1.2 HIBRIDISASI
S = 1.00
P = 1.72
Sp1 = 1.93
Sp = 1.99
Sp = 2.00
Sp3-sp3→sp2→sp2→sp1→sp1
Dalam etana, tiap atom karbon hanya terikat pada tiga atom lain,
dua hidrogen dan satu karbon. Ikatan kuat yang terbentuk dengan
ketiga atom ini menggunakan tiga orbital turunan hasil
hibridisasi yaitu 2s dan hanya dua orbital atom 2p atom karbon-
perlu diingat bahwa suatu atom lazimnya hanya memacu dan
menggerakkan orbital hibrida sebanyak atom atau gugus yang
membentuk ikatan σ kuat dengannya. Orbital hibrida sp2 yang
terjadi terletak di satu bidang dan membentuk sudut 1200 satu
sama lain (orbital trigonal bidang). Dalam membentuk molekul
etana, dua orbital sp2 tiap atom karbon tamnap bertumpangsuh
dengan orbital 1s kedua atom hidrogen yang membentuk dua
ikatan σ C-H yang kuat, sedangkan orbital sp2 yang ketiga milik
tiap atom karbon bertumpangsuh secara aksial (menyumbu) dan
terbentuklah ikatan σ C-C yang kuat, secara eksperimen
diperoleh bahwa ikatan H-C-H dan H-C-C mempunyai sudut
masing-masing 116.70 dan 121.60. penyimpangan dari 1200 ini
tidak terlalu mengejutkan, karena ketiga sekawan (Trio) atomnya
saja sudah berlainan.
Dalam etuna, tiap atom karbon tertaut hanya pada dua atom lain,
satu hidrogen dan satu lagi karbon. Ikatan kuat π yang terbentuk
dengan dua atom ini dengan memakai dua orbital hibrida yang
diturunkan dengan menghibridakan orbital atom 2s dengan
hanya satu orbital atom 2p atom karbonnya. Orbital hibrida sp1
diagonal (dwisegi) yang terjadi ko-linear (menyegaris). Dalam
membentuk molekul etuna, orbital-orbital hibrida ini dipakai
untuk menghasilkan ikatan-ikatan π yang kuat antara tiap atom
karbon itu sendiri, membentuk suatu molekul linear dengan dua
orbital atom 2p tak terhibridisasi, yang tegak lurus satu sama lain
sehingga dapat saling bertumpangsuh menghasilkan dua ikatan π
pada bidang yang saling tegak lurus.
Molekul etuna terselimuti secara berhasilguna dengan suatu
silinder muatan negative. Energi ikatan C=C sebesar 812 kJ (194
kkal) mol-1 sehingga kenaikan ke ikatan rangkap tiga lebih kecil
daripada yang terjadi pada ikatan tunggal ke ikatan rangkap dua.
Jarak ikatan C=C ialah tunggal 0.120 nm (1.20 Ǻ) sehingga
tampak bahwa atom-atom karbonnya lebih saling mendekat lagi,
tetapi disini terlihat lagi bahwa penurunan pada peralihan
C=C→C=C lebih kecil daripada peralihan dari C-C→C=C.
1.3.5 Konjugasi
Kalor hidrogenasidiena siklik (8) hampir dua kali lipat dari kalor
hidrogenasi sikloheksana (7) dan kalor hidrogenasi ketiga ikatan
ramngkap dalam struktur Kekule dapat berharap bernilai sekitar
3 x -120 kJ (-28.6 kkal)mol-1 = -360 kJ (-85.8 kkal) mol-1; tetapi
jika benzene ‘nyata’ (-49.8 kkal)mol-1. Jelas benzene ‘nyata’,
secara termodinamik lebih mantap daripada ‘sikloheksasatriena’
hipotetik dengann nilai 151 kJ (36 kkal)mol -1. Hal ini dapat
dibandingkan pada pemantapan diena terkonjugasi yang hanya
sekitar 17 kJ (4kkal) mol-1, terhadap kiasnya (analognya) yang
tidak memiliki antaraksi diantara electron – electron ikatan
rangkapnya.
