Anda di halaman 1dari 33

TUGAS

UJIAN AKHIR SEMESTER

Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah


Sejarah Pemikiran Pendidikan Islam (SPPI)

Dosen Pengampu:
Prof. Dr. Ali Mudlofir, M.Ag.

Disusun Oleh :
Nama: Matnasir
NIM: 6117008

PROGRAM PASCASARJANA
MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
UNIVERSITAS PESANTREN TINGGI DARUL „ULUM JOMBANG
2018
UJIAN AKHIR SEMESTER (UAS)
PROGRAM PASCASARJANA
UNIPDU JOMBANG

Mata Kuliah : Sejarah Pemikiran Pendidikan Islam (SPPI)


Dosen Pengampu : Prof. Dr. H. Ali Mudlofir, MA.
Tahun Akademik : 2017-2018
Sifat Ujian : Take Home Exam.

Petunjuk Soal:
1. Jangan memberi peluang antar anda untuk membuat jawaban yang
sama
2. Independensi anda dalam memberikan jawaban sangat diutamakan
3. Sifat jawaban yang terbaik adalah : fokus, lugas, valid dan sistematis
4. Setelah selesai mengerjakan kumpulkan print-outnya di akademik
PPS UNIPDU terakhir tanggal 28 Januari 2018.
5. Disamping mengumpulkan print-out anda juga diminta mengupload
jawaban anda lewat blogsopot.
Soal-soal:
1. Anda diminta membaca dan merangkum buku berjudul “Pendidik
Profesional: Konsep, Strategi dan Aplikasinya dalam Peningkatan Mutu
Pendidikan di Indonesia” karya Ali Mudlofir (Jakarta: Rajagrafindo,
2012). Ada 7 bab pada buku itu, (pilih 2 bab saja, rangkum dan
komentari dan kaitkan dengan pemikiran para tokoh pendidikan yang
sudah anda pelajari)
2. Pemikiran para tokoh pendidikan Islam pada masing-masing mazhab
(naz’ah) baik itu mazhab al-muhafiz, al-‘aqlany maupun al-zaroi’iy
memiliki kelebihan-kelebihan dan kekurangan-kekurangan. Buatlah daftar
kelebihan dan kekurangan masing-masing mazhab jika dikaitkan dengan
kenyataan pendidikan Islam zaman sekarang!.
3. Dalam sejarah pendidikan Islam tercatat bahwa Islam pernah mencapai
puncak kejayaan ilmu pengetahuan pada abad pertengahan, dan mulai
meredup serta mengalami kemunduran sejak abad 13 M.
(a). Uraikan apa faktor-faktor yang menyebabkan kemajuan dan
kemunduran tersebut, (b) bagaimana pendapat anda agar pendidikan Islam
(baik yang secara eksplisit menamakan diri dengan lembaga pendidikan
Islam maupun tidak) dapat mengejar ketertinggalannya?
(Ma’annajah)

1
1. Rangkuman Bab 2 dan Bab 3 buku Pendidik Profesional Konsep,
Strategi, dan Aplikasinya dalam Peningkatan Mutu Pendidikan di
Indonesia Karangan Prof. Dr. Ali Mudlofir, MA.

Bab 2 Paradigma Etika Profesi

A. Pengertian Etika
Etika didefinisikan sebagai “A set of rules that define right and wrong
conducts” (William C. Frederick, 1998:52). Seperangkat aturan/undang-undang
yang menentukan pada perilaku benar dan salah. Lebih lanjut dijelaskan bahwa
ethical rules: when our behaviors is acceptable and when it is disapproved and
considered to be wrong. Ethical rules are guides to moral behavior. Aturan
perilaku etik ketika tingkah laku kita diterima masyarakat, dan sebaliknya
manakala perilaku kita ditolak oleh masyarakat karena dinilai sebagai perbuatan
salah.
Etika merupakan suatu studi moralitas. Moralitas merupakan standar atau
pedoman bagi individu atau kelompok dalam menjalankan aktivitasnya. Sehingga
dengan demikian dapat diketahui bagaimana perilaku salah dan benar atau baik
dan buruk itu. Standar dan pedoman itu dapat dipakai sebagai landasan untuk
mengukur perilaku benar atau salah, baik dan buruk atas perilaku orang atau
kelompok orang di dalam interaksinya dengan orang lain atau lingkungan dan
masyarakat.

Etika di dalam Islam mengacu pada dua sumber yaitu Qur‟an dan Sunnah
atau Hadits Nabi. Dua sumber ini merupakan sentral segala sumber yang
membimbing segala perilaku dalam menjalankan ibadah, perbuatan atau aktivitas
umat Islam yang benar-benar menjalankan ajaran Islam. Tetapi dalam
implementasi pemberlakuan sumber ini secara lebih substantive. Masalah etika
merupakan pembahasan yang paling dekat dengan tuntunan agama Islam. Karena
di dalam etika menjelaskan tentang perilaku dan sikap yang baik, tidak baik atau
buruk, perilaku yang berdimensi pahala dan dosa sebagian konsekuensi perilaku

2
baik dan buruk atau jahat menurut tuntunan agama Islam di mana di dalamnya
ditentukan norma dan ketentuan-ketentuannya sebagaimana yang telah dilakukan
ketika ilmu fiqih dan ilmu kalam oleh para ulama fiqih dan ulama kalam di dalam
zamannya.

Pada Al-Qur‟an surat Muhammad (47): 22 dan 23, Allah berfirman:

Maka apakah kiranya jika kamu berkuasa, kamu akan membuat kerusakan di
muka bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan? Mereka itulah orang-
orang yang dilaknati Allah dan ditulikan-Nya telinga mereka dan dibutakan-Nya
penglihatan mereka.

Dari sini jelas bahwa landasan filosofis etika dalam Islam mengacu pada
wahyu atau firman Allah atau Al-Qur‟an dan Sunnah Rasul. Disamping juga
mengacu pada hasil kajian filosofis para mujtahid yang terbimbing
kemakrifatannya dan teruji kesalihannya. Dengan demikian pendekatan etika
dalam Islam adalah subyektifisme, yaitu suatu aliran filsafat etika yang
mendasarkan pada tuntunan Tuhan yakni wahyu Allah dalam AlQur‟an. Di dalam
sistem etika Islam ada sistem penilaian atas perbuatan atau perilaku yang bernilai
baik dan bernilai buruk.

1. Perilaku Bernilai Baik


Perilaku baik menyangkut semua perilaku atau aktivitas yang didorong
oleh kehendak akal fikir dan hati nurani dalam berkewajiban menjalankan
perintah Allah dan termotivasi untuk menjalankan anjuran Allah. Perilaku baik
dalam konteks ini dapat dilakukan sebagaimana kita berkewajiban dalam
menjalankan Rukun Islam yang lima yaitu berkewajiban dalam bersyahadatain,
bershalat, berpuasa ramadhan, berzakat, dan berhaji. Demikian juga perilaku
dalam menjalankan anjuran yang berdimensi sunnah seperti menjalankan amalan
menolong orang yang mengalami kesulitan, bersedekah, berinfaq, membangun
ekonomi umat supaya makin sejahtera

