikir logika deduktif, nama Aristoteles (384-322 S.M) tidak bisa dilupakan.
Dasar-dasar berpikirnya tetap mendominasi para ilmuwan di Eropa hingga dewasa ini.
Aristoteles adalah murid Plato (427-347 S.M) dan Plato adalah murid Sokrates (469-399 S.M).
Perbedaan pendapat pada masa ini sudah timbul meski dengan gurunya, seperti Plato dengan
Aristoteles, juga filosuf-filosuf yang lain. Hingga kini logika Aristoteles tetap terpakai, sebab
logika tersebut dapat diaplikasikan pada perkembangan muttakhir berbagai ilmu dan teknologi.
Mula-mula logika Aristoteles menjelma dalam prinsip kausalitas ilmu alam (natural science),
kemudian menjelma menjadi logika ekonomi di dalam industri (Cony R. Semiawan et.al, 1988 :
10).

Pasca Aristoteles, kira-kira lima abad kemudian, muncul lagi pemikir-pemikir jenius
seperti Plotinus (284-269 S.M). Zaman ini adalah zaman filsafat Hellenisme di bawah
pemerintah Alexander Agung. Hanya zaman ini berbeda sekali dengan zaman Aristoteles,
dimana perkembangan ilmu tidak mengalami kemajuan yang pesat hingga abad pertengahan.
Pada masa ini pemikiran filsafat yang teoretis menjadi praktis dan hanya menjadi kiat hidup
saja. Muncul pula aliran yang bercorak relijius, misalnya: filsafat neo-Pythagoras, Platonis
Tengah, Yahudi dan Platonisme, termasuk aliran yang bersifat etis, Epikuros dan Stoa (Harun
Hadiwijono, 1989 : 54).

b. Filsafat Ilmu dan Perkembangannya

Sebagaimana pendapat umum, bahwa filsafat adalah pengetahuan tentang


kebijaksanaan, prinsip-prinsip mencari kebenaran, atau berpikir rasional-logis, mendalam dan
bebas (tidak terikat dengan tradisi, dogma agama) untuk memperoleh kebenaran. Kata ini
berasal dari Yunani, Philos yang berarti cinta dan Sophia yang berarti kebijaksanaan (wisdom).
Ilmu adalah bagian dari pengetahuan, demikian pula seni dan agama. Jadi dalam pengetahuan
tercakup didalamnya ilmu, seni dan agama. Filsafat sebagaimana pengertiannya semula bisa
dikelompokkan ke dalam bagian pengetahuan tersebut, sebab pada permulaannya (baca:
zaman Yunani Kuno) filsafat identik dengan pengetahuan (baik teoretik maupun praktik). Akan
tetapi lama kelamaan ilmu-ilmu khusus menemukan kekhasannya sendiri untuk kemudian
memisahkan diri dari filsafat. Gerak spesialisasi ilmu-ilmu itu semakin cepat pada zaman
modern, pertama ilmu-ilmu eksakta, lalu diikuti oleh ilmu-ilmu sosial seperti: ekonomi,
sosiologi, sejarah, psikologi dan seterusnya. (Lihat Franz Magnis Suseno, 1991:18 dan Van
Peursen, 1989 : 1).

Ilmu berusaha memahami alam sebagaimana adanya, dan hasil kegiatan keilmuan
merupakan alat untuk meramalkan dan mengendalikan gejala-gejala alam. Pengetahuan
keilmuan merupakan sari penjelasan mengenai alam yang bersifat subjektif dan berusaha
memberikan makna sepenuh-penuhnya mengenai objek yang diungkapkannya. Dan agama
(sebagiannya) adalah sesuatu yang bersifat transendental di luar batas pengalaman manusia
(lihat Cony et al. 1988 : 45).

Secara garis besar, Jujun S. Suriasumanteri (dalam A.M. Saifuddin et.al, 1991 : 14)
menggolongkan pengetahuan menjadi tiga kategori umum, yakni:

1) pengetahuan tentang yang baik dan yang buruk (yang disebut juga dengan
etika/agama);

2) pengetahuan tentang indah dan yang jelek (yang disebut dengan estetika/seni)
dan

3) pengetahuan tentang yang benar dan yang salah (yang disebut dengan
logika/ilmu).

