Anda di halaman 1dari 44

NAMA : NOVITA ANGGREANI

NPM : 17012010053
MATA KULIAH : TOTAL QUALITY MANAGEMENT (B)

1.Browsing artikel maupun studi kasus tentang Patok duga dan Perbaikan berkesinambungan.
(Sumber harus ada )
Sumber : http://repo.iain-tulungagung.ac.id/3183/6/Summary.pdf

STRATEGI BENCHMARKING DALAM MENINGKATKAN


KINERJA DI LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM
(Studi Multi Kasus di MTsN Aryojeding dan SMPI Al-Azhaar Tulungagung)

Author by: Laela Fitriana

A.Pendahuluan
Pendidikan Islam dewasa ini seringkali dibanding-bandingkan dengan lembaga pendidikan umum.
Terdapat pula mindset yang beranggapan bahwa lulusan dari madrasah kurang mampu bersaing dengan
mereka yang lulusan dari lembaga umum. Anggapan ini muncul karena sebagian besar lembaga pendidikan
yang ada kurang menjanjikan masa depan dan kurang responsif terhadap tuntutan zaman. Memang tidak
sedikit lembaga pendidikan Islam sekarang ini lebih terfokus pada pelajaran agama saja, dan kurang terlalu
fokus pada pelajaran umum. Sedangkan nilai UN yang terdiri dari pelajaran umum menjadi syarat
kelulusan dan syarat melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. Sehingga sangat mungkin bagi lembaga
pendidikan Islam yang tidak mampu merespon kebutuhan costumer akan kehilangan kepercayaan dari
masyarakat.
Padahal, paling tidak ada tiga hal yang menjadi pertimbangan masyarakat dalam memilih lembaga
pendidikan, yaitu nilai (agama), status sosial, dan citacita. 1 Masyarakat yang terpelajar tentunya lebih
selektif dalam memilih lembaga pendidikan bagi anak-anaknya dengan mempertimbangkan prospektifnya.
Masyarakat akan memilih lembaga yang ideal yaitu lembaga yang mampu mencetak generasi spiritual,
berakhlak, dan juga mampu mengembangkan aspek intelektualnya. Isu yang berkembang dalam masyarakat
itulah yang perlu menjadi perhatian bagi lembaga pendidikan Islam dengan senantiasa melakukan

1Masykuri Bakri, Pengembangan Sumber Daya Manusia dalam Paradigma Islam,


(Surabaya: Visipress Media, 2010), v.
1
perbaikan-perbaikan agar lembaganya semakin produktif dan menghasilkan lulusan yang berkualitas.
Perlu diketahui bahwa lingkungan yang ada sesungguhnya selalu bergerak, berubah, dan membawa
pengaruh yang sangat besar bagi lembaga pendidikan. Diketahui pula bahwa dalam dunia pendidikan
sekarang ini juga semakin kompetitif, mereka berlomba-lomba untuk mencapai mutu yang terbaik,
sehingga bagi lembaga yang biasa-biasa saja dan stagnan (menutup diri) kemungkinan besar akan terseleksi
alam. Hal ini telah nampak pada beberapa lembaga sekolah yang kian hari siswanya kian mengalami
penurunan secara drastis, bahkan sekolah harus menggembor-nggemborkan iming-iming gratis, untuk
menarik minat siswa agar sekolah di lembaga tersebut.2 Perubahan inilah yang seharusnya diantisipasi oleh
lembaga pendidikan dengan mempersiapkan strategi yang berorientasi pada peningkatan mutu dan kinerja
lembaganya, sehingga diharapkan sebuah lembaga mampu mempertahankan eksistensi dan mampu
meningkatkan daya saingnya.
Pandangan baru yang seharusnya dipahami adalah bahwa kompetisi/persaingan bukan merupakan
alasan untuk tidak melakukan kerjasama. Dengan jiwa kompetisi, lembaga pendidikan akan senantiasa
berupaya untuk mengembangkan diri ke arah yang jauh lebih baik. Begitu pula melalui kerjasama, sebuah
lembaga pendidikan bahkan mampu memperkuat dirinya dalam meningkatkan daya saing dengan
menerapkan secara efektif pelajaran-pelajaran yang telah dipelajari secara susah payah oleh lembaga-
lembaga lain yang telah menghadapi situasi-situasi serupa atau masalah-masalah terkait.3
Kerjasama ini sebenarnya telah banyak dilakukan oleh lembaga pendidikan. Kerjasama yang
demikian ini dalam istilah asingnya disebut benchmarking. Benchmarking merupakan sebuah kerjasama
antar lembaga dengan melakukan observasi secara langsung.4 Strategi benchmarking ini pada mulanya
digunakan dalam bidang bisnis untuk mengukur kinerja suatu perusahaan dengan perusahaan lain yang
lebih maju.5
Kegiatan benchmark ini dilakukan oleh sebuah lembaga pendidikan dengan berkunjung ke lembaga
lain untuk proses belajar dan bertukar informasi, yang nantinya hasilnya akan dijadikan sebagai bekal untuk
mengembangkan lembaganya sendiri. Strategi ini sangat efektif untuk merumuskan tujuan jangka panjang
melalui perbaikan kinerja yang berkelanjutan.
Menurut hemat peneliti, sekolah yang telah berhasil menjalankan strategi benchmarking adalah
MTsN Aryojeding dan SMPI Al-Azhaar Tulungagung. Berdasarkan pra-penelitian, kedua lembaga tersebut

2Hasil pembicaraan dengan guru di sebuah lembaga pendidikan.


3 Ibid., 20.
4 Ibid., 16.
5 Ibid., 11.

2
telah menjadikan program benchmarking sebagai strategi untuk membuat patokan-patokan yang harus
dicapai demi kemajuan lembaga. Kedua lembaga tersebut juga telah mampu membuktikan eksistensinya
untuk beberapa tahun terakhir dengan banyak menorehkan prestasi-prestasi yang cukup gemilang dan
mampu melaksanakan program-program pembelajaran yang semakin berkualitas.
Dari pemaparan di atas, penulis tertarik untuk mengaji lebih dalam tentang strategi benchmarking
dalam meningkatkan kinerja lembaga. Oleh karena itu, untuk menjawab semua persoalan tersebut, penulis
ingin meneliti tentang “Strategi Benchmarking dalam Meningkatkan Kinerja di Lembaga Pendidikan
Islam”.
Adapun fokus penelitian meliputi: 1) Bagaimana formulasi benchmarking dalam meningkatkan
kinerja di MTsN Aryojeding dan SMP Islam Al-Azhaar Tulungagung?, 2) Bagaimana implementasi
benchmarking dalam meningkatkan kinerja di MTsN Aryojeding dan SMP Islam Al-Azhaar Tulungagung?,
dan 3) Bagaimana pengendalian benchmarking dalam meningkatkan kinerja di MTsN Aryojeding dan SMP
Islam Al-Azhaar Tulungagung?
B.Kajian Teori 1.Strategi Benchmarking di Lembaga Pendidikan Islam
Terdapat berbagai definisi mengenai benchmarking (patok duga) oleh beberapa para ahli, di
antaranya sebagai berikut:6
1) Gregory H. Watson mendefinisikan patok duga sebagai pencarian secara berkesinambungan dan
penerapan secara nyata praktik-praktik yang lebih baik yang mengarah pada kinerja kompetitif yang
unggul.
2) Goetsch dan Davis mendefinisikan patok duga sebagai proses pembandingan dan pengukuran
operasi atau proses internal organisasi terhadap mereka yang terbaik dalam kelasnya, baik dari
dalam maupun dari luar industri.
3) Menurut Nisjar dan Winardi di dalam Tjuju menyatakan bahwa benchmarking dapat dirumuskan
sebagai aktivitas imitation with modification, dimana di dalam istilah modification sudah
terkandung makna improvement.7
4) Prim Masrokan mendefinisikan benchmarking merupakan kegiatan untuk menetapkan standar, baik
8
proses maupun hasil yang akan dicapai dalam suatu periode tertentu. Untuk kepentingan praktis,
standar tersebut direfleksikan dari realitas yang ada.9
6 Ibid., 232-233.
7Tjutju Yuniarsih dan Suwanto, Manajemen Sumber Daya Manusia: Teori, Aplikasi dan Isu Penelitian,
(Bandung.: Alfabeta, 2011), 48.
8Prim Masrokan Mutohar, Manajemen Mutu Sekolah: Strategi Peningkatan Mutu dan Daya Saing Lembaga
Pendidikan Islam, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2013), 280.
9 Ibid.,

3
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan patok duga (benchmarking)
adalah untuk menemukan kunci atau rahasia sukses dari sebuah lembaga pendidikan lain, lalu
diadaptasi, diseleksi, dan diperbaiki untuk diterapkan pada lembaga pendidikan yang melaksanakan
patok duga (benchmarking) tersebut.
Menurut Finn Frandsen ada 3 manfaat utama dari benchmarking, yaitu: perubahan budaya,
perbaikan kinerja, peningkatan kemampuan sumber daya manusia. 10 Prinsip strategi benchmarking
meliputi: formulasi strategi, implementasi strategi, dan pengendalian strategi. Selanjutnya, prinsip
tersebut dijalankan berdasarkan pada langkah-langkah “Proses Monash” yang terdirir dari 13 langkah,
yakni:11
1) Menetapkan misi lembaga, rencana stratejiknya, dan faktor-faktor kritikalnya.
2) Laksanakan pendidikan pada karyawan, upayakan agar terbentuk komitmen mereka terhadap
perubahan dan terbentuknya tim benchmarking.
3) Pilih topik benchmarking, identifikasi proses-proses kunci yang berkaitan dengan topik, dan
rancang/ukur kinerja prosesnya.
4) Identifikasi, laksanakan penelitian tentang organisasi dengan praktik terbaik (yang paling berhasil
dalam bidang pelayanan publik), atau prosesproses tertentu dan bisa hubungan-hubungan.
5) Tetapkan dan laksanakan standarisasi pengumpulan data.
6) Laksanakan pertemuan-pertemuan dengan para partner, ukur dan gambarkan kinerja mereka.
7) Tentukan kesenjangan kinerja yang berlaku dan identifikasi peluangpeluang perbaikan.
8) Komunikasikan hasil-hasil penemuan benchmarkingkepada para karyawan .
9) Tetapkan dan laksanakan persetujuan tentang rencana implementasi dan jadwal pelaksanaannya.
10) Upayakan untuk menetapkan sumber-sumber daya yang diperlukan.
11) Laksanakan monitoring dan membuat laporan serta mulailah kemajuan yang didasarkan atas target
kinerja.
12) Laksanakan kalibrasi/pengukuran kembali tentang benchmarking dan laksanakan daur ulang
benchmark.
13) Integrasikan hasil-hasil benchmarking ke dalam rencana stratejik (renstra organisasi/lembaga).

10 Ibid., 237.
11Tjutju Yuniarsih dan Suwanto, Manajemen Sumber Daya Manusia… 50.

4
2.Kinerja di Lembaga Pendidikan Islam
12
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi kedua, arti kinerja adalah: (a) Sesuatu yang
dicapai, (b) Prestasi yang diperlihatkan, (c )Kemampuan kerja. Kinerja pada dasarnya merupakan tolok
ukur keberhasilan seseorang dalam melakukan suatu pekerjaan atau dalam melaksanakan tugas-tugas
yang menjadi tanggung jawabnya.
Soetisna dalam Rusyan menuliskan kriteria (indikator) individuindividu yang berorientasi pada
kinerja, sebagaimana yang dinyatakan oleh John L. Hradesky sebagai berikut: 13 a) Kemampuan
Intelektual, b) Ketegasan, c) Semangat/antusiasme, d) Berorientasi pada hasil, e) Kedewasaan, f)
Asertif,
g) Keterampilan Interpersonal, h) Keterbukaan, i) Keinginan, j) Proaktif, k) Pemberdayaan
Kemampuan, dan l) Teknis pengetahuan, keterampilan, keputusan, perilaku, dan tanggung jawab. Pada
dasarnya terdapat faktor-faktor yang turut mempengaruhi kinerja seseorang yang di antaranya yaitu:
kompetensi, kemampuan, kondisi fisik, dan lain sebagainya. Untuk mencapai prestasi kerja, seorang
karyawan perlu memenuhi dua persyaratan pokok, yaitu:14 a) kemampuan untuk berprestasi, dan b)
kemauan untuk berprestasi.

3.Strategi Benchmarking dalam Meningkatkan Kinerja di Lembaga Pendidikan Islam


Keberhasilan suatu lembaga pendidikan sangat tergantung pada kepemimpinan kepala sekolah.
Kepala sekolah sebagai pemimpin lembaga harus mampu membawa lembaganya ke arah tercapainya
tujuan yang telah ditetapkan, dia juga harus mampu melihat perubahan serta mampu melihat tantangan
di era globalisasi. Dengan demikian pendidikan Islam akan responsif terhadap tuntutan masa depan,
yaitu bukan hanya mendidik siswanya menjadi manusia yang saleh tetapi juga produktif. Menurut Malik
Fadjar dalam Marno merumuskan bahwa pendidikan Islam dapat menjadi alternatif apabila dia
memenuhi empat tuntutan sebagai berikut: (a) Kejelasan cita-cita dengan langkah-langkah operasional
di dalam usaha mewujudkan cita-cita pendidikan Islam; (b) Memberdayakan kelembagaan dengan
menata kembali sistemnya; (c) Meningkatkan dan memperbaiki manajemen; (d) Peningkatan mutu
sumber daya manusianya.15

12Tabrani Rusyan dan Sutisna, Kesejahteraan dan Motivasi dalam Meningkatkan Efetivitas Kinerja Guru,
(Jakarta: Intimedia Cipta Nusantara, 2008), 38.
13Rusyan dan Sutisna, Kesejahteraan dan Motivasi …, 39.
14Veithzal Rivai dan Arviyan Arifin, Islamic Leadership (Membangun Super Leadership Melalui Kecerdasan
Spiritual),(Jakarta: Bumi Aksara, 2009), 407.
15Marno dan Triyo Supriyatno, Manajemen dan Kepemimpinan Pendidikan Islam, (Bandung: Refika Aditama,
2008), 57.

