Anda di halaman 1dari 15

ANALISIS KURIKULUM SEKOLAH DASAR

(SD)

BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang


    Pendidikan adalah  suatu usaha untuk  melakukan proses pembelajaran  bagi peserta didik
untuk mencapai tujuan pendidikan yang diterapkan di suatu negara.
Pendidikan tidak terlepas dari kurikulum pendidikan yang telah ditetapkan oleh Pemerintah.
Kurikulum merupakan suatu metode yang digunakan untuk meningkatkan kualitas pendidikan di
suatu negara. Kurikulum  yang dipakai saat ini, mengacu pada Undang-Undang No.20 Tahun
2003 tentang sistem pendidikan nasional.
    Kurikulum  yang digunakan saat ini adalah kurikulum KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan), akan tetapi dinilai dari berbagai sudut  kurikulum yang digunakan saat ini masih
memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu pemerintah  merancang kurikulum baru yaitu
Struktur Kurikulum 2013. Oleh karena itu kita selaku calon  pendidik  perlu mengetahui 
perbedaan dan persamaan antara 2 kurikulum tersebut.

B.    Rumusan Masalah


Adapun rumusan maslaah dari karya tulis ini yaitu :
1)     Bagaimana Peran Kurikulum dalam Pendidikan ?
2)    Apa persamaan dan perbedaan antara kurikulum KTSP dan Kurikulum 2013 ?
3)    Apakah kelebihan dan kekurangan Kurikulum KTSP dan Kurikulum 2013 ?

C.    Tujuan Makalah


Adapun tujuan dari karya tulis ini yaitu:
1)        Mengetahui dengan pasti peran kurikulum dalam pendidikan.
2)        Mengetahui persamaan dan perbedaan antara kurikulum KTSP dan kurikulum 2013.
3)        Memahami dengan baik tentang kelebihan dan kekurangan masing-masing kurikulum.

BAB II
PEMBAHASAN
KURIKULUM KTSP DAN KURIKULUM 2013

A.    Peran Kurikulum dalam Pendidikan


    Kurikulum dalam pendidikan formal di sekolah/madrasah memiliki peranan yang sangat
strategis dan menentukan pencapaian tujuan pendidikan. Apabila dirinci secara lebih mendetail
terdapat tiga peranan yang dinilai sangat penting, yaitu peranan konservatif, peranan kreatif, dan
peranan kritis/evaluative (Oemar Hamalik, 1990)
1.    Peranan Konservatif
Peranan konservatif menekankan bahwa kurikulum dapat dijadikan sebagai sarana untuk
mentransmisikan nilai nilai warisan budaya masa lalu yang dianggap masih relevan dengan masa
kini kepada generas muda, dalam hal ini para siswa. Peranan konservatif ini pada hakikatnya
menempatkan kurikulum yang berorientasi ke masa lampau. Peranan ini sifatnya menjadi sangat
mendasar, disesuaikan dengan kenyataan bahwa pendidikan pada hakikatnya merupakan proses
social. Salah satu tugas pendidikan yaitu mempengaruhi dan membina perilaku siswa sesuai
dengan nilai-nilai social yang hidup di lingkungan masyarakatnya.
2.    Peranan Kreatif
Perkembangan ilmu pengetahuan dan aspek aspek lainnya senantiasa terjadi setiap saat. Peranan
kreatif menekankan bahwa kurikulum harus mampu mengembangkan sesatu yang baru sesuai
dengan perkembangan yang terjadi dan kebutuhan-kebutuhan masyarakat pada masa sekarang
dan masa mendatang. Kurikulum harus mengandung hal-hal yang dapat membantu setiap siswa
mengembangkan semua potensi yang ada pada dirinya untuk memperoleh pengetahuan-
pengetahuan baru, kemampuan-kemampuan baru, serta cara berfikir baru yang dibutuhkan dalam
kehidupannya.
3.    Peranan kritis dan evaluative
Peranan ini di latarbelakangi oleh adanya kenyataan bahwa nilai-nilai dan budaya yang hidup
dalam masyarakat senantiasa mengalami perubahan, sehingga pewarisan nilai-nilai dan budaya
masa lalu kepada siswa perlu diseusaikan dengan kondisi yang terjadi pada masa sekarang.
    Selain itu, perkembangan yang terjadi pada masa sekarang dan masa mendatang belum tentu
sesuai dengan apa yang dibutuhkan. Oleh karena itu, peranan kurikulum tidak hanya mewariskan
nilai dan budaya, melainkan juga memiliki peranan untuk menilai dan memilih nilai dan budaya
serta pengetahuan baru yang akan diwariskan tersebut. Dalam hal ini, kurikulum harus turut aktif
berpartisipasi dalam control atau filter social. Nilai-nilai social yang tidak sesuai lagi dengan
keadaan dan tuntutan masa kin dihilangkan dan diadakan modifikasi atau penyempurnaan-
penyempurnaan.

