Anda di halaman 1dari 30

NILAI-NILAI DASAR PERJUANGAN

(NDP)
Sindikasi

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Mengikuti Senior Course ( SC ) yang


Dilaksanakan HMI Cabang Pekanbaru Pada Tanggal 01 s/d 11 Januari 2019

Disusun oleh :

MUHAMMAD ALHUDA PANJAITAN

HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM ( HMI )


CABANG PADANGSIDIMPUAN
Daftar Isi
Halaman :
Daftar isi ....................................................................................................... ii
Pendahuluan ................................................................................................. 1
Alokasi Waktu .............................................................................................. 2
Target Pembelajaran Umum .......................................................................... 2
Target Pembelajaran Khusus ......................................................................... 2
Metode penyampaian ..................................................................................... 3
Tata ruang latihan .......................................................................................... 3
Evaluasi ......................................................................................................... 3
Pembahasan Materi ....................................................................................... 4
Sains Islam ................................................................................................... 12
Referensi ...................................................................................................... 14
Catatan-catatan

ii
PENDAHULUAN

Tiada untaian kata yang patut hamba ucapkan selain puji syukur hamba
kepada Allah SWT, Tuhan yang telah menciptakan keseimbangan di dunia ini dengan
dialektika, sehingga dengan rahmatNya manusia dapat berperan serta dalam proses
sosial yang sedang berlangsung. Sholoawat serta salam semoga tetap terlimpahkan
kepada junjungan kita Nabi Muhammad yang merurapakan sang Revolusioner besar
yang mambalikkan piramida struktur sosial, serta mengentaskan kaum marginal dari
struktur social yang menindasnya.
Dasar organisasi merupakan sumber motivasi, pembenaran dan ukuran
bagi gerak organisasi. Karena kualitas inilah HMI selain sebagai organisasi
kemahasiswaan yang memperhatikan “sdudents need dan students interest “juga
sebagai organisasi perjuangan yang mengemban suatu “mission sacree”secara
ringkas.
Bahwa tugas suci HMI ialah berusaha menciptakan masyarakat yang adil dan
sejahtera. Sebab islam yang menjadi dasar perjuanganya memuat ajaran pokok bahwa
“sesungguhnya Allah memerintahkan akan keadilan dan ihsan ( usaha perbaikan
masyarakat ).
Dasar perjuangan yang senantiasa memberikan nyawa pergerakan HMI biasa
disebut dengan NDP ( Nilai-nilai Dasar Perjuangan ). NDP merupakan perumusan
tentang ajaran-ajaran pokok agama islam yaitu nilai dasarnya, sebagaimana tercantum
dalam al-quran dan as-sunnah. Kepada setiap anggota HMI, terutama para aktivis
diharapkan membaca NDP. Pemahaman terhadap nilai tersebut diharapkan dapat
menafasi perjuangan di masa dewasa ini dan seterusnya.
Sistematika dalam penerjemahan dan pemahaman NDP ini kepada selain
tergantung dari faktor tingkat penegetahuan para peserta training juga tergantung
pada metode pendekatan yang dipilih oleh penerjemah sendiri. Oleh karena itu
diminta kekreatifan penerjemah atau instruktur latihan untuk membuat sistematika
sesuai keperluan.

1
Materi : NDP ( Nilai-nilai Dasar Perjuangan )

Target Pembelajaran Umum


- Dapat memehami NDP ( nilai-nilai dasar perjuangan ) sebagai arah
perjuangan dan substansi saecara garis besar dalam organisasi.
Target Pembelajaran Khusus
- Dapat memehami pengertian landasan dan kerangka berfikir.
- Dapat memehami pengertian dasar-dasar kepercayaan.
- Dapat memehami pengertian hakikat penciptaan dan eskatologi ( ma’ad ).
- Dapat memehami pengertian manusia dan nilai-nilai kemanusiaan.
- Dapat memehami pengertian kemerdekaan manusia dan keharusan
universal.
- Dapat memehami pengertian individu dan masyarakat.
- Dapat memahami pengertian keadilan sosiaol dan keadilan ekonomi.
- Dapat memahami pengertian sains islam.

Pokok bahasan / sub pokok bahasan


1. Garis besar NDP ( Nilai-nilai Dasar Perjuangan ) dalam organisasi.
2.1 Landasan dan kerangka berfikir.
2.2 Dasar-dasar kepercayaan.
2.3 hakekat penciptaan dan eskatologi ( ma’ad ).
2.4 Manusia dan nilai-nilai kemanusiaan.
2.5 Kemerdekaan manusia dan keharusan universal.
2.6 Individu dan masyarakat.
2.7 Keadilan sosial dan keadilan ekonomi.
2.8 Sains islam.

2
Metode penyampaian :
Adapun metode yang digunakan dalam proses penyampaian materi NDP (
Nilai Dasar Perjuangan ) adalah dengan cara Pemaparan materi,diskusi dan debat.
Diskusi dan debat berbentuk melingkar yang dimana para peserta saling
mengeluarkan pendapat tanpa ada moderator.

Tata ruang latihan :


Adapun metode yang digunakan dalam tata ruang pelatihan ini adalah
berbentuk melingkar. Dalam arti para peserta pelatihan duduk dalam kursi yang
melingkar, dimana para peserta pelatihan dapat melihat dan mendengar dengan
jelas pendapat para peserta lain, dan pemateri duduk diantara lingkaran tersebut.

Evaluasi :
1. Metode kuantitaf ( angka/obyektif ).
Adapun sistem penilaian kuantitatif adalah dengan adanya sebuah penugasan
materi. Misalnya membuat ringkasan dari materi yang sudah ada ataupun
mengerjakan soal terkait tentang materi. Selain itu ada juga penilaian yan bersifat
afektif, kognitif dan psikomotorik.
2. Metode kulitatif ( huruf/subyektif ).
Adapun metode yang diberikan bersifat koisioner.

3
PEMBAHASAN

1. Pengertian NDP
1.1 Landasan dan Kerangka Berfikir
Dalam benak manusia terdapat gagasan baik yang bersifat tunggal maupun
majemuk. Bentuk pengetahuan ini disebut dengan konsepsi, tetapi konsepsi manusia
tersebut merupakan gagasan sederhana yang didalam belum ada penilaian dan
gagasan tersebut bias saja benar dan juga bisa saja salah. Maka dari itu manusia tidak
boleh merasa puas tetapi harus melangkah untuk mendapatkan pengetahuan yang
bersifat yakin artinya harus melakukan suatu proses penilaian terhadap gagasan agar
dapat diyakini
Dalam kancah perdebatan ketika para pemikir mencoba menjawab hal pokok
ini terbentuklah tiga aliran. Yang pertama adalah aliran metafisika islam dengan
doktrin akliahnya. Metafisika islam menjadikan prima prinsipia dan kausalitas serta
metode deduktifnya sebagai kerangka berfikir. Yang kedua adalah empirisme
dengan doktrin emperikalnya. Adapun pengalaman atau eksperimen dijadikan sebagai
kerangka berfikirnya yang dalam hal ini bersifat induktif. Aliran ini menolak
kerangka berfikir yang dipakai oleh kedua aliran lainya. yang ketiga adalah
skriptualisme dengan doktrin tekstualnya. Dalam arti teks-teks kitab suci sebagai
landasan dalam penilaian segala sesuatu serta tekstual dalam kerangka berfikirnya.1
Aliran inipun menolak pendapat aliran lain yang dipandang kurang benar
berbeda dengan metafisika islam yang mencoba mengkoparasikan. Yang dimana
tidak menolak sumbangsih dari ilmu yang bersifat tekstual dan pengalaman indrawi
atau eksperimen. Bagi metafisika islam eksperimen atu pengalaman indrawi untuk
mengetahui aspek sekunder sari alam materi. Sedangkan teks kitab suci untuk