Ilmu merupakan suatu pengetahuan yang mencoba menjelaskan rahasia alam agar
gejala alamiah tersebut tak lagi merupakan misteri. Pengetahuan pada hakikatnya merupakan
segenap apa yang kita ketahui tentang objek tertentu, termasuk di dalamnya adalah ilmu.
Dengan demikian ilmu merupakan bagian dari pengetahuan yang diketahui oleh manusia di
samping berbagai pengetahuan lainnya, seperti seni dan agama. Sebab secara ontologis ilmu
membatasi diri pada pengkajian objek yang berada dalam lingkup pengalaman manusia,
sedangkan agama memasuki pula daerah jelajah yang bersifat transendental yang berada di
luar pengalaman manusia itu (Jujun, 1990:104-105). Sedangkan sisi lain dari pengetahuan
mencoba mendeskripsikan sebuah gejala dengan sepenuh-penuh maknanya, sementara ilmu
mencoba mengembangkan sebuah model yang sederhana mengenai dunia empiris dengan
mengabstraksikan realitas menjadi beberapa variabel yang terikat dalam sebuah hubungan
yang bersifat rasional. Ilmu mencoba mencarikan penjelasan mengenai alam yang bersifat
umum dan impersonal, sementara seni tetap bersifat individual dan personal, dengan
memusatkan perhatiannya pada “pengalaman hidup perorangan” (Jujun, 1990: 106-107).
Karena pengetahuan ilmiah merupakan a higher level of knowledge dalam perangkat-perangkat
kita sehari-hari, maka filsafat ilmu tidak dapat dipishkan dari filsafat pengetahuan. Objek bagi
kedua cabang ilmu itu sering-sering tumpang tindih (Koento Wibisono, 1988 : 7). Filsafat ilmu
adalah penyelidikan tentang ciri-ciri mengenai pengetahuan ilmiah dan cara-cara untuk
memperoleh pengetahuan tersebut (Beerling, et al., 1988:1-4).
2. Ilmu, Teknologi dan Budaya

Ilmu sebagai hasil aktivitas manusia yang mengkaji berbagai hal, baik diri manusia itu sendiri
maupun realitas di luar dirinya, sepanjang sejarah perkembangannya, sampai saat ini selalu
mengalami ketegangan dengan berbagai aspek lain dari kehidupan manusia.

Teknologi merupakan suatu system adapatasi yang efisien untuk tujuan-tujuan yang telah
ditetapkan sebelumnya. Tujuan akhir dari teknologi adalah untuk memecahkan masalah-
masalah material manusia, atau untuk membawa perubahan-perubahan praktis yang diimpikan
manusia. Sedangkan ilmu bertujuan untuk memahami dan menerangkan fenomena fisik,
biologis, psikologis, dan dunia sosial manusia secara empires.

Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang, dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok
orang, dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang
rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan,
dan karya seni.
3. Antologi, Epistimologi dan aksioli dalam filsafat

a. Pengertian Ontologi,

Ontologi berasal dari bahasa Yunani, yang terdiri dari dua kata: ontos yang memiliki arti ada
atau keberadaan dan logos yang berarti studi atau ilmu tentang. Jadi secara sederhana,
ontologi berarti ilmu atau studi tentang keberadaan atau ada. Di dalam ilmu ontologi terdapat
beberapa aliran, beberapa aliran ontologi terkenal yang berupaya menjelaskan hakikat realitas
antara lain: monisme, dualisme, pluralisme, materialisme, idealisme, nihilisme, dan
agnotisisme. Ontologi juga berbicara tentang realitas supranatural, yaitu aliran mistisisme.

b. Pengertian epistimologi
Epistemologi berdasarkan akar katanya episteme (pengetahuan) dan logos (ilmu yang
sistematis, teori). Secara terminologi, epistemologi adalah teori atau ilmu pengetahuan tentang
metode dan dasar-dasar pengetahuan. Epistemologi adalah suatu disiplin ilmu yang bersifat
evaluative, normative, dan kritis. Evaluatif berguna untuk menilai, normatif berarti menentukan
norma atau tolok ukur bagi kebenaran suatu pengetahuan, dan kritis berarti banyak
mempertanyakan dan melakukan penalaran hasil kegiatan manusia.

c. aksiologi

Secara etimologis, aksiologi berasal dari bahasa Yunani yaitu axios yang berarti layak atau
pantas dan logos yang memiliki arti ilmu. Secara sederhana, aksiologi mempelajari tentang
manfaat atau nilai-nilai yang kita peroleh dari sebuah ilmu pengetahuan.
4. Beberapa pendekatan dalam filsafat

Untuk mengenalkan berbagai wawasan ada dua alternatif yang dapat diketengahkan, yaitu:
memperkenalkan aliran-aliran dominan dalarn filsafat i.lmu atau memperkenalkan berbagai
pendekatan yang kini menonjol dalam pengembangan ilmu. Berpegang pada aliran-aliran
penulis khawatir fungsi telaah berubah menjadi harus menjelaskan tuntas tentang sesuatu
aliran. Agar studi filsafat ilmu tidak menjadi historis melainkan sistematis sekaligus fungsional,
maka penulis tempuh jalan lain.