5
Kualitas dan perilaku kepala sekolah hendaknya mencakup hal-hal sebagai berikut: (a) Visi yang
kuat tentang masa depan sekolah, dan dorongan terhadap semua staff untuk berkarya menuju
perwujudan visi tersebut; (b) Harapan yang tinggi terhadap prestasi murid dan kinerja staff; (c)
Pengamatan guru di kelas dan pemberian balikan positif dan konstruktif dalam rangka pemecahan
masalah dan peningkatan pembelajaran; (d) Dorongan untuk memanfaatkan waktu pembelajaran secara
efisien dan merancang prosedur untuk mengurangi kekacauan; (e) Pemanfaatan sumber-sumber materiil
dan personil secara kreatif; (f) Pemantauan terhadap murid secara individual dan kolektif dan
memanfaatkan informasi untuk membimbing perencanaan intruksional.16
Kepala sekolah sebagai pemimpin (leader) harus memiliki visi dan misi yang jelas dari lembaga
yang dipimpinnya.17 Sehingga, kepala sekolah harus menjadi pemimpin yang visioner. Pemimpin
visioner adalah pemimpin yang memiliki dan selalu berorientasi ke depan, apa yang ingin diwujudkan
di masa depan dari realitas yang sedang dihadapi. 18 Pemimpin yang visioner itu penting dan akan
menentukan hidup dan matinya sebuah organisasi. Hal ini disebabkan karena seorang pemimpin harus
mampu meramalkan perubahan lingkungan untuk membuat rencana strategis lembaganya.
Ketika seorang kepala sekolah memiliki pandangan visioner, dia harus memiliki strategi dalam
mencapai visi misinya tersebut. Salah satu strategi yang dapat dikembangkan adalah strategi
benchmarking. Strategi benchmarking ini memungkinkan bagi kepala sekolah untuk mengonsep sebuah
perencanaan yang dijadikan sebagai pijakan awal dalam menentukan ke mana arah suatu organisasi
akan dibawa. Melalui strategi benchmarking ini kepala sekolah dapat menjalankan fungsi dan perannya
sebagai inovator, yaitu (1) Memiliki gagasan baru (proaktif) untuk inovasi dan perkembangan madrasah
atau memilih yang relevan untuk kebutuhan lembaganya; (2) Kemampuan mengimplementasikan ide
yang baru tersebut dengan baik; dan
(3) Kemampuan mengatur lingkungan kerja sehingga lebih kondusif.19

C.Metode Penelitian
Fokus penelitian ini adalah strategi benchmarkingdalam meningkatkan kinerja lembaga pendidikan
Islam (Studi Multi Kasus di MTsN Aryojeding dan SMP Islam Al-Azhaar Tulungagung) dengan
menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif peneliti gunakan karena obyek yang diteliti
berlangsung dalam latar yang wajar dan bertujuan untuk mengetahui, memahami, dan menghayati dengan

16 Ibid., 177.
17 Ibid., 38.
18 Ibid., 57.
19 Ibid., 39.

6
seksama dan secara lebih mendalam tentang bagaimana strategi benchmarking dalam meningkatkan kinerja
lembaga pendidikan Islam.
Lokasi penelitian dalam penelitian ini adalah Madrasah Tsanawiyah Negeri Aryojeding dan SMP
Islam Al-Azhaar Tulungagung. Madrasah Tsanawiyah Negeri Aryojeding yang beralamat di jalan Raya
Blitar, Ds. Aryojeding, Kec. Rejotangan, Kab. Tulungagung. Sedangkan Sekolah Menengah Pertama Islam
Al-Azhaar Tulungagung beralamat di jalan Pahlawan III/40, Kec. Kedungwaru, kab. Tulungagung. Alasan
pemilihan kedua lokasi ini adalah terkait dengan penerapan strategi benchmarking yang sukses diterapkan
di kedua lembaga ini.
Untuk mencapai tujuan penelitian, peneliti menetapkan sumber data meliputi: orang, peristiwa,
lokasi, dan dokumen. Sedangkan, untuk dapat memperoleh data secara holistic dan integrative,
pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan tiga teknik yang ditawarkan oleh Bogdan dan Biklen,
yaitu; 1) wawancara mendaman (indepth interview), 2) observasi partisipan (participant observation), 3)
studi dokumentasi (study document).20
Mengingat penelitian dalam tesis ini menggunakan rancangan studi multi kasus, maka analisis
datanya dilakukan dalam dua tahap, yakni: a)Analisis Data Kasus Tunggal
Menurut Miles dan Huberman sebagaimana dikutip oleh Sugiyono, mengemukakan bahwa
aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus
21
sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh. Adapun langkah-langkahnya adalah: a) Reduksi Data,
b) Penyajian Data, dan c) Penarikan Kesimpulan/Verifikasi.
Untuk lebih jelasnya mengenai penjelasan tersebut, lihat bagan dibawah ini:

Pengumpulan Penyajian
Data Data

Reduksi
Data Kesimpulan:
Penggambaran/
Verifikasi

Gambar 3.1 Teknik Analisis Data22


20R. C. Bogdan dan Biklen S. K, Qualitative Research for Education: An Inroduction to Theory and Methods,
(Boston: Allyn and Bacon inc, 1998), 119-143.
21Sugiyono, Metode..., 337. 22Ibid.,

7
b)Analisis Lintas Kasus
Analisis data lintas kasus dimaksudkan sebagai proses membandingkan temuan-temuan yang
diperoleh dari masing-masing kasus, sekaligus sebagai proses memadukan antar kasus. Untuk lebih
jelasnya mengenai data analisis lintas kasus dapat dilihat pada gambar bagan di bawah ini

StrategiBenchmarkingdalam Meningkatkan
Kinerja di MTsN Aryojeding dan SMP
Islam Al-Azhaar Tulungagung

Kasus I, StrategiBenchmarkingdalam Kasus I , StrategiBenchmarkingdalam


Meningkatkan Kinerja di MTsN Meningkatkan Kinerja di SMP Islam-Al
Aryojeding Azhaar Tulungagung

Pengumpulan data Kasus I Pengumpulan data KasusI I

Temuan sementara Kasus I Temuan sementara KasusI I

Analisis lintas kasus

Temuan sementara

Menyusun proposisi lintas


kasus

Temuan akhir

8
D.Hasil Penelitian 1.Formulasi Benchmarking dalam Meningkatkan Kinerja di Lembaga Pendidikan
Islam
Formulasi benchmarking merupakan suatu proses awal yang memiliki bias aksi, bukan hanya
sekedar studi banding atas suatu proses pendidikan di lembaga lain yang lebih unggul, akan tetapi
bagaimana agar hasil benchmarking tersebut dapat menjadi patokan untuk diimplementasikan di
lembaga yang melakukan benchmark. Melalui formulasi benchmarking yang komprehensif, sebuah
lembaga pendidikan akan mampu membuat sebuah patokan dalam menjabarkan rencana-rencana yang
lebih spesifik ke arah tujuan-tujuan yang lebih luas.22
Formulasi benchmarking yang komprehensif merupakan sebuah kegiatan perencanaan yang
berorientasi pada wawasan yang luas untuk memprediksi segala kemungkinan-kemungkinan yang
terjadi di masa yang akan datang. Kegiatan formulasitidak terlepas dari peran kepala sekolah sebagai
konseptor dan penggerak dari seluruh sumber daya sekolah. Dalam melakukan formulasi strategi
benchmarking komprehensif ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yakni:
Pertama, berorientasi pada visi dan misi lembaga. Sebuah lembaga pendidikan harus
menjadikan visi dan misi sebagai penentu arah dalam membuat kebijakan. Kebijakan yang dibuat
haruslah tanggap dan responsif terhadap kemungkinan yang terjadi di masa yang akan datang, yaitu
bukan hanya mendidik siswanya menjadi manusia yang saleh tetapi juga produktif. Hal ini sebagaimana
visi dan misi yang dimiliki MTsN Aryojeding dan SMP Islam Al-Azhaar yang substansinya sama yaitu
mewujudkan peserta didik yang Islami dan juga berprestasi.23
Kedua, memahami karakteristik lembaganya sendiri. Setiap lembaga memiliki karakteristik yang
berbeda-beda. Karakter ini bisa menjadi kekuatan tersendiri bagi sebuah lembaga. Strategi
benchmarking harus dilaksanakan bagi mereka yang paham betul dengan karakter/kondisi lembaganya
tersebut melalui analisa lingkungan internal dan lingkungan eksternal lembaga. Analisis yang dapat
digunakan adalah analisis SWOT. Analisis SWOT merupakan suatu metode analisis untuk
mengidentifikasi faktor-faktor internal dan eksternal organisasi.24 Faktor internal berupa kekuatan dan
kelemahan, sedangkan faktor eksternal berupa peluang dan ancaman. Penggunaan analisis SWOT
dimaksudkan untuk menentukan berada di mana posisi organisasi.
Ketiga, membentuk team-work. Tim benchmarking dibentuk berdasarkan keahlian masing-
masing individu terhadap bidang kajiannya. Melalui pembagian tim tersebut akan memudahkan dalam

22Didin Kurniadin dan Imam Machali, Manajemen Pendidikan…, 177.


23Dokumentasi, RKM MTsN Aryojeding dan RKS SMP Islam Al-Azhaar.
24Didin Kurniadin dan Imam Machali, Manajemen Pendidikan:…, 159.

9
proses penggalian informasi pada lembaga tujuan benchmark supaya lebih terfokus pada bidang kajian
tertentu. Menurut Amstrong dan Baron dalam Wibowo karakteristik suatu tujuan yang dapat dikatakan
25
baik salah satunya adalah teawork-oriented (berorientasi pada kerja sama tim). Hal ini sebagaimana
prinsip dalam mendesain struktur organisasi yaitu division of work (pembagian kerja). Stoner
mendefinisikan pembagian kerja sebagai pembagian seluruh beban pekerjaan menjadi sejumlah tugas
26
secara wajar dan nyaman yang dapat dilaksanakan oleh individu atau kelompok. Pembagian kerja
merupakan upaya membagi pekerjaan menjadi pekerjaan yang kecil, sederhana, dalam kegiatan yang
terpisah, di mana karyawan mengkhususkan diri pada bidang tersebut sehingga produktivitas akan
meningkat melalui spesialisasi pekerjaan.
Keempat, penentuan lembaga unggul yang menjadi patokan. Strategi benchmarking
memungkinkan adanya kerja sama antara kedua belah pihak untuk saling bertukar informasi. Informasi
itulah yang nantinya akan diolah dan dijadikan sebagai patokan pada pengembangan sekolah yang
melaksanakan studi benchmarking. Karena pada dasarnya sekolah yang melakukan studi tersebut
mencari format sekolah masa depan. Untuk itu lembaga unggul yang menjadi tujuan benchmarking
27
merupakan sekolah yang berposisi sebagai pemimpin. Jadi tidak heran apabila baik di MTsN
Aryojeding dan SMP Islam Al-Azhaar memilih mitra benchmarking pada lembaga yang sudah bertaraf
Internasional dan prestasinya sudah mencapai tingkat Nasional. 28 Menurut Watson ada beberapa kriteria
dalam memilih mitra benchmarking, di antaranya: 1) tipe organisasi, 2) budaya organisasi, 3) struktur
organisasi, 4) kinerja potensial, 5) reputasi, 6) mutu lulusan, 7) jangkauan kemitraan, 8) sistem
manajemen, dan 9) perkembangan teknologi.
Kelima, penentuan topik benchmarking. Topik benchmarking ditentukan secara umum dengan
menyesuaikan keadaan di lembaga sendiri dan lembaga mitra benchmarking. Biasanya pertimbangan ini
diambil dari segi keunikan lembaga yang diharapkan dapat memberikan informasi baru yang belum
pernah dipublikasikan. Pada tahapan ini perlu persiapan berupa pedoman wawancara, kuesioner, atau
29
dokumentasi. Mitra benchmarking juga harus mengetahui informasi yang hendak dicari, sehingga
kerja sama dapat betul-betul bermanfaat bagi kedua belah pihak. Topik pembahasan bisa diambil dari
hasil analisis SWOT yang pernah dilakukan. Dengan demikian, pada tahap formulasi strategi

25Wibowo, Manajemen Kinerja, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), 55.


26Abdul Aziz Wahab, Anatomi Organisasi dan Kepemimpinan Pendidikan, (Bandung: Alfabeta, 2011), 42.
27Watson, Strategic Benchmarking…, 71.
28Observasi, di MTsN Aryojeding dan SMP Islam Al-Azhaar Tulungagung.
29Watson, Strategic Benchmarking…, 56.

