BAB I
PENDAHULUAN
masyarakat dan bangsa. Harkat dan martabat suatu bangsa sangat ditentukan
oleh kualitas pendidikannya. Dalam konteks bangsa Indonesia, peningkatan mutu
pendidikan merupakan sasaran pembangunan di bidang pendidikan nasional dan
merupakan bagian integral dari upaya peningkatan kualitas manusia Indonesia
secara menyeluruh.
Seiring dengan era otonomi dengan asas desentralisasi, peningkatan kualitas
pendidikan menuntut partisipasi dan pemberdayaan seluruh komponen pendidikan
dan penerapan konsep pendidikan sebagai suatu sistem. Penyerahan otonomi
dalam pengelolaan sekolah ini diberikan tidak lain dan tidak bukan adalah dalam
rangka peningkatan mutu pendidikan. Oleh karena itu, MBS dinamakan sebagai
Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS). MBS merupakan
inovasi dalam pelibatan masyarakat dan orang tua peserta didik untuk
peningkatan mutu pengelolaan penyelenggaraan pendidikan di era otonomi daerah
Tujuan utama adalah untuk mengembangkan prosedur kebijakan sekolah,
memecahkan masalah-masalah umum, memanfaatkan semua potensi individu yang
tergabung dalam tim tersebut. Sehingga sekolah selain dapat mencetak orang
yang cerdas serta emosional tinggi, juga dapat mempersiapkan tenaga-tenaga
pembangunan.
Selain itu, kemunculan MBS ini juga didasari oleh turunnya Undang-Undang
tentang Sistem Pendidikan Nasional mengamanatkan dengan tegas bahwa setiap
warga negara berhak mendapat layanan pendidikan bermutu. Pendidikan yang
bermutu tidak hanya diukur dari produk (output), tetapi terkait dengan input dan
proses penyelenggaraan pendidikan. Upaya peningkatan mutu layanan pendidikan
harus melibatkan stakeholders pendidikan, khususnya masyarakat dan orang tua
peserta didik.
Dalam rangka mengetahui bagaimana implementasi pelaksanaan Manajemen
Berbasis Sekolah pada tingkat satuan pendidikan sekolah dasar, khususnya
sekolah dasar negeri, maka kami melakukan observasi yang berkaitan dengan
pelaksanaan MBS di SD N 2 Rawa Laut.
Rawalaut?
c) Berapa besar tingkat partisipasi orang tua murid dalam mendukung pelaksanaan
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) di SD N 2 Rawalaut?
1.3 Batasan Masalah
Untuk memfokuskan pembahasan, kami membatasi masalah sebagai berikut:
a) Penerapan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) di SD N 2 Rawalaut, yang
meliputi kemandirian, traansparansi, akuntabilitas, dan partisipasi masyarakat.
b)
Tingkat
parpartisipasi
orang
tua
murid
dalam
mendukung
pelaksanaan
tujuan
dilakukannya
observasi
mengenai
konsep
manajemen
c. Mengetahui seberapa besar partisipasi masyarakat dan orang tua murid dalam
pelaksanaan program yang ada di SD Negeri 1 Rawa Laut
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Dengan diberlakukannya otonomi daerah sebagai perwujudan Undang-Undang No
32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, maka sebagian besar kewenangan
Pemerintah Pusat dilimpahkan ke Pemerintah Daerah. Dengan otonomi dan
desentralisasi, diharapkan masing-masing daerah termasuk masyarakatnya akan
lebih terpacu untuk mengembangkan daerah masing-masing agar dapat bersaing.
Konsekuensi dari otonomi dan desentralisasi juga terjadi di bidang pendidikan.
Muara tujuan dari otonomi di bidang pendidikan adalah peningkatan mutu
pendidikan di Indonesia.
MBS memiliki banyak pengertian, bergantung dari sudut pandang orang yang
mengartikannya. Nurkholis (2003:1), misalnya, menjelaskan bahwa Manajemen
Berbasis Sekolah terdiri dari tiga kata, yaitu manajemen, berbasis, dan sekolah.
Pertama, istilah manajemen memiliki banyak arti. Secara umum manajemen dapat
diartikan sebagai proses mengelola sumber daya secara efektif untuk mencapai
tujuan. Ditinjau dari aspek pendidikan, manajemen pendidikan diartikan sebagai
segala sesuatu yang berkenaan dengan pengelolaan proses pendidikan untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan, baik tujuan jangka pendek, menengah
maupun tujuan jangka panjang. Kedua, kata berbasis mempunyai kata dasar basis
atau dasar. Ketiga, kata sekolah merujuk pada lembaga tempat berlangsungnya
proses belajar mengajar. Bertolak dari arti ketiga istilah itu, maka istilah
Manajemen Berbasis Sekolah dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang
berkenaan dengan pengelolaan sumber daya yang berdasar pada sekolah itu
sendiri dalam proses pembelajaran untuk mencapai suatu tujuan yang telah
ditetapkan.