    Ketiga peranan kurikulum di atas tentu saja harus berjalan secara seimbang dan harmonis agar
dapat memenuhi tuntutan keadaan. Jika tidak, akan terjadi ketimpangan-ketimpangan yang
menyebabkan peranan kurikulum persekolahan menjadi tidak optimal. Menyelaraskan ketiga
peranan kurikulum tersebut menjadi tanggung jawab semua pihak yang terkait dalam proses
pendidikan, diantaranya : guru, kepala sekolah, pengawas, orang tua, siswa, dan masyarakat.
Dengan demikian, pihak-pihak yang terkait tersebut idealnya dapat memahami betul apa yang
menjadi tujuan dan isi dari kurikulum yang diterapkan sesuai dengan bidang tugas masing-
masing.

B.    Persamaan dan Perbedaan Kurikulum KTSP dan Kurikulum 2013


        Kurikulum KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan)
    KTSP yang merupakan penyempurnaan dari Kurikulum 2004 (KBK) adalah Kurikulum
operasional disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan atau sekolah.
Departemen Pendidikan Nasional mengharapkan paling lambat tahun 2009/2010, semua sekolah
telah melaksanakan KTSP. Penyusunan KTSP yang dipercayakan pada masing-masing tingkat
satuan Pendidikan ini hampir senada dengan Prinsip Implementasi KBK (Kurikulum 2004) yang
disebut Pengelolaan Kurikulum Berbasis Sekolah (KBS). Prinsip ini diimplementasikan untuk
memberdayakan daerah dan sekolah dalam merencanakan, melaksanakan, dan mengelola serta
menilai pembelajaran sesuai dengan kondisi dan aspirasi mereka. Prinsip Pengelolaan KBS ini
mengacu pada “Kesatuan dalam Kebijakan dan Keberagamaan dalam pelaksanaan”. Yang
dimaksud dengan “Kesatuan dalam Kebijakan” ditandai dengan Sekolah-sekolah menggunakan
perangkat dokumen KBK yang “sama” dikeluarkan oleh Departemen Pendidikan Nasional.
Sedangkan “Keberagaman dalam pelaksanaan” ditandai dengan keberagaman silabus yang akan
dikembangkan oleh masing-masing sekolah sesuai dengan karakteristik sekolahnya. KTSP atau
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan adalah sebuah kurikulum operasional pendidikan yang
disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan di Indonesia. KTSP secara
yuridis diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional dan Peraturan Pemerintahan Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan.
    Penyusunan KTSP oleh sekolah dimulai tahun ajaran 2007/2008 dengan mengacu pada
Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) untuk pendidikan dasar dan menengah
sebagaimana yang diterbitkan melalui Peraturan Menteri Pendidikan Nasional, masing-masing
Nomor 22 Tahun 2006 dan Nomor 23 Tahun 2006, serta Paduan Pengembangan KTSP yang
dikeluarkan oleh BSNP.  Pad aprinsipnya, KTSP merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
SI, namun pengembangannya diserahkan kepada sekolah agar sesuai dengan kebutuhan sekolah
itu sendiri.
    KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) terdiri dari tujuan pendidikan tingkat satuan
pendidikan, kalender pendidikan, dan silabus. Pelaksanaan KTSP mengacu pada Permendiknas
Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan SI dan SKL.