1
Alqur’an dan tejemahan, Departemen Agama

4
5

mengetahi hal yang bersifat sekunder dari keadaan metafisika dan teologi.
Karena kedua dasar tersebut merupakan premis-premis minor dari sistematika
deduktif.
Pada akhirnya tidak dapat diingkari bahwa metafisika islam adalah satu-
satunya landasan kerangka berfikir. Tanpa adanya pengetahuan dasar tersrbut
mustahil adanya konsep kebenaran apapun. Artinya jika pengertian dasar tersebut
bukan merupakan watak dan hukum realitas yang mengatur segala sesuatu termasuk
pikiran maka bangunan pengetahuan manusia baik dibidang ilmiah maupun teologis
menjadi runtuh dan tak bermakna.

1.2 Dasar- dasar kepercayaan


Setiap makhluk memiliki kepercayaan dasar dan rasional yang diketahui
secara intuitif yang menjadi kepercayaan utama sebelum merespon segala sesuatu
diluar dirinya. Memiliki sebuah kepercayaan yang benar, selanjutnya menimbulkan
sebuah tata nilai adalah sebuah kepastian bagi perjalanan hidup manusia.
Pada hakikatnya, perilaku manusia yang tudak peduli untuk berkepercayaan
benar tidak kan mengiringi pada sebuah kesempurnaan. Maka mereka tidak ubahnya
seperti binatang karena manusia harus menelaah secara obyektif sendi-sendi
kepercayaannya dengan segala potensi yang dimilikinya.
Kajian yang teoritik tentang kepercayaan sebagai konsep teoritis akan
melahirkan sebuah kesadaran bashwa manusia adalah maujud yang mempunyai
hasrat dan cita-cita untuk mencapai kebenran dan kesempurnaan mutlak. Manusia
yang terbatas dan tidak sempurna membutuhkan sebuan sistem nilai yang sempurna
dan tidak terbatas sebagai sansaran dan pedoman hidupnya.
Sistem nilai tersebut harus berasal dari Dzat yang maha sempurna yang
segalanya berbeda dengan makhluk. Bahwa yang maha sempurna itu harus dapat
dijelaskan dengan argument yang rasional terbuka dan tidak doktriner. Sehingga
lapisan intelektual manusia tidak akan ada yang sanggup menolak eksistensinya.
6

Keinginan untuk merefleksikan rasa terima kasih dan beribadah kepada Tuhan Yang
Maha Kuasa pasti membimbing kepada kebenaran. Tuhan membimbing manusia
pasti mengutus rasulnya yang dimana sebagai cerminan tuhan didunia (manifestasi).
Bukti kebenaran rasul untuk manusia ditunjukkan oleh kejadian luar biasa maupun
bukti rasional yang mustahil dilakukan tanpa dipelajari. 2
Keyakinan dan kepatuhan kepada rasul melahirkan sikap percaya terhadap
apapun yang dikatakan dan diperintahkanya. Konsekuensi lanjut setelah manusia
melakukan pencarian Tuhan dan rasulnya adalah cenderung fitrah dan kesadaran
rasionalnya untuk meraih kebahagiaan dan melahirkan konsep tentang keberadaan
hari kiamat yang merupakan refleksi perbuatan berlandaskan iman, ilmu dan amal.
Dengan demikian akhirat adalah kondisi obyektif dan relasi manusia terhadap tuhan
dan alam.

1.3 Hakikat penciptaan dan eskatologi


Tujuan dari seluruh ciptaan adalah bergerak menuju pada sesuatu yang
sempurna dan kesempurnaan tertinggi adalah Tuhan Yang Maha Esa, maka Dialah
yang menjadi tujuan dari seluruh gerak ciptaan. Bahasan awal tersebut itulah yang
akan menjadi awal untuk selanjutnya kita masuk dalam pembahasan sesudah mati.
Asal dan sumber dari kepercayaan tentang adanya hari akhirat ini mestilah
dibuktikan dengan argument yang jelas. Kesungguhan keberagamaan akan terpacu
dengan sendirinya bila kesadaran akan adanya hari kiamat sebagai sesuatu yang
mutlak dan pasti terjadi. Sehingga kepercayaaan eskatologi oleh rasul merupakan
prinsip kedua setelah tauhid. 3
Sepanjang kehidupan baik dunia maupun akhirat, kebahagiaan kita tergantung
pada keimananya pada hari tersebut. Karena hari akhirat akan mengingatkan manusia

2
Alqur’an dan tejemahan, Departemen Agama
3
Alqur’an dan tejemahan, Departemen Agama
7

akan akibat perbuatanya. Dengan cara ini manusia menyadari bahwa perbuatanya
mempunyai awal dan akhir. Sebagai mana manusia itu sendiri.
Tetapi hendaknya manusia tidak berfikir bahwa kehidupan akan berakhir
didunia, sebab segala itu ada dan tetap ada pertanggung-jawaban pada hari akhir
nanti. Kebahagiaan manusia itu tergantung pada kepercayaan adanya hari tersebut,
karena pada hari itu manusia akan diganjar sesuai perbuatan-perbuatanya. Itulah
sebabnya menurut agama islam percaya pada hari akhirat dipandang sebagai tuntutan
yang hakiki bagi kebahagiaan manusia.

