Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

MANAJEMEN SEKOLAH
(AMPC-2301)

“PRAKONDISI DAN PELAKSANAAN


MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH”

Oleh
Kelompok IX
Putri Hapsari NIM 1910119220001
Nurwafa Rosyida NIM 1910119220019

Dosen Pengampu:
Prof. Dr. H. Muhammad Zaini, M.Pd.
Drs. H. Hardiansyah, M.Si

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI


JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN IPA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARMASIN
Oktober
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas Manajemen
Sekolah yang berjudul “Prakondisi dan Pelaksanaan Manajemen Berbasis
Sekolah” dengan baik.
Tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata
kuliah Menejemen Sekolah. Penyusunan makalah ini tidak akan terlaksana
dengan baik tanpa bantuan, arahan, dan bimbingan baik secara langsung maupun
tidak langsung. Sehingga pada kesempatan ini kami ucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada Prof. Dr. H. Muhammad Zaini, M.Pd., dan Drs. H.
Hardiansyah, M.Si., sebagai dosen mata kuliah Manajemen Sekolah yang telah
memberikan bimbingan dan pengarahan kepada kami, serta teman-teman yang
membantu dalam penyusunan makalah ini hingga selesai.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini banyak terdapat
kekurangan baik dari segi bahasa maupun sistematik dalam penulisan. Untuk itu
kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak,
agar dihasilkan makalah yang lebih baik lagi.
Kami berharap makalah ini bermanfaat dan dapat menambah wawasan,
baik penulis maupun pembaca.

Banjarmasin, 8 Oktober 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
1.1. Latar Belakang..........................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah.....................................................................................2
1.3. Tujuan........................................................................................................2
1.4. Metode Pengumpulan Data.......................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................3
2.1. Tugas dan fungsi jajaran birokrasi............................................................3
2.2. Analisis keunggulan dan kelemahan manajemen sekolah........................6
2.3. Tonggak-tonggak kunci keberhasilan.....................................................12
BAB III PENUTUP...............................................................................................15
3.1. Kesimpulan..............................................................................................15
3.2. Saran........................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................16

ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Manajemen sekolah merupakan proses mengelola sekolah melalui
perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan sekolah
agar mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Kepala sekolah
sebagai manajer sekolah menempati posisi yang telah ditentukan di
dalam organisasi sekolah. Salah satu perioritas kepala sekolah dalam
manajemen sekolah ialah manajemen pembelajaran.
Manajemen berbasis sekolah (MBS) merupakan model
manajemen pendidikan yang penting. Manajemen berbasis sekolah
memberikan otonomi yang lebih besar, fleksibilitas/keluwesan pada
sekolah, serta mendorong partisipasi masyarakat agar mampu
meningkatkan peran mereka dalam meningkatkan mutu sekolah.
Manajemen berbasis sekolah (MBS) menganut prinsip kemandirian,
kerjasama, partisipasi, keterbukaan, dan akuntabilitas.
Manajemen berbasis sekolah (MBS) dapat diartikan sebagai
proses kerja menyeluruh komunitas sekolah dan pada intinya adalah
memberikan kewenangan terhadap sekolah untuk melakukan pengelolaan
dan perbaikan kualitas secara terus menerus.
Upaya yang dibutuhkan oleh pemerintah pusat dan daerah adalah
untuk mendukung sekolah-sekolah untuk menerapkan manajemen
berbasis sekolah (MBS) secara efektif. Pelaksanaan MBS merupakan
faktor penting dalam reformasi sekolah di Indonesia terhadap mendirikan
sekolah-sekolah yang mampu bekerja secara independen dan
mendapatkan dukungan dari pada stakeholders serta masyarakat
setempat.

1
1.2. Rumusan Masalah
a. Apa saja tugas dan fungsi jajaran birokrasi?
b. Bagaimana analisis keunggulan dan kelemahan manajemen berbasis
sekolah?
c. Apa saja tonggak-tonggak kunci keberhasilan dari manajemen
beebasis sekolah?