    Kurikulum 2013


    Secara falsafati, pendidikan adalah proses panjang dan berkelanjutan untuk
mentransformasikan peserta didik menjadi manusia yang sesuai dengan tujuan penciptaannya,
yaitu bermanfaat bagi dirinya, bagi sesama, bagi alam semesta, beserta segenap isi dan
peradabannya. Dalam UU Sisdiknas, menjadi bermanfaat itu dirumuskan dalam indikator
strategis, seperti beriman-bertakwa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan
menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
    Dalam memenuhi kebutuhan kompetensi abad ke-21, UU Sisdiknas juga memberikan arahan
yang jelas bahwa tujuan pendidikan harus dicapai salah satunya melalui penerapan kurikulum
berbasis kompetensi. Kompetensi lulusan program pendidikan harus mencakup tiga kompetensi,
yakni sikap, pengetahuan, dan keterampilan, sehingga yang dihasilkan adalah manusia
seutuhnya.
    Dengan demikian, tujuan pendidikan nasional perlu dijabarkan menjadi himpunan kompetensi
dalam tiga ranah kompetensi (sikap, pengetahuan, dan keterampilan). Di dalamnya terdapat
sejumlah kompetensi yang harus dimiliki seseorang agar dapat menjadi orang beriman dan
bertakwa, berilmu, dan seterusnya. Mengingat pendidikan idealnya proses sepanjang hayat, maka
lulusan atau keluaran dari suatu proses pendidikan tertentu harus dipastikan memiliki kompetensi
yang diperlukan untuk melanjutkan pendidikannya secara mandiri sehingga esensi tujuan
pendidikan tercapai.
   
•    Perencanaan pembelajaran
    Dalam usaha menciptakan sistem perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian yang baik,
proses panjang tersebut dibagi beberapa jenjang, berdasarkan perkembangan dan kebutuhan
peserta didik. Setiap jenjang dirancang memiliki proses sesuai perkembangan dan kebutuhan
peserta didik sehingga ketidakseimbangan antara input yang diberikan dan kapasitas pemrosesan
dapat diminimalkan. Sebagai konsekuensi dari penjenjangan ini, tujuan pendidikan harus dibagi-
bagi menjadi tujuan antara. Pada dasarnya, kurikulum merupakan perencanaan pembelajaran
yang dirancang berdasarkan tujuan antara di atas. Proses perancangannya diawali dengan
menentukan kompetensi lulusan (standar kompetensi lulusan). Hasilnya, kurikulum jenjang
satuan pendidikan.
    Dalam teori manajemen, sebagai sistem perencanaan pembelajaran yang baik, kurikulum
harus mencakup empat hal. Pertama, hasil akhir pendidikan yang harus dicapai peserta didik
(keluaran), dan dirumuskan sebagai kompetensi lulusan. Kedua, kandungan materi yang harus
diajarkan kepada, dan dipelajari oleh peserta didik (masukan/standar isi), dalam usaha
membentuk kompetensi lulusan yang diinginkan. Ketiga, pelaksanaan pembelajaran (proses,
termasuk metodologi pembelajaran sebagai bagian dari standar proses) supaya ketiga kompetensi
yang diinginkan terbentuk pada diri peserta didik. Keempat, penilaian kesesuaian proses dan
ketercapaian tujuan pembelajaran sedini mungkin untuk memastikan bahwa masukan, proses,
dan keluaran tersebut sesuai dengan rencana.
    Dengan konsep kurikulum berbasis kompetensi, tak tepat jika ada yang menyampaikan bahwa
pemerintah salah sasaran saat merencanakan perubahan kurikulum karena yang perlu diperbaiki
sebenarnya metodologi pembelajaran, bukan kurikulum (Mohammad Abduhzen, ”Urgensi
Kurikulum 2013”, Kompas 21/2 dan ”Implementasi Pendidikan”, Kompas 6/3).     Hal ini
menunjukkan belum dipahaminya secara utuh bahwa kurikulum berbasis kompetensi mencakup
metodologi pembelajaran. Tanpa metodologi pembelajaran yang sesuai, tak akan terbentuk
kompetensi yang diharapkan. Sebagai contoh, dalam Kurikulum 2013, kompetensi lulusan dalam
ranah keterampilan untuk SD dirumuskan sebagai ”memiliki (melalui mengamati, menanya,
mencoba, mengolah, menyaji, menalar, mencipta) kemampuan pikir dan tindak yang produktif
dan kreatif, dalam ranah konkret dan abstrak, sesuai yang ditugaskan kepadanya.”
    Kompetensi semacam ini tak akan tercapai bila pengertian kurikulum diartikan sempit, tak
termasuk metodologi pembelajaran. Proses pembentukan kompetensi itu sudah dirumuskan
dengan baik melalui kajian para peneliti, dan akhirnya diterima luas sebagai suatu taksonomi.
Pemikiran pengembangan Kurikulum 2013 seperti diuraikan di atas dikembangkan atas dasar
taksonomi-taksonomi yang diterima secara luas, kajian KBK 2004 dan KTSP 2006, dan
tantangan abad ke-21 serta penyiapan Generasi 2045. Dengan demikian, tidaklah tepat apa yang
disampaikan Elin Driana, ”Gawat Darurat Pendidikan” (Kompas, 14/12/2012) yang
mengharapkan sebelum Kurikulum 2013 disahkan, baiknya dilakukan evaluasi terhadap
kurikulum sebelumnya.
    Mengatakan tak ada masalah dengan kurikulum saat ini adalah kurang tepat. Sebagai contoh,
hasil pembandingan antara materi TIMSS 2011 dan materi kurikulum saat ini, untuk mata
pelajaran Matematika dan IPA, menunjukkan, kurang dari 70 persen materi TIMSS yang telah
diajarkan sampai dengan kelas VIII SMP. Belum lagi rumusan kompetensi yang belum sesuai
tuntutan UU dan praktik terbaik di dunia, ketidaksesuaian materi mata pelajaran dan tumpang
tindih yang tak diperlukan pada beberapa materi mata pelajaran, kecepatan pembelajaran yang
tak selaras antarmata pelajaran, dangkalnya materi, proses, dan penilaian pembelajaran, sehingga
peserta didik kurang dilatih bernalar dan berpikir.

