Anda di halaman 1dari 51

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kualitas SDM suatu bangsa pada hakikatnya merupakan cerminan dari

kualitas pendidikan, sebab pendidikan merupakan dunia dimana kualitas SDM

dibentuk dan dilahirkan. Pendidikan mempunyai andil cukup besar terhadap

munculnya krisis multidimensial yang kita hadapi, sebagai akibat rendahnhya

SDM yang kita miliki. Lembaga pendidikan mempunyai tugas untuk

meningkatkan kualitas pendidikan yang kemudian muncul paradigma baru yaitu

tentang Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) yang memberikan kepercayaan yang

luas kepada sekolah untuk menyelenggarakan pendidikan secara efektif dan

berkualitas.

Berkaitan dengan pelaksanaan otonomi daerah yang makin besar sebagai

amanat UUD 1945 dan UU No. 32 Tahun 2004, merupakan tantangan sekaligus

peluang bagi para manajer pendidikan di daerah otonom untuk secara kreatif

mengembangkan sekolah. Dengan MBS, maka kepala sekolah dapat mengatur

dan mengurus sekolah sesuai dengan kepentingan masyarakat yang dilayaninya

(stakeholder). Tujuan utama Manajemen Berbasis Sekolah adalah meningkatkan

efisiensi, mutu dan pemerataan pendidikan. Peningkatan efisiensi diperoleh

melalui keleluasaan mengelola sumber daya yang ada, partisipasi masyarakat, dan

penyerdehanaan birokrasi. Peningkatan mutu diperoleh melalui partisipasi orang

tua, kelenturan pengelolaan sekolah, peningkatan profesionalisme guru, adanya

hadiah dan hukuman sebagai kontrol, serta hal lain yang dapat menumbuh
2

kembangkan suasana yang kondusif. Pemerataan pendidikan tampak pada

tumbuhnya partisipasi masyarakat terutama yang mampu dan peduli, sementara

yang kurang mampu akan menjadi tanggung jawab pemerintah. Manajemen

Berbasis Sekolah memberikan otonomi yang lebih besar kepada sekolah. sekolah

memiliki kewenangan dan tanggung jawab yang lebih besar dalam mengelola

sekolahnya secara lebih mandiri. Manajemen Berbasis Sekolah dapat diartikan

sebagai model pengelolaan yang memberikan otonomi (kewenangan dan

tanggung jawab yang lebih besar kepada sekolah), memberikan

fleksibilitas/keluwesan kepada sekolah, mendorong partisipasi secara langsung

dari warga sekolah.

SMK Bakti Wiyata Pampangan adalah salah satu sekolah menengah

kejuruan yang berada di Kecamatan Sekincau. Sekolah tersebut berdiri sejak

tahun 2014. SMK Bakti Wiyata Pampangan terletak di Jln Pampangan Kecamatan

Sekincau Kabupaten Lampung Barat. SMK Bakti Wiyata Pampangan ini telah

memakai kurikulum 2013. SMK Bakti Wiyata Pampangan adalah sebagai sebuah

lembaga pendidikan yang di bawah naungan Yayasan, maka kebijakan yang

dilakukan didasarkan pada peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh Yayasan,

baik dalam bidang administrasi, proses pendidikan, proses pengelolaan dan lain

sebagainya.

Sekolah SMK Bakti Wiyata Pampangan ini memiliki tiga jurusan

produktif yaitu produktif Akuntansi, produktif teknik jaringan komputer (TKJ)

dan teknis sepedah motor (TSM). Meskipun masih berjalan lima tahun namun

sekolah ini sudah memiliki fasilitas yang lengkap dan beberapa prestasi yang

diperoleh, seperti leb TKJ yang sudah memiliki Komputer yang memadai dan
3

jaringan wifi, leb TSM dengan peralatan yang lengkap. Meskipun sekolah ini

belum lama bediri dan sekolah dibawah naungan swasta namun sudah mampu

bersaing dengan sekolah –sekolah lainnya. Pada tahun terahir SMK Bhakti wiyata

ini mendapatkan prestasi yang memuskan dalam mengikuti perbagai maacam

perlombaan, seperti FLSN, LKS OSN O2SN. Berikut prestasi yang diperoleh

SMK Bhakti Wiyata baik yang di ikuti ditingkat kabupaten mapun provinsi yaitu:

juara 1 dalam LKS otomotif, juara 3 LKS dari jurusan TKJ, juara 1 dalam

perlombaan atlentik, juara 3 teater, juara 2 lomba solosong, juaran 2 lomba musik

gitar solo dan beberapa macam perlombaan lainnya.

Orientasi kurikulum sekarang mengacu pada peningkatan kualitas

manajemen yang berbasis sekolah, maka penekanan pengembangan yang semula

berorientasi pada kuantitas berubah menjadi kualitas, mandiri, dan disentralisasi.

Namun realitanya bahwa belum sepenuhnya sekolah ini mampu melaksanakan

school based management atau MBS yang diharapkan dalam meningkatkan

kualitas pendidikan Pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah di SMK Bhakti

Wiyata Pampangan Sekincau Lampung Barat belum berjalan secara evektif, hal

ini terlihat dari Perencanaan MBS belum berjalan secara efektif, Pengorganisasian

dalam pelaksanaan, MBS perlu ditata kembali, Pelaksanaan MBS belum berjalan

sebagaimana mestinya, Monitoring dan Evaluasi masih perlu dilaksanakan secara

efektif, Adanya faktor penghambat dalam penerapan pelaksanaan MBS, belum

ada partisipasi masyarakat terutama yang mampu dan peduli dalam meningkatkan

efesisensi sekolah, kurangnya partisipasi orang tua masih rendahnya kompetensi

profesional para guru dan juga rendahnya tingkat kehadiran siswa. Hal ini dapat

dilihat melalui rekapitulasi kehadiran siswa SMK Bhanti Wiyata Pampangan ada
4

beberapa siswa yang tidak hadir disekolah/tanpa keterangan ketika dalam proses

belajar mengajar terutama siswa dari jurusan Teknik Sepeda Motor.

Berdasarkan uraian di atas maka ada beberapa hal yang mendasari

mengapa penelitian ini mengambil lokasi di SMK Bakti Wiyata Pampangan

adalah letak sekolah yang setrategis dan sekolah SMK Bakti Wiyata adalah satu

satunya sekolah kejuruan dikecamatan sekincau yang mengindikasikan bahwa

minat, partisipasi, dan apresiasi masyarakat terhadap sekolah ini sangat besar.

B. Fokus Penelitian dan Sub Fokus Penelitian

1. Fokus masalah

Terkait dengan paparan permasalahan diatas yang menjadi fokus dalam

penelitian ini adalah: Pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah di SMK

Bhakti Wiyata Pampangan Sekincau Lampung Barat belum berjalan secara

evektif.

2. Sub Fokus Masalah

Berdasarkan fokus masalah tersebut diatas selanjutnya dijabarkan kedalam sub

fokus masalah penelitian sebagai berikut :

a. Perencanaan MBS belum berjalan secara efektif.

b. Pengorganisasian dalam pelaksanaan MBS perlu ditata kembali.

c. Pelaksanaan MBS belum berjalan sebagaimana mestinya.

d. Monitoring dan Evaluasi masih perlu dilaksanakan secara efektif

e. Adanya faktor penghambat dalam penerapan pelaksanaan MBS.

Selanjutnya Sub Fokus masalah tersebut dikaji secara mendalam dirumuskan

kedalam rumusan masalah yang dipaparkan pada penjelasan berikut ini:


5

3. Rumusan Masalah

Berdasarkan sub fokus masalah tersebut dirumuskan kedalam rumusan masalah

sebagai berikut:

a. Bagaimana perencanaan penerapan Manajemen Berbasis Sekolah?

b. Bagaimana cara melibatkan personil Sekolah dalam pengorganisasian

Manajemen Berbasis Sekolah?

c. Bagaimana pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah pada Sekolah SMK

Bhakti Wiyata Tersebut?

d. Bagaimana pelaksanaan monitoring dan evaluasi disekolah tersebut?

e. Bagaimana mengatasi hambatan dalam pelaksanaan Manajemen Berbasis

Sekolah di Sekolah tersebut?

C. Kajian Teori

1. Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)

a. Sejarah MBS

Munculnya MBS tak terlepas dari kinerja pendidikan yang ada

sebelumnya. Sebelum berbagai inovasi yang diterapkan untuk meningkatkan

kualitas pendidikan difokuskan pada lingkup kelas, seperti perbaikan kurikulum,

profesionalisme guru, metode pengajaran dan sistem evaluasi yang kesemuanya

itu kurang memberikan hasil yang maksimal. Bersamaan dengan berbagai upaya

itu pada tahun 1980-an terjadi perkembangan yang mengembirakan dibidang

manajemen modern, yaitu atas keberhasilan penerapan di industri dan organisasi

komersial.

Keberhasilan aplikasi manajemen modern itulah yang kemudian diadopsi

untuk diterapkan di dunia pendidikan. Sejak saat masyarakan mulai sadar bahwa
6

untuk meningkatkan kualitas pendidikan perlu melompat atau keluar dari lingkup

pengajaran didalam kelas secara sempit ke lingkup oraganisasi sekolah. Oleh

karena itu, diperlukan reformasi sistem secara struktural dan gaya manajemen

sekolah.

MBS digulirkan sejak tahun 1990, oleh pemerintah melalui kementrian

pendidikan nasioanl berkerja sama dengan UNESCO dan UNICEF, mengusung

program MBS yang dalam proyek tersebut dikenal dengan nama Creating

Learning Communities For Children (CLCC) yang diterjemahkan menjadi

“menciptakan masyarakat peduli anak” proyek ini melibatkan sejumlah sekolah di

berbagai provinsi sebagai objek kegiatan.

Implemtasi MBS dewasa ini sedang menjadi pusat perhatian para

pengelola pendidikan, mulai dari tingkat provinsi, kabupaten/ kota, sampai dengan

tingkat sekolah. Landasan yuridis pelaksanaan MBS adalah Undang-Undang

Nomer 22 tahun 1999 tentang otonomi daerah, Undang-Undang Nomor 20 tahun

2003 tentang sistem pendidikan nasional, dan peraturan pemerintah pusat dan

daerah otonom. Produk hukum tersebut mengamatkan pergeseran kewenangan

pengelolaan pendidikan dan melahirkan wacana akuntabilitas pendidikan.

Konsep MBS yang dalam bahasa inggris di sebut School Based

Manajement, pertama kali muncul di Amerika Serikat ,Canada, Inggris dan New

Zealand. Latar belakang diawali dengan munculnya pertanyaan masyarakat

tentang apa yang dapat diberikan sekolah kepada masyarakat dan juga apa

relevansi dan korelasi pendidik dengan tuntutan kebutuhan masyarakat. Model

pengelolaan sekolah berdasarkan MBS ini juga memiliki potensi yang besar

untuk menciptakan kepala sekolah, guru dan administrator yang profesional,


7

dengan demikian sekolah akan bersifat responsif terhadap kebutuhan masing-

masing siswa masyarakat.