1.3. Tujuan
a. Menjelaskan tugas dan fungsi jajaran birokrasi.
b. Menjelaskan analisis keunggulan dan kelemahan manajemen berbasis
sekolah.
c. Menjelaskan apa saja tonggak-tonggak kunci keberhasilan
manajemen berbasis sekolah

1.4. Manfaat
1. Sebagai solusi alternatif dalam mengelola dan memanajemen
Pendidikan di sekolah
2. Menambah wawasan penulis dan pembaca makalah dalam memahami
pelaksaan manajemen berbasis sekolah serta dapat diimplementasikan
di masa yang akan datang

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Tugas dan Fungsi Jajaran Birokrasi


Birokrasi merupakan struktur tatanan organisasi, bagan, pembagian
kerja dan hierarki yang terdapat pada sebuah lembaga yang penting untuk
menjalankan tugas-tugas agar lebih teratur.
Birokrasi merupakan instrumen penting dalam masyarakat modern
yang kehadirannya tak mungkin terelakkan. Eksistensi birokrasi ini sebagai
konsekuensi logis dari tugas utama negara (pemerintahan) untuk
menyelenggarakan kesejahteraan masyarakat (social welfare). Negara
dituntut terlibat dalam memproduksi barang dan jasa yang diperlukan oleh
rakyatnya (public goods and services) baik secara langsung maupun tidak.
Sulistio (2013) menjelaskan dalam keadaan tertentu negara yang
memutuskan apa yang terbaik bagi rakyatnya. Negara membangun sistim
administrasi yang bertujuan untuk melayani kepentingan rakyatnya dikenal
dengan istilah birokrasi.
Seiring dengan diberlakukannya Peraturan Pemerintah Nomor 38
tahun 2007 tentang Pembagian Urusan (Bidang Pendidikan) antara
Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota (PP
38/2007), maka tugas dan fungsi masing-masing jajaran birokrasi
pendidikan dalam penyelenggaraan MBS dapat dijelaskan di bawah ini.
1. Direktorat Pembinaan Sekolah (SD, SMP, SMA, SMK).
Secara umum, Direktorat Pembinaan Sekolah (SD, SMP, SMA, SMK)
mempunyai tugas dan fungsi menyusun norma-norma (peraturan
perundang-undangan), standar kriteria, prosedur, dan kebijakan, baik pada
tataran formulasi atau penetapan, implementasi, maupun evaluasinya pada
tingkat nasional. Khusus untuk kebijakan, rinciannya adalah
1) pada tataran formulasi dan penetapan kebijakan, direktorat ini
mempunyai tugas dan fungsi memformulasikan atau menetapkan
kebijakan dan strategi pengelolaan MBS melalui penyusunan dan

3
penerbitan buku panduan MBS, dan menetapkan standar MBS sebagai
patokan yang berlaku secara nasional,
2) pada tataran implementasi kebijakan, Direktorat Pembinaan Sekolah
mempunyai tugas dan fungsi mensosialisasikan MBS ke seluruh daerah
melalui dinas pendidikan provinsi/kabupaten/kota,
3) memfasilitasi dan mengembangkan kapasitas daerah agar mampu dan
sanggup melaksanakan MBS, dan
4) pada tataran evaluasi kebijakan, direktorat ini mempunyai tugas dan
fungsi melakukan monitoring dan evaluasi penyelenggaraan MBS secara
nasional dan menerbitkan informasi secara berkala.
2. Dinas Pendidikan Provinsi
Secara umum, tugas dan fungsi dinas pendidikan provinsi adalah
menjabarkan kebijakan dan strategi MBS yang telah digariskan oleh
direktorat untuk diberlakukan di provinsi masing-masing, di antaranya
1) menyusun petunjuk teknis pelaksanaan dan petunjuk teknis monitoring
dan evaluasi berdasarkan pedoman yang ditetapkan pemerintah pusat,
2) memberi pelatihan kepada para pengembang MBS ditingkat kabupaten,
3) melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan MBS serta
pengembangannya di provinsi masing-masing, dan
4) mengkoordinasikan dan menyerasikan pelaksanaan MBS lintas
kabupaten/ kota untuk menghindari penyimpangan MBS dan menghindari
kesenjangan mutu pendidikan lintas kabupaten/kota.
3. Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota.
Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota menjalankan tugas dan fungsi
utamanya memberikan pelayanan dalam pengelolaan satuan pendidikan di
kabupaten/ kota yaitu menyusun kebijakan yang mendukung pelaksanaan
MBS, membimbing sekolah dalam menerapkan MBS melalui pelatihan,
pemberian pedoman/petunjuk pelaksanaan MBS, dan pertemuan-
pertemuan yang memfasilitasi pelaksanaan MBS, kemudian menyusun
pembagian urusan pendidikan yang menajdi kewenangan dan tanggung
jawab dinas pendidikan kabupaten/kota dan sekolah, memfasilitasi

