Anda di halaman 1dari 6

1.

bagaimana sejarah kemunculan MBS di Indonesia

Jawaban: Manajemen Berbasis Sekolah lahir di Amerika Serikat ketika para guru berjuang
untuk memperbaiki nasibnya dengan dibentuknya Asosiasi Pendidikan Nasional (National
Education Association, NEA) pada tahun 1857 M. Pada tahun 1887 guru-guru di New York
membentuk sebuah asosiasi kepentingan bersama dan asosiasi yang sama didirikan di Chicago
yang dipimpin oleh Margarette Harley.
Pada tahun 1903 guru-guru Philadelphia membentuk organisasi Asosiasi Guru-Guru
Philadelphia (Philadelphia Teachres Association). Melalui asosiasi ini para guru bangkit untuk
meningkatkan martabat hidupnya dan memperoleh gaji lebih baik. Di Atlanta, guru-guru
membentuk Persatuan Guru-Guru Sekolah Negeri Atlanta untuk mengadapi tekanan dari Dewan
Kota yang akhirnya memberikan dana lebih untuk pendidikan. Gerakan ini juga dilakukan oleh
guru-guru lainnya yang dipelopori tokoh sosialis, Henry Linville, Jhon Dewey, dan Suffrajist
Charlotte Perkins Gilman dan membentuk sebuah asosiasi yang berbicara lebih dari sekedar
masalah-masalah ekonomi.
Tujuannya memberi pilihan bagi guru dalam menentukan kebijakan sekolah (school policy)
untuk memperoleh wakil di pentas pendidikan di New York, membantu masalah-masalah
sekolah, membersihkan politik Amerika Serikat dari keputusan menyimpang, dan meningkatkan
kebebasan diskusi publik dari masalah-masalah pendidikan.
di Indonesia, Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) baru secara sungguh-sungguh
dimulai sejak tahun 1999/2000, yaitu dengan peluncuran dana bantuan yang disebut
Bantuan Operasional Manajemen Mutu (BOMM). Dana bantuan ini disetor langsung ke
rekening sekolah, tidak melalui alur birokrasi pendidikan di atasnya. Memasuki tahun
2003, dana BOMM dirubah namanya menjadi Dana Rintisan untuk Manajemen
Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS) dan program ini dinilai sesuai dengan
implementasi otonomi daerah di Indonesia

