Disusun Oleh :
Siti Nurjannah
NIM : 6117009
PROGRAM PASCASARJANA
MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
UNIVERSITAS PESANTREN TINGGI DARUL ‘ULUM
JOMBANG
2018
UJIAN AKHIR SEMESTER (UAS)
PROGRAM PASCASARJANA
UNIPDU JOMBANG
SOAL-SOAL
Etos Kerja dan Loyalitas Kerja Sebenarnya, kata “etos” bersumber dan
pengertian yang sama dengan etika, yaitu sumber-sumber nilai yang dijadikan
rujukan dalam pemilihan dan keputusan perilaku. Etos kerja lebih merujuk kepada
kualitas kepribadian pekerjaan yang tercermin melalui unjuk kerja secara utuh
dalam berbagai dimensi kehidupannya. Dengan demikian, etos kerja lebih
merupakan kondisi internal yang mendorong dan mengendalikan perilaku pekerja
ke arah terwujudnya kualitas kerja yang ideal. etos kerja mengandung beberapa
unsur antara lain: (1) disiplin kerja, (2) sikap terhadap pekerjaan, (3)
kebiasaankebiasaan bekerja. Dengan disiplin kerja, seorang pekerja akan selalu
bekerja dalam pola-pola yang konsisten untuk melakukan dengan baik sesuai
dengan tuntutan dan kesanggupannya.
Kode etik profesi merupakan tatanan menjadi pedoman dalam
menjalankan tugas dan aktivitas suatu profesi. Pola tatanan itu seharusnya diikuti
dan ditaati oleh setiap orang yang menjalankan profesi tersebut. Meskipun kode
etik itu dijadikan sebagai pedoman atau standar pelaksanaan kegiatan profesi,
tetapi kode etik ini masih memiliki beberapa keterbatasan antara lain: a. beberapa
isu tidak dapat diselesaikan dengan kode etik, b. ada beberapa kesulitan dalam
menerapkan kode etik, c. kadang-kadang timbul konflik dalam lingkup kode etik,
d. ada beberapa isu legal dan etika yang tidak dapat tergarap oleh kode etik, e. ada
beberapa hal yang dapat diterima dalam waktu atau tempat tertentu. mungkin
tidak cocok dalam waktu atau tempat lain, f. kadang-kadang ada konflik antara
kode etik dan ketentuan hukum, g. kode etik sulit untuk menjangkau lintas
budaya, h. kode etik sulit untuk menembus berbagai situasi.
Poin-poin Kode Etik Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI). PGRI
telah merumuskan poin-poin kode etik guru Indonesia, adalah sebagai berikut: a.
Guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia Indonesia
seutuhnya yang berjiwa Pancasila. b. Guru memiliki dan melaksanakan kejujuran
profesional. c. Guru berusaha memperoleh informasi tentang peserta didik sebagai
bahan melakukan bimbingan dan pembinaan. d. Guru menciptakan suasana
sekolah sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya proses belajar-mengajar. e.
Guru memelihara hubungan baik dengan orang tua murid dan masyarakat
sekitarnya untuk membina peran serta dan rasa tanggung jawab bersama terhadap
pendidikan. f. Guru secara pribadi dan bersama-sama, mengembangkan
meningkatkan mutu dan martabat profesinya. g. Guru memelihara hubungan
profesi, semangat kekeluargaan dan kesetiakawanan sosial. h. Guru secara
bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi PGRI sebagai
sarana perjuangan dan pengabdian. i. Guru melaksanakan segala kebijakan
pemerintah dalam bidang pendidikan.
Komentar dan Relevansi dengan Abu Hamid Muhammad ibnu Ahmad Al
Ghazali Al Thusi..