Manajemen berbasis sekolah (MBS) merupakan salah satu upaya

pemerintah untuk mencapai keunggulan masyarakat bangsa dalam penguasaan

ilmu dan teknologi, seperti yang di amanatkan dalam GBHN. Hal tersebut

diharapakan dapat dijadikan landasan dalam pengembangan pendidikan di

Indonesia yangberkualitas dan berkelanjutan, baik secara makro, meso, maupun

mikro Manajemen berbasis sekolah (MBS) merupakan salah satu upaya

pemerintah untuk mencapai keunggulan masyarakat bangsa dalam penguasaan

ilmu dan teknologi, seperti yang di amanatkan dalam GBHN. Hal tersebut

diharapakan dapat dijadikan landasan dalam pengembangan pendidikan di

Indonesia yang berkualitas dan berkelanjutan, baik secara makro, meso, maupun

mikro. Manajemen berbasis sekolah (MBS) merupakan salah satu upaya

pemerintah untuk mencapai keunggulan masyarakat bangsa dalam penguasaan

ilmu dan teknologi, seperti yang di amanatkan dalam GBHN. Hal tersebut

diharapakan dapat dijadikan landasan dalam pengembangan pendidikan di

Indonesia yang berkualitas dan berkelanjutan, baik secara makro, maupun mikro,

Rini (2011:3) mengatakan bahwa konsep MBS perlu memperhatikan kajian,

penelitian dan strategi yang bertujuan agar otonomi sekolah dan partisifasi

masyarakat mempunyai keterlibatan yang tinggi dengan kerangka dasar dalam

meningkatkan mutu.

Secara konseptual ada beberapa istilah yang berkaitan dengan manajemen

berbasis sekolah (MBS), di antaranya school based management atau school

based decision making and management. Konsep dasar MBS adalah mengalihkan
8

pengambilan keputusan dari pusat, kanwil, kandep, dinas ke level sekolah, seperti

yang dipaparkan oleh Nanang Fatah (2006:32) menyatakan:

MBS merupakan pendekatan politik yang bertujuan untuk


mendesain ulang pengelolaan sekolah dengan memberikan kekuasaan kepada
kepala sekolah dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam upaya
perbaikan kinerja sekolah yang mencakup guru, siswa, komite sekolah, orang
tua siswa dan masyarakat. Manajemen berbasis Sekolah mengubah sistem
pengambilan keputusan dengan memindahkan otoritas dalam pengambilan
keputusan dan manajemen ke setiap yang berkepentingan di tingkat Local
Stakeholder.

Sekolah adalah bagian yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat,

karena dengan adanya sekolah kita sebagai masyarakat dapat memperoleh

pendidikan yang baik. ia bukan merupakan lembaga yang terpisah dari

masyarakat, hak hidup dan kelangsungan hidup sekolah bergantung pada

masyarakat, sekolah adalah lembaga sosial yang berfungsi untuk melayani

anggota2 masyarakat dalam bidang pendidikan, kemajuan sekolah dan masyarkat

saling berkolaborasi, keduanya saling membutuhkan. Menurut E. Mulyasa

(2004:24): MBS merupakan salah satu wujud dari reformasi pendidikan yang

menawarkan kepada sekolah untuk menyediakan pendidikan yang lebih baik dan

memadai bagi para peserta didik. Otonomi dalam manajemen merupakan potensi

bagi sekolah untuk meningkatkan kinerja para staff, menawarkan partisipasi

langsung kelompok-kelompok yang terkait, dan meningkatkan pemahaman

masyarakat terhadap pendidikan. Menurut Mulyasa (2004:118), Sedikitnya

terdapat tujuh komponen sekolah yang harus dikelola dengan baik dalam rangka

pelaksanaan MBS, yaitu “Kurikulum dan program pengajaran, tenaga

kependidikan, kesiswaan, keuangan, sarana, dan prasarana pendidikan,

pengelolaan hubungan sekolah dan masyarakat serta manajemen layanan

khususnya lembaga pendidikan”. Menurut Bedjo Syanto (2005:37) MBS


9

merupakan model manajemen pendidikan yang memberikan otonomi lebih besar

kepada sekolah. Disamping itu, MBS juga mendorong pengambilan keputusan

partisipatif yang melibatkan langsung semua warga sekolah yang dilayani dengan

tetap selaras pada kebijakan nasional pendidikan. Hal yang penting dalam

implementasi/ manajemen berbasis sekolah adalah manajemen terhadap

komponen-komponen sekolah itu sendiri.

Kementrian pendidikan nasional menyebutkan bahwa terdapat beberapa

alasan mendasar diterapkanya MBS yaitu:

1) Sekolah lebih mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman bagi

sekolahnya sehingga sekolah dapat mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya

yang tersedia secara maksimal untuk kemajuan sekolah.

2) Sekolah lebih mengetahui kebutuhan lembaganya, khusus input pendidikan

yang akan dikembangkan dan didayagunakan dalam proses pendidikan sesuai

dengan tinngkat perkembangan siswa.

3) pengambilan keputusan yang dilakukan oleh sekolah lebih cocok untuk

memenuhi kebutuhan sekolah.

4) keterlibatan semua warga sekolah dan masyarakat dalam pengambilan

keputusan sekolah menciptakan transparansi dalam demokrasi yang sehat.

5) sekolah dapat bertanggung jawab tentang mutu pendidikan masing-masing

kepada pemerintah, orang tua siswa dan masyarakat pada umumnya sehingga

sekolah akan semaksimal mungkin untuk melaksanakan dan mencapai sasaran

mutu pendidikan yang telah direncanakan.


10

6) sekolah dapat melaksanakan persaingan sehat dengan sekolah-sekolah lainya

untuk meningkatkan mutu pendidikan melalui upaya-upaya inovatif dengan

dukungan orang tua siswa, masyarakat dan pemerintah setempat.

Manajemen berbasis sekolah sebagaimana dikemukakan oleh para ahli

adalah sebuah model pengelolaan sekolah yang mengarah pada kemandirian

lembaga pendidikan sekolah dan terintegratif dengan tuntutan perkembangan

masyarakat. Oleh karena itu, jika model ini dikembangkan dua syarat pokok yang

harus dipenuhi oleh setiap pendidikan sekolah, pertama sekolah menjamin adanya

kultur sekolah yang kondusif dan demokratis menanggapi respon masyarakat

secara terbuka sebagai wujud pertanggung jawaban publik jadi, MBS merupakan

sebuah strategi untuk memajukan pendidikan dengan mentransfer keputusan

penting memberikan otoritas dari negara dan pemerintah daerah kepada individu

pelaksana di sekolah. MBS menyediakan kepala sekolah, guru, siswa, dan orang

tua kontrol yang sangat besar dalam proses pendidikan dengan memberi mereka

tanggung jawab untuk memutuskan anggaran, personil, serta kurikulum.

b. Pengertian MBS

Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) yaitu model pengelolaan yang

memberikan otonomi atau kemandirian kepada sekolah atau madrasah dan

mendorong pengambilan keputusan partisipatif yang melibatkan secara langsung

semua warga sekolah atau madrasah sesuai dengan standar pelayanan mutu yang

ditetapkan oleh pemerintah pusat, Provinsi, Kabupaten dan Kota. Secara umum,

(Depdiknas,2007) mengartikan MBS adalah model pengelola yang memberikan

otonomi (kewenangan dan tanggung jawab) lebih besar kepada sekolah,

memberikan fleksibilitas kepada sekolah, dan mendorong partisipasi secara


11

langsung warga sekolah (guru, siswa, kepala sekolah dll) untuk meningkatkan

mutu sekolah berdasarkan kebijakan pendidikan nasional serta perundang-

undangan yang berlaku.

Secara leksikal MBS berasal dari tiga kata, yaitu manajemen, berbasis dan

sekolah. Manajemen proses menggunakan sumber daya secara efektif untuk

mencapai sasaran. Secara umum pengertian manajemen berbasis sekolah

(Depdiknas, 2007) mengartikan bahwa MBS adalah model pengelola yang

memberikan otonomi atau kewenagan dan tanggung jawab lebih besar kepala

sekolah, memberikan fleksibilitas kepala sekolah dan mendorong partisipasi

secara langsung warga sekolah (guru, siswa, kepala sekolah dan sebagainya).

Untuk meningkatkan mutu sekolah berdasarkan kebijakan pendidikan nasional

serta perundang-undangan yang berlaku.

manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah (MPMBS) dapat diartikan

sebagai model manajemen yang memberikan otonomi lebih besar kepada sekolah

dan mendorong pengambilan keputusan partisipatif yang melibatkan secara

langsung semua warga sekolah (guru, siswa, kepala sekolah, karyawan, orang tua

siswa, dan masyarakat) untuk meningkatkan mutu sekolah berdasarkan kebijakan

pendidikan nasional.Caldwel dalam Rini (2011:8) mengartikan Manajemen

Berbasis sekolah adalah desentralisasi yang sistematis pada otoritas dan tanggung

jawab tingkat sekolah untuk membuat keputusan atas masalah signifikan terkait

penyelenggaraan sekolah dalam kerangka kerja yang ditetapkan oleh pusat terkait

tujuan kebijakan, kurikulum, standar, dan akuntabilitas.

Sekolah harus mengontrol semua sumber daya dan menggunakan secara

lebih efisien sumber daya tersebut untuk hal-hal yang bermanfaat bagi
12

peningkatan mutu khususnya. Sementara itu, kebijakan makro yang dirumuskan

oleh pemerintah atau otoritas pendidikan lainya masih diperlukan dalam rangka

menjamin tujuan-tujuan yang bersifat nasional dan akuntabilitas yang berlingkup

nasional sehingga disimpulkan bahwa MBS merupakan bentuk otoritas sekolah

untuk melaksanakan serangkaian kegiatan sekolah dengan melibatkan seluruh

warga sekolah dan stake holders untuk mencapai tujuan sekolah.

c. Alasan dan Tujuan Diterapkanya MBS

Keleluasaan dalam mengelola sumberdaya dan dalam menyertakan

masyarakat untuk berpartisipasi, mendorong profesionalisme kepala sekolah,

dalam peranannya sebagai manajer maupun pemimpin sekolah, menurut Juhri

(2019:88) dalam Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) Dapat Melakukan Hal-

Hal Sebagai Berikut: melakukan supervisi Sekolah dalam paradigma

Manajemen Berbasis Sekolah (MBS), memberdayakan Komite Sekolah dan

Dewan Pendidikan dan sekolah sebagai Organisasi Pembelajaran. seperti yang

dinyatakan oleh Nurkolis (2003:21) MBSdiIndonesia yang menggunakan model

MPMBS, muncul karena beberapa alasan:

Pertama, sekolah lebih mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang, dan


ancaman bagi dirinya sendiri sehingga sekolah dapat mengoptimalkan
pemanfaatan sumber daya yang tersedia untuk memajukan sekolahnya.
Kedua, sekolah lebih mengetahui kebutuhanya. Ketiga, keterlibatan warga
sekolah dan masyarakat dalam pengambilan keputusan dapat menciptakan
transfaransi dan demokrasi yang sehat.

MBS memungkinkan terjadinya efisiensi administrasi karena pengalokasian

sumber daya dilakukan oleh sekolah itu sendiri. Sekolah merupakan posisi terbaik

untuk mengalokasikan sumber daya secara efisien dalam mengetahui kebutuhan

siswa, dengan mendorong dan menerima keterlibatan orang tua siswa di dalam

pengambilan keputusan ditingkat sekolah, orang tua akantermotivasi untuk


13

meningkatkan komitmenya kepada sekolah. Menurut Nurkolis (2003: 23) Tujuan

penerapan MBS untuk meningkatkan kualitas pendidikan secara umum baik itu

menyangkut kualitas pembelajaran, kualitas kurikulum, kualitas sumber daya

manusia, baik guru maupun tenaga kependidikan lainya dan kualitas pelayanan

pendidikan secara umum.