1.4 Manusia dan Nilai-nilai Kemanusiaan


Dalam beberapa kebudayaan dan agama manusia dipandang sebagai mahkluk
mulia dengan tolak ukurnya bahwa manusia merupakan pusat tata surya. Pandangan
ini didasarkan pada pandangan Plotinus, bahwa bumi merupakan pusat seluruh tata
surya karena manusia hidup di bumi namun dengan kemajuan sains pandangan ini
kemudian di tinggalkan dengan tidak menyisakan nilai mulia pada manusia. Manusia
tidak lagi dipandang sebagai makluk mulia bahkan dianggap tidak ada bedanya
dengan binatang.
Adapun jiwa bagaikan energi yang dikeluarkan karena itu wajar bila manusia
dan nilai-nilai kemanusiaan tak lagi dihargai. Maka datanglah kaum humanisme
berupaya mengangkat harkat manusia dengan memandang bahwa kekuatan,
kekuasaan, kekayaan, pengetahuaan ilmiah dan kebebasan merupakan hak esensial
yang membedakan manusia dengan lainya.
Sebaliknya ketiadaan ikhtiar manusia meniscayakan takdir tidak bermakna.
Bagi orang gila dan anak-anak tidak dapat memanfaatkan hukum penciptaan untuk
membuat teknologi dan hukum syari’at tidak diberlakukan. Dengan demikian takdir
ilahi itu sendiri mengharuskan adanya ikhtiar agar takdir pada alam dapat
dipergunakan. Tanpa ikhtiar maka takdirpun tidak bermanfaat dan tidak berlaku.
Sebaliknya tanpa takdir meniscayakan ketiadaan kebebasan dan ketiadaan kebebasan
tidak akan terwujutnya kebebasan atau kemerdekaan.
8

Kebebasan dan kemerdekaan tidaklah bermakna, kebebasan manusia tidaklah sebagai


tujuan akhir bagi manusia. Sebab bila kebebasan sebagai tujuan akhir bagi manusia
maka kebebasan bersifat deterministic dalam arti sama dengan ranting di tengah
lautan yang bergerak kekiri dan kekanan dikarenakan arus bukan kehendak pilihanya.
Kebebasan individu bukan merupakan kebebasan mutlak yang mana
kebebasanya hanya dibatasi oleh kebebasan orang lain. Sebab definisi kebebasan itu
adalah sistem etik yang hanya menguntungkan orang-orang kuat .
Sesungguhnya kebebasan individu tidaklah demikian . kebebasan individu
berarti bahwa secara sosial dalam interaksinya dengan orang lain ia tidak berada pada
posisi tertindas dan secara spiritual ia tidak berada pada posisi menindas. Kebebasan
bukan berarti memanfaatkan kekuasaan dan kekuatan dalam melakukan apa saja tapi
dalam arti kemampuan untuk tidak memanfaatkan kekuatan untuk membalas dan
menindas ketika ia berada posisi memiliki kesempatan untuk itu. Ini adalah suatu
pengertian kemerdekaan manusia dan keharusan universal. 4

1.5 kemerdekaan manusia dan keniscayaan universal


Kehidupan manusia mengenal dua aspek yaitu yang temporer berupa kita
hidup didunia dan yang abadi ketika kita gidup di akhirat kelak. Dalam aspek pertama
manusia melakukan perbuatan dengan akibat baik dan buruk yang harus dipikul
secara individu maupun komunal sekaligus.
Jadi, individualistic adalah kenyataaan asasi yang pertama dan yang terakhir
daripada kemanusiaan. Tetapi individualis adalah kenyataan yang asasi dan primer
saja daripada kemanusiaan, kenyataan lain bersifat sekunder ialah bahwa individu
hidup dalam bentuk suatu hubungan tertentu disekitarnya, baik alam ataupun manusia
di sekitarnya. Oleh karena itu kemerdekaan harus diciptakan untuk pribadi dalam
konteks hidup ditengah alam dan masyarakat. Sekalipun kemerdekaan adalah esensi

4
Buku pedoman pengkaderan, HMI
9

dari pada kemanusiaan, tidak selalu menusia kapan dan dimana saja selalu merdeka.
Adanya batas kemerdekaan adalah suatu kenyataandan batas tersebut dikarenakan
adanya hukum yang pasti dan tetap menguasai alam, benda maupun masyarakat
manusia sendiri dan yang tidak tunduk pada kemauan manusia. Hukum itu
mengakibatkan adanya ”keharusan universal” atau kepastian umum atau takdir.5
Jadi kalau kemerdekaan pribadi diwujudkan dalam konteks hidup ditengah
alam dan masyarakat dimana terdapat keharusan universal yang tidak tertakhlukkan,
maka apakah bentuk hubungan yang dijumpai yang tentu bukan hukum penyerahan,
sebab penyerahan berarti penindasan terhadap kemerdekaan. Pengakuan akan adanya
kepastian umum atau takdir hanyalah pengakuan akan adanya batas kemerdekaan.
Sebaliknya, suatu prasyarat yang positif daripada kemerdekaan adalah pengetahuaan
tentang adanya kemungkinan kekreatifan manusia, yaitu tempat bagi adanya usaha
yang bebas dan bbertangggung jawab.

1.6 Individu dan Masyarakat


Salah satu sifat khas manusia sebagai makhluk dank arena ia berbeda dengan
binatang adalah merupakan makhluk yang bersifat individual dan masyarakat. Kedua
aspek ini mesti dipahami dan diletakkan pada porsinya masing-masing secara terkait.
Dengan kata lain bahwa perbedaan yang terjadi pada setiap individu meniscayakan
adanya saling membutuhkan, memberi dan saling mengenal dan karena itu konsep
kemanusiaan memiliki makna.
Di sisi lain kecenderungan manusia untuk hidup bermasyarakat merupakan
kecenderungan yang bersifat fitri. Terbentuknya masyarakat karena adanya hubungan
antara individu-individu untuk membentuk sebuah komunitas. Karena itu masyarakat
didefinisikan sebagai kumpulan individu secara suka dan duka untuk mencapai tujuan
dan cita-cita bersama adalah membentuk apa yang kita sebut sebagai masyarakat.
Masyarakat itu sendiri merupakan senyawa sejati sebagaimana senyawa alamiah.
10

Yang disintesiskan di sini adalah jiwa, pikiran, cita-cita, serta hasrat yang
bersifat kebudayaan.
Jadi individu dan masyarakat memiliki eksistensi masing-masing dan
memiliki kemampuan mempengaruh yang lain. Walaupun begitu eksistensi individu
dalam kaitannya dengan masyarakat mendahului eksistensi masyarakat. Memandang
bahwa eksistensi masyarakat mendahului individu berarti kebebasan dan
kemanusiaanya telah dcabut dari manusia itu sendiri.
Walaupun masnusia memiliki kualitas kesucian, potensi tersebut dapat saja
tidak teraktualisasi secara sempurna dikarenakan adanya kekuatan lain dalam diri
manusia berupa hawa nafsu yang dapat saja merugikan orang lain dan dirinya sendiri,
sebab hawa nafsu ini mulai teraktual manakala interaksi antara individu dengan
individu lain dalam kairtanya dengan bumi ( sumber harta benda). Bahkan
keserakahan ini dapat berkembang dalam berbentuk yang besar sebagaimana sebuah
bangsa menjajah bangsa lain. Fernomena ini dapat mengancam kehidupan manusia
dan kelestarian alam, dengan demikian pertanggugjawaban ini bagi setiap individi,
selain bersifat individual juga bersifat kolektif. Ini karena, pertanggung jawaban
individual terjadi ketika sebuah perbuatan memiliki dua dimensi yaitu : si pelaku
(sebab aktif) dan sasaran yang disiapkan oleh pelaku (sebab akhir).
Apabila dalam perbuatan tersebut ada dimensi ketiga, yaitu sarana atau
peluang yang diberikan untuk terjadinya perbuatan tersebut dan lingkup pengaruhnya
(sebab material), maka tindakan tersebut menjadi tindakan kolektif. Jadi masyarakat
adalah pihak yasng memberikan landasan bagi tindakan kolektif dan membentuk
sebab material. Ini berarti, individu memiliki andil besar dalam merubah wajah bumi
atau mengalahkan sebuah masyaraat kearah yang sempurna atau kehancuran.