10
benchmarking harus dikonsep dengan sebaikbaiknya (komprehensif) agar pelaksanaan studi
benchmarking dapat berjalan secara maksimal.
Fomulasi strategi benchmarking yang komprehensif memerlukan peran kepala sekolah sebagai
konseptor. Karena pada dasarnya pemilihan strategi ini muncul dari kepala sekolah. Sehingga dalam
perencanaan/formulasi harus benar-benar difikirkan tentang apa tujuan dan harapan atas pelaksanaan
strategi benchmarking ini. Terlebih dahulu kepala sekolah harus memiliki keteguhan suatu visi dengan
menanamkan komitmen perubahan menuju lebih baik serta mengidentifikasi job description yang jelas
bagi bawahan yang tergabung dalam tim benchmarking ini. Selain itu tim juga harus berbekal informasi
yang memadai seputar lembaganya sendiri dan memiliki topik pembahasan yang jelas dan terarah. Hal
ini harus dipahami benar oleh anggota tim benchmarking, sehingga dalam pelaksanaan ke lembaga
tujuan sudah memiliki konsep studi yang matang.
Adapun proses strategi benchmarking menurut Yuniarsih dan Suwanto terangkum melalui 13
langkah yang disebut dengan “Proses Monash” sebagai berikut:
1) Menetapkan misi lembaga, rencana stratejiknya, dan faktor-faktor kritikalnya.
2) Laksanakan pendidikan pada karyawan, upayakan agar terbentuk komitmen mereka terhadap
perubahan dan terbentuknya tim benchmarking.
3) Pilih topik benchmarking, identifikasi proses-proses kunci yang berkaitan dengan topik, dan
rancang/ukur kinerja prosesnya.
4) Identifikasi, laksanakan penelitian tentang organisasi dengan praktik terbaik (yang paling berhasil
dalam bidang pelayanan publik), atau prosesproses tertentu dan bisa hubungan-hubungan.
5) Tetapkan dan laksanakan standarisasi pengumpulan data.
6) Laksanakan pertemuan-pertemuan dengan para partner, ukur dan gambarkan kinerja mereka.
7) Tentukan kesenjangan kinerja yang berlaku dan identifikasi peluangpeluang perbaikan.

11
8) Komunikasikan hasil-hasil penemuan benchmarking kepada para karyawan .
9) Tetapkan danlaksanakan persetujuan tentang rencana implementasi dan jadwal pelaksanaannya.
10) Upayakan untuk menetapkan sumber-sumber daya yang diperlukan.
11) Laksanakan monitoring dan membuat laporan serta mulailah kemajuan yang didasarkan atas target
kinerja.
12) Laksanakan kalibrasi/pengukuran kembali tentang benchmarking dan laksanakan daur ulang
benchmark.
13) Integrasikan hasil-hasil benchmarking ke dalam rencana stratejik (renstra organisasi/lembaga).
Berdasarkan ke-13 langkah tersebut, dalam penelitian ini mengkategorikan point 1-5 sebagai
formulasi strategi benchmarking yang komprehensif. Dengan demikian prasyarat sebelum pelaksanaan
studi ke lembaga tujuan haruslah memenuhi ke-5 point awal tersebut, dengan tujuan agar hasil studi
benchmarking dapat menghasilkan inovasi baru dalam proses pendidikan.
2.Implementasi Benchmarking dalam Meningkatkan Kinerja Di lembaga Pendidikan Islam
Pelaksanaan studi benchmarking di lembaga tujuan dapat menggunakan beberapa metode di
antaranya: wawancara, kuesioner, dan dokumentasi.30 Sebagaimana beberapa dari metode tersebut juga
digunakan oleh kedua lokasi penelitian dalam proses pengumpulan data benchmarking, yaitu: tanya
jawab (wawancara), observasi, dan dokumentasi. Tanya jawab (wawancara) meliputi kegiatan: bertukar
informasi, problem solving terhadap masalah yang terjadi pada lembaga yang melakukan benchmark,
dan pembahasan tentang isu-isu pendidikan. Observasi dilakukan melalui pengamatan dalam kegiatan
pembelajaran, laboratorium, sarana prasarana, perpustakaan, dan lain sebagainya. Sedangkan
dokumentasi meliputi: pengambilan foto, pemberian modul atau file, dan jurnal.
Data yang telah diperoleh tersebut selanjutnya dianalisis untuk mengidentifikasi faktor-faktor
penentu untuk diimplementasikan. Analisis data dilakukan melalui kegiatan sebagai berikut:31
1) Mengorganisasikan data guna mengidentifikasi kesenjangan-kesenjangan kinerja.
2) Membandingkan kinerja antara lembaga sendiri dengan lembaga tujuan tersebut.
3) Mengidentifikasi kesenjangan-kesenjangan kinerja dan menentukan sebab-sebab utamanya.
4) Memproyeksikan kinerja tiga sampai lima tahun mendatang (membahas isu pendidikan).
5) Mengevaluasi faktor-faktor penentu tersebut untuk diterapkan dengan menyesuaikan budaya
lembaga sendiri.

3056.
31 Ibid., 578.
Ibid.,

12
Data hasil benchmarking yang telah dikumpulkan akan lebih obyektif bilamana dianalisis dan
dikomunikasikan dengan seluruh individu yang terdapat dalam suatu lembaga yang telah melakukan
32
benchmark. Komunikasi memegang peranan penting dalam organisasi. Komunikasi ini bertujuan
untuk memberi dan menerima informasi, untuk mempengaruhi orang lain, membantu orang lain,
menyelesaikan masalah, membuat keputusan, dan mengevaluasi perilaku secara efektif.33 Komunikasi
ini penting karena hasil benchmarking tidak sepenuhnya sesuai dengan kondisi di lembaganya sendiri,
sehingga perlu adanya adaptasi dan seleksi.
.
Hasil benchmarking tidak dapat diterapkan dalam sebuah lembaga secara mentah. Sebagaimana
yang telah dijelaskan di atas bahwa implementasi hasil benchmarking perlu dikomunikasikan dengan
pertimbangan-pertimbangan yang matang. Pertimbangan yang utama adalah tentang culture/budaya
organisasi. Budaya organisasi merupakan karakter/identitas organisasi yang harus dipertahankan.
Menurut Gibson et all dalam Soetopo, menyatakan bahwa budaya organisasi merupakan kepribadian
organisasi yang mempengaruhi cara bertindak individu dalam organisasi.34
Sedangkan, fungsi budaya organisasi menurut Creemers et all adalah: 1) memberikan rasa
identitas kepada anggota organisasi, 2) memunculkan komitmen terhadap misi organisasi, 3)
membimbing dan membentuk standar perilaku anggota organisasi, dan 4) meningkatkan stabilitas
sistem sosial.35 Budaya organisasi inilah yang akan terus dipertahankan dengan catatan budaya ini
adalah budaya yang baik yang menjadi keunggulan sebuah lembaga pendidikan. Budaya semacam
inilah yang tidak akan terganti dengan kebudayaan baru sekalipun. Sebagaimana di MTsN Aryojeding
dan SMP Islam Al-Azhaar tetap menonjolkan karakter Islami dan sopan santun, meskipun beberapa
lembaga unggul yang menjadi tujuan benchmarking menerapkan kebebasan di antara para peserta
didiknya, kedua lembaga tersebut akan tetap mempertahankan jati dirinya.
Penting pula untuk dipahami bahwa tidak semua hasil benchmarking cocok untuk diterapkan di
lembaga yang melaksanakan studi benchmark, artinya perlu diadaptasi dan
dikembangkan/disempurnakan kembali.
Sebagaimana di kutip oleh Ulil Absor dalam Jamaludin dan Abdulloh Aly: ‫اللممقحاَفظةقعلَي الققمديِمم‬
‫ح‬ ‫ح قوا للللخمذ باَللقجمديِمد ا للل ل‬
‫صلَ م‬ ‫صاَل م‬
‫ال ص‬

32Hendyat Soetopo, Perilaku Organisasi: Teori dan Praktik di Bidang Pendidikan, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2012), 189.
33189.
34Hendyat Soetopo, Perilaku Organisasi…, 123.
35123.
Ibid.,

13
”Tetap memelihara hal-hal yang lama yang baikdan mengambil halhal yang baru yang lebih
baik”.36
Senada pula yang dikatakan Edwards Deming bahwa: “bagaimanapun benchmarking bukanlah
sekedar metode menjiplak dari perusahaan lain.” 37 Hal ini juga senada yang disampaikan oleh Nisjar
dan Winardi di dalam Tjuju menyatakan bahwa benchmarking dapat dirumuskan sebagai aktivitas
imitation with modification, dimana di dalam istilah modification sudah terkandung makna
improvement.38
Dari keterangan di atas dapat dipahami bahwa perlu adanya renofasi (perbaikan), modifikasi,
dan improvisasi dalam implementasi atas hasil studi benchmarking dengan pertimbangan–pertimbangan
tertentu, sehingga tidak serta merta hasil tersebut diadopsi secara besar-besaran. Perlu dipertimbangkan
dari segi budaya, budgeting, dan kesiapan sumber daya sekolah dalam implementasinya. Untuk
pertimbangan dari segi budaya telah dijelaskan di atas. Sedangkan dari segi budgeting memang sulit
untuk disamakan, faktor utama adalah kebanyakan sekolah unggul yang menjadi tujuan benchmarking
sudah mengarah pada sekolah bisnis komersial. Sekolah yang menjadi tujuan benchmarking sebagian
besar adalah sekolah swasta yag bebas mengambil pungutan, sehingga fasilitas yang diberikan pun tidak
cumacuma. Fasilitas atau sarana prasarana yang serba canggih dan lengkap tersebut belum dapat
diadopsi secara menyeluruh (holistic).
Crown menjelaskan bahwa dalam implementasi strategi ada beberapa hal yang perlu persiapkan,
yakni(1) menetapkan tujuan tahunan, (2) menetapkan tujuan, (3) memotivasi karyawan, (4)
mengembangkan budaya yang mendukung, (5) menetapkan struktur organisasi yang efektif, (6)
menyiapkan budget, (7) mendayagunakan system, (8) menghubungkan kompensasi karyawan dengan
performance organisasi.39
Kontribusi terbesar yang dapat diambil dari studi benchmarking pada kedua lembaga tersebut
40
adalah tentang kinerja. Implementasi hasil benchmarking berimplikasi pada perubahan kinerja. Hal
tersebut nampak pada guru MTsN Aryojeding yang telah melakukan pembinaan bagi siswa-siswi yang

36Moh. Ulil Absor, Metode Pembelajaran Sorogan dalam Peningkatan Pemahaman Kitab
Kuning Santri di Pondok Pesantren Ma’hadut Tholabah Kandangan Kediri, (Skripsi: Stit-Uw Jombang, tidak
diterbitkan).
37Watson, Strategic Benchmarking…, 2.
38Tjutju Yuniarsih dan Suwanto, Manajemen Sumber Daya Manusia: Teori, Aplikasi dan Isu Penelitian,
(Bandung.: Alfabeta, 2011), 48.
39Crown Dirgantoro, Manajemen Strategik: Konsep, Kasus, dan Implementasi, (Jakarta: Grasindo, 2001), 5-6.
40Wawancara dengan Bapak Muhammad Dopir Selaku Kepala Sekolah MTsN Aryojeding, 19 Mei 2015, pukul
10.08 wib.
Ibid.,

14
berprestasi hingga saat ini mampu mengantarkan anak didiknya mengikuti olimpiade pada tingkat
Nasional di Palembang Sumatra Selatan yang dikirim pada awal Agustus kemarin. Partisipasi guru
tersebut mengindikasikan sikap semangat/antusiasme tanpa mengenal lelah dalam melakukan
pembinaan, sehingga potensi anak dapat terus berkembang. Sedangkan, di Al-Azhaar untuk
mengembangkan ke 4 kurikulumnya banyak mendapatkan wawasan dari benchmarking untuk
pengembangan pembelajaran di lembaganya utamanya dalam pembelajaran pada program tahfidz,
inklusif, dan AIS. Hal ini sebagaimana penelitian yang dilakukan oleh
Michael Paulus dan Devie bahwa “terdapat pengaruh signifikan dan positif antara benchmarking
terhadap kinerja organisasi.,maka perusahaan yang menerapkan benchmarking akan meningkatkan
kinerja organisasi.”41
3.Pengendalian Benchmarking dalam Meningkatkan Kinerja Di lembaga Pendidikan Islam
Pengendalian adalah suatu kegiatan untuk mendapatkan kepastian tentang pelaksanaan program
atau pekerjaan/kegiatan yang sedang atau telah dilakukan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan.
42
Kegiatan pengendalian/pengawasan pada dasarnya digunakan untuk membandingkan kondisi yang
ada dengan yang seharusnya terjadi. Kegiatan pengendalian dalam konteks manajemen stratejik
dilakukan oleh manajer dengan tujuan untuk mengawasi perumusan (formulasi), penerapan
(implementasi) yang telah diformat sebelumnya.
Pencapaian tujuan organisasi membutuhkan suatu kerja sama yang saling mendukung dan
mempengaruhi yang terwujud dalam proses komunikasi. Pengendalian akan lebih efektif bilamana
dilakukan melalui komunikasi yang intens antara pimpinan dan bawahannya. Komunikasi bermanfaat
untuk membangun/menciptakan pemahaman atau pengertian bersama. Melalui komunikasi yang intens
kinerja bawahan akan mudah dikendalikan oleh seorang pimpinan. Sebagaimana manfaat komunikasi
itu sendiri, yakni: perubahan sikap (attitude change), perubahan pendapat (opinion change), perubahan
perilaku (behavior change), dan perubahan sosial (social change).43Dengan demikian, komunikasi yang
intens antara atasan dan bawahan akan berimplikasi pada perubahan pola kerja (kinerja) yang
diharapkan oleh pimpinan.
Hal ini sebagaimana yang diterapkan di MTsN Aryojeding dan SMP Islam Al-Azhaar yang
secara intens melakukan komunikasi baik secara formal maupun informal. Secara formal dilakukan

