Anda di halaman 1dari 19

Lembar Jawaban UAS

NAMA : AHMAD FAQIH (6117014)

UJIAN AKHIR SEMESTER (UAS)


PROGRAM PASCASARJANA
UNIPDU JOMBANG
Mata Kuliah : Sejarah Pemikiran Pendidikan Islam (SPPI)
Dosen Pengampu : Prof. Dr. H. Ali Mudlofir, MA.
Tahun Akademik : 2017-2018
Sifat Ujian : Take Home Exam.

Petunjuk Soal:
1. Jangan memberi peluang antar anda untuk membuat jawaban yang sama
2. Independensi anda dalam memberikan jawaban sangat diutamakan
3. Sifat jawaban yang terbaik adalah : fokus, lugas, valid dan sistematis
4. Setelah selesai mengerjakan kumpulkan print-outnya di akademik PPS
UNIPDU terakhir tanggal 28 Januari 2018.
5. Disamping mengumpulkan print-out anda juga diminta mengupload
jawaban anda lewat blogsopot.
Soal-soal:
1. Anda diminta membaca dan merangkum buku berjudul “Pendidik Profesional:
Konsep, Strategi dan Aplikasinya dalam Peningkatan Mutu Pendidikan di
Indonesia” karya Ali Mudlofir (Jakarta: Rajagrafindo, 2012). Ada 7 bab pada
buku itu, (pilih 2 bab saja, rangkum dan komentari dan kaitkan dengan
pemikiran para tokoh pendidikan yang sudah anda pelajari)
2. Pemikiran para tokoh pendidikan Islam pada masing-masing mazhab (naz’ah)
baik itu mazhab al-muhafiz, al-‘aqlanymaupun al-zaroi’iymemiliki kelebihan-
kelebihan dan kekurangan-kekurangan. Buatlah daftar kelebihan dan kekurangan
masing-masing mazhab jika dikaitkan dengan kenyataan pendidikan Islam zaman
sekarang!.
3. Dalam sejarah pendidikan Islam tercatat bahwa Islam pernah mencapai puncak
kejayaan ilmu pengetahuan pada abad pertengahan, dan mulai meredup serta
mengalami kemunduransejak abad 13 M.
(a). Uraikan apa faktor-faktor yang menyebabkan kemajuan dan kemunduran
tersebut,(b) bagaimana pendapat anda agar pendidikan Islam (baik yang secara
eksplisit menamakan diri dengan lembaga pendidikan Islam maupun tidak) dapat
mengejar ketertinggalannya?

(Ma’annajah)

1 | Jawaban Soal UAS MK Sejarah Pemikiran Pendidikan Islam Ahmad Faqih 6117014
Soal Nomor 1
Anda diminta membaca dan merangkum buku berjudul “Pendidik Profesional: Konsep,
Strategi dan Aplikasinya dalam Peningkatan Mutu Pendidikan di Indonesia” karya Ali
Mudlofir (Jakarta: Rajagrafindo, 2012). Ada 7 bab pada buku itu, (pilih 2 bab saja,
rangkum dan komentari dan kaitkan dengan pemikiran para tokoh pendidikan yang
sudah anda pelajari)

JAWABAN
Rangkuman Bab 2 Paradigma Etika Profesi
Etika didefinisikan sebagai seperangkat aturan/undangundang yang menentukan
pada perilaku benar dan salah. Aturan perilaku etik ketika tingkah laku kita diterima
masyarakat, dan sebaliknya manakala perilaku kita ditolak oleh masyarakat karena
dinilai sebagai perbuatan salah.
Etika merupakan pedoman bagi perilaku moral di dalam masyarakat yang
membahas nilai dan norma, moral yang mengatur interaksi perilaku manusia baik
sebagai individu maupun sebagai kelompok.
Etika di dalam Islam mengacu pada dua sumber yaitu Qur’an dan Sunnah atau
Hadits Nabi. Dua sumber ini merupakan sentral segala sumber yang membimbing segala
perilaku dalam menjalankan ibadah, perbuatan atau aktivitas umat Islam yang benar-
benar menjalankan ajaran Islam.
Etika dalam Islam menyangkut norma dan tuntunan atau ajaran yang mengatur
sistem kehidupan individu atau lembaga (corporate), kelompok dan masyarakat dalam
interaksi hidup antar individu, antar kelompok atau masyarakat dalam konteks
hubungan dengan Allah dan lingkungan. Di dalam sistem etika Islam ada sistem
penilaian atas perbuatan atau perilaku yang bernilai baik dan bernilai buruk.
Perilaku baik menyangkut semua perilaku atau aktivitas yang didorong oleh
kehendak akal fikir dan hati nurani dalam berkewajiban menjalankan perintah Allah dan
termotivasi untuk menjalankan anjuran Allah. Perilaku buruk menyangkut semua
aktivitas yang dilarang oleh Allah, di mana manusia dalam melakukan perilaku buruk
atau jahat ini tedorong oleh hawa nafsu, godaan syaitan untuk melakukan perbuatan
atau perilaku buruk atau jahat yang akan mendatangkan dosa bagi pelakunya dalam arti
merugikan diri sendiri dan yang berdampak pada orang lain atau masyarakat.
Etika profesi keguruan adalah aplikasi etika umum yang mengatur perilaku
keguruan. Norma moralitas merupakan landasan yang menjadi acuan profesi dalam
perilakunya. Dasar perilakunya tidak hanya hukum-hukum pendidikan dan prosedur
kependidikan saja yang mendorong perilaku guru itu, tetapi nilai moral dan etika juga
menjadi acuan penting yang harus dijadikan landasan kebijakannya.

Rangkuman Bab 6 Kode Etik Profesi Guru


Etika kerja, etos kerja, dan kode etik merupakan tiga hal yang saling terkait dan
mempunyai peranan yang besar dalam mewujudkan profesionalisme dan kualitas kerja
seseorang. Efektivitas, efisiensi, dan produktivitas suatu pekerjaan akan banyak
tergantung kepada tiga unsur tersebut

2 | Jawaban Soal UAS MK Sejarah Pemikiran Pendidikan Islam Ahmad Faqih 6117014
Etika, pada hakikatnya merupakan dasar pertimbangan dalam pembuatan
keputusan tentang moral manusia dalam interaksi dengan lingkungnnya. Secara umum,
etika dapat diartikan sebagai suatu disiplin filosofis yang sangat diperlukan dalam
interaksi sesama manusia.
Etos kerja lebih merujuk kepada kualitas kepribadian pekerja yang tercermin
melalui unjuk kerja secara utuh dalam berbagai dimensi kehidupannya. Etos kerja lebih
merupakan kondisi internal yang mendorong dan mengendalikan perilaku pekerja ke
arah terwujudnya kualitas kerja yang ideal.
Kode etik profesi merupakan tatanan/tanda/norma yang menjadi pedoman
dalam menjalankan tugas dan aktivitas suatu profesi. Pola tatanan itu seharusnya diikuti
dan ditaati oleh setiap orang yang menjalankan profesi tersebut.
Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) telah merumuskan poin-poin kode
etik melalui konggres. Pengembangan kode etik guru dalam empat tahapan yaitu: (1)
tahap pembahasan/perumusan (lahun 1971-1973), (2) tahap pengesahan (Kongres PGRI
ke XIII Nopember 1973). (3) tahap penguraian (Kongres PGRI XIV, Juni 1979), (4) tahap
penyempurnaan (Kongres XVI, juli 1989).
Poin-poin kode etik guru Indonesia yang dirumuskan oleh PGRI adalah sebagai
berikut.
1. Guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia Indonesia
seutuhnya yang berjiwa Pancasila.
2. Guru memiliki dan melaksanakan kejujuran profesional.
3. Guru berusaha memperoleh informasi tentang peserta didik sebagai bahan
melakukan bimbingan dan pembinaan.
4. Guru menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya
proses belajar-mengajar.
5. Guru memelihara hubungan baik dengan orang tua murid dan masyarakat
sekitarnya untuk membina peran serta dan rasa tanggung jawab bersama
terhadap pendidikan.
6. Guru secara pribadi dan bersama-sama, mengembangkan meningkatkan mutu
dan martabat profesinya.
7. Guru memelihara hubungan profesi, semangat kekeluargaan dan
kesetiakawanan sosial.
8. Guru secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi PGRI
sebagai sarana perjuangan dan pengabdian.
9. Guru melaksanakan segala kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan.

