Anda di halaman 1dari 6

Sejarah MBS di berbagai negara

1. Model MBS yang diterapkan di Kanada lebih dikenal dengan pendelegasian


keuangan (financial delegation).
o Gerakan ke arah MBS dimulai di Edmonton Public School District, Alberta,
dimana pendekatan yang digunakan dikenal sebagai “School-site decision-
making”, yang telah menghasilkan desentralisasi alokasi sumber daya, baik tenaga
pendidik dan kependidikan, perlengkapan, barang-barang keperluan sekolah
maupun layanan pendidikan. (KEBIJAKAN)
o Ciri model ini adalah tidak adanya dewan sekolah atau komite sekolah. Di tahun
1986, sekolah rintisan yang melibatkan 14 sekolah, memperluas pendekatan
dengan melibatkan layanan konsultan pusat.
o Ciri penting di sini adalah model formula-alokasi-sumber daya. Sekolah menerima
alokasi secara “lumpsum” ditambah suplemen yang menggambarkan biaya
layanan konsultan yang secara historis pernah dilakukan, sesuai dengan tipe
sekolah dan tingkat kebutuhan siswa.
o Program pengefektifan guru juga diadakan tahun 1981. Pada tahun 1986-1987
program pengembangan profesional guru dengan pendanaan dari “school based
budget” dilakukan setengah hari per minggu.
o Dalam rangka menjamin akuntabilitas, proses monitoring dikembangkan.
o Para siswa pada tahun ke-3, 6, 9, dan 12, secara reguler diuji untuk semua bidang
bidang pada kurikulum. Benchmark atau standar tingkat kemampuan atau
prestasi yang dicapai, kemudian ditentukan, dan digunakan sesudah tahun 1987
sebagai dasar perbandingan prestasi siswa pada tahun berikutnya.
o Sebelum diterapkannya MBS di Kanada, kondisi awalnya adalah pengadaan
pegawai sekolah semuanya diangkat dari pusat, pengadaan peralatan
pembelajaran semuanya dari pusat, dan pelayanan pelanggan semuanya telah
distandarkan dari pusat. (LATAR BELAKANG)

2. Model MBS di Hongkong lebih dikenal sebagai School Management Initiative


(SMI), yang menekankan pada inisiatif sekolah dalam menajamen sekolah.
o Problem pendidikan di Hong Kong yang mendorong munculnya MBS adalah struktur
dan proses manajemen yang tidak memadai, peran dan tanggung-jawab masing-
masing pihak kurang dijabarkan secara jelas, tidak adanya atau tidak
memadainya pengukuran kinerja, penekanan lebih pada pengawasan yang terinci
daripada kerangka tanggung-jawab dan akuntabilitas, dan penekanan lebih pada
kontrol pembiayaan daripada efektifitas pembiayaan. (LATAR BELAKANG)
o Kebijakan ini mengubah model manajemen yang sentralistik, serta memberikan
otonomi lebih besar kepada sekolah dalam hal pengelolaan dan pendanaan pada
tingkat sekolah yang bersangkutan. (KEBIJAKAN)
o Model SMI menetapkan peran-peran mereka yang bertanggung jawab atas
pengelolaan sekolah, terutama sponsor, “managers” dan kepala sekolah. (CC)
o Prinsip penyelenggaraan sekolah menekan-kan pada manajemen-bersama (joint
management), serta mendorong partisipasi guru, orang tua, dan siswa dalam
penyelenggaraan sekolah. (CC)
o Prinsip utama system MBS Hong Kong adalah telaah ulang (review) terus-menerus
terhadap dasar pembelajaan anggaran pemerintah, perlunya evaluasi yang
sistematis terhadap hasil, penegasan tanggung-jawab lebih baik, hubungan yang
erat antara tanggung-jawab sumber daya dan tanggung-jawab manajemen,
hubungan yang jelas antara pembuat kebijakan dengan agen-agen pelaksana
(Nurkolis, 2003:87-88; Ibtisam Abu-Duhou, 2002:30-31). (CIRI2)
o Model MBS Hong Kong menekankan pentingnya inisiatif dari sumber daya di sekolah
sebagai pengganti inisiatif dari atas yang selama itu diterapkan. Inisiatif yang diberikan
kepada sekolah harus dibarengi dengan diterapkannya transparansi dan akuntabilitas
dalam pengelolaan pendidikan. Transparansi di sini juga menuntut kejelasan tugas dan
tanggung-jawab masing-masing pihak yang terkait dengan pelaksanaan pendidikan di
sekolah. Tansparansi dan akuntabilitas tidak hanya dituntut dalam penggunaan anggaran
belanja sekolah, tetapi juga dalam hal penentuan hasil belajar siswa serta pengukuran
hasilnya (Nurkolis, 2003:88). (CC)

