Anda di halaman 1dari 11

BAB I

LATAR BELAKANG LAHIRNYA GERAKAN MUTU

Mutu adalah sebuah hal yang berhubungan dengan gairah & harga
diri (Tom Peters dan Nancy Austin)

Mutu

Bagi setiap institusi, mutu adalah agenda utama dan meningkatkan mutu merupakan
tugas yang paling penting. Walaupun demikian, ada sebagian orang yang
menganggap mutu sebagai sebuah konsep yang penuh dengan teka-teki. Mutu
dianggap sebagai sesuatu hal yang membingungkan dan sulit untuk diukur. Mutu
dalam pandangan seseorang terkadang bertentangan dengan mutu dalam pandangan
orang lain, sehingga tidak aneh jika ada dua pakar yang tidak memiliki kesimpulan
yang sama tentang bagaimana cara menciptakan institusi yang baik

Kita memang bisa mengetahui mutu ketika kita mengalaminya, tapi kita tetap merasa
kesulitan ketika kita mencoba mendeskripsikannya dan menjelaskannya. Dalam
kehidupan sehari-hari kita akan melakukan apa saja untuk bisa mendapatkan mutu,
terutama jika mutu tersebut sudah menjadi kebiasaan kita. Namun ironisnya, kita
hanya bisa menyadari keberadaan mutu tersebut saat mutu tersebut hilang. Suatu hal
yang bisa kita yakini adalah mutu merupakan suatu hal yang bisa membedakan
antara yang baik dan yang sebaliknya. Bertolak dari kenyataan tersebut, mutu dalam
pendidikan akhirnya merupakan suatu hal yang membedakan antara kesuksesan dan
kegagalan. Sehingga, sangatlah jelas bahwa mutu merupakan masalah pokok yang
akan menjamin perkembangan sekolah dalam meraih status di tengah-tengah
persaingan dunia pendidikan yang semakin ketat.
Organisasi-organisasi terbaik di dunia, baik milik pemerintah maupun swasta,
memahami mutu dan mengetahui rahasianya. Menemukan sumber mutu adalah
sebuah petualangan yang penting. Pelaku-pelaku dunia pendidikan menyadari
keharusan mereka untuk meraih mutu tersebut dan menyampaikannya kepada pelajar
atau peserta didik. Sesungguhnya, ada banyak sumber mutu dalam pendidikan,
misalnya sarana gedung yang bagus, guru yang cakap, nilai moral yang tinggi, hasil
ujian yang memuaskan, spesialisasi atau kejuruan, dorongan orang tua, bisnis dan
1
komunitas lokal, sumber daya yang melimpah, aplikasi teknologi yang mutahir,
kepemimpinan yang baik dan efektif, perhatian terhadap pesera didik, kurikulum
yang sesuai, atau juga kombinasi dari faktor-faktor tersebut.
Mungkin terkesan sedikit memerintah jika pelaku dunia pendidikan dianjurkan
pentingnya berkaca dan melihat dunia bisnis sebagai sebuah titik awal pembicaraan
tentang penerapan mutu di dunia pendidikan. IBM, misalnya, menetapkan sebuah
definisi: "Mutu sama dengan kepuasan pelanggan". Alex Trotman, wakil presiden
eksekutif Ford Motor Company menyampai pesan yang senada: "Kita tahu bahwa
pada saat ini, kita harus benar-benar memuaskan pelanggan". Akan tetapi, langkah
awal untuk mencapai mutu tidaklah sesederhana "Dengarkan pelanggan Anda dan
beri respon pada mereka maka semua hal yang baik akan tercipta dengan
sendirinya".
Organisasi-organisasi yang mengganggap serius pencapaian mutu memahami bahwa
sebagian bear rahasia mutu berakar dari mendengar dan merespon secara simpatik
terhadap kenutuhan dan keingginan para pelanggan dan klien. Meraih mutu
melibatkan keharusan melakukan segala hal dengan baik, dan institusi harus
memposisikan pelanggan secara tepat dan proporsional agar mutu bisa dicapai.