4
pengimbangan praktik-praktik MBS yang baik (best practices) dari
sekolah tertentu ke sekolah-sekolah lain untuk dijadikan lesson learned.
4. Sekolah
Tugas dan fungsi utama sekolah adalah mengelola
penyelenggaraan MBS di sekolah masing-masing. Mengingat sekolah
merupakan unit utama dan terdepan dalam penyelenggaraan MBS, maka
sekolah menjalankan tugas dan fungsinya adalah:
1) Menyusun rencana dan program pelaksanaan MBS dengan melibatkan
kelompok-kelompok kepentingan, seperti wakil sekolah (kepala sekolah,
wakil kepala sekolah, guru, tata usaha), wakil siswa (OSIS), wakil
orangtua siswa, wakil organisasi profesi, wakil pemerintah, dan tokoh
masyarakat.
2) Mengkoordinasikan dan meyerasikan segala sumber daya yang ada di
luar sekolah untuk mencapai sasaran MBS yang telah ditetapkan.
3) Melaksanakan MBS secara efektif dan efesien dengan menerapkan
prinsip-prinsip fokus pada pelanggaan, perbaikan secara terus-menerus,
dan keterlibatan total warga sekolah dalam meningkatkan mutu sekolah
(total quality management) dan berpikir sistim (berpikir holistik/tidak
parsial, saling terkait dan terpadu).
4) Melaksanakan pengawasan dan pembimbingan dalam pelaksanaan
MBS sehingga kejituan implementasi dapat dijamin untuk mencapai
sasaran MBS.
5. Komite Sekolah
Tugas dan fungsi utama komite sekolah dalam pelaksaan MBS di
sekolah adalah melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap
kebijakan/program/ penyelenggaraan dan keluaran pendidikan,
menggalang dana masyarakat dalam rangka pembiayaan penyelenggaraan
pendidikan yang bermutu tinggi, menampung dan menganalisis aspirasi,
ide, tuntutan, dan berbagai kebutuhan pendidikan yang diajukan oleh
masyarakat, memberi masukan, pertimbangan, dan rekomendasi kepada

5
sekolah mengenai kebijakan dan program pendidikan, kriteria fasilitas
pendidikan, dan hal-hal lain yang terkait dengan pendidikan.

2.2. Analisis Keunggulan dan Kelemahan MBS


Manajemen berbasis sekolah memberikan kebebasan dan kekuasaan
yang besar pada sekolah, disertai seperangkat tanggung jawab. Dengan
adanya otonomi yang memberikan tanggung jawab pengelolaan sumber
daya dan pengembangan strategi MBS sesuai dengan kondisi setempat,
MBS mempunyai beberapa kelebihan:
1. Memungkinkan orang-orang yang kompeten di sekolah untuk mengambil
keputusan yang akan meningkatkan pembelajaran.
2. Memberi peluang bagi seluruh anggota sekolah untuk terlibat dalam
pengambilan keputusan penting.
3. Mendorong munculnya kreativitas dalam merancang bangun program
pembelajaran.
4. Mengarahkan kembali sumber daya yang tersedia untuk mendukung
tujuan yang dikembangkan di setiap sekolah.
5. Menghasilkan rencana anggaran yang lebih realistik ketika orang tua dan
guru makin menyadari keadaan keuangan sekolah, batasan pengeluaran, dan
biaya program-program sekolah.
6. Meningkatkan motivasi guru dan mengembangkan kepemimpinan baru di
semua level.
Berdasarkan kelebihan-kelebihan di atas, juga mempunyai sisi kelemahan
dalam pelaksanaannya, seperti dijelaskan di bawah ini.
1. Penerapan MBS juga mengalami masalah, khususnya di daerah yang
pedesaan atau daerah yang terpencil (remote areas). Banyak orang tua siswa
dan masyarakat di pedesaan yang tidak mau terlibat dalam kegiatan komite
sekolah. Masalahnya ternyata bukan hanya karena masalah kapasitasnya
yang rendah, tetapi lebih karena budaya yang hanya menyerahkan bulat-
bulat urusan pendidikan kepada pihak sekolah. Bahkan, dalam beberapa
kasus, penerapan MBS lebih sebagai instrumen politik untuk membangun