41Michael Paulus dan Devie, Analisa Pengaruh Penggunaan Benchmarking Terhadap Keunggulan Bersaing dan
Kinerja Perusahaan, tahun 2013.
42Didin Kurniadin dan Imam Machali, Manajemen Pendidikan:…,., 367.
43 Ibid., 358
Ibid.,

15
melalui rapat mingguan, bulanan, dan tahunan, sedangkan secara informal dilakukan melalui hubungan
interpersonal utamanya bagi bawahan yang mempunyai masalah atau melakukan pelanggaran/kurang
disiplin dan juga melalui hubungan dengan wali siswa. Misalnya, pada progam tahfid Al-Azhaar juga
melibatkan peran orang tua dalam pengontrolan muroja’ah siswa di rumah. Selain itu, pengendalian
juga dilakukan kepala sekolah melalui pembinaan dan pelatihan guna meningkatkan kompetensi bagi
para bawahannya.
Menurut Didin dan Machali tujuan pengendalian strategi adalah sebagai berikut:44
1) Mencegah terulangnya kembali kesalahan, penyimpangan, penyelewengan, pemborosan, hambatan,
dan ketidakadilan.
2) Menghentikan atau meniadakan kesalahan, penyimpangan, penyelewengan, pemborosan, hambatan,
dan ketidakadilan.
3) Mendapatkan cara-cara yang lebih baik atau membina yang telah baik.
4) Menciptakan suasana keterbukaan, kejujuran, partisipasi, daan akuntabilitas organisasi.
5) Meningkatkan kelancaran operasi organisasi.
6) Meningkatkan kinerja organisasi.
7) Memberikan opini atas kinerja organisasi.
8) Mengarahkan manajemen untuk melakukan koreksi atas masalah-masalah pencapaian kinerja yang
ada.
9) Menciptakan terwujudnya organisasi yang bersih.
Untuk mengetahui atau melihat sejauh mana efektivitas dari implementasi strategi, dilakukan
tahapan berikutnya, yaitu evaluasi strategi yang menyangkut aktivitas-aktivitas berikut: 1) meninjau
ulang faktor eksternal dan internal yang merupakan dasar dari strategi yang telah ada, 2) menilai kinerja
strategi, 3) melakukan langkah koreksi, dan 4) pelaporan dan pertanggungjawaban.45
4.Proposisi-proposisi yang Diajukan
Penyusunan proposisi penelitian ini difokuskan pada: 1) bagaimana formulasi benchmarking
dalam meningkatkan kinerja di lembaga pendidikan Islam; 2) bagaimana implementasi benchmarking
dalam meningkatkan kinerja di lembaga pendidikan Islam; 3) bagaimana pengendalian benchmarking
dalam meningkatkan kinerja di lembaga pendidikan Islam.
Melalui strategi benchmarking sebuah lembaga pendidikan dapat dengan mudah memperoleh
informasi untuk mengembangkan sebuah visi lembaga dengan penuh wawasan. Wawasan tersebut
44 Ibid., 367-368.
45 Ibid., 158-159.
Ibid.,

16
diperoleh, karena mitra benchmarking telah sepakat membagi informasi tentang rahasia sukses
lembaganya. Wawasan inilah yang nantinya akan menciptakan inovasi baru dalam proses pendidikan
bagi lembaga yang telah melaksanakan benchmarking. Hal ini sebagaimana pendapat Jerome S. Arcaro
yang menyatakan bahwa:
Melalui benchmarking ini memungkinkan bagi sebuah lembaga pendidikan untuk mendapatkan
pandangan baru terhadap praktikpraktik standar, mengidentifikasi tujuan-tujuan keunggulan,
serta sebagai media untuk melakukan perbaikan dan terobosan-terobosan baru.46

Inovasi baru yang telah didapatkan melalui strategi benchmarking tentunya sangat dipengaruhi
oleh perencanaan awal yang melatarbelakangi pelaksanaan benchmarking. Perencanaan awal yang
efektif sangat bergantung pada formulasi strategi yang matang. Untuk dapat menetapkan formulasi
strategi yag baik, maka ada ketergantungan yang erat dengan analisa lingkungan dimana formulasi
strategi memerlukan data dan informasi yang jelas dari analisa lingkungan. Analisa lingkungan harus
dipahami oleh tim benchmarking agar tujuan yang ingin dicapai sesuai dengan target yaitu mampu
meningkatkan kinerja di lembaga pendidikan. Sehingga formulasi strategi benchmarking yang
dilakukan harus komprehensif, yaitu formulasi yang hasilnya nanti dapat dijadikan sebagai patokan
dalam menjabarkan rencana-rencana yang lebih spesifik ke arah tujuan-tujuan yang lebih luas. 47 Hasil
benchmarking diharapkan dapat menjadi inspirasi dalam mengembangkan Rencana Kerja Madrasah
(RKM).
Fomulasi strategi benchmarking yang komprehensif memerlukan peran kepala sekolah sebagai
konseptor. Karena pada dasarnya pemilihan strategi ini muncul dari kepala sekolah. Sehingga dalam
perencanaan/formulasi harus benar-benar difikirkan tentang apa tujuan dan harapan atas pelaksanaan
strategi benchmarking ini. Terlebih dahulu kepala sekolah harus memiliki keteguhan suatu visi dengan
menanamkan komitmen perubahan menuju lebih baik serta mengidentifikasi job description yang jelas
bagi bawahan yang tergabung dalam tim benchmarking ini. Selain itu tim juga harus berbekal informasi
yang memadai seputar lembaganya sendiri dan memiliki topik pembahasan yang jelas dan terarah. Hal
ini harus dipahami benar oleh anggota tim benchmarking, sehingga dalam pelaksanaan ke lembaga
tujuan sudah memiliki konsep studi yang matang.
Dari paparan tersebut di atas, kepala sekolah telah bertindak sebagai konseptor. Sementara itu
seluruh tim benchmarking yang telah dibentuk baik MTsN Aryojeding dan SMP Islam Al-Azhaar juga
46Jerome S. Arcaro, Pendidikan Berbasis Mutu (Prnsip-prinsip Perumusan dan Tata Langkah Penerapan), terj.
Yosal Irintara, (Yogyakarta: Pustaka elajar, 2006), 206.
47Marno dan Triyo Supriyatno, Manajemen dan Kepemimpinan Pendidikan Islam, (Bandung: Refika Aditama,
2008), 55.
Ibid.,

17
telah melaksanakan fungsinya dengan sebaik-baiknya. Dengan demikian, formulasi benchmarkingdi
lembaga pendidikan Islam dilakukan secara komprehensif, sehingga dapat peneliti rumuskan dalam
proposisi I dari penelitian ini adalah:
Proposisi I
“Formulasi benchmarking akan mampu menciptakan inovasi-inovasi baru dalam proses
pendidikan manakala direncanakan secara komprehensif dengan menyesuaikan visi, misi, dan
tujuan lembaga.”

Hasil studi benchmarking ditindaklanjuti dengan mengkomunikasikan dengan segenap sumber


daya yang ada di suatu lembaga melalui pemberian pandangan-pandangan tentang peluang atau pun
ancaman bilamana program yang dihasilkan dari benchmarking diterapkan. Tanpa tidak lanjut yang
adaptif, rencana strategis yang terbaik pun hanya akan tinggal rencana semata. 48 Hal ini muncul dari
sebuah anggapan bahwa tidak ada “seorang yang kembar sekalipun memiliki karakteristik yang sama”.
Artinya, sebaik apapun sebuah program diterapkan di lembaga unggul dan berhasil dengan sukses
belum tentu bisa diadopsi sama persis di lembaga lain, karena faktor karakteristik dan culture yang
berbeda. Selain itu juga pertimbangan pada faktor lain, misalnya kesediaan sumber daya yang capable
dan faktor biaya. Tentunya bagi lembaga unggul yang menjadi tujuan benchmarking merupakan
lembaga yang sudah memiliki great dan branding, sehingga asupan dana tidak menjadi kendala lagi,
apalagi ditambah bila sekolah tersebut adalah lembaga swasta yang bebas mencari sumber dana dari
manapun.
Senada dengan pendapat Steers bahwa adaptabilitas merupakan kriteria keefektifan organisasi
dan sangat berhubungan dengan konsep fleksibilitas dan inovasi.49 Di sekolah adaptabilitas dapat
didefinisikan sebagai kemampuan pendidik profesional untuk melakukan perubahan dan untuk
50
memunculkan kebijakan dan praktik baru untuk memenuhi tuntutan. Selanjutnya, pendapat dari
Crown tentang hal-hal yang perlu diperhatikan dalam implementasi strategi, antara lain: 1) menetapkan
tujuan tahunan, 2) menetapkan tujuan, 3) memotivasi karyawan, 4) mengembangkan budaya yang
mendukung, 5) menetapkan struktur yang efektif, 6) menyiapkan budget, 7) mendayagunakan sistem, 8)
menghubungkan kompensasi karyawan dengan performance/kinerja organisasi.51

48Watson, Strategic Benchmarking…, 28.


49Hendyat Soetopo, Perilaku Organisasi: Teori dan Pratik di Bidang Pendidikan, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2012), 86.
50 Ibid., 87.
51Agustinus Sri Wahyudi, Manajemen Strategic: Pengantar Proses Berfikir Strategik, (Bandung: Binarupa
Aksara, 1996), 17.
Ibid.,

18
Berdasarkan pendapat Crown tersebut, selain implementasi strategi dikaitkan dengan culture,
budgeting, dan kapabilitas karyawan juga dikaitkan pula dengan performance/kinerja organisasi.
Kinerja organisasi berhubungan erat dengan sumber daya sekolah, utamanya tenaga pendidik, siswa,
maupun tenaga kependidikan. Melalui keikutsertaan mereka dalam studi benchmarking dapat
menambah wawasan dan motivasi mereka untuk mencapai hasil yang unggul pula. Hasil benchmarking
ini selanjutnya dapat diterapkan baik secara personal dan kolektif. Secara personal lebih menekankan
pada perubahan tingkah laku dan komitmen, dan secara kolektif berhubungan dengan program/agenda
sekolah baik program mingguan, bulanan, maupun tahunan yang biasanya terdapat dalam RKM
(Rencana Kerja Madrasah). Sehingga melalui pelaksanaan strategi benchmarking kemungkinan besar
akan menghasilkan terobosan-terobosan baru yang dapat lebih mengoptimalkan kinerja/proses kerja dari
seluruh sumber daya sekolah serta dapat meningkatkan produktivitas kerja.
Hal yang paling nampak dari kontribusi kegiatan benchmarking adalah semangat atau
antusiasme yang muncul dari segenap anggota tim benchmarking, karena mereka menyadari
ketertinggalannya dan menggugah keinginan untuk selalu proaktif dalam memberdayakan kemampuan
dirinya. Sebagaimana dalam paparan data yang telah dijelaskan di atas bahwa dalam suatu kegiatan
kompetisi misalnya, guru pembina rela merogoh sakunya sendiri untuk melakukan pembinaan terhadap
siswa berprestasi. Hal ini membuktikan bahwa budaya pasif yang selama ini menggejala sedikit demi
sedikit akan dapat dihilangkan seiring dengan keinginan untuk meningkatkan daya saing. Semangat atau
antusiasme ini juga merupakan indikator dalam peningkatan kinerja. Sebagaimana pendapat John L.
hradesky yang dikutip oleh Rusyan dalam Soetisna, kriteria individu-individu yang berorientasi pada
kinerja, sebagai berikut: 1) kemampuan intelektual, 2) ketegasan, 3) semangat/antusiasme, 4)
berorientasi pada hasil, 5) kedewasaan, 6) Asertif, 7) keterampilan interpersonal, 8) keterbukaan, 9)
keinginan, 10) proaktif, 11) pemberdayaan kemampuan, dan 12) teknis pengetahuan, keterampilan,
keputusan, perilaku, dan tanggung jawab.52Proposisi II
“Implementasi benchmarking akan menghasilkan program kerja yang berkualitas, manakala
hasil benchmarking dikelola secara adaptif selektif dengan menyesuaikan kemampuan SDM,
culture, serta kemampuan financial suatu lembaga pendidikan.”