Mutu Hanya Sekedar Inisiatif Lain?


Mutu adalah ide yang sudah ada di hadapan kita. Mutu telah banyak dibicarakan
orang. The Citizen's Charter, The Parent's Charter, Investors in People, The
European Quality Award, British Standard BS5750, dan International Standard
ISO9000 merupakan sebagian contoh penghargaan dan standar mutu yang telah
diperkenalkan untuk mempromosikan mutu dan keunggulannya. Kesadaran terhadap
mutu telah merambah dunia pendidikan. Pendidikan di Inggris, misalnya, telah lama
memiliki mekanisme mutu untuk menguji dan menilai dewan-dewan khusus yang
merupakan unsur penting dalam memperoleh mutu. Oleh karena itu, institusi-
institusi pendidikan perlu mengembangkan sistem-sistem mutunya agar dapat
membuktikan kepada publik bahwa mereka dapat memberikan layanan yang
bermutu.
Kita perlu mempertanyakan apakah mutu, jaminan mutu, mutu terpadu atau Total
quality Management (TQM) adalah hanya sekedar sebuah inisiatif - sebuah model
baru yang didesain untuk menambah beban para guru dan institusi yang kekurangan
dana? Inisiatif yang melelahkan telah menjadi faktor penghambat perkembangan
2
sistem pendidikan selama beberapa dekade yang lalu dan masih terus terjadi. Lalu
mengapa mutu ditempatkan pada posisi puncak dari inovasi yang harus dilakukan
sekolah dan perguruan tinggi? Jika mutu hanya sekedar ide lain yang mudah
dihilang-kan dan dilupakan, maka para pelaku pendidikan berhak untuk bersikap
skeptis.
Mutu, khususnya dalam konteks TQM adalah hal yang berbeda. Mutu bukanlah
sekedar inisiatif atau ide lain. Mutu merupakan sebuah filosofi dan metodologi yang
membantu institusi untuk merencanakan perubahan dan mengatur agenda dalam
menghadapi tekanan-tekanan eksternal yang berlebihan. TQM merupakan alternatif
yang layak diperimbangkan. Dalam dunia Barat, TQM adalah cara yang paling
efektif untuk menghilangkan tekanan ekonomi sehingga mereka dapat bersaing lebih
baik dengan cepatnya pertumbuhan ekonomi di kawasan Pasifik.
Ada beberapa pihak yang percaya bahwa TQM dapat diaplikasikan dalam
pendidikan. Bagaimanapun juga, TQM tidak akan membawa hasil dalam kurun
waktu yang singkat. Esensi TQM adalah perubahan budaya (change of culture).
Perubahan budaya sebuah institusi adalah sebuah proses yang lambat, dan tidak
tergesa-gesa. Dampak-dampak TQM hanya akan dicapai jika semua pelakunya
merasa perlu untuk ikut terlibat. Makna sejati dari mutu haruslah mampu menyentuh
pikiran dan hati semua pelaku. Dalam dunia pendidikan, hal ini akan terwujud jika
semua staf pendidikan merasa yakin bahwa pengembangan mutu akan membawa
dampak positif bagi mereka dan para peserta didik.

Asal Mula Gerakan Mutu


Gagasan perbaikan mutu dan jaminan mutu mulai dimunculkan setelah Perang Dunia
Kedua. Meskipun demikian, perusahaan-perusahaan di Inggris dan Amerika baru
tertarik pada isu mutu di tahun 1980an, saat mereka mempertanyakan keunggulan
Jepang dalam merebut pasar dunia.
Karena itu, mutu kemudian memasuki dunia pendidikan. Ini sebuah fenomena dalam
dunia pendidikan. Institusi-institusi pendidikan kemudian mengembangkan sistem-
sistem mutu dengan tujuan membuktikan kepada khalayak umum bahwa mereka
(institusi X) memberikan layanan yang bermutu.
Meskipun demikian, kita harus menyadari bahwa mutu bukan sekedar sebuah
inisiatif atau sebuah model baru yang di desain untuk menambah beban kerja guru
atau institusi, atau hal lain.