Bukan berarti bahwa sekolah atau kuliah menjadi tidak penting. Namun,
keseimbangan dari pertumbuhan hardskill dan softskill akan membuat Anda
mengalami sukses lebih cepat dan lebih jauh dari kesuksesan yang hanya
ditunjang oleh salah satu faktor tersebut. Perpaduan antara hardskill dan softskill
sangat diperlukan untuk meraih jenjang karir yang tinggi atau memperluas bisnis
di masa depan.Al-ghazali termasuk ke dalam kelompok sufistik yang banyak
menaruh perhatian yang besar terhadap pendidikan, karena pendidikanlah yang
banyak menentukan corak kehidupan suatu bangsa dan pemikirannya. 1
Kode etik yang memedomani setiap tingkah laku guru senantiasa sangat
diperlukan. Karena dengan itu penampilan guru akan terarah dengan baik,
bahkan akan terus bertambah baik. Ia akan terus menerus memperhatikan dan
mengembangkan profesi keguruannya. Kalau kode etik yang merupakan
pedoman atau pegangan itu tidak dihiraukan berarti akan kehilangan pola umum
sebagai guru. Jadi postur kepribadian guru akan dapat dilihat bagaimana
pemanfaatan dan pelaksanaan dari kode etik yang sudah disepakati bersama
tersebut. Dalam hubungan ini jabatan guru yang betuk-betuk professional selalu
dituntut adanya kejujuran professional. Sebab kalau tidak ia akan kehilangan
pamornya sebagai guru atau boleh dikatakan hidup diluar lingkup keguruan.
Dimensi Soft skill dan kode etik yang sudah saya jelaskan diatas keduanya
sangat relevan dengan system pendidikan al-ghazali dengan Tujuan
pendidikan islam dapat diklasifikan kepada tiga, yaitu : (1) tujuan mempelajari
ilmu pengetahuan semata-mata untuk ilmu pengetahuan itu sendiri sebagai
wujud ibadah kepada Allah, (2) tujuan utama pendidikan islam adalah
pembentukan akhlaq karimah, (3) tujuan pendidikan islam islam adalah
mengantarkan pada peserta didik mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat
dengan Tujuan pendidikan (jangka pendek) menurut al-ghazali ialah diraihnya
profesi manusia sesuai dengan bakat dan kemampuannya. Syarat untuk
mencapai tujuan itu, manusia harus memanfaatkan dan mengembangkan ilmu
pengetahuan sesuai dengan bakat yang dimilikinya, Guru harus memahami
1
Al-Ghazali, Al-Munqiz min al-Dhalal, yang dikutip oleh Abuddin Nata dalam bukunya, Pemikiran
Para Tokoh Pendidikan Islam, Seri Kajian Filsafat Pendidikan Islam, Rajawali Press, Jakarta, 2000,
h.82
minat, bakat, dan jiwa anak didiknya, sehingga disamping tidak akan salah
dalam mendidik, juga akan terjalin hubungan yang akrab dan baik antara guru
dan anak didiknya.
2. KELEBIHAN DAN KEKURANGAN KONSEP PENDIDIKAN IBNU
KHALDUN.
Muhammad Jalal Syarf Ali Abdu al-Mu'ti Muhammad dengan mengutip
Wafi, menegaskan bahwa Ibnu Khaldun mempunyai keutamaan dalam
menciptakan sosiologi (ilmu al-ijtima'), bukan Giovanni Battista Vico (1668-
1774) seperti dinyatakan oleh orang-orang Itali; atau Quetelet (1798-1874)
disangka orang-orang Belgia, dan bukan pula August Comte (1799-1857) seperti
dituntut orang-orang Perancis.2
Mi'raj Muhammad membandingkan Ibnu Khaldun dengan Vico, ia
menemukan konsep-konsep Ibnu Khaldun lebih modern dari Vico. 3 Ismail al-
Faruqi, menilai Ibnu Khaldun sebagai penemu sosiologi, seperti apa yang
ditemukan oleh Comte.4 Salma Khadra Jayussi menyatakan, Ibnu Khaldun filosof
sejarah, sosiolog terkenal5 dan memuat kerangka-kerangka umum ilmu
pengetahuan. M.M. Syarif menilai Ibnu Khaldun sebagai pemikir Muslim yang