Tuntutan perlunya penerapan MBS semakin nyata seiring dengan perubahan

karakteristik masyarakat. Perubahan dalam lingkungan sosial, politik, ekonomi,

hukum, pertahanan, dan keamanan secara nasional regional maupun global

mendorong adanya perubahan perubahan pengetahuan sikap dan keterampilan

yang harus dimiliki siswa.

d. Manfaat MBS

Banyak manfaat yang telah dapat dirasakan baik oleh pemerintah daerah

maupun pihak sekolah yang secara langsung menjadi sasaran pelaksanaan. Hal

ini karena dalam melaksanakan program-program ini diterapkan prinsip-prinsip

manajemen berbasis sekolah (MBS), mulai dari proses perencanaan,

pelaksanaan, sampai dengan proses pelaporan dan umpan baliknya. Seperti

yang dikemkakan oleh Muhayu (2003) ada beberapa manfaat MBS antara lain:

1) Memungkinkan orang-orang yang kompeten di sekolah untuk mengambil


keputusan yang akan meningkatkan pembelajaran.
2) Memberi peluang bagi seluruh anggota sekolah untuk terlibat dalam
pengambilan keputusan penting.
3) Mendorong munculnya kreativitas dalam merancang bangun program
pembelajaran.
4) Mengarahkan kembali sumber daya yang tersedia untuk mendukung
tujuan yang dikembangkan di setiap sekolah.
5) Menghasilkan rencana anggaran yang lebih realistik ketika orang tua dan
guru makin menyadari keadaan keuangan sekolah, batasan pengeluaran,
dan biaya program-program sekolah.
6) Meningkatkan motivasi guru dan mengembangkan kepemimpinan baru
di semua level.
14

Manfaat MBS secara maksimal terdapat implikasi yang harus dipenuhi

melalui penerapan MBS di suatu sekolah. Implikasi tersebut berupa perubahan

peran-peran dari para pihakpara kepala sekolah, para guru dan siswa di sekolah

maupun masyarakat dan orang tua siswa. Di samping itu terdapat pula sejumlah

kendala yang potensial menghadang pelaksanaan MBS yaitu daya tahan para

pelaksana, harapan-harapan yang tidak realistik, dukungan dewan sekolah yang

tidak memadai, ketidaksejalanan harapan guru dan kebijakan yang ada, hambatan-

hambatan dalam pengambilan keputusan dan kegagala para pihak untuk fokus

pada tujuan utama MBS yaitu peningkatan kualitas pendidikan di sekolah yang

bersangkutan.

2. Implementasi MBS

MBS untuk meningkatkan kinerja dan kualitas sekolah terutama untuk

meningkatkan hasil belajar peserta didik. Namun dalam pelaksanaannya sering

terjadi penyimpangan-penyimpangan sehingga hasilnya tidak sesuai dengan

tujuan yang direncanakan. Berbagai literatur menunjukkan adanya beberapa

setrategi untuk tercapainya keberhasilan penerapan MBS. Seperti yang dipaparkan

oleh Nurkholis (2002;76) mengatakan bahwa Implementasi MBS akan berhasil

melalui setrategi-setrategi berikut ini:

a. Sekolah harus memiliki otonomi terhadap empat hal, yaitu dimilikinya


otonomi dalam kekuasaan dan kewenangan, pengembangan
pengetahuan dan keterampilan secara berkesinambungan, akses
informasi ke segala bagian dan pemberian penghargaan kepada setiap
pihak yang berhasil.
b. Adanya peran serta masyarakat secara aktif, dalam hal pembiayaan,
proses pengambilan keputusan terhadap kurikulum. Sekolah harus
lebih banyak mengajak lingkungan dalam mengelola sekolah karena
bagaimanapun sekolah adalah bagian dari masyarakat luas.
c. Kepala sekolah harus menjadi sumber inspirasi atas pembangunan dan
pengembangan sekolah secara umum. Kepala sekolah dalam MBS
berperan sebagai designer, motivator, fasilitator. Bagaimanapun
15

kepala sekolah adalah pimpinan yang memiliki kekuatan untuk itu.


Oleh karena itu, pengangkatan kepala sekolah harus didasarkan atas
kemampuan manajerial dan kepemimpinan dan bukan lagi didasarkan
atas jenjang kepangkatan.
d. Adanya proses pengambilan keputusan yang demokratis dalam
kehidupan dewan sekolah yang aktif. Dalam pengambilan keputusan
kepala sekolah harus mengembangkan iklim demokratis dan
memperhatikan aspirasi dari bawah. Konsumen yang harus dilayani
kepala sekolah adalah murid dan orang tuanya, masyarakat dan para
guru. Kepala sekolah jangan selalu menengok ke atas sehingga hanya
menyenangkan pimpinannya namun mengorbankan masyarakat
pendidikan yang utama.
e. Semua pihak harus memahami peran dan tanggung jawabnya secara
bersungguh sungguh. Untuk bisa memahami peran dan tanggung
jawabnya masing-masing harus ada sosialisasi terhadap konsep MBS
itu sendiri. Siapa kebagian peran apa dan melakukan apa, sampai
batas-batas nyata perlu dijelaskan secara nyata.
f. Adanya guidlines dari departemen pendidikan terkait sehingga mampu
mendorong proses pendidikan di sekolah secara efisien dan efektif.
Guidelines itu jangan sampai berupa peraturan-peraturan yang
mengekang dan membelenggu sekolah. Artinya, tidak perlu lagi
petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis dalam pelaksanaan MBS,
yang diperlukan adalah rambu-rambu yang membimbing.
g. Sekolah harus memiliki transparansi dan akuntabilitas yang minimal
diwujudkan dalam laporan pertanggung jawabannya setiap tahunnya.
Akuntabilitas sebagai bentuk pertanggung jawaban sekolah terhadap
semua stakeholder. Untuk itu sekolah harus dijalankan secara
transparan, demokratis, dan terbuka terhadap segala bidang yang
dijalankan dan kepada setiap pihak terkait.
h. Penerapan MBS harus diarahkan untuk pencapaian kinerja sekolah
dan lebih khusus lagi adalah meningkatkan pencapaian belajar siswa.
Perlu dikemukakan lagi bahwa MBS tidak bisa langsung
meningkatkan kinerja belajar siswa namun berpotensi untuk itu. Oleh
karena itu, usaha MBS harus lebih terfokus pada pencapaian prestasi
belajar siswa
i. Implementasi diawali dengan sosialsasi dari konsep MBS, identifikasi
peran masing-masing pembangunan kelembagaan capacity building
mengadakan pelatihan pelatihan terhadap peran barunya,
implementasi pada proses pembelajaran, evaluasi atas pelaksanaan
dilapangan dan dilakukan perbaikan-perbaikan.
16

Berdasarkan pendapat diatas tentang penerapan MBS penulis dapat

menarik suatu pendapat bahwa strategi penerapan Manajemen Berbasis Sekolah

di sekolah adalah dengan mengelola keuangan sekolah secara transparan,

memotivasi guru dan TU untuk bekerja dan berkreativitas, ikhlas, serta

memposisikan sumber daya pendidikan yang berkompeten sesuai dengan

kemampuannya dan ikut terlibat dalam pengambilan keputusan. Maka sub fokus

dari implementasi adalah:

a. Perencanaan MBS

Kegiatan awal dari proses manajemen adalah kegiatan merencanakan,

yang samatujuan dari perencanaan ini adalah sebagai acuan untuk mengerjakan

suatu guna mencapai tujuan organisasi. Menurut Siagian dalam Husaini Usman

(2009:65-66) perencanaan adalah sebagai keseluruhan proses pemikiran dan

penentuan secara matang menyangkut hal-hal yang akan dikerjakan dimasa

datang dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.

Menurut Garth N.Jone, Perencanaan adalah suatu proses pemilihan dan

pengembanngan dari pada tindakan yang paling baik untuk pencapaian tugas.

M.Farland, Perencanan adalah suatu fungsi dimana pimpinan kemungkinan

mengunakan sebagian pengaruhnya untuk mengubah daripada wewenangnya.

Abdulrachman (1973), Perencanaan adalah pemikiran rasional berdasarkan

fakta-fakta dan atau perkiraan yang mendekat (estimate) sebagai persiapan untuk

melaksanakan tindakan-tindakan kemudian. Menurut Siagian (1994),

Perencanaan adalah keseluruhan proses pemikiran dan penetuan secara matang

daripada hal-hal yang akan dikerjakan di masa yang akan datang dalam rangka

pencapaian yang telah ditentukan. Seperti yang dipaparkan oleh Terry (1975),
17

Perencanaan adalah pemilihan dan menghubungkan fakta-fakta, membuat serta

menggunakan asumsi-asumsi yang berkaitan dengan masa datang dengan

menggambarkan dan merumuskan kegiatan-kegiatan tertentu yang diyakini

diperlukan untuk mencapai suatu hasil tertentu. Kusmiadi (1995), Perencanaan

adalah proses dasar yang kita gunakan untuk memilih tujuan-tujuan dan

menguraikan bagaimana cara pencapainnya.

Perencanaan adalah proses merumuskan terlebih dahulu terhadap segala

sesuatu yang dilakukan sekolah di masa yang akan datang. Soekartawi (2000),

Perencanaan adalah pemilihan alternatif atau pengalokasian berbagai sumber daya

yang tersedia. Kusmiadi (1995), Perencanaan adalah proses dasar yang kita

gunakan untuk memilih tujuan-tujuan dan menguraikan bagaimana cara

pencapainnya. Soekartawi (2000), Perencanaan adalah pemilihan alternatif atau

pengalokasian berbagai sumber daya yang tersedia. Dari pengertian diatas dapat

disimpulkan bahwa perencanaan adalah suatu proses pemilihan dan pemikiran

yang menghubungkan fakta-fakta berdasarkan asumsi-asumsi yang berkaitan

dengan masa datang dengan menggambarkan dan merumuskan kegiatan-kegiatan

tertentu yang diyakini diperlukan untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu dan

menguraikan bagaimana pencapaiannya. Dari definisi ini bahwa perencanaan

mengandung unsur-unsur: 1) sejumlah kegiatan yang ditetapkan sebelumnya, 2)

adanya proses, dan 3) hasil yang ingin dicapai.

