Anda di halaman 1dari 33

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur patut dinaikan kehadirat Tuhan Yang

Maha Esa karena atas tuntunan dan penyertaannya penulis dalam

menyelesaikan buku ini dengan baik. Limpah terimakasih penulis

haturkan kepada semua pihak yang telah turut membantu sebagai

narasumber, maupun yang turut membantu dalam hal lainnya yang

tak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Buku ini berisi budaya masyarakat tradisional di

kampung Oeseli, Kabupaten Rote Ndao. Sumber penulisan buku ini

diperoleh dari sumber lisan dari masyarakat lokal. Buku ini dibuat

untuk memenuhi tugas mata kuliah Budaya Lahan Kering Kepulauan

dan diharapkan dapat menjadi sumber pengetahuan bagi orang

lain.

Akhirnya, penulis menyadari bahwa buku ini masih

jauh dari kesempurnaan. Apabila dalam penulisan buku ini ada hal

yang kurang tepat, kurang lengkap dan kesalahan dalam tutur

bahasa, Penulis menohon maaf yang sebesar-besarnya.

Kupang,18 Juni 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar...................................................................................i

Daftar Isi............................................................................................ii

BAB I…………………………………………......................................................1

BAB II……………...................................................................................3

BAB III................................................................................................4

BAB IV………………………………………......................................................7

BAB V……………………………………………………………..................................9

BAB VI………………………………………....................................................10

BAB VII……………………………………......................................................11

BAB VIII………………………………………………..........................................13

BAB IX…………………………………………………………………….......................15

BAB X…………………………………...........................................................16

BAB XI……………………………………………................................................18

ii
BAB I
Kampung Kecil nan Damai

Pernahkah terpikirkan sebuah tempat yang damai,

tenang dan membuat jiwa dan pikiran segar? Mungkin kampung ini

adalah salah satu tempat yang tepat.

Oeseli. Sebuah tempat kecil di bagian barat daya

Kabupaten Rote Ndao. Desa Oeseli , kecamatan Rote Barat Daya.

Jaraknya dari pusat pemerintahan kota Ba'a sekitar 1 sampai 2 jam

dengan menggunakan kendaraan bermotor.

Pengaruh zaman modern saat ini terus meluas

bahkan ke daerah pelosok . Pengaruh zaman modern mulai

mengikis kearifan budaya lokal. Ditengah pengaruh zaman modern

yang semakin kuat, Oeseli tetap memelihara budaya dan kearifan

lokalnya,salah satunya yaitu menggunakan bahasa daerah. Hampir

1
semua masyarakat di sini , baik dari anak-anak kecil hingga orang

dewasa berbicara menggunakan bahasa daerah setiap hari. Selain

itu,Masyarakat di sini bermatapencaharian nelayan, budidaya

rumput laut, peternak sapi dan petani di ladang. Kehidupan secara

tradisional sangat nampak di tempat ini. Dan tak kalah pentingnya

keindahan alamnya pun tetap terjaga.

Keindahan Oeseli tak dapat diragukan lagi. Banyak

pantai-pantai indah dan mempesona yang menarik banyak

pengunjung . Oeseli selalu menjadi tempat pilihan para masyarakat

untuk berekreasi . Salah satu tempat indah di Oeseli yang mungkin

belum banyak orang kunjungi adalah Dermaga Oeseli .Sebuah

dermaga dengan pantai yang indah. Dermaga ini adalah dermaga

tempat berlabuhnya perahu nelayan . Selain itu biasanya sebagai

tempat untuk memancing ,dan juga tempat ini menjadi tempat

yang cocok untuk menikmati terbenamnya sang mentari, sambil

duduk bersantai menghirup udara yang sejuk, dan alunan suara

ombak yang menenangkan. Dermaga ini adalah tempat yang jarang

dikunjungi oleh banyak orang, maka tepat sekali untuk dijadikan

2
tempat melepas kepenatan dan tempat menemukan inspirasi

karena jauh dari keramaian.