pada tahun 1990-an, kebijakan MBS yang kemudian diadopsi dinegara-negara Asia,
termasuk wilayah Hongkong, Sri Langka, Korea, Nepal, dan dunia Arab. Daerah Eropa
Timur, revolusi politik pada tahun 1990-an telah menimbulkan perubahan dalam
kebijakan pendidikan, yang kemudian merambat kedaerah Afrika, kawasan Latin
Amerika, dan negara-negara berkembang lainnya di seluruh dunia.
Sejarah kemunculan MBS sejak tahun 60-an dan 70-an banyak sekali inovasi yang telah
dilakukan. Misalnya, pengenalan kurikulum baru untuk memperbaiki mutu pendidikan
dan pendekatan pendekatan baru (metode baru) dalam proses pembelajaran, tetapi
hasilnya kurang memuaskan. Baru ketika tahun 80-an, saat terjadi perkembangan
manajemen dalam dunia industri dan organisasi komersial mencapai sukses, orang mulai
percaya bahwa untuk memperbaiki mutu pendidikan, perlu ada lompatan pemikiran dari
lingkup pengajaran di dalam kelas secara sempit ke lingkup organisasi sekolah.
Perubahan itu dilakukan di dalam struktur dan gaya manajemen sekolah
2. Apa perbedaan dan persamaan kemunculan MBS di Indonesia dengan negara lain
Jawaban: Di Indonesia munculnya MBS tidak jauh berbeda dengan Negara-Negara maju
lainnya yang lebih dulu menerapkannya. Perbedaannya yang mencolok hanya lambatnya
kesadaran para pengambil kebijakan pendidikan di Indonesia. Negara maju sudah banyak
mengadakan reformasi pendidikan pada tahun 1970-an sampai tahun 1980-an, sementara
Indonesia reformasi pendidikan tersebut terjadi 30 tahun kemudian. Hal ini tidak terlepas
dari system otoriter selama orde baru. Semua diatur dari pusat, yaitu di Jakarta baik
dalam penentuan kurikulum sekolah, anggaran pendidikan, pengangkatan guru, metode
pembelajaran, buku pelajaran, alat peraga hingga jam sekolah maupun jenis upacara yang
harus dilaksanakan di sekolah. Di Amerika Serikat kemunculan MBS disebabkan
masyarakat mulai mempertanyakanrelevansi dan korelasi hasil pendidikan dengan
tuntutan kebutuhan masyarakat. Saat itukinerja sekolah-sekolah di negeri paman sam itu
dianggap tidak sesuai dengan tuntutan yangdibutuhkan oleh siswa untuk terjun ke dunia
kerja. Setelah dianggap tidak mampumemberikan hasil maksimal dalam konteks
kehidupan kompetitif secara global. Salah satuindikasinya adalah perstasi siswa untuk
beberapa mata pelajaran tidak memuaskan. Untuk mengantisipasi hal tersebut maka
langkah yang ditempuh adalah menerapkan Manajemen Berbasis Sekolah sehingga
menghasilkan kinerja sekolah yang baik. Hal itu dapat dipahami bahwa penerapan MBS
di Amerika terjadi setelah masyarakat dan pemerintah menyadari pentingnya pendidikan
dimasa depan. Meskipun konsep dan motif penerapan MBS di berbagai Negara
mempunyai perbedaan, akan tetapi rata-rata dilator belakangi oleh beberapa hal seperti:
a. Terjadinya ketimpangan kekuasaan dan kewenangan yang terlalu terpusat pada atasan
dan mengsampingkan bawahan
b. Kinerja pendidikan yang tidak kunjung membaik bahkan cenderung menurun
c. Adanya kesadaran para birokrat dan desakan dari para pecinta pendidikan untuk
merekunstrukturisasi pengelolaan pendidikan.
d. Untuk melibatkan semua warga sekolah dalam mengambil kebijakan dan
merumuskan tujuan sekolah.
3. menurut anda, bagaimana implementasi MBS di Indonesia saat ini
jawaban: Kegiatan belajar pertama membahas langkah-langkah yang ditempuh dalam
menerapkan Manajemen Berbasis Sekolah di Indonesia. 1) evaluasi diri sekolah dalam
penyelenggaraan sekolah. Suatu langkah yang menuntut keterbukaan, kesadaran dan
kejujuran pengelola sekolah untuk membuka „jatidirinya‟. Langkah ini diikuti dengan 2)
perumusan visi, misi dan tujuan sekolah, 3) perencanaan, 4) pelaksanaan, 5) evaluasi dan
6) pelaporan. Apabila langkah-langkah ini dapat diikuti sekolah, diharapkan MBS dapat
memperbaiki proses penyelenggaraan pendidikan dan pada akhirnya akan meningkatkan
mutu pendidikan

dengan usaha-usaha implemetasi MBS di Indonesia yang terus dilakukan dalam


kerangka meningkatkan mutu pendidikan. Dengan adanya MBS yang telah dilaksanakan
di SD/MI maka sekolah akan lebih mandiri didalam mengelola dan memanfaatkan
sumber daya yang dimiliki.

Implementasi MBS di Indonesia


Ada dua hasil kajian penting tentang MBS di Indonesia, pertama adalah School Based
Management (SBM): Indonesia Experiences oleh Prof. Fasli Jalal, Ph.D dari Universitas Andalas
dan hasil penelitian dari Georges Vernez, Rita Karam, Jeffery H. Marshall dari RAND Education
yang disponsori Bank Dunia.

Pertama, Laporan RAND Education tentang Implementasi MBS di Indonesia sudah saya


ringkas dalam bentuk poin-poin di bawah ini.
Studi ini memberikan laporan status kuantitatif dan kualitatif tentang penerapan manajemen
berbasis sekolah (MBS) di Indonesia, mengidentifikasi faktor-faktor yang terkait dengan
keberhasilan praktik MBS, dan menilai pengaruh MBS terhadap prestasi siswa delapan tahun
setelah dimulainya. Temuan penulis didasarkan pada survei tatap muka kepala sekolah, guru,
anggota komite sekolah, dan orang tua; survei staf distrik; dan studi kasus.

MBS membutuhkan perubahan besar dalam cara berpikir orang tentang sekolah dan peningkatan
yang signifikan dalam kapasitas kepala sekolah, guru, dan masyarakat untuk memberikan
kepemimpinan, mengembangkan alternatif programatik untuk memenuhi kebutuhan pendidikan
lokal, dan melibatkan orang tua dan masyarakat dalam tata kelola sekolah. . Implementasi MBS
sejauh ini tidak terlalu berhasil.

Meskipun sebagian besar kepala sekolah melaporkan bahwa mereka memiliki otonomi untuk
membuat keputusan sekolah, mereka juga mengatakan bahwa mereka tidak memanfaatkannya
dengan membuat perubahan program dan pembelajaran yang signifikan. Kabupaten terus sangat
mempengaruhi kebijakan dan praktik sekolah. Keterlibatan komite sekolah dan orang tua dalam
urusan sekolah sangat minim. Keduanya mengungkapkan sikap tidak mencampuri urusan
sekolah dan menghormati staf sekolah. Semua pemangku kepentingan tingkat sekolah
mengatakan bahwa mereka tidak siap untuk memberikan kepemimpinan yang efektif.