52Tabrani Rusyan dan Sutisna, Kesejahteraan dan Motivasi dalam Meningkatkan Efetivitas Kinerja Guru,
(Jakarta: Intimedia Cipta Nusantara, 2008), 39-40.
Ibid.,

19
Dalam pengendalian strategi/evaluasi tidak terlepas dengan adanya komunikasi dua arah. Salah
satu cara komunikasi yang lazim dilaksanakan dalam organisasi adalah pertemuan/rapat. Ada beberapa
jenis pertemuan atau rapat yang perlu diketahui, yaitu:53
(a) Pertemuan/rapat instruktif
Rapat ini bertujuan untuk memberikan perintah melalui pertemuan. Biasanya berisi petunjuk
pelaksanaan peraturan, kebijakan, dan program baru yang harus dilaksanakan oleh staff.
(b) Pertemuan/rapat inkuisitif
Rapat ini bertujuan untuk mendengarkan pendapat dan saran para anggota staff tentang suatu
hal.
(c) Pertemuan/rapat informatif
Rapat ini bertujuan untuk memberitahukan sesuatu yang baru kepada para anggota rapat,
sehingga berkembang wawasan staff untuk meningkatkan mutu kinerjanya.
(d) Pertemuan/rapat progesif
Rapat ini bertujuan untuk mencari jalan keluar dalam
mengembangkan instansi atau lembaga. Biasanya kepala sekolah sudah mempunyai konsep
pengembangan, tetapi perlu memperoleh masukan dari para staf dalam mengembangkan usahanya.
(e) Pertemuan/rapat kompromitif
Rapat ini bertujuan untuk memadukan pertentangan, perbedaan, sehingga memperoleh titik
temu tentang suatu pokok persoalan.
Rapat juga banyak dijadikan media untuk melakukan evaluasi atau control terhadap agenda-
agenda yang telah dijalankan. Untuk itu dalam proses pengendalian strategi perlu adanya keterbukaan
dari berbagai pihak. Keterbukaan merupakan kemampuan untuk mengungkapkan pendapat dan
perasaan secara jujur, apa adanya, dan bersikap langsung.54 Selain itu bentuk komunikasi yang luwes
juga lebih dapat diterima, mengingat setiap bawahan memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Jangan
sampai teguran malah menciderai hati dan mengurangi semangat bekerja bawahan, namun harus
sebaliknya nasihat yang diberikan harus membangun dan menimbulkan kesadaran bagi para bawahan
untuk bekerja lebih baik lagi. Oleh karena itu seorang pimpinan/kepala sekolah harus memiliki
keterampilan interpersonal yang mantap. Keterampilan interpersonal merupakan suatu kecenderungan

53Hendyat Soetopo, Perilaku Organisasi: Teori dan Pratik di Bidang Pendidikan, (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2012), 199-200.
54Tabrani Rusyan dan Sutisna, Kesejahteraan dan Motivasi…, 40. 56Ibid., 40.
Ibid.,

20
untuk memperhatikan dan menunjukkan perhatian, pemahaman, dan mempedulikan perasaan orang
lain.56
Sebagaimana MTsN aryojeding dan SMP Islam Al-Azhaar pertemuan antara dewan guru dan
staff sangat intesif sekali. MTsN Aryojeding mengadakan pertemuan setiap hari senin dan sabtu untuk
melakukan komunikasi, sedangkan SMP Islam Al-Azhaar sering mengadakan pembinaan dan pelatihan
bagi guru-gurunya yang secara internal diadakan oleh lembaga, ada pula pembinaan khusus wali kelas,
pembinaan terhadap guru inklusif, bahkan donaturnya langsung dari wali santri. Pertemuan-pertemuan
yang intensif tersebut tentunya dapat dijadikan sebagai forum evaluasi diri sekolah yang mampu
meningkatkan wawasan dan kinerja para pegawainya. Sehingga dapat dirumuskan proposisi III sebagai
berikut:
Proposisi III
“Pengendalian strategi benchmarking akan berimplikasi pada peningkatan kinerja manakala
kepala sekolah melakukan komunikasi secara terbuka, luwes, dan intens antar semua anggota
lembaga serta memberikan kesempatan bagi para anggotanya untuk meningkatkan potensi
dirinya melalui pelatihan dan pembinaan baik di dalam maupun di luar sekolah.”

Secara garis besar sistematika strategi benchmarking dalam meningkatkan kinerja lembaga
pendidikan untuk mencapai daya saing yang unggul/kompetitif dapat dilukiskan sebagaimana bagan
berikut ini:

Ibid.,

21
Pemberdayaan Potensi Sumber Daya Manusia di
Sekolah (Guru, Siswa, dan Staff)

Formulasi Benchmarking
Berorientasi pada visi, misi dan tujuan
lembaga
Strategi Benchmarking
Peningkatan
Kinerja yang
Kepala Implementasi Benchmarking
Menggunakan prisnsip adaptif selektif
Unggul dan
Sekolah Berdaya
Saing/Kompetitif

Pengendalian Benchmarking
Secara intens, luwes, dan terbuka

Mengintregasikan Hasil Benchmarking dengan


Program Sekolah

Gambar 5.1 Srategi Benchmarking dalam Meningkatkan Kinerja di Lembaga Pendidikan Islam

E.Kesimpulan
Adapun kesimpulan untuk masing-masing fokus dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Formulasi benchmarking dalam meningkatkan kinerja di lembaga pendidikan Islam dilakukan
secara komprehensif melalui: 1) penyesuaian visi, misi, dan tujuan sekolah, 2) analisis lingkungan
strategis, 3) menentukan topic benchmarking, 4) menentukan lembaga unggul tujuan benchmarking, dan 5)
membentuk tim benchmarking.
Pelaksanaan studi benchmarking di lembaga tujuan menggunakan metode wawancara/diskusi,
observasi, dan dokumentasi untuk mengumpulkan data. Data hasil studi benchmarking tersebut selanjutnya
diadaptasi dan diseleksi dengan mempertimbangkan beberapa faktor, di antaranya; culture, kapasitas
sumber daya manusia dan budgeting dengan berpegang pada prinsip “Tetap memelihara halhal yang lama
yang baikdan mengambil hal-hal yang baru yang lebih baik”.
Pengendalian Benchmarking dalam Meningkatkan Kinerja di Lembaga Pendidikan Islam.
Pengendalian benchmarking dalam meningkatkan kinerja di lembaga pendidikan Islam dilakukan melalui
komunikasi yang intens antara pimpinan, bawahan, dan seluruh stakeholders pendidikan dapat menjadikan
Ibid.,

22
penerapan strategi lebih efektif, karena mampu mendeteksi sedini mungkin berbagai kendala yang dihadapi
para bawahan. Keterbukaan dan keluwesan seorang pimpinan juga menjadi azas yang sangat penting
sebagai upaya perhatian pemimpin terhadap kebutuhan para bawahannya. Sehingga melalui bentuk
pengendalian pemimpin yang intens, terbuka, dan luwes ini terdapat hubungan yang saling menguntungkan
antara pimpinan dan bawahan.

F.Daftar Rujukan
Arcaro, Jaromes S. Pendidikan Berbasis Mutu: Prinsip-Prinsip Perumusan dan Tata Langkah Penerapan.
terj. Yosai Triantara. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007.
Dirgantoro, Crown. Manajemen Strategik: Konsep, Kasus, dan Implementasi. Jakarta: Grasindo, 2001.
Frandsen, Finn, et all. Public Relations and Communication Management: The State of the Profession.
Slovenia: Bledcom Academic, 2012.
Idrus, Ali. Manajemen Pendidikan Global: Visi, Aksi, dan Adaptasi. Jakarta: Gaung Persada, 2009.
Kurniadin, Didin dan Imam Machali. Manajemen Pendidikan: Konsep & Prinsip Pengelolaan Pendidikan.
Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2012.
Mulyadi. Sistem Perencanaan dan Pengendalian Manajemen. Jakarta: Salemba Empat, 2007.
Mutohar, Prim Masrokan. Manajemen Mutu Sekolah: Strategi Peningkatan Mutu dan Daya Saing Lembaga
Pendidikan Islam. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2013.
Rivai, Veithzal dan Arviyan Arifin. Islamic Leadership (Membangun SuperLeadership Melalui Kecerdasan
Spiriual). Jakarta: Bumi Aksara, 2009.
Tjiptono, Fandi dan Anastasia Diana. Total Quality Management. Yogyakarta: Andi, 2003.
Watson, Gregory H. Strategic Benchmarking (Mengkur Kinerja Persahaan Anda Dibandingkan
Perusahaan-perusahaan Terbaik Dunia). Terj. Robert Haryono Imam dan Titis Eddy Arini. Jakarta:
Gramedia Pustaka, 1996.
Wibowo. Manajemen Kinerja. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008.
Yuniarsih, Tjutju dan Suwatno, Manajemen Sumber Daya Manusia: Teori, Aplikasi, dan Isu Penelitian.
Bandung: Alfabeta, 2011.

Ibid.,

23
Sumber : http://journal.stibanksalmasoem.ac.id/index.php/maps

PENGARUH PERBAIKAN BERKESINAMBUNGAN TERHADAP KINERJA


KARYAWAN (STUDI KASUS DI PT.RENTANG BUANA
NIAGAMAKMUR TASIKMALAYA)

Sri Sudiarti
Politeknik Triguna Tasikmalaya srisudiarti485@gmail.com

ABSTRACT
The objectives of this research are to know and to analyze about the effect of Continuous Improvement on
the performance of employees at PT. Rentang Buana Niagamakmur (PT.RBN) Tasikmalaya. Research method
which applied in this research is survey research method, while data collecting technique is done by through
questionaire. Sampling technique applies sample is accidental sampling technique and the size sample is 55
respondents. Data analysis techniques used in the study is simple regression technique, analysis of the

Ibid.,

24
coefficient of determination and t test. The results showed that the Continuous Improvement including both
criteria, including employee performance criteria, as well as Continuous Improvement has a positive influence
on employee performance of 76,4% in PT . Rentang Buana Niagamakmur (PT.RBN) Tasikmalaya.

Keywords: Continuous Improvement, Employee Performance.

ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh perbaikan
berkesinambungan terhadap kinerja karyawan di PT. Rentang Buana Niagamakmur (PT.RBN) Tasikmalaya.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian survei, sedangkan teknik
pengumpulan data dilakukan melalui kuesioner. Teknik pengambilan sampel menggunakan Accidental
Sampling dengan ukuran sampel sebanyak 55 responden. Teknik analisis data yang digunakan pada penelitian
ini adalah analisis regresi sederhana, analisis koefisien determinasi dan uji t. Hasil penelitian menunjukan
bahwa Perbaikan Berkesinambungan termasuk kriteria sangat baik, kinerja karyawan termasuk kriteria sangat
baik, serta Perbaikan Berkesinambungan memiliki pengaruh yang positif terhadap kinerja karyawan sebesar
76,4% di PT. Rentang Buana Niagamakmur Tasikmalaya.

Kata Kunci : Perbaikan Berkesinambungan, Kinerja Karyawan.

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Pelaksanan bisnis suatu intitusi akan sangat bergantung bagaimana cara perusahaan dapat bersaing pada
tingkat persaingan yang semakin ketat. Perusahaan dituntut harus dapat meningkatkan mutu, keunggulan daya
saing, serta dapat memanfaatkan seluruh kemampuan dalam melakukan inovasi-inovasi agar dapat
menghasilkan produk dan jasa dengan kualitas yang tinggi, dan akhirnya dapat memenangkan persaingan bisnis
yang ada di pasar. Untuk menghasilkan produk yang berkualitas tentunya dibutuhkan kerjasama dari seluruh
personil perusahaan dalam proses pembuatan barang dan jasa. Menurut Robert (2013), perusahaan dapat
menggunakan tiga ide dasar dalam pembuatan produk yang berkualitas, yaitu: (1) setiap tindakan perusahaan
dalam menghasilkan produk atau jasa selalu berorientasi pada pelanggan, (2) melibatkan seluruh entitas yang
berkaitan dengan jalanya perusahaan, baik pihak internal (karyawan) maupun pihak eksternal (pelenggan dan

Ibid.,

25
pemasok), dan (3) penggunaan data dan alasan ilmiah dalam memperbaiki kinerja yang efeknya akan
memberikan keuntungan kepeda perusahaan.
Secara empiris bahwa perbaikan yang berkesinambungan berpengaruh terhadap kinerja manajerial.
Tidak hanya itu bermunculannya konsumen yang lebih kritis menimbulkan permasalahan baru bagi perusahaan

dalam hal optimisasi meliputi : tuntutan konsumen terhadap barang yang semakin bermutu , kurangnya kesetiaan
konsumen terhadap suatu produk, kemampuan perusahaan pesaing sebagai pengikut menyebabkan keberanian
mereka untuk mengadakan serangan terbuka dalam periklanan serta persaingan harga yang mulai tidak sehat.
Perbaikan berkesinambungan adalah filosofi yang digambarkan sebagai inisiatif peningkatan
keberhasilan dan mengurangi kegagalan (Juergensen, 2000). Disisi lain, orang melihat Perbaikan
Berkesinambungan sebagai sebuah cabang dari inisiatif kualitas seperti Total Quality Management (TQM) atau
sebagai pendekatan yang sama sekali baru untuk meningkatkan kreativitas dan mencapai keunggulan kompetitif
di pasar saat ini. Lima aktivitas pokok dalam perbaikan berkesinambungan, menurut Tjiptono dan Diana, (2003)
yaitu komunikasi, memperbaiki masalah yang nyata/jelas, memandang ke hulu/mencari penyebab suatu
masalah, mendokumentasikan kemajuan dan masalah serta memantau perubahan.
Kelima aktivitas perbaikan berkesinambungan ini belum sepenuhnya diterapkan di PT. Rentang Buana
Niagamakmur (PT. RBN) Tasikmalaya. Terdapat beberapa permasalahan yang terjadi pada produk yang
dihasilkan yaitu tingginya produk cacat yang melebihi standar yang ditetapkan, dan terjadi persaingan diantara
perusahaan sejenis yang semakin ketat. Oleh karena itu, perusahaan harus dapat meningkatkan kinerja
karyawan dengan melakukan perbaikan berkesinambungan dalam berbagai aspek baik itu manajemen
perusahaan, kualitas produk dan pelayanan terhadap konsumen, agar permintaan di perusahaan selalu
meningkat. Dengan demikian, dalam situasi pasar yang semakin kompetitif dan penuh dengan ketidakpastian
diperlukan pengelolaan secara seksama sehingga dapat meningkatkan kualitas produknya.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbaikan berkesinambungan serta mengetahui
pengaruhnya terhadap kinerja di PT. Rentang Buana Niagamakmur (PT.RBN) Tasikmalaya.