1. 7 Keadilan Sosial dan Keadilan Ekonomi


Keadilan menjadi sebuah konsep abstrak yang sering diartikan secara berbeda
oleh setiap orang utamanya mereka – mereka yang pernah mengalami suatu
11

ketidakadilan dalam kehidupan bermasyarakat. Hal ini menuntut secara tegas perlu
dilakukan redefinisi terhadap apa yang dimaksud dengan keadilan.
Bila keadilan diartikan tercipta suatu keseimbangan dan persamaan
proporsional maka pemecahan permasalahan keadilan sosial dan ekonomi hanya
dapat diatasi dengan menemukan jawaban terhadap sebab-sebab terjadinya
ketidakadilan sosial dan ekonomi serta bagaimana agar dalam distribusi kekayaan
dapat terbagi secara adil sehingga terhindar dari terjadinya diskriminasi dan
pengutuban , atau kelas dalam masyarakat.
Jelas terlihat dari problem yang dihadapi bahwa kasus keadilan sosial dan
ekonomi bukanlah merupakan wilayah garapan ilmi ilmiah (positif). Karena masalah
keadilan bukanlah fenomena empiris yang dapat diukur secara kuantitatif. Namun ia
merupakan konsep abstrak yang berkenaan dengan aspek kebijakan-kebijakan
praksis, karena itu ia merupakan garapan filosofis dan bersifat ideologis. Itulah
sebabnya mengapa dalam menjawab masalah diatas setiap orang atau kelompok
memiliki jawaban dan konsep berbeda sesuai denagan ideologi, kandungan batinnya
serta kapasitas pengetahuannya.
Bagi Islam satu satunya jalan yang dapat mengatsasi masalah ketidakadilan
adalah dengan memberikan jaminan pendapatan tetap,dengan kemungkinan
mendapatkan lebih banyak serta mengubah konsepsi manusia tentang manusia dan
pandangan hidupnya dari semata-mata bersifat materialistik kesadaran teologis dan
eskatologis, tanpa memasung atau mematikan naluri alamiahnya. 6
Adalah suatu kemustahilan disatu sisi ketika kesadaran teologis dan
eskatologis telah dimusnahkan dari pandangan dunia seseorang dan disisi lain dengan
menghilangkan kepemilikan serta merta ia berubah dari individualis menjadi seorang
pribadi yang sosialis.

6
Konstitusi, HMI
12

Menurut islam ego (kepentingan pribadi) merupakan suatu kekuatan yang


diletakkan oleh Allah dalam diri manusia sebagai pendorong. Kekuatan ini dapat
mendorong manusia untuk melakuakan hal yang diskriminatif, serakah dan merusak.
Tetapi ia juga dapat mendorong manusia untuk mencapai kualitas spiritual yang
paripurna (insan kamil). Karena itu islam tidak datang untuk membunuh ego dengan
seluruh kepentingannya, namun ia datang untuk memupuk, membina dan
mengarahkan secara spiritual dengan suatu kesadaran teologis (tauhid) dan
ekskatologis (ma’ad).

1.8 Sains Islam


Sains dalam sejarah perkembangan sering kali dinaturalisasikan sebagai upaya
pencocokan terhadap nilai-nilai budaya, agama atau pandangan-pandangan tertentu
suatu masyarakat. Asimilasi dan akulturasi inilah yang kemudian menjadi bentuk
baru (khas) sebuah peradapan,rasioanalisme di Yunani dan posiivisme di Eropa
adalah contoh-contohnya.
Naturalisasi terhadap sains itu sendiri, sebab sains dianggap memiliki
kekuatan yang ambigu. Disatu sisi dapat mengembangkan suatu masyarakat karena
kemampuaannya mengatasi masalah praktis manusia dan dapat merubah konstruk
pola pikir manusia itu sendiri sehingga membawa mereka dalam peradaban yang
lebih maju dan begitu juga sebaliknya juga mampu merombak dan merusak nilai
budaya dan agama dalam masyarakat.
Islamisasi sains atau sains islam dapat dimulai dengan menggagas untuk
meletakkan landasan bagi epistimologinya yaitu dengan membuat klasifikasi ilmu
dengan basis ontologinya serta metodologinya yang sesuai dengan semangat Islam itu
sendiri, yaitu teologi (tauhid), ekskatologi (ma’ad), serta kenabian (nubuwwah).7

7
Konstitusi, HMI
13

Adapun pendekatan yang dilakukan dengan membuat klasifikasi ilmu


pengetahuan dengan menetapkan status dan basis ontologonya, sebab ia merupakan
basis bagi sebuah epistimologi. Sains islam tidak hanya berbasis kepada status
ontologis alam materi tetapi juga objek ontology alam mitsal ( matematika) dan objek
ontologi alam akal (metafisika). Berdasarkan klsifikasi tersebut sain metafisika
mengkaji objek non materi murni seperti teologi, kosmologi, dan eskatologi. Sains
matematika membahas non materi yang berhubungan dengan materi dan gerak seperti
aritmatika, astronomi, geometri dan lain-lain.
Sains fisika mengkaji materi seperti manusia, binatang,tumbuhan dll. Karena
metafisika menjadi puncak ontologi maka secara berturut-turut maka sains metafisika
menjadi sains tertinggi dan sains fisika merupakan sains terendah setelah sains
matematika.
Referensi :
Alqur’an dan tejemahan, Departemen Agama
Buku pedoman pengkaderan, HMI
Konstitusi, HMI
Makalah-makalah NDP
Referensi lain yang relevan