3
Jika demikian maka kita harus membedakan TQM dalam perusahaan dan TQM
dalam pendidikan. TQM dalam perusahaan hanya sebatas sebuah inisiatif.
Sedangkan TQM dalam pendidikan lebih merupakan sebuah filosofi dan metodologi
yang membantu institusi untuk merencanakan perubahan dan mengatur agenda
dalam menghadapi tekanan-tekanan eksternal yang berlebihan. Esensinya adalah
perubahan budaya atau change of culture.

Harus dicatat bahwa petualangan mencari mutu bukanlah sebuah ekspedisi baru.
Dalam dunia industri, sejak dulu sudah ada keharusan untuk merasa yakin bahwa
produk sudah sesuai dengan spesifikasinya agar mampu memberikan kepuasan pada
para pelanggannya. Jika mutu produksi terjaga maka akan menyebabkan tingkat
kepercayaan pelanggan terhadap produk meningkat. Untuk mencapainya, maka
harus menjaga standar mutunya sehingga dikemudian hari lahirlah apa yang disebut
quality control.

Kontrol mutu adalah proses yang menjamin bahwa hanya produk yang memenuhi
spesfikasi yang boleh keluar dari pabrik dan dilempar ke pasar. Maka kontrol mutu
berada di tahap akhir atau pasca produksi dengan tugas mendeteksi produk yang
cacat.

Kontribusi Deming, Shewhart, dan Juran


Gagasan tentang jaminan mutu dan mutu terpadu terlambat sampai di Barat,
meskipun ide-ide tersebut pada mulanya dikembangkan pada tahun 1930-an dan
1940an oleh W. Edwards Deming. Ia adalah seorang ahli statistik Amerika yang
memiliki gelar PhD dalam bidang fisika. Ia dilahirkan pada tahun 1900.
Pengaruhnya sebagai teoritikus manajemen bermula di Barat, namun justru Jepang
memanfaatkan keahliannya sejak 1950. Deming mulai memformulasikan idenya
pada tahun 1930an ketika melakukan penelitian tentang metode-metode
menghilangkan variabilitas dan pemborosan dari proses industri. Dia memulai
kerjanya di Western Electric di Chicago. Western Electric juga tempat kerja Joseph
Juran. Pada saat itu, pabrik Hawthorne mempekerjakan lebih dari 40.000 orang yang
memperoduksi perlengkapan telepon. Pabrik ini menjadi popular saat Elton Mayo
dan Koleganya dari Universitas Harvard berhasil membuat serangkaian eksperimen
terkenal tentang sebab-sebab perubahan produktivitas. Pada saat itu Mayo
menemukan “Hawtborne effect” yang mengakui eksistensi dan pentingnya struktur-

4
struktur informal dalam organisasi-organisasi terhadap hasil produk industry serta
terhadap produktivitas dan dampaknya terhadap praktek-praktek kerja.
Dari Western Electric, Deming pindah kerja di Departemen Pertanian Amerika.
Disana dia diperkenalkan pada Walter Shewhart seorang ahli statistik dari Bell
Laboratories di New York. Sebelumnya Shewhart telah mengembangkan beberapa
teknik yang membawa proses-proses industry menuju apa yang ia sebut dengan
kontrol statistik. Ini adalah serangkaian teknik-teknik yang meminimalisasi unsur-
unsur tak terduga dari proses-proses industri, sehingga industry lebih bisa diprediksi
dan dikontrol. Tujuannya adalah untuk menghilangkan pemborosan biaya dan
penundaan waktu. Kontribusi awal Deming adalah mengembangkan dan
meningkatkan metode-metode statistik Shewhart dan Deming, sekarang dikenal
sebagai Statistical Process Control (SPC), yang dikombinasikan dengan wawasan
hubungan gerakan relasi manusia yang diasosiasikan dengan Mayo dan koleganya
yang notabene merupakan penyokong teori TQM.