Peningkatan implementasi dan capaian MBS di Indonesia memerlukan peningkatan kapasitas


kepala sekolah, guru, dan komite sekolah untuk melaksanakan MBS; meningkatkan kemampuan
staf sekolah untuk membuat perubahan operasional dan instruksional; dan mengembangkan
kapasitas kabupaten untuk mendukung sekolah dan MBS.

emuan Kunci
1. Otonomi Sekolah Sangat Penting untuk Keberhasilan Penerapan Manajemen Berbasis
Sekolah
2. Sebagian besar kepala sekolah percaya bahwa mereka memiliki otonomi atas keputusan
operasional, anggaran, program, dan instruksional sekolah mereka.
3. Banyak kepala sekolah tidak memanfaatkan otonomi ini dan secara rutin meminta
persetujuan dari pengawas distrik atau staf distrik lainnya sebelum mengambil keputusan.
4. Kabupaten terus memberikan pengaruh yang besar terhadap kebijakan dan operasional
tingkat sekolah.
5. Pengaruh pemahaman Kepala Sekolah tentang MBS Sangat Penting.
6. Kepala sekolah, guru, dan komite sekolah kurang memahami manajemen berbasis
sekolah (MBS).
7. Lebih dari separuh kepala sekolah melaporkan bahwa mereka tidak pernah menerima
pelatihan MBS dalam satu tahun terakhir atau merasa tidak cukup dan tidak siap untuk
memimpin.
8. Pengaruh Orang Tua atas Masalah Sekolah Kurang dan Pendanaan Sekolah Tidak Merata
9. Partisipasi masyarakat dan orang tua dalam urusan sekolah tetap harus diusahakan.
10. Orang tua biasanya tunduk kepada staf sekolah dalam urusan sekolah.
11. Ketersediaan sumber daya diskresioner sangat berbeda antar sekolah, dengan beberapa
sekolah melaporkan menerima lebih sedikit dana per siswa daripada sekolah lain.
Rekomendasi
1. Meningkatkan kapasitas komite sekolah, kepala sekolah, dan guru untuk melaksanakan
manajemen berbasis sekolah (MBS).
2. Meningkatkan kapasitas komite sekolah, kepala sekolah, dan guru untuk melaksanakan
manajemen berbasis sekolah (MBS).
3. Mempermudah anggota komite sekolah untuk mengikuti MBS.
4. Tingkatkan pengetahuan anggota komite sekolah.
5. Tingkatkan kewenangan anggota komite sekolah.
6. Meningkatkan kapasitas kepala sekolah dan guru untuk melaksanakan MBS.
7. Berikan pelatihan kepemimpinan.
8. Membekali kepala sekolah dan guru dengan pengembangan profesional tentang praktik
MBS yang efektif.
9. Memperluas otonomi sekolah.
Meningkatkan kapasitas komite sekolah, kepala sekolah, dan guru untuk melaksanakan
manajemen berbasis sekolah (MBS).
 Mengkaji kebutuhan dan memberikan pengembangan profesional dan menggunakan
hasilnya untuk menetapkan prioritas pelatihan.
 Perluas akses ke alat peraga.
 Atasi perbedaan sumber daya antar sekolah.
Kembangkan kapasitas kabupaten untuk mendukung MBS.
 Ubah peran distrik menjadi pendukung perubahan.
 Perluas kapasitas kabupaten untuk memberikan bantuan teknis yang berkelanjutan.
 Menyediakan pengembangan staf untuk kepala sekolah, guru, dan anggota komite
sekolah.
Menetapkan Prioritas dan Pelaksanaan Rekomendasi secara bertahap
Mempertimbangkan sumber daya yang terbatas dan keefektifan yang tidak pasti,
direkomendasikan kepda pembuat kebijakan melakukan hal-hal berikut:

1. Secara hati-hati menetapkan prioritas rekomendasi mana yang akan diterapkan dan dalam
urutan apa dan
2. Menerapkan langkah-langkah yang dipilih secara eksperimental dan bertahap, yang
melibatkan sejumlah kabupaten dan sekolah di waktu untuk belajar tentang tantangan
implementasi dan masalah yang terlibat dan untuk memastikan efektivitas.

Lokal dijogja mengembangkan budaya yang dijogja, kearifan lokal, kalu dibengkulu

Mengeksplorasi budaya itu missal di jogja ya dijogja, dibengkulu brrti budaya dibngkulu

Anda mungkin juga menyukai