Dengan memperkenalkan berbagai pendekatan yang kini menonjol digunakan orang dalarn
pengembangan ilmu, kita dapat lebih selektiffungsional memilih materi telaah yang akan
membantu berkembangnya kemampuan memahami. memodifikasi, dan membangun teori-
teori ilmiah. Atas alasan sama, yaitu agar telaah buku ini tidak menjadi studi historis, maka cara
memilih pendekatan vane menonjol dalam filsafat ilmu vane dihekalkan kepada para
mahasiswa ditempuh dengan cara mencermati tampilan mu'takhir.

a. Pendekatan pertama yang dipilih adalah received view, yang secara klasik bertumnu
pada aliran positivisme.. Tokoh mu'takhir received adalah: Carnap & Hempel; tokoh-
tokoh sebelumnya: Reichenbach. Bergman, dan Duhen. Tokoh positivisme klasiknya:
August Contoh.

b. Pendekatan kedua menampilkan diri dalam sosok rationat dengan tokoh-tokohnya


Lakatos dan Shapere. Di Jermarrtampil dengan nama postpositivism. Aliran ini berupaya
membuat kombinasi antara berfikir empirik dengan berfikir struktural dalam
matematika.

c. Pendekatan ketiga adalah yang berbagai pendekatan yang landasan klasiknya terwadahi
dalam pendekatan phenomenologik, dengan tokoh klasiknya: Edmund Husserl.
Sedangkan tokoh implementasi metodologiknya adalah Strauss Glaser, Bogdan, Guba.
dan Blamer Khusus di lingkungan sastra penganut phenomenologik• kita jumpai pada
penganut strukturalisme sosial, semantik, dan dekonstruksi.
d. Pendekatan keempat yang dipilih adalah realisme metaphisik. v ang menggunakan
weltanschauung approach. Tokohnva sekarang adalah Feyerabend, Toulmin, Kuhn, dan
Hanson. Sedangkan tokoh perintisnya adalah Popper.

e. Pragmatisme memang buka,i pendekatan, tetapi menarik disajikan Tokohnya Peirce,


James, dan Dewey. Tokoh kini adalah Dalmay. McCarthay, Rorty, Ricouer, dan Carey.
5. Prinsip-prinsip metodologi

PRINSIP-PRINSIP METODOLOGI

Metodologi berasal dari kata metode dan logos, metodologi dapat diartikan ilmu yang
membicarakan tentang metode-metode. Metode berasal dari kata yunani Methods, kata depan
Meta (menuju, melalui, mengikuti, sesudah) dan kata benda Hodos (jalan, perjalanan, cara,
arah). Methodos dapat diartikan penelitian, metode ilmiah, hipotesis ilmiah, uraian ilmiah.
Metode ialah cara bertindak menurut sistem aturan tertentu.

Rene Descartes

a. Membicarakan masalah ilmu-imu yang diawali dengan menyebutkan akal sehat yang
umumnya dimiliki semua orang.

b. kaidah-kaidah pokok tentang metode yangakan dipergunakan dalam aktivitas ilmiah.

c. Menyebutkan beberapa kaidah moral yang menjadi landasan bagi penerapan metode.

d. Menegaskan pengabdian pada kebenaran yang acapkali terkecoh oleh indra.

e. Menegaskan perihal dualisme dalam diri manusia.

f. Adanya dua jenis pengeahuan : pengetahua spekulatif dan pengetahuan praktis.

Alfred Jules Ayer

a. Penganut paham positivisme (verifikasi) : sesuatu yang tidak dapat diukur itu tidak
mempunyai makna.

b. Ayer meperluas prinsip verifikasi tersebut : prinsip verifikasi itu merupakan


pengandaian untuk melengkapi suatu kriteria, sehingga melalui kriteria tersebut dapat
ditentukan apakah suatu kalimat mengandung makna atau tidak.
c. Suatu cara yang sederhana untuk merumuskan hal itu adalah dengan mengatakan
bahwa suatu kalimat mengandung makna, jika dan hanya jika proposisi yang
diungkapkan itu dapat dianalisis atau dapat diverifikasi secara empiris.

d. Verifable dalam arti lunak : jika suatu proposisi itu mengandung kemungkinan bagi
pengalaman atau merupakan pengalaman yang memungkinkan.

