Anda di halaman 1dari 15

MENINGKATKAN MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH MELALUI

EVALUASI DIRI SEKOLAH (EDS)


Fazar Nuriansyah dan Rosa Wahyutri
ABSTRAK
Kondisi pendidikan di Indonesia saat ini secara umum tidak berdampak pada
hasil yang menggembirakan. Kebijakan pemerintah pada sistem sentralisasi
pendidikan demi mencapai tujuan pendidikan yang bermutu belum dapat menjadi
tolak ukur untuk memberikan gambaran perubahan peningkatan kualitas pendidikan
secara konkrit. Kebijakan penyelenggaraan pendidikan nasional yang berorientasi
pada keluaran, tingginya tingkat ketergantungan terhadap pemerintah pusat dan
kurangnya peran serta orang tua terhadap proses pendidikan menjadi faktor
penyebab mutu dan layanan pendidikan kurang termotivasi untuk lebih
meningkatkan kualitasnya. Untuk memacu peningkatan ini, maka kebijakan
pemerintah berubah menjadi sistem desentralisasi pendidikan yang ditandai oleh
otonomi yang luas di tingkat sekolah, sehingga sekolah lebih leluasa mengelola
sumber daya sesuai prioritas kebutuhan dan keunggulan daerahnya. Hal ini
dilakukan untuk menstimulus sekolah agar lebih mandiri, mengurangi
ketergantungan kepada pemerintah pusat serta memberdayakan partisipasi
masyarakat dalam meningkatkan pengelolaan pendidikan yang lebih bermutu yang
terorganisir dalam wadah MBS. Keberhasilan MBS ditunjang oleh pemetaan mutu
pendidikan secara rinci pada sekolah dengan menggunakan alat ukur yaitu EDS.
Melalui EDS dapat diketahui kelemahan dan kelebihan sekolah secara menyeluruh
untuk mengevaluasi pelaksanaan sekolah berdasar kriteria SPM dan SNP. EDS
dapat memberikan dasar nyata untuk membuat RPS dan RKS sehingga tercipta
budaya mutu sekolah serta peningkatan kinerja sekolah. Dari hasil penelitian yang
dilaksanakan di SMPN 5 Cimahi, bahwa hasil MBS melalui EDS menunjukkan mutu
pendidikan pada standar proses memperoleh angka terendah yaitu 1,10. Ini
merupakan kelemahan yang harus menjadi perhatian utama pihak sekolah sebagai
dasar dalam peningkatan mutu pendidikan terutama untuk menyusun MBS
selanjutnya. Artinya melalui angka mutu pendidikan yang diperoleh dari hasil EDS
diprioritaskan implementasi kebutuhannya dari angka terendah ke angka tertinggi.
Kata kunci : MBS, EDS, SPM, SNP, RPS, RKS.
Pendidikan Indonesia sekarang ini harus semakin ditingkatkan, dikarenakan
pendidikan termasuk salah satu faktor pendukung yang menentukan untuk kemajuan
suatu bangsa agar dapat bersaing dengan bangsa lain. Melalui pendidikan yang
berkualitas maka akan menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas juga.
Maka untuk mendukung terbentuknya pendidikan yang berkualitas dibutuhkan