1.2 Kerangka Pemikiran


Untuk memperjelas pengaruh Perbaikan Berkesinambungan terhadap Kinerja Karyawan, maka dibuat
kerangka pemikiran sebagai berikut:

Ibid.,

26
Perbaikan berkesinambungan (X) Kinerja Karyawan (Y)
• Menerapkan Multi-voting • Efektifitas
• Mengidentifikasi kebutuhan • Tanggung jawab
pelanggan • Disiplin
• Mempelajari penggunaan waktu • inisiatif
• Melokalisasikan masalah
Suyadi (2008: 27)
Tjiptono dan Anastasia (2003:270)

Gambar 1. Kerangka Pemikiran

Berdasarkan kerangka pemikiran diatas, maka hipotesis yang diajukan sebagai berikut:
1. Diduga Perbaikan berkesinambungan di PT Rentang Buana Niagamakmur (PT.RBN) Tasikmalaya
dilakukan dengan cukup baik.
2. Diduga Perbaikan Berkesinambungan berpengaruh positif terhadap Kinerja Karyawan di PT Rentang
Buana Niagamakmur Tasikmalaya.

2. METODOLOGI

2.1 Metode Penelitian


Mengacu pada karakteristik penelitian, metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah survey dan
explanatory, sebab penelitian ini termasuk pada penelitian survey dengan menggunakan kerangka pendekatan
kuantitatif. Pendekatan ini bertujuan untuk mengumpulkan data dari sejumlah kasus dan mengukur gejala-gejala
yang ada. Dalam penelitian ini, informasi dikumpulkan dari responden melalui penggunaan angket untuk
mengetahui pengaruh Perbaikan Berkesinambunganterhadap Kinerja Karyawan di PT. Rentang Buana
Niagamakmur Tasikmalaya. Dengan pertimbangan agar mempermudah proses pengambilan data, maka populasi
dalam penelitian ini adalah 118 orang Karyawan. Untuk menentukan ukuran sampel yang akan diambil yaitu
menggunakan rumus Slovin dengan hasil 55 responden. Adapun teknik pengambilan sampel yang digunakan
adalah teknik Simple random sampling (populasi homogen) yaitu pengambilan sampel dilakukan secara acak
tanpa memperhatikan strata yang ada. Analisis data yang digunakan pada penelitian ini menggunakan bantuan
tabel dalam bentuk persentase, dengan ketentuan pembobotan yang telah ditentukan, sehingga dapat diketahui
klasifikasi keberadaan dari masing-masing variabel penelitian. Untuk menguji hipotesis penelitian yang
diajukan dengan menggunakan analisis regresi linier sederhana dan uji t.

Ibid.,

27
2.2 Operasionalisasi Variabel
Adapun operasionalisasi variabel dari penelitian ini yaitu sebagai berikut: Tabel 1. Operasional
Variabel
Variabel Definisi Indikator Skala
Pengukuran
Perbaikan Budaya perbaikan berkelanjutan yang • Menerapkan Ordinal
berkesinambung menargetkan penghapusan proses Multivoting
an (X) ataupun hasil yang tidak memberi nilai • Mengidentifika
tambah disemua lini sistem dan proses si kebutuhan
dari sebuah organisasi. Continuous pelanggan
Improvement melibatkan setiap orang • Mempelajari
untuk bekerja sama melakukan penggunaan waktu
perbaikan tanpa harus melakukan • Melokalisasika
investasi modal yang besar. Tjiptono n masalah
dan Anastasia (2003:270) Tjiptono dan Anastasia
(2003:270)
Kinerja Kinerja karyawan adalah kemampuan • Efektifitas Ordinal
karyawan (Y) mencapai persyaratan-persyaratan • Tanggung
pekerjaan, dimana suatu target kerja jawab
dapat diselesaikan pada waktu yang • Disiplin
tepat atau tidak melampaui batas yang • Inisiatif
disediakan sehingga tujuannya akan
Suyadi (2008: 27)
sesuai dengan moral maupun etika
perusahaan. Suyadi (2008: 27)

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Uji Validitas


Hasil uji validitas variabel Perbaikan Berkesinambungan dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 2. Uji Validitas


No Indikator R Hitung R Tabel Keterangan
1 Memperhatikan Ide Dan Kreatifitas 0.816 0.266 Valid
Karyawan
2 Memberdayakan Karyawan Dalam 0.782 0.266 Valid
Pengambilan Keputusan
No Indikator R Hitung R Tabel Keterangan
3 Melakukan Observasi Dulu Sebelum 0.827 0.266 Valid
Mengambil Keputusan
4 Mengidentifikasi kebutuhan pelanggan, 0.739 0.266 Valid
dengan memperhatikan kualitas
Ibid.,

28
5 Memberikan Pendidikan Dan Pelatihan 0.777 0.266 Valid
Yang Sesuai Kebutuhan Karyawan
6 Memberikan Kebebasan Terkendali Bagi 0.821 0.266 Valid
Setiap Karyawan
7 Perusahaan Dan Karyawan Memiliki 0.761 0.266 Valid
Kesatuan Tujuan

8 Perusahaan Dan Karyawan Memiliki 0.693 0.266 Valid


Komitmen Kerja
Sumber: Hasil olah data spss v.16
Berdasarkan tabel di atas, menunjukan bahwa dari 8 item pernyataan yang telah dibuat semuanya
dikatakan valid karena nilai r hitung > r tabel. Berikut adalah hasil uji reliabilitas variabel kinerja.

Tabel 3. Uji Validitas


No Indikator R Hitung R Tabel Keterangan
1 Tujuan perusahaan tercapai dengan 0.721 0.266 Valid
efektif
2 Kebutuhan karyawan terpenuhi sehingga 0.709 0.266 Valid
dapat bekerja dengan baik
3 Setiap tugas yang diberikan selalu 0.713 0.266 Valid
dilaksanakan dengan penuh tanggung
jawab
4 Menolak diberikan kedudukan yang 0.486 0.266 Valid
lebih tinggi karena tanggung jawabnya
pun akan semakin tinggi.
5 Selalu taat dengan aturan yang diberikan 0.666 0.266 Valid

6 Menghormati dan disiplin sesuai dengan 0.701 0.266 Valid


kedudukan yang dibebankan
7 Membangun kreatifitas yang berkaitan 0.640 0.266 Valid
dengan profesi
8 Mendapat perhatian atau tanggapan dari 0.642 0.266 Valid
atasan dengan baik
Sumber: Hasil olah data spss v.16
Berdasarkan tabel di atas, menunjukan bahwa dari 8 item pernyataan yang telah dibuat semuanya
dikatakan valid karena nilai r hitung > r tabel.

3.2 Uji Reliabilitas


Berikut adalah hasil uji reliabilitas variabel Perbaikan Berkesinambungan dan kinerja.

Ibid.,

29
Tabel 4. Uji Reliabilitas
Reliability Statistics
Variabel Croncbach Alpha Keterangan
Perbaikan Berkesinambungan .906 Reliabilitas Tinggi
Kinerja .736 Reliabilitas Tinggi
Sumber: Hasil olah data spss v.16
Berdasarkan tabel di atas, diperoleh nilai Croncbach alpha sebesar 0,906 untuk dan 0,736 maka variabel
perbaikan berkesinambungan dan kinerja karyawan dikatakan reliabel karena > 0,60 dan memiliki tingkat
reliabilitas yang tinggi.

3.3 Analisa Deskriptif Perbaikan Berkesinambungan di PT. RBN


Tasikmalaya
Adapun hasil pengolahan data dan analisis dari jawaban kuesioner adalah sebagai berikut:

1.Menerapkan Multi-voting
Berikut ini tanggapan responden atas pernyataan kuesioner berkaitan dengan indikator Perbaikan
Berkesinambunganmengenai Menerapkan multi-voting yang dibagi ke dalam 2 (dua) item pernyataan
kuesioner.
Tabel 7. Tanggapan Responden Mengenai Memperhatikan Ide dan Kreatifitas
Karyawan
Jumlah JumlahSkor
Uraian Skor Persentase
Responden
Sangat Setuju 5 25 125 46%
Setuju 4 28 112 50%
Tidak Ada Pendapat 3 2 6 4%
Tidak Setuju 2 0 0 %
Sangat Tidak Setuju 1 0 0 0%
Jumlah 55 243 100%
Sumber: Hasil pengolahan data kuesioner
Berdasarkan Tabel 7 di atas, diketahui bahwa tanggapan responden mengenai menerapkan Multy-
voting, dengan memperhatikan ide dan kreatifitas karyawan termasuk dalam klasifikasi sangat baik dengan
total skor sebesar 243. Adapun responden yang menyatakan sangat setuju yaitu 25 orang atau 46%
responden, setuju 28 orang atau 50% responden dan tidak ada pendapat 2orang 4% responden.
Tabel 8. Tanggapan Responden Mengenai Memberdayakan Karyawan dalam Pengambilan
Keputusan
Jumlah JumlahSkor
Uraian Skor Persentase
Responden
Sangat Setuju 5 25 125 45%
Ibid.,

30
Setuju 4 27 108 49%
Tidak Ada Pendapat 3 3 9 6%
Tidak Setuju 2 0 0 0%
Sangat Tidak Setuju 1 0 0 0%
Jumlah 55 242 100%
Sumber : Hasil pengolahan data kuesioner
Berdasarkan Tabel 8 di atas, diketahui bahwa tanggapan responden mengenai Menerapkan Multy-
voting, dengan memberdayakan karyawan dalam pengambilan keputusan termasuk dalam klasifikasi sangat
baik dengan total skor sebesar 242. Adapun responden yang menyatakan sangat setuju yaitu 25 orang atau
45% responden, setuju 27 orang atau 49% responden dan tidak ada pendapat 3orang 6% responden.

2.Mengidentifikasi Kebutuhan Pelanggan


Berikut ini tanggapan responden atas pernyataan kuesioner berkaitan dengan indikator Perbaikan
Berkesinambunganmengenai Mengidentifikasi kebutuhan pelanggan yang dibagi ke dalam 2 (dua) item
pernyataan kuesioner.
Tabel 9. Tanggapan Responden Mengenai Melakukan Observasi Dulu Sebelum Mengambil
Keputusan
Jumlah JumlahSkor
Uraian Skor Persentase
Responden
Sangat Setuju 5 23 115 42%
Setuju 4 28 112 51%
Tidak Ada Pendapat 3 4 12 7%
Tidak Setuju 2 0 0 0%
Sangat Tidak Setuju 1 0 0 0%
Jumlah 55 239 100%
Sumber: Hasil pengolahan data kuesioner
Berdasarkan Tabel 9 di atas, diketahui bahwa tanggapan responden mengenai Mengidentifikasi
kebutuhan pelanggan, dengan melakukan observasi dulu sebelum mengambil keputusan termasuk dalam
klasifikasi sangat baik dengan total skor sebesar 239. Adapun responden yang menyatakan sangat setuju 23
orang atau 42% responden, setuju 28 orang atau 51% responden dan tidak ada pendapat 4orang 7%
responden.

Tabel 10. Tanggapan Responden Mengenai Mengidentifikasi kebutuhan


pelanggan, dengan memperhatikan kualitas
Jumlah JumlahSkor
Uraian Skor Persentase
Responden
Sangat Setuju 5 26 130 47%
Setuju 4 29 116 53%
Tidak Ada Pendapat 3 0 0 0%
Tidak Setuju 2 0 0 0%
Ibid.,

31
Sangat Tidak Setuju 1 0 0 0%
Jumlah 55 246 100%
Sumber : Hasil pengolahan data kuesioner
Berdasarkan tabel 10 di atas, diketahui bahwa tanggapan responden mengenai mengidentifikasi
kebutuhan pelanggan, dengan memperhatikan kualitas termasuk dalam klasifikasi sangat baik dengan total
skor sebesar 246. Adapun responden yang menyatakan sangat setuju 26 orang atau 47% responden dan
setuju 29 orang atau 53% responden.

3.Mempelajari Penggunaan Waktu


Berikut ini tanggapan responden atas pernyataan kuesioner berkaitan dengan indikator Perbaikan
Berkesinambunganmengenai Mengidentifikasi kebutuhan pelanggan yang dibagi ke dalam 2 (dua) item
pernyataan kuesioner.
Tabel 11. Tanggapan Responden Mengenai Memberikan Pendidikan dan Pelatihan yang
Sesuai Kebutuhan Karyawan
Jumlah JumlahSkor
Uraian Skor Persentase
Responden
Sangat Setuju 5 25 125 45%
Setuju 4 29 116 53%
Tidak Ada Pendapat 3 1 3 2%
Tidak Setuju 2 0 0 0%
Sangat Tidak Setuju 1 0 0 0%
Jumlah 52 244 100%
Berdasarkan tabel 11 di atas, diketahui bahwa tanggapan responden mengenai Mempelajari
penggunaan waktu, dengan memberikan pendidikan dan pelatihan yang sesuai kebutuhan karyawan
termasuk dalam klasifikasi sangat baik dengan total skor sebesar 244. Adapun responden yang menyatakan
sangat setuju 25 orang atau 45% responden, setuju 29 orang atau % responden dan tidak ada pendapat 1
orang2 % responden.
Tabel 12. Tanggapan Responden Mengenai Memberikan Kebebasan Terkendali bagi Setiap
Karyawan
Jumlah JumlahSkor
Uraian Skor Persentase
Responden
Sangat Setuju 5 25 125 45%
Setuju 4 28 112 51%
Tidak Ada Pendapat 3 1 3 2%
Tidak Setuju 2 1 2 2%
Sangat Tidak Setuju 1 0 0 0%
Jumlah 55 242 100%
Sumber : Hasil pengolahan data kuesioner
Berdasarkan Tabel 12 di atas, diketahui bahwa tanggapan responden mengenai mempelajari
penggunaan waktu, dengan memberikan kebebasab terkendali bagi setiap karyawan termasuk dalam
klasifikasi sangat baik dengan total skor sebesar 242. Adapun responden yang menyatakan sangat setuju 25
Ibid.,

32
orang atau 45% responden, setuju 28 orang atau 51% responden, tidak ada pendapat 1orang 2% responden
dan tidak setuju 1 orang atau 2% responden.