3. Model MBS di Inggris


o Model MBS di Inggris disebut Grant Mainted School (GMS) atau Manajemen Dana
Swakelola pada Tingkat Lokal. Ada enam perubahan struktural guna mefasilitasi
pelaksanaan MBS di Inggris (Sungkowo, 2002 dalam Nurkolis, 2003:92-93; Ibtisam
Abu-Duhou, 2002:34-35), yakni : 1) kurikulum nasional untuk mata pelajaran inti yang
ditentukan oleh pemerintah (Whitehall); 2) ada ujian nasional bagi siswa kelas 7, 11,14
dan 16; 3) MBS dibentuk untuk mengembangkan otoritas pendidikan lokal agar dapat
memperoleh dana bantuan dari pemerintah; 4) adanya pembentukan sekolah lanjutan
teknik kejuruan; 5) kewenangan Inner London Education dilimpahkan kepada tigas
belas otoritas pemerintah; 6) Skema manajemen sekolah lokal dibentuk dengan
melibatkan beberapa pihak terkait, seperti : a) peran serta secara terbuka pada masing-
masing sekolah dalam otoritas pendidikan lokal, b) alokasi sumber daya dirumuskan
oleh masing-masing sekolah, c) ditentukan prioritas oleh masing-masing sekolah dalam
membiayai kegiatannya, d) memberdayakan badan pengelola pada masing-masing
sekolah dalam menentukan dana untuk guru dan staf, dan e) memberikan informasi
kepada orang tua mengenai prestasi guru. (KEBIJAKAN)
o Undang-undang pendidikan tahun 1980 merevisi kekuasaan dan tanggung jawab dewan
sekolah, dewan gubernur, dan dewan manajer.
o Undang-undang menciptakan pemusatan kontrol secara nasional dalam hal kurikulum,
tingkat-tingkat yang harus dicapai, proses penilaian, serta pengawasan dan pelaporan
hasil belajar.
o Dalam kerangka nasional seperti ini, penyampaian kurikulum, pengelolaan personil,
keuangan, sumber daya sarana, serta akuntabilitas kepada orang tua dan masyarakat,
diteruskan kepada badan-badan penyelenggara sekolah. (CC)
o Ciri baru dari perubahan ini adalah upaya untuk mendorong kompetisi antarsekolah
dalam memenuhi tuntutan pasar (market demands). Di sini juga termasuk persaingan
penempatan siswa. (CC)
o Formula alokasi sumber daya sekolah diberikan; penetapan prioritas pada masing-
masing sekolah dalam penggunaan alokasi sumber daya; memberdayakan dewan
sekolah (board of governors) pada setiap sekolah untuk mengangkat dan
memberhentikan staf dan guru-guru; serta penyediaan informasi mengenai kinerja
sekolah kepada orang tua. (CC)
o Model MBS atau “Local School Management” (LSM) pada dasarnya adalah kebijakan
MBS yang memindahkan manajemen pendanaan dan sumber daya dari kewenangan
lokal ke dewan penyelenggara atau pengelola serta staf sekolah.
o Di Inggris penerapan MBS dilindungi dan dikondisikan dengan adanya komitmen
politik dengan adanya Undang-undang Pendidikan yang mengatur penetapan kurikulum,
pelaksanaan ujian nasional, dan pengelolaan pendidikan yang melibatkan berbagai unsur
masyarakat luas. (LATAR BELAKANG)