Adapun fungsi perencanaan yaitu menjelaskan secara tepat tujuan-tujuan

serta cara-cara mencapai tujuan, sebagai pedoman bagi semua orang yang terlibat

dalam organisasi pada pelaksanaan rencana yang telah disusun, merupakan alat
18

pengawasan terhadap pelaksanaan program, meningkatkan efisiensi dan

efektivitas penggunaan segala sumber daya yang dimiliki organisasi, memberikan

batas-batas wewenang dan tanggung jawab setiap pelaksanaan, sehingga dapat

meningkatkan kerja sama/koordinasi, menetapkan tolok ukur (kriteria) kemajuan

pelaksanaan program setiap saat. Pada pelaksanaannya, proses perencanaan yang

dilakukan seorang manajer harus menjawab pertanyaan 5W dan 1H, yaitu: What:

Apa tujuan yang ingin dicapai organisasi? Why: Mengapa hal tersebut menjadi

tujuan organisasi? , Where: Dimana lokasi yang paling tepat untuk mencapai

tujuan tersebut?, When: Kapan pekerjaan harus diselesaikan agar tujuan tercapai

(berhubungan dengan jadwal)?, Who: Siapa orang-orang yang tepat yang harus

dipilih untuk melaksanakan pekerjaan sehubungan dengan tujuan organisasi?,

How: Bagaimana metode atau cara melaksanakan pekerjaan dalam upaya

pencapaian tujuan organisasi?

perencanaan berfungsi untuk mencapai efektivitas dan efisiensi dalam

kegiatan organisasi. Dengan begitu maka dapat dilakukan upaya mengidentifikasi

berbagai hambatan, melakukan koreksi terhadap penyimpangan sesegera

mungkin, sehingga organisasi dapat dikendalikan dengan baik. Setiap organisasi

tentunya memiliki tujuan yang berbeda-beda, dan tentu saja perencanaan yang

dibuat akan berbeda-beda. Namun, pada dasarnya tujuan organisasi melakukan

perencanaan adalah untuk: Mengantisipasi dan beradaptasi dengan segala

perubahan yang terjadi, Memberikan arahan (direction) kepada para adiminitrator

maupun non administrator agar berkerja sesuai dengan rencana, Menghindari atau

setidaknya meminimalisir potensi terjadinya tumpang tindih dan pemborosan


19

dalam pelaksanaan perkerjaan, Menetapkan standar tertentu yang harus digunakan

dalam bekerja sehingga memudahkan dalam pengawasan.

b. Pengorganisasian MBS

Kegiatan selanjutnya setelah merencanakan adalah mengorganisasikan,

yaitu kegiatan mengatur proses seluruh komponen yang ada dalam organisasi.

Menurut Terry dalam Mulyono (2008: 27) pengorganisaisan adalah menyusun

hubungan perilaku yang efektif antar personalia, sehingga mereka dapat

bekerjasama secara efisien dan memperoleh keputusan pribadi dalam

melaksanakan tugas dalam situasi lingkungan yang guna mencapai tujuan dan

sasaran tertentu. Sedangkan pengorganisasian, pembentukan bagian-bagian,

unit-unit kerja dalam suatu kelompok atau sering atau juga dapat diartikan

sebagai sistem kerja sama antara satu orang atau lebih dalam mencapai tujuan

tertentu.Menurut Handoko (dalam Husaini Usman 2009: 146) adalah: Penentuan

sumber daya dan kegiatan yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan

organisasi,proses perencanaan dan pengembangan suatu organisasi yang akan

dapat membawa hal-hal tersebut kearah tujuan, penugasan tanggung jawab

tertentu, cara manajer membagi tugas yang harus dilaksanakan dalam

departemen dan mendelegasikan wewenang untuk mengerjakan tugas tersebut.

Secara etimologis organizing merupakan terjemahan dari organize. Kata

organize barasal dari kata organ yang berarti bagian, badan dan alat (

Echols,1984). Secara terminilogy, organizing atau pengorganisasian berarti

pembentukan bagian-bagian, unit-unit kerja dalam suatu kelompok atau sering


20

atau juga dapat diartikan sebagai sistem kerja sama antara satu orang atau lebih

dalam mencapai tujuan tertentu. Dalam sekolah pengorganisasian memiliki lima

makna yaitu: Pembentukan bagian-bagian, unit-unit dan badan kerja institusi

sekola, Sistem kerja sama dua orang atau lebih dalam rangka mencapai tujuan

yang diinginkan, Pembagian kerja dari satu orang kepada orang lain yang dinilai

mampu untuk melakukan pekerjaan tersebut, Pembagian kerja yang semestinya

dikerjakan oleh orang yang berperan melakukannnya, namun karena keterbatasan

waktu, tenaga dan pikiran perlu didelegasikan pada orang lain dalam suatu

lembaga pendidikan dan Pembagian kerja dengan maksud pengkaderan sebelum

bersangkutan memangku tugas atau tanggung jawab.

a. Tujuan, Fungsi Prinsip dan Model Pengorganisasian Sekolah

1)Tujuan Pengorganisasian sekolah

Tujuan Pengorganisasian sekolah yaitu Menata/ mengatur. Tugas, wewenang

dan tangggung jawab yang dibuat bersama seperti pekerjaan yang diberikan

kepala sekolah pada seorang guru atau staf maka ini dinamankan tugas.

Sedangkan wewenang adalah apa saja yang boleh dan tidak boleh dalam

menjalankan tugas. Berkaitan dengan kedua hal yaitu tugas dan wewenang maka

munculah rasa tangggung jawab terhadap tugas-tugasnya, Mempermudah

kegiatan kerja sama antara orang-orang di sekolah, Mengatur hubungan baik

antara satu tim dengan tim yang lain dalam suatu lembaga pendidikan untuk

membangun koordinasi yang baik.

2) Fungsi Pengorganisasian sekolah

Sebagai sarana untuk membagi pekerjaan di antara komponen-komponen dan

unit-unik kerja yang ada di sekolah, Sebagai sarana untuk memperlancar


21

jalannya kerja sama antara komponen-komponen dan unit-unit kerja yang lain

yang ada di sekolah, Sebagai sarana untuk mengatur hubungan antara individu,

unit-unit kerja serta mempermudah komunikasi dalam lingkungan kerja.

3) Adapun prinsip-prinsip pengorganisasian sekolah,

Prinsip-prinsip pengorganisasian sekolah yaitu: Adanya tujuan pendidikan di

sekolah yang jelas dan dapat diketahui oleh semua komponen di sekolah, Semua

yang berkepentingan bekerja dengan mengutamakan kepentingan sekolah untuk

mencapai visi dan misi sekolah, Prinsip pembagian pekerjaan harus harus jelas,

Pendelegasian. Wewenang yang dimiliki oleh kepala sekolah hendaknya tidak

menjadi jabatan yang mementingkan diri sendiri. Dia harus mampu mengatur

sekolahnya, Kesatuan komando dalam satu sekolah semestinya hanya ada satu

orang yang memberi komando yaitu kepala sekolah. Ini dilakukan agar segala

sesuatunya terencana dan berjalan sesuai dengan yang direncanakan.

Kemampuan pengawasan. Seorang pemimpin harus mampu mengontrol

anggotanya dalam menjalankan tugas-tugasnya. Model struktur

pengorganisasian sekolah yaitu:Model jalur, Model lini staf, model

pengorganisasian fungsional dan model gabungan.

Model jalur banyak digunakan di dunia militer dan perusahaan. Kelebihan

model yaitu : Kekuasaan dan tanggung jawab pimpinan secara struktural sangat

jelas dan tegas, Pemegang kekuasaan mulai dari puncak, sampai pada unit-unit

dikatahui secara transparan oleh stakeholders dan Proses pengambailan keputusan

secara cepat, Kedisiplinan anggota mudah diawasi, Hubungan anggota lebih akrab

karena mudah dikenal. Adapun kekurangan model ini yaitu: hanya berdasarkan
22

pertimbangan pribadi atasan kecendrungan pimpinan otoriter, Menimbulkan

kekurangan kader karena keputusan berada di tangan pimpinan.

Model linistaf menekankan keterlibatan angggota dalam memecahkan

masalah dan bisa berkonsultasi dengan staf ahli jika ada hal yang kurang

dipahami. Kelebihan model ini adalah: Adanya susuanan tugas dan tanggung

jawab antara anggota organisasi dan staf, Kelompok pekerja maupun kelompok

staf dapat bekerja sesuai dengan keahlihannya, Organisasi lebih mudah

dilaksanakan pada setiap bagiannya. Adapun kekukurangannya adalah: Pimpinan

seringkali mengabaikan masukan dari nasihat atau pertimbangan-pertimbangan

dari karyawan, Pemimpin seringkali menggunakan kewenangannya melebihi

kewenangan yang dimiliki, dalam hal ini biasanya pimpinan mengambil alih

kewenangan dari stafnya, Selalu ada perbedaan pendapat antara lembaga dan juga

pihak lain yang terlibat dalam organisasi yang membingungkan anggota.

Model pengorganisasian fungsional, kekuasaan dari pimpinan

didelegasikan pada pimpinan di bawahannya selama masalahnya sesuai dengan

keahlihannya. Model ini juga biasanya melimpahkan wewenang dari atasan

kepada bawahannya. Kelebihan dari model ini adalah Kegiatan yang ril dengan

memperhatikan kemampuan intelektual dan tenaga yang prima, Pekerjaan selalu

dikerjakan secara bersama-sama dan meningkatkatkan keakraban anggota dan

Saling koordinasi. Adapun kekurangan dari model ini adalah : Para anggota

mengalami kesulitan dalam berkonsultasi karena sudah dibagi berdasarkan

keahlihannya, Sulit melakukan koordinasi secara menyeluruh karena para anggota

mementingkan tugas dan fungsinya masing-masing dan Inisiatif para anggota


23

semakin berkurang. Model gabungan. Model ini merupakan gabungan dari empat

model sebelumnya.

c. Pelaksanaan MBS

Pelaksanaan adalah suatu tindakan atau pelaksanaan dari sebuah rencana

yang sudah disusun secara matang dan terperinci, implementasi biasanya

dilakukan setelah perencanaan sudah dianggap siap. Secara sederhana

pelaksanaan bisa diartikan penerapan. Menurut Nurdin Usman (2002:70)

mengemukakan pelaksanaan sebagai evaluasi bahwa Pelaksanaan adalah

perluasan aktivitas yang saling menyesuaikan.Seperti yang dinyatakan oleh

Adullah Syukur (1987:40) Pelaksanaan merupakan:

Aktifitas atau usaha-usaha yang dilaksanakan untuk melaksanakan semua


rencana dan kebijaksanaan yang telah dirumuskan dan ditetapkan dengan
dilengkapi segala kebutuhan, alat-alat yang diperlukan, siapa yang
melaksanakan, dimana tempat pelaksanaannya mulai dan bagaimana
carayang harus dilaksanakan, suatu proses rangkaian kegiatan tindak lanjut
setelah program atau kebijaksanaan ditetapkan yang terdiri atas
pengambilan keputusan, langkah yang strategis maupun operasional atau
kebijaksanaan menjadi kenyataan guna mencapai sasaran dari program yang
ditetapkan semula.

Pelaksanaan adalah suatu kegiatan yang dilaksanakan oleh suatu badan atau

wadah secara berencana, teratur dan terarah guna mencapai tujuan yang

diharapkan. Pelaksanaan merupakan aktifitas atau usaha-usaha yang dilaksanakan

untuk melaksanakan semua rencana dan kebijaksanaan yang telah dirumuskan dan

ditetapkan dengan dilengkapi segala kebutuhan. Menurut Westra pelaksanaan

adalah sebagai usaha-usaha yang dilakukan untuk melaksanakan semua rencana

dan kebijaksanaan yang telah dirumuskan dan ditetapkan dengan melengkapi

segala kebutuhan alat-alat yang diperlukan, siapa yang akan melaksanakan,


24

dimana tempat pelaksanaannya dan kapan waktu dimulainya. Menurut Bintoro

Tjokroadmudjoyo, Pengertian Pelaksanaan ialah sebagai proses dalam bentuk

rangkaian kegiatan, yaitu berawal dari kebijakan guna mencapai suatu tujuan

maka kebijakan itu diturunkan dalam suatu program dan proyek.c) Siagian S.P

mengemukakan bahwa Pengertian Pelaksanaan merupakan keseluruhan proses

pemberian motivasi bekerja kepada para bawahan sedemikian rupa, sehingga pada

akhirnya mereka mau bekerja secara ikhlas agar tercapai tujuan organisasi dengan

efisien dan ekonomis.