mempunyai kontribusi pemikiran penting di berbagai bidang ilmu. 6 Tentang
pandangan penulis Barat terhadap Ibnu Khaldun, Ahmad Syafi'i Ma’arif
menyimpulkan, bahwa sejumlah sarjana Barat memberikan penghargaan yang
tinggi terhadap Ibnu Khaldun, bahkan terkesan berlebihan. Robert Flint misalnya,
mengatakan Hobbes, Locke dan Rousseau bukanlah tandingannya dan nama-
2
Muhammad Jalal Syaraf dan All Abdul Mu'ti Muhammad, Al-Fikr al-Siyasa fi
al-Islam, Iskandariyah : Dar al.Ma'arif al-Jami'iyyah, t.t., h. 573
3
Mi'raj Muhammad, "Ibnu Khaldun and Vico : A Comparative study", Jurnal Islamic Studies,
Islamabad, Vol. XIX 1980, h. 195-196
4
Ismail al-Faruqi dan Lois Lamya al-Faruqi, The Cultural Atlas of Islam, New York : Mc. Millan
Publisihing Company, 1988, h. 310
5
Eugene A. Myers, Arabic Thought and The Western World, In The Golden Age
of Islam, New York : Frederick Ungar Publishing, 1989 h. 54-55
6
M.M. Sharif, A History of Muslim Philosophy, Vol. II, Germany : Otto
Harrassowitz-Wisbaden, 1966, h. 888
nama ini tidak layak disebut bersama-samanya. Sementara, Lewis menempatkan
Ibnu Khaldun sebagai pemikir kenamaan abad pertengahan. 7 Pada bagian lain
yang dikutip Ahmad Syafi'i Ma'arif, ia mengatakan .... si Tunisia Ibnu Khaldun
tampil sendirian sebagai genius sejarah terbesar dari Islam dan yang pertama
melahirkan konsepsi filosofis dan sosiologis tentang sejarah. 8 Watt mengomentari
Ibnu Khaldun sebagai perintis sosiologi, juga dihormati sebagai sejarawan besar. 9
Dalam bidang pengajaran, al-Ahwany, seorang penulis pendidikan islami
memberikan penghargaan yang tinggi terhadap Ibnu Khaldun sebagai pencetus
aliran baru dalam pengajaran yang islami. Mazhab yang ia anut adalah Mazhan
al-Ijrima'i (aliran sosiologis). 10 Suatu aliran yang berbeda dengan aliran-aliran
yang muncul sebelumnya. Melalui penelurusan terhadap mazhab-mazhab
pengajaran islami, Al-Ahwani mengklasifikasikan menjadi mazhab ahl al-sunnah,
mazhab al-falasifah dan mazhab al-mutasawwifah. Mazhab ahl al-sunnah
dikembangkan oleh kebanyakan (jumhur) fuqaha, terutama dalam
mengembangkan ajaran-ajaran fiqhiyahnya kepada pengikutnya melalui
pengajaran. Aliran ini pada puncaknya dipelopori oleh al-Qabisi dari Qairawan.
Al-Qabisi menempuh metode realis (manhaj al-waqi'iy). Manhaj ini pula menjadi
anutan pada masanya. 11 Mazhab yang sama dianut oleh Ibnu Sahnun, seorang
pakar fiqh sekaligus juga pedagogog Islam terkemuka, asal Afrika Utara, 12 diikuti
pula oleh Ibn Abd al-Bar (w. 463H). 13
Mazhab al-falasifah dikembangkan oleh para filosof Islam. Mereka
memandang pendidikan bersifat rasional-teoritis, bukan bersifat realistik -
7
Ahmad Syafi'i Ma'arif, dkk, Konstribusi Pemikiran Ibnu Khaldun, Yogyakarta
LWIPM, 1989, h. 8-9.
8
Ibid.
9
W. Montgomery Watt, Islamic Philosophy and Theoology, Eddinberg :
Edinberg University Press, 1972, h. 167
10
Ahmad Fuad al-Ahwani, Al-Tarbiyah fi Al-Islam, Mesir : Dar al-Ma'arif, 1987, hal. 226
11
Ibid., h. 226
12
Ibid.
13
Ibid., h. 247.
praktis, sebagaimana kaum fuqaha. Pelopornya antara lain Ikhwan al-Safa. Teori
mereka ini terbilang empirik-rasionalisme, bukan realistik-praktisisme.14 Menurut
al-Ahwani, Ikhwan al-Safa sejalan dengan madzhab Locke yang menganggap asal
pengetahuan adalah bersifat sensual empiris.15 Termasuk dalam kelompok
tersebut ialah Ibnu Miskawaih dan Ibnu Sina.16
Mazhab al-Mutasawwifah, antara lain dipelopori oleh al-Ghazali.