14
OLEH:
MUHAMMAD ALHUDA PANJAITAN

HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM


( HMI )
CABANG PADANGSIDIMPUAN
Tujuan 1. Tujuan Instruksional Umum
Peserta dapat memahami sejarah dan dinamika perjuangan HMI
2. Tujuan Instruksional Khusus
1. Peserta dapat memahami latar belakang berdirinya HMI.
2. Peserta dapat mengetahui tokoh pendiri HMI.
3. Peserta dapat memahami fase-fase perjuangan HMI.
4. Peserta dapat menganalisis kondisi dan citra HMI pada saat ini
dan prospek HMI kedepannya
Alokasi 3 JAM
Waktu
Pokok 1 . Pengantar Sejarah.
Bahasan/ 1.1. Pengertian Sejarah.
Sub Pokok 1.2. Manfaat dan Kegunaan Mempelajari Sejarah.
Bahasan 2.. Latar Belakang Berdirinya HMI.
2.1. Kondisi Negara Republik Indonesia.
2.2. Kondisi Umat Islam di Indonesia.
2.3. Kondisi Perguruan Tinggi dan Mahasiswa.
3. Tokoh Pendiri HMI (Sosok Lafran Pane)
4. Dinamika Sejarah Perjuangan HMI Dalam Sejarah Perjuangan
Bangsa.
4.1. HMI Dalam Fase Pengukuhan (5 Februari - 30 November 1947)
4.2. HMI Dalam Fase Perjuangan Bersenjata (1947-1949)
4.3. HMI Dalam Fase Pertumbuhan dan Perkembangan HMI
(1950-1963)
4.4. HMI Dalam Fase Tantangan (1964-1965)
4.5. HMI Dalam Fase Kebangkitan HMI sebagai Pelopor Orde Baru
dan Angkatan 66 (1966-1968)
4.6. HMI dalam Fase Pembangunan Nasional (1969-sekarang)
5. Analisis Kondisi dan Citra HMI Pada Saat Ini dan Prospek HMI
Kedepannya
Metode Brainstorming, Diskusi kelompok, Tanya jawab, Ceramah
Peralatan  White Board
dan Bahan  Spidol
 Kertas plano
 Kertas Meta Plan warna-warni dan kertas HVS sesuai kebutuhan
 Double tip
 Bahan-bahan lain sesuai dengan kebutuhan
Proses 2 menit Diawali dengan mengucapkan salam lalu menyapa peserta
dengan menanyakan kabar peserta dan kesiapan peserta
untuk mengikuti proses training pada saat itu.
5 menit Tetap arahkan peserta untuk memasuki materi dan jika
jawaban peserta sepakat untuk masuk materi, lalu minta
peserta untuk mengeksplore materi apa yang harus dimasuki
dan mengapa harus materi tersebut
Setelah beberapa orang peserta mengeksplore, tetap arahkan
untuk memasuki materi sejarah dengan menjelaskan bahwa
sebelum memahami materi-materi yang lain maka kita harus
mengenal terlebih dahulu wadahnya yaitu HMI khusunya
sejarah berdirinya.
5 menit Setelah semua sepakat untuk masuk materi Sejarah
Perjuangan HMI, lalu tanyakan kepada peserta makna dari
kata “Sejarah” dan manfaat dalam mempelajari sejarah.
5 menit Selanjutnya tanyakan kepada peserta latar belakang
berdirinya HMI mulai dari tanggal berdirinya, tempat dan
pendirinya
10 menit Tanyakan kepada peserta siapa sebenarnya sosok seorang
Lafran Pane sebagai pendiri HMI dan setelah itu uaraikan
tentang sosok Lafran Pane tersebut
15 menit Eksplore dari peserta tujuan awal didirikannya HMI. Setelah
dieksplore jelaskan tujuan awal didirikan HMI, yaitu
a. Mempertahankan Negara Republik Indonesia dan
mempertinggi derajat rakyat Indonesia
b. Menegakkan dan mengembangkan agama Islam
15 menit Eksplore kembali dari peserta yang menjadi latar belakang
didirikannya HMI, selanjutnya jelaskan latar belakang tersebut
yang terdiri dari 3 alasan yaitu:
a. Situasi Negara Republik Indonesia
b. Situasi Umat Islam Indonesia
c. Situasi Perguruan Tinggi dan Kemahasiswaan
5 menit Selanjutnya membagi peserta dalam 6 kelompok

20 menit Setelah semua terbagi maka akan didapat 6 kelompok,


selanjutnya masing-masing kelompok akan dibagikan tema-
tema diskusi yaitu tentang fase-fase perkembangan HMI:
 Kelompok I: Fase Pengukuhan (5 Februari - 30
November 1947)
 Kelompok 2: Fase Perjuangan Bersenjata (1947-1949)
 Kelompok 3: Fase Pertumbuhan dan Perkembangan
HMI (1950-1963)
 Kelompok 4: Fase Tantangan (1964-1965)
 Kelompok 5: Fase Kebangkitan HMI sebagai Pelopor
Orde Baru dan Angkatan 66 (1966-1968)
 Kelompok 6: Fase Pembangunan Nasional (1969-
sekarang)
Selanjutnya peserta diminta bergabung dengan kelompoknya
masing-masing dan diberi waktu selama 20 menit untuk
mendikusikan kondisi-kondisi setiap fase.
30 menit Setelah selesai diskusi, peserta diminta untuk
mempresentasikan hasil diskusinya dengan bergantian setiap
kelompok dan diberi kesempatan untuk melakukan tanya
jawab.
15 menit Selanjutnya pengelola menjelaskan kembali apa-apa yang
masih kurang dari hasil diskusi peserta.
15 menit Selesai mengupas sejarah masa lalu HMI, pengelola
mengarahkan peserta untuk mengeksplore kondisi HMI pada
saat sekarang ini, baik yang positif maupun yang negatifnya.
15 menit Setelah tahu kondisi HMI pada saat ini, lalu arahkan peserta
untuk memandang prospek HMI kedepan. Tabulasi
perencanaan-perencanaan untuk kedepannya.
5 menit Jelaskan bahwa masa depan HMI ditentukan di tangan Anda,
Saya, dan Kita semua sebagai Kader HMI. Saat ini kita hanya
bisa merencanakan hal-hal positif yang akan dibangun untuk
kedepannya demi mewujudkan tujuan HMI.
Sebagai penutup semangati kembali peserta untuk
membangun HMI kedepannya dengan menanykan: ”Siap
untuk memajukan HMI?”
Minta semua peserta untuk tepuk tangan dan akhiri dengan
mengucapkan salam.
Referensi 1. Prof. DR. H. Agus Salim Sitompul, Sejarah Perjuangan HMI
(19471975), Misaka Galiza
2. Prof. DR. H. Agus Salim Sitompul, Pemikiran HMI dan
Relevansinya dengan Sejarah Perjuangan Bangsa Indonesia,
Misaka Galiza
3. Panduan Pelaksanaan Latihan Kader I Badan Koordinasi
Nasional, Lembaga Pengelola Latihan Pengurus Besar
Himpunan Mahasiswa Islam.
Uraian Materi

SEJARAH PERJUANGAN HMI

Pengertian

Sejarah berasal dari kata sajaratun (B.Arab) yang artinya pohon. Pohon yang
dimaksud disini adalah bahwa pohon terdiri dari akar, batang, dan buah. Bicara
sejarah pasti tidak terlepas dari masa lalu, masa sekarang, dan masa yang akan
datang. Akar dari pohon diibaratkan sebagai masa lalu, batang diibaratkan sebagai
masa sekarang, dan buah diibaratkan sebagai masa yang akan datang.
Sejarah adalah suatu kebetulan terjadi di masa yang telah lalu dan benar-
benar terjadi, dan kebetulan pula dicatat, biasanya kebenaran sejarah didukung
bukti bukti yang membenarkan peristiwa itu benar-benar terjadi.