6
kekuasaan. Melalui MBS, seakan-akan pemerintah telah memberikan
otonomi kepada sekolah, padahal sesungguhnya sekolah dan masyarakat
belum siap untuk menerima semua itu.
2. Penerapan MBS di sekolah di negara berkembang, sering tidak
memperoleh dukungan yang memadai dari pihak penguasa lokal maupun
dari masyarakat. Pemerintah daerah yang lemah tidak dapat diharapkan
untuk mendukung pelaksanaan prinsip manajemen modern (demokratis,
transparan, dan akuntabel).
3. Sikap mental para pengelola pendidikan, baik yang memimpin maupun
yang dipimpin. Sosok yang dipimpin bergerak karena “perintah” atasan,
bukan karena rasa tanggung jawab. Sosok pemimpin sebaliknya, terkadang
tidak memberi kepercayaan, tidak memberi kebebasan berinisiatif, maupun
mendelegasikan wewenang.
4. Kepala sekolah masih cenderung menampilkan gaya kepemimpinan
otoriter, hal ini karena lemahnya kemandirian sekolah akibat pembinaan
pemerintah yang sangat sentralistik. Birokratik, formalistik, konformistik,
uniformistik dan mekanistik. Pembinaan yang demikian ini tidak
memberdayakan potensi sekolah.
5. Manajemen mutu pendidikan terkadang tidak ada tindak lanjut dari
evaluasi program. Hampir semua program dimonitor dan dievaluasi dengan
baik, Namun tindak lanjutnya tidak dilaksanakan. Akibatnya pelaksanaan
pendidikan selanjutnya tidak ditandai oleh peningkatan mutu.

Indikator Keberhasilan MBS


Kualitas sekolah tidak hanya ditentukan oleh nilai akhir sekolah,
tetapi ada faktor lain seperti: bagaimana kegiatan belajar mengajar
dilaksanakan, bagaimana kompetensi guru dan tenaga kependidikan di
sekolah tersebut ditingkatkan, bagaimana fasilitas dan perlengkapan
pembelajaran disediakan sekolah, termasuk apakah sekolah dapat
melaksanakan kegiatan ekstrakurikuler dengan baik. Suhardan (Suprihatin,

7
2017) mengemukakan indikator keberhasilan Manajemen Berbasis Sekolah
(MBS), yaitu meliputi:
1. Efektivitas proses pembelajaran;
2. Kepemimpinan sekolah yang kuat;
3. Pengelolaan tenaga yang efektif;
4. Kepemilikan budaya mutu sekolah;
5. Sekolah memiliki team work yang kompak, cerdas, dan dinamis; 6.
Sekolah memiliki kemandirian;
7. Partisipasi warga sekolah dan masyarakat;
8. Transparansi sekolah;
9. Sekolah memiliki kemampuan untuk mengubah dalam psikis dan fisik;
10. Responsif dan antisipatif terhadap kebutuhan