Pendapat al-Ghazali tentang pendidikan pada prinsipnya lebih dekat kepada
mazhab ahlu al-sunnah dari pada mazhab al-falasifah. Karena itu mazhab ini
dianggap sebagai mazhab mistisisme-metafisis. Menurut al-Ahwani, al-Ghazali
lebih searah dengan pandangan al-Qabisi. Al-Ghazali menerangkan, cara
memperoleh ilmu ada dua macam : (1) Al-Ta'allum al-Insani, yaitu mencapainya
melalui belajar secara ekstern, (2) Al-Ta'lim al-Rabbani yaitu melalui tafakkur
secara intern. 17 Termasuk dalam kelompok ini adalah al-Zarnuzi. 18
Berbeda dengan ketiga madzhab di atas, Ibnu Khaldun digolongkan
sebagai madzhab al-Ijtima'i.19 Menurut Ibnu Khaldun, manusia adalah hayawan
mufakkir ijtima'i. Tujuan belajar pada puncaknya, menurut Ibnu Khaldun, ialah
untuk memperoleh kebahagiaan hidup dan saling bantu membantu untuk
mewujudkan eksistensi umat manusia. Pengajaran menurutnya bersifat tabi’i
(alami), karena pengajaran merupakan kebutuhan manusia untuk memperoleh
ilmu (pengetahuan).20
Disebabkan Ibnu Khaldun mempunyai pikiran-pikiran baru yang belum
pernah diungkapkan oleh pakar pengajaran sebelumnya, maka ia dinilai sebagai
14
Ibid., h. 227.
15
Ibid.
16
Ibid., h. 231-236.
17
Ibid., h. 238-239.
18
Ibid., h. 244-246.
19
Ibid., h. 238.
20
Ibid.
Imam (pemuka) dan mujaddid (reformer) pengajaran islami. 21 Dibidang ini,
menurut Wafi, Ibnu Khaldun termasuk dalam deretan ahli-ahli yang terjun dan
terlibat langsung secara praktek.22 Akhirnya Wafi mengakui keotentikan
pendapat-pendapatnya dan mengagumi andilnya dalam bidang pengajaran dan
psikologi belajar yang telah diakui oleh para ahli modern. 23 Bernes dan Bekker
menegaskan bahwa Ibnu Khaldun menciptakan teori-teori yang begitu modern
gemanya.24
Atiyah al-Abrasyi menyimpulkan, bahwa beberapa aspek pemikiran Ibnu
Khaldun mempunyai kesamaan dengan pandangan filosof pendidikan modern. 25
Muhammad Jawad Rida, menegaskan pemikiran Ibnu Khaldun merupakan
tonggak baru (fathan jadidah) dalam pemikiran pengajaran yang Islami. 26 Tibawi
mengatakan bahwa Ibnu Khaldun mencurahkan perhatiannya dalam bidang
pengajaran. 27. Nasr menilai Ibnu Khaldun sebagai ahli (master) ilmu tingkah laku
manusia (human behaviour).28 Hasan Langgulung tidak hanya menyebutkan
Muqaddimah sebagai karya pendidikan terpenting, tetapi juga menegaskan Ibnu
Khaldun telah melahirkan konsep-konsep baru secara ilmiah tentang pengajaran.
Ibnu Khaldun, menurutnya, meletakkan pengajaran pada tempatnya yang layak
dalam kerangka umum faktor-faktor yang mempengaruhinya,29 baik pengaruh
21
Wafi, op. cit, h. 157.
22
Ibid.
23
Ibid., h. 158.
24
Ibid.
25
Omar al-Toumy al-Syaibani, Falsafah Pendidikan Islam, (alih bahasa Hasan
Lenggulung), Jakarta : Bulan Bintang, 1979), h. 56.
26
Muhammad Jawad Rida, Al-Fikr al-Tarbawi al-Islamiy, Kuwait: Dar al-Fikr al-
'Arabi, t.t., h. 195-196
27
A.L. Tibawi,, Islamic Education, London : Luzao & Company Ltd., 1972, h. 42
28
Sayyed Hossen Nasr, Science and Civilization in Islam, New York : New
American Library, 1970, h. 56.
29
Hasan Langgulung, Asas-asas Pendidikan Islam, (alih bahasa H.M. Arifin),
Jakarta : Rineka Cipta, 1994, h. 195.
lingkungan alam maupun lingkungan sosial dan kultural. Suatu pandangan yang
masih langka di masanya.