Karl Raimund Popper

a. prinsip falsifikasi : sebuah pernyataan dapat dibuktikan kesalahannya.

b. Popper menolak anggapan umum bahwa suatu teori dirumuskan dan dapat dibuktikan
kebenarannya melalui prinsip verifikasi. Teori ilmiah selalu bersifat hipotesis, tidak
kebenaran terakhir.

c. Popper menolah cara kerja induksi ( Pengamatan -> hipotesis -> bukti empiris -> jika
benar, hipotesis menjadi hukum) , terutama pada asas verifikasi, bahwa sebuah
pernyataan itu dapat dibenarkan berdasarkan bukti – bukti pengamatan empiris.

d. Popper mengajukan prinsip FALSIFIABILITAS. Sebuah hipotesis, hukum atau teori


kebenarannya hanya bersifat sementara, sejauh belum ditemukan kesalahan –
kesalahan yang ada.

e. Saat salah satu unsur hipotesis yang dibuktikan salah untuk digantikan dengan unsur
baru yang lain, sehingga hipotesis telah disempurnakan.

f. Menurutnya apabila suatu hipotesis dapat bertahan melawan segala penyangkalan,


maka hipotesis tersebut semakin diperkokoh.

Michael Polanyi

a. Pengembangan ilmu pengetahuan menuntut kehidupan kreatif masyarakat ilmiah yang


pada gilirannya didasarkan pada kepercayaan akan kemungkinan terungkapnya
kebenaran-kebenaran yang hingga kini masih tersembunyi.
b. Polanyi mengkritik Positivisme : objektifitas sebagai tujuan. Tujuan dapat dicapai dengan
syarat bahwa fakta yang diteliti, metode yang dipakai untuk memahami realitas, serta
pembuktian yang dipakai untuk menguji kebenaran harus lepas dari personalitas
manusia.

c. Polanyi menekankan betapa pentingnya penemuan (discovery) dalam ilmu


pengetahuan, tidak sekedar verifikasi.

d. Teori ilmu pengetahuan polanyi bertitik tolak dari kenyataan bahwa kita dapat tahu
lebih banyak daripada yang dapat kita katakan. Dalam struktur ilmu pengetahuan
terdapat 2 bagian besar jenis pengetahuan yang membentuk struktur : pengetahuan
yang termasuk segi implisit (tidak terungkap) dan bagian segi eksplisit.

e. Polanyi merintis suatu model perkembangan baru ilmu-ilmu dengan memadukan secara
jernih antara nilai dan fakta, sehingga ilmu-ilmu dkembangkan dapat sejalan dengan
perkembangan masyarakat.
6. Penemuan kebenaran

A. Cara penemuan kebenaran.

Bagaimanakah cara menemukan sebuah "kebenaran"? Disini saya akan menjalaskan


bagaimana cara menemukan "kebenaran" dan bisa dilihat dengan cara ilmiah dan non ilmiah
dan cara-cara untuk menemukan kebenaran ialah sebagai berikut:

a. Penemuan secara kebetulan

Penemuan yang tanpa adanya suatu rencana dan penemuannya masih belum diketahui
kebenarannya.

b. Penemuan secara coba-coba

Yaitu penemuan tanpa adanya keyakinan akan berhasilnya suatu kebenaran. Ada aktivitas
untuk mencari kebenaran tersebut tetapi masih untung-untungan dan penemuan ini
memerlukan waktu yang lama karna tidak ada rencana.

c. Penemuan otoritas

Yaitu orang-orang yang mempunyai kedudukan yang tinggi atau kekuasaan yang tinggi atau
orang yang mempunyai meskipun pendapat tersebut masih tidak dapat diketahui
kebenarannya tetapi masih bisa saja berguna bagi orang-orang yang menyaksikannya.

d. Penemuan spekulatif

Yaitu seseorang yang sedang menghadapi suatu masalah dan harus di selesaikan atau
dipecahkan dengan alternatif lain. Meskipun alternatif tersebut masih belum diyakini mengenai
keberhasilannya.

e. Penemuan berfikir kritis dan rasional

Yaitu berfikir secara analitis dan sintesis untuk memecahkan suatu masalah. Biasanya
manusia berusaha menganalisa permasalahan berdasarkan pengalaman dan juga pengetahuan
yang dimiliki untuk mengatasi permasalahannya.
7. Definisi dan penalaran

A. Definisi

Definisi adalah suatu pernyataan mengenai ciri-ciri penting suatu hal, dan biasanya lebih
kompleks dari arti, makna, atau pengertian suatu hal. Ada berbagai jenis definisi, salah satunya
yang umum adalah definisi perkataan dalam kamus (lexical definition). Definisi mempunyai
tugas untuk menetukan batas suatu pengertian dengan tepat, jelas dan singkat

a. Syarat – syarat Definisi yang Baik

 Definisi yang baik harus memenuhi syarat:

 Merumuskan dengan jelas, lengkap dan singkat semua unsur pokok (isi) pengertian
tertentu.