3
2. Perilaku Bernilai Buruk
Perilaku buruk menyangkut semua aktivitas yang dilarang oleh Allah, di
mana manusia dalam melakukan perilaku buruk atau jahat ini tedorong oleh hawa
nafsu, godaan syaitan untuk melakukan perbuatan atau perilaku buruk atau jahat
yang akan mendatangkan dosa bagi pelakunya dalam arti merugikan diri sendiri
dan yang berdampak pada orang lain atau masyarakat. Dalam konteks filsafat
Islam, perbuatan baik itu dikenal dengan istilah perbuatan ma’ruf di mana secara
kodrati manusia sehat dan normal tahu dan mengerti serta menerima sebagai
kebaikan. Akal sehat dan nuraninya mengetahui dan menyadari akan hal ini.
Sedangkan perbuatan buruk atau jahat dikenal sebagai perbuatan mungkar, di
mana semua manusia secara kodrati dengan akal budi dan nuraninya dapat
mengetahui dan menyadari bahwa perbuatan ini ditolak dan tak diterima oleh akal
sehat.
Dr. Yusuf Qordhowi (2001) dalam bukunya Al Quran dan Ilmu
Pengetahuan menyatakan bahwa antara ilmu dan iman atau antara ilmu dan agama
tidak bertolak belakang. Namun diantara keduanya memiliki pertalian erat, ilmu
mendukung keimanan dan iman membuat berkah ilmu, karena kebenaran tak akan
bertentangan dengan kebenaran. Di dalam etika terdapat pandangan secara teoritik
dan analitis berdasar pada pengalaman empirik, yaitu dengan cara pandang
teoritik berikut ini.
Pandangan pertama, teori etika dipandang dari kepentingan dan motivasi
dari subjek individu yang akan melakukan suatu kegiatan atau aktivitas, yakni
dinilai oleh individu pada pelaku sendiri secara sepihak (inclusif), tanpa melihat
akibat yang ditimbulkannya.
Pandangan kedua yaitu penilaian etika menurut pihak penyelenggara
negara atau insitusi pemerintahan yang dapat dituangkan pada peraturan, undang-
undang dan perlakuan hukum publik yang diberlakukan pada publik.
Pandangan ketiga adalah penilaian etika menurut pihak ketiga yaitu
komunitas masyarakat tertentu di mana kegiatan itu berinteraksi termasuk dengan
lingkungan sosial dan fisikal.

4
Dari beberapa pengertian, cara pandang, dan teori etika di atas, maka dapat
diklasifikasi dan diidentifikasi bahwa etika dapat dirinci dengan jenis dan
pengelompokkan berikut: (1) Etika Umum dan (2) Etika Khusus.

Etika Umum adalah etika landasan perilaku yang dijadikan sebagai


pedoman umum yang diberlakukan kepada semua unsur di dalam masyarakat.
Etika ini merupakan acuan yang dipakai oleh keseluruhan aktivitas yang
dilakukan oleh semua individu atau kelompok atau institusi. Misalnya menipu,
mengambil hak orang lain atau mencuri adalah perbuatan yang tidak terpuji (tidak
etis). Menolong atau membantu orang lain merupakan perbuatan terpuji (sesuai
dengan moral etika), dan lain-lain.
Etika Khusus adalah etika yang khusus diberlakukan pada:

1. Individu saja yang disebut sebagai etika individu, yaiyu menyangkut etika
terhadap diri sendiri, perlakuan etik yang semestinya dilakukan oleh individu
yang bersangkutan terhadap diri sendiri, yang menguntungkan terhadap diri
sendiri. Misalnya diri sendiri jangan dirusak dengan mengkonsumsi obat
terlarang yang merusak badan dan jiwa. Etika memelihara dan menjaga
kesehatan diri sendiri dengan minum vitamin, dan lain-lain.
2. Sosial atau masyarakat, yaitu etika yang menyangkut kepentingan antar
sesama manusia, menyangkut kepentingan orang lain karena berinteraksi
dengan orang lain. Etika sosial diklasifikasi menjadi:
a. Etika terhadap sesama
b. Etika keluarga
c. Etika politik
d. Etika lingkungan hidup
e. Etika profesi.

Dalam konteks ini etika profesi mengacu pada etika umum, nilai, dan

moralitas umum. Ditinjau dari latar belakang filosofis, etika dapat

dikelompokan menjadi 4 kelompok, yaitu:

5
1. Etika Deontologi, yaitu etika yang didorong oleh kewajiban untuk berbuat
baik dari pihak pelaku. Bukan dilihat dari akibat dan tujuan diadakan kegiatan
profesi.
2. Etika Teologi, diukur dari apa tujuan dilakukan kegiatan profesi. Aktivitas
dinilai baik jika bertujuan baik atau diukur dari akibat yang ditimbulkan oleh
kegiatan bagi semua pihak (stakeholders).
3. Etika Konsekuensialis, etika dalam perilaku yang dilihat dari konsekuensinya
terhadap pihak tertentu sebagai akibat dilakukannya suatu kegiatan bisnis.
4. Etika Non-konsekuensialis, etika yang tidak dilihat konsekuensinya terhadap
tindakan yang dilakukan, tapi dilihat dari tujuannya. Apa saja tujuan yang
dirumuskan oleh pelaku.

Dari pengertian secara filosofis di atas, maka dapat disebutkan bahw


landasan etika adalah:

1. Egoisme, yaitu landasan yang menilai tindakan etika baik ditinjau dari
kepentingan dan manfaat bagi diri sendiri. Terlepas dari kepentingan pihak-
pihak lain.
2. Unitarianisme, yaitu landasan etika yang memberikan alasan bahwa tindakan
etika baik jika ditinjau dari kepentingan atau manfaat bagi orang lain.
3. Relativisme ethics, yaitu perbedaan kepentingan: parsial, universal atau
global. Relativisme ethics hanya berlaku pada kelompok parsial, menurut
ukuran tertentu yang bersifat lokal, regional, dan lain-lain.

B. Kaitan Moralitas, Norma, Perundangan, dan Etika

Perbedaan antara moralitas, norma, perundangan, dan etika cukup


mendasar dan mendalam. Menurut K. Banten (1994:3-8), moral itu adalah nilai-
nilai dan norma-norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau kelompok
dalam mengatur tingkah lakunya. Sedangkan menurut Lorens Bagus (1996:672)
dinyatakan bahwa moral menyangkut kegiatan-kegiatan manusia yang dipandang

6
sebagai baik/buruk, benar/salah, tepat/tidak tepat atau menyangkut cara seseorang
bertingkah laku dalam hubungannya dengan orang lain.

Norma-norma atau nilai-nilai di dalam moral selain sebagai standar ukur


normatif bagi perilaku, sekaligus juga sebagai perintah bagi seseorang atau
kelompok untuk berperilaku sesuai dengan norma-norma atau nilai-nilai tersebut.
Sedangkan etika pengertiannnya jauh lebih luas dan dalam cakupannya dibanding
dengan istilah moral. Menurut Fran Magnis Suseno (1993:14-18), etika
merupakan filsafat atau pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran-ajaran,
norma-norma, nilai-nilai serta kebiasaan-kebiasaan dan pandangan moral secara
kritis.

Jadi istilah moral, sopan santun, norma, nilai tersebut bermakna


bagaimana berperilaku sesuai dengan tuntunan norma-norma, nilai-nilai yang
diakui oleh individu atau kelompok ketika bergaul dengan individu atau kelompok
lainnya di dalam masyarakat. Sedangkan etika dan perundang-undangan tidak
persis sama, tetapi undang-undang yang berlaku dalam aspek tertentu dapat sama
dengan etika, karena keduanya mengatur dan menentukan perbuatan benar dan
salah. Antara etika dan peraturan atau perundangan yang berlaku saling
mendukung untuk mengarahkan perilaku individu atau kelompok supaya tertuju
kepada perilaku yang mendatangkan kebaikan bagi banyak pihak dan mencegah
terjadinya distorsi yang merugikan bagi pihak lain sehingga kehidupan bersama
dengan masyarakat dan lingkungan tercipta suatu hubungan harmonis dan saling
memberikan manfaat yang positif bagi pihak-pihak terkait.