•    Kompetensi inti


    Kompetensi lulusan jenjang satuan pendidikan pun masih memerlukan rencana pendidikan
yang panjang untuk pencapaiannya. Sekali lagi, teori manajemen mengajarkan, untuk
memudahkan proses perencanaan dan pengendaliannya, pencapaian jangka panjang perlu dibagi-
bagi jadi beberapa tahap sesuai jenjang kelas di mana kurikulum tersebut diterapkan. Sejalan
dengan UU, kompetensi inti ibarat anak tangga yang harus ditapak peserta didik untuk sampai
pada kompetensi lulusan jenjang satuan pendidikan. Kompetensi inti meningkat seiring
meningkatnya usia peserta didik yang dinyatakan dengan meningkatnya kelas. Melalui
kompetensi inti, sebagai anak tangga menuju ke kompetensi lulusan, integrasi vertikal
antarkompetensi dasar dapat dijamin, dan peningkatan kemampuan peserta dari kelas ke kelas
dapat direncanakan. Sebagai anak tangga menuju ke kompetensi lulusan multidimensi,
kompetensi inti juga multidimensi.
    Untuk kemudahan operasionalnya, kompetensi lulusan pada ranah sikap dipecah menjadi dua,
yaitu sikap spiritual terkait tujuan membentuk peserta didik yang beriman dan bertakwa, dan
kompetensi sikap sosial terkait tujuan membentuk peserta didik yang berakhlak mulia, mandiri,
demokratis, dan bertanggung jawab. Kompetensi inti bukan untuk diajarkan, melainkan untuk
dibentuk melalui pembelajaran mata pelajaran-mata pelajaran yang relevan. Setiap mata
pelajaran harus tunduk pada kompetensi inti yang telah dirumuskan. Dengan kata lain, semua
mata pelajaran yang diajarkan dan dipelajari pada kelas tersebut harus berkontribusi terhadap
pembentukan kompetensi inti. Ibaratnya, kompetensi inti merupakan pengikat kompetensi-
kompetensi yang harus dihasilkan dengan mempelajari setiap mata pelajaran. Di sini kompetensi
inti berperan sebagai integrator horizontal antarmata pelajaran. Dengan pengertian ini,
kompetensi inti adalah bebas dari mata pelajaran karena tidak mewakili mata pelajaran tertentu.
Kompetensi inti merupakan kebutuhan kompetensi peserta didik, sedangkan mata pelajaran
adalah pasokan kompetensi dasar yang akan diserap peserta didik melalui proses pembelajaran
yang tepat menjadi kompetensi inti. Bila pengertian kompetensi inti telah dipahami dengan baik,
tentunya tidak akan ada kritikan bahwa Kurikulum 2013 adalah salah dengan alasan pada
”Kompetensi Inti Bahasa Indonesia” tidak terdapat kompetensi yang mencerminkan kompetensi
Bahasa Indonesia karena memang tak ada yang namanya kompetensi inti Bahasa Indonesia,
sebagaimana dipertanyakan Acep Iwan Saidi, ”Petisi untuk Wapres” (Kompas, 2/3).
    Dalam mendukung kompetensi inti, capaian pembelajaran mata pelajaran diuraikan menjadi
kompetensi dasar-kompetensi dasar yang dikelompokkan menjadi empat. Ini sesuai dengan
rumusan kompetensi inti yang didukungnya, yaitu dalam kelompok kompetensi sikap spiritual,
kompetensi sikap sosial, kompetensi pengetahuan, dan kompetensi keterampilan. Uraian
kompetensi dasar sedetail ini adalah untuk memastikan capaian pembelajaran tidak berhenti
sampai pengetahuan saja, melainkan harus berlanjut ke keterampilan, dan bermuara pada sikap.
Kompetensi dasar dalam kelompok kompetensi inti sikap bukanlah untuk peserta didik karena
kompetensi ini tidak diajarkan, tidak dihapalkan, tidak diujikan, tapi sebagai pegangan bagi
pendidik, bahwa dalam mengajarkan mata pelajaran tersebut ada pesan-pesan sosial dan spiritual
yang terkandung dalam materinya. Apabila konsep pembentukan kompetensi ini dipahami dapat
mengurangi, bahkan menghilangkan, kegelisahan yang disampaikan L Wilardjo dalam ”Yang
Indah dan yang Absurd” (Kompas, 22/2).