Komentar
Paparan tentang paradigma etika profesi dan kode etik guru yang termaktub
daam buku berjudul “Pendidik Profesional: Konsep, Strategi dan Aplikasinya dalam
Peningkatan Mutu Pendidikan di Indonesia” karya Ali Mudlofir (Jakarta: Rajagrafindo,
2012) memperlihatkan kecenderungan pemikiran yang pragmatis instrumentalis. Pada
paparan tersebut terlihat pandangan yang menggiring pemanfatan konsepsi etika dan
kode etik sebagai instrumen untuk mewujudkan profesionalisme menuju efektivitas,
efisiensi, dan produktivitas pekerjaan seorang guru. Hal ini mirip dengan gaya berfikir

3 | Jawaban Soal UAS MK Sejarah Pemikiran Pendidikan Islam Ahmad Faqih 6117014
dan pandangan Ibnu Khaldun yang menjadikan pendidikan sebagai instrument
penyiapan manusia baik pada aspek keagamaan, social kemasyarakatan maupun
vokasional dengan menggunkan metode pembelajaran pentahapan (tadarruj),
pengulangan (tikrārī), karyawisata (riḥlah), dan latihan atau paktek (tadrīb).
Bila mengacu pada pemikiran Al-ghozali dan para pemikir pendidikan kelompok
konservatif (al-muhafidz), seyogyanya konsepsi etika dan kode etik guru diarahkan pada
upaya untuk menjadikan guru sebagai teladan baik bagi para peserta didik dilandasi
tujuan ukhrowi. Konsepsi etika dan dan kode etik harus didasarkan pada tuntunan
agama dan menyentuh sisi ruhaniyyah seorang pendidik menuju kesempurnaan insani di
dunia dan akhirat (tasawwuf).
Rumusan kode etik yang dicantumkan seyogyanya tidak hanya bersumber dari
PGRI, sebab secara resmi pemerintah telah mengakui 4 organisasi profesi guru yakni
PGRI, PERGUNU (persatuan guru NU), IGI dan FSGI, dimana kesemuanya memiliki aturan
etik yang mengatur para anggotanya. Rumusan kode etik yang dimiliki PGRI tersebut
cenderung menjadi instrumen pemerintah untuk mengatur guru agar berperan aktif
dalam tujuan pembangunan pendidikan serta “tidak berseberangan” dengan
pemerintah.
Selain mengatur aspek pedagogik, profesionalisme, kepribadian serta sosial
pendidik, seyogyanya rumusan kode etik tersebut juga mencantumkan aspek
spiritualitas pendidik berdasarkan nilai-nilai agama. Hal ini mengingat salah satu tujuan
pendidikan adalah terwujudnya insan yang beriman bertaqwa serta berakhlaq mulia.
Diharapkan dengan masuknya aspek spiritual dalam kode etik, seorang guru dalam
menjalankan tugas profesi juga didorong oleh motif-motif ukhrowi tidak sekedar
duniawi.

4 | Jawaban Soal UAS MK Sejarah Pemikiran Pendidikan Islam Ahmad Faqih 6117014
Soal Nomor 2
Pemikiran para tokoh pendidikan Islam pada masing-masing mazhab (naz’ah) baik itu
mazhab al-muhafiz, al-‘aqlany maupun al-zaroi’iymemiliki kelebihan-kelebihan dan
kekurangan-kekurangan. Buatlah daftar kelebihan dan kekurangan masing-masing
mazhab jika dikaitkan dengan kenyataan pendidikan Islam zaman sekarang!.

JAWABAN
Berikut ini adalah ringkasan tentang pemikiran serta kelebihan dan kekurangan dari
pemikiran tokoh madzhab al muhafidz (konservatif) dalam hal ini Al-Ghozali.
A. Pemikiran Pendidikan Al-ghozali
Dalam masalah pendidikan al-Ghazali lebih cenderung berpaham
empirisme. Hal ini antara lain disebabkan karena ia sangat menekankan
pengaruh pendidikan terhadap anak didik. Menurutnya seorang anak tergantung
kepada orang tua dan orang yang mendidiknya. Menurutnya, tujuan pendidikan
adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, bukan untuk mencari
kedudukan yang menghasilkan uang. Karena jika tujuan pendidikan diarahkan
bukan pada mendekatkan diri pada Allah SWT, akan dapat menimbulkan
kedengkian, kebencian dan permusuhan. Pendapat al-Ghazali tersebut
cenderung kepada sisi keruhanian, dan sejalan dengan filsafat al-Ghazali yang
bercorak tasawuf. Maka sasaran pendidikan menurut al-Ghazali adalah
kesempurnaan insani di dunia dan akhirat.
Bahwa tujuan akhir yang ingin dicapai melalui pendidikan itu paling tidak
ada dua. Pertama, Tercapainya kesempurnaan insani yang bermuara pada
pendekatan diri kepada Allah SWT. Kedua, kesempurnaan insani yang bermuara
pada kebahagian dunia dan akhirat. Al-Ghazali juga pernah mengatakan bahwa
tujuan utama pendidikan itu adalah untuk pembentukan akhlak,
Tentang kriteria pendidik yang boleh melaksanakan pendidikan. kriteria
tersebut adalah:
1. Guru harus mencintai muridnya seperti mencintai anak kandungnya sendiri.
2. Guru jangan mengharapkan materi (upah) sebagai tujuan utama dari
pekerjaannya (mengajar),
3. Guru harus mengingatkan muridnya agar tujuannya dalam menuntut ilmu
bukan untuk kebanggaan diri atau mencari keuntungan pribadi, tetapi untuk
mendekatkan diri kepada Allah SWT.
4. Guru harus mendorong muridnya agar mencari ilmu yang bermanfaat, ilmu
yang membawa pada kebahagian dunia dan akhirat.
5. Di hadapan muridnya, guru harus memberikan contoh yang baik,
6. Guru harus mengajarkan pelajaran yang sesuai dengan intelektual dan daya
tangkap anak didiknya.
7. Guru harus memahami minat, bakat dan jiwa anak didiknya,
8. Guru harus dapat menanamkan keimanan ke dalam pribadi anak didiknya
9. Guru harus berani berkata: saya tidak tahu, terhadap masalah yang tidak
diketahuinya, dan menampilkan hujjah yang benar.

5 | Jawaban Soal UAS MK Sejarah Pemikiran Pendidikan Islam Ahmad Faqih 6117014
10. Guru mau mengamalkan ilmunya, sehingga yang ada adalah menyatunya
ucapan dan tindakan.
Paradigma yang digunakan untuk menentukan guru tersebut adalah
paradigma tasawuf yang menempatkan guru sebagai figur sentral, idola, bahkan
mempunyai kekuatan spiritual,
Terkait karakteristik peserta didik yang dipaparkan oleh al-Ghazali di atas
dapat diambil beberapa hal yang berkaitan dengan pandangan dan pemikiran
pendidikannya sebagai berikut :
Pertama, bahwa kegiatan menuntut ilmu itu tiada lain berorientasi pada
pencapaian ridha Allah. Kedua, Etika peserta didik tersebut memperkuat teori
ilhami yang oleh al-Ghazali dijadikan sebagai landasan teori pendidikannya. Ia
mengatakan bahwa ilmu adalah cahaya yang dilimpahkan Allah ke dalam hati
manusia. Ketiga, Peneguhan tujuan agamawi dalam kegiatan menuntut ilmu.
Bahkan tujuan agamawi merupakan tujuan puncak kegiatan menuntut ilmu.
Dari sifat dan corak ilmu-ilmu yang dikemukakan terlihat dengan jelas
bahwa mata pelajaran yang seharusnya di ajarkan dan masuk ke dalam
kurikulum menurut al-Ghazali di dasarkan pada dua kecenderungan, pertama,
kecenderungan agama dan tasawuf. Kedua, Kecenderugan pragmatis, al-Ghazali
menilai ilmu berdasarkan manfaatnya bagi manusia, baik untuk kehidupan dunia,
maupun untuk kehidupan akhirat.
Dengan pengklasifikasian ilmu pengetahuan tersebut, banyak orang
menuduh secara tidak adil bahwa al-Ghazali-lah sebagai biang kemunduran
peradaban Islam disebabkan adanya dikotomi pasca pengklasifikasian ilmu
pengetahuan. Hal ini terjadi karena ilmu pengetahuan agama dibangun untuk
mengurusi problem trasenden dan ritual saja yang berakibat pada reduksionis
kemerdekaan berfikir kritis dan kreatifitas manusia sehingga berakses pada
wilayah sosial budaya yang fasif.
Perhatian al-Ghazali dalam bidang metode ini lebih ditujukan pada
metode khusus bagi pengajaran agama untuk anak-anak. Pada masalah metode
pendidikan ini al-Ghazali tidak merinci metode-metode pendidikannya,
sebagaimanan halnya Ibnu Sina yang lebih rinci menjelaskan metode-metode
pendidikan atau pengajaran. Al-Ghazali lebih menekankan kepada metode
uswatun hasanah atau keteladanan, karena seorang guru harus menjadi contoh
dalam menerapkan akhlakul karimah bagi murid-muridnya.