Pengertian yang dikemukakan di atas dapatlah ditarik suatu kesimpulan

bahwa pada dasarnya pelaksanaan suatu program yang telah ditetapkan oleh

pemerintah harus sejalan dengan kondisi yang ada, baik itu di lapangan maupun di

luar lapangan, yang mana dalam kegiatannya melibatkan beberapa unsur disertai

dengan usaha-usaha dan didukung oleh alat-alat penunjang.

c. Monitoring dan Evaluasi MBS

1)Monitoring

Monitoring adalah proses rutin pengumpulan data dan pengukuran

kemajuan atas objektif program. Memantau perubahan, yang fokus pada proses

dan keluaran. Monitoring menyediakan data dasar untuk menjawab

permasalahan. Menurut Suherman dkk (1988) menjelaskan bahwa monitoring

dapat diartikan sebagai suatu kegiatan, untuk mengikuti perkembangan suatu

program yang dilakukan secara mantap dan teratur serta terus menerus.Cassely

dan Kumar (1987) Monitoring merupakan program yang terintegrasi, bagian

penting dipraktek manajemen yang baik dan arena itu merupakan bagian integral

di manajemen sehari-hari. Calyton dan Petry (1983) Monitoring sebagai suatu


25

proses mengukur, mencatat, mengumpulkan, memproses dan

mengkomunikasikan informasi untuk membantu pengambilan keputusan

manajemen program/proyek. Oxfam (1995)Monitoring adalah mekanisme yang

sudah menyatu untuk memeriksa yang sudah untuk memeriksan bahwa semua

berjalan untuk direncanakan dan memberi kesempatan agar penyesuaian dapat

dilakukan secara metodologis. SCF (1995) Monitoring adalah penilaian yang

skematis dan terus menerus terhadap kemauan suatu pekerjaan. (WHO )

Monitoring adalah suatu proses pengumpulan dan menganalisis informasi dari

penerapan suatu program termasuk mengecek secara reguler untuk melihat

apakah kegiatan/program itu berjalan sesuai rencana sehingga masalah yang

dilih ditemui dapat diatasi.

Menurut pengertian yang diberikan oleh kedua kamus international tersebut,

maka semakin jelaslah apa yang dimaksudkan dengan “monitoring “ yaitu

kegiatan yang dilakukan untuk mengecek penampilan dari aktivitas yang sedang

dikerjakan. Monitoring adalah bagian dari kegiatan pengawasan, dalam

pengawasan ada aktivitas memantau (monitoring). Pemantauan umumnya

dilakukan untuk tujuan tertentu, untuk memeriksa apakah program yang telah

berjalan itu sesuai dengan sasaran atau sesuai dengan tujuan.

Adapun Tujuan Monitoring secara umum yaitu: Monitoring bertujuan

mendapatkan umpan balik bagi kebutuhan program proses pembelajran yang

sedang berjalan, dengan mengetahui kebutuhan ini pelaksanaan program akan

segera mempersiapkan kebutuhan dalam pembelajaran tersebut. Kebutuhan bisa

berupa biaya, waktu, personel, dan alat. Pelaksanaan program akan mengetahui
26

berapa biaya yang dibutuhkan, berapa lama waktu yang tersedia untuk kegiatan

tersebut.

Monitoring adalah penilaian secara terus menerus terhadap fungsi

kegiatan-kegiatan program-program di dalam hal jadwal penggunaan

input/masukan data oleh kelompok sasaran berkaitan dengan harapan-harapan

yang telah direncanakan atau proses rutin pengumpulan data dan pengukuran

kemajuan atas objektif program atau memantau perubahan yang fokus pada proses

dan keluaran. Monitoring melibatkan perhitungan atas apa yang kita lakukan dan

pengamatan atas kualitas dari layanan yang kita berikan.Monitoring dapat

menggunakan pendekatan langsung dan tidak langsung. Pendekatan langsung

dilakukan apabila pihak yang memonitor melakukan kegiatannya pada lokasi

program yang sedang dilaksanakan. Teknik-teknik yang sering digunakan dalam

pendekatan ini adalah wawancara dan observasi. Teknik ini digunakan untuk

memantau kegiatan, peristiwa, komponen, proses, hasil dan pengaruh program

yang dilaksanakan.

2) Evaluasi

Evaluasi adalah suatu proses sistemik untuk mengetahui tingkat

keberhasilan suatu program. Dalam kehidupan sehari-hari ada banyak kegiatan

yang kita laksanakan, selesai pelaksanaan kegiatan pasti akan melakukan

evaluasi dan tentunya dalam hal ini dilakukan penilaian yang didasarkan pada

prinsip pengukuran. Evaluasi merupakan saduran dari bahasa

Inggris "evaluation" yang diartikan sebagai penaksiran atau penilaian.

Nurkancana (1983) menyatakan bahwa evaluasi adalah kegiatan yang dilakukan

berkenaan dengan proses untuk menentukan nilai dari suatu hal. Sementara Raka
27

Joni (1975) menjelaskan bahwa evaluasi adalah proses untuk

mempertimbangkan sesuatu barang, hal atau gejala dengan mempertimbangkan

beragam faktor yang kemudian disebut Value Judgment.Dalam bidang

pendidikan, Ralph Tyler (1950) mengatakan bahwa evaluasi merupakan sebuah

proses pengumpulan data untuk menentukan sejauh mana, dalam hal apa, dan

bagian mana tujuan pendidikan sudah tercapai. Proses evaluasi bukan sekedar

untuk mengukur sejauh mana tujuan tercapai, tetapi digunakan untuk membuat

keputusan.Evaluasi memerlukan desain studi atau penelitian, dan terkadang

membutuhkan kelompok kontrol atau kelompok pembanding. Evaluasi

melibatkan pengukuran seiring dengan berjalannya waktu.Kaitan dan perbedaan

monitoring dan evaluasi. Berikut tabel 1.1 yang memuat perbedaan antara

monitoring dan evaluasi:

Perbedaan Monitoring Dan Evaluasi

Monitoring Evaluasi

Waktu Terus menerus Akhir setelah program

Apa yang Output dan proses, tetapi sering Dampak jangka panjang,

diukur fokus ke input, kegiatan, dan kelangsungan.

kondisi/asumsi.

Siapa yang Umumnya orang dalam Orang luar dan dalam

terlibat

Sumber Sistem rutin, survey kecil, Dokumen internal dan eksternal,

informasi dokumen internal, dan laporan. laporan tugas, dan riset evaluasi.
28

Pengguna Manajer dan staf Manajer, staf, donor, klien,

organisasi lain.

Penggunaan Koreksi minor program Koreksi mayor program,

hasil (feedback) perubahan kebijakan, strategi,

masa mendatang, termasuk

penghentian program.

Hasil monitoring dan evaluasi dapat digunakan untuk mengukur tingkat

kemajuan pendidikan di sekolah. Oleh karena itu, keberhasilan ME ditentukan

oleh informasi yang cepat, tepat dan cukup untuk pengambilan keputusan.

Monitoring (dalam Rokhmaniah,2008:37) adalah proses pemantauan untuk

mendapatkan informasi pelaksanaan MBS. Sedangkan evaluasi ialah proses

mendapatkan informasi tentang hasil MBS. Monitoring dan evaluasi memiliki

tujuan yaitu mendapatkan informasi sebagai masukan dalam pengambilan

keputusan dan member masukan (umpan balik) bagi perbaikan pelaksanaan MBS

baik konteks, input, proses, output,maupun outcame.

Komponen MBS yang perlu di monitoring dan di evaluasi adalah:Konteks

(eksternal sekolah) : berupa tuntutan (demand) dan dukungan (support) yang

berpengaruh terhadap input sekolah, Input, Proses, OutputOutcome. Ada dua

macam ME yaitu sebagai berikut : monitoring Internal yaitu ME yang dilakukan

oleh sekolah, tujuannya untuk mengetahui tingkat kemajuan sekolah sehubungan

dengan sasaran- sasaran sekolah. Pelaksanaan ME internal adalah warga sekolah.

Selanjutnya monitoring Eksternal yait ME yang dilakukan pihak luar

sekolah seperti Dinas Pendidikan Kabupaten / Kota, Dinas Pendidikan Provinsi,


29

Pengawas, atau gabungan dari mereka. Hasil ME untuk system hadiah bagi

sekolah, meningkatakan iklim kompetensi antar sekolah, kepentingan

akuntabilitas sekolah, memperbaiki system yang ada secara menyeluruh, dan

membantu sekolah mengembangkan dirinya.

e. Faktor Pendukung dan Penghambat MBS

1) Faktor Pendukung MBS

Menurut Udin Syaefudin Saud dalam artikel Sri hendrawati (2012), faktor-

faktor yang dianggap esensial dalam mendukung efektivitas implementasi

MBS secara praktis di tingkat sekolah mencakup aspek-aspek berikut ini:

a. Kewenangan dan Otonomi Institusi Sekolah yang Jelas Pelaksanaan MBS di

tingkat sekolah perlu didasari dan didukung oleh adanya kewenangan institusi

sekolah yang jelas dalam pengembangan program-program sekolah sesuai

dengan peraturan yang berlaku dan kebutuhan pencapaian tujuan pendidikan

yang dikehendaki. Sekolah perlu diberikan kewenangan yang jelas dan luas

untuk menetapkan visi, misi, dan tujuan-tujuan pendidikan yang sesuai dengan

kebutuhan siswa dan masyarakat di sekitar sekolah.

b. Praktek Kepemimpinan Demokratis dan Pengambilan Keputusan Teknis yang

Partisipatif di Sekolah Pelaksanaan MBS di tingkat sekolah memerlukan

praktek-praktek kepermimpinan yang demokratis dari pimpinan sekolah dalam

berbagai aspek kegiatan sekolah. Kepala Sekolah harus mampu menjadikan

staf sekolah yang lain, khususnya guru-guru, sebagai suatu team-work yang

solid untuk bekerja sama melaksanakan berbagai program sekolah.

c. Pemberdayaan Fasilitas Pendidikan yang Efektif dalam Mendukung Program

Pembelajaran. Pelaksanaan MBS untuk meningkatkan kualitas proses dan hasil


30

belajar siswa perlu didukung oleh kelayakan fasilitas belajar yang ada di

sekolah. Kepala sekolah sebagai manajer sekolah harus berupaya

rnemberdayakan pemanfaatan fasilitas belajar yang tersedia secara optimal.