Dermaga Oeseli

Ada juga

beberapa tempat wisata yang memang sudah terkenal di kalangan

masyarakat diantaranya yaitu telaga Nirwana dan Pantai Oeseli.

3
BAB II

Etnokimia sebagai lokal wisdom dalam bidang pendidikan dan

sains kimia

1. Fermentasi

Fermentasi dalam pemrosesan bahan pangan adalah

pengubahan karbohidrat menjadi alkohol dan karbon dioksida atau

asam amino organik menggunakan ragi, bakteri, fungi atau

kombinasi dari ketiganya di bawah kondisi anaerobik.

Proses Fermentasi dapat dilihat dalam pembuatan

cuka (dosa) dari tuak yaitu dengan mendiamkan tuak selama

beberapa waktu dan akan diawali dengan pembentukan alkohol

kemudian menjadi asam asetat. Proses fermentasi juga dapat lihat

dalam proses fermentasi tuak dengan akar pohon Laru. Kandungan

gula telah dikonversi menjadi ethanol, gas CO2 dan asam-asam

organik. Kandungan alkohol dalam laru lebih dari 10%

2. Distilasi

Distilasi atau penyulingan adalah suatu metode

pemisahan bahan kimia berdasarkan perbedaan kecepatan atau

kemudahan menguap (volatilitas) bahan. Jenis distilasi , yaitu

4
distilasi sederhana, distilasi fraksionasi, distilasi uap, dan distilasi

vakum. Proses distilasi dapat dilihat pada proses pemurnian dari

laru menjadi minuman keras Sopi melalui cara destilasi. Laru

dimasak kemudian uapnya akan dialirkan dan didinginkan maka

uapnya akan mengalami pengembunan dan menghasilkan tetesan-

tetesan sopi.

3. Karbohidrat, Lemak dan Protein

Karbohidrat, lemak dan protein terkandung dalam

berbagai bahan makanan khususnya biji-bijian. Biji-bijian yaitu

botok dan jagong Rote memiliki kandungan karbohidrat, lemak dan

protein di dalamnya sehingga dimanfaatkan sebagai bahan

makanan pokok. Kandungan karbohidrat(gula) juga terkandung

dalam nira lontar/tuak yaitu sukrosa, glukosa dan fruktosa sehingga

memiliki rasa manis.

BAB III

5
Etnokimia sebagai lokal wisdom dalam bidang Pangan (pangan

pokok dan sayuran)

Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok

manusia. Makanan pokok dan sayur-sayuran penting dalam

kehidupan masyarakat tak terkecuali kehidupan masyarakat

tradisional. Demi kelangsungan kehidupan, masyarakat

membutuhkan bahan makanan pokok yang mengandung

karbohidrat sebagai sumber energi dan sayur-sayuran sebagai

sumber vitamin dan nutrisi lainnya. Meskipun masyarakat

tradisional belum sepenuhnya memahami kandungan gizi dalam

makanan pokok dan sayuran yang mereka konsumsi, namun

mereka menyadari bahwa keduanya sangat penting dalam

kehidupan mereka.

Masyarakat di Kampung ini, makanan pokok hampir

sama dengan makanan pokok dari seluruh daerah di kabupaten

Rote Ndao yaitu biji-bijian Botok dan Jagung Rote. . Makanan ini

biasa dikonsumsi sebagai sumber energi bagi masyarakat.

Botok bentuk tumbuhannya seperti rumput namun

sedikit lebih tinggi. Daunnya kecil, dan memanjang. Botok biasanya

ditanam di ladang atau kebun. Biasanya ditanam saat musim hujan

6
datang, dan dipanen saat musim kemarau sekitar bulan maret. Biji

botol ini seperti biji rumput, isinya bukan berwarna putih seperti

beras, namun berwarna kekuning-kuningan. Botok biasa dimasak

dengan kacang nasi dan atau kacang turis, dan biasa disantap

dengan sayur-sayuran ataupun lauk seperti ikan, dll.