A.1. Kelebihan Pemikiran Al-Ghozali


a. Tujuan pendidikan tidak sekedar untuk kepentingan duniawi tapi yang lebih
utama adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. serta kebahagiaan
di dunia dan akhirat. Melihat kondisi social masyarakat saat ini yang
cenderung ‘jauh” dari agama, maka pemahaman iini penting untuk kembali
ditekankan kembali.
b. Al-Ghozali menegaskan bahwa orang tua dan lingkungan sangat memiliki
pengaruh terhadap keberhasilan pendidikan peserta didik. Hal ini selaras
dengan konsep trilogy pendidikan, dimana sekolah, orang tua dan

6 | Jawaban Soal UAS MK Sejarah Pemikiran Pendidikan Islam Ahmad Faqih 6117014
lingkungan, kesemuanya mempunyai peran vital dalam keberhasilan
pendidikan.
c. Kriteria pendidik dan peserta didik yang ideal sangat dikaitkan dengan aspek
akhaq keimanan dan ketaqwaan. Pemikiran ini sangat actual mengingat
pentingnya pendidikan karakter (akhlaq) bagi peserta didik. Dengan
keberadaan guru yang memiliki iman, taqwa dan akhlaq yang baik maka
penanaman karakter mulia kepada peserta didik akan dapat dilaksanakan
secara efektif.
d. Telah menekankan pentingnya pemahaman minat, bakat dan jiwa peserta
didik bagi seorang guru. Hal ini selaras dengan konsepsi pendidikan mutakhir
yaitu pendekatan multiple intellegency dimana dalam mengajar seorng guru
harus memperhatikan beragamnya minat dan bakat serta potensi peserta
didik.
f. Menekankan pentingnya uswah hasanah dari seorang guru dalam proses
pembelajaran kepada peserta didik. Pendidikan modern menuntut seorang
guru memiliki kompetensi kepribadiann dan social yang baik. Implementasi
metode uswah hasanah hanya bisa diwujudkan oleh guru-guru yang
berkompetensi “hasanah”. Apalagi secara factual, hari ini masyarakat sedang
mengalamai krisis “teladan baik”.

A.2. Kekurangan Pemikiran Al-Ghozali


a. Pemikiran pendidikan al-ghozali cenderung kental dengan nuansa religious
tasawwuf. Hal ini terkadang mereduksi peran ilmu pengetahuan dan
teknologi dalam proses pendidikan.
b. Mata pelajaran yang seharusnya di ajarkan dan masuk ke dalam kurikulum
menurut al-Ghazali hanya didasarkan pada dua kecenderungan, (1)
kecenderungan agama dan tasawuf (2) kecenderugan pragmatis. Hal ini
cenderung menafikan ragam mata pelajaran serta perkembangan ilmu
pngetahuan dan teknologi. Konsep mata pelajaran menurut al-ghozali
belum secara rinci mengemukakan kurikulum pendidikan secara utuh.
c. Metode pembelajaran yang ditawarkan hanya terbatas pada uswah hasanah,
padahal ada banyak metode lain yang dapat dipergunakan dalam
pembelajaran. Hal ini agak paradog dengan pemikiran al-Ghozali sendiri yang
menekankan pentingnya pemahaman seoranng pendidik terhadap minat
bakat dan jiwa peserta didik. Seyogyanya pemilihan metode pembelajaran
diselaraskan dengan gaya belajar dan potensi minat bakat peserta didik serta
kompetensi yang henadak diajarkan.
d. Pengklasifikasian ilmu pengetahuan menurut al-Ghozali, patut diduga
mendorong kemunduran peradaban Islam disebabkan adanya dikotomi
pasca pengklasifikasian ilmu pengetahuan. Hal ini terjadi karena ilmu
pengetahuan agama dibangun untuk mengurusi problem trasenden dan
ritual saja yang berakibat pada terjadinya proses reduksi kemerdekaan
berfikir kritis dan kreatifitas manusia sehingga berakses pada wilayah sosial
budaya yang pasif.

7 | Jawaban Soal UAS MK Sejarah Pemikiran Pendidikan Islam Ahmad Faqih 6117014
Berikut ini adalah tabel tentang pemikiran serta kelebihan dan kekurangan
pemikiran tokoh madzhab al-‘aqlany(religius rasional) yakni Al-Farabi.
B. Pemikiran Al-Farabi Tentang Pendidikan
Al-Farabi menjelaskan bahwa tujuan pendidikan adalah untuk
membimbing tiap-tiap individu ke arah kesempurnaan hidup, karena manusia
memang diciptakan untuk tujuan ini. Keberadaan manusia di dunia ini adalah
untuk mendapatkan kebahagiaan dan kesempurnaan hidup tertinggi. Menurut
Farabi, manusia sempurna (al-insan al-kamil) adalah orang yang memiliki teoritis
kebajikan, pengetahuan intelektual dan moral praktis, yang kemudian
diterapkan secara sempurna dalam tingkah lakunya sehari-hari. Dalam
pandangan al-Farabi, pendidikan merupakan kombinasi dari kegiatan belajar
dengan tindakan praktis, pengetahuan yang didapatkan harus diaplikasikan
dalam kehidupan nyata.
Menurut al-Farabi, pembinaan dan tegaknya moralitas dalam masyarakat
merupakan bagian dari tujuan pendidikan. Dalam pandangannya, kehidupan
masyarakat akan tenang dan teratur apabila terciptanya keseimbangan moral
dalam masyarakat tersebut. Untuk mendapatkan hal yang demikian, dalam
pandangannya hanya dapat ditempuh dengan adanya pendidikan. Apabila nilai-
nilai moral hilang dari masyarakat, maka kehidupan masyarakat tersebut akan
rusak.
Terkait dengan metodologi pembelajaran, al-Farabi menjelaskan bahwa
masyarakat itu secara umum dapat dibedakan dalam dua kategori, yaitu
masyarakat elit dan masyarakat umum. Al-Farabi menjelaskan bahwa
pendidikan harus diberikan kepada semua masyarakat, namun metode
pengajaran harus disesuaikan menurut kelompok tertentu. Metode pengajaran
dapat dijalankan dalam berbagai variasi sesuai materi ajar. Misalnya, untuk
mengajarkan tentang konsep kebajikan yang bersifat teoritis, maka dalam hal ini
dapat diadopsi metode demonstrasi. Sementara itu, untuk mengajar seni dan
kerajinan tangan, maka metode yang dapat diadopsi yaitu metode persuasi.
Penggunaan metode ceramah dapat dipadukan dengan metode demonstrasi. Al-
Farabi juga memperkenalkan metode dialog dan diskusi dalam pengajaran-
metode ini nampaknya terinspirasi dari pemikiran Plato, dan bahkan ia
menganggap metode ini penting diterapkan dalam pengajaran.
al-Farabi menjelaskan bahwa, pemahaman seseorang itu diperoleh lewat
mendengar apa yang disampaikan oleh pengajar (metode ceramah) dan dengan
cara mencontoh apa yang dipraktekkan oleh seorang pengajar, setelah ia
mengobservasi apa yang dilakukan oleh pengajar. Metode ini bisa disebut
sebagai metode imitasi atau pemodelan.
Dalam pandangan al-Farabi, imajinasi memiliki posisi penting dalam
pendidikan. penggunaan metode pemodelan atau imitasi dapat
mengembangkan imajinasi pembelajar, karena pembelajaran tersebut
menghasilkan suatu kesan imajinatif pada diri pembelajar. Berikutnya, al-Farabi
juga memperkenalkan metode habituasi (pembiasaan) dalam pengajaran.