Fokus kegiatan pernberdayaan ini rneliputi: pengadaan, pemanfaatan,

penggalian, maupun monitoring penggunaan fasilitas belajar yang ada dan

dapat disediakan untuk mendukung kelancaran dan keberhasilan pembelajaran

siswa.

d. Pengembangan Kinerja Profesional dan Budaya Kerja "Team-Work" antara

Pimpinan Sekolah dan Guru. Pelaksanaan MBS yang efektif memerlukan

budaya kerja yang bersifat `team-work" antara pimpinan sekolah, guru-guru,

dan pihak-pihak lain yang terlibat dalam pelaksanaan program-program

sekolah.

Selain itu, pimpinan sekolah dan guru dituntut untuk menunjukkan kinerja

profesional yang tinggi dalam pekerjaannya. Dalam MBS, setiap orang tuntut

untuk bekerja secara profesional sesuai dengan tugas dan peranannya masing-

masing secara proporsional. Kepala Sekolah sebagai manajer dituntut untuk

memiliki kemampuan dan kinerja yang tinggi sebagai manajer yang mengatur

penyelenggaraan sekolah sesuai dengan tuntutan atau target yang disepakati. Guru

sebagai fasilitator belajar yang profesional dituntut untuk menyelenggarakan

kegiatan pembelajaran siswa sesuai dengan program-program belajar yang

ditetapkan.

e. Partisipasi Masyarakat dan Orang Tua yang Tinggi dan Intensif Pelaksanaan MBS

akan efektif apabila masyarakat dan orangtua rnemberikan dukungan dan

partisipasi yang tinggi terhadap program-program sekolah. Sedangkan Menurut


31

Nurkholis (2003;264) ada 6 faktor pendukung keberhasilan implementasi MBS ke

enamnya mencakup: Political will, Finansial, Sumber daya manusia, Budaya

sekolah, Kepemimpinan dan Keorganisasian.

Peluang keberhasilan penerapan MBS di Indonesia saat ini cukup besar

karena adanya beberapa faktor antara lain: Tuntutan kehidupan demokratisasi

yang cukup besar dari masyarakat dalam era reformasi, Penerapan undang-undang

No.22 Tahun 1999 tentang pemerintah daerah yang menekankan pada otonomi

pemerintahan pada tingkat kabupaten/kota, Adanya komite sekolah yang

berfungsi untuk membantu pelaksanaan program jaringan pengaman (JPS)

pendidikan di sekolah, Adanya keinginan pemerintah untuk meningkatkan

partisipsi masyarakat terhadap pendidikan dengan meningkatkan tugas,fungsi, dan

badan pembantu penyelenggaraan pendidikan, Peningkatan mutu diperoleh

melalui orang tua, kelenturan pengelolaan sekolah, peningkatan profesionalisme

guru, adanya hadiah dan hukuman sebagai control serta hal yang dapat

menumbuhkembangkan suatu yang sudah ada.

Berdasarkan uraian diatas disimpulkan bahwa pengelolaan sekolah pada

hakikatnya bukanlah merupakan kewenangan dan kewajiban kepala sekolah saja

akan tetapi disini sekolah dalam pengelolaanya diharapkan melibatkan

stakeholder yang ada karena keterlibatan stakeholder merupakan salah salah satu

modal dasar guna mendukung terealisasinya penerapan MBS di sekolah.

2) Faktor Penghambat MBS

Pengelolaan lembaga pendidikan yang frofesional adalah suatu keharusan yang

harus dilaksanakan agar tidak tertinggal dengan arus informasi dan globalisasi

serta dapat menjawab tantangan sekarang ini karena tugas lembaga pendidikan
32

yang begitu berat maka di dalam pengelolaan tidak lepas dari beberapa

hambatan yang harus dihadapi.

Adapun faktor penghambat dalam pengelolaan MBS adalah:

a. Anak didik

Anak didik merupakan salah satu faktor utama pendidikan yang dapat

mempengaruhi keberhasilan proses belajar mengajar.

b. Pendidik

Keadaan keluarga guru yaitu kesehatan,sosiologi, psikologi serta

kesejahteraan ekonomi merupakan penghalang atau faktor sosial yang dapat

memperngaruhi kemajuan pelaksanaan tugas guru, iklim sosial psikologi

yang tidak tentram, kesehatan keluarga yang tidak memenuhi persyaratan

kesehatan dalam keadaan kesejahteraan ekonomi mereka kurang terjamin

dapat mengganggu tugas mereka di sekolah.

c. Dana dan sarana prasarana

Kurangnya pendanaan dan sarana prasarana adalah merupakan permasalahan

pendidikan di Indonesia. Banyak lembaga pendidikan yang dalam

pengembanganya kurang lancar karena disebabkan masalah pendanaan dan

sarana prasarana.

d. Partisipasi masyarakat

Peran serta masyarakat sangatlah berpengaruh pada jalanya pengelolaan

sekolah, karena masyarakatlah yang menemtukan arah dan tujuan pendidikan.

Uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan faktor

penghambat adalah peran serta pendidik dan dukungan masyarakat yang


33

mencakup kesejahteraan, dukungan masyarakat kurang maka akan

berpengaruh pada keberhasilan pengelolaan sekolah.

f. Hasil penelitian yang relevan

Terdapat beberapa hasil penelitian yang relevan terkait dengan implementasi

manajemen berbasis sekolah, diantaranya:

1. Penelitian yang dilakukan oleh Tamsir (2010) tentang Implementasi

Manajemen Berbasis Sekolah di SMK Negeri 2 Wonosari Gunungkidul. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa: (1) sekolah telah melakukan berbagai upaya

dalam rangka menyiapkan input-input yang diperlukan untuk kesiapan

pelaksanaan MBS di sekolah belum optimal, (2) transparansi manajemen telah

dilaksanakan dengan baik di bidang program dan kebijakan maupun di bidang

keuangan, namun secara teknis masih perlu disempurnakan. Sementara pada

aspek pertanggungjawaban ketercapaian program dan pengelolaan keuangan,

dalam rangka akuntabilitas telah dilakukan dengan baik dengan membuat

laporan tertulis kepada komite sekolah, wali murid, dan warga sekolah, (3)

kerjasama antara warga sekolah dan antara warga sekolah dengan masyarakat

telah terjalin dengan baik, (4) sekolah memiliki kemandiran yang ditunjukkan

dengan melakukan pengembangan struktur organisasi, mengembangkan uraian

tugas personil, pengembangan kurikulum dan melaksanakan inovasi

pembelajaran dengan memanfaatkan ICT dalam pembelajaran, (5) berkaitan

dengan ketercapaian sasaran sekolah telah berhasil meningkatkan prestasi baik

di bidang akademik maupun non akademik, (6) masih banyak kendala yang

dialami antara lain, sulit melakukan perubahan, kultur kerja keras belum

sepenuhnya terbangun, kualitas sumber daya manusia masih perlu ditingkatkan


34

dan sebagian kurang peduli terhadap perubahan. Berdasarkan hasil penelitian

ini dan implikasinya maka disarankan kepada sekolah agar melakukan

sosialisasi visi, misi, dan program lebih intensif, peningkatan peran warga

sekolah, peningkatan kerjasama internal dan eksternal.

2. Penelitian tentang peran dan fungsi komite sekolah dalam meningkatkan mutu

pendidikan (studi kasus di SMA Negeri 1 Terbanggi Besar Kabupaten

Lampung Tengah) telah dilakukan oleh Katarina Istiani (2013). Penelitian ini

bertujuan untuk mengetahui peran komite sekolah SMK Negeri 1 Terbanggi

Besar dalam penyusunan RKAS, usaha komite sekolah SMK Negeri 1

Terbanggi Besar dalam menggalang dana, upaya komite sekolah dalam

melakukan kerjasama dengan masyarakat dan pemerintah berkenaan dengan

penyelenggaraan pendidikan yang bermutu, fungsi komite sekolah dalam

meningkatkan kinerja tenaga pendidik dan kependidikan untuk meningkatkan

mutu pendidikan, fungsi 44 komite sekolah dalam meningkatkan mutu lulusan

serta faktor pendukung dan penghambat keberhasilan program komite sekolah.

Penelitian menggunakan metode kualitatif dengan hasil penelitian: 1) komite

sekolah belum dilibatkan secara maksimal dalam penyusunan RKAS; 2)

komite sekolah belum luas dalam melaksanakan kerjasama dengan masyarakat

maupun dunia kerja; 3) komite sekolah telah memberikan kesejahteraan yang

layak, fasilitas penunjang kepada pendidik dan tenaga kependidikan; 4) faktor

pendukung dan penghambat keberhasilan program komite sekolah adalah

ketersediaan dana.

3. Armansyah, Peranan dan Pemberdayaan Komite Sekolah dalam

Penyelenggaraan Pendidikan SMA Negeri di Kota Binjai, Tesis, 2009 Adapun


35

tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana sebenarnya peran

yang dilakukan oleh Komite Sekolah dalam membuat perencanaan pendidikan

pada SMA Negeri di Kota Binjai setelah terbentuknya Komite Sekolah.

Metodologi dalam penulisan tesis ini menggunakan pendekatan deskriptif

kualitatif dengan analisis domain, pengumpulan data menggunakan teknik

observasi, kuesioner, dokumentasi dan wawancara. Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa keberadaan Komite Sekolah pada SMA Negeri di Kota

Binjai pada prinsipnya melaksanakan perannya sebagaimana yang diharapkan,

dalam hal dukungan dana Komite Sekolah belum berhasil berhasil

mendapatkan dana dari masyarakat sekitar seperti dari dunia usaha/dunia

industri maupun dari masyarakat yang peduli pendidikan, dan masih hanya dari

bantuan orang tua siswa melalui iuran komite sekolah. Kemudian dalam

pelaksanaan perannya hanya pemberi pertimbangan dan pengawasan yang

lebih utama sedang peran lainnya sebagai pendukung dan mediator belum

sepenuhnya terlaksana. Berdasarkan kajian penelitian yang relevan tersebut

penulis juga melakukan penelitian tentang peran komite sekolah dalam

peningkatan mutu pelayanan pendidikan di SMA Negeri 2 Tumijajar

Kabupaten Tulangbawang Barat. Penelitian ini memfokuskan peran komite

sekolah sebagai pemberi pertimbangan (advisory agency) dalam penentuan dan

pelaksanaan kebijakan pendidikan di satuan pendidikan, sebagai badan

pendukung (supporting agency), baik yang berwujud finansial, pemikiran,

maupun tenaga dalam penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan,

sebagai badan pengontrol (controling agency) dalam rangka transparansi dan

akuntabilitas penyelenggaraan dan keluaran pendidikan di satuan pendidikan,


36

dan sebagai mediator antara pemerintah dengan masyarakat di satuan

pendidikan. Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan dan menganalisis tentang

peran komite sekolah dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan di SMAN

2 Tumijajar Kabupaten Tulangbawang Barat. Penelitian dilaksanakan dengan

pendekatan kualitatif dengan rancangan studi kasus. Pengumpulan data

dilakukan dengan teknik wawancara, observasi dan dokumentasi. Hasil

penelitian menunjukan bahwa masing-masing peran komite sekolah yaitu peran

pemberi pertimbangan, peran pendukung, peran pengontrol, dan peran

penghubung belum berjalan secara maksimal. Untuk meningkatkan mutu

pelayanan pendidikan di SMAN 2 Tumijajar, komite sekolah sebagai

organisasi independen sangat memerlukan dukungan dan kerjasama dengan

berbagai pihak serta peningkatan profesionalisme dan kompetensi pengurus

komite sekolah.