Miska Muhammad Amin, menempatkan Ibnu Khaldun sebagai penganut
Empirisme dan Rasionalisme sekaligus.30 Di dalam karyanya, Miska
mensejajarkan Ibnu Khaldun dengan beberapa tokoh filsafat Islam lainnya,
seperti Ibnu Sina, Ibnu Rusyd, al-Gazali, al-Farabi dan Ibnu Miskawaih.
Enan dalam karyanya Ibnu Khaldun, His Life and Work mengagumi Ibnu
Khaldun sebagai seorang pengajar yang brillian (briliant lecturer).32 Ia mengutip
pendapat-pendapat para sarjana yang pernah berguru kepada Ibnu Khaldun.
Taqiu al-Din al-Maqrizi dan Ibnu. Hajar al Askalani, yang pernah mengikuti
kuliah-kuliahnya ketika muda, mengatakan bahwa Ibnu Khaldun adalah seorang
orator yang fasih, pengulas dan penyaji yang hebat). Al-Sakhawi yang mengutip
al-Bisbisi dan al-Rikraki mengatakan, bahwa ia adalah seorang guru teladan dan
dosen yang ideal (ideal lecturer),33 Ibnu Khaldun di Kairo memang memberikan
kuliah di beberapa universitas dan madrasah antara lain pada Universitas al-
Azhar dan sebagai guru besar pada Madrasah Kamhiyah, suatu lembaga
pendidikan mazhab Maliki dekat masjid Amr, madrasah Salihiyah, di distrik
30
Miska Muhammad Amin, Epistemologi Islam Pengantar Filsafat
Pengetahuanlslam, Jakarta : UI Press, 1983, h. 58-60.
31
Barika Bariki al-Quraisyi, Al-Qudwah wa Dauruha fi al-Tarbiyah al-Nasyi'I,
Mekkah : al-Maktabah al-Faisaliyah, 1983, h. 116
32
Muhammad Abdullah Enan, Ibnu Khaldun His Life and Works, New Delihi:
Kitab Bhavan, 1933, h. 66
33
Ibid
Bein al-Qasrein dan madrasah Sargatmushy, serta madrasah Sultaniyah.34
Disamping itu ia juga memberi pelajaran melalui halaqah-halaqah di berbagai
mesjid di Kairo.
Dia juga menentang belajar verbal yang sangat merugikan anak. Untuk
itu ia merumuskan teori malakah dan tadrij yang dapat mengikis verbalisme, dan
menghasilkan situasi belajar mengajar yang kondusif. Dengan konsep al-
mulayanah, Ibnu Khaldun berusaha untuk merespons pola pengajaran keras dan
penerapan hukuman (al-'Uqubah) yang tidak proporsional dalam praktek
pengajaran kala itu. Pandangan Ibnu Khaldun sejalan dengan Bacon dan
Montaigne yang menentang pengajaran yang otoriter, tetapi mendasarkan
pandangannya pada induksi yang teratur. 37 Al-mulayanah (lemah lembut)
menghasilkan suatu suasana pengajaran yang demokratis. Ibnu Khaldun
mengoreksi terhadap kurikulum yang dikembangkan di banyak negeri Muslim.
34
Lihat Ibid., h. 66-67
35
Charles Issawi, Filsafat Islam TentangSejarah, (alihbahasa A. Mukti Ali),
Jakarta : Tinta Mas, 1976, h. 19
36
Fathiyyah Hasan Sulaiman, Pandangan Ibnu Khaldun Tentang Ilmu
Pendidikan, (alih bahasa Herry Nu Ali), Bandung : Diponegoro, 1987, h. 81.
37
Samuel Smith, op. Cit., h. 110.
Menurutnya mengajarkan anak tanpa memperhatikan tingkat perkembangan
(tathawwur), perbedaan individual (al-faruq al-fardiyah), dan kemampuan
(istitha'ah) serta kesiapan (isti'dad) dapat membahayakan. Dia juga menyerang
para guru yang menjejali anak dengan berbagai disiplin dalam satu waktu, serta
menolak menggunakan buku-buku ringkasan (mukhtasar) yang sering kali
membuat kekaburan dalam belajar, sehingga sulit mencapai malakah secara
optimal. Karena itu Ibnu Khaldun menawarkan kurikulum komprehensifnya yang
mampu meredusir kekurangan-kekurangan tersebut.
38
John S. Brubacher, Modern Philosophies of Education, New Delhi: Tata Me.
Graw Hill Publishing Co. Ltd., Edisi IV, 41981, h. 95.