Deming mengunjungi Jepang pertama kali di akhir tahun 1940an untuk melakukan
sensus Jepang pasca perang. Terkesan dengan kinerjanya, Japanese Union of
Engineers and Scientists mengundang Deming untuk kembali pada tahun 1950 untuk
mengajarkan aplikasi kontrol proses statistik kepada para pelaku industry dijepang.
Jepang menekankan perhatian dalam merekonstruksi industry mereka yang rusak
karena perang. Pada saat itu, industry Jepang mengalami kerusakan besar akibat bom
yang dijatuhkan Amerika sehingga industri yang tersisa hanya bisa menghasilkan
produk imitasi bermutu rendah. Orang-orang jepang berkeinginan untuk belajar dari
bangsa-bangsa industrialis lain.

Deming memberikan sebuah jawaban yang sederhana terhadap kondisi sulit mereka.
Dia menganjurkan agar Jepang memulai ayunan langkah dengan mengetahui apa
yang diinginkan oleh pelanggan mereka. Deming menganjurkan agar mereka
mendesain metode-metode produksi serta produk mereka dengan standar tertinggi.
Hal ini akan memungkinkan mereka memegang kendali. Deming yakin bahwa jika
pendekatan tersebut sepenuhnya dijalankan, maka lebih kurang dalam lima tahun ke
depan, perusahaan-perusahaan di Jepang mampu memposisikan dirinya sebagai
pemimpin pasar. Jepang menerapkna ide-ide Deming, Joseph Juran dan Pakar Mutu
Amerika lainnya yang berkunjung ke Jepang pada waktu itu. Revolusi mutu dimulai
dari pabrik dan diikuti oleh industry-industri jasa serta diikuti juga bank dan

5
keuangan. Jepang telah mengembangkan ide-ide Juran dan Deming ke dalam apa
yang mereka sebut Total Quality Control, dan mereka mampu menjadi singa pasar
dunia. Dominasi pasar yang mereka raih tersebut sebagian besar merupakan hasil
dari perhatian mereka terhaadap mutu.

Perkembangan Baru Minat Terhadap Mutu

Di Amerika sendiri ide-ide Deming dan Juran justru diabaikan. Pada tahun 1950-an,
bisnis Amerika memang apat menjual dengan baik semua barang yang mereka
produksi. Penekanan industry Amerika dan sebagian dunia Barat pada saat itu hanya
memaksimalkan produksi dan keuntungan. Sedangkan mutu mendapat prioritas yang
rendah. Namun, sejak tahun 1970-an ketika mereka mulai kehilangan pasar, karena
pasar mulai condong pada Jepang, maka beberapa perusahaan Amerika Serikat mulai
memperhatikan pesan mutu secara serius.

Pencarian jawaban terhadap kompetisi Jepang mendapatkan perhatian serius dalam


salah satu teks manajemen yang paling berpengaruh pada tahun 1980-an: Peters dan
Weterman, In Search of Ezcellence (1982). Peters dan Weterman menganalisis
untsur-unsur penting dari perusahaan yang ‘unggul’ di Jepang, kemudian yang ada di
Amerika. Penelitian mereka menunjukan bahwa perusahaan-perusahaan yang
memiliki hubungan baik dengan pelanggan adalah mereka yang selalu bersifat
kompetitif dan menguntungkan. Keunggulan berjalan beriringan dengan sebuah
pendapat yang sederhana namun penting, yaitu ‘dekat dengan pelanggan’ dengan
obsesi yang baik adalah organisasi yang memiliki struktur non-birokrasi yang
didasarkan pada tim yang aktif dan antusias. Unsur-unsur ini dapat menjadi bagian
dari setiap organisasi, tapi bagi perusahaan-perusahaan Jepang, unsur-unsur tersebut
betul-betul sudah diterapkan dengan sangat baik dan antusias.