SIMPULAN :
Konsep MBS pada dasarnya mengacu pada manajamen sumber daya di tingkat
sekolah yang melibatkan partisipasi masyarakat, warga sekolah, orang tua, dan
masyarakat. Sumber daya tersebut mencakup: kekuasaan, pengetahuan, teknologi,
keuangan, manusia, material, dan waktu.
Melalui MBS, sekolah memiliki kontrol yang lebih dalam mengarahkan
organisasi sekolah ke depan, sesuai dengan tujuan dan strategi yang telah ditetapkan
sekolah.
Sekolah juga memiliki kontrol terhadap keuangan sekolah yang dapat
dialokasikan untuk pengembangan sumber daya manusia, dan peningkatan proses
pembelajaran. Sekolah mempunyai tanggung jawab terhadap pengembangan kurikulum,
dan bagaimana menggunakan material dalam proses pembelajaran.
Dari gambaran tentang perkembangan kebijakan dan implementasi MBS di
beberapa negara, ditemui adanya variasi atau perbedaan model maupun pendekatan.
1) Ada model yang lebih mengkonsentrasikan pada pendelegasian keuangan
untuk memenuhi sumber daya kepada sekolah (Kanada) dengan “funding
formula”,
2) Ada yang memberikan kepada sekolah fleksibilitas dalam penggunaan sumber
daya dan pada saat yang sama juga memberikan kesempatan partisipasi yang
lebih besar kepada guru, orang tua, dan bekas siswa (alumni) di dalam
pengembangan keputusan (Hongkong);
3) Ada yang paket perubahannya lebih luas dengan penyempurnaan kurikulum
nasional, sistem pengujian prestasi siswa berdasarkan kurikulum nasional,
pilihan sekolah secara bebas oleh siswa, dan manajemen lokal dengan
mendesentralisasikan anggaran pada tiap sekolah, dan memberi kewenangan
kepada sekolah untuk mengangkat dan menyeleksi staf (guru dan tenaga lainnya)
seperti di Inggris, yang juga memberikan otonomi dan fleksibilitas lebih besar
kepada masyarakat di dalam pengambilan keputusan, sehingga akuntabilitas
kepada orang tua, pengguna tenaga kerja, dan masyarakat umumnya lebih besar
pula.
Sekalipun ada variasi perbedaan, pada umumnya MBS diarahkan untuk
mengangkat masalah sistem manajemen sekolah yang menempatkan pusat pada posisi
yang makin kuat untuk bertanggung jawab menentukan tujuan-tujuan pendidikan
(standar) dan memonitor kinerja/prestasi, sementara pada saat yang sama memberikan
kewenangan dalam pelaksanaan serta pengelolaan sumber daya pada level sekolah
untuk mengambil keputusan.
Ada catatan umum yang perlu dikemukakan
Pertama, gerakan MBS, sungguhpun dengan nama yang berbeda-beda, tidak terlepas
dari upaya dan bertujuan untuk meningkatkan efektivitas (mutu) dan efisiensi
penggunaan sumber daya pendidikan.
Kedua, gerakan MBS juga bertujuan meningkatkan komitmen (kepedulian penuh)
berbagai pemangku kepentingan pendidikan, terutama yang berhubungan langsung
dengan penyelenggaraan sekolah, untuk mendukung dan merealisasikan efektivitas dan
efisiensi pendidikan.
Ketiga, perubahan dilakukan secara bertahap dari lingkup yang kecil ke cakupan yang
lebih luas.
Keempat, dalam pembaruan ke arah MBS selalu ada empat isu penting, yaitu masalah
pengambilan keputusan, peran serta dalam pengambilan keputusan (partisipatif), alokasi
sumber daya (resources), dan masalah akuntabilitas.
Kelima, MBS terkait erat dengan pendekatan pengelolaan organisasi.