C. Makna Etika Profesi Keguruan


Etika profesi keguruan adalah aplikasi etika umum yang mengatur
perilaku keguruan. Norma moralitas merupakan landasan yang menjadi acuan
profesi dalam perilakunya. Dasar perilakunya tidak hanya hukum-hukum
pendidikan dan prosedur kependidikan saja yang mendorong perilaku guru itu,
tetapi nilai moral dan etika juga menjadi acuan penting yang harus dijadikan

7
landasan kebijakannya. Norma yang dijadikan landasan bagi para pelaku
pendidikan adalah peraturan dan perundang-undangan yang berlaku untuk
dipatuhi.

Sedang moralitas yang dipegunakan sebagai tolok ukur dalam menilai baik
buruknya kegiatan pendidikan yang mereka lakukan adalah cara pandang dan
kekuatan diri dan masyarakat yang secara naluri atau insting semua manusia
mampu membedakan benar dan tidaknya suatu tindakan yang dilakukan oleh
pelaku pendidikan atas dasar kepentingan bersama dalam pergaulan yang
harmonis di dalam masyarakat. Dalam konteks ini ada dua acuan landasan yang
dipergunakan, yaitu etika deskriptif dan etika normatif.

Menurut Khursid Ahmad (1981:13), sebuah keunikan yang lain dari Islam
adalah ia menciptakan keseimbangan antara individualisme dan kolektivisme
(sosial). Agama Islam percaya akan kepribadian individu, dan setiap individu
secara pribadi akan bertanggungjawab kepada Allah. Islam menjamin hak asasi
individu, sehingga perkembangan wajar dari kepribadian manusia merupakan
salah satu tujuan pokok dalam pendidikan. Sebagaimana firman Allah dalam Al-
Qur‟an:

Bukankah Kami telah memberikan kepadanya dua mata, satu lidah, dan dua
bibir, serta membentangkan baginya dua jalan? (QS Al Balad ayat 8-10)

Yang dimaksud dengan dua jalan adalah kemampuan untuk membedakan


antara kebaikan dan kejahatan. Allah memberikan otonomi dalam melakukan dan
mewujudkan diri (self realizations), berupa kemandirian masing-masing. Otonomi
itulah yang akan mengantarkan manusia menjadi beriman dan dalam
merealisasikan dirinya sebagai pemimpin di muka bumi. Akan tetapi, sulit
dibantah bahwa dalam otonomi itu setiap individu memerlukan individu yang
lain. Artinya, manusia tidak bisa hidup sendirian dan memerlukan dialog secara
sosial.

Konsepsi Islam mengenai sosialitas manusia ini disamping memelihara


hubungan dengan Allah (hablum minallah), juga harus memelihara hubungan

8
dengan manusia(hablum minannas), Islam menempatkan kepentingan umum
di atas kepentingan pribadinya, akan tetapi hal itu dikerjakan selagi tidak
mengganggu privacy dirinya.

Bab 3 Tanggung Jawab Profesi, Kualifikasi dan Kompetensi Guru

A. Tanggung Jawab Profesi Guru


Berdasarkan sudut pandang administrasi dan manajemen tenaga
kependidikan akan melihat guru dari sedikitnya empat aspek pengadaan,
pengangkatan, penempatan, dan pembinaan guru . guru disiapkan oleh
LPTK, diangkat dan ditempatkan oleh pemerintah, dan dibina oleh pemakai
lulusan LPTK dan organisasi profesi. Setiap tahap itu mempunyai
problematik dan ratifikasi persoalannya masing-masing yang saling terkait
dan tidak sederhana.
Sedangkan dari sudut pandang keprofesian, sekalipun jabatan guru
disebut sebagai suatu profesi dan definisi profesi beserta kriterianya telah
dibuat, kesulitan dihadapi pada definisi dan kriteria tersebut dicocokkan
dengan dengan kenyataan lapangan.
Sudut pandang birokrasi akan melihat guru sebagai bagian dari mesin
birokrasi pendidikan ditingkat sekolah. Guru dipandang sebagai kepanjangan
tangan birokrasi, karena itu sikap dan tingkah lakunya mesti sepenuhnya
tunduk pada ketentuan – ketentuan birokrasi.
Sudut pandang sistem pendidikan nasional, atau lebih khusus lagi
sistem persekolahan, akan melihat guru sebagai sentral dari segala upaya
pendidikan dan agen dalam pembaruan pendidikan hingga ke tataran sekolah.
Guru menjadi tumpuan harapan untuk mewujudkan agenda – agenda
pendidikan nasional: peningkatan mutu dan relevansi, pemerataan dan
perluasan kesempatan dan peningkatan efisiensi.
Menurut perspektif kemanusiaan, guru akan hadir sebagai sosok yang
serba muka dan penuh warna. Sebagai manusia, guru memiliki kebutuhan,
pikiran, harapan, emosi, dan kehendak.

9
Guru memegang peranan strategis terutama dalam upaya membentuk
watak bangsa melalui pengembangan kepribadian dan nilai-nilai yang
diinginkan.
Paling sedikit ada enam tugas dan tanggung jawab dalam
mengembangkan profesinya, yakni:
1. Guru bertugas sebagai pengajar
2. Guru bertugas sebagai pembimbing
3. Guru bertugas sebagai administrator kelas
4. Guru bertugas sebagai pengembang kurikulum
5. Guru bertugas untuk mengembangkan profesi
6. Guru bertugas untuk membina hubungan dengan masyarakat.
Keenam tugas dan tanggung jawab di atas merupakan tugas pokok
profesi guru. Guru sebagai pengajar lebih menekankan kepada tugas dalam
merencanakan dan melaksanakan pengajaran. Guru dituntut memiliki
seperangkat pengetahuan dan keterampilan teknis mengajar, di samping
menguasai ilmu atau bahan yang akan diajarkannya.
Tugas dan tanggung jawab guru sebagai pembimbing memberi
tekanan kepada tugas memberikan bantuan kepada siswa dalam memecahkan
masalah yang dihadapinya.
Tugas dan tanggung jawab sebagai administrator kelas pada hakikatnya
merupakan jalinan antara ketatalaksanaan bidang pengajaran dan
ketatalaksanaan pada umumnya.
Tanggung jawab mengembangkan kurikulum membawa implikasi
bahwa guru dituntut untuk selalu mencari gagasan –gagasan baru,
penyempurnaan praktik pendidikan, khususnya dalam praktik pengajaran.
Kurikulum sebagai program belajar atau semacam dokumen belajar yang
harus diberikan kepada para siswa. Pelaksanaan kurikulum tidak tidak lain
adalah pengajaran.
Tanggung jawab mengembangkan profesi pada dasarnya ialah
tuntutan dan panggilan untuk selalu mencintai, menghargai, menjaga, dan
meningkatkan tugas dan tanggung jawab profesinya.

10
Dunia ilmu pengetahuan tak pernah berhenti tapi selalu memunculkan
hal-hal baru. Guru harus dapat mengikuti perkembangan tersebut sehingga ia
harus lebih dahulu mengetahuinya daripada siswa dan masyarakat pada
umumnya.
Tanggung jawab dalam membina hubungan dengan masyarakat
berarti guru harus dapat berperan menempatkan sekolah sebagai bagian
integral dari masyarakat serta sekolah sebagai pembaru masyarakat.
Pendidikan bukan hanya tanggung jawab guru atau pemerintah, tetapi juga
tanggung jawab masyarakat. Untuk itu guru dituntut untuk menumbuhkan
partisipasi masyarakat dalam meningkatkan pendidikan dan pengajaran di
sekolah.
Dalam situasi sekarang ini tugas dan tanggung jawab guru dalam
pengembangan profesi dan membina hubungan dengan masyarakat
tampaknya belum banyak dilakukan oleh guru. Yang paling menonjol
hanyalah tugas dan tanggung jawab sebagai pengajar dan sebagai
administrator kelas.