Mutu terpadu (total quality) membutuhkan manager yang mampu mengesampingkan


sejenak keuntungan jangka pendek dan menetapkan tujuan keberhasilan jangka
panjang. Untuk tetap terdepan dalam kompetisi, sebuah organisasi harus mengetahui
kebutuhan pelanggan, kemudian menyatukan pikiran untuk bertindak memenuhi
kebutuhan mereka.

Perbedaan antara metode bisnis Jepang dan metode industry Barat terletak pada
kultur, perbedaan utamanya adalah pada kultur perusahaan-perusahaan mereka dan

6
sikap mereka terhadap mutu. Deming, Juran, Crosby dan Peters, menganjurkan
pentingnya perubahan kultur kerja agar mutu terpadu bisa meraih sukses.

Di Inggris Raya dan Eropa Barat pesan jaminan mutu memang baru saja didengar,
namun ada kesadaran yang terus meningkat bahwasannya mutu adalah kunci menuju
keunggulan yang kompetitif. Kompetisi tidak hanya untuk kepentingan pasar tapi
juga dalam mempekerjakan karyawan-karyawan yang paling inovatif dan
bermotivasi.

Sekarang ada kampanye untuk meningkatkan standar sertifikasi mutu Eropa pasca
1992, dan The European Foundation for Quality Management baru-baru ini telah
didirikan 14 perusahaan penting Eropa, termasuk Volkswagen & Philips.

Gerakan Mutu dalam Pendidikan

Inisiatif untuk menerapkan konsep TQM berkembang terlebih dahulu di Amerika


barulah di Inggris, namun awal 1990-an kedua negara tersebut betul-betul dilanda
gelombang metode tersebut. Ada banyak gagasan yang dihubungkan dengan mutu
juga dikembangkan dengan baik oleh institusi-institusi pendidikan tinggi dan
gagasan-gagasan mutu tersebut terus-menerus diteliti dan diimplementasikan di
sekolah-sekolah.

Beberapa inisiatif baru seperti TVEI, penempatan guru dalam industry dan
berkembangnya kerjasama pendidikan dan bisnis (Education Business Partnership)
telah membuat hubungan keduanya semakin dekat dan menbuat konsep-konsep
industry semakin dapat diterima dalam dunia pendidikan. Dan pada akhirnya ada
keinginan yang terus meningkat dari pelaku pendidikan untuk mengeksplorasi
pelajaran-pelajaran dari industry.

Peningkatan mutu semakin penting bagi institusi yang digunakan untuk memperoleh
kontrol yang lebih baik melalui usahanya sendiri. Kebebasan yang baik harus
disesuaikan dengan akuntabilitas yang baik. Institusi-institusi harus
mendemonstrasikan bahwa mereka mampu memberikan pendidikan yang bermutu
pada peserta didik. Pendidikan memerlukan strategi-strategi kompetitif yang secara
jelas membedakan institusi-institusi dari para pesaingnya. Mutu terkadang hanya
menjadi satu-satunya faktor pembeda bagi sebuah institusi. Fokus terhadap

7
kebutuhan pelanggan, yang merupakan poin inti dari mutu, inilah salah satu cara
efektif dalam menghadapi kompetisi dan bertahan didalamnya.

Hal yang sangat mengejutkan adalah mengapa mutu dan mutu terpadu dalam dunia
pendidikan baru memperoleh pengakuan setelah sekian lama mutu tersebut berhasil
dalam dunia industry? Meskipun demikian, satu hal yang harus kita yakini bersama
bahwa layanan mutu merupakan isu kunci bagi seluruh sector pendidikan pada masa
dekade mendatang.

KUIS BAB 1

JAWABLAH DENGAN SINGKAT!