Selain botok, masyarakat juga mengonsumsi jagung

Rote sebagai sumber karbohidrat . Jagung Rote berbeda dengan

jenis jagung lainnya karena jagung Rote tidak memiliki tongkol

jagung. Tumbuhan yang hampir sama dengan botok namun

tumbuhan jagung Rote lebih tinggi dari botok. Jagong Rote ditanam

di ladang atau dikebumikan dan musim tanamnya hampir sama


7
dengan botok. Jagung Rote ini juga biasa dimasak bersama kacang

nasi dan atau kacang turis.

Selain

makanan pokok yang dibutuhkan, masyarakat juga membutuhkan

sayuran sebagai sumber mineral dan sumber vitamin. Sayuran yang

dikonsumsi biasanya diambil dari bagian-bagian tumbuhan yang

ada di sekitar lingkungan tempat tinggal masyarakat. Sayuran yang

biasa dikonsumsi oleh masyarakat yaitu : Daun Pepaya, Marungga,

dan Kuncup daun pohon Kekak /Keka Lamba.

Pohon keka Lamba ini sejenis pohon beringin. Bagian

yang dikonsumsi adalah bagian pucuk daun yang belum mekar.

Biasanya berwarna merah kekuning-kuningan, dan biasanya didapat

8
pada bulan April hingga Mei . Kuncup dan pohon keka Lamba ini

tidak dijual dipasar.

BAB IV

Etnokimia sebagai lokal wisdom dalam bidang Pengolahan

bahan makanan tradisional

9
Bahan -bahan makanan perlu diolah untuk dapat

dikonsumsi. Masyarakat tradisional di Oeseli juga mengolah bahan

makanan tradisionalnya. Pengaplikasian cara pengolahan yang

sangat sederhana masih dilakukan. Tidak menggunakan mesin,

hanya dengan tenaga manusia.

1. Pengolahan Botok

Dalam pengolahan botok sebagai makanan pokok ,

terlebih dahulu memanen botok dan setelah itu botok yang telah

dipanen diinjak-injak untuk memisahkan puler dari tangkainya.

Setelah diperoleh pulernya, botok dijemur/disangrai dan ditumbuk.

Tujuan dari dijemur/ disangrai nya botok agar kulit Ari dari botok

ini lebih mudah untuk dipisahkan dari bijinya. Cara memasak botok

ini pun sederhana seperti memasak nasi. Air dididihkan dalam

Periuk, dan saat air sudah mendidih botok dimasukan. Botok biasa

dimasak dengan kacang nasi dan atau kacang turis, ataupun

ditambah garam agar lebih nikmat. Botok dimasak hingga airnya

mengering dan menjadi seperti nasi. Kemudian disantap dengan

sayur-sayuran ataupun lauk seperti ikan, dll.

2. Pengolahan Jagung Rote

10
Saat tumbuhan sudah mengering maka

dipanen,kemudian bijinya dipisahkan dari tangkainya, dengan cara

menggunakan tangan dan dipisahkan biji-biji ya dari tangkainya

atau biasa disebut KORU. Setelah diperoleh bijinya, biji jagung Rote

ini ditumbuk untuk memisahkannya dari kulitnya. . Cara masaknya

sama dengan cara memasak botok yaitu dengan mendidihkan air

dan memasukan biji jagung Rote , dan memasaknya hingga air

mengering dan menjadi seperti nasi. Jagung Rote ini juga biasa

dimasak bersama kacang nasi dan atau turis. .

3. Pengolahan Sayur

Daun Pepaya direbus dan langsung dimakan atau

ditambahkan garam. Daun pepaya dapat dimasak dengan cara

ditumis dengan bumbu-bumbu.Daun marungga atau daun kelor ini

tumbuh bebas di lingkungan , dan dimanfaatkan masyarakat untuk

membuat sayur yaitu dengan cara direbus dan dimakan bersama

garam ataupun kurus/Lombok/cabe. Marungga juga bisa dimasak

dengan menambahkan bumbu. Sedangkan kuncup daun pohon

keka lamba diolah dengan dibersihkan terlebih dahulu, dan direbus

dan langsung dimakan setelah direbus atau kemudian dilawar

(dicampur cuka, cabe dan garam ) atau dicampur dengan bumbu

dan santan kelapa.