B. Standar Kualifikasi Guru


Para guru secara bertahap diharapkan akan mencapai suatu derajat
kriteria profesional sesuai dengan standar yang telah ditetapkan undang-
undang nomor 14 tahun 2005, PP 74 tahun 2008 dan permendiknas nomor 16
tahun 2007, yaitu berpendidikan akademik S-1 atau D-IV dan telah lulus uji
kompetensi melalui proses sertifikasi. Setelah dinyatakan layak akan
mendapatkan sertifikat pendidik sebagai bukti pengakuan profesionalitas guru
tersebut.

C. Kompetensi Guru Dalam Konteks Keprofesian


Tingkat kualitas kompetensi profesi seseorang tergantung kepada
tingkat penguasaan kompetensi (performance competence) sebagai ujung
tombak serta tingkat kemantapan penguasaan kompetensi kepribadian (values
and attitudes competencies) sebagai landasan dasarnya, maka implikasinya

11
ialah bahwa dalam upaya pengembangan profesi dan perilaku guru itu
keduanya (aspek kinerja dan kepribadian seyogyanya diindahkan
keterpaduannya secara proporsional.
Di dalam fase prajabatan, program pendidikan harus dikembangkan
yang memungkinkan dapat terjadinya proses sosialisasi yang sehat, baik
melalui kegiatan kurikuler maupun ko-kurikuler dan ekstra kurikuler.
Sedangkan dalam fase pascapendidikan prajabatan, upaya
pengembangan kepribadian dan keprofesian itu pada dasarnya akan sangat
tergantung kepada sejauh mana jiwa dan semangat dari guru yang
bersangkutan. Bagi guru yang datang dengan motif dasar instrinsik, sudah
barang tentu upaya pengembangan dirinya dan keprofesiannya itu bukan
merupakan permasalahan.
Telah dijelaskan di atas bahwa perbedaan pokok antara profesi guru
dengan profesi lainnya terletak dalam tugas dan tanggung jawabnya. Tugas
dan tanggung jawab tersebut erat kaitannya dengan kemampuan-kemampuan
yang disyaratkan untuk memangku profesi tersebut.
Seorang profesional yang kompeten harus dapat menunjukkan
karakteristrik utamanya antara lain:
1. Mampu melakukan sesuatu pekerjaan tertentu secara rasional.
2. Menguasai perangkat pengetahuan ( teori dan konsep, prinsip dan
kaidah, hipotesis dan generalisasi, data informasi dan sebagainya).
3. Menguasai perangkat keterampilan (strategi dan taktik, metode dan
teknik, prosedur dan mekanisme sarana dan instrumen, dan sebagainya.
4. Memiliki daya(motivasi) dan citra (aspirasi) unggulan dalam
melakukan tugas pekerjaannya.
5. Memiliki kewenangan yang memancar atas penguasaan perangkat
kompetensinya yang dalam batas tertentu dapat didemonstrasikan
(observable) dan teruji (measureable), sehingga memungkinkan
memperoleh pengakuan pihak berwenang (certifiable).

12
D. Komponen Dan Indikator Kompetensi
Pada setiap kompetensi terdapat enam unsur atau komponen yaitu:
a) Performance Component
Unsur kemampuan penampilan kinerja yang tampak sesuai dengan
bidang keprofesiannya.
b) Subject Component
Unsur kemampuan penguasaan bahan/substansi pengetahuan yang
relevan dengan bidang keprofesiannya.
c) Professional Component
Unsur kemampuan penguasaan bahan/substansi pengetahuan dan
keterampilan teknis sesuai dengan bidang keprofesiannya.
d) Process Component
Kemampuan penguasaan proses-proses mental (intelektual) mencakup
proses berpikir
e) Adjustment Component
Unsur kemampuan penyerasian dan penyesuaian diri berdasarkan
karakteristik pribadi pelaku dengan tugas penampilan kinerjanya
f) Attitudes Component
Unsur komponen sikap, nilai, kepribadian pelaku sebagai prasyarat yang
fundamental bagi keseluruhan perangkat komponen kompetensi lainnya
bagi terwujudnya komponen penampilan kinerja keprofesiannya.

E. Kompetensi Kinerja Profesi Keguruan


Guru yang profesional adalah guru yang memiliki seperangkat
kompetensi (pengetahuan, keterampilan, dan perilaku) yang harus dimiliki,
dihayati, dan dikuasai oleh guru dalam melaksanakan tugas
keprofesionalannya. Kompetensi yang harus dimiliki oleh guru berdasarkan
undang-undang nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen pada bab IV
pasal 10 ayat 91, yang menyatakan bahwa “kompetensi guru meliputi
kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial dan
kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi” keempat

13
bidang kompetensi di atas tidak berdiri sendiri – sendiri , melainkan saling
berhubungan dan saling mempengaruhi satu sama lain.
Untuk keperluan analisis tugas guru sebagai pengajar, maka kompetensi
kinerja profesi keguruan dalam penampilan aktual dalam proses belajar
mengajar, minimal memiliki empat kemampuan yaitu:
1. Merencanakan proses belajar mengajar
Untuk dapat membuat perencanaan belajar mengajar, guru terlebih
dahulu harus mengetahui arti dan tujuan perencanaan tersebut, serta
menguasai secara teoretis dan praktis unsur – unsur yang terdapat di
dalamnya. Tujuan, isi, metode dan teknik serta penilaian merupakan
unsur-unsur utama yang secara minimal harus ada dalam setiap program
belajar mengajar. Tujuan lain dari program belajar mengajar ialah
sebagai tuntutan administrasi kelas.
2. Melaksanakan dan memimpin/ mengelola proses belajar mengajar
Melaksanakan atau mengelola kegiatan belajar mengajar merupakan
tahap pelaksanaan dari program yang telah dibuat. Dalam pelaksanaan
proses proses belajar mengajar kemampuan yang dituntut adalah
kreatifitas guru dalam menciptakan dan menumbuhkan kegiatan siswa
belajar sesuai dengan rencana yang telah disusun dalam perencanaan.
3. Menilai kemajuan proses belajar mengajar
Setiap guru harus dapat melakukan penilaian tentang kemajuan yang
telah dicapai oleh siswa, baik secara iluminatif observatif maupun secara
struktural objektif. Penilaian secara iluminatif observatif dilakukan
dengan pengamatan terus menerus tentang perubahan dan kemajuan yang
telah dicapai oleh siswa. Penilaian secara struktural objektif
berhubungan dengan pemberian skor, angka atau nilai yang biasa
dilakukan dalam penilaian hasil belajar siswa.
4. Menguasai bahan pelajaran.
Kemampuan menguasai bahan pelajaran, sebagai bagian integral dari
proses belajar mengajar, hendaknya tidak dianggap pelengkap bagi
profesi guru.

14
Penguasaan guru akan bahan pelajaran sangat berpengaruh terhadap hasil
belajar siswa. Banyak pendapat yang mengatakan bahwa proses dan hasil
belajar siswa bergantung pada penguasaan pelajaran oleh guru dan
keterampilan mengajarnya. Hilda taba, seorang pakar pendidikanyang
mengatakan bahwa efektivitas pengajaran dipengaruhi oleh :
a. Karakteristik guru dan siswa
b. Bahan pelajaran
c. Aspek lain yang berkenaan dengan situasi pelajaran.