program pendidikan yang harus dilaksankan secara sistematis dan terarah berdasarkan
kepentingan nasional serta mengacu pada kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi
(IPTEK dan dilandasi dengan keimanan dan ketaqwaan (IMTAQ). Program tersebut
dilaksanakan tentunya untuk meningkatkan mutu pendidikan Indonesia yang salah
satunya adalah program mengenai manajemen pengelolaan sekolah.
Manajemen pengelolaan sekolah pada dasarnya merupakan manajemen
berbasis lokasi yang dilaksanakan dengan meletakkan semua urusan penyelenggaraan
pendidikan di sekolah. Pengurangan administrasi pusat adalah konsekuensi dari yang
pertama dengan diikuti pendelegasian wewenang dan urusan pada sekolah. Inovasi
kurikulum menekankan pada pembaharuan kurikulum sebesar-besarnya untuk
meningkatkan kualitas dan persamaan hak bagi semua peserta didik. Kurikulum
disesuaikan benar dengan kebutuhan peserta didik di daerah atau sekolah. Hal ini
sesuai dengan UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 38 ayat 2
yang menyatakan bahwa Kurikulum pendidikan dasar dan menengah dikembangkan
sesuai dengan relevansinya oleh setiap kelompok atau satuan pendidikan dan komite
sekolah di bawah koordinasi dan supervisi dinas pendidikan Kabupaten/Kota untuk
pendidikan dasar dan Propinsi untuk pendidikan menengah. Peraturan Keputusan
Menteri Nomor 22/2006, dan 23/2006 tentang Standar Isi dan Standar Kompetensi
Lulusan menjadi dasar pengembangan kurikulum sekolah yang disebut KTSP
(Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan).
Manajemen berbasis lokasi yang merujuk ke sekolah, akan meningkatkan
otonomi sekolah dan memberikan kesempatan kepada tenaga sekolah, orang tua,
siswa, dan anggota masyarakat dalam pembuatan keputusan. Misi desentralisasi
pendidikan adalah meningkatkan partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan
pendidikan, meningkatkan pendayagunaan potensi daerah, terciptanya infrastruktur
kelembagaan yang menunjang terselenggaranya sistem pendidikan yang relevan
dengan tuntutan jaman, antara lain terserapnya konsep globalisasi, humanisasi, dan
demokrasi dalam pendidikan.
Penerapan demokratisasi dilakukan dengan mengikutsertakan unsur-unsur
pemerintah setempat, masyarakat, dan orangtua dalam hubungan kemitraan dan
menumbuhkan dukungan positif bagi pendidikan. Penerapan demokratisasi selain
mengikut sertakan unsur-unsur tersbut, diperlukan juga sosok Kepala Sekolah yang
yang berkompeten. Agar Kepala Sekolah dapat melaksanakan tugasnya dengan baik,
maka seorang Kepala Sekolah harus memiliki kompetensi-kompetensi seperti tertera
dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 13 Tahun 2007 tentang Standar
Kepala Sekolah/Madrasah: - kompetensi kepribadian, manajerial, kewirausahaan,
supervisi, dan sosial. Disamping itu sebagai orang yang paling bertanggung jawab
untuk meningkatkan mutu pendidikan di satuan pendidikan dibawah tanggung
jawabnnya, dia juga harus mengacu pada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
Nomer 63 tahun 2009 tentang Sistim Penjaminan Mutu Pendidikan (SPMP) yang
mengharuskan terbangunnya budaya mutu pendidikan serta terpetakannya mutu
pendidikan yang rinci pada satuan pendidikan.

Pencapaian tujuan tersebut maka Kepala Sekolah khususnya dan pemangku


kepentingan pendidikan pada umumnya, perlu mengetahui secara benar konsep,
maksud dan tujuan serta mampu melaksanakan Evaluasi Diri Sekolah (EDS) di
Sekolah. Dengan melaksanakan EDS ini maka kepala Sekolah akan lebih dapat
melaksanakan kompetensi manajerialnya secara menyeluruh dan bermakna yang akan
membantu peningkatan kinerja Sekolah/Madrasah khususnya dalam melihat sejauh
manakah Sekolah/Madrasah telah mencapai Standar Pelayanan Minimal (SPM) dan
Standar Nasional Pendidikan (SNP), serta kekuatan dan kelemahannya sehingga
Sekolah dapat menyusun Rencana Pengembangan Sekolah (RPS) atau Rencana
Kegiatan Sekolah (RKS) berdasarkan keadaan dan kebutuhan nyata mereka.
Tujuan penelitian
Adapun tujuan penelitian ini sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui konsep dasar manajemen berbasis sekolah.
2. Untuk mengetahui Tujuan Manajemen Berbasis Sekolah
3. Untuk mengetahui Model-Model Manajemen Berbasis Sekolah Yang Telah
Diterapkan Diberbagai Negara
4. Untuk mengetahui Peningkatan Manajemen Berbasis Sekolah Melalui
Evaluasi Diri Sekoah
5. Untuk mengetahui Bentuk Instrumen EDS
6. Untuk mengetahui Kegunaan Hasil Evaluasi Diri Sekolah
Pembahasan
Munculnya Manajemen Berbasis Sekolah pada mulanya karena adanya
dorongan keinginan daerah untuk memiliki kewenangan yang lebih besar dalam
mengatur daerahnya sendiri. Undang-undang No. 22 tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah, menetapkan kewenangan dengan mengutamakan asas
desentralisasi, termasuk urusan pendidikan. Sebelumnya pada tahun 1951 pemberian
kewenangan daerah dalam bidang pendidikan telah di atur dalam peraturan
Pemerintah No. 65 tahun 1951 (Bafadal, dalam Mulyono 2009: 235). Peraturan
tersebut memuat pelimpahan sebagai unsur pemerintah pusat dalam pendidikan,
pengajaran dan kebudayaan kepada pemerintah daerah.
Lahirnya Undang-undang No. 22 tahun 1999, memaklumi munculnya
reformulasi penyelenggaraan manajemen pendidikan tidak hanya pada jenjang SD,
namun pada semua jenjang pendidikan. Reformulasi tersebut menyangkut
penyelenggaraan satuan-satuan pendidikan pada masing-masing lembaga pendidikan.
Pelimpahan sebagai kewenangan penyelenggaraan pendidikan pada satu-satuan
pendidikan tersebut muncullah konsep baru yaitu Manajemen Berbasis Sekolah.
1. K onsep Dasar Manajemen Berbasis Sekolah