Manfaat dan Kegunaan Mempelajari Ilmu Sejarah

Manfaat dan kegunaan yang dapat diambil dari kejadian yang telah lampau
adalah pengetahuan tentang peristiwa-peristiwa yang terjadi pada saat itu, dan
dengan mempelajari maka dapat diambil hikmah/pelajaran dari peristiwa tersebut.
Pada peristiwa yang terjadi dapat dianalisis kelebihan dan kekurangan yang ada dari
peristiwa itu, dan pengetahuan tersebut dapat meningkatkan kehati-hatian dalam
mengambil keputusan pada masa saat ini dengan mempertimbangkan prinsip nilai
yang terjadi di masa lalu, karena pada dasarnya peristiwa masa lalu linear dengan
masa saat ini dan yang akan datang.

Dari awal terbentuknya HMI telah ada komitmen keumatan dan kebangsaan
yang bersatu secara integral sebagai dasar perjuangan HMI yang dirumuskan dalam
tujuan HMI yaitu :
a) Mempertahankan negara Republik Indonesia dan mempertinggi derajat rakyat
Indonesia yang didalamnya terkandung wawasan atau pemikiran kebangsaan atau
ke-Indonesiaan
b) Menegakkan dan mengembangkan ajaran Islam yang didalamnya terkandung
pemikiran ke-Islaman
Komitmen tersebut menjadi dasar perjuangan HMI didalam kehidupan
berbangsa dan bernegara. Sebagai organisasi kader, wujud nyata perjuangan HMI
dalam komitmen keumatan dan kebangsaan adalah melakukan proses perkaderan
yang ingin menciptakan kader berkualitas insan cita yang mampu menjadi pemimpin
yang amanah untuk membawa bangsa Indonesia mencapai asanya. Komitmen
keislaman dan kebangsaan sebagai dasar perjuangan masih melekat dalam
gerakan HMI. Kedua komitmen ini secara jelas tersurat dalam rumusan tujuan HMI
(hasil Kongres IX HMI di Malang tahun 1969) sampai sekarang,
“Terbinanya insan akademis, pencipta, pengabdi yang bernafaskan Islam, dan
bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah
SWT”.
Namun kedua komitmen itu tidak dilakukan secara institusional, melainkan dampak
dari proses pembentukan kader yang dilakukan oleh HMI.

Latar Belakang Berdirinya HMI

1. Situasi Negara Republik Indonesia


Negara Bangsa Portugis, Inggris, Spanyol, dan Belanda ke Indonesis,
disamping sebagai penjajah adalah sekaligus merupakan pembawa ”Missi dan
Zending” yang membawa serta peradaban Barat. Peradaban Barat itu
mempunyai ciri politis Sekularisme dan ciri Ekonomi Liberalisme. Kedaulatan
yang dicita-citakan Proklamasi 17 Agustus 1945 belum sepenuhnya berada
ditangan bangsa Indonesia karena cengkraman dan dominasi kekuasaan
Belaknda masih sangat kuat.

2. Situasi Umat Islam Indonesia


Menurut Prof.Dr.Harun Nasution, dalam bukunya Islam Ditinja dari
Berbagai Aspek mengatakan bahwa di kalangan masyarakat Indonesia terdapat
kesan bahwa Islam bersifat sempit karena kebanyakan masyarakat Indonesia
mengenal Islam dari tiga aspek saja yaitu ibadat, fikih, tauhid, yang akhirnya
menimbulkan pengertian yang tidak lengkap tentang Islam. Sementara menurut
Lafran Pane dalam tulisannya yang berjudul Keadaan dan Kemungkinan
Kebudayaan Islam di Indonesia, menggambarkan kondisi sosiologi umat islam di
mana tingkat pemahaman, pengalaman, dan penghayatan agama Islam
disamping bagian terbesarnya melakukan agama Islam itu sebagai kewajiban
yang diadatkan seumpamanya upacara kawin, mati, dan selamatan, masih ada 3
golongan lagi, yaitu:
 Pertama, golongan alim ulama dan pengikut-pengikutnya, yang mengenal
dan mempraktekkan agama Islam sesuai dengan yang dilakukan Nabi
Muhammad SAW. Golongan ini umumnya berpendapat supaya
mempraktekkan agama Islam seperti yang dilakukan di negeri Arab 14 abad
yang lalu tanpa memperhatikan tempat dan waktu di abad mana mereka
hidup sehingga perubahan-perubahan dalam cara hidup dan alam pikiran
mereka hampir-hampir tidak ada, selamanya statis.
 Kedua, golongan alim ulama dan pengikutnya yang terpengaruh oleh mistik.
Golongan ini menganggap bahwa hidup ini hanya untuk kehidupan akhirat
belaka. Mereka tidak memikirkan kehidupan dunia dan pendirian mereka
bahwa kemiskinan dan penderitaan itu salah satu jalan untuk bersatu dengan
Tuhan.
 Ketiga, golongan kecil yang mencoba menyesuaikan diri dengan kemajuan
zaman selaras dengan ujud dan hakikat agama Islam. Mereka berusaha
supaya ajaran Islam benar-benar dapat dilaksanakan dalam kehidupan nyata
dalam masyarakat Islam.

3. Situasi Perguruan Tinggi dan Kemahasiswaan


Akibat dari penjajahan Belanda, dunia pendidikan dan kemahasiswaan di
Indonesia dicekoki dan dipengaruhi unsur-unsur dan sistem prndidikan Barat
yang mengarah kepada Sekularisme dengan mendangkalkan agama pada
setiap aspek kehidupan manusia.
Sosok Lafran Pane

Berdasarkan penelusuran dan penelitian sejarah, maka Kongres XI HMI


tahun 1974 di Bogor menetapkan Lafran Pane sebagai pemrakarsa berdirinya HMI,
dan disebut sebagai pendiri HMI.
Lafran Pane adalah anak keenam dari Sutan Pangurabaan Pane, lahir di
Padang Sidempuan, 5 Pebruari 1922, pendidikan Lafran Pane tidak berjalan
“normal” dan “lurus”. Lafran Pane mengalami perubahan kejiwaan yang radikal
sehingga mendorong dirinya untuk mencari hakikat hidup sebenarnya. Desember
1945 Lafran Pane pindah ke Yogyakarta, karena Sekolah Tinggi Islam (STI) tempat
ia menimba ilmu pindah dari Jakarta ke Yogyakarta. Pendidikan agama Islam yang
lebih intensif ia peroleh dari dosen-dosen STI, mengubur masa lampau yang kelam.
Bagi Lafran Pane, Islam merupakan satu-satunya pedoman hidup yang
sempurna, karena Islam menjadikan manusia sejahtera dan selamat di dunia dan
akhirat. Pada tahun 1948, Lafran Pane pindah studi ke Akademi Ilmu Politik (AIP).
Saat Balai Perguruan Tinggi Gadjah Mada dan fakultas kedokteran di Klaten, serta
AIP Yogyakarta dinegerikan pada tanggal 19 Desember 1949 menjadi Universitas
Gadjah Mada (UGM), secara otomatis Lafran Pane termasuk mahasiswa pertama
UGM. Setelah bergabung menjadi UGM, AIP berubah menjadi Fakultas Hukum
Ekonomi Sosial Politik, dan Lafran Pane menjadi sarjana pertama dalam ilmu politik
dari fakultas tersebut pada tanggal 26 Januari 1953.