Agar proses pembelajaran dapat berlangsung dengan baik, maka


pengajar harus memberdayakan diri sendiri dan para siswanya. Siswa
diharapkan mempunyai kompetensi yang diajarkan. Mereka diposisikan
sebagai subjek belajar, sedangkan guru sebagai fasilitator. Guru yang
profesional adalah guru yang dapat melakukan tugas mengajarnya dengan
baik. Dalam mengajar diperlukan keterampilan-keterampilan yang
dibutuhkan untuk kelancaran proses belajar mengajar secara efektif dan
efisien. Keterampilan guru dalam proses belajar mengajar antara lain: (1)
keterampilan membuka dan menutup pelajaran, (2) keterampilan
menjelaskan, (3) keterampilan bertanya, (4) keterampilan memberi
penguatan, (5) keterampilan menggunakan media pembelajaran, (6)
keterampilan membimbing diskusi kelompok kecil, (7) keterampilan
mengelola kelas, (8) keterampilan mengadakan variasi, dan (9) keterampilan
mengajar perorangan dan kelompok kecil.

F. Sertifikasi Guru
Setelah standar kualifikasi dan kompetensi guru terpenuhi masih satu
lagi persyaratan yang harus dipenuhi untuk disebut sebagai guru professional
yaitu sebagaimana pada Pasal 11 UU GD Nomor 14/2005 yaitu guru harus
sudah lulus proses sertifikasi. Menurut pasal 11 UUGD tersebut tentang
sertifikasi: (1) Sertifikat pendidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8

15
diberikan kepada guru yang telah memenuhi persyaratan. (2) Sertifikasi
pendidik diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang memiliki program
pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi dan ditetapkan oleh
Pemerintah. (3) Sertifikasi pendidik dilaksanakan secara objektif, transparan,
dan akuntabel.

G. Sikap Profesionalitas Guru


Guru profesional akan tercermin dalam penampilan pelaksanaan
tugas-tugas yang ditandai dengan keahlian baik dalam materi maupun
metode. Dengan keahliannya itu, seorang guru mampu menunjukkan
otonominya, baik pribadi maupun sebagai pemangku profesinya. Di samping
dengan keahliannya, sosok profesional guru ditunjukkan melalui tanggung
jawabnya dalam melaksanakan seluruh pengabdiannya profesional hendaknya
mampu memikul dan melaksanakan tanggung sebagai sebagai guru kepada
peserta didik, orang tua, masyarakat, bangsa negara, dan agamanya. Guru
profesional mempunyai tanggung jawab sosial, intelektual, moral dan
spiritual.

Komentar dan Pengkaitan Rangkuman diatas dengan Pemikiran


Pendidikan Al-Farabi
1. Buku Pendidik Professional (Konsep, Strategi dan Aplikasinya dalam
Peningkatan Mutu Pendidikan di Indonesia) yang di tulis oleh Prof. Dr. Ali
Mudlofir, M.Ag. ini sangat sesuai dengan konsep Pemikiran Pendidikan
Al-farabi, karena pada bab 2 paradigma profesi dijelaskan secara detil
tentang etika, perilaku baik dan perilaku buruk, kaitan moralitas, norma,
perundangan, dan etika. Serta makna etika profesi kegurua yang mana hal
tersebut juga sangat ditekankan oleh Ibnu farabi yaitu pendidikan bukan
hanya mengenai pengetahuan saja, akan tetapi bagaimana mensintesakan
antara akal dan moralitas, antara pengetahuan dan agama, Menurut al-
Farabi, pembinaan dan tegaknya moralitas dalam masyarakat merupakan
bagian dari tujuan pendidikan. Dalam pandangannya, kehidupan

16
masyarakat akan tenang dan teratur apabila terciptanya keseimbangan
moral dalam masyarakat tersebut. Untuk mendapatkan hal yang demikian,
dalam pandangannya hanya dapat ditempuh dengan adanya pendidikan.
Apabila nilai-nilai moral hilang dari masyarakat, maka kehidupan
masyarakat tersebut akan rusak.

Menurut al-Farabi, seorang guru harus menjunjung tinggi moralitas


dan menerapkannya dalam kehidupan nyata, serta guru harus senantiasa
terus belajar. Guru haruslah mempunyai karakter yang baik dan senantiasa
menjadi pencari ilmu dan kebenaran. Profesi guru harus dijalankan secara
sukarela (ikhlas) tanpa merasa terbebani dan terpaksakan. Seorang guru
harus memenuhi persyaratan ilmiah dan pendidikan, berupa : penguasaan
atas seni (konteks sekarang mungkin spesialisasinya) dan aturan (nilai
moral). Seorang guru harus memiliki keterampilan untuk
mendemonstrasikan materi ajar, serta memiliki kemampuan untuk
memberikan pemahaman yang baik kepada orang yang diajarkan.

2. Buku Pendidik Professional (Konsep, Strategi dan Aplikasinya dalam


Peningkatan Mutu Pendidikan di Indonesia) yang di tulis oleh Prof. Dr. Ali
Mudlofir, M.Ag. ini sangat sesuai dengan konsep Pemikiran Pendidikan
Al-farabi, karena pada bab 3 Tanggung jawab profesi, kualifikasi dan
kompetensi guru dijelaskan secara detail tentang tanggung jawab profesi
guru, standar kulaifikai guru, kompetensi guru dalam konteks keprofesian,
komponen dan indicator kompetensi, kompetensi kinerja profesi keguruan,
merencanakan prose belajar mengajar, melaksanakan dan memimpin
proses belajar mengajar, menilai kemajuan belajar mengajar, menguasai
nahan pelajaran. Ketrampilan membuka dan menutup pelajaran. Dan
seterusnya, bahkan menurut kami buku tersebut lebih detail jika
disbanding dengan pemikiran pendidikan Al-farabi karena dalam tulisan
Al-Farabi lebih cenderung berkutat pada tataran filosofis dan arah tujuan
pendidikan tanpa dijelaskan proses yang detail dalam praktek

17
pembelajaran (metodologi pengajaran/pembelajran).Metode pengajaran
yang dikemukakan hanya metode demostrasi, metode ceramah, metode
dialog, dan metode diskusi, metode pemodelan, sintaksnya tidak dijelaskan
secara detail.

2. Kelebihan dan kekurang pemikiran pendidikan menurut madzab


Konservatif (muhafidz), Religious-Rasional (Al Diniy al ‘Aqlaniy), dan
Pragmatis-Instrumental (Al Dzarai’iy).