D. Kegunaan Penelitian

1. Manfaat teoritis sebagai bahan dalam mengembangkan ilmu pengetahuan

khususnya ilmu Manajemen Pendidikan.

2. Manfaat praktis adalah sebagai berikut:

a. Bagi Kepala Sekolah

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebuah informasi untuk menambah

pemahaman akan pentingnya implementasi Manajemen Berbasis Sekolah

untuk meningkatkan Mutu Pendidikan, meningkatkan kualitas sekolah melalui

kemampuan menejerial kepala sekolah dalam rangka manajemen berbasis

sekolah untuk meningkatkan kinerja sekolah dalam bentuk kreatifitas, inovasi,

keterampilaan, kemandirian dan tanggungjawab.


37

b. Bagi Guru

Memberikan informasi mengenai efektivitas Manajemen Berbasis Sekolah

dalam meningkatkan kinerja guru, memberikan sumbangan pemikiran para

guru tentang manajemen berbasis sekolah di SMK Bakti Wiyata Pampangan

Sekincau Kabupaten Lampung Barat

c. Bagi peneliti,

Memberikan gambaran bagaimana teori administrasi pendidikan di

implementasikan dalam tatanan praktis dan menjadi umpan balik sejauh mana

kesiapan praktis pendidikan dalam meningkatkan kualitas pendidikan melalui

implementasi MBS.

d. Mahasiswa/I atau peneliti lainnya

e. Untuk menjadi bahan perbandingan penelitian selanjutnya untuk meneliti

maslaah yang sama pada lokasi yang berbeda.

E. Definisi Istilah

1. Implementasi adalah pelaksanaan atau penerapan, program dengan

menjalankan sistem yang berlaku dalam suatu lembaga atau isntitusi dalam

rangka mencapai tujuan yang telah ditentukan.

2. MBS adalah model manajemen yang memberikan otonomi dalam mengelola

sumber daya dilakukan secara mandiri untuk mengambil suatu keputusan

terkait dengan sekolah secara langsung untuk mencapai tujuan dalam

pendidikan nasional.

3. Perencanaan adalah keseluruhan proses pemikiran dan penentuan untuk

mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.


38

4. Pengorganisasian adalah kegiatan mengatur proses seluruh komponen yang ada

dalam organisasi

5. Pelaksanaan adalah dalam arti luas ialah suatu proses mempersiapkan secara

sistematis kegiatan yang akan dilakukan untuk mencapai suatu tujuan.

6. Monitoring adalah mengamati/mengetahui perkembangan dan kemajuan,

identifikasi dan permasalahan serta antisipasinya/upaya pemecahannya

sedangkan evaluasi adalah kegiatan yang menilai hasil yang diperoleh selama

kegiatan pemantauan berlangsung.

7. Faktor pendukung dalam arti luas adanya praktek kepemimpinan demokratis

dan pengambilan keputusan teknis yang partisipatif di sekolah serta

pemberdayaan fasilitas dalam mendukung program kinerja profesional antara

pimpinan dan sekolah.Faktor penghambat dalam arti luas rendahnya tingkat

kesiapan dan komitmen sumber daya manusia (SDM) sehingga konsep dan

aplikasi MBS masih belum benar, sehingga kualitas partisipasi dan kurangnya

dukungan dari orang tua serta masyarakat terhadap layanan yang bermutu.
39

BAB II

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan dan Rancangan Penelitian

penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami

fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek penelitian. Misalnya, perilaku,

persepsi, tindakan, motivasi dll. Secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam

bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan

memanfaatkan berbagai metode alamiah.

Fenomena yang dimaksud dalam penelitian ini adalah peristiwa yang terjadi

secara alami terhadap aktivitas seluruh warga SMK Bakti Wiyata Pampangan

Sekincau dalam pengimplementasian manajemen berbasis sekolah.

Karakteristik penelitian kualitatif adalah sebagai berikut :

1. Dilakukan dalam kondisi alamiah, langsung kesumber data dan peneliti sebagai

instrumen kunci,

2. Lebih bersifat deskriptif, data yang terkumpul berbentuk kata-kata atau gambar

sehingga tidak menekankan pada angka,

3. Penelitian kualitatif lebih menekankan pada proses daripada produk,

4. Penelitian kualitatif melakukan analisis data secara induktif, dan

5. Penelitian kualitatif lebih menekankan.


40

B. Subjek dan Objek Penelitian

Dalam pelaksanaan penelitian ini yang menjadi subjek adalah peneliti

sedangkan yang menjadi objek dalam penelitian ini adalah kepala sekolah,

wakil kepala sekolah, dewan Guru, Staf Tata Usaha, siswa (ketua OSIS)

komite sekolah dan masarakat setempat di SMK Bakti Wiyata Pampangan

Sekincau.

C. Langkah-Langkah Penelitian

Adapun langkah-langkah dalam penelitian ini secara umum terdiri atas empat

tahapan yaitu:

1. Pada pra lapangan ini memiliki empat tahapan yakni:

a. Menyusun rencana penelitian tentang Implementasi MBS di SMK Bakti

Wiyata Sekincau melalui studi kasus

b. Memilih lapangan penelitian dengan cara mempelajari serta mendalami

fokus masalah penelitian

c. Mengurus perizinan secara formal dalam hal ini peneliti meminta izin

kepada kepala SMK Bakti Wiyata Sekincau kabupaten Lampung Barat.

d. Menjajaki dan menilai lapangan dimana peneliti melakukan orientasi

lapangan. Penjajakan dan penilaian lapangan akan terlaksana dengan baik

apa bila peneliti sudah mengetahui melalui orang dalam tentang situasi dan

kondisi daerah tempat peneliotian dilakukan.

e. Memilih dan memanfaatkan informan yang berguna bagi pemberi

informasi yang berguna sebagai pemberi informasi situasi dan kondisi latar

penelitian.
41

f. Menyiapkan perlengkapan penelitian yang diperlukan meliputi alat tulis

dan camera.

g. Tahap pra lapangan terakhir adalah seminar proposal tesis.

2. Tahap pekerja lapangan dibagi atas tiga bagian, yaitu:

a. Memahami latar penelitian dan persiapan diri

Peneliti menggunakan latar penelitian di SMK Bakti Wiyata Sekincau

untuk mempermudah karena telah paham dan lebih mudah ketika

mempersiapkan diri

b. Memasuki lapangan

Peneliti mengawali dengan membuat permohonan ijin untuk melakukan

pengumpulan data atau melengkapi informasi umum yang diperoleh pada

awal observasi

c. Berperanserta mengumpulkan data, meliputi pengarahan batas studi,

memcatat data, petunjuk tentang cara mengingat data kejenuhan, dan

meneliti suatu latar yang di dalamnya terdapat pertengahan analisis di

lapangan.

3. Tahap analisis data meliputi kegiatan mengumpulkan data dan pencatatan

data, analisis data, penafsiran data, pengecekan keabsahan data, dengan

mengumpulkan data atau melengkapi informasi umum yang telah diperoleh

pada observasi awal. Data yang terkumpul dikelompokkan dan dianalisis

sesuai dengan fokus penelitian dan dimasukkan kedalam matrik cek data.

Data dipaparkan dalam bentuk naratif, matrik dan diagram konteks.

Pembahasan berikutnya adalah kesimpulan dan saran


42

4. Tahap laporan hasil penelitian, tahap terakhir adalah membuat laporan

penelitian. Pembuatan laporan termasuk hasil kaji ulang pada empat fokus

yang diajukan. Laporan penelitian terdiri dari latar belakang penelitian,

tinjauan pustaka, metode yang digunakan, penyajian data, pengkajian temuan

dan kesimpulan yang disajikan dalam bentuk naratif.

D. Sumber Data Penelitian

Penelitian sumber data ini di bedakan menjadi 2 (indikator) yaitu sumber

data primer dan sumber data sekunder. Sumber primer adalah sumber yang dapat

diperoleh langsung dari lapangan atau tempat penelitian. Kata-kata dan tindakan

merupakan sumber data yang diperoleh dari lapangan dengan mengamati atau

mewawancarai secara langsung. Peneliti menggunakan data ini untuk

mendapatkan informasi langsung tentang Implementasi MBS dalam di SMK

Bakti Wiyata Pampangan yaitu dengan mewawancarai kepala sekolah, Guru, Staf

Tata Usaha, komite sekolah, waka kurikulum dan siswa (ketua OSIS) SMK Bakti

Wiyata Pampangan Sekincau. Sumber sekunder merupakan sumber yang tidak

langsung memberikan data kepada pengumpulan data misalnya lewat orang lain,

atau lewat dokumen. Dalam hal ini sumber primer adalah kepala sekolah SMK

Bakti Wiyata Pampangan Sekincau, guru-guru, staf tata usaha, komite sekolah

dan siswa-siswi SMK Bakti Wiyata Pampangan Sekincau. Adapun sumber data

sekunder adalah hasil wawancara dan dokumentasi seperti gambar yang

menunjang kelengkapan data lapangan.


43

E. Metode Pengumpulan Data

1. Wawancara

Salah satu jenis wawancara yang dapat dilakukan misalnya wawancara

informal, yaitu percakapan bebas yang memungkinkan observer untuk

menanyakan hal-hal terkait dengan praktik yang menjadi minatnya untuk

diselidiki. Peneliti melakukan wawancara dengan beberapa informan untuk

mendapatkan berbagai macam informasi yang dibutuhkan.

Awal mulanya peneliti melakukan wawancara yang tidak terstruktur guna

mendapatkan gambaran SMK Bakti Wiyata Sekincau dari kepala sekolah SMK

Bakti Wiyata Sekincau, dalam pelaksanaanya tersebut digunakan dan saling

melengkapi, untuk membantu kelancaran pengumpulan data diperlukan instrumen

dalam bentuk pedoman wawancara yang akan digunakan mewawancarai semua

informan, pedoman observasi yang bertujuan menuliskan temuan data kasar dan

catatan lapangan yang menggambarkan situasi dilapangan, pedoman studi

dokumentasi digunakan sebagai acuan mengenai hal-hal berupa dokumen yang

dibutuhkan dalam penelitian.


44

Tabel 2.1 Pedoman Wawancara

Tabel Pedoman Wawancara

No Fokus/ Sub Fokus Masalah Petikan Wawancara

1 Pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah


di SMK Bhakti Wiyata Pampangan
Sekincau Lampung Barat belum berjalan
secara efektif.
a. Bagaimana tentang perencanaan
penerapan Manajemen Berbasis
Sekolah di SMK Bhakti Wiyata?
b. Bagaimana cara melibatkan personil
sekolah dalam pengorganisasian
Manajemen Berbasis Sekolah di SMK
Bhakti Wiyata?
c. Bagaimana pelaksanaan Manajemen
Berbasis Sekolah pada Sekolah SMK
Bhakti Wiyata?
d. Bagaimana pelaksanaan monitoring
dan evaluasi SMK Bhakti Wiyata?
e. Bagaimana mengatasi hambatan dalam
pelaksanaan Manajemen Berbasis
Sekolah di SMK Bhakti Wiyata?