1. Apakah yang melatar belakangi gerakan mutu pendidikan? Bagaimanakah


hubungannya dengan pendidikan di sekolah?
2. Definisikan mutu menurut anda sendiri! Sedangkan definisi mutu menurut
MMT, bagaimana?
3. Mutu bukan sekedara inisiatif, mengapa demikian, jelaskan!
4. Sebagai orang beragama, apakah agama memberikan perintah mengenai
mutu (menurut keyakinan agama anda sendiri)?
5. Wawasan mutu terpadu dari dunia industri, bagaimanakah anda
menempatkan pada dunia pendidikan?

Daftar Pustaka

8
Sallis, Edward. 2012. Total Quality Management In Educatiaon Manajemen Mutu
Pendidikan.IRCiSoD:Jogjakarta
TAMBAHAN PENGETAHUAN.
TQM DALAM TERAPAN KE PENDIDIKAN

Dalam perkembanganya, mutu mulanya dikembangkan di Barat di era 1930 dan


1940an oleh W. Edwards Deming. Namun Jepanglah yang memanfatkan
keahliannya. Deming memformulasikan idenya pada tahun 1930-an saat melakukan
penelitian tentang metode-metode menghilangkan variabilitas dan pemborosan dari
proses industri. Dari serangkaian penelitian yang dilakukan Deming, Deming
menginginkan kontrol atas industri. Ia kemudian mengembangkan metode statistik
Shewhart yakni teknik-teknik meminimalisasi unsur-unsur tak terduga dari proses-
proses industri sehingga industri dapat dikontrol dan terkontrol. Kontribusinya
adalah mengembangkan metode Shewhart. Metode Shewhart dan Deming kemudian
dikenal dengan Statistic Process Control (SPC).

Kunjungan Deming ke Jepang dalam tugas melakukan statistik usai perang


dunia. Maka Jepang kemudian memintanya untuk membantu dalam proses kontrol
industri Jepang. Deming menganjurkan Jepang agar mulai mengetahui apa yang
diinginkan pelanggan. Ia pun menganjurkan untuk mendesain metode-metode
produksi serta produk Jepang dengan standar tinggi. Sebab hanya itu yang akan
memungkinkan mereka memegang kendali. Dalam prediksinya, jika diterapkan
maka hanya membutuhkan lima tahun maka perusahaan-perusahaan Jepang akan
memposisikan diri sebagai pemimpin pasar. Sejalan dengan itu, Juran pun
mengunjungi Jepang. Deming dan Juran kemudian berkolaborasi ide ke dalam apa
yang disebut total quality manajemen (TQM)

Sebagaimana pada organisasi-organisasi lain, kesadaran mengenai kualitas


juga telah merambah dunia pendidikan. Dalam buku ini dikatakan bahwa institusi-
institusi pendidikan perlu mengembangkan sistem kualitasnya agar dapat
membuktikan kepada publik bahwa mereka dapat memberikan layanan yang
berkualitas. Kualitas, khususnya dalam konteks TQM dipandang tidak sekedar
sebagai inisiatif belaka, namun dipandang sebagai suatu alat untuk mengubah
budaya dalam institusi pendidikan menjadi budaya yang lebih baik. Namun
demikian, total quality movement dalam pendidikan adalah hal yang masih tergolong
baru. Hanya ada sedikit literatur yang mengemukakannya sebelum tahun 1980.

9
Sebagian besar praktik kerja TQM diawali oleh komunitas pendidikan di AS dan
Inggris di tahun 1990, dan sekarang ini banyak ide terkait TQM telah dikembangkan
dengan baik di pendidikan tinggi, terbukti dengan adanya EFQM European Quality
Management Award (tahun 2001) yang dimenangkan oleh St Mary’s College—
sebuah sekolah di Irlandia Utara. Masalah jaminan kualitas juga mulai menjadi
pemikiran utama di sekolah-sekolah di seluruh dunia.

Terkait dengan penerapan TQM sebagai standar jaminan kualitas dalam sebuah
institusi pendidikan, ada beberapa pertanyaan yang perlu dicari jawabannya.