Aliran Tokoh Pemikiran Kelebihan Kekurangan


Konservatif 1. Al-Ghazali  Mengklasifikasikan ilmu Aliran ini Aliran ini
(Al- menjadi dua yaitu syar’iyyah Cenderung Menafsirkan
Muhafidz) dan ghairu syar’iyyah. bersifat murni, ilmu dalam
 Membagi hukum menuntut tetap menjaga atrian sempit,
ilmu menjadi dua yaitu fardlu kesakralan bersifat kaku,
‘ain dan fardlu kifayah. ilmu agama. hanya
 Al-Ghazali menegaskan bahwa mengutamaka
ilmu-ilmu keagamaan hanya Hal ini n ilmu agama
dapat diperoleh dengan memang baik sedangkan
kesempurnaan rasio dan tujuannya ilmu yang
kejernihan akal budi. adalah untuk selain agama
menjaga ajaran dianggap sia-
2. Nasiruddin al-  Menurut al-Thusi, ilmu yang agama islam sia.
Thusi utama hanyalah ilmu-ilmu agar tetap ada.

yang dibutuhkan saat sekarang, Namun jika Zaman

yang jelas akan membawa hanya mentitik sekarang


3. Ibnu Jama‟ah manfaat di akhirat kelak. beratkan memang
pendidikan perlu adanya

 menurut Ibnu Jama‟ah, para agaman saja, peningkatan

penuntut ilmu harus mengawali maka para pendidikan

belajarnya dengan al-Quran, pesetra didik agama karena


menghafal dan akan kesulitan semakin
menafsirkannya. Kemudian, untuk berkembangn

ilmu-ilmu yang perlu menghadapi ya zaman

18
4. Sahnun diprioritaskan adalah Ulumul masalah- membuat
5. Ibnu Hajar Quran, al-Hadits, Ulumul masalah yang para generasi
al-Haitami Hadits, Ushul, Nahwu dan tidak ada semakin
6. al-Qabisi. Sharaf. kaitannya butuh
dengan agama. pengetahuan
yang cukup
mengenai
agama untuk
membentengi
diri mereka,
namun harus
juga
mempelajari
ilmu umum
agar tidak
salah dalam
memahami
perkembanga
n zaman dan
memanfaatka
nnya dengan
baik.

Religius- 1.Ikhwan al-  Menurut Ikhwan al-Shafa, yang  Lingkup


Rasional (Al- Shafa, dimaksud dengan ilmu adalah kajian
Diniy Al- 2.al-Farabi, gambaran tentang sesuatu yang meliputi
Aqlany) 3.Ibnu Sina, dan diketahui pada benak (jiwa) pengkajian
4.Ibnu orang yang mengetahui. dan
Miskawaih.  Menurut Ikhwan, jiwa berada pemikiran
pada posisi tengah antara dunia seluruh
fisik-materiil dan dunia akal. realitas
Hal inilah yang menjadikan yang ada.
pengetahuan manusia  Ilmu

19
menempuh laju “linier- pengetahua
progresif” melalui tiga cara, n adalah
yaitu: dengan jalan indera, hal yang
jalan burhan, dan jalan begitu
rasional. bernilai
 Ikhwan tidak sependapat secara
dengan ide Plato yang moral dan
menganggap bahwa belajar sosial.
tiada lain hanyalah proses  Semua
mengingat ulang. Ikhwan ragam ilmu
menganggap bahwa semua pengetahua
pengetahuan berpangkal pada n adalah
cerapan inderawiah. Segala penting.
sesuatu yang tidak dijangkau
oleh indera, tidak dapat Hal ini
diimajinasikan, segala sesuatu sejalan
yang tidak bisa diimajinasikan, dengan
maka tidak bisa dirasiokan. pendidikan
 Al-Farabi. Ia menganalisis sekarang
manusia secara “fungsional- yang mulai
organik”. Ia membagi potensi menggabu
manusia menjadi enam ngkan
tingkatan, yaitu: Potensi al- antara
ghadziyyah, Potensi perasa, pendidikan
Merespons dan bereaksi, agama
Mempersepsi dan menghafal, dengan
Potensi mutakhayyilah, dan pendidikan
Potensi muthlaqah. umum,
 Al-Farabi menghendaki agar contohnya
operasionalisasi pendidikan sudah
seiring dengan tahap-tahap banyak
perkembangan fungsi organ sekolah
tubuh dan kecerdasan manusia. madrasah

20
yang juga
mengajark
an
pendidikan
umum.

Aliran 1. Ibnu  Ibnu khaldun Keseimbangan Akal


Pragmatis Khaldun menglasifikasikan ilmu antara merupakan
(Al-Dzara‟iy) pengetahuan berdasarkan pengetahuan sumber
tujuan fungsionalnya, yaitu: duniawi dan otonom ilmu
Ilmu-ilmu yang bernilai ukhrawi. pengetahuan.
instrinsik, ekstrinsik- Namun
instrumental. realitanya
 Berdasarkan sumbernya : selain akal,
‘aqliyah (intelektual), naqliyah. masih ada
 Ibn Khaldun menjadikan faktil luar
kealamiahan sebagai salah satu yang data
sumber pengetahuan rasional. dijadikan

 Ia menyatakan bahwa ilmu sumber

pendidikan bukanlah suatu pengetahuan.

aktivitas yang semata-mata


bersifat pemikiran dan
perenungan yang jauh dari
aspek-aspek pragmatis di
dalam kehidupan, akan tetapi
ilmu dan pendidikan
merupakan gejala konklusif
yang lahir dari terbentuknya
masyarakat dan
perkembangannya dalam
tahapan kebudayaan.

21
3.
a. Faktor-faktor yang Menyebabkan Kemajuan dan Kemunduran
Pendidikan Islam

Faktor-faktor Penyebab Kemajuan


1) Berdirinya sekolah-sekolah
Diantara faktor-faktor yang menyebabkan berdirinya sekolah-
sekolah di luar masjid adalah bahwa:
a) Khalaqah-khalaqah (lingkaran) untuk mengajarkan berbagai
ilmu pengetahuan. Yang didalamnya juga terjadi diskusi dan
perdebatan yang ramai, sering satu sama lain saling
mengganggu, di samping mengganggu, orang-orang yang
beribadah dalam masjid. Keadaan demikian mendorong untuk
dipindahkannya khalaqah-khalaqoh tersebut keluar lingkaran
masjid dan didirikan bangunan-bangunan sebagai ruang-ruang
kuliah atau kelas-kelas tersendiri.dengan demikian kegiatan
pengajaran dari khalaqoh-khalaqoh tidak saling mengganggu
satu sama lain.
b) Dengan berkembang luasnya ilmu pengetahuan, baik mengenai
agama maupun umum maka diperlukan semakin banyak
khalaqahkhalaqah (lingkaran pengajaran ),yang tidak mungkin
keseluruhan tertampung dalam ruang masjid. Di samping itu
terdapat faktor-faktor lainnya, yang mendorong bagi para
penguasa dan pemegang pemerintahan pada masa itu untuk
mendirikan sekolah-sekolah sebagai bangunan yang terpisah
dari masjid antara lain:
(1) Pada masa Turki mulai berpengaruh dalam pemerintahan
bani abbasiyah, dan untuk memprtahankan kedudukan
mereka dan pemerintahan, mereka berusaha menarik hati
kaum muslimin pada umumnya dengan jalan
memperhatikan pendidikan dan pengajaran bagi rakyat
umum.

22
(2) Mereka mendirikan sekolah-sekolah diberbagai tempat dan
dilengkapi dengan segala sarana dan fasilitas yang
diperlukan. Mereka mendirikannya disamping dengan
harapan untuk mendapatkan simpati dari umumnya dan
juga berharap mendapat ampunan pahala dari tuhan.

c) Para pembesar Negara pada masa itu dengan kekuasaannya telah


berhasil mengumpulkan harta kekayaan yang banyak. Mereka
kuatir kalau nantinya kekayaan tersebut tidak bisa diwariskan
kepada anak-anaknya kaerna diambil oleh sultan, anak-anak
mereka hidup terlantar dan hidup dalam kemiskinan. Di samping
itu, didirikannya madrasah-madrasah tersebut ada hubungannya
dengan usaha untuk mempertahankan dan mengembangakan
aliran keagamaan dari para pembesar Negara yang
bersangkutan. Dalam mendirikan sekolah ini, mereka
mempersyaratkan harus diajarkan aliran agama tertentu, dan
dengan demikian aliran keagamaan tersebut akan berkembanga
dalam masyarakat. Adapun lembaga pendidikan formal :
(1) Madrasah Nizamiah didirikan oleh Nizam Al Mulk,
perdana menteri saljuk pada madrasah besar, diantaranya
Baghdad, Balkh, Naidabur, Harat, Asfahan, Basran, Marw,
dan Masul. Tetapi madrasah Nizamiah Baghdad adalah
madrasah terbesar dan terpenting. Tujuan Nizam Al Mulk
mendirikan madrasah-madrasah itu adalah memperkuat
pemerintahan Turki Saljuk dan untuk menyiarkan madzhab
keagamaan pemerintahan. Guru-guru madrasah ini
diantaranya Abu Ishaq As Syiraji (guru tetap), Abu Nasr
As Sabagh, Abu Qasim Al‟alawi, Abu Abdullah Al-
thabari, Abu Hamid Al Ghazali, Radliyudin Al Kazwaeni
dan Al Fairuz Abadi. Rencana pengajaran adalah ilmu
syari‟ah dan ilmu fiqh dalam4 madzhab.