Berlawanan sama sekali dengan benzene diatas, kalor
hidrogenasi siklooktetraetana (9) menjadi siklooktana (10) ialah
-410 kJ (-98 kkal)mol-1, sedangkan siklooktana (11) ialah -96 kJ
(-23 kkal) mol-1:
Perbedaan antara ΔH untuk (9) dan 4 x H untuk (11) ialah minus
26 kJ (-6 kkal)mol-1 : siklotetraetana, tidak sebagaimana
benzene, tidak menunjukan pemantapan khas jika dibandingkan
dengan poliena siklik hipotetik poliena (sebenarnya dalam
keadaan pemantapan awal) hal itu terlalu mengherankan karena
tumpangasuh orbital p siklik sebaaimana pada benzene, akan
memprasyaratkan (9) sebagai dasar untuk terjadinya sudut ikatan
C-C-C sebesar 135o, sehingga akan terjadi tegangan cincin yang
cukup besar bagi deretan karbon hibrida sp2 (sudut yang disukai
120o). tegangan yang demikian dapat diredakan dengan ‘melipat’
cincin tetapi hal itu jelas merusak kemungkinan tumpangasuh
orbital p secara keseluruhan. Lipatan semacam itu memang
terjadi, dapat dilihat dari pengukuran kristalografis sinar-X yang
menunjukkan bahwa siklooktatriena berstruktur “bak” (9a)
dengan ikatan karbon-karbon rangkap (0.133 nm (1.33 Ǻ)) serta
ikatan tunggal (0.146 nm (1.46 Ǻ)) berselang-seling:
suatu ikatan ovalen antara dua atom dapat diputuskan denga cara
berikut :
1.5.4 Hiperkonjugasi
G= H – TS
ΔG = ΔH – TΔS
- ΔG = 2.303 RT log K
Jadi semakin besar penurunan energy bebas (minus ΔG) dari bahan
awal menjadi produk, makin besar pula nilai K dan kesetimbangan
lebih kearah produk. Posisi energy minimum berkaitan dengan hasil
kesetimbangan yang dicapai oleh bahan – awal/produk. Dalam suatu
reaksi yang tidak melibatkan energy bebas (ΔG = 0) K=1, berkaitan
denga perubahan (konversi) bahan awal menjadi produk sebesar 50%.
Meningkatnya nilai positif ΔG berarti secara cepat menurunkan nilai
pecahan K (hubungan berbentuk logaritmik), hal ini berkaitan dengan
mengecilnya perubahan kea rah produk sedangkan meningkatnya nilai
negative ΔG bearti terjadi peningkatan cepat nilai K. Maka bila suatu
harga ΔG -42 kJ (-10 kkal) mol -1 berkaitan dengan konstanta
kesetimbangan ≈ 107 berarti secara praktis peristiwa ini merupakan
perubahan sempurna kearah produk. Dengan adanya pengetahuan
tentang energy bebas dari bahan-bahan awal serta produknya, yang
merupakan besaran yang telah ditentukan bagi banyak senyawa
organic maka dimungkinkan untuk memperkirakan besarnya
perubahan dalam reaksi bahan awal menjadi produk.
A B+C
OH
CH3COCH3 + Br2 CH3COCH2Br + HBr
diperoleh persamaan laju,
Laju -= k[CH3COCH3][0H]
jadi brom bukannya lenyap meskipun [60H] (bdk. h1m. 391)
berperan dalam reaksi keseluruhan karena ia ada/ masuk dalam
produk-akhir, tetapi ia tidak dapat terlibat dalam tahap reaksi
yang lajunya diukur. Make secara keseluruhan reaksi ini
mencakup dua tahap.