Oswald (Pratiwi, 2016) berpendapat agar MBS berjalan sukses perlu


memperhatikan beberapa strategi yaitu:
a. kepala sekolah harus menggunakan pendekatan kelompok untuk
mengambil keputusan,
b. guru-guru harus lebih bersikap positip terhadap kepemimpinan sekolah
dan lebih melibatkan diri pada tujuan dan sasaran sekolah,
c. orang tua dan anggota masyarakat harus menjadi penyokong sekolah,
sebab mereka memiliki lebih pemikiran dalam keputusan
Dengan adanya implementasi MBS di sekolah yang dipandang
memiliki tingkat efektivitas tinggi akan memberikan beberapa keuntungan
(Keunggulan), yaitu :
1. Kebijaksanaan dan kewengan sekolah membawa pengaruh langsung
kepada peserta didik, orang tua, dan guru;
2. Bertujuan bagaimana memanfatkan budaya local;
3. Efektif dalam melakukan pembinaan peserta didik seperti kehadiran,
hasil belajar, tingkat pengulangan, tingkat putus sekolah, dan iklim
sekolah;

8
4. Adanya perhatian bersama untuk mengambil keputusan,
memberdayakan guru, manajemen sekolah, rancang ulang sekolah dan
perubahan perencanaan (Mulyasa, 2004).

Tantangan Pelaksanaan MBS


Hasil penelitian UNESCO dalam Mustuningsih mengungkapkan
bahwa masalah implementasi MBS di Indonesia dapat dikelompokkan
menjadi 4, yaitu:
1. Manajemen sekolah,
2. Peran serta masyarakat,
3. Kegiatan belajar mengajar dan
4. Out put.
Ditinjau dari manajemen sekolah, problematika MBS antara lain
sekolah belum banyak melibatkan semua pihak atau pihak luar dalam
mengambil keputusan. Kesadaran guru terhadap budaya kedisiplinan dan
tanggungjawabnya dalam melaksanakan tugas yang diberikan. Oleh karena
itu, sosialisasi, keterbukaan, motivasi, dam penyatuan visi sangat
mempengaruhi keberhasilan implementasi MBS. (Batubara & Arian, 2017)
Adapun faktor lain dari masalah penerapan MBS menurut Jenni
dalam Mustuningsih adalah:
1) Kurangnya kemampuan dan pengalaman sekolah untuk mengadopsi dan
menerima perubahan,
2) Inovasi MBS dibangun tanpa ada perencanaan yang jelas dan jadwal
yang pasti,
3) Kurang aplikatifnya desain model MBS,
4) Jalur birokrasi/komunikasi yang terlalu panjang terkadang tidak
memberikan pemahaman yang jelas tentang MBS,
5) Kurang banyaknya pelatihan/ penataran terkait dengan penerapan MBS
atau hasil-hasil pelatihan tidak diterapkan di sekolah sehingga sumber daya
manusia di SD belum semuanya memahami langkah-langkah dan prinsip-
prinsip MBS. (Batubara & Arian, 2017)

9
Dilandasi oleh konsep MBS dan berbagai pemikiran mengenai
pelaksanaannya, maka dikemukakan beberapa tahapan dalam pelaksanaan
MBS yang sifatnya masih “umum” dan “luwes”. Sekolah dapat melakukan
penyesuaian-penyesuaian pentahapan tersebut sesuai dengan kondisi sekolah
masing-masing, pelaksanaan MBS setidaknya diperlukan tahapan seperti
dijelaskan di bawah ini.
1. Melakukan sosialisasi, langkah pertama yang harus dilakukan oleh
sekolah adalah mensosialiasikan konsep MBS keseluruh unsur sekolah
(guru,siswa, wakil kepala sekolah, konselor, karyawan dan unsur-unsur
terkait lainnya (orangtua murid, pengawas, pejabat Dinas Pendidikan
Kabupaten/Kota, pejabat Dinas Pendidikan Propinsi, dsb.) melalui
berbagai mekanisme, misalnya seminar, semiloka, diskusi, rapat kerja,
symposium, forum ilmiah, dan media masa. Dalam melakukan sosialisasi
MBS, yang penting dilakukan adalah “membaca” dan “membentuk”
budaya MBS di sekolahnya (Zaini, 2018).
2. Mengidentifikasi tantangan nyata sekolah, pada tahap ini, sekolah
melakukan analisis output sekolah yang hasilnya berupa identifikasi
tantangan nyata yang dihadapi oleh sekolah. Tantangan adalah selisih
(ketidaksesuaian) antara output sekolah saat ini dan output sekolah yang
diharapkan dimasa mendatang. Besar kecilnya ketidaksesuaian antara
output sekolah saat ini (kenyataan) dengan output sekolah yang
diharapkan (idealnya) di masa yang akan datang memberitahukan besar
kecilnya tantangan (loncatan). Output sekolah yang dapat dikategorikan
menjadi empat, yaitu kualitas, produktivitas, efektivitas, dan efisiensi
(Zaini, 2018).
3. Merumuskan tujuan situasional/tujuan jangka pendek (sasaran) sekolah,
tujuan situasional adalah tujuan yang dirumuskan dengan
memperhitungkan tantangan yang nyata dihadapi oleh sekolah.
Berdasarkan tantangan yang nyata, maka dirumuskanlah tujuan
situasional yang akan dicapai oleh sekolah. Meskipun sasaran dirumuskan
berdasarkan atas tantangan nyata yang dihadapi oleh sekolah, namun