•    Kedudukan bahasa


                Uraian rumusan kompetensi seperti itu masih belum cukup untuk dapat digunakan, terutama
saat merancang kurikulum SD (jenjang sekolah paling rendah), tempat peserta didik mulai
diperkenalkan banyak kompetensi untuk dikuasai. Pada saat memulainya pun, peserta didik SD
masih belum terlatih berpikir abstrak. Dalam kondisi seperti inilah, maka terlebih dulu perlu
dibentuk suatu saluran yang menghubungkan sumber-sumber kompetensi, yang sebagian
besarnya abstrak, kepada peserta didik yang masih mulai belajar berpikir abstrak. Di sini peran
bahasa menjadi dominan, yaitu sebagai saluran mengantarkan kandungan materi dari semua
sumber kompetensi kepada peserta didik.
              Usaha membentuk saluran sempurna (perfect channels dalam teknologi komunikasi) dapat
dilakukan dengan menempatkan bahasa sebagai penghela mata pelajaran-mata pelajaran lain.
Dengan kata lain, kandungan materi mata pelajaran lain dijadikan sebagai konteks dalam
penggunaan jenis teks yang sesuai dalam pelajaran Bahasa Indonesia. Melalui pembelajaran
tematik integratif dan perumusan kompetensi inti, sebagai pengikat semua kompetensi dasar,
pemaduan ini akan dapat dengan mudah direalisasikan.
       Dengan cara ini pula, pembelajaran Bahasa Indonesia dapat dibuat menjadi kontekstual, sesuatu
yang hilang pada model pembelajaran Bahasa Indonesia saat ini, sehingga pembelajaran Bahasa
Indonesia kurang diminati pendidik dan peserta didik. Melalui pembelajaran Bahasa Indonesia
yang kontekstual, peserta didik sekaligus dilatih menyajikan bermacam kompetensi dasar secara
logis dan sistematis. Mengatakan kompetensi dasar Bahasa Indonesia SD, yang memuat
penyusunan teks untuk menjelaskan pemahaman peserta didik, terhadap ilmu pengetahuan alam
sebagai mengada-ada (Acep Iwan Saidi, ”Petisi untuk Wapres”), sama saja dengan melupakan
fungsi bahasa sebagai pembawa kandungan ilmu pengetahuan.    Kurikulum 2013 adalah
kurikulum berbasis kompetensi yang pernah digagas dalam Rintisan Kurikulum Berbasis
Kompetensi (KBK) 2004, tetapi belum terselesaikan karena desakan untuk segera
mengimplementasikan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan 2006. Rumusannya berdasarkan
sudut pandang yang berbeda dengan kurikulum berbasis materi sehingga sangat dimungkinkan
terjadi perbedaan persepsi tentang bagaimana kurikulum seharusnya dirancang. Perbedaan ini
menyebabkan munculnya berbagai kritik dari yang terbiasa menggunakan kurikulum berbasis
materi.
C.         Kelebihan dan kekurangan Kurikulum KTSP dan Kurikulum 2013
    Kelebihan KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan)
   Mendorong terwujudnya otonomi sekolah dalam menyelenggarakan pendidikan. Tidak dapat
dipungkiri bahwa salah satu bentuk kegagalan pelaksanaan kurikulum di masa lalu  adalah
adanya penyeragaman kurikulum di seluruh Indonesia, tidak melihat kepada situasi riil di
lapangan, dan kurang menghargai potensi keunggulan lokal.
   Mendorong para guru, kepala sekolah, dan pihak manajemen sekolah untuk semakin meningkatkan
kreativitasnya dalam penyelenggaraan program-program pendidikan.
