PENDAHULUAN
Manajemen Berbasis Sekolah adalah salah satu bentuk reformasi pendidikan yang paling
populer, yang telah diadopsi oleh banyak negara dan banyak sekolah di negara bagian di
Amerika Serikat, sebagai salah satu cara untuk meningkatkan performa sekolah. Manajemen
berbasis sekolah ini memberikan keleluasaan kepada orang-orang yang terlibat di sekolah untuk
menentukan sendiri alokasi dana mereka, proses rekrutmen staff, dan proses belajar-mengajar
yang terjadi di kelas. Yang membedakan manajemen berbasis sekolah ini dengan pola
manajemen tradisional adalah bahwa pada model manajemen tradisional, tujuan dan standar
pendidikan ditetapkan oleh pihak pemerintah pusat dan badan pendidikannya, sementara pada
MBS, seluruh keputusan dan proses pelaksanaan pendidikannya diserahkan pada aktor-aktor
tingkat sekolah.
Menyebarnya ketertarikan akan MBS bersumber pada opini bahwa sistem pendidikan tidak
akan berjalan efektif apabila segala pengambilan keputusan dilakukan melalui birokrasi di kantor
negara bagian, di mana kantor negara bagian tersebut terlalu besar, terlalu luas, dan terlalu jauh
dari kebutuhan siswa. Penggagas ide tentang MBS berargumen bahwa di dalam sistem
pendidikan harus ada pemindahan kekuasaan demi terciptanya peningkatan performa sekolah.
Mereka berpendapat bahwa pendidik yang ada di sekolahlah yang paling dekat dengan siswa dan
mengetahui kebutuhan mereka, karenanya orang-orang inilah (guru) yang memiliki posisi terbaik
untuk merancang program-program yang mampu memenuhi kebutuhan para siswa. Pada saat
yang sama, apabila guru diberi kekuasaan untuk mengambil keputusan dan merancang program-
program mereka sendiri, guru-guru ini akan memiliki rasa yang lebih besar terhadap sekolah dan
bertanggungjawab lebih terhadap kemajuan sekolah. Penggagas MBS juga berpendapat bahwa
dengan membagi sistem pengambilan keputusan, akan lebih mengefektifkan penggunaan sumber
daya yang ada dan mengeliminr sumber daya yang tidak perlu. Berdasarkan pendapat ini,
sekolah dapat merancang kebutuhan sumber daya mereka dengan lebih bijaksana, misalnya
1
sumber dana untuk pengembangan karyawan dan dana untuk kebutuhan peralatan sekolah. Pihak
sekolah lebih mampu merancang alokasi dana tersebut karena merekalah yang lebih mengetahui
prioritas kebutuhan sekolah dibandingkan pihak negara bagian.
Dalam beberapa tahun terakhir, ribuan sekolah di seluruh Amerika Serikat telah
melaksanakan beberapa bentuk dari MBS. Usaha yang sama juga telah dilaksanakan di Australia,
Canada, Perancis, New Zealand, Scandiavia, Spanyol, dan Inggris (Hasil penelitian Peck tahun
1997). Selain telah diterapan oleh negara-negara di atas, Indonesia juga telah menerapkan MBS.
MBS telah menjadi bagian yang sangat penting dalam pendidikan. Mengetahui sejarah dan
perkembanganya tentu menjadi modal yang sangat penting. Apalagi mempelejari sejarah dari
negara yang telah menerapkan MBS dan terasa sangat berhasil seperti di Amerika Serikat. Oleh
karena itu Makalah ini membahas tentang sejarah singkat reformasi MBS di AS, dengan
menggarisbawahi berbagai pendekatan yang digunakan untuk mengimplementasikan MBS.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
Awal kemunculan MBS
Pada pertengahan tahun 1960an, MBS menjadi lebih populer lagi selama
masa Pergerakan Kontrol Komunitas (1965-1975), yang timbul akibat kurangnya
perhatian agen-agen pelayanan publik terhadap kaum miskin. Selama masa ini, mulai
bermunculan kelompok-kelompok luar sekolah yang terdiri dari pemimpin
komunitas masyarakat dan orangtua dari kaum minoritas, yang terlibat dalam
pengambilan keputusan sekolah. Tidak seperti 2 gerakan sebelumnya, di mana
inisiatif datang dari pihak dalam sekolah, maka gerakan kontrol komunitas dipimpin
oleh pemimpin yang berasal dari luar sekolah yang menginginkan keterlibatan di
dalam pengambilan keputusan di sekolah.
Dari seluruh kisah di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa MBS merupkan
jalan keluar dari krisis yang ada. Pada saat yang bersamaan, keinginan untuk merealisasikan
MBS timbul dari berbagai kelompok dengan keinginan yang sama yaitu desentralisasi.