23
(2) Madrasah Nuruddin Zanki, didirikan oleh Nuruddin Zanki
di damaskus. Madrasah yang didirikan yaitu madrasah An
Nuriyah Al Qubra di Damaskus (563 H). Gedung
madrasah terdiri dari diwan (aula tempat kuliah), masjid,
tempat istirahat untuk guru, asrama, tempat tinggal
pesuruh madrasah, kamar kecil dan lapangan. Ilmu-ilmu
yang di ajarkan yaitu ilmu al qur‟an, syari‟ah, bahasa arab,
kedokteran, dan ilmu pasti.
(3) Perguruan Tinggi:
(a) Baitul Hikmah di Baghdad, didirikan pada masa harun
Al-Rasyid (170-193 H). kemudian di perbesar oleh
khalifah Al-ma‟mun (198-218). Pada Baitul Hikmah
bukan saja di ajarkan ilmu-ilmu agama islam, tetapi
juga ilmu-ilmu pengetahuan seperti ilmu alam, kimia,
falaq, dan lain-lain. Guru besar Baitul Hikmah adalah
salam, yang menguraikan teori-teori ilmu pasti dalam
al Maj‟sthi (almageste) kitab karangan bathlimus
(ptolemee). Kemudian guru besar al khawarizmi, ahli
ilmu pasti, ahli falaq, dan pencipta ilmu aljabar. Guru
besar Muhammad bin musa bin syakir, seorang ahli
ilmu ukur, ilmu bintangdan falaq. Di Baitul Hikmah
dikumpulkan buku-buku ilmu pengetahuan dalam
bermacam-macam bahasaseperti bahasa Arab,
Yunani, Suryani, Persia, India, dan Qibtia.
(b) Darul Ilmi di Kairo. Didirikan oleh al Hakim
Biamrillah Al Fathimi dipinggir sungai nil untuk
menyaingi Baitul Hikmah di Baghdad.ilmu yang di
ajarkan diantaranya: ilmu agama, falaq, kedokteran,
dan berhitung
2) Terjadinya asimilasi antara bangsa arab dengan bangsa-bangsa lain
yang lebih dahulu mengalami perkembangan dalam bidang ilmu

24
pengetahuan,pada masa pemerintahan bani abbas bangsa-bangsa non
arab banyak yang masuk islam.
3) Pengaruh Persia: bangsa Persia banyak berjasa dalam perkembangan
ilmu filsafat dan sastra.
4) Pengaruh India terlihat dalam bidang kedokteran, ilmu matematika
dan ekonomi.
5) Pengaruh yunani masuk melalui terjemahan-terjemahan dalam
banyak bidang ilmu terutama filsafat,dan juga tidak bisa dilupakan
gerakan raksasa untuk menerjemahkan ilmu-ilmu yunani dan buku-
bukunya kedalam bahasa arab. Gerakan terjemahan berlangsung
dalam 2 fase:
a) Fase Pertama: khalifah al mansur hingga harun arsyid pada fase
ini yang banyak diterjemahkan adalah karya-karya dalam bidang
astronomi, dan mantiq.
b) Fase kedua: mulai berlangsung pada masa khalifah al ma‟mun
hingga tahun 300 H. Pengaruh dari kebudayaan yang sudah
maju terutama melalui gerakan terjemahan, membawa kemajuan
di bidang ilmu pengetahuan, dan juga ilmu pengetahuan agama,
pengaruh gerakan terjemah terlihat dari perkembangan ilmu
pengetahuan umum terutama di bidang astronomi kedokteran
filsafat, kimia dan sejarah dalam bidang astronomi terkenal
nama al fazari sebagai astronomi islam yang pertama kali
menyusun astrolob. Al Fargani dari Eropa yang dikenal dengan
nama Al-Faragnus menulis ringkasan ilmu astronomi yang
diterjemahkan dalam bahasa latin oleh Gerard Cremona dan
Johannes hispalensis. Dalam kedokteran dikenal nama Al Razi
dan Ibnu Sina. Dalam bidang optikal Abu Ali Al Hasan Ibnu Al-
Haythami yang di Eropa dikenal dengan Al Hazem. Dalam
bidang kimia terkenal nama Jabir Ibnu Hayan di matematika
terkenal nama Muhammad Ibnu Musa Al Khawarizmi. Di dalam
bidang sejarah terkenal nama Al Mas‟ud. Tokoh-tokoh terkenal

25
dalam bidang filsafat antara lain Al Farabi, Ibnu Sina dan Ibnu
Rusyd. Sehingga pada masa 150 tahun hampir semua ilmu yang
pernah wujud di dunia pada waktu itu sudah ada dalam bahasa
Arab. Sehigga bahasa Arab menjadi satu-satunya bahasa dunia
yang harus kita ketahui kalau kita ingin bergerak pada bidang
apapun, pada waktu itu.

Faktor-faktor Penyebab Kemajuan

Sepanjang sejarahnya, sejak awal dalam pemikiran islam telihat dua


pola pemikiran yang saling berlomba mengembangkan diri dan memiliki
andil yang sangat besar dalam pendidikan islam, yaitu :

1. Pola pemikiran yang bersifat tradisional yang selalu mendasarkan diri


pada wahyu yang berkembang menjadi pemikiran sufustik dan
kemudian mengembangkan pola pendidikan sufi, dan
2. Pola pemikiran rasional yang mementingkan akal yang
mengembangkan pola pendidikan rasional. Pola ini sangat
memperhatikan pendidikan intelektual dan material.

Kedua pola pendidikan yang menghiasi dunia islam tersebut, pada masa
kejayaan pendidikan islam merupakan dua pola pendidikan yang berpadu
dan saling melengkapi. Namun setelah umat islam meninggalkan pola
pemikiran yang bersifat rasional dan hanya mengambil pola pemikiran
sufistik, maka pola pendidikan yang dikembangkannya pun tidak lagi
menghasilkan perkembangan kebudayaan islam yang bersifat material.
Dari sinilah dapat dikatakan bahwa pendidikan islam mengalami
kemunduran atau setidak-tidaknya mengalami kemandegan1. Fazlur
Rahman – sebagaimana dikutip oleh Zuhairini – mengatakan bahwa
penutupan pintu ijtihad selama abad ke-4 H/10 M dan 5 H/11 M telah
membawa kemacetan umum dalam ilmu hukum dan ilmu intelektual,

1
Dra. Zuhairini, dkk., Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta : Bumi Aksara, 2008, cet. 9) hlm. 109.

26
khususnya ilmu yang pertama. Dengan semakin ditinggalkannya
pendidikan intelektual, maka semakin statis perkembangan kebudayaan
islam. Ketidak mampuan intelektual dalam memecahkan berbagai
permasalah yang baru yang timbul akibat perubahan zaman, ikut
merealisasi dengan adanya pernyataan bahwa pintu ijtihad telah tertutup,
sehingga terjadilah kebekuan intelektual secara total2.