Menurut pendapat Slamet (Mulyono 2009: 238) menyebutkan istilah


manajemen berbasis sekolah berasal dari tiga kata, yaitu manajemmen, berbasis dan
sekolah. Manajemen adalah pengorganisasian dan penyerasian sumber daya melalui
sejumlah input manajemen untuk mencapai tujuan atau untuk memenuhi kebutuhan
pelanggan. Berbasis berarti berdasarkan pada atau berfokus pada. Sekolah adalah
suatu organisasi terbawah dalam jajaran Departemen Pendidikan Nasional yang
bertugas memberikan bekal kemampuan dasar pada peserta didik atas dasar
ketentuan-ketentuan yang bersifat legalistic (makro, meso dan mikro) dan
profesionalistik (kualifikasi, untuk sumber daya manusia; spesifik untuk barang/jasa,
prosedur-prosedur kerja)
Ditegaskan kembali oleh Mulyasa (Mulyono 2009: 239) bahwasannya MBS
adalah salah satu wujud dari reformasi pendidikan yang menawarkan kepada sekolah
untuk menyediakan pendidikan yang lebih baik dan memadai bagi peserta didik.
2. Tujuan Manajemen Berbasis Sekolah
Mulayasa (Mulyono 2009: 245) berpendapat bahwa MBS memberikan
otonomi sekolah dan pelibatan masyarakat sebagai respons pemerintah terhadap
gejala-gejala yang muncul di masyarakat, bertujuan untuk meningkatkan efisiensi,
mutu, dan pemerataan pendidikan. Peningkatan efisiensi diperoleh melalui
keleluasaan mengelola sumber daya partisipasi masyarakat dan penyederhanaan
birokrasi. Sementara peningkatan mutu diperoleh dari partisipasi orang tua terhadap
sekolah, fleksibilitas pengelolaan sekolah dan kelas, peningkatan professionalisme
guru dan kepala sekolah, berlakunya sistem insentif serta desensetif. Peningkatan
pemerataan diperoleh melalui peningkatan partisipasi masyarakat yang
memungkinkan pemerintah lebih berkonsentrasi pada kelompok tertentu. Hal ini
dimungkinkan karena pada sebagian masyarakat tumbuh rasa kepemilikan yang
tinggi terhadap sekolah.
Menurut Tim Pokja MBS Jawa Barat (Mulyono, 2009: 244), implementasi
MBS memiliki tujuan sebagai berikut:
a. Meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah
dalam mengelola dan memberdayakan sumber daya yang tersedia
b. Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam
menyelenggarakan pendidikan melalui pengambilan keputusan bersama
c. Meningkatkan tanggungjawab sekolah kepada orang tua, sekolah san
pemerintah tentang mutu sekolah
d. Meningkatkan komptensi yang sehat antar sekolah untuk mencapai mutu
pendidikan yang diharapkan.
3. Manfaat Manajemen Berbasis Sekolah
Eman Suparman (Mulyono 2009:245) mengatakan dengan menerapkan MBS
manfaat yang bisa didapat, diantaranya :
a. Sekolah sebagai lembaga pendidikan lebih mengetahui kekuatan, kelemahan,
dan ancaman bagi dirinya dibanding lembaga-lembaga lain.

b.