               KTSP sangat memungkinkan bagi setiap sekolah untuk menitikberatkan dan
mengembangkan mata pelajaran tertentu yang akseptabel bagi kebutuhan siswa. Sekolah dapat
menitikberatkan pada mata pelajaran tertentu yang dianggap paling dibutuhkan siswanya.
Sebagai contoh, di daerah kawasan wisata dapat mengembangkan kepariwisataan dan bahasa
inggris sebagai keterampilan hidup.
   KTSP akan mengurangi beban belajar siswa yang sangat padat. Karena menurut ahli beban belajar
yang berat dapat mempengaruhi perkembangan jiwa anak.
   KTSP memberikan peluang yang lebih luas kepada sekolah-sekolah plus untuk mengembangkan
kurikulum sesuai dengan kebutuhan.
   Guru sebagai pengajar, pembimbing, pelatih dan pengembang kurikulum.
   Kurikulum sangat humanis, yaitu memberikan kesempatan kepada guru untuk mengembangkan
isi/konten kurikulum sesuai dengan kondisi sekolah, kemampuan siswa dan kondisi daerahnya
masing-masing.
   Menggunakan pendekatan kompetensi yang menekankan pada pemahaman, kemampuan atau
kompetensi terutama di sekolah yang berkaitan dengan pekerjaan masyarakat sekitar
   Standar kompetensi yang memperhatikan kemampuan individu, baik kemampuan, kecakapan
belajar, maupun konteks social budaya.
   Berbasis kompetensi sehingga peserta didik berada dalam proses perkembangan yang berkelanjutan
dari seluruh aspek kepribadian, sebagai pemekaran terhadap potensi  bawaan sesuai dengan
kesempatan belajar yang ada dan diberikan oleh lingkungan.
   Pengembangan kurikulum di laksanakan secara desentralisasi (pada satuan tingkat pendidikan)
sehingga pemerintah dan masyarakat bersama-sama menentukan standar pendidikan yang
dituangkan dalam kurikulum.
   Satuan pendidikan diberikan keleluasaan untyuk menyusun dan mengembangkan silabus mata
pelajaran sehingga dapat mengakomodasikan potensi sekolah kebutuhan dan kemampuan 
peserta didik, serta kebutuhan masyarakat sekitar sekolah.
   Guru sebagai fasilitator yang bertugas mengkondisikan lingkungan untuk memberikan kemudahan
belajar siswa.
   Mengembangkan ranah pengetahuan, sikap, dan ketrampilan berdasarkan pemahaman yang akan
membentuk kompetensi individual.
   Pembelajaran yang dilakukan mendorong terjadinya kerjasama antar sekolah, masyarakat, dan
dunia kerja yang membentuk kompetensi peserta didik.
   Evaluasi berbasis kelas yang menekankan pada proses dan hasil belajar.
   Berpusat pada siswa dan menggunakan berbagai sumber belajar.
   kegiatan pembelajaran lebih bervariasi, dinamis dan menyenangkan

Sedangkan kelemahan dari kurikulum KTSP yaitu sebagai berikut:


   Kurangnnya SDM yang diharapkan mampu menjabarkan KTSP pada kebanyakan satuan
pendidikan yang ada. Minimnya kualitas guru dan sekolah.
   Kurangnya ketersediaan sarana dan prasarana pendukung sebagai kelengkapan dari pelaksanaan
KTSP .
   Masih banyak guru yang belum memahami KTSP secara komprehensif baik kosepnya,
penyusunannya, maupun prakteknya di lapangan
   Penerapan KTSP yang merekomendasikan pengurangan jam pelajaran akan berdampak
berkurangnya pendapatan guru. Sulit untuk memenuhi kewajiban mengajar 24 jam, sebagai
syarat sertifikasi guru untukmendapatkan tunjangan profesi.