4.Mengalokasikan Masalah
Berikut ini tanggapan responden atas pernyataan kuesioner berkaitan dengan indikator Perbaikan
Berkesinambunganmengenai Mengalokasikan masalah.
Tabel 13.Tanggapan Responden Mengenai Perusahaan dan Karyawan
Memiliki Kesatuan Tujuan
Jumlah JumlahSkor
Uraian Skor Persentase
Responden
Sangat Setuju 5 29 145 53%
Setuju 4 26 104 47%
Tidak Ada Pendapat 3 0 0 0%
Tidak Setuju 2 0 0 0%
Sangat Tidak Setuju 1 0 0 0%
Jumlah 55 249 100%
Sumber : Hasil pengolahan data kuesioner
Berdasarkan tabel 13 di atas, diketahui bahwa tanggapan responden mengenai mengalokasikan
masalah, perusahaan dan karyawan memiliki kesatuan tujuan termasuk dalam klasifikasi sangat baik
dengan total skor sebesar 249. Adapun responden yang menyatakan sangat setuju 29orang atau 53%
responden dan setuju 26 orang atau 47% responden.
Tabel 14. Tanggapan Responden Mengenai Perusahaan dan Karyawan

Memiliki Komitmen Kerja


Jumlah Jumlah
Uraian Skor Persentase
Responden Skor
Sangat Setuju 5 36 180 65%
Setuju 4 19 76 35%
Tidak Ada Pendapat 3 0 0 0%
Tidak Setuju 2 0 0 0%
Sangat Tidak Setuju 1 0 0 0%
Jumlah 55 256 100%
Berdasarkan tabel 14 di atas, diketahui bahwa tanggapan responden mengenai Mengalokasikan
masalah, perusahaan dan karyawan memiliki komitmen kerja termasuk dalam klasifikasi Sangat baik
dengan total skor sebesar 256. Adapun responden yang menyatakan sangat setuju 36 orang atau 65%
responden dan setuju 19 orang atau 35% responden.

Tabel 15. Rekapitulasi Tanggapan Responden Mengenai Perbaikan Berkesinambungan


Skor yang Skor yang
No Uraian Pernyataan Kriteria
ditargetkan dicapai

Ibid.,

33
Multy-voting, dengan
1 memperhatikan ide dan kreatifitas 55x5= 275 243 Sangat Baik
karyawan
Multy-voting, dengan
2 memberdayakan karyawan dalam 55x5= 275 242 Sangat Baik
pengambilan keputusan
Mengidentifikasi kebutuhan
pelanggan, dengan melakukan
3 55x5= 275 239 Sangat Baik
observasi dulu sebelum mengambil
keputusan
mengidentifikasi kebutuhan
4 pelanggan, dengan memperhatikan 55x5= 275 246 Sangat Baik
kualitas
penggunaan waktu, dengan
memberikan pendidikan dan
5 55x5= 275 244 Sangat Baik
pelatihan yang sesuai kebutuhan
karyawan
penggunaan waktu, dengan
6 memberikan kebebasab terkendali 55x5= 275 242 Sangat Baik
bagi setiap karyawan
mengalokasikan masalah,
7 perusahaan dan karyawan memiliki 55x5= 275 249 Sangat Baik
kesatuan tujuan
mengalokasikan masalah,
8 perusahaan dan karyawan memiliki 55x5= 275 256 Sangat Baik
komitmen kerja
Jumlah 2200 1961
Sumber: Data Primer yang diolah

Nilai tertinggi secara keseluruhan : 55x 5 x 8 = 2200


Nilai terendah secara keseluruhan : 55 x 1 x 8 = 440
Jumlah kriteria pernyataan :5
Nilai tertinggi − Nilai terendah
𝑁𝐽�

= =352
Klasifikasi penilaian untuk indikator Perbaikan Berkesinambungan secara
keseluruhan adalah sebagai berikut:

Tabel 16. Klasifikasi Penilain Indikator Perbaikan Berkesinambungan Keseluruhan


Nilai Klasifikasi
440 -792 Sangat Tidak Baik
793 -1145 Tidak Baik
1146 - 1498 Tidak Ada Pendapat
Ibid.,

34
1499 - 1851 Baik
1852 - 2204 Sangat Baik

Berdasarkan perhitungan pada tabel 15 diketahui bahwa tanggapan responden terhadap Perbaikan
Berkesinambungan yang dilaksanakan oleh PT Rentang Buana Niagamakmur Tasikmalaya termasuk dalam
klasifikasi sangat baik dengan total skor sebesar 1961.

3.4 Pengaruh Perbaikan Berkesinambunganterhadap Kinerja Karyawan di PT.

Rentang Buana Niagamakmur Tasikmalaya


Besarnya pengaruh Perbaikan Berkesinambungan (X) terhadap Kinerja Karyawan (Y), dapat dilihat dari
indikator yang digunakan oleh masing-masing variabel dengan menggunakan analisis regresi sederhana, analisis
koefisien determinasi dan uji t yaitu sebagai berikut :

1.Analisis Regresi Sederhana

Tabel 17 Analisis Regresi Sederhana

Coefficientsa
Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) 3.481 2.384 1.460 .150
.067
Perbaikan_Berkesinam
.873 .874 13.112 .000
bungan
a. Dependent Variable:
Kinerja_karyawan
Sumber : Hasil olah spss v.16
Hasil dari uji Coefficients, nilai konstanta a = 3,481 dan b = 0,873 serta harga t hitung = 13,112 dan tingkat
signifikasi = 0,05,sehingga didapat persamaan regresi linier adalah:
Y = 3,481 + 0,873 X.
Dari Persamaan regresi tersebut diperoleh:
a = 3,481 artinya jika PT. Rentang Buana Niagamakmur Tasikmalaya tidak menerapkan Perbaikan
Berkesinambungan maka Kinerja Karyawan sebesar 30,815.
b = 0,873 artinya setiap peningkatan Perbaikan Berkesinambungan sebesar satu satuan maka akan
meningkatkan Kinerja Karyawan sebesar 0,873.

2.Analisis Koefisien Determinasi

Ibid.,

35
Tabel 18.Analisis Koefisien Determinasi

Model Summary

Change Statistics
Std. Error
Mod R Adjusted R of the R Square F Sig. F
el R Square Square Estimate Change Change df1 df2 Change
1 .874a .764 .760 1.69108 .764 171.914 1 53 .000
a. Predictors: (Constant),
Perbaikan_Berkesinambungan
Sumber : Hasil olah spss v.16
Berdasarkan tabel model summary diperoleh angka R square sebesar 0,764 Hal ini menunjukkan bahwa
Perbaikan Berkesinambungan (X) berpengaruh sebesar 76,4% pada Kinerja Karyawan (Y), sedangkan sisanya
23,6% dipengaruhi faktor lain yang tidak diteliti.

3. Uji t
Untuk menguji apakah hipotesis diterima atau ditolak dan seberapa besar signifikasi pengaruh tersebut,
kita gunakan uji t.

Tabel 19. Uji t

Coefficientsa
Standardized
Coefficients
Unstandardized Coefficients
B Std. Error Beta
Model t Sig.
1 (Constant) 30.815 3.923 7.855 .000

perbaikan_berkesinambu
ngan .084 .110 .104 .764 .448

a. Dependent Variable: kinerja_karyawan


Sumber : Hasil olah spss v.16
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui nilai t hitung adalah sebesar 7.855dan t tabel
diperoleh dari tabel t-test dengan α = 0,05 (uji dua sisi) dengan derajat kebebasan (df) n – k - 1 atau 55 –
1 – 1 = 53 (n adalah jumlah sampel dan k adalah variabel bebas) sehingga diperoleh t tabel sebesar 1,674. Jadi t
hitung > t tabel (7.855> 1,674) dengan nilai signifikansi 0,00 < 0,05 maka Ha diterima dan Ho ditolak.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa Perbaikan berkesinambungan berpengaruh signifikan terhadap Kinerja
karyawan.

Ibid.,

36
4. PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat ditarik suatu kesimpulan sebagai berikut:
1. Perbaikan Berkesinambungandi PT. Rentang Buana Niagamakmur Tasikmalaya termasuk kriteria sangat
baik.
2. Terdapat pengaruh yang signifikan anatara Perbaikan berkesinambungan berpengaruh signifikan
terhadap Kinerja karyawan di PT. Rentang Buana Niagamakmur Tasikmalaya. Hal tersebut dapat dilihat pada
analisis koefisien determinasi dimana Perbaikan Berkesinambungan (X) berpengaruh sebesar 76,4%
terhadap Kinerja Karyawan (Y), sedangkan sisanya 23,6% dipengaruhi faktor lain yang tidak diteliti. Jika
dilihat dari uji t diperoleh t hitung > t tabel (7.855 > 1,674) dengan nilai signifikansi 0,00 < 0,05 maka Ha
diterima dan Ho ditolak.

4.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di PT. Rentang Buana Niagamakmur Tasikmalaya, penulis
menyarankan beberapa hal dan di harapkan dapat membantu PT.
Rentang Buana Niagamakmur Tasikmalaya.
1. Diharapkan lebih memperhatikan lagi kebutuhan pelanggan dengan baik.
2. Diharapkan lebih memperhatikan karyawan yang memiliki potensi baik, cerdas dan mampu
menyelesaikan pekerjaan dengan sangat baik, untuk menempati jabatan yang lebih tinggi dengan tanggung
jawab yang tinggi. Hal ini bisa dilakukan dengan memberikan kepercayaan kepada karyawan yang memiliki
potensi baik, cerdas dan bertanggung jawab atas pekerjaannya tersebut untuk diberi posisi yang lebih tinggi.

DAFTAR PUSTAKA
Fahmi, Irham. (2010). Manajemen Kinerja Teori dan Aplikasi. Bandung: Alfabeta.

Fandy, Tjiptono dan Diana, Anastasia. (2003). Total Quality Manajemen. Yogyakarta: Andi.
Ghozali. (2009). Metode Penelitian. Jakarta: Bumi Aksara.

Juergensen, T. (2000) Continuous Improvement: Mindsets, Capability, Process, Tools and Results. The
Juergensen Consulting Group Inc., Indianapolis.

Kirom,Bahrul. (2009). Mengukur Kinerja Pelayanan Dan Kepuasan Konsumen. Bandung: Pustaka Raka Cipta.

Munizu, Musran. (2010). Praktik Total Quality Management (TQM) dan Pengaruhnya Terhadap Kinerja
Karyawan. Cabang Makassar: PT. Telkom Tbk.

Ibid.,

37
Nasution. (2005). Manajemen Mutu Terpadu. Bogor Selatan: Ghalia Indonesia.

Nazir, Mohamad. (2011). Metode Penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia.

Prawirosentono, Suyadi.. (2008). Manajemen Sumberdaya Manusia Kebijakan Kinerja Karyawan Kiat
Membangun Organisasi Kompetitif Menjelang Perdagangan Bebas Dunia. Yogjakarta: BPFE.

Purwanto, Suharyadi. (2007). Statistika. Jakarta: Salemba Empat.

Singarimbun dan Effendi. (2011). Metode Penelitian Survei. Jakarta: Pustaka LP3 ES.

Sudjana. (2000). Metoda Statistika. Bandung: Tarsito.

Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Pendidikan(Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D). Bandung:
Alfabeta.

Tumiwa. (2006). Total Quality Management. Jakarta: LPFE Usakti.

Widjaja, Amin. (2013). Pengantar Manajemen Mutu. Jakarta: Harvarindo.