11
BAB V

Etnokimia sebagai lokal wisdom dalam bidang Penyimpanan

bahan makanan pokok dalam menghadapi paceklik

Masa paceklik adalah masa dimana kebutuhan sulit

terpenuhi seperti kebutuhan akan bahan pangan disebabkan oleh

berbagai faktor misalnya kegagalan panen akibat kemarau panjang

12
ataupun karena perubahan iklim yang ekstrim. Masyarakat pun

mengetahui bahwa hal itu mungkin akan terjadi. Maka mereka

melakukan penyimpanan bahan pangan terkhususnya bahan

pangan pokok untuk menjaga ketersediaan pangan pokok pada

masa paceklik. Cara-cara penyimpanan pun tergantung lingkungan

yang ada. Begitu pula dengan masyarakat di Oeseli. Mereka juga

punya cara untuk menyimpan bahan pangan pokok botol dan

jagung Rote.

Dalam penyimpanan botok untuk menghadapai masa

paceklik hampir sama dengan penyimpanan padi. Biji botok

dimasukan dalam lumbung/ sokal, kemudian diletakan di bagian

atas rumah/loteng untuk menghindari dari hewan seperti ayam,

dan agar tidak rusak. Penyimpanan botok di dalam sokal dan di atas

loteng ini bisa membuat botok bertahan lama. Botok yang disimpan

bisa bertahan hingga bertahun-tahun dan tidak rusak.

Dalam penyimpanan jagung Rote, sama dengan

penyimpanan botok. Biji jagung Rote disimoan dalam lumbung atau

sokal dan disimpan di atas loteng rumah.

13
BAB VI

Etnokimia sebagai lokal wisdom dalam bidang Pamali dalam

makanan

Dalam mengolah makanan pokok ini, berdasarkan

info lisan yang diperoleh ,tidak ada pamali dalam mengolah bahan

makanan yang ada.

14
BAB VII

Etnokimia sebagai lokal wisdom dalam bidang Minuman

tradisional

Masyarakat tradisional tidak hanya kaya akan

makanan lokalnya. Namun juga dipenuhi oleh keberagaman

minuman tradisionalnya. Minuman tradisional ini kebanyakan

diolah dari bagian-bagian tumbuhan dari alam dan dikonsumsi baik

untuk sehari -hari maupun saat-saat tertentu. Tak terkecuali dengan

kampung Oeseli ini.

15
Rote dikenal sebagai Nusa lontar, sejauh mata

memandang ada banyak pohon lontar. Minuman tradisional nya

pun tak jauh-jauh dari lontar atau pohon tuak ini. Minuman

tradisional di kampung ini dan hampir di seluruh daerah Rote Ndao

sama, yaitu gula air/Tuak hombo. Tuak hombo adalah olahan dari

nira lontar. Prosesnya adalah, pohon tuak disadap atau iris yaitu

pada bagian bunganya . Proses iris tuak ini dilakukan dua kali

sehari. Biasanya pada musim kemarau atau musim Fanduk.

Biasanya kaum laki-laki lah yang menyadap pohon lontar/tuak.

Pada pagi hari pohon tuak diiris dan ditampung airnya dalam Haik

yang ditaruh dalam Kapisak dan pada sore hari barulah diambil sari

lontar /tuak manta dan diiris bunga lontar lagi untuk diambil

keesokan pagi. Nira lontar /tuak manta yang tertampung kemudian

di ambil, dapat diminum langsung, rasanya manis ,namun tuak

mentah tersebut tidak bertahan lama ,sehingga nira lontar/tuak

manta tersebut diolah menjadi gula air/Tuak hombo.