1) Bagaimana kualitas dalam institusi pendidikan dapat dipastikan? Apa


indikatornya?
2) Apakah konsep kualitas dalam institusi pendidikan telah benar-benar
dipahami oleh mereka yang berkecimpung didalamnya?
3) Mengapa institusi pendidikan perlu menerapkan sistem manajemen kualitas?
4) Dapatkah konsep manajemen kualitas tersebut dilaksanakan di Indonesia?

Mutu sebagaimana dikemukakan di atas telah mengalami perkembangan. Para


pelaku industri telah menyadari mutu dan kontrol terhadap menjadi faktor penting
sebuah produk diterima atau tidak oleh pasar. Tahap demi tahap dilakukan hanya
dengan satu tujuan kepuasan pelanggan.

Demikianlah yang dilakukan para pelaku industri di Jepang ketika mereka


mengetahui bahwa Deming memiliki metode pendekatan yang efektif dalam
mencapai mutu. Bahwa apabila mutu produksi terjaga maka akan menyebabkan
tingkat kepercayaan pelanggan terhadap produk meningkat. Untuk mencapainya,
maka harus menjaga standar mutunya sehingga dikemudian hari lahirlah apa yang
disebut quality control.

Hal in juga yang harus dipikirkan oleh pelaku pendidikan bila menginginkan mutu
dan kepuasan pelanggan. Tidak ada cara lain kecuali mutu out put harus terjaga. Bila
mutu out put terjaga makan akan berdampak terhadap tingkat kepercayaan
pelanggan.

Secara umum, kualitas dalam institusi pendidikan dapat dilihat dari beberapa hal,
antara lain: guru yang baik dan kompeten, nilai moral yang tinggi, hasil ujian yang
memuaskan, dukungan dari orang tua, bisnis dan komunitas lokal, sumberdaya yang

10
melimpah, aplikasi teknologi mutakhir, kepemimpinan yang baik dan efektif,
perhatian terhadap pelajar dan anak didik, kurikulum yang memadai, atau kombinasi
dari faktor-faktor tersebut. Namun benarkah kita benar-benar meyakini bahwa
kualitas adalah tentang indikator-indikator tersebut?

Fakta sekarang ini kualitas pendidikan ditentukan oleh kebijakan pemerintah terpilih,
yang telah dijanjikan selama masa-masa kampanye. Kasus di Indonesia sendiri,
kebijakan mengenai pendidikan akan berubah seiring dengan seringnya pergantian
pemimpin. Masing-masing pemimpin terpilih yang baru tidak ada yang bersedia
meneruskan kebijakan dari pemimpin lama yang telah terlaksana sebagian.
Akibatnya, institusi pendidikan di Indonesia sering sekali harus menyesuaikan diri
dengan kebijakan-kebijakan baru yang terus berubah. Contoh paling nyata adalah
masalah pergantian kurikulum, dari CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif) hingga
sekarang menjadi KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan).

Melihat situasi politik semacam ini, TQM mungkin dapat menjadi solusi untuk
memastikan kualitas pendidikan di Indonesia. Mengapa? Karena TQM pada
dasarnya adalah gabungan dari filosofi dan metode. TQM dapat membantu institusi
untuk mengelola perubahan-perubahan yang terjadi dan menetapkan agenda mereka
sendiri untuk menyesuaikan diri dengan tekanan dari luar institusi atau organisasi
mereka. Meskipun demikian, TQM tidak akan dapat memberikan hasil yang instan,
dan belum tentu juga akan dapat memberikan hasil terbaik bagi institusi pendidikan.
TQM hendaknya dipandang sebagai seperangkat cara atau alat yang dapat diterapkan
dalam manajemen sebuah institusi pendidikan, termasuk di Indonesia. Dengan
demikian, institusi pendidikan akan dikelola dengan manajemen yang lebih baik,
sehingga hasil keluarannya (alumni) akan lebih berkualitas.

11

Anda mungkin juga menyukai