Lenyapnya metode berfikir rasional yang telah dikembangkan oleh kaum


Mu'tazillah ini mulai terjadi ketika khalifah al-Mutawakkil menyatakan
bahwa aliran Mu'tazilah tidak lagi menjadi madzhab negara dan digantikan
dengan aliran Asy'ariyah, ditambah dengan sikap anti pati umat islam
terhadap aliran Mu'tazilah. Ketika golongan Sunni memegang otoritas
politik, tokoh-tokoh Mu'tazillah diusir. Umat islam menjadi antipati
terhadap ilmu-ilmu aqliyyah. Akibatnya, perkembangan ilmu rasional
menjadi sedikit3. Antipati terhadap Mu'tazilah menyebabkan pengawasan
yang ketat terhadap kurikulum. Untuk mengembalikan paham
Ahlussunnah sekaligus memperkokohnya, ulama-ulama melakukann
kontrol terhadap kurikulum di lembaga pendidikan. Materi-materi yang
diajarkan pun hanya terbatas pada ilmu-ilmu keagamaan. Lembaga-
lembaga pendidikan tidak lagi megajarkan ilmu-ilmu filosofis, termasuk
ilmu-ilmu pengetahuan.

Dengan dicurigainya pemikiran rasional daya penalaran umat Islam


mengalami kebekuan sehingga pemikiran kritis, penelitian, dan ijtihad
tidak lagi dikembangkan. Akibat dari itu semua, tidak ada lagi ulama-
ulama yang menghasilkan karya-karya yang mengagumkan. Mereka tidak
mau berusaha untuk memunculkan gagasan keagamaan yang cemerlang
dan hanya mencukupkan diri dengan karya-karya masa lampau. Usaha
yang mereka tempuh hanyalah sebatas mensyarahi atau menta'liq yang

2
Lih. Ibid., hlm. 111.
3
Hanun Asrohah, M.Ag., op.cit., hlm. 94.

27
bertujuan untuk memudahkan pembaca untuk memahaminya atau
menambah penjelasan dengan mengutip pendapat ulama lainnya4.

Kondisi ini diperparah lagi oleh serangan orang-orang Tartar dan Mongol
pada pertengahan abad ke-13 M, yang menghancurkan kerajaan
Abbasiyyah. Dalam peristiwa itu umat islam kehilangan lembaga-lembaga
pendidikan dan buku-buku ilmu pengetahuan yang sangat berharga
nilainya.5 Hancurnya pusat-pusat kebudayaan islam (red : Baghdad dan
Granada) menimbulkan rasa lemah dan putus asa dikalangan masyarakat
kaum muslimin, sehingga menimbulkan gaya hidup yang fatalistis dalam
masyarakat dan mengembalikan segala urusan pada Tuhan.

Seseorang yang frustasi dan fatalis tidak lagi percaya pada kemampuannya
untuk maju atau mengatasi problem keagamaan dan kemsyarakatan.
Mereka lari dari kenyataan dan hanya mendekatkan diri kepada Tuhan.
Untuk itulah kebanyakan dari umat islam pada masa itu masuk ke tarekat-
tarekat dengan hanya berdzikir dan berdoa semoga Allah menghapus
penderitaan mereka dan mengembalikan kejayaan yang pernah diraih.
Berpikir secara ilmiah dan naturalis tidak lagi diterapkan. Oleh karena itu
berkembanglah tahayyul dan khurafat di kalangan masyarakat. 6

M.M. Sharif – sebagaimana dikutip oleh Zuhairini7 – mengatakan bahwa


diantara sebab melemahnya pemikiran islam tersebut antara lain :

1. Telah berkelebihan filsafat Islam yang bercorak sufi yang dimasukkan


oleh al-Ghozali yang mengarah pada bidang rohaniah sehingga
menghilang ke alam mega tasawuf yang kemudian menjadi satu aliran
penting di dunia timur.

4
Ibid., hlm. 121.
5
Lih. Hanun Asrohah, M.Ag., op.cit., hlm. 123.
6
Ibid., hlm. 125.
7
Dra. Zuhairini, dkk., op.cit., hlm. 110

28
2. Umat Islam, terutama pemerintahnya melalaikan ilmu pengetahuan dan
kebudayaan tanpa memberi kesempatan untuk berkembang. Pada masa ini
para ahli ilmu umumnya terlibat dalam urusan pemerintahan sehingga
melupakan pengembangan ilmu pengetahuan.
3. Terjadinya pemberontakan yang dibarengi dengan serangan dari luar yang
mengakibatkan berhentinya kegiatan pengembangan pengetahuan dan
kebudayaan. Sementara itu obor pikiran islam telah berpindah tangan
kepada kaum Masehi, yang telah mengikuti jejak kaum muslim. Ini terjadi
di wilayah barat akibat adanya perkembangan filsafat yang bercorak
rasional yang dikembangkan oleh Ibn Rusyd yang kemudian menjadi
pimpinan yang penting bagi alam pikiran barat setelah islam di Andalusia
hancur.

b. Pendapat kami agar pendidikan pendidikan islam dapat mengejar


ketertinggalannya
1) Meningkatkan Ruhul Jihad di dalam hati dari masing-masing kita
umat islam untuk senantiasa meningkatkan kemampuan ilmu pada diri
kita, karena sebagaimana kejayaan islam pada masa lampau itu
disebabkan oleh kemauan dan semangat dalam diri umat islam untuk
meningkatkan keilmuan. Adapu sebab sebab yang lain hanya sebagai
faktor tambahan. Jika sebagai seorang pendidik maka ruh jihad kita
harus kita tingkatkan dalam upaya meningkatkan kompetensi siswa.
2) Semua pakar Islam kembali berlomba-lomba untuk menerjemahkan
ilmu terutama sains dan teknologi kedalam bahasa arab dan bahasa
bangsa dan Negara masing masing Negara islam tersebut.
3) Semua penguasa Negara islam berusaha meningkatkan kesejahteraan
masyarakat dengan kemajuan ekonomi, setelah sudah mempunyai
keuangan yang cukup, maka dibukalah universitas-universitas baru
dengan biaya murah yang memungkinkan masyarakat ma menimbah
ilmu yang lebih.

29
4) Berusaha mencetak ribuan ilmuwan dengan mengirim anak bangsa
yang cerdas untuk studi bidang sains dan teknologi ke Negara-negara
maju. (tetapi ntuk urusan agama tetap dikirim ke Negara muslim
sendiri bukan ke Negara-negara eropa atau amerika).
5) Memberi ruang kepada semua ilmuwan untuk berkarya dalam negeri
sendiri.
6) Mengadopsi dan megadaptasi semua hal yang berhubungan dengan
pendidikan yang sudah terbukti memajukan Negara-negara Eropa dan
Amerika, tetapi kita tidak meningglakan jati diri kita sebagai seorang
muslim.

30
DAFTAR PUSTAKA
Mudlofir, Ali. 2012. Pendidik Profesional Konsep, Strategi, dan Aplikasinya
dalam Peningkatan Mutu Pendidikan di Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo.

Samsul Nizar. 2007. Sejarah Pendidikan Islam Menelusuri Jejak Sejarah


Pendidikan Era Rasulullah Sampai Indonesia. Jakarta:Kencana Prenada.

Zuhairini, dkk. 2008. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.

31
32

Anda mungkin juga menyukai