Slamet PH (2001) mendefinisikan MBS dengan bertolak dari kata manajemen,
berbasis, dan sekolah. Menurut Slamet, manajemen berarti koordinasi dan
pada hasil (output dan outcome) bukan pada metodologi atau prosesnya. Mutu
dan relevansi ada yang memandangnya sebagai satu kesatuan substansi, artinya
hasil pendidikan yang bermutu sekaligus yang relevan dengan berbagai kebutuhan
dan konteksnya. Akan tetapi, secara terpisah juga dapat dilihat bahwa makna
mutu lebih merujuk pada dicapainya tujuan spesifik oleh siswa (lulusan), seperti
nilai ujian atau prestasi lainnya, sedangkan relevansi lebih merujuk pada manfaat
dari apa yang diperoleh siswa melalui pendidikan dalam berbagai lingkup/tuntutan
kehidupan.
Pengelolaan dan pemberdayaaan sumber daya yang tersedia dilakukan secara
efektif dan efisien. Dengan kata lain, MBS juga bertujuan meningkatkan
efektivitas dan efisiensi. Efektif artinya pengelolaan dan penggunaan semua
input dalam bentuk non-uang (jumlah dan jenis buku, peralatan, pengorganisasian
kelas, metodologi, strategi pembelajaran, dan lain-lain) dikaitkan dengan hasil
yang dicapai (output-outcome). Efektivitas berhubungan dengan proses,
prosedur, dan ketepat-gunaan semua input yang dipakai dalam proses pendidikan
di sekolah, sehingga menghasilkan hasil belajar siswa seperti yang diharapkan
(sesuai tujuan). Efektif dan tidaknya suatu sekolah diketahui lebih pasti setelah
ada hasil atau dinilai hasilnya. Sebaliknya untuk mencapai hasil yang baik
diperlukan penerapan indikator atau ciri sekolah efektif. Dengan menerapkan
MBS, setiap sekolah sesuai dengan kondisinya masing-masing, diharapkan dapat
menerapkan metode yang tepat (yang dikuasai), dan input lain yang tepat pula
(sesuai lingkungan dan konteks sosial budaya), sehingga semua input tepat guna
dan tepat sasaran, atau efektif untuk meningkatkan mutu pendidikan. Sementara
itu, efisiensi berhubungan dengan nilai uang yang dikeluarkan atau harga ( cost)
untuk memenuhi semua input (proses dan semua input yang digunakan dalam
proses) dibandingkan atau dihubungkan dengan hasilnya (hasil belajar siswa).
Dengan demikian, MBS diharapkan dapat memenuhi efektivitas dan efisiensi
sekolah, karena perencanaan dibuat sesuai dengan kebutuhan sekolah, sedangkan
pelaksanaannya juga diawasi oleh masyarakat.
Pengelolaan dan pemberdayaaan sumber daya yang dimiliki sekolah dilakukan
dalam rangka meningkatkan pelayanan pendidikan kepada siswa. Dengan MBS
setiap anak diharapkan akan memperoleh layanan pendidikan yang bermutu di
sekolah yang bersangkutan. Dengan asumsi bahwa setiap anak berpotensi untuk
belajar, maka MBS memberi keleluasaan kepada setiap sekolah untuk menangani
setiap anak dengan latar belakang sosial ekonomi dan psikologis yang beragam
untuk memperoleh kesempatan dan layanan pendidikan yang memungkinkan semua
anak dan masing-masing anak berkembang secara optimal.
Kedua, partisipatif, yakni meningkatkan kepedulian warga sekolah dan
masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan melaui pengambilan keputusan
bersama;
Dalam MBS pemimpin akan muncul dengan sendirinya tanpa menunggu penunjukan
dari birokrasi pendidikan.
Keenam, meningkatkan kualitas, kuantitas, dan fleksiblitas komunikasi setiap
komunitas sekolah dalam rangka pencapaian kebutuhan sekolah.
Myers dan Stonehill (1993:2) mengemukakan bahwa manfaat MBS adalah sebagai
berikut: (1) memperkenankan orang-orang yang berkompeten di sekolah untuk
mengambil keputusan yang akan dapat meningkatkan pembelajaran; (2)
memberikan kesempatan kepada komunitas sekolah dalam keterlibatan
mengambil keputusan kunci (prioritas); (3) memfokuskan akuntabilitas pada
keputusan; (4) mengarah pada kreativitas yang lebih besar dalam mendesain
program; (5) mengatur ulang sumber daya untuk mendukung tujuan yang
dikembangkan di sekolah; (6) mengarahkan pada penganggaran yang realistik,
yang mendorong orang tua dan guru semakin menyadari akan status keuangan
sekolah, batasan pembelanjaan, dan biaya dari setiap program; serta (7)
meningkatkan moril para guru dan memelihara kepemimpinan barupada setiap
tingkat. (http://blog.unila.ac.id/sugiyanto)
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Wawancara dilaksanakan pada hari Sealasa, 12 April 2011 di SD N 2
Rawalaut, pukul 10.00 WIB s.d selesai.