melibatkan brom (yang lajunya diukur) serta satu lainnya seperti
diuraikan di atas. Sesungguhnya hanya sedikit saja reaksi
organik yang merupakan proses suatu tahap sebagaimana tersaji
pada Gambar. Ini nvata sekali dalam contoh ekstrem misalnya
pembentukan heksamina. Yang peluang terjadinya tumbukan
serentak pada enam molekul CH2 dan empat molekul NH3 yang
mana dalam sepuluh badan terdapat nilai no, tidak ada. tetapi
dalam hal stoikiometri yang kurang ekstrim, reaksi – reaksi
biasanya merupakan proses majemuk (komposit), terdiri atas
sejumlah tahap berurutan yang pada tahap paling lambat
penentu-lajunya yang diukur. Itu tidak lain karena terjadinya
bottleneck lintas produksi pengubahan bahan awal menjadi
hasil/produksinya :
Dalam. Gambar 2.4 bahan-awal diubah lewat keadaan
peralihan' xt menjadi zat-antara yang kemudian mengurai
(dekomposisi) menjadi produk lewat keadaan peralihan kedua x2.
Seperti diutarakan di atas, pembentukan atantara lewat x, lebih
memerlukan energi (AG, > AG2)di antara kedua tahapan tadi
sehingga akan lebih lambat, dalam hal ini tahap yang lajuny2~
diukur dengan -eksperimen kinetika. Tahap itu diikuti oleh
pengubahan zat-antara menjadi produk secara cepat (energi yang
sedikit menuntut energi), tetapi hal ini bukan merupakan
penentu-laju. Brominasi' propanon tadi, dalam keadaan tertentu,
dapat mengikuti pola yang sesuai dengan Gambar 2.4. Di sini,.
pemindahan proton yang lambat dan penentu- laju oleti Br2 akan
menghasilkan bromopropanon,.serta ion bromida, sebagai
produk:
Apabila suatu bahan awal dapat diubah menjadi dua atau lebih
produk alternatif misalnya pada serangan elektrofil suatu jenis
aromatik yang telah mengikat suatu gugusganti (hlm. 197), maka
jumlah/banyaknya masing-masing produk alternatif yang
terbentuk sering ditentukan oleh- laju pembentukan nisbinya.
Makin cepat suatu produk terbentuk, makin banyak pula ia di
dalam campuran-produk-akhir ini disebut kendali kinetika. Hal
ini tidak terlalu teramati karma jika salah satu atau lebih reaksi
alternatifnya terbalikkan atau jika produk-produknya mudah
diantarubahkan langsung pada keadaan reaksi, maka di situ
susun-kandungan (komposisi) campuran produknya tidak hanya
ditentukan oleh laju nisbi pembentukan produk-produk
berbedanya, akan tetapi juga oleh kemantapan termodinamik
nisbi dalam sistem reaksi yang bersangkutan: yang dihadapi di
sisi ialah kendali termodinamika atau kendali kesetimbangan.
Sebagai contoh dalam nitrasi metilbenzeni, ternyata dipengaruhi
oleh kendali kinetika, sedangkan alkinasi Friedel-Crafts atas
jenis yang sama justru, dipengaruhi oleh kendali termodinamika
(hlm. 215). Bentuk kendali yang sedang berperan dapat pula
dipengaruhi oleh keadaan reaksi, sebagai contoh sulfonasi
naftalena dengan H2SO4 pada 80o pada dasarnya dipengaruhi
oleh kendali kinetika, tetapi pada suhu 160o dipengaruhi oleh
termodinamika.
Yang tersebut terakhir ini tidak dapat diperoleh dari (6) dengan
penggantigugusan sederhana; kalau harus diperoleh maka harus
melalui jejak yang berlainan daripada yang ditempuh (7) atau
kalau keduanya lewat cara lain, tetapi terbentuk zat-antara 'sama;
dengan demikian, jelas bahwa (7) juga tak dapat dibentuk
dengan cara penggantigugusan sederhana pula.
Laju = k2[RHal][H2O]
Efek
isotop kinetik primer dapat diamati dengan pasangan isotop lain
pula di samping hidrogen/denterium, tetapi karena beda massa
nisbinya lebih kecil maka nilai maksimumnya akan lebih kecil
pula. Perlu ditekankan bahwa efek isotop kinetik primer
teramati secara eksperimental dengan nilai-nilai di antara nilai
hitungan maksimum dan satu (satu artinya tiada efek isotop): hal
ini pun berfaedah karena dapat memberikan data tentang
pemutusan ikatan tertentu pada keadaan
peralihan.