8 | Jawaban Soal UAS MK Sejarah Pemikiran Pendidikan Islam Ahmad Faqih 6117014
Nampaknya, pemikiran al-Farabi terkait hal ini terinspirasi dari sebagian
pemikiran Aristoteles mengenai hakikat kebajikan dan cara memperolehnya.
Menurut al-Farabi, seorang guru harus menjunjung tinggi moralitas dan
menerapkannya dalam kehidupan nyata, serta guru harus senantiasa terus
belajar. Profesi guru harus dijalankan secara sukarela (ikhlas) tanpa merasa
terbebani dan terpaksakan. Seorang guru harus memenuhi persyaratan ilmiah
dan pendidikan. Seorang guru harus memiliki keterampilan untuk
mendemonstrasikan materi ajar, serta memiliki kemampuan untuk memberikan
pemahaman yang baik kepada orang yang diajarkan.
Terkait kurikulum dalam pandangan al-Farabi, pembelajaran harus
dimulai dengan mengajarkan murid tentang bahasa beserta strukturnya.
Menurutnya, bahasa adalah instrumen yang cukup penting dalam pendidikan,
karena dengannyalah siswa dapat mengekpresikan dirinya seperti orang yang
berbicara di hadapannya. Tanpa adanya kemampuan berbahasa, siswa akan sulit
memahami pembicaraan orang atau ia akan sulit untuk memberikan
pemahaman kepada orang lain. Setelah aspek bahasa, berikutnya materi yang
harus diajarkan adalah logika, matematika, ilmu alam, teologi, kewarganegaraan
(ilmu politik), fiqih dan teologi akademis. Nampaknya, dalam melakukan
klasifikasi mata pelajaran berikut penjenjangannya seperti tersebut di atas, al-
Farabi juga terpengaruh dengan beberapa pemikiran Plato.
Dalam pandangan al-Farabi, evaluasi pembelajaran penting dilaksanakan
dalam setiap pengajaran, untuk mengetahui tingkat kemampuan, pemahaman
dan keterampilannya setelah melewati satu jenjang masa pengajaran atau
pelatihan.

B.1. Kelebihan Pemikiran al-Farabi


a. Al-Farabi menjelaskan bahwa tujuan pendidikan adalah untuk
membimbing tiap-tiap individu ke arah kesempurnaan hidup hingga
menjadi insal kamil. Hal ini sangat kontekstual dengan tujuan pendidikan
nasional dimana peserta didik tatkala telah menyelesaikan pendidikannya
diharapkan memiliki kompetensi yang utuh baik pada aspek
pengetahuan, ketrampilan, sikap serta beriman dan bertaqwa kepada
Allah SWT. dan berkerpibadian mulia.
b. Al-Farabi berpandangan bahwa pendidikan merupakan kombinasi dari
kegiatan belajar dengan tindakan praktis, pengetahuan yang didapatkan
harus diaplikasikan dalam kehidupan nyata. Hal ini selaras dengan konsep
pendidikan modern yang menuntut tidak hanya mengajarkan aspek
konseptual tapi juga dituntut untuk kontekstual.
c. Terkait dengan metodologi pembelajaran, al-Farabi menjelaskan bahwa
metode pengajaran dapat dijalankan dalam berbagai variasi sesuai materi
ajar. Beliau juga menawarkan beraneka ragam metode pembelajaran
diantaranya; metode demonstrasi, metode persuasi, metode ceramah
metode dialog dan diskusi, metode imitasi atau pemodelan serta metode
habituasi (pembiasaan). Pemikiran ini sangat relevan dengan pendidikan

9 | Jawaban Soal UAS MK Sejarah Pemikiran Pendidikan Islam Ahmad Faqih 6117014
modern dimana pendidikan modern mendorong penggunaan multi
metode dan multi sumber dalam kegiatan belajar mengajar.
d. Al-Farabi juga memiliki pandangan yang cukup maju dan operasional
terkait kurikulum dan evaluasi belajar. Konsepsi kurikulum yang
ditawarkan masih cukup memiliki relevansi dengan praktik pendidikan
modern. Beliau juga sedikit dari tokoh yang menekankan pentingnya
kegiatan evalusi, dimana evaluasi adalah salah satu unsur utama dalam
sistem belajar mengajar di lembaga pendidikan modern.

B.2. Kekurangan Pemikiran al-Farabi


a. Pemikiran Al-farabi cenderung dipengaruhi oleh pemikiran para fiosof
barat seperti Aristoteles dan Plato. Pada satu sisi ini dapat menjadi
kelebihan tapi disatu sisi bisa menjadi aspek kelemahan. Pengaruh
pemikiran filosof terutama dalam aspek metode pembelajaran
dikhawatirkan mendorong efek faham “rasionalisasi” dan mereduksi
keyakinan tentang “campur tangan Tuhan” dalam keberhasilan proses
belajar mengajar.
b. Pandangan Al-farabi tentang profesi guru harus dijalankan secara sukarela
(ikhlas) tanpa merasa terbebani dan terpaksakan. Hal ini berseberangan
dengan konsep pendidikan modern yang mengklasifikasikan pendidik
sebagai sebuah profesi. Oleh karena profesi maka seorang guru memiliki
hak dan kewajiban professional seperti gaji dan lain-lain. Bahkan dalam
Undang-Undang Guru dan Dosen, guru berhak untuk mendapatkan
kesejahteraan yang layak serta dipaksa untuk melaksanakan kewajiban-
kewajiban berupa tugas pokok dan fungsi seorang guru.
c. Pandangan Al-Farabi tentang kriteria guru dan murid terkesan kurang
mendalam. Al-Farabi belum memberikan deskripsi secara cukup tentang
relasi guru dan peserta didik. Padahal dalam pendidikan modern relasi
antara guru dan peserta didik sangat krusial. Akhir-akhir ini banyak
bermunculan sengketa relasi (kriminalisasi) guru dan murid. Diskursus ini
mengemuka terutama menyangkut UU perlindungan anak, perlindungan
HAM serta perlindungan profesi guru.
d. Pemikiran Al-Farabi belum menyebutkan peran penting orang tua,
lingkungan dan pemerintah dalam keberhasilan pendidikan seorang
peserta didik. Padahal pendidikan modern sangat meyakini pengaruh dan
peran orang tua dan pemerintah dalam pendidikan serta besarnya
pengaruh lingkungan dalam kelancaran kegiatan belajar dan mengajar.