10
perumusan sasaran tersebut harus tetap mengacu pada visi, misi, dan
tujuan sekolah, karena visi, misi, dan tujuan sekolah merupakan
pengertian dan dasar-dasar perhitungan perumusan sasaran sekolah.
Karena itu, setiap sekolah harus memiliki visi, misi, dan tujuan sekolah,
sebelum merumuskan sasaran yang akan dicapai. Tujuan situasional
sering juga disebut tujuan jangka pendek/sasaran (Zaini, 2018).
4. Melakukan analisis SWOT, langkah pertama yang harus dilakukan
dalam analisis SWOT adalah mengidentifikasi fungsi-fungsi yang perlu
dilibatkan untuk mencapai tujuan situasional dan yang masih perlu diteliti
tingkat kesiapannya. Fungsi-fungsi yang dimaksud, misalnya, meliputi:
proses belajar mengajar, perencanaan instruksional, manajemen
personalia, pengelolaan uang, pengembangan siswa, pengembangan iklim
akademik sekolah, pengembangan hubungan sekolah-masyarakat, dan
pengembangan fasilitas (Zaini, 2018).
Analisis SWOT, yaitu suatu strategi untuk memecahkan masalah
dalam dunia Pendidikan dengan melihat kekuatan dan kelemahan dari
lingkungan internal dan peluang serta hambatan dari lingkungan eksternal.
Adapun SWOT merupakan kependekan dari Strength (kekuatan),
Weakness (kelemahan), Opportunity (peluang), dan Threat (tantangan).
Dalam analisis SWOT ini ada dua dua fator yang sangat mempengaruhi
maju mundurnya pendidikan, yaitu faktor dominan dan faktor
penghambat. Yang termasuk faktor dominan adalah (kekuatan dan
peluang) dan faktor penghambat (kelemahan dan tantangan). Analisis
SWOT merupakan instrumen yang ampuh dalam upaya pengembangan
mutu lembaga pendidikan. Dengan menggunakan analisis SWOT suatu
lembaga pendidikan dapat mengkaji faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi kinerja lembaga pendidikan tersebut.