Proses pembuatan tuak hombo yaitu tuak mentah

yang diambil dari hasil iris ,dimasak di atas tungku perapian, dan

terus diaduk hingga menjadi sedikit kental(tidak terlalu kental) dan

berwarna agak kecoklatan, kemudian di simpan dalam

wadah/jerigen .Tuak hombo diminum dengan cara dilarutkan

16
dalam air, rasanya manis . Gula air ini dapat disimpan dalam

beberapa bulan.Tuak hombo dapat diminum oleh semua kalangan

usia, mulai dari anak-anak kecil hingga orang dewasa. Tuak hombo

sangat sering diminum setiap harinya.

17
BAB VIII

Etnokimia sebagai lokal wisdom dalam bidang Bahan alam

untuk sandang

Kebutuhan akan sandang merupakan salah satu

kebutuhan penting bagi manusia, untuk menutupi bagian-bagian

tubuh tertentu , untuk melindungi dari sengatan matahari ataupun

untuk melindungi dari dinginnya udara. Bahkan dari zaman purba,

beribu-ribu tahun yang lalu manusia sudah menyadari kebutuhan

akan sandang yaitu menggunakan pakaian dari bahan alam

misalnya kulit binatang ataupun dedaunan tumbuhan.

Dengan perkembangan waktu, masyarakat dapat

memenuhi kebutuhan akan sandang dengan mudah. Pemahaman

akan teknologi yang sederhana untuk pengolahan bahan-bahan

alam menjadi sandang berperan penting dalam perkembangan dan

perubahan pakaian masyarakat dari waktu ke waktu.

18
Sandang yang digunakan di kampung Oeseli ini sama

dengan semua daerah di kampung- kampung lain di Rote Ndao,

yaitu sarung tenun. Proses pembuatan kain tenun ini diawali

dengan proses pemintalan kapas menjadi benang. Kapas diambil

dari pohon kapas , kemudian dibersihkan dari bijinya , dan dipintal

dengan alat pemintal sederhana berupa kayu bulat dan bisa diputar

sambil kapas ditarik-tarik hingga menjadi benang. Kemudian dibuat

pola-pola atau motif pada sebuah bingkai kayu berbentuk persegi

dan diikat-ikat menggunakan daun gewang membentuk motif

tertentu.

Setelah membentuk motif, maka ikatan-ikatan

tersebut dicelup kedalam pewarna. Warna kain ini hanyalah terdiri

dari warna hitam,merah dan putih. Pewarna yang ada , dibuat dari

bahan alami yaitu akar mengkudu sebagai sumber warna merah,

daun Tauk (tumbuhan berdaun halus) sebagai sumber warna hitam.

Bahan-bahan tersebut ditumbuk dan dimasak hingga menghasilkan

warna . Kemudian didinginkan dan ikatan-ikatan motif direndam

dalam pewarna tersebut. Jika ingin merendam ke warna merah

maka pola yang akan diwarnai dengan warna lain harus diikat agar

tidak terkena warna merah, demikian juga sebaliknya jika pola akan

19
diwarnai dengan warna hitam maka pola dengan warna lain diikat

agar tidak tercelup warna tersebut.

Proses perendaman dilakukan sekitar 2-3 hari ,

kemudian di jemur dan ditenun dengan alat tenun menjadi sarung

dan atau salempang. Kain tenun ini hanya memiliki dua motif yaitu

motif Ai Bunak (bunga) dan I'a Duik (tulang ikan) .

Pakaian adat ini dahulu hanya digunakan pada

acara tertentu misalnya pernikahan, dimana yang menggunakan

hanya mempelai, pemegang tempat siri pada upacara pernikahan

adat ,dan petinggi-petinggi. Digunakan pula pada dukacita yaitu

hanya dipakaikan pada jenazah dan juga hanya digunakan oleh

keluarga terdekat. Serta pakaian adat ini dipakai pada upacara-

upacara adat tertentu dan juga hanya digunakan oleh para

petinggi-petinggi atau raja atau bangsawan. Motif pakaian adat

sama untuk setiap acara.