Berikut ini adalah pemikiran serta kelebihan dan kekurangan pemikiran tokoh
madzhab alal-zaroi’iy (pragmatis instrumentalis) yakni Ibnu Khaldun.
C. Pemikiran Ibnu Khaldun Tentang Pendidikan
Ibnu Khaldun Membagi pikiran (al-‘aql) manusia menjadi beberapa
tingkatan

10 | Jawaban Soal UAS MK Sejarah Pemikiran Pendidikan Islam Ahmad Faqih 6117014
1. Al-‘aql al-tamyīzī (discerning intellect) adalah kemampuan pemahaman
intelek manusia terhadap segala sesuatu di alam semesta,
2. Al-‘aql al-tajrībī (experimental intellect), kemampuan berpikir yang
memperlengkapi manusia dengan ide-ide dan perilaku yang dibutuhkan
dalam mengatur interaksi sesama manusia.
3. Al-‘aql al-naẓarī (speculative intellect), kemampuan berpikir yang
memperlengkapi manusia dengan pengetahuan hipotetik (hypothethical
knowledge) mengenai sesuatu yang berada di belakang persepsi alat indera
(sense of perception) tanpa tindakan praktis yang menyertainya
Bagi ibnu khaldun, setiap manusia dilahirkan dalam keadaan fitrah. Ia
memaknai fitrah sebagai potensi-potensi laten yang bertransformasi menjadi
aktual setelah mendapat pengaruh dari luar. pengembangan potensi diri (fitrah)
manusia tersebut harus dilakukan dan menjadi keharusan dari pengajaran dan
pendidikan. Pendidikan adalah suatu hal yang alami dalam peradaban manusia,
dimana dapat dicapai melalui suatu kebiasaan (malakah) untuk memperoleh
ilmu melalui kegiatan terprogram (ta’līm) dan aktivitas ilmiah (pengalaman)
Menurut ibnu Khaldun, tujuan pendidikan adalah ;
1. Mempersiapkan seseorang dari segi keagamaan yaitu mengajarkannya syiar-
syiar agama menurut al-Qur’an dan sunnah, sebab dengan jalan itu potensi
iman itu diperkuat sebagaimana halnya dengan potensi-potensi lain yang
jika telah mendarah daging maka ia seakan-akan menjadi fitrah.
2. Menyiapkan seseorang dari akhlak.
3. Menyiapkan seseorang dari segi kemasyarakatan atau social.
4. Menyiapkan seseorang dari segi vokasional atau pekerjaan. Dikatakannya
bahwa mencari dan menegakkan hidupnya mencari pekerjaan sebagaimana
ditegaskannya pentingnya pekerjaan sepanjang umur manusia, sedang
pengajaran atau pendidikan dianggapnya termasuk di antara keterampilan-
keterampilan itu.
5. Menyiapkan seseorang dari segi pemikiran, sebab dengan pemikiranlah
seseorang itu dapat memegang berbagai pekerjaan dan pertukangan atau
keterampilan tertentu seperti telah diterangkan di atas.
6. Menyiapkan seseorang dari segi kesenian, di sini termasuklah musik, syair,
khat, seni dan lain-lain.
Selanjutnya ibnu Khaldun mengajukan beberapa metode pembelajaran
yaitu;
1. Metode Pentahapan (Tadarruj); Pengajaran hendaknya dilakukan secara
berangsur-angsur, setapak demi setapak dan sedikit demi sedikit.
2. Metode Pengulangan (Tikrārī); guru hendaknya mengulang kembali pada
pembahasan pokok dan mengangkat pengajaran pada tingkat yang lebih
tinggi.
3. Metode Karyawisata (Riḥlah); sebaiknya dilakukan perlawatan dalam
menuntut ilmu karena dengan cara ini murid-murid akan mudah
mendapatkan sumber-sumber pengetahuan yang banyak sesuai dengan

11 | Jawaban Soal UAS MK Sejarah Pemikiran Pendidikan Islam Ahmad Faqih 6117014
tabiat eksploratif anak, dan pengetahuan mereka akan didasari atas
observasi langsung lewat pengamatan inderawinya.
4. Metode Latihan atau Praktek (Tadrīb); mengajarkan ilmu melalui
pelaksanaan lapangan dan latihan (praktek) setelah proses pemahaman ilmu
dilakukan (teori).

C.1. Kelebihan Pemikiran Ibnu Khaldun


Kelebihan Pemikiran ibnu khaldun adalah :
1. Pemikirannya tentang manusia dan akalnya sangat holistik mencakup definisi
manusia, potensi yang ada dalam diri manusia serta cara
mengembangkannya. hal ini masih sangat kontektual bila dikomparasikan
dengan teori otak maupuan filsafat pendidikan modern.
2. Pemikirannya tentang pembagian aqal menunjukkan bahwa ia telah
memahami adanya konsep praduga, eksperimentasi maupun dugaan
(hipotesis). Hal ini sangat relevan dengan sistematika / metode berfikir
ilmiah dalam kegiatan penelitian dan kajian ilmiah modern.
3. Rumusan tujuan pendidikannnya tidak hanya dalam perspektif religius tapi
juga menyentuh dimensi duniasi yakni penyiapan skill vokasional dan seni.
4. Empat macam metode pembelajaran yang diusulkannya hingga saat ini
masih relevan untuk diterapkan dalam kegiatan belajar mengajar. Empat
metode tersebut hingga saat ini masih diimplementasikan serta masih
berkesuaian dengan teori pedagogik mutakhir.

C.2. Kekurangan Pemikiran Ibnu Khaldun


Sementara itu kelemahan dari pemikiran ibnu khaldun adalah ;
1. Pemikirannya masih terlalu kental dengan perspektif religius, hal ini terlihat
pada pemikirannya tentang pembagian ilmu maupun dominasi aspek religius
dalam rumusan tujuan pendidikan yang ditawarkan.
2. Pemikiran pendidikannya belum menyentuh pada aspek sarana prasarana
pendidikan apalagi tentang peran "pihak ketiga" selain guru dan murid
(maksudnya orang tua, pemerintah dll) dalam pendidikan.
3. Belum memberikan tawaran yang cukup memadai terkait dengan kurikulum
pendidikan serta tidak ada pembahasan mengenai pembiayaan pendidikan.
4. Belum mengulas tentang konsep pengelolaan lembaga pendidikan.
Pendidikan baru dipahami sebagai interaksi guru murid secara ansich, tanpa
sentuhan manajemen. Hal ini bisa jadi di jaman itu karena pendidikan
sebagai sebuah institusi belum berkembang.
5. Belum memasukkan pengaruh budaya dan kondisi sosial masyarakat sebagai
faktor yang dapat "mendorong" maupun "mengganggu" proses pendidikan.

12 | Jawaban Soal UAS MK Sejarah Pemikiran Pendidikan Islam Ahmad Faqih 6117014
Soal Nomor 3
Dalam sejarah pendidikan Islam tercatat bahwa Islam pernah mencapai puncak kejayaan
ilmu pengetahuan pada abad pertengahan, dan mulai meredup serta mengalami
kemunduran sejak abad 13 M.
(a) Uraikan apa faktor-faktor yang menyebabkan kemajuan dan kemunduran tersebut,
(b)Bagaimana pendapat anda agar pendidikan Islam (baik yang secara eksplisit
menamakan diri dengan lembaga pendidikan Islam maupun tidak) dapat mengejar
ketertinggalannya?

JAWABAN
(a) Puncak kejayaan ilmu pengetahuan islam terjadi pada masa Khalifah Harun al Rasyid
dan putranya, Al Ma’mun serta khalifah-khalifah sesudahnya hingga sampai masa
AlMutawakkil. Pada masa Harun al Rasyid, kekayaan negara yang banyak
sebagianbesar dipergunakannya untuk mendirikan rumah sakit, membiayai
pendidikankedokteran dan farmasi.
Sementara pada masa Al Ma’mum, ia gunakan untukmenggaji penerjemah-
penerjemah dari golongan Kristen, Sabi, dan bahkanpenyembah binatang untuk
menerjemahkan berbagai buku berbahasa asing ke dalambahasa Arab, serta
mendirikan Bait al Hikmah sebagai pusat penerjemahan danakademi yang
dilengkapi dengan perpustakaan. Di dalamnya diajarkan berbagaicabang ilmu,
seperti kedokteran, matematika, geografi dan filsafat.
Disamping itu,masjid-masjid juga merupakan sekolah, tempat untuk mempelajari
berbagai macamdisiplin ilmu dengan berbagai halaqah di dalamnya.Pada masanya,
kota Bagdadmenjadi pusat kebudayaan dan ilmu pengetahuan2