FASE-FASE PERKEMBANGAN HMI

1. HMI Dalam Fase Pengukuhan (5 Februari - 30 November 1947)


Usaha-usaha untuk memperkenalkan Hmi pada saat itu dengan jalan
ceramah-ceramah oleh kalangan terkemuka, pemimpin-pemimpin terkenal dengan
tema0tema yang aktual yang akan selalu diingat oleh kalangan pemuda. Selain itu,
pada Kongres PMI di Malang tanggal 8 Maret 1947, Lafran Pane dan Asmin
Nasution sebagai wakil dari HMI mulai mengadakan pendekatan kepada beberapa
orang mahasiswa Islam dari kota-kota lain untuk membentuk HMI dikotanya masing-
masing setelah Kongres.
Dengan terbentuknya beberapa cabang HMI dibeberapa kota Perguruan
Tinggi, pengurus HMI yang dibentuk/ditetapkan pada waktu mendirikan HMI tanggal
5 Februari 1947 ditetapkan dan difungsikan sebagai Pengurus Besar HMI yang
pertama, sekaligus merangkap sebagai Pengurus Cabang Yogyakarta periode 1947-
1948. Agar para mahasiswa Islam dari luar STI tertarik masuk HMI, PB HMI harus
diubah dengan memasukkan anggota-anggota dari luar HMI untuk duduk dalam PB
HMI. Maka pada tanggal 22 Agustus 1947, PB HMI direshuffle dan pada tanggal 30
November 1947 dilangsungkan Kongres I HMI dan terpilihla M.S. Mintareja sebagai
Ketua PB HMI, setelah itu masuklah wajah-wajah baru di HMI yang siap
meneruskan perjuangan HMI.

2. HMI Dalam Fase Perjuangan Bersenjata (1947-1949)


HMI ikut berjuang dalam perjuangan fisik ketika terjadi pemberontakan PKI di
Madiun pada tahun 1948. Pemberontakan tersebut bertujuan mengambil alih
kekuasaan pemerintahan yang sah dan ingin mendirikan “Soviet Republik
Indonesia”. Menghadapi hal tersebut, HMI menggalang seluruh kekuatan mahasiswa
dengan membentuk Corps Mahasiswa. Selama waktu krisis tersebut anggota HMI
terpaksa meninggalkan bangku kuliah untuk mempertahankan Negara Kesatuan
Republik Indonesia dari pengkhianatan PKI, selain itu HMI pun terlibat dalam
perjuangan fisik menghadapi agresi militer Belanda.
Sebagai anak umat dan anak bangsa, HMI selalu ikut dalam perjuangan fisik
demi mempertahankan negara Republik Indonesia. Dalam mempertahakan NKRI,
anggota-anggota HMI mengganti pena dengan memanggul senjata, HMI merasa ikut
bertanggung jawab dalam mempertahankan kedaulatan NKRI. HMI berkeyakinan
bahwa dalam masyarakat yang berdaulat dan merdeka akan tercipta keadilan dan
kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu HMI selalu berusaha untuk memperthankan
dan mempersatukan bangsa.

3. HMI Dalam Fase Pertumbuhan dan Perkembangan HMI (1950-1963)


Saat HMI baru saja berdiri, terjadi pemberontakan PKI di Madiun yang
merupakan ancaman terhadap kedaulatan bangsa, umat Islam, dan HMI sendiri.
Kekuatan PKI ini makin memuncak pada era 60-an, PKI menjadi salah satu
kekuatan sosial politik besar di Indonesia. Posisi HMI saat itu adalah menentang
ajaran komunis dan mengajak semua pihak yang ada untuk menentang komunis.
Persoalan komunis bukan hanya persoalan bangsa dan negara, tetapi juga
persoalan HMI, akibat sikap HMI tersebut maka PKI menempatkan HMI sebagai
salah satu musuh utama yang harus diberangus. HMI menggalang konsolidasi
dengan semua pihak yang non komunis, karena komunis bertentangan dengan
dasar negara, yaitu Pancasila. Selain itu PKI selalu berusaha untuk merebut
pemerintahan dan kekuasaan yang sah.
Untuk menghadapi pemilu 1955, HMI mengadakan Konferensi Akbar di
Kaliuarang Yogyakarta paa tanggal 9 – 11 April 1955, keputusan yang diambil
adalah :
1. Menyerukan kepada khalayak ramai untuk memilih partai-partai Islam dalam
pemilu yang akan datang
2. Menyerukan kepada partai-partai Islam supaya mengurangi
keruncingankeruncingan, tidak saling menyerang
3. Kepada warga dan anggota HMI supaya :
a) Wajib aktif dalam pemilu
b) Wajib aktif memilih salah satu partai Islam
c) Mempunyai hak dan kebebasan untuk membantu dan memilih partai Islam
yang disenangi

Dalam menghadapi sidang pleno Majelis Konstituante, PB HMI mengirimkan


seruan kepada seluruh anggota fraksi partai-partai Islam di konstituante agar dapat
memikul amanah umat Islam di Indonesia. Ketika Demokrasi Terpimpin berjalan,
HMI mendapat tekanan kuat, karena ada tuduhan bahwa HMI kontra revolusi, dan
lain-lain. Oleh karena itu HMI menggelar Musyawarah Nasional Ekonomi HMI se-
Indonesia di Jakarta pada tahun 1962. Ada beberapa pertanyaan yang diajukan
kepada HMI saat itu menyangkut sikap yang diambil HMI, yaitu (1) Apakah HMI
mendukung Manipol/Usdek atau tidak ? (2) HMI setuju pancasila atau tidak ? dan (3)
HMI setuju sosialisme Indonesia atau tidak ?. Munas memberikan jawaban sebagai
berikut :
1) Ya, HMI mendukung Manipol/Usdek sebagai haluan negara yang ditetapkan
oleh MPRS
2) Ya, HMI setuju Pancasila yang merupakan rancangan kesatuan dengan
Piagam Jakarta
3) Ya, HMI setuju sosialisme Indonesia, yaitu masyarakat adil makmur yang
diridhoi Tuhan Yang Maha Esa
Dengan melakukan pendekatan-pendekatan itu maka HMI dapat
terselamatkan, isu dan tuduhan yang dilancarkan terhadap HMI tidak berhasil untuk
mengubur HMI dalam percaturan sejarah.