3.2 Teknik Pengumpulan Data
Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data pada penelitian ini adalah
sebagai
berikut:
a. Interview
Telah dilakukan wawancara dengan wakil kepala sekolah SD N 2 Rawalaut
b. Studi Pustaka
Sumber informasi tentang Manajemen Berbasis Sekolah diperoleh dari
literatur yang mendukung baik dari buku maupun dari internet.
BAB IV
PEMBAHASAN
Manajemen Berbasis Sekolah atau yang lebih kita kenal dengan sebutan
MBS
kreativitas
sekolah
serta
memberikan
otonomi
(kewenangan
dan
tanggungjawab) lebih besar kepada sekolah, memberikan fleksibilitas/keluwesankeluwesan kepada sekolah, dan mendorong partisipasi secara langsung warga
sekolah (guru, siswa, kepala sekolah, karyawan) dan masyarakat.
Pada dasarnya terdapat empat prinsip MBS yaitu otonomi sekolah, fleksibilitas,
dan partisipasi untuk mencapai sasaran mutu sekolah.
Beberapa perihal ataupun bidang yang kami amati mengenai proses berjalannya
Manajemen Berbasis Sekolah(MBS) di SD N 2 Rawalaut ini meliputi sebagai
berikut:
A. Otonomi Sekolah
Dengan diberlakukannya otonomi daerah sebagai perwujudan Undang-Undang No
32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, maka sebagian besar kewenangan
Pemerintah Pusat dilimpahkan ke Pemerintah Daerah. Dengan otonomi dan
desentralisasi, diharapkan masing-masing daerah termasuk masyarakatnya akan
lebih terpacu untuk mengembangkan daerah masing-masing agar dapat bersaing.
Konsekuensi dari otonomi dan desentralisasi juga terjadi di bidang pendidikan.
Muara tujuan dari otonomi di bidang pendidikan adalah peningkatan mutu
pendidikan di Indonesia.
Otonomi Sekolah yaitu kewenangan/ kemandirian sekolah dalam mengatur dan
mengurus sekolahnya sendiri. Kemandirian sekolah ini juga harus didukung oleh
sejumlah kemampuan, antara lain: kemampuan mengambil keputusan yang terbaik,
kemampuan cara memilih pelaksanaan yang baik, kemampuan memobilitasi sumber
daya,
kemampuan
memecahkan
berkomunikasi
persoalan-persoalan
dengan
sekolah,
cara
yang
serta
efektif,
kemampuan
kemampuan
memenuhi
kebutuhannya sendiri.
Berdasarkan hasil wawancara pada tanggal 12 April 2011, diketahui bahwa SD N
2 Rawa Laut telah menerapkan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) sejak tahun
2004 sampai dengan sekarang.
Dikatakan bahwa pelaksanaan MBS ini cukup baik, tiap-tiap koordinator diberikan
kewenangan untuk melakukan yang terbaik dalam usaha peningkatan mutu
sekolah. Misalnya pemberian wewenang kepada guru untuk menerapkan sistem
dan teknik pembelajaran yang dibutuhkan siswanya, tidak hanya terpaku pada
satu model pembelajaran. Di SD N 2 Rawa Laut ini digunakan model pembelajaran
yang bervariasi, tergantung pada kreativitas guru dan kesadarannya sendiri.
Seperti yang dikatakan oleh wakil kepala sekolah bidang kurikulum, yaitu sejak
tahun 1972 ia telah menerapkan sistem belajar dari siswa, guru memberikan
materi kepada siswa, kemudian siswa dituntut aktif mencari sendiri konsepkonsep yang berhubungan dengan materi tersebut, lalu mengembangkannya, di
sekolah guru akan membahas beberapa konsep yang telah ditemukan oleh siswa
dan membandingkannya, sehingga akhirnya siswa menemukan konsep yang
dianggap paling mudah. Siswa tidak hanya menerima konsep-konsep materi yang
sudah ada, jadi siswa bukan dijadikan sebagai objek, melainkan mitra yang dapat
dieksplor kemampuannya. Siswa juga dapat belajar dengan teman lainnya yang
sudah mengerti lebih dulu, dikenal dengan tutor sebaya.
Selain itu guru diberikan kewenangan untuk memilih sumber bahan pelajaran yang
dibutuhkan, tidak hanya terpaku pada satu sumber saja, misalnya pada satu buku
Tujuh pilar MBS yaitu kurikulum dan pembelajaran, peserta didik pendidik dan tenaga
kependidikan, sarana dan prasarana, pembiayaan, hubungan sekolah dan masyarakat, dan
budaya dan lingkungan sekolah.
Manajemen kurikulum dan pembelajaran berbasis sekolah adalah pengaturan kurikulum dan
pembelajaran yang meliputi kegiatan merencanakan, mengorganisasikan, melaksanakan, dan
mengevaluasi kurikulum dan pembelajaran di sekolah, dengan berpedoman pada prinsipprinsip implementasi manajemen berbasis sekolah.
Manajemen peserta didik berbasis sekolah adalah pengaturan peserta didik yang meliputi
kegiatan merencanakan, mengorganisasikan, melaksanakan, dan mengevaluasi program