Isotop dapat pula dipergunakan untuk memecahkan masalah
mekanistik yang bukan kinetik. Hidrolisis berair pada ester yang
menghasilkan asam dan alkohol, secara teoretik, dapat
berlangsung dengan pembelahan (a) fisi alkil/oksigen, atau (b)
fisi asil/oksigen:
Air berat D20 acapkali dipakai untuk hal yang serupa. Dalam
reaksi Cannizzaro benzaldehida (film. 284). muncul pertanyaan
apakah atom hidrogen kedua yang terikat pada karbon dalam
molekul fenilmetanol (benzilalkohol, 9) yang terbentuk, berasal
dari pelarut (H20) atau dari molekul kedua benzaldehida.
Melakukan reaksi dalam D2O ternyata tidak menghasilkan
terbentuknya PhCHDOH. Dengan demikian, atom hidrogen
kedua tidak berasal dari air melainkan diperoleh dengan alihan
langsung dari molekul kedua benzaldehida.
Sejumlah besar tandaan-isotop lain, misalnya 3H(atau T), 13C, 14
C, 15N, 32P, 35S, 37Cl, 131I, dan sebagainya, juga telah digunakan
untuk menggali data mekanistik yang cukup penting; apalagi
isotop karbon yang sangat penting karena ungur ini terdapat
dalam senyawa organik. Kesukaran utama dalam hal kajian
tandaan-isotop ialah: (a) memastikan bahwa tandaan bergabung
hanya di posisi yang diinginkan pada .senyawa yang diuji dan (b)
mendapatkan kepastian ke mana tandaan bereaksi pada produk
setelah reaksi berlangsung.
Pemilihan cara-cara sintesis modern semakin diperketat, (a)
ditiadakan dan (b) tetap merupakan masalah utama; terutama bila
digunakan isotop karbon, karena atom karbon selalu terdapat
dalam semua senyawa organic. Isotop 24C acapkali digunakan
dalam penelaahan lintasanbiosintetik yaitu jalur yang digunakan.
oleh organism hidup untuk menyusun molekul yang sangat rumit
yang mungkin didapat darinya.
Jadi beralasan untuk mempercayai bahwa senyawa pentasiklik
sterigmatosistin, diperoleh dari biakan beberapa jamur, yang
dibentuk dari molekul asam etanoat secara bertahap.
Tidak lama kemudian, ini dapat ditentukan dengan percobaan-
percobaan degradasi terseleksi yang sangat sulit dan kadang-
kadang tidak meyakinkan; tetapi kehadiran spektroskopi Talunan
Magnet Inti (TIM, nmr) karbon sekarang telah dapat
menentukannya. Tidak satu pun baik isotop 12C maupun 14C
menghasilkan isyarat TIM/nmr, tetapi isotop 13C yang terdapat
pada karbon biasa hingga taraf 1.11% dapat menghasilkannya.
Sehingga dengan instrumentasi yang cocok dimungkinkan untuk
-inencatat spektra TIM/nmr 13C dari semua karbon yang
dikandung oleh suatu senyawa (karena kandungan 13C-nya
1.11%): masin-g-masing atom atau gugus karbon menunjukkan
letak .atom karbon pada molekul yang dihasilkan dengan isyarat
yang berbeda.
Jadi spektrum 13C sterigmatosistin normal dapat dibedakan
dengan spektra molekul hasil eksperimen pemberian makanan
yang terpisah dengan menambahkan 13C pada (a) 13 CH3CO2H
dan (b) CH313CO2H. Sekarang, masing-masing karbon
memperlihatkan penambahan isyarat 13C, karena itu dapat
diidentifikasi:
3.1 ASAM
3.1.1 pKa
CH3CO2H MeCH2CO2H
4.76 4-88
Me(CH2)2CO2H
Me(CH2)3CO2H
4.82
4-86
Jika atom karbon berikatan rangkap secara bersebelahan
dengan gugus karboksil, maka kekuatan asam akan bertambah.