20
Dewasa ini, motif kain tenun Rote mulai beragam dan

warnanya pun mulai terdiri dari banyak warna misalnya biru, hijau dll.

Serta digunakan benang dan pewarna pakaian yang dijual .

Pemakaian pakaian adat saat ini pun dapat digunakan oleh siapa saja

dan pada acara apa saja.

BAB IX

Etnokimia sebagai lokal wisdom dalam bidang Bahan alam

untuk aksesoris dan perhiasan

Masyarakat tradisional juga mengenal perhiasan dan

aksesoris untuk memperindah pada saat acara-acara khusus.

Perhiasan dan aksesoris yang digunakan di Rote Ndao meliputi Bula

Molik, Pending, Habas, dan Kale. Perhiasan dan aksesoris ini biasa

digunakan bersama dengan pakaian adat. Bula molik berbentuk

bulan sabit yang digunakan oleh wanita di kepalanya, dengan diikat

pada dahi.

21
Pending adalah ikat pinggang, habas adalah kalung dan kale adalah

gelang yang biasanya dipakai di kedua lengan, bukan di pergelangan

tangan.

Aksesoris sekaligus perhiasan ini, dibuat dari perak

yang dilebur dengan cara dibakar diatasi bara api dari soke atau

tempurung kelapa dan ditempa hingga rapi pada cetakan yang

terbuat dari besi . Jika memiliki cetakan banyak maka prosesnya

akan cepat namun jika memiliki cetakan sedikit maka prosesnya

sangat lama.

Dahul

u Hanya orang

kaya dan

keturunan raja

yang memiliki perhiasan tersebut dikarenakan harganya yang

mahal. Sedangkan pada masa sekarang, dapat dijumpai perhiasan

ini yang dibuat dari logam-logam biasa yaitu dari koin-koin logam .

Aksesoris dengan perak asli sulit dijumpai dan mungkin yang masih

menyimpan perhiasan dari perak asli hanyalah para keturunan

orang kaya dahulu.

22
BAB X

Etnokimia sebagai lokal wisdom dalam bidang Etnokimia

sebagai lokal wisdom dalam bidang Obat tradisional

Penyakit adalah salah satu hal yang sangat sering

dialami oleh masyarakat. Penyakit sering kali menyerang

masyarakat bahkan masyarakat zaman dahulu. Dahulu, ketika

kehidupan masyarakat masih sangat sederhana dan tradisional,

masyarakat belum memiliki pusat kesehatan yang memadai, belum


23
memiliki ahli kesehatan yang berpengalaman seperti dokter, dan

belum mengenal adanya obat-obatan sintesis. Masyarakat

tradisional hanya mengenal bahan -bahan alam yang dapat

digunakan untuk mengatasi penyakit yang dialami. Penyakit

-penyakit yang dialami pun masih tergolong sederhana yaitu

demam, batuk , sakit perut,dan lain-lain sebagainya.

Dalam pengobatan tradisional di kampung ini biasanya digunakan

bagian-bagian dari beberapa tumbuhan .

1. Daun Paria.

Daun Paria ini biasa digunakan untuk meredakan

batuk. Daun Paria diolah dengan dihaluskan, diperas airnya dan

diminum langsung . Diminum rutin hingga batuk reda. Daun Paria

juga biasa dikonsumsi untuk meredakan demam.

24
3. Daun

pepaya

Daun

pepaya

digunakan

untuk meredakan demam. Daun pepaya diolah dengan direbus

dengan air dan diminum airnya.

4. Pucuk kapok /kapuk / dene

Pucuk tanaman kapok/dene ini digunakan untuk

mengobati luka, bisul, kurap/kudis . Cara pengolahannya yaitu

dihaluskan dengan garam dan ditempel ke kulit.

25
5. Kulit kedondong/ai ende

Kulit kedondong / dene ini digunakan untuk

mengobati sakit gigi. Cara pengolahannya yaitu dengan direbus

dengan air dan air rebusan tersebut digunakan untuk kumur-kumur.