A. Faktor-faktor Kemajuan
Masyarakat Islam pada masa Abbasiyah ini, mengalami kemajuan
ilmupengetahuan yang sangat pesat yang dipengaruhi oleh dua faktor yaitu :
a. Faktor Politik
Faktor politik yang mempengaruhi perkembangan dan kemajuan peradaban
Islam,adalah sebagai berikut :
1. Pindahnya ibu kota negara dari Syam ke Irak dan Bagdad sebagai Ibu kotanya
[146 H]. Bagdad pada waktu itu merupakan kota yang paling tinggi
kebudayaannya dan sudah lebih dahulu mencapai tingkat ilmu pengetahuan
yang lebih tinggi dari Syam1. Disamping itu wilayah kekuasaan Islam ketika itu
terbagi dua : bagian Arab yang terdiri atas Arabia, Irak, Suriah, Palestina, Mesir,
dan Afrika Utara berpusat di Mesir, dan bagian Persia yang terdiri atas Balkan,
Asia Kecil, Persia dan Asia Tengah berpusat di Iran. Semua inimerupakan pusat-
pusat ilmu pengetahuan dan filsafat Yunani.
2. Banyaknyacendekiawan yang diangkat menjadi pegawai pemerintahan dan
istana. Khalifahkhalifah Abassiyah, misalnya Al Mansur, banyak mengangkat
pegawaipemerintahan dan istana dari cendekiawan-cendekiawan Persia. Yang

1
Ahmad Amin,[tt], Dhuha al-Islam, Dar al-Kitab al-Arabi, Beirut, hlm. 14., dalam Anur Rahim Faqih dan Munthoha,
1998,Pemikiran dan Peradaban Islam, UII Press, Yogyakarta, hlm.36

13 | Jawaban Soal UAS MK Sejarah Pemikiran Pendidikan Islam Ahmad Faqih 6117014
terbesardan banyak berpengaruh pada mulanya ialah keluarga Barmak dan
kemudian,seperti jabatan Wazir yang diberikan Al Mansur kepada Khalid bin
Barmak dankemudian turun-temurun ke anak dan cucu-cucunya. Keluarga
Barmak ini berasaldari Bactra dan dikenal sebagai keluarga yang gemar pada
ilmu pengetahuanserta filsafat dan condong pada paham Mukhtazilah. Mereka
di samping sebagaiwazir, juga menjadi pendidik anak-anak khalifah2.
3. Diakuinya Muktazilahsebagai mazhab resmi negara pada masa khalifah Al
Ma’mum pada tahun 827 M. Mukhtazilah adalah aliran yang menganjurkan
kemerdekaan dan kebebasanberpikir pada manusia. Aliran ini telah berkembang
dalam masyarakat terutamapada masa Dinasti Abassiyah I.

b. Faktor sosiografi
Faktor sosiografi yang mempengaruhi perkembangan dan kemajuan peradaban Islam,
adalah sebagai berikut :
1. Meningkatnya kemakmuran umat Islam pada waktu itu. Menurut Ibn Khaldun
sebagaimana dikutip oleh Ahmad Amin, ilmu itu seperti industri, banyak atau
sedikitnya tergantung kepada kemakmuran kebudayaan, dan kemewahan
masyarakat5. Kemakmuran yang dicapai oleh umat Islam ketika itu seakan-akan
hanya terdapat dalam alam khayal. Hikayat Alf Lailah wa Lailah adalah cerita
yang menggambarkan kehidupan mewah pada masa itu3.
2. Luasnya wilayah kekuasaan Islam menyebabkan banyak orang Persia dan
Romawi yang masuk Islam kemudian menjadi muslim yang taat. Hal ini
menyebabkan perkawinan campuran yang melahirkan keturunan yang tumbuh
dengan memadukan kebudayaan kedua orang tuanya. Hal ini banyak dilakukan
oleh khalifah, panglima, gubernur, menteri, dan para pembesar lainnya.
Golongan keturunan ini sangat menonjol pada zaman Abbasiyah karena mereka
mempunyai keistimewaan dalam bentuk tubuh, kecerdasan akal, kecakapan
berusaha, berorganisasi, bersiasat dan terkemuka dalam segala bidang
kebudayaan4.
3. Pribadi beberapa khalifah pada masa itu, terutama pada masa Dinasti Abbasiyah
I, seperti Al Mansur, Harun al Rasyid, dan Al Ma’mum yang sangat mencintai ilmu
pengetahuan sehingga kebijaksanaanya banyak ditujukan kepada kemajuan ilmu
pengetahuan.
4. Selain itu semua, menurut Ahmad Amin, karena permasalahan yang dihadapi
oleh umat Islam semakin kompleks dan berkembang. Maka, untuk mengatasi
semua itu diperlukan pengaturan, pembukuan dan pembidangan ilmu
pengetahuan, khususnya ilmu-ilmu naqli yang terdiri dari ilmu agama, bahasa,
dan adab. Adapun ilmu aqli, seperti kedokteran, manthiq, dan ilmu-ilmu
riyadhiyat, telah dimulai oleh umat Islam dengan metode yang teratur.5

2
Harun Nasution, 1988, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspek, UI Press, Jakarta, Hlm 69.
3
A. Hasjmi,1993, Sejarah Kebudayaan Islam, Cet. Ke-4, Bulan Bintang, Jakarta. hlm. 48
4
Ibid, hlm. 245
5
Opcit, Ahmad Amin, [tt]. Hlm. 14.

14 | Jawaban Soal UAS MK Sejarah Pemikiran Pendidikan Islam Ahmad Faqih 6117014
c. Aktivitas Ilmiah
Ada beberapa aktivitas ilmiah yang berlangsung di kalangan umat Islam pada masa
dinasti Abbasiyah yang mengantar mereka mencapai kemajuan di bidang ilmu
pengetahuan, yaitu
1. Penyusunan Buku-buku Ilmiah
Aktivitas penyusunan buku ini, sebagaimana di utarakan oleh Syalabi berjalan
melalui tiga fase. Fase pertama adalah pencatatan pemikiran atau hadis atau hal-
hal lain pada kertas kemudian dirangkap. Fase kedua pembukuan pemikiran-
pemikiran atau hadis-hadis Rasulullah dalam satu buku, misalnya menghimpun
hukum-hukum fikih dalam buku tertentu dan sejarah dalam buku tertentu pula.
Fase ketiga adalah penyusunan dan pengaturan kembali buku yang telah ada
kedalam pasal-pasal dan bab-bab tertentu6. Penyusunan buku-buku ini
berlangsung pada masa dinasti Abbasiyah I [132- 232 H ]. Pada masa
sebelumnya, ulama-ulama mentransfer ilmu mereka hanya melalui hafalan atau
lembaran-lembaran yang tidak teratur. Pada tahun 143 H, barulah mereka
menyusun hadis, fikih, tafsir dan banyak buku dari berbagai bahasa yang meliputi
segala bidang ilmu yang telah berhasil diterjemahkan ke dalam bahasa Arab
dalam bentuk buku yang tersusun secara sistematis.
2. Penerjemahan
Penerjemahan merupakan aktivitas yang paling besar peranannya dalam
mentransfer ilmu pengetahuan yang berasal dari buku-buku bahasa asing,
seperti bahasa Sansekerta, Suryani atau Yunani ke dalam bahasa Arab. Pada
dasarnya, penerjemahan dari bahasa asing ke bahasa Arab telah dilakukan sejak
masa Amawiyah, seperti yang dilakukan oleh Khalid bin Yazid yang
memerintahkan sekelompok orang yang tinggal di Mesir untuk menerjemahkan
buku-buku tentang kedokteran, bintang dan kimia yang berbahasa Yunani ke
dalam bahasa Arab7. Demikian juga khalifah Umar bin Abd al-‘ Aziz menyuruh
menerjemahkan buku-buku kedokteran ke dalam bahasa Arab. Namun,
penerjemahan ini menurut Daudy pada umumnya hanya dilakukan orang-orang
yang berkepentingan serta dilakukan terhadap buku-buku yang ada kaitannya
langsung dengan kehidupan praktis11. Setelah kekuasaan berpindah ke tangan
khalifah Abbasiyah, aktivitas penerjemahan semakin berkembang dengan pesat.
Khalifah Al Mansur misalnya, sangat mencintai ilmu pengetahuan terutama ilmu
bintang, sehingga ia menyuruh Muhammad bin Ibrahim al-Fazzazi [ahli falak
pertama dalam Islam] untuk menerjemahkan buku Sindahind, buku ilmu falak
dari India ke dalam bahasa Arab, juga beberapa buku lain tentang ilmu hitung
dan angka- angka India8.
Pada masa khalifah Harun al Rasyid, penerjemahan terus berlanjut dan mulai
diterjemahkan buku-buku ilmu pengetahuan Yunani. Orang-orang yang dikirim
ke kerajaan Romawi untuk membeli manuscripts. Pada mulanya yang