4. HMI Dalam Fase Tantangan (1964-1965)


Tahun 1965, HMI mengalami tantangan yang berat, HMI terancam
dibubarkan, dan lagi-lagi HMI lulus dalam ujian sejarah sehingga HMI dapat
mempertahankan eksistensinya hingga saat ini (entah esok hari, entah lusa nanti,
entah……). HMI adalah salah satu komponen bangsa yang menentang faham dan
ajaran komunis, sedangkan PKI saat itu merupakan kekuatan sosial politik yang
besar di Negara Republik Indonesia. PKI berkeinginan untuk membubarkan HMI
karena merupakan salah satu musuh utamanya, usaha untuk membubarkan HMI
dilakukan PKI dengan gencar (Kalau tidak mampu membubarkan HMI, lebih baik
pakai sarung saja), apalagi menjelang Gestapu atau Gestok (istilah Pemimpin Besar
Revolusi Soekarno). Masalah pembubaran HMI bukan hanya menjadi masalah
internal, tapi lebih jauh daripada itu, hal tersebut merupakan masalah umat Islam
dan bangsa Indonesia pada umumnya.
Puncak dari usaha PKI untuk merebut kekuasaan dan kedaulatan Negara
Republik Indonesia adalah dengan melakukan pemberontakan Gerakan 30
Sepetember/PKI tahun 1965. Pemberontakan tersebut dimulai melalui cara
penculikan terhadap para perwira tinggi TNI-AD (kecuali Pangkostrad yang
merupakan jabatan strategis, why ?), dan menghabisi para perwira itu. Menyikapi hal
ini, HMI mengutuk Gestapu dan menyatakan bahwa gerakan tersebut dilakukan oleh
PKI (pernyataan bahwa G30S/PKI diotaki oleh PKI pertama kali dilontarkan oleh HMI
–sumber Agussalim Sitompul), HMI ikut membantu pemerintah dalam menumpas
G30S/PKI dan kerelaan HMI untuk membantu sepenuhnya ABRI. Setelah turunnya
Soekarno dan naiknya Soeharto sebagai Presiden Republik Indonesia, HMI bersikap
mendukung pemerintahan baru yang ingin menjalankan Pancasila dan UUD 1945
secara murni dan konsekuen (katanya sih gitu waktu naik) dan HMI ikut dalam
usaha-usaha untuk menumpas sisa-sisa PKI serta organisasi underbouw PKI.

5. HMI Dalam Fase Kebangkitan HMI sebagai Pelopor Orde Baru dan
Angkatan 66 (1966-1968)
Upaya PKI untuk merebut kekeuasaan dengan Gerakan 30 September
pada tahun 1965 merupakan ancaman besar bagi bangsa Indonesia. Maka dari HMI
berusaha mengambil peran dengan mendatangi markas Kodam V Jaya dan
menyampaikan 4 butir sikap politik PB HMI, yaitu pertama, arsitek dan dalang
gerakan 30 september adlah PKI. Kedua, gerakan 30 september adalah persoalan
politik,. Ketiga, HMI meminta supaya pmerintah segera membubarkan PKI.
Keempat, HMI akan memberikan bantuannya untuk membantu pemerintah dan
ABRI menumpas Gerakan 30 September dan antek-anteknya.
HMI memprakarsai berdirinya Kesatuan aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI).
Massa aksi KAMI yang pertama berupa rapat umum yang dilaksanakan tanggal 3
November 1965 di halaman Fakultas Kedokteran UI Salemba Jakart, dimana
barisan HMI menunjukkan superioritasnya dengan massa yang terbesar. Pada
tanggal 10 Januari 1966, KAMI mengumandangkan suara hati nurani rakyat dalam
bentuk Tri Tunmtutan Rakyat (Tritura), yaitu bubarkan PKI, Retooling kabinet, dan
turunkan harga. Tritura mendapat tantangan dari presiden Soekarno. Kemarahan
rakyat memuncak karena setelah 5 bulan tidak ada tindakan penumpasan terhadap
PKI. Demonstrasi-demonstrasi rakyat dalam bentuk Kesatuan Aksi sejak 11 Maret
1966 sudah 111 hari non stop dan mencapai puncaknya pada tanggal 11 Maret
1966 yang pada saat itu sedang berlangsung Sidang Paripurna Kabinet. Pada saat
itu lahirlah Surat Perintah 11 Maret (Supersemar). Dengan menggunakan
Supersemar, besoknya tanggal 12 Maret 1966, PKI dibubarkan dan dinyatakan
dilarang di seluruh Indonesia.
Dengan demikian ini merupakan akhir dari Orde Lama dan awal dari Orde
Baru. Setelah memakan proses yang lama, terciptalah situasi dan kondisi untuk
memulai pembangunan disegala bidang yang selama Orde Lama pembangunan
terbengkalai.

6. HMI dalam Fase Pembangunan Nasional (1969-sekarang)


Setelah runtuhnya Orde Baru, dimulailah babak baru perjalanan bangsa yang
dikenal dengan sebutan Reformasi. Namun ternyata sampai saat ini reformasi masih
berupa angan yang belum dapat terealisir, ironisnya kehilangan arah, karena banyak
komponen bangsa yang ingin merasakan sesuatu yang instan, tetapi dengan
harapan berumur panjang. Peran HMI dalam reformasi banyak dipertanyakan orang,
analisa sementara ini diakibatkan penempatan peran HMI yang “salah” pada fase
pembangunan. Bahkan gerakan mahasiswa di luar HMI seringkali menempatkan
HMI sebagai common enemy.
Berdasarkan tujuan HMI, maka kader HMI harus memiliki kualitas insan cita,
yang karenanya akan tercipta kader yang memiliki intelektual tinggi yang dilandasi
oleh iman serta diabdikan kepada umat dan bangsa. Pengabdian para kader ini
akan dapat dijadikan penopang dalam pembangunan bangsa dan Negara Republik
Indonesia.
Peran HMI dalam pembangunan bangsa dapat dijabarkan sebagai berikut :
1) Partisipasi dalam pembentukan situasi dan iklim
2) Partisipasi dalam pemberian konsep
3) Partisipasi dalam bentuk pelaksanaan
Dalam menjalani peran tersebut, banyak halangan dan rintangan yang justru
sebenarnya lebih dominan faktor internal, misalnya pergeseran nilai yang
berdampak pada hilangnya ruh perjuangan HMI. Selain itu faktor eksternal memaksa
HMI untuk terbawa pusaran kekuasaan, misal masalah asas tunggal yang
mengakibatkan perpecahan HMI menjadi dua yaitu HMI yang bermarkas di
Diponegoro dan HMI yang menamakan dirinya Majelis Penyelamat Organisasi.

Anda mungkin juga menyukai