Kelebihan Kurikulum 2013


    “Selain kreatif dan inovatif, pendidikan karakter juga penting yang nantinya terintegrasi
menjadi satu. Misalnya, pendidikan budi pekerti dan karakter harus diintegrasikan ke semua
program studi,” kata Prof Anna Suhaenah Suparno dari Kementerian Pendidikan. Ia mengatakan
asumsi dari kurikulum itu adalah tidak ada perbedaan antara anak desa atau kota. Anak di desa
cenderung tidak diberi kesempatan untuk memaksimalkan potensi mereka.Menurut dia, potensi
siswa perlu dirangsang dari awal, misalnya melalui jenjang pendidikan anak usia dini.
    Namun, kata dia, kunci terpenting adalah kesiapan pada guru. Guru, lanjut dia, juga harus
terus dipacu kemampuannya melalui pelatihan-pelatihan dan pendidikan calon guru untuk
meningkatkan kecakapan profesionalis secara terus menerus.

Kelemahan Kurikulum 2013


“Saat ini, KTSP saja baru menuju uji coba dan ada beberapa sekolah yang belum me-
laksanakannya. Bagaimana bisa, kurikulum 2013 ditetapkan tanpa ada evaluasi dari pe-laksanaan
kurikulum sebelumnya,” katanya di Yogyakarta, Senin lalu. Kelemahan lainnya, lanjut Wuryadi,
pemerintah seolah melihat semua guru dan siswa me-miliki kapasitas yang sama dalam
kurikulum 2013. Guru juga tidak pernah dilibatkan langsung dalam proses pengembangan
kurikulum 2013.
    Wuryadi juga menilai tak adanya keseimbangan antara orientasi proses pembelajaran danhasil
dalam kurikulum 2013. Keseimbangan sulit dicapai karena kebijakan ujian nasional (UN) masih
diberlakukan. “UN hanya mendorong orientasi pendidikan pada hasil dan sama sekali tidak
memperhatikan proses pembelajaran. Hal ini berdampak pada dikesampingkannya mata
pelajaran yang tidak diujikan dalam UN. Padahal, mata pelajaran non-UN juga memberikan
kontribusi besar untuk mewujudkan tujuan pendidikan,” tambahnya.
    Kelemahan penting lainnya, pengintegrasian mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)
dan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia untuk jenjang
pendidikan dasar. Dewan Pendidikan DIY menilai langkah ini tidak tepat karena  rumpun ilmu
mata pelajaran-mata pelajaran itu berbeda.

D.    Struktur Baru Kurikulum 2013


Draf Struktur Kurikulum 2013 SD inilah bentuk kurikulum baru 2013 yang akan diberlakukan
pada anak-anak tingkat sekolah dasar (SD). Enam Mata Pelajaran Berbasis Tematik. Mata
pelajaran untuk anak SD yang semula berjumlah 10 mata pelajaran dipadatkan menjadi enam
mata pelajaran, yaitu:
1.        Agama,
2.        PPKn,
3.        Matematika,
4.        Bahasa Indonesia,
5.        Pendidikan Jasmani dan Kesehatan,
6.        Seni Budaya

Sementara empat mata pelajaran yang dulu berdiri sendiri, yaitu:


1.        IPA,
2.        IPS,
3.        Muatan lokal, dan
4.        Pengembangan diri.
Diintegrasikan dengan enam mata pelajaran lainnya.
   