2. Metode Observasi

observasi adalah sebagai alat penilaian baik yang digunakan untuk

mengukur tingkah laku individu atau terjadinya suatu proses kegiatan yang dapat

diamati, baik dalam situasi sebenarnya maupun dalam situasi buatan”. Observasi

dilakukan untuk memperoleh gambaran secara menyeluruh tentang pelaksanaan

MBS di SMK Bakti Wiyata Sekincau . Metode ini digunakan untuk

mengumpulkan data secara langsung dan sistematis terhadap obyek yang diteliti

untuk memperoleh data lengkap mengenai kondisi umum, lingkungan sekolah,

kegiatan proses belajar mengajar di SMK Bakti WiyataSekincau , keadaan dan

fasilitas pendidikan, kondisi belajar siswa, keadaan manajemen-manajemen mulai


45

dari kurikulum, tenaga pendidik dan kependidikan, kesiswaan, sarana prasarana,

keuangan, humas dan manajemen layanan khusus serta dalam melaksanakan

Manajemen Berbasis Sekolah, dan lain sebagainya.

Dokumentasi, dari asal katanya dokumen, yang artinya barang-barang

tertulis. Di dalam melaksanakan metode dokumentasi, peneliti menyelidiki

benda-benda tertulis seperti buku-buku, majalah, dokumen, peraturan-peraturan,

notulen rapat, catatan harian, dan sebagainya. Dalam pengertian yang lebih luas,

dokumen bukan hanya yang berwujud tulisan saja, tetapi dapat berupa benda-

benda peninggalan seperti prasasti dan simbol-simbol.

Dokumentasi ini digunakan untuk melengkapi dan menambah data yang

diperoleh melalui wawancara dan observasi. Sumber informasi yang dibuat

dokumentasi adalah sumber informasi yang sangat penting dan dapat

menggambarkan pelaksanaan manajemen berbasis sekolah seperti data keadaan

siswa dan lain-lain baik yang terdapat pada sekolah sampel maupun dokumen dari

Dinas Pendidikan Kabupaten Umum. Metode ini penulis gunakan untuk meneliti

benda-benda tertulis seperti dokumen perencanaan, pelaksanaan monitoring dan

evaluasi Manajemen Berbasis Sekolah, buku raport, data dari dokumen sekolah

tentang sejarah berdirinya SMK Bakti Wiyata Sekincau, jumlah siswa, responden

yang diteliti, daftar tenaga pendidik dan kependidikan dan lain sebagainya.
46

Tabel 2.2 Pedoman Observasi

Tabel Pedoman Obsevasi

No Fokus/ Sub Fokus Masalah Ket

1 Pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah di SMK Bhakti


Wiyata Pampangan Sekincau Lampung Barat belum
berjalan secara evektif.
a. Apakah ada dokumen tentang perencanaan penerapan
Manajemen Berbasis Sekolah di SMK Bhakti Wiyata?
b. Apakah ada dokumen tentang struktur pengorganisasian
Manajemen Berbasis Sekolah di SMK Bhakti Wiyata?
c. Apakah ada dokumen tentang pelaksanaan Manajemen
Berbasis Sekolah pada Sekolah SMK Bhakti Wiyata?
d. Apakah ada dokumen tentang monitoring dan evaluasi
SMK Bhakti Wiyata?
f. Apakah ada dokumen tentang mengatasi hambatan
dalam pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah di
SMK Bhakti Wiyata?

F. Pengecekan Keabsahan Temuan

Kriteria derajat kepercayaan (credibility) pemeriksaan data dilakukan

dengan satu atau beberapa cara pemeriksaan yaitu: perpanjangan keikutsertaan,

ketekunan pengamatan, triangulasi, pengecekan sejawat, kecukupan referensial,

kajian kasus negatif, dan pengecekan anggota. Dalam penelitian ini menggunakan

tiga dari tujuh cara tersebut, diantaranya:

1. Meningkatkan Ketekunan

Meningkatkan ketekunan berarti melakukan pengamatan secara lebih

cermat dan berkesinambungan. Pengamatan berarti mencari secara konsisten

interpretasi dengan berbagai cara dalam kaitannya dengan proses analisis yang

konstan atau tentatif. Lebih lanjut ketekunan pengamatan di sini dimaksudkan

untuk mencari ciri-ciri dan unsur-unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan

persoalan yang sedang dicari dan kemudian memusatkan diri pada hal-hal tersebut
47

secara rinci. Adapun kegiatan yang dilakukan peneliti yaitu mengadakan

pengamatan dengan teliti dan rinci secara berkesinambungan, kemudian peneliti

menelaah sampai pada suatu titik, sehingga pada pemeriksaan tahap awal tampak

salah satu atau seluruh faktor yang ditelaah dapat dipahami dengan benar.

2. Triangulasi

Dalam teknik pengumpulan data, trianggulasi diartikan sebagai teknik

pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari berbagai teknik

pengumpulan data dan sumber data yang telah ada. bila peneliti melakukan

pengumpulan data yang sekaligus menguji kredibilitas data, yaitu mengecek

kredibilitas data dengan berbagai teknik pengumpulan data dan berbagai sumber

data. Triangulasi dalam pengujian credibilitas (kepercayaan) ini diartikan sebagai

pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara, dan berbagai waktu.

Dengan demikian terdapat triangulasi sumber, trianggulasi teknik pengumpulan

data dan waktu.

a. Triangulasi sumber, yaitu menguji kepercayaan data dilakukan dengan cara

mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber,

b. Triangulasi teknik, yaitu menguji kepercayaan data dilakukan dengan cara

mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda, dan

c. Triangulasi waktu, juga sering mempengaruhi kepercayaan data. Untuk itu

dalam pengujian kepercayaan data dapat dilakukan dengan wawancara,

observasi atau teknik lain dalam waktu atau situasi yang berbeda.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa triangulasi berarti cara terbaik untuk

menghilangkan perbedaan-perbedaan yang ada sewaktu mengumpulkan data

tentang berbagai kejadian dan hubungan dari berbagai pandangan. Dengan kata
48

lain bahwa dengan triangulasi, peneliti dapat memeriksa temuannya dengan jalan

membandingkannya dengan berbagai sumber, teknik, dan waktu yang tidak sama.

Dalam penelitian ini, jenis triangulasi yang digunakan adalah triangulasi

berdasarkan sumber.

3 Pemeriksaan Sejawat

pengecekan sejawat berarti pemeriksaan yang dilakukan dengan jalan

mengumpulkan rekan-rekan yang sebaya seperti guru dan staff SMK Bakti

Wiyata Pampangan Sekincau yang memiliki pengetahuan umum yang sama

tentang apa yang sedang diteliti, sehingga bersama mereka peneliti dapat me-

review persepsi, pandangan dan analisis yang sedang dilakukan. Dengan

pengecekan sejawat diharapkan peneliti tidak sampai menyimpang dari harapan,

dan data yang diperoleh adalah data yang valid.

F. Analisa Data

Penelitian kualitatif ini, data diperoleh dari berbagai macam sumber

dengan menggunakan teknik pengumpulan data yang bermacam-macam.

Spradley (1980) dalam bukunya yang berjudul participant observation dikutip dari

Muhtar (2013:71) mengemukakan bahwa ada empat macam analisis data dalam

penelitian kualitatif, yaitu: analisis domain (domain analysis), analisis taksonomis

(taxonomic analysis), analisis kompenensial (componential analysis), analisis

tema budaya/ tema sosial (cultural/social theme analysis) dan penelitian

menggunakan analisis domain

Proses penelitian kualitatif deskriptif yang menggunakan analisis domain,

peneliti melakukan tiga langkah persiapan yaitu memilih situasi sosial, melakukan

observasi partisipan dan membuat catatan etnografis. Setelah ketiga langkah awal
49

ini dilakukan maka peneliti harus melakukan observasi deskriptif dan selanjutnya

melakukan analisis data

Apabila peneliti telah mengumpulkan dan memiliki catatan mengenai

observasi deskriptif yang dilakukan dengan pertanyaan maka peneliti siap

menjawab pertanyaan yang telah dirumuskan dan kemudian mengumpulkan data

yang lebih banyak. Secara umum, domain budaya ini dikelompokkan dalam

Sembilan dimensi yaitu ruang, objek, tindakan, aktivitas, kejadian, waktu, pelaku,

tujuan dan perasaan.

Analisis domain menampilkan keseluruhan jenis temuan yang diperoleh

dalam penelitian. Jika kita meneliti tentang implementasi MBS, maka yang kita

analisis adalah implementasi (perencanaan), pelaksanaan, factor pendukung dan

penghambat dan manfaat MBS tersebut. melakukan analisis adalah pekerjaan

yang sulit,memerlukan kerja keras. Analisis memerlukan daya kreatif serta

kemampuan intelektual yang tinggi. Tidak ada cara tertentu dapat diikuti untuk

mengadakan analisis, sehingga setiap peneliti harus mencari sendiri metode yang

dirasakan cocok dengan sifat penelitinya. Bahan yang sama bisa diklasifikasikan

lain oleh peneliti yang berbeda.

aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan

berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh.

Aktivitas dalam analisis data yaitu data reduction (reduksi data), data display

(penyajian data), dan conclusion drawing/verivication (penarikan

kesimpulan/verifikasi).
50

Seperti yang terlihat pada gambar 2.1 berikut ini.

Pengumpulan Data Penyajian Data

Reduksi Data

Penarikan kesimpulan

Gambar Analisis Data Berdasarkan Miles dan Huberman (1984;15-21)

Berdasarkan gambar di atas dapat dikemukakan langkah-langkah analisis

data yang dilakukan peneliti dalam penelitian. Pengumpulan data diperoleh dari

hasil wawancara dengan kepala sekolah, dewan guru, staf tata usaha, komite

sekolah, waka kurikulum dan siswa berbagai sumber data seperti kepala sekolah,

guru, staf dan masyarakat yang dianggap mengetahui tentang implementasi MBS

di SMK Bakti Wiyata Pampangan Sekincau kabupaten Lampung Barat. Selain itu

dikumpulkan pula hasil observasi dan dokumentasi yang diperoleh sesuai dengan

fokus utama penelitian ini.

Reduksi data dilakukan untuk menelaah kembali seluruh catatan lapangan

diperoleh, kemudian membuat rangkuman memilih hal-hal pokok, memfokuskan

pada hal-hal penting dan membuang yang tidak perlu. Dengan demikian data yang

telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas dan mempermudah

peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya bila diperlukan.


51

Penyajian data disusun sesuai dengan fokus penelitian agar mudah

dipahami. Penyajian data diarahkan agar data hasil reduksi terorganisasikan. Data

yang telah terkumpul, peneliti memilih sesuai fokus penelitian kemudian disajikan

dalam bentuk narafit, bagan dan matrik atau dideskripsikan secara jelas gambaran

sebenarnya yang ditemukan peneliti dilapangan yaitu tentang implementasi MBS

di SMK Bakti Wiyata Pampangan Sekincau Kabupaten Lampung Barat.

Menarik kesimpulan dilakukan berdasarkan temuan dan verifikasi data.

Data yang disajikan tersebut baik dari hasil wawancara, observasi, maupun

dokumentasi kemudian disimpulkan. Peneliti menyampaikan bahwa proses

reduksi data dan penarikan kesimpulan sementara dilakukan selama pengumpulan

data masih berlangsung. Sedangkan data untuk verifikasi dan penarikan

kesimpulan akhir dilakukan setelah pengumpulan data selesai.

Anda mungkin juga menyukai