4
Namun ketika krisis tersebut terselesaikan dan keinginan akan pengalihan kekuasaan
terpuaskan, sistem kembali ke sentralisasi lagi. Begitu polanya. MBS benar-benar diusulkan
menjadi obat akan krisis di AS ini baru sekitar tahun 1980an.
Pada masa itu, rancangan MBS yang diadopsi, lebih banyak dilakukan oleh
dinas pendidikan lokal dan pengawas negara bagian yang merasa kewalahan saat harus
mengawasi seluruh sekolah di negara bagian tersebut. Inisiatif terkadang juga datang dari
serikat guru yang menginginkan peran dalam peningkatan profesionalitas mereka. Namun
dalam beberapa kasus, daerah yang mulai mengimplementasi MBS biasanya berhadapan
dengan proses tawar-menawar yang panjang dengan pihak sekolah, khususnya berkaitan
dengan masalah gaji. Ada kasus pula, di mana sekolah mengimplementasikan MBS namun
dibawah pengawasan pengawas negara bagian. Di beberapa negara bagian, seperti Texas,
Kentucky dan Illinois, rancangan MBS telah dibuat oleh pihak negara bagian. Dari hal
tersebut diperoleh hasil bahwa terdapat keengganan dari pihak sekolah untuk melaksanakan
rancangan tersebut sehingga implementasinya berjalan lambat dan tidak memberikan hasil
yang menggembirakan.
Selama kurun waktu 1980-1990, setidaknya ada 3 bentuk MBS yang diterapkan
di Amerika serikat. Bentuk yang pertama adalah kontrol kepala sekolah, di mana kepla
sekolah diberikan kekuasaan penuh oleh negara bagian untuk mengambil keputusan. Orang
tua dan guru berperan sebagai penasihat kepala sekolah, dan komite sekolah boleh ada boleh
juga tidak. Bentuk kedua adalah desentralisasi administrasi atau kontrol guru, di mana
kekuasaan diserahkan kepada hirarki profesional, yaitu guru. Pada model ini, sekolah
biasanya memilih sekelompok guru untuk menjadi komite dan berperan sebagai badan
pembuat keputusan di sekolah. Orangtua dan staff administrasi lainnya terkadang juga
tergabung dalam komite ini. Bentuk yang ketiga, kekuasaan dan akuntabilitas diserahkan
kepada orang tua dan masyarakat di bawah kontrol komunitas. Alasan dibentuknya kontrol
komunitas ini karena merekalah yang menjadi konsumen pendidikan yang utama, di mana
orang tualah yang paling peduli terhadap apa yang terjadi pada anak mereka, sedangkan
5
masyarakat, khususnya masyarakat bisinis peduli akan nasib masa depan di tingkat lulusan
sekolah di dunia kerja.
Meskipun ada perbedaan bentuk MBS yang diadopsi, namun secara garis besar
terdapat beberapa kesamaan karakteristik. Pertama, sekolah MBS biasanya memiliki komite
atau badan inti yang anggotanya merupakan kombinasi dari staff, guru, orangtua,
masyarakat, dan terkadang siswa (sekolah menegah). Anggota komite ini dipilih oleh
perwakilan mereka atau oleh seluruh komunitas sekolah. Komite ini bekerja dalam jangka
waktu teretentu. Dalam hal kekuasaan, komite ini dapat berperan sebagai pemberi saran
untuk kepala sekolah, dapat juga diberi kekuasaan penuh untuk mengambil seluruh
keputusan mengenai budget, staff, dan kurikulum. Terkadang kepala sekolah dapat juga
memnjadi kepala komite ini. Persamaan lainnya adalah, pada sekolah MBS biasanya
terdapat suatu sub-komite, tim kerja, atau tim tugas, untuk membantu komite. Terkadang
kelompok-kelompok ini bekerja sebagai perpanjangan tangan komite, mereka dapat juga
memberikan saran kepada komite, bahkan dapat juga berperan dalam proses pengambilan
keputusan, misalnya dalam hal kurikulum, ujian siswa, dan instruksi pengajaran.
Kesimpulannya, di dalam MBS, terdapat berbagai jenis kelompok untuk mendiskusikan ide-
ide mereka sehingga kelompok-kelompok memiliki peran yang sama dalam pengambilan
keputusan di sekolah.
Di dalam MBS, ada beberapa element MBS yang memiliki variasi dalam
penerapannya. Ada yang telah ditetapkan oleh negara bagian, ada pula yang dibuat sendiri
oleh pihak sekolah. Rancangan MBS biasanya ditetapkan oleh kantor negara bagian, namun
mengenai komposisi komite sekolah biasanya diserahkan kepada sekolah masing-masing.
Sebagai contoh, komite di sekolah menengah biasanya melibatkan perwakilan siswa,
sementara komite di sekolah dasar lebih melibatkan orang tua. Jadwal pertemuan komite dan
bagaimana proses pengambilan keputusannya juga diserahkan kepada sekolah. Jenis
kekuasaan yang diserahkan juga bervariasi. Yang paling sering adalah keputusan mengenai
budget, kemudian mengenai rekrutmen staff, dan terakhir mengenai kurikulum.