 Yaitu unsur-unsur yang perlu dan cukup untuk mengetahui apa sebenarnya barang itu
(tidak lebih dan tidak kurang).Sehingga dengan jelas dapat dibedakan dari semua barang
yang lain.

Tujuan Pembuatan Definisi

Tujuan Umum, antara lain :

Memfasilitasi komunikasi dengan membantu proses komunikasi yang berlangsung


menjadi sederhana dan lebih tepat, atau dengan kata lain mempersingkat ekspresi suat
pernyataan yang panjang dan kompleks sifatnya. Contoh : WHO, singkatan dari World Health
Organization

Definisi dibuat untuk memperkenalkan kata baru dalam bahasa

Definisi juga dapat memberikan suatu arti baru terhadap kata yang sudah lama, contoh :
kata Bibi, dahulu dudefinisikan sebagai adik kandung ayah atau ibu perempuan, namun saat ini
bisa mempunyai arti pembantu rumah tangga.
Definisi adalah suatu cara yang terbaik dan paling efektif untuk menjamin ketepatan dan
kebenaran dari penggunaan kata tersebut.

b. Tujuan Khusus, terdiri dari :

 Definisi yang tepat (Precising definition),

 Definisi yang bersifat teoritis (Theoritical definition

c. Jenis Definisi

Ada 5 jenis definisi, yang kesemuanya mengacu dari 5 tujuan dibuatnya definisi, yaitu :

 Definisi Stipulatif, penjelasannya sama dengan definisi nominal diatas.

 Definisi Lexical, penjelasannya pun sama dengan definisi riil.

 Definisi Ketepatan (Precising Definition), definisi dibuat dan dapat menimbulkan definisi
baru sehingga harus benar-benar diperhatikan agar tidak terjadi kerancuan.

 Definisi Teoritis, definisi yang muncul u\dalam rangka mengusulkan agar teori yang
ditemukan diterima dengan mudah oleh masyarakat.

 Definisi Persuasif, yaitu suatu definisi yang dibuat untuk mempengaruhi pikiran, tingkah
laku dan emosi orang yang membaca dan mendengarnya.

B. PENALARAN

Pengertian Penalaran

Penalaran adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera (pengamatan
empirik) yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian. Berdasarkan pengamatan yang
sejenis juga akan terbentuk proposisi – proposisi yang sejenis, berdasarkan sejumlah proposisi
yang diketahui atau dianggap benar, orang menyimpulkan sebuah proposisi baru yang
sebelumnya tidak diketahui. Proses inilah yang disebut menalar.
a. Definisi Penalaran Menurut Para Ahli

 Keraf (1985: 5) berpendapat bahwa Penalaran adalah suatu proses berpikir dengan
menghubung-hubungkan bukti, fakta, petunjuk atau eviden, menuju kepada suatu
kesimpulan.

 Bakry (1986: 1) menyatakan bahwa Penalaran atau Reasoning merupakan suatu konsep
yang paling umum menunjuk pada salah satu proses pemikiran untuk sampai pada suatu
kesimpulan sebagai pernyataan baru dari beberapa pernyataan lain yang telah
diketahui.

 Suriasumantri (2001: 42) mengemukakan secara singkat bahwa penalaran adalah suatu
aktivitas berpikir dalam pengambilan suatu simpulan yang berupa pengetahuan.

b. Ciri – Ciri Penalaran

 Dilakukan dengan sadar,

 Didasarkan atas sesuatu yang sudah diketahui,

 Sistematis,

 Terarah, bertujuan,

 Menghasilkan kesimpulan berupa pengetahuan, keputusan atau sikap yang baru, Sadar
tujuan,

 Premis berupa pengalaman atau pengetahuan, bahkan teori yang telah diperoleh,

 Pola pemikiran tertentu,

 Sifat empiris rasional

c. Metode dalam menalar

Ada dua jenis metode dalam menalar yaitu induktif dan deduktif, yaitu :
 Penalaran Induktif

 Penalaran induktif (prosesnya disebut induksi) mrpkn proses penalaran untuk menarik
suatu prinsip atau sikap yang berlaku untuk umum maupun suatu kesimpulan yang
bersifat umum berdasarkan atas fakta-fakta khusus.

Anda mungkin juga menyukai