4. Model MBS di Indonesia


o Dasar hukum penerapan model MBS di Indonesia adalah Undang-Undang Nomor 20
tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Penerapan pendekatan dan
pengelolaan sekolah dengan prinsip MBS secara resmi mulai berlaku tanggal 8 Juli
2003. Sebelumnya, pemerintah telah melakukan berbagai program rintisan di
berbagai jenjang pendidikan berkenaan dengan model MBS melalui berbagai
kebijakan yang bertujuan untuk membuat sekolah menjadi lebih mandiri dan
meningkatkan partisipasi masyarakat.
o Model MBS di Indonesia disebut Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis
Sekolah (MPMBS). MPMBS dapat diartikan sebagai model manajemen yang
memberikan otonomi lebih besar kepada sekolah, fleksibilitas kepada sekolah, dan
mendorong partisipasi secara langsung warga sekolah dan masyarakat untuk
meningkatkan mutu sekolah berdasarkan kebijakan pendidikan nasional serta
peraturan perundang-undangan yang berlaku (Nurkolis, 2003:107, lih. juga Depdiknas,
2002:3). MPMBS merupakan bagian dari manajemen berbasis sekolah (MBS). Jika
MBS bertujuan untuk meningkatkan semua kinerja sekolah (efektivitas, kualitas/mutu,
efisiensi, inovasi, relevansi dan pemerataan serta akses pendidikan), maka MPMBS
lebih difokuskan pada peningkatan mutu (Depdiknas, 2002:3-4).
o Model MBS di Indonesia tidak berasal dari inisiatif warga msayarakat, tetapi dari
pemerintah. Hal ini bisa dimengerti karena setelah 32 tahun Indonesia berada dalam
cengkraman pemerintahan otoriter yang membuat warganya takut untuk mengeluarkan
pendapat dan inisiatif. Oleh karena itu, pendekatan yang digunakan pun berbeda
dengan negara-negara lain yang peran serta masyarakatnya sudah tinggi. Di Indonesia,
penerapan MBS diawali dengan dikeluarkannya UU No. 25 tahun 2000 tentang
Rencana Strategis Pembangunan Nasional Tahun 2000-2004.

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
Sistem manajemen pendidikan yang sentralistis telah terbukti tidak membawa
kemajuan yang berarti bagi peningkatan kualitas pendidikan pada umumnya. Bahkan dalam
kasus-kasus tertehtu, manajemen yang sentralistis telah menyebabkan terjadinya pemandulan
kreatifitas pada satuan pendidikan pada berbagai jenis dan jenjang pendidikan. Untuk
mengatasi terjadinya stagnasi di bidang pendidikan ini diperlukan adanya paradigma baru
dibidang pendidikan.. Peluang tersebut semakin tampak nyata setelah dikeluarkannya
kebijakan mengenai otonomi pendidikan melalui strategi pemberlakuan manajemen berbasis
sekolah (MBS).
MBS bukan sekedar mengubah pendekatan pengelolaan sekolah dari yang sentralistis
ke desentralistis, tetapi lebih dari itu melalui MBS diyakini akan muncul kemandirian
sekolah. Melalui penerapan MBS, kepedulian masyarakat untuk ikut serta mengontrol dan
menjaga kualitas layanan pendidikan akan lebih terbuka untuk dibangkitkan. Dengan
demikian kemandirian sekolah akan diikuti oleh daya kompetisi yang tinggi akan
akuntabilitas publik yang memadai.
Strategi pelaksanaan MBS meliputi pengelompokan kepala sekolah berdasarkan
kemampuan manajemen, pentahapan pelaksanaan MBS, dan perangkat pelaksanaan MBS.

Anda mungkin juga menyukai