39
Ratna Willis Dahar, Teori-teori Belajar, Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan RL, 1988, h. 7.
beberapa faktor dominan yang dipandang sebagai kerangka umum yang dapat
digunakan untuk menjelaskan faktor-faktor lainnya. Ibnu Khaldun tidak
menampilkan pemikiran yang eksplisit tentang evaluasi belajar-mengajar
sebagaimana yang dikembangkan para pendidik modern.
40
C.H. Patterson, Foundation For A Theory of Instruction and Educational
Psychology, New York : Harper & Roes Publishers, 1979,h. 8
41
Ibid., h. 9
Silvers.42 Penilaian ini jelas menunjukkan kurang lengkapnya Ibnu Khaldun
menampilkan sebuah teori pendidikan, baik rumusan koseptualnya maupun
hukum-hukum dasar yang dibutuhkan proporsi teoretik.
42
Ahmad Syafi'i Ma'arif, Ibnu Khaldun, op. Cit., h. 1
43
Ibnu Khaldun, op. cit, h. 532.
44
Sikun Pribadi, "Pendidikan di Sekolah", Suara Karya, 13 Agustus 1985, h. 4.
dilakukan penstrukturan sedemikian rupa. Dilakukan secara bertahap,
berkesinambungan, seperti disarankan Ibnu Khaldun. Pola mengajar tiga tahap
sebagaimana diusulkannya menunjukkan, bahwa dia sangat menentang
verbalisme dan pengajaran yang semata-semata intelektualistis. Belajar dengan
prinsip malakah menjamin tercapainya sosok yang cerdas, terampil, berbudi
sekaligus.
45
Warul Walidin. Konstelasi Pemikiran Pedagogik Ibn Khaldun Perspektif Pendidikan Modern,
Nangroe Aceh Darussalam: Nadya Fondation 2003, h. 253- 4
3. FACTOR KEJAYAAN DAN KEMUNDURAN PENDIDIKAN
ISLAM
a. Kuttab sebagai lembaga pendidikan dasar Kuttab atau maktab, berasal dari kata
dasar kataba yang berarti menulis atau tempat menulis. Jadi katab adalah tempat
belajar menulis.
Guru yang mengajar di istana di sebut mu’addib. Kata mu’addib, berasal dari kata
adab, yang berarti budi pekerti atau meriwayatkan. Guru pendidikan anak di istana
disebut mu’addib. Karena berfungsi mendidik budi pekerti dan mewariskan
kecerdasan dan pengetahuan-pengetahuan orang-orang dahulu kepada anak-anak
pejabat.
c. Toko-toko kitab
Fungsinya bukan hanya sebagai tempat berjual beli kitab-kitab saja, tetapi juga
merupakan tempat berkumpulnya para ulama, pujanggaa dan ahli-ahli ilmu
pengetahuan lainnya, untuk berdiskusi, berdebat bertukar pikiran dalam berbagai
masalah ilmiah. Sebagai lemabaga pendidikan dalam rangka pengembangan berbagai
macam ilmu pengetahuan dan kebudayaan islam.
Diantara rumah ulama terkenal yang menjadi tempat belajar adalah rumah Ibnu Sina,
Al-Ghazali, Ali Ibnu Muhammad Al-Fasihi, Ya’Qub Ibnu Killis, Wazir Khalifah Al-
Aziz billah Al-Fatimy, dan lain-lainnya.
Dengan majlis atau saloon kesusastraan, dimaksud adalah suatu majlis khusus yang
diadakan oleh khalifah untuk membahas berbagai macam ilmu pengetahuan. Majlis
ini bermula sejak zaman khulafurasyidin.
Pada masa Harun Al-Rasyid (170-193 H) majlis sastra ini mengalami kemajuan yang
luar biasa, karena khalifah sendiri adalah ahli ilmu pengetahuan dan juga mempunyai
kecerdasan, sehingga khalifah sendiri aktif di dalamnya.
g. Rumah sakit
Rumah-rumah sakit tersebut, bukan hanya berfungsi sebagai tempat merawat dan
mengobati orang-orang sakit, tetapi juga mendidik tenaga-tenaga yang berhubungan
dengan perawat dan pengobatan.
h. Perpustakaan
Buku adalah merupakan sumber informasi berbagai macam ilmu pengetahuan yang
ada dan telah dikembangkan oleh para ahlinya. Orang dengan mudah dapat belajar
dan mengajarkan ilmu pengetahuan yang telah tertulis dalam buku.