    “Memang sewajarnya seperti itu. IPA dan IPS dijadikan penggerak dan masuk dalam materi
bahasan semua mata pelajaran. Begitu pula dengan mulok dan pengembangan diri itu kaitannya
nanti dengan seni budaya," ujar Mendikbud, Mohammad Nuh. Dengan pemadatan mata
pelajaran dan pembelajaran berbasis tema ini, anak-anak juga tidak akan lagi kerepotan
membawa buku yang banyak dalam tasnya. Nuh mengungkapkan dengan pendekatan tematik
ini, anak-anak hanya perlu membawa paling tidak dua atau tiga buku sesuai dengan tema yang
dipilih pada minggu tersebut. 
    Belajar di Sekolah Lebih Lama Berkurangnya mata pelajaran dalam kurikulum ini justru
membuat durasi belajar anak di sekolah bertambah. Mohammad Nuh menjelaskan bahwa metode
baru ini mengharuskan anak-anak untuk ikut aktif dalam pembelajaran dan mengobservasi setiap
tema yang menjadi bahasan.   "Pola ini tentu tidak bisa dilakukan dengan durasi belajar
sebelumnya. Untuk itu ditambah sebanyak empat jam pelajaran per minggu," kata Nuh.   Dengan
demikian, untuk kelas I-III yang awalnya belajar selama 26-28 jam dalam seminggu bertambah
menjadi 30-32 jam seminggu. Sementara pada kelas IV-VI yang semula belajar selama 32 jam
per minggu di sekolah bertambah menjadi 36 jam per minggu.
    "Penambahan jam belajar ini masih sesuai karena dibandingkan negara lain, Indonesia
terbilang masih singkat durasinya untuk anak usia 7-9 tahun," ungkap Nuh.   Pramuka Jadi
Skskul Wajib   Bahasa Inggris yang sebelumnya sempat disebut-sebut akan dihilangkan memang
tidak tercantum dalam salah satu mata pelajaran yang ada. Ternyata untuk tingkat SD ini, Bahasa
Inggris masuk dalam kegiatan ekstra kurikuler bersama dengan Palang Merah Remaja (PMR),
UKS, dan Pramuka". Pramuka ini akan jadi ekskul wajib untuk berbagai jenjang tidak hanya di
SD. Nanti akan dibicarakan juga dengan Kemenpora," kata Mendikbud.

BAB III
KESIMPULAN

    Pengembangan kurikulum sebenarnya merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan
kualitas pendidikan. Ia sebagai instrumen yang membantu praktisi pendidikan untuk memenuhi
kebutuhan peserta didik dan kebutuhan masyarakat. Caswell menyatakan bahwa pengembangan
kurikulum merupakan alat untuk membantu guru melakukan tugasnya mengajar dan memenuhi
kebutuhan masyarakat. Pengembangan kurikulum tidak pernah berhenti, ia merupakan proses
yang berkelanjutan dan proses siklus yang terus menerus sejalan dengan perkembangan dan
tuntutan perubahan masyarakat.
    Kajian-kajian pada pengembangan yang bersifat filosofis, psikologis, situasi sosial politis, dan
perkembangan iptek menjadi sangat penting ketika dikehendaki perubahan –perubahan dan
pengembangan pendidikan masa depan.pertinbangan-pertimbangan tentang pentingnya relevansi,
fleksibilitas, dan kontinuitas merupakan prinsip-prinsip yang perlu dipertimbangkan dalam
pengembangan kurikulum.
    Kurikulum baru pendidikan nasional yang sedang dipersiapkan pemerintah bersama tim
penyusun, nantinya akan memangkas jumlah mata pelajaran menjadi lebih sedikit, sehingga
meringankan peserta didik. Demikian dikatakan Wamendikbud bidang Pendidikan, Musliar
Kasim. “Jumlah mata pelajaran yang banyak membebani siswa, dan menyebabkan siswa menjadi
bosan,” katanya dalam pertemuan pers bersama Wamendikbud bidang kebudayaan Wiendu
Nuryanti, terkait Gerakan Nasional Pembangunan Karakter Bangsa, di Jakarta, Kamis
(27/9/2012) petang.
    Banyak orang yang mempertanyakan Kurikulum 2013 adalah karena ada perbedaan cara
pandang atau belum memahami secara utuh konsep kurikulum berbasis kompetensi yang
menjadi dasar Kurikulum 2013. Secara falsafat, pendidikan adalah proses panjang dan
berkelanjutan untuk mentransformasikan peserta didik menjadi manusia yang sesuai dengan
tujuan penciptaannya, yaitu bermanfaat bagi dirinya, bagi sesama, bagi alam semesta, beserta
segenap isi dan peradabannya.

Anda mungkin juga menyukai