Asam propenoat (asam akrilat), CH2═CHCO2H, mempunyai pKa
= 4,25. sebagai perbandingan pada senyawa sejenis yang serupa,
tetapi ikatan jenuhnya yaitu asam propanoat, mempunyai pKa
=4,88. Ini disebabkan suatu kenyataan bahwa atom karbon - α
tak-jenuh mempunyai orbital sp2 terhibridisasi, yang artinya
bahwa elektron-elektron akan lebih tertarik pada inti karbon
daripada dalam atom jenuh terhibridisasi sp3 karena adanya
sumbangan orbital s yang agak lebih besar dalam sp2; maka asam
propenoat meskipun lebih lemah daripada asam metanoat, tetapi
lebih masih kuat daripada asam propanoat. Pengaruh ini lebih
nampak lagi pada atom karbon terhibridisasi sp1 dan atom
karbon rangkap tiga. Maka pKa asam propanoat (asam propiolat)
HC≡CCO2H, adalah 1,84. Keadaan yang serupa terjadi pada
atom-atom hidrogen etena dan etuna. Etena sedikit lebih asam
daripada etana dan etuna amat bersifat asam hingga H dapat
diganti oleh beberapa logam. (bdk.hlm.361).
3.1.5 Asam Alifatik Tergantigugus
Pengaruh gugusganti yang menarik elektron terhadap
asam alifatik sederhana dapat diterangkan secara jelas. Itu
halogen yang mempunyai pengaruh imbas berlawanan arah pada
gugus alkil, dapat diduga tinggi kekuatana asam tergantigugus.
Pengaruh halogen-halogen yang berbeda diharapkan dapat
teratur. Fluor yang paling elektronegatif (paling menarik
elektron) menaikan kekuatan asam seratus kali, misalnya dalam
asam fluoretanoat bila dibandingkan dengan asam etanoat.
Pengaruh itu jauh lebih besar daripada─yang dihasilkan dengan
memsukkan gugus alkil. Pemasukan halogen-halogen lebih
lanjut akan sangat menaikkan kekuatan asam. Sebagai contoh :
asam trikloroetanoat merupakan asam yang sangat kuat.
Patut diingat, bahwa harga Ka (dan juga pKa)
mempunyai hubungan dengan ∆G─ untuk ionisasi, juga bahwa
∆G─ sudah terdiri dari ∆H─ maupun ∆S─. Dalam urutan asam-
asam etanoat tergantigugus halogen, terlihat bahwa perubahan
dalam ∆G─ bervariasi sesuai ∆S─.-nya. Penyebab atas hal ini
adalah atom halogen gugusganti yang berpengaruh terhadap
delokalisasi muatan negatif pada seluruh anion.
pKa
C6H5OH 9-95
o-MeC6H4OH 10-28
m-Me C6H4OH 10-08
p- Me C6H4OH 10-19
pKa
C6H5CO2H 4.20
m-Me C6H5CO2H 4.24
P- Me C6H5CO2H 4.34
Elektron akan mempertinggi kekuatannya. Pengaruh seperti itu,
misalnya pada fenol, terlihat hebat pada posisi o- dan p- :
Pengaruh yang nyata pada o-NO2 mungkin karena jarak yang
sangat dekat, dengan gaya imbasya yang sangat kuat. Meskipun
demikian, antraksi lebih langsung atara gugus NO2 dan CO2H
yang bersebelahan tak dapat diabaikan.
Terdapatnya gugus seperti OH, OMe, atau halogen mempunyai
pengaruh imbasan karena menarik elektron, tetapi pada
kedudukan o- dan p- dapat memberi pengaruh mesomeri dan
bersifat sebagai pemberi elektron, dengan demikian
menyebabkan asam-asam terganti gugus-gugus p- menjadi lebih
lemah m-, bahkan terkadang dapat lebih lemah daripada yang tak
tergantigugus. Contoh : asam hidroksibenzoat:
3.2 BASA
3.2.1 pKb, pKBHo, dan pKa
Kekuatan basa B: dalam air dapat ditentukan berdasarkan
persamaan berikutt:
Laju =k[-OH][Me2C(OH)CH2COMe]