Baitul Hikmah di Bagdad yang didirikan oleh Khlifah Harun Al-Rasyid, adalah
merupakan salah satu contoh dari perpustakaan Islam yang lengkap, yang berisi ilmu-
ilmu agama Islam dan Bahasa Arab, bermacam-macam ilmu pengetahuan yang telah
berkembang pada masa itu, dan berbagai buku-buku terjemahan dari bahasa-bahasa
Yunani, Persia, India, Qibty dan Aramy.
i. Masjid
Masjid dalam dunia Islam, sepanjang sejarahnya tetap memegang pernanan yang
pokok, di samping fungsinya sebagai tempat berkomunikasi dengan Tuhan, sebagai
lembaga pendidikan dan pusat komunikasi sesama kaum muslimin.
2) Pokok-pokok agama Islam, seperti cara wudhu, salat, puasa dan sebagainya
3) Menulis
6) Berhitung
1) Al-Quran
3) Fiqh
4) Tafsir
5) Hadis
6) Nahwu/saraf/balagah
7) Ilmu-ilmu pasti
8) Mantiq
9) Ilmu Falak
12) Kedokteran
13) Musik
14)
Pada umumnya rencana pelajaran pada perguruan tinggi Islam, dibagi menjadi dua
jurusan, yaitu :
1) Jurusan ilmu-ilmu agama dan bahasa serta sastra Arab, yang juga disebut sebagai
ilmu-ilmu Naqiyah, yang meliputi :
b). Hadis
e). Balagah
a). Mantiq
c). Musik
i).Ilmu Tumbuh-tumbuhan
j). Kedokteran
a. Dalam bidang matematika, telah dikembangkan oleh para sarjana muslim berbagai
cabang ilmu Pengetahuan, Seperti Teori Bilangan, Al-jabar, Geometri Analit, dan
Trigonometri.
b. Dalam bidang Fisika, mereka telah berhasil mengembangkan Ilmu Mekanika dan
Optika
d. Dalam bidang Astronomi, kaum muslimin telah memiliki Ilmu Mekanika Benda-
benda langit
e. Dalam bidang geologi, para ahli ilmu pengetahuan muslim telah mengembangkan
Geodesi, Minerologi, dan meteorologi
2. Para khalifah, sultan, Amir, umat Islam melalaikan ilmu pengetahuan dan
kebudayaan, jadi tidak memberi kesempatan berkembang, jika pada awalnya para
pejabat pemerintah itu sangat memperhatikan pendidikan Islam dengan memberikan
penghargaan yang tinggi kepada para ahli ilmu pengetahuan, maka pada masa ini para
ahli ilmu pengetahuan umumnya terlibat dalam urusan pemerintah sehingga
melupakan tugas-tugas pendidikan dan pengembangan ilmu pengetahuan
(1). Pola pembaharuan pendidikan islam yang berorientasi kepada pola pendidikan
modern di Eropa
(2). Yang berorientasi dan bertujuan untuk pemurnian kembali ajaran Islam.
(3). Yangg berorientasi pada kekayaan dan sumber budaya bangsa masing-masing
dan yang bersifat nasionalisme
KOMENTAR
Dari peparan diatas disimpulkan oleh penulis bahwasanya untuk mengejar
ketertinggalan maka sangat diperlukan meningkatkan kualitas pada lembaga-
lembaga pendidikan Islam dan madrasah-madrasah formal serta universitas-
universitas dalam berbagai pusat kebudayaanIslam. Lembaga-lembaga pendidikan,
sekolah – sekolah dan universitas –universitas tersebut nampak sangat dominan
pengaruhnya dalam membentuk polakehidupan dan pola budaya kaum muslimin.
Berbagai ilmu pengetahuan yangberkembang melalui lembaga pendidikan itu
menghasilkan pembentukan dan pengembangan berbagai macam aspek budaya kaum
muslimin. Jika masa sebelumnya, pendidikan hanya sebagai jawaban terhadap
tantangan dari pola budaya yang telah berkembang dari bangsa – bangsa baru yang
memeluk agama Islam, akan tetapi sekarang harus merupakan jawaban terhadap
tantangan perkembangan dan kemajuan kebudayaan Islam sendiri yang tumbuh
sangat pesat.