3. Proses patok duga serta manfaatnya (Artikel 1 )

Pertama, berorientasi pada visi dan misi lembaga. Sebuah lembaga pendidikan harus
menjadikan visi dan misi sebagai penentu arah dalam membuat kebijakan. Kebijakan yang dibuat
haruslah tanggap dan responsif terhadap kemungkinan yang terjadi di masa yang akan datang, yaitu
bukan hanya mendidik siswanya menjadi manusia yang saleh tetapi juga produktif. Hal ini sebagaimana
visi dan misi yang dimiliki MTsN Aryojeding dan SMP Islam Al-Azhaar yang substansinya sama yaitu
mewujudkan peserta didik yang Islami dan juga berprestasi.55

55
Ibid.,

38
Kedua, memahami karakteristik lembaganya sendiri. Setiap lembaga memiliki karakteristik yang
berbeda-beda. Karakter ini bisa menjadi kekuatan tersendiri bagi sebuah lembaga. Strategi
benchmarking harus dilaksanakan bagi mereka yang paham betul dengan karakter/kondisi lembaganya
tersebut melalui analisa lingkungan internal dan lingkungan eksternal lembaga. Analisis yang dapat
digunakan adalah analisis SWOT. Analisis SWOT merupakan suatu metode analisis untuk
mengidentifikasi faktor-faktor internal dan eksternal organisasi.56 Faktor internal berupa kekuatan dan
kelemahan, sedangkan faktor eksternal berupa peluang dan ancaman. Penggunaan analisis SWOT
dimaksudkan untuk menentukan berada di mana posisi organisasi.
Ketiga, membentuk team-work. Tim benchmarking dibentuk berdasarkan keahlian masing-
masing individu terhadap bidang kajiannya. Melalui pembagian tim tersebut akan memudahkan dalam
proses penggalian informasi pada lembaga tujuan benchmark supaya lebih terfokus pada bidang kajian
tertentu. Menurut Amstrong dan Baron dalam Wibowo karakteristik suatu tujuan yang dapat dikatakan
57
baik salah satunya adalah teawork-oriented (berorientasi pada kerja sama tim). Hal ini sebagaimana
prinsip dalam mendesain struktur organisasi yaitu division of work (pembagian kerja). Stoner
mendefinisikan pembagian kerja sebagai pembagian seluruh beban pekerjaan menjadi sejumlah tugas
58
secara wajar dan nyaman yang dapat dilaksanakan oleh individu atau kelompok. Pembagian kerja
merupakan upaya membagi pekerjaan menjadi pekerjaan yang kecil, sederhana, dalam kegiatan yang
terpisah, di mana karyawan mengkhususkan diri pada bidang tersebut sehingga produktivitas akan
meningkat melalui spesialisasi pekerjaan.
Keempat, penentuan lembaga unggul yang menjadi patokan. Strategi benchmarking
memungkinkan adanya kerja sama antara kedua belah pihak untuk saling bertukar informasi. Informasi
itulah yang nantinya akan diolah dan dijadikan sebagai patokan pada pengembangan sekolah yang
melaksanakan studi benchmarking. Karena pada dasarnya sekolah yang melakukan studi tersebut
mencari format sekolah masa depan. Untuk itu lembaga unggul yang menjadi tujuan benchmarking
59
merupakan sekolah yang berposisi sebagai pemimpin. Jadi tidak heran apabila baik di MTsN
Aryojeding dan SMP Islam Al-Azhaar memilih mitra benchmarking pada lembaga yang sudah bertaraf
Internasional dan prestasinya sudah mencapai tingkat Nasional. 60 Menurut Watson ada beberapa kriteria
dalam memilih mitra benchmarking, di antaranya: 1) tipe organisasi, 2) budaya organisasi, 3) struktur

56
57
58
59
60
Ibid.,

39
organisasi, 4) kinerja potensial, 5) reputasi, 6) mutu lulusan, 7) jangkauan kemitraan, 8) sistem
manajemen, dan 9) perkembangan teknologi.
Kelima, penentuan topik benchmarking. Topik benchmarking ditentukan secara umum dengan
menyesuaikan keadaan di lembaga sendiri dan lembaga mitra benchmarking. Biasanya pertimbangan ini
diambil dari segi keunikan lembaga yang diharapkan dapat memberikan informasi baru yang belum
pernah dipublikasikan. Pada tahapan ini perlu persiapan berupa pedoman wawancara, kuesioner, atau
61
dokumentasi. Mitra benchmarking juga harus mengetahui informasi yang hendak dicari, sehingga
kerja sama dapat betul-betul bermanfaat bagi kedua belah pihak. Topik pembahasan bisa diambil dari
hasil analisis SWOT yang pernah dilakukan. Dengan demikian, pada tahap formulasi strategi
benchmarking harus dikonsep dengan sebaikbaiknya (komprehensif) agar pelaksanaan studi
benchmarking dapat berjalan secara maksimal.
Pencapaian tujuan organisasi membutuhkan suatu kerja sama yang saling mendukung dan
mempengaruhi yang terwujud dalam proses komunikasi. Pengendalian akan lebih efektif bilamana
dilakukan melalui komunikasi yang intens antara pimpinan dan bawahannya. Komunikasi bermanfaat
untuk membangun/menciptakan pemahaman atau pengertian bersama. Melalui komunikasi yang intens
kinerja bawahan akan mudah dikendalikan oleh seorang pimpinan. Sebagaimana manfaat komunikasi
itu sendiri, yakni: perubahan sikap (attitude change), perubahan pendapat (opinion change), perubahan
perilaku (behavior change), dan perubahan sosial (social change).62Dengan demikian, komunikasi yang
intens antara atasan dan bawahan akan berimplikasi pada perubahan pola kerja (kinerja) yang
diharapkan oleh pimpinan. Manfaat :
10) Mencegah terulangnya kembali kesalahan, penyimpangan, penyelewengan, pemborosan, hambatan,
dan ketidakadilan.
11) Menghentikan atau meniadakan kesalahan, penyimpangan, penyelewengan, pemborosan, hambatan,
dan ketidakadilan.
12) Mendapatkan cara-cara yang lebih baik atau membina yang telah baik.
13) Menciptakan suasana keterbukaan, kejujuran, partisipasi, daan akuntabilitas organisasi.
14) Meningkatkan kelancaran operasi organisasi.
15) Meningkatkan kinerja organisasi.
16) Memberikan opini atas kinerja organisasi.

61
62
Ibid.,

40
17) Mengarahkan manajemen untuk melakukan koreksi atas masalah-masalah pencapaian kinerja yang
ada.
18) Menciptakan terwujudnya organisasi yang bersih.

4. Proses patok duga serta manfaatnya (Artikel 2 )

1.Menerapkan Multi-voting
Berikut ini tanggapan responden atas pernyataan kuesioner berkaitan dengan indikator Perbaikan
Berkesinambunganmengenai Menerapkan multi-voting yang dibagi ke dalam 2 (dua) item pernyataan
kuesioner.
Tabel 7. Tanggapan Responden Mengenai Memperhatikan Ide dan Kreatifitas
Karyawan
Jumlah JumlahSkor
Uraian Skor Persentase
Responden
Sangat Setuju 5 25 125 46%
Setuju 4 28 112 50%
Tidak Ada Pendapat 3 2 6 4%
Tidak Setuju 2 0 0 %
Sangat Tidak Setuju 1 0 0 0%
Jumlah 55 243 100%
Sumber: Hasil pengolahan data kuesioner
Berdasarkan Tabel 7 di atas, diketahui bahwa tanggapan responden mengenai menerapkan Multy-
voting, dengan memperhatikan ide dan kreatifitas karyawan termasuk dalam klasifikasi sangat baik dengan
total skor sebesar 243. Adapun responden yang menyatakan sangat setuju yaitu 25 orang atau 46%
responden, setuju 28 orang atau 50% responden dan tidak ada pendapat 2orang 4% responden.
Tabel 8. Tanggapan Responden Mengenai Memberdayakan Karyawan dalam Pengambilan
Keputusan
Jumlah JumlahSkor
Uraian Skor Persentase
Responden
Sangat Setuju 5 25 125 45%
Setuju 4 27 108 49%
Tidak Ada Pendapat 3 3 9 6%
Tidak Setuju 2 0 0 0%
Sangat Tidak Setuju 1 0 0 0%
Jumlah 55 242 100%
Sumber : Hasil pengolahan data kuesioner
Berdasarkan Tabel 8 di atas, diketahui bahwa tanggapan responden mengenai Menerapkan Multy-
voting, dengan memberdayakan karyawan dalam pengambilan keputusan termasuk dalam klasifikasi sangat

Ibid.,

41
baik dengan total skor sebesar 242. Adapun responden yang menyatakan sangat setuju yaitu 25 orang atau
45% responden, setuju 27 orang atau 49% responden dan tidak ada pendapat 3orang 6% responden.

2.Mengidentifikasi Kebutuhan Pelanggan


Berikut ini tanggapan responden atas pernyataan kuesioner berkaitan dengan indikator Perbaikan
Berkesinambunganmengenai Mengidentifikasi kebutuhan pelanggan yang dibagi ke dalam 2 (dua) item
pernyataan kuesioner.
Tabel 9. Tanggapan Responden Mengenai Melakukan Observasi Dulu Sebelum Mengambil
Keputusan
Jumlah JumlahSkor
Uraian Skor Persentase
Responden
Sangat Setuju 5 23 115 42%
Setuju 4 28 112 51%
Tidak Ada Pendapat 3 4 12 7%
Tidak Setuju 2 0 0 0%
Sangat Tidak Setuju 1 0 0 0%
Jumlah 55 239 100%
Sumber: Hasil pengolahan data kuesioner
Berdasarkan Tabel 9 di atas, diketahui bahwa tanggapan responden mengenai Mengidentifikasi
kebutuhan pelanggan, dengan melakukan observasi dulu sebelum mengambil keputusan termasuk dalam
klasifikasi sangat baik dengan total skor sebesar 239. Adapun responden yang menyatakan sangat setuju 23
orang atau 42% responden, setuju 28 orang atau 51% responden dan tidak ada pendapat 4orang 7%
responden.

Tabel 10. Tanggapan Responden Mengenai Mengidentifikasi kebutuhan


pelanggan, dengan memperhatikan kualitas
Jumlah JumlahSkor
Uraian Skor Persentase
Responden
Sangat Setuju 5 26 130 47%
Setuju 4 29 116 53%
Tidak Ada Pendapat 3 0 0 0%
Tidak Setuju 2 0 0 0%
Sangat Tidak Setuju 1 0 0 0%
Jumlah 55 246 100%
Sumber : Hasil pengolahan data kuesioner
Berdasarkan tabel 10 di atas, diketahui bahwa tanggapan responden mengenai mengidentifikasi
kebutuhan pelanggan, dengan memperhatikan kualitas termasuk dalam klasifikasi sangat baik dengan total
skor sebesar 246. Adapun responden yang menyatakan sangat setuju 26 orang atau 47% responden dan
setuju 29 orang atau 53% responden.

Ibid.,

42
3.Mempelajari Penggunaan Waktu
Berikut ini tanggapan responden atas pernyataan kuesioner berkaitan dengan indikator Perbaikan
Berkesinambunganmengenai Mengidentifikasi kebutuhan pelanggan yang dibagi ke dalam 2 (dua) item
pernyataan kuesioner.
Tabel 11. Tanggapan Responden Mengenai Memberikan Pendidikan dan Pelatihan yang
Sesuai Kebutuhan Karyawan
Jumlah JumlahSkor
Uraian Skor Persentase
Responden
Sangat Setuju 5 25 125 45%
Setuju 4 29 116 53%
Tidak Ada Pendapat 3 1 3 2%
Tidak Setuju 2 0 0 0%
Sangat Tidak Setuju 1 0 0 0%
Jumlah 52 244 100%
Berdasarkan tabel 11 di atas, diketahui bahwa tanggapan responden mengenai Mempelajari
penggunaan waktu, dengan memberikan pendidikan dan pelatihan yang sesuai kebutuhan karyawan
termasuk dalam klasifikasi sangat baik dengan total skor sebesar 244. Adapun responden yang menyatakan
sangat setuju 25 orang atau 45% responden, setuju 29 orang atau % responden dan tidak ada pendapat 1
orang2 % responden.
Tabel 12. Tanggapan Responden Mengenai Memberikan Kebebasan Terkendali bagi Setiap
Karyawan
Jumlah JumlahSkor
Uraian Skor Persentase
Responden
Sangat Setuju 5 25 125 45%
Setuju 4 28 112 51%
Tidak Ada Pendapat 3 1 3 2%
Tidak Setuju 2 1 2 2%
Sangat Tidak Setuju 1 0 0 0%
Jumlah 55 242 100%
Sumber : Hasil pengolahan data kuesioner
Berdasarkan Tabel 12 di atas, diketahui bahwa tanggapan responden mengenai mempelajari
penggunaan waktu, dengan memberikan kebebasab terkendali bagi setiap karyawan termasuk dalam
klasifikasi sangat baik dengan total skor sebesar 242. Adapun responden yang menyatakan sangat setuju 25
orang atau 45% responden, setuju 28 orang atau 51% responden, tidak ada pendapat 1orang 2% responden
dan tidak setuju 1 orang atau 2% responden.

4.Mengalokasikan Masalah
Berikut ini tanggapan responden atas pernyataan kuesioner berkaitan dengan indikator Perbaikan
Berkesinambunganmengenai Mengalokasikan masalah.

Ibid.,

43
Tabel 13.Tanggapan Responden Mengenai Perusahaan dan Karyawan
Memiliki Kesatuan Tujuan
Jumlah JumlahSkor
Uraian Skor Persentase
Responden
Sangat Setuju 5 29 145 53%
Setuju 4 26 104 47%
Tidak Ada Pendapat 3 0 0 0%
Tidak Setuju 2 0 0 0%
Sangat Tidak Setuju 1 0 0 0%
Jumlah 55 249 100%
Sumber : Hasil pengolahan data kuesioner
Berdasarkan tabel 13 di atas, diketahui bahwa tanggapan responden mengenai mengalokasikan
masalah, perusahaan dan karyawan memiliki kesatuan tujuan termasuk dalam klasifikasi sangat baik
dengan total skor sebesar 249. Adapun responden yang menyatakan sangat setuju 29orang atau 53%
responden dan setuju 26 orang atau 47% responden.
Kelima aktivitas perbaikan berkesinambungan ini belum sepenuhnya diterapkan di PT. Rentang Buana
Niagamakmur (PT. RBN) Tasikmalaya. Terdapat beberapa permasalahan yang terjadi pada produk yang
dihasilkan yaitu tingginya produk cacat yang melebihi standar yang ditetapkan, dan terjadi persaingan diantara
perusahaan sejenis yang semakin ketat. Oleh karena itu, perusahaan harus dapat meningkatkan kinerja
karyawan dengan melakukan perbaikan berkesinambungan dalam berbagai aspek baik itu manajemen
perusahaan, kualitas produk dan pelayanan terhadap konsumen, agar permintaan di perusahaan selalu
meningkat. Dengan demikian, dalam situasi pasar yang semakin kompetitif dan penuh dengan ketidakpastian
diperlukan pengelolaan secara seksama sehingga dapat meningkatkan kualitas produknya.
Manfaat adalah untuk mengetahui perbaikan berkesinambungan serta mengetahui pengaruhnya terhadap
kinerja di PT. Rentang Buana Niagamakmur (PT.RBN) Tasikmalaya.

Ibid.,

44

Anda mungkin juga menyukai