6. Daun turis

Daun Turis

ini juga

digunakan

untuk mengobati sakit gigi dengan cara yang sama dengan

pengolahan kulit kedondong yaitu dengan merebusnya dan air

rebusan digunakan untuk berkumur

BAB XI

Etnokimia sebagai lokal wisdom dalam bidang Bahan lokal

untuk papan

26
Dahulu pada zaman purba saat manusia hidup

berpindah-pindah dari suatu daerah ke daerah yang lain mereka

sudah menyadari kebutuhan akan tempat berteduh dan

beristirahat. Manusia pada masa itu tinggal sementara dalam gua-

gua. Dengan bergeraknya waktu, manusia mulai hidup menetap di

suatu daerah dan dengan pengetahuan sederhana , mereka mulai

membangun tempat tinggal mereka, dengan mengolah bahan-

bahan alam sekitarnya. Hal tersebut menunjukan bahwa kebutuhan

papan adalah kebutuhan yang harus dipenuhi tak terkecuali oleh

masyarakat tradisional di kampung Oeseli ini.

Rumah tradisional atau rumah adat di kampung

dibangun dari bahan-bahan alam dan dilakukan secara bergotong

royong/ Madene . Pembuatan rumah adat biasanya dilakukan

sebelum musim hujan dan pada saat setelah musim panen atau iris

tuak. Rumah adat di kampung ini dibuat dengan menggunakan

bahan-bahan alam yaitu daun Gewang atau daun tuak yang

dikeringkan sebagai atapnya, dan tiang rumah dari kayu/mopuk dari

batang pohon tuak.

Rumah adat dibuat dengan gotong royong atau

Madene . Proses pengambilan kayu dari pohon tuak , dahulu

27
menggunakan kapak sebab belum ada alat pemotong modern. Dan

dipotong-potong menjadi tiang/mopuk. Tiang Mopuk di tanam di

tanah yang telah digali sebagai fondasinya. Untuk menghubungkan

mopuk-mopuk tidak menggunakan paku melainkan tiang-tiang

dipotong sisinya sedemikian rupa sehingga dapat diikat.

Pengikatnya pun dari pohon tuak yaitu pelepah daun tuak yang

masih muda dikupas dan diambil serat-seratnya. Mopuk-mopuk

kemudian diikat.

Dalam proses pembuatannya pun ada pamali yaitu

kayu spar atau tiang-tiang atap vertikal tidak boleh berada di bagian

tengah jendela atau pintu , serta tiang nok/tiang yang menggantung

tidak boleh mengenai tiang-tiang rumah atau pintu dan jendela.

Jika ada kesalahan dalam posisi tiang-tiang tersebut maka akan

menyebabkan sakit pada anggota keluarga yang tinggal dalam

rumah tersebut dan atau tidak akan memperoleh berkat.

Pada prosesnya , para lelaki yang membuat rumah,

sedangkan para perempuan yang mengambil daun dan membantu

penyusunan atap. Setelah pembuatan rumah selesai, maka pemilik

rumah mengadakan sembahyang ataupun pesta dengan

mengundang semua warga yang turut membantu.

28
. Rumah adat ini memiliki beberapa bagian.

Bagian dasar/bagian bawah : terdapat tempat-tempat

untuk duduk dan biasanya untuk duduk dan bercengkrama

di antara anggota keluarga atau saat ada tamu, tempat

memasak dan tempat hewan peliharaan . Bagian ini

berlantaikan tanah.

Bagian tengah: Dengan menaiki tangga, dapat dilihat ada

ruangan dengan pintu yang merupakan tempat untuk

tidur.

Bagian atas : bagian atas ini atau bagian loteng merupakan

tempat untuk menyimpan makanan seperti padi atau

botok jagung dan bahan makanan lainnya.

TAMPAK DEPAN

29
Bagian dalam /bagian bawah

30
Pintu menuju ke bagian kamar tidur

31

Anda mungkin juga menyukai