6
Ahmad Syalabi, 1978, Mausu’ah Tarikh al-Islami wa al-Hadharah al-Islamiyah, Juz.III, cet.ke-6, Maktabah al-Nahdhah alMishiyah,
Kairo, hlm. 234-235., dalam Aurnur Rahim Faqih dan Munthohah, 1998, hlm.38
7
Hassan Ibrahim Hassan, 1989 Sejarah dan Kebudayaan Islam, Kota Kembang,Yogyakarta. Hlm.345
8
Opcit, Ahmad Amin, [tt]. Hlm. 14

15 | Jawaban Soal UAS MK Sejarah Pemikiran Pendidikan Islam Ahmad Faqih 6117014
dipentingkan ialah buku-buku mengenai kedokteran, kemudian ilmu
pengetahuan lain dan filsafat. Buku-buku itu diterjemahkan terlebih dahulu ke
dalam bahasa siriac, bahasa ilmu pengetahuan di Mesopotamia waktu itu,
kemudian baru ke dalam bahasa Arab 9. Menurut Hitty, orang-orang Nestor
Syriahlah yang pertama menerjemahkan buku-buku tersebut dalam bahasa
siriac. Aktivitas penerjemahan mencapai puncaknya pada masa Al Ma’mum.
Khalifah ini juga seorang cendekiawan yang sangat besar perhatiannya kepada
ilmu pengetahuan. Pada tahun 832 M, Al Ma’mum mendirikan Bait al Hikmah di
Bagdad sebagai akademi pertama, lengkap dengan teropong bintang,
perpustakaan dan lembaga penerjemahan.
Selain kota Bagdad, aktivitas penerjemahan juga terdapat di kota Haran, kota
Marwa [Persia Tengah] dan Jundaisabur [Barat Persia]. Setelah masa Al Ma’mum,
penerjemahan berjalan terus, bahkan tidak hanya menjadi urusan istana, tetapi
telah menjadi urusan pribadi oleh orangorang yang gemar dan mencintai ilmu,
misalnya Muhammad, Ahmad dan alHasan anak-anak Musa bin Syakir yang telah
menafkahkan sebagian besar hartanya untuk penerjemahan buku-buku10.
3. Pensyarahan
Menjelang abad ke 10 M, kegiatan kaum muslimin bukan hanya menerjemahkan,
bahkan mulai memberikan syarahan ( penjelasan ) dan melakukan tahqiq (
pengeditan ). Pada mulanya muncul dalam bentuk karya tulis yang ringkas, lalu
dalam wujud yang lebih luas dan dipadukan dalam berbagai pemikiran dan
petikan, analisis dan kritik yang disusun dalam bentuk bab-bab dan pasal-pasal.
Bahkan dengan kepekaan mereka, hasil kritik dan analisis itu memancing lahirnya
teori-teori baru sebagai hasil renungan mereka sendiri. Misalnya apa yang telah
dilakukan oleh Muhammad bin Musa al Khawarizmi dengan memisahkan aljabar
dari ilmu hisab yang pada akhirnya menjadi ilmu tersendiri secara sistematis.
Pada masa inilah lahir karya-karya ulama yang telah tersususn rapi.11
B. Faktor-Faktor Penyebab Kemunduran
Kejayaan daulat Abbasiyah dalam rentang waktu yang cukup panjang dan
sempat menempatkan diringa sebagai negara terkuat dan tertinggi ketika itu,
ternyatadalam perjalanannya banyak menjumpai tantangan dan gerakan-gerakan
yangmengganggu stabilitas pemerintahan ini, baik yang bersifat intern maupun
yangbersifat ekstern, serta gerakan-gerakan yang bertendensi politik maupun
keagamaandan lain sebagainya. Itulah diantara beberapa hal yang menyebabkan
mundurnyadaulat ini.
Secara histories, ada beberapa faktor yang menyebabkan kemundurannya,yaitu:
a. Konflik Keagamaan
Konflik yang bernaung di bawah label keagamaan ini mempunyai beberapa latar
belakang baik yang bersifat politik, seperti Syiah dan Khawarij, yang bercorak teologi

9
Opcit, Harun Nasution, 1985, hlm. 11
10
Opcit, Hassan Ibrahim Hassan, 1989, Hlm. 346
11
Ibid, Hlm 347

16 | Jawaban Soal UAS MK Sejarah Pemikiran Pendidikan Islam Ahmad Faqih 6117014
seperti Muktazilah dengan Sunni, maupun yang cenderung untuk menyeleweng, seperti
kaum zindik.
b. Persaingan Antarbangsa
Dinasti Abbasiyah didirikan oleh bani Abbas yang bersekutu dengan orangorang
Persi. Persekutuan ini dilatarbelakangi oleh persamaan nasib kedua golongansemenjak
masa bani Umayyah. Setelah Abbasiyah berdiri persekutuan ini tetapterjaga.Pada masa
Al Mansur, dari keluarga mereka ada yang diangkat menjadi waziryang membawahi
kepala-kepaladepartemen, seperti Khalid bin Barmak. Bahkan AlMansur pun
mengangkat tentara Persi sebagai pengawalnya12. Meskipun demikian,orang-orang Persi
tidak merasa puas. Mereka menginginkan sebuah dinasti denganraja dan pegawai dari
Persi pula. Hal ini tampak ketika terjadi perang antara Al Amindan Al Ma’mun.
Peperangan ini sebenarnya bukan perang saudara sematamelainkan secara tidak
langsung merupakan perang antara dua suku, Arab danPersi. Al Amin adalah anak Harun
al Rasyid dari isteri Zubaidah, keturunan Arab.Sedangkan Al Ma’mun putera Harun Al
Rasyid dari isterinya Mrajil, keturunan PersiLebih dari itu, Al Amin dalam mengambil
keputusan banyak dipengaruhi oleh Sahalbin Rabi’ dan pembesar kerajaan yang lain,
yang terdiri dari orang-orang Arabsebagai pendukung utamanya. Sementara Al Ma’mun,
berada di bawah penasihatorang Persi, Sahal bin Badal dan pejabat-pejabat lainnya yang
mayoritasmerupakan orang-orang Persi. Dukungan orang Persi itu tampak pula ketika
merekamenyebut Al Ma’mun sebagai “ anak dari saudara perempuan atau salah
seorangdiantara kita”.
c. Perebutan Kekuasaan di Kalangan Istana
Seperti tradisi bani Umayyah, di kalangan keluarga istanadaulat Abbasiyah sering
pula terjadi perselisihan pendapat, bahkan sampai menimbulkan peperangan. Hal ini
antara lain disebabkan pengangkatan seorang putera mahkota yang dikehendaki oleh
khalifah yang sedang berkuasa. Di sisi lain, khalifah yang akan menduduki jabatan itu
sudah ada. Al Mansur, misalnya mengangkat anaknya Al Mahdi sebagai putera mahkota.
Padahal semestinya hal itudiserahkan kepada anak saudaranya, Isa bin Musa,
sebagaimana yang diamanatkan As Saffah, pendahulunya, yang mengangkat kedua
saudaranya, Al Mansur dan kemenakannya Isa bin Musa secara bergiliran85. Selanjutnya
perang antara Al Amin dan Al Ma’mun dilatarbelakangi oleh persaingan dan perebutan
kekuasaan di antara kedua saudara. Padahal masingmasing sudah diberi tanggung jawab
atas daerah-daerah tertentu oleh ayah mereka13.
d. Lemahnya Kekeuatan Pusat
Dengan semakin kuatnya posisi Turki di kalangan militer, sebagai dampak dari
warisan Al Mu’tashim yang mengangkat perwira-perwiranya dari bangsa Turki yang
sebetulnya diharapkan bahwa tentara-tentara tersebut dapat membantu kedudukan
khalifah, ternyata pada masa Al Watsiq mereka membuat keonaran dan muali
menyerbu untuk mendapatkan kekuasaan yang penuh. Kemudian di zaman Al
Mutawakkil, mereka berhasil menikmati sebagian besar dari kekuasaan kerajaan. Pada
zaman Al Muntashir mereka dapat berkuasa penuh.
12
Harun Nasution, dkk.,[tt], Ensiklopedi Islam Indonesia, PT. Djambatan, Jakarta,,hlm.67- 68.
13
Khudhari Bek, 1945, Muhadharat Tarikh al-Ummam al-Islamiyah, al-Istiqamah, Kairo, 52., dalam Aunur Rahim Faqih dan
Munthoha, 1998, hlm. 42-43.