6
2.3. Perbandingan Manajemen Berbasisi Sekolah di Amerika Serikat dan Indonesia
Di tingkat Negara Bagian dibentuk sebuah badan yang diberi nama Board of
Education. Badan ini bertugas dan berfungsi membuat kebijakan-kebijakan serta
menentukan anggaran pendidikan untuk masing-masing wilayah (Negara Bagian)nya,
khususnya berkenaan dengan Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah. Selanjutnya,
untuk menangani permasalahan yang berkaitan dengan hal-hal yang lebih teknis (yaitu;
tentang kurikulum sekolah, penentuan persyaratan sertifikasi, guru-guru, dan pembiayaan
sekolah) dibentuk sebuah bagian pendidikan yang disebut sebagai comissioner, sering juga
disebut sebagai superintendent Bagian ini dipimpin oleh seorang yang ditunjuk oleh Board
of Education atau oleh Gubernur. Untuk beberapa Negara Bagian, pimpinan Bagian
Pendidikan ini dipilih oleh masyarakat yang ada. Sementara itu pada level operasional,
pelaksanaan manajemen pendidikan dijalankan oleh unit-unit yang lebih rendah, bahkan
banyak secara langsung dilaksanakan oleh masing-masing sekolah yang bersangkutan. Para
pimpinan atau Kepala Sekolah pada prinsipnya memiliki kebebasan dan otonomi yang luas
untuk menjalankan manajemen operasional pendidikan. Khusus untuk menangani kebijakan
Pendidikan Tinggi, manajemen pendidikan Amerika Serikat yang dikembangkan oleh
Negara-Negara Bagian memisahkan antara Badan yang memberi izin pendirian Perguruan
7
Tinggi (Negeri dan Swasta) dengan Badan yang merumuskan kebijakan akademik serta
keuangan. Badan yang menangani kebijakan akademik dan keuangan untuk pendidikan
Tinggi adalah board of trustees. Untuk Perguruan Tinggi Negeri anggota badan tersebut
ditunujuk oleh Gubernur Negara Bagian. Ada juga yang dipilih dari dan oleh kelompok yang
akan diwakili. Sedangkan untuk Perguruan Tinggi Swasta anggota badan tersebut dipilih
dari perguruan tinggi masing-masing.
Pada tahun 1999 dengan bekerjasama serta bantuan dari UNESCO dan UNICEF,
program MBS telah dirintis di 124 SD/MI, yang tersebar di 7 Kabupaten pada propinsi
jateng ( Kab. Magelang, Banyumas, dan Wonosobo), jatim (Kab.Probolinggo), Sulsel (Kab.
Bontang), dan NTT (Kota Kupang). Pada tahun 2002 pemerintah New Zeland membantu
pendanaan untuk memantapkan dan menyebarkan program tersebut di tujuh kabupaten/kota
rintisan serta untuk mendesiminasikan program di tujuh kabupaten lainnya di Indonesia
Timur, termaSUK Papua dan NTB. JUMLAH SD/MI berkembang menjadi 741 SD/MI.
8
Education (IAPBE).mulai tahun 2005, USAID juga memberikan bantuan untuk model MBS
ini di 7 propinsi di Indonesia melalui program Decentralized Basic Educatin (DBE).
9
tinggi.
Perguruan Tinggi diharapkan Sama
bisa melahirkan tenaga-tenaga
yang berkualitas dan mampu
bersaing secara universal.
10
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Manajemen Berbasis Sekolah sebenarnya bukan fenomena baru pada sejarah
reformasi pendidikan Amerika. Element MBS dapat ditemukan sejaka awal tahun 1900an.
Sejarah reformasi Manajemen berbasis telah mengalami priodisasi seperti masa awal, masa
depresi pendidikan dan masa pertengahan tahun 1960-an.
Selama kurun waktu 1980-1990, setidaknya ada 3 bentuk MBS yang diterapkan
di Amerika serikat. Bentuk yang pertama adalah kontrol kepala sekolah, di mana kepala
sekolah diberikan kekuasaan penuh oleh negara bagian untuk mengambil keputusan. Orang
tua dan guru berperan sebagai penasihat kepala sekolah, dan komite sekolah boleh ada boleh
juga tidak. Bentuk kedua adalah desentralisasi administrasi atau kontrol guru, di mana
kekuasaan diserahkan kepada hirarki profesional, yaitu guru. Pada model ini, sekolah
biasanya memilih sekelompok guru untuk menjadi komite dan berperan sebagai badan
pembuat keputusan di sekolah.
3.2. Saran
Pelajaran tentang sejarah MBS di Amerika Serikat harus dipahami sebagai suatu
pembelajaran agar adanya adopsi metode yang dianggap sesuai dengan budaya
pendidikan di Indonesia.
11
DAFTAR PUSTAKA
12