11
2.3. Tonggak-tonggak Kunci Keberhasilan
Kegiatan dikatakan berhasil jika dilakukan sesuai dengan rencana,
tepat waktu dan tidak melampaui jadwal yang ditetapkan biaya digunakan
sesuai dengan mata anggaran, produk atau jasa yang dihasilkan memenuhi
standar minimal yang diharapkan. Keberhasilan suatu sekolah dapat dilihat
dari kegiatan belajar mengajar serta kegiatan pendukung lainnya, sehingga
menghasilkan lulusan yang baik. Kepuasan masyarakat juga menjadi
ukuran dari keberhasilan suatu sekolah. Masyarakat akan kembali
mendukung kegiatan sekolah, apabila mereka terlayani dengan baik, ketika
mengirim anak-anaknya belajar di suatu sekolah (Rinan, 2015).
Tonggak-tonggak kunci keberhasilan MBS (Manajemen Berbasis
Sekolah) merupakan target-target hasil MBS yang akan dicapai dalam
jangka menengah (lima tahun) dan jangka pendek (satu tahun) (Rohiat,
2008). Secara umum, kunci keberhasilan MBS dijelaskan di bawah ini. :
1. Efektif dalam Proses Pembelajaran
Sekolah yang menerapkan MBS memiliki efektifitas proses
pembelajaran yang tinggi. Ini ditunjukkan oleh sifat pembelajaran yang
menekankan pada pemberdayaan siswa. Pembelajaran bukan sekedar
transformasi dan mengingat, bukan sekedar penekanan pada pengasaan
pengetahuan tentang apa yang diajarkan sehingga tertanam dan berfungsi
sebagai muatan nurani dan hayati serta dipraktikkan dalam kehidupan oleh
siswa. Bahkan pembelajaran juga lebih menekankan pada siswa agar mau
belajar bagaimana cara belajar yang produktif.
2. Kepemimpinan Sekolah
Bagi sekolah yang menerapkan MBS, kepala sekolah memiliki
peran yang kuat dalam mengkoordinasikan, menggerakan dan
menyerasikan semua sumber daya pendidikan yang tersedia. Kepentingan
kepala sekolah merupakan salah satu faktor yang dapat mendorong
sekolah untuk dapat mewujudkan visi, misi, tujuan, sasaran sekolahnya
melalui program-program yang dilaksanakan secara terencana dan

12
bertahap. Oleh karena itu kepala sekolah dituntut mempunyai kemampuan
manajerial dan kepemimpinan yang memadai agar mampu mengambil
inisiatif atau prakarsa untuk meningkatkan mutu sekolah.
3. Pengelolaan Tenaga Kependidikan yang Efektif
Tenaga kependidikan terutama guru, merupakan salah satu faktor
strategis dari suatu sekolah. Oleh karena itu, pengelola tenaga
kependidikan, mulai dari analisis kebutuhan, perencanaan, pengembangan,
evaluasi kerja, hubungan kerja, sampai pada balas jasa, merupakan
garapan penting bagi kepala sekolah. Pengembangan tenaga kependidikan
harus dilakukan secara terus menerus, mengingat perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang sedemikian pesat. Dengan kata lain,
tenaga kependidikan yang diperlukan untuk manajemen berbasis sekolah
adalah tenaga kependidkan yang selalu mampu dan sanggup menjalankan
tugasnya dengan baik.
4. Sekolah Memiliki Budaya Mutu
Budaya mutu tertanam di hati semua warga sekolah sehingga
setiap perilaku selalu didasari oleh profesionalisme. Budaya mutu
memiliki elemen-elemen sebagai berikut :
1) Informasi kualitas harus digunakan untuk perbaikan, bukan untuk
mengadili atau mengontrol orang.
2) Kewenangan harus sebatas tanggung jawab.
3) Hasil harus diikuti reward atau punishment.
4) Kolaborasi dan sinergi harus merupakan dasar kerjasama.
5) Warga sekolah merasa aman dengan pekerjaannya.
6) Atmosfer keadilan (fairness) harus ditanamkan.
7) Imbal jasa harus sepadan dengan nilai pekerjaannya.
8) Warga sekolah merasa memiliki sekolah.
9) Sekolah memiliki team work yang kompak, cerdas, dan dinamis.

Kebersamaan merupakan karakteristik yang dituntun oleh MBS,


karena output pendidikan merupakan hasil kolektif warga sekolah bukan

13
hasil individual. Oleh karena itu, budaya kerjasama antar fungsi di sekolah
harus merupakan kebiasaan hidup sehari-hari warga sekolah.
5. Sekolah Memiki Kemandirian
Sekolah memiliki kewenangan untuk melakukan yang terbaik bagi
sekolahnya, sehingga dituntut untuk memiliki kemampuan dan
kesanggupan kerja yang tidak selalu menggantungkan pada atasan. Agar
menjadi mandiri, sekolah harus memiliki sumber daya yang cukup untuk
menjalankan tugasnya.
6. Partisipasi Warga Sekolah dan Masyarakat
Sekolah yang menerapkan MBS memiliki karakteristik partisipasi
sekolah dan masyarakat yang tinggi. Hal ini dilandasi keyakinan bahwa
makin tinggi tingkat partisipasi, makin besar pula rasa tanggung jawab,
dan makin besar rasa tanggung jawab makin besar pula tingkat
dedikasinya.
7. Sekolah Memiliki Transparan
Keterbukaan dalam pengelolaan sekolah merupakan karakteristik
sekolah yang menerapkan MBS. Keterbukaan ini ditunjukkan dalam
pengambilan keputusan, penggunaan uang dan sebagainya, dan selalu
melibatkan pihak-pihak terkait sebagai alat kontrol.