Dengan demikian, sekolah dapat mengoptimalkan sumber daya yang tersedia


untuk memajukan lembaganya.
c. Sekolah lebih mengetahui sumber daya yang dimilikinya dan input pendidikan
yang akan dikembangkan serta didayagunakan dalam proses pendidikan sesuai
dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan peserta didik.
d. Sekolah dapat bertanggung jawab tentang mutu pendidikan masing-masing
kepada pemerintah, orangtua peserta didik, dan masyarakat pada umumnya,
sehingga sekolah akan berupaya semaksimal mungkin untuk melaksanakan dan
mencapai sarana mutu pendidikan yang telah direncanakan.
e. Sekolah dapat melakkukan persaingan sehat dengan sekolah lain untuk
meningkatkan mutu pendidikan melalui upaya-upaya inovatif dengan dukungan
orangtua peserta didik, masyarakat, dan pemerintah daerah setempat.
Dengan demikian, Eman Suparman (Mulyono 2009:246) menjelaskan, secara
bertahap akan terbentuk sekolah yang memiliki kemandirian tinggi, yang ditandai
dengan ciri-ciri sebagai berikut :
a. Tingkat kemandirian tinggi sehingga tinngkat ketergantungan menjadi rendah.
b. Bersifat adaptif dan antisipatif menjadi jiwa kewirausahaan tinggi (ulet,
inovatif, gigih, berani mengambil resiko).
c. Bertanggung jawab terhadap input manajemen dan sumber dayanya.
d. Mempunyai kontrol yang kuat terhadap kondisi kerja.
e. Komitmen yang tinggi pada dirinya.
f. Prestasi merupakan acuan bagi penilaiannnya.
Menurut E. Mulyasa (Mulyono 2009:247) manfaat MBS adalah memberikan
kebebasan dan kekuasaan terbesar kepada sekolah beserta seperangkat tanggung
jawab. Dengan adanya otonomi yang memberikan tanggung jawab pengelolaan
sumber daya dan pengembangan strategi MBS sesuai dengan kondisi setempat,
sekolah dapat lebih meningkatkan kesejahteraan guru, sehingga dapat lebih
berkonsentrasi pada tugas. Keleluasaan dalam mengelola sumber daya dan dalam
menyertakan masyarakat untuk berpartisipasi, mendorong profrsionalisme kepala
sekolah, dalam peranannya sebagai manajer maupun pemmimpin sekolah untuk
menyusun kurikulum, guru didorong untuk berinovasi denganm,elakukan
eksperiman-eksperimen di lingkungan sekolah.
Dengan demikian, MBS mendorong profesionalisme guru dan kepala sekolah
sebagai pembimbing pendidikan di sekolah. Melalui penyusunan kurikulum elektif,
rasa tanggapo sekolah terhadap kebutuhan setempat meningkat dan menjamin
layanan pendidikan sesuai dengan tuntutan peserta didik dan masyarakat sekolah.
Prestasi peserta didik dapat dimaksimalkan melalui peningkatan partisipasi orangtua,
misalnya orangtua dapat mengawasi secara langsung proses belajar mengajar anak.

4. Model-Model Manajemen Berbasis Sekolah Yang Telah Diterapkan


Diberbagai Negara
a. Model MBS di Amerika Serikat
Sistem pendidikan di AS, mula-mula secara konstitusional pemerintah pusat
(state) bertanggung-jawab terhadap pelaksanaan pendidikan dan pemerintah daerah
(district) hanya sebagai unit pembuatan kebijakan dan administrasi. Pemerintah
federal memiliki peran yang terbatas bahkan semakin berkurang perannya, terutama
hanya dibatasi terutama pada area khusus, yaitu dukungan pendanaan. Penerapan
MBS di Amerika Serikat terjadi akibat adanya reformasi pendidikan yang terjadi
dalam dua gelombang. Gelombang pertama terjadi pada tahun 1970-an pada saat
sekolah-sekolah di distrik menerapkan