17 | Jawaban Soal UAS MK Sejarah Pemikiran Pendidikan Islam Ahmad Faqih 6117014
Orang-orang Turki, sungguh pun dapat berkuasa penuh, mereka tetap
membiarkan jabatan khalifah dipegang oleh bani Abbas. Hal ini karena kedudukan
khalifah dianggap sebagai jabatan keagamaan yang sacral dan tidak bias diganggu gugat.
Namun, mereka telah berhasil mengatur roda pemerintahan sehingga dapat memilih
dan menjatuhkan khalifah sesuai dengan keinginan mereka sendiri. Kondisi ini terjadi
setelah Al Mutawakkil wafat dan pemerintahan dipimpin oleh khalifah- khalifah yang
lemah. Lemahnya kekhalifahan di pusat menyebabkan daerah-daerah yang jauh
letaknya dari pemerintahan pusat membebaskan diri dari kekuasaan khalifah di pusat
dan mendirikan dinasti-dinasti kecil. 14
e. Kemerosotan Ekonomi
Salah satu sebab mundurnya daulah Abbasiyah adalah
merosotnyaperekonomian mereka. Hal ini antara lain, dilatarbelakangi oleh
menyempitnyawilayah kekuasaan karena munculnya dinasti-dinasti kecil yang
memisahkan diridari kekuasaan pemerintah pusat. Akhirnya pendapatan kas negara
berkurang,karena mereka yang semula membayar upeti kepada khalifah tidak
lagimembayar. Selain itu, pengeluaran pun bertambah banyak karena kehidupan
parakhalifah semakin mewah. Disamping itu, mereka terdorong untuk
melakukanmanipulasi dan korupsi.
Lemahnya ekonomi menyebabkan naiknya pajak. Lahan-lahan banyak
yangterbengkalai dan tidak dimanfaatkan karena penduduk sipil terlibat perang.
Keadaanini semakin bertambah buruk dengan terjadinya banjir di Mesopotamia
sertakelaparan dan wabah penyakit di beberapa propinsi 15. Atas dasar kondisi
yangdemikian inilah mudah bagi suatu negara atau dinasti segera
mengalamikemunduran dan menunggu saat-saat kehancurannya.
f. Faktor Eksternal
Sebelum kedatangan Hulagu (cucu Jengis Khan dari mongol), di bagian barat
wilayah dinasti Abbasiyah telahterjadi perang salib. Selama terjadi perang salib, di
Bagdad sedang terjadikeresahan. Ketika kerajaan mereka sedang terancam perang salib,
mereka tidakmenyadari datangnya bahaya serangan-serangan bangsa Mongol16. Akibat
dari perangan salib dan perang melawan mongol ini juga sangat berpengaruh terhadap
kemunduran kejayaan peradaban islam termasuk dalam bidang pendidikan dan ilmu
pengetahuan.

(b). Untuk mengejar ketertinggalannya, seyognyanya pendidikan islam melakukan


perbaikan diri diantaranya melalui :
1. Perbaikan mutu kelembagaanpendidikan islam .
Hal ini dapat dilakukan melalui peningkatan mutu guru baik pada aspek
pedagogik, profesionalisme, kepribadian maupun kompetensi sosialnya;
penyempurnaan sarana dan prasarana penunjang belajar utamanya ketersediaan buku,
perpustakaan dan laboratorium; penyempurnaan kurikulum pendidikan dengan

14
Ibid 43
15
Opcit, Ahmad Amin, [tt], hlm. 42
16
Opcit, Hasan Ibrahim Hasan, [tt], hlm. 67-68.

18 | Jawaban Soal UAS MK Sejarah Pemikiran Pendidikan Islam Ahmad Faqih 6117014
memperhatikan perkembangan laju ilmu pengetahuan dan teknologi; serta penciptaan
iklim dan lingkungan belajar yang kondusif untuk mendukung efektifitas kegiatan belajar
mengajar.
2. Penyediaan sistem financial support yang mencukupi
Hal ini penting guna mendukung kegiatan operasional lembaga pendidikan serta
untuk mewujudkan kesejahteraan guru sehingga para pendidik dapat fokus
mencurahkan perhatiannya secara penuh dalam kegiatan belajar mengajar. financial
support juga dibutuhkan guna mendorong budaya literasi dan riset dalam kerangka
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Penyediaannya bukan hanya menjadi
tanggung jawab pemerintah tapi juga pihak lain (orang tua dan pihak swasta). hal ini
pada akhirnya diharapkan dapat mewujudkan pendidikan yang berkualitas dengan biaya
pendidikan yang terjangkau oleh masyarakat.
3. Penguatan jaringan kerjasama (net working group)
Saat ini banyak berdiri lembaga pendidikan islam yang bermutu tinggi, tapi disisi
lain mayoritas lembaga pendidikan islam masih ketinggalan mutu pendidikannya. Akan
sangat baik bila dapat terjalin kerjasama antar lembaga pendidikan islam dalam
kerangka berbagi best practice dalam peningkatan mutu pendidikan. Dengan adanya net
working, diharapkan lembaga yang masih ketinggalan mutunya dapat "ngangsu
kaweruh" kepada lembaga yang lebih baik mutunya.
Jaringan kerjasama ini juga dapat dibentuk antara lembaga pendidikan islam
dengan lembaga pendidikan non islam serta dengan berbagai stake holders yang
mempunyai concern yang sama dalam hal peningkatan mutu pendidikan.
4. Penggunaan sistem informasi dan manajemen berbasis teknologi informasi (IT)
Laju perubahan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut
lembaga pendidikan islam untuk turut serta menyesuaikan diri dan memanfaatkannya
untuk perbaikan mutu. dengan dukungan IT, sistem dan manjemen lembaga pendidikan
islam bisa lebih efisien dan efektif serta lebih transparan dan akuntabel. Dengan
dukungan IT juga dapat menyediakan fasilitas pembelajaran yang lebih bermutu, lebih
interaktif untuk mendukung terciptanya enjoyful learning. Misalnya pembelajaran
berbasis digital (e-learning), perputakaan digital (e-library) maupun sumber belajar yang
tak terbatas dari dunia maya.
5. Dukungan kebijakan dari pemerintah
Pemerintah sebagai pemangku kekuasaan tentunya memiliki banyak resource
yang dapat dipergunakan untuk meningkatkan mutu pendidikan islam. peningkatan
mutu pendidikan islam akan sangat dipengaruhi oleh seberapa besar kebijakan
pemerintah dapat berpihak dan mendukung peningkatan mutu pendidikan islam.
Dukungan itu dapat berupa regulasi, anggaran, jaringan kerjasama maupun dukungan
sumber daya manusia serta berbagai program pembangunan dibidang pendidikan
lainnya.

Wallahu A'lamu Bisshowab

19 | Jawaban Soal UAS MK Sejarah Pemikiran Pendidikan Islam Ahmad Faqih 6117014

Anda mungkin juga menyukai