14
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1. Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) adalah suatu strategi desentralisasi
pengambilan keputusan pendidikan dengan melibatkan orang tua, siswa,
guru, pejabat, dan masyarakat untuk mencapai otonomi, fleksibilitas,
partisipasi, kemandirian, tanggung jawab, dan akuntabilitas sekolah
2. Birokrasi ditujukan untuk mengorganisir secara teratur suatu kegiatan
yang harus dilakukan oleh banyak orang.
3. Indikator keberhasilan MBS meliputi dukungan kepala sekolah, guru,
sumber keuangan yang cukup, komitmen yang jelas, tanggung jawab,
keterampilan dan kualifikasi pejabat sekolah, rencana yang tepat, tanggung
jawab, dan akuntabilitas.
4. Keberhasilan implementasi MBS terkendala oleh beberapa faktor antara
lain: sekolah belum banyak melibatkan semua pihak atau pihak luar dalam
mengambil keputusan, kesadaran guru terhadap budaya kedisiplinan dan
tanggung jawabnya dalam melaksanakan tugas yang diberikan. Oleh
karena itu perlu adanya sosialisasi, keterbukaan, motivasi, dam penyatuan
visi.
5. Tonggak kunci keberhasilan manajemen sekolah diantaranya Efektif
dalam proses pembelajaran, Kepemimpinan sekolah, Pengelolaan tenaga
kependidikan yang efektif, Sekolah memiliki budaya mutu, Sekolah
memiki kemandirian, Partisipasi warga sekolah dan masyarakat, Sekolah
memiliki transparan,
3.2. Saran
1. Guru hendaknya memilih strategi pembelajaran yang paling efektif
dengan karakteristik mata pelajaran, siswa, serta kondisi nyata sumber
daya yang tersedia di sekolah.
2. Sekolah hendaknya lebih meningkatkan hubungan baik, kepedulian,
kepemilikan, dan dukungan dari masyarakat, terutama dukungan moral
dan finansial agar adanya peningkatan intensitas dan ekstensitasnya.

15
DAFTAR PUSTAKA

Batubara, H. H., & Arian, D. N. 2017. Implementasi Manajemen Berbasis


Sekolah, 3, 452–461.

Hadi, Abdul. 2013. Konsep Analisi SWOT. Diakses Melalui https://jurnal.ar-


raniry.ac.id

Mulyasa. 2004. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Bandung: Remaja Rosdakarya


Offset.

Musbir. 2014. Pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah. Diakses Melalui


https://media.neliti.com

Pratiwi, S. N. 2016. Manajemen Berbasis Sekolah Dalam Meningkatkan Kualitas


Sekolah. Jurnal EduTech Maret, 2(1), 2442–6024.

Suprihatin, B. 2017. Meningkatkan Profesionalisme Guru Melalui Implementasi


Manajemen Berbasis Sekolah ( Mbs ) Di Sd Sahara Kabupaten Bandung,
11(2), 89–98.

UNESCO. (2005). Chapter 1: Understanding education quality. EFA Global


Monitoring Report 2005, 27–37.

Wibowo, U. B., & Yogyakarta, U. N. (n.d.). Implementasi Manajemen Berbasis


Sekolah (MBS) − Sukarti, Udik Budi Wibowo 269, 1, 269–284.

Zaini Aziz, Ahmad. 2015. Manajemen Berbasis Sekolah. Diakses Melalui


https://jurnal.uii.ac.id

Zaini, Muhammad. 2018. Manajemen Sekolah. Yogyakarta : Penebar Media


Pustaka.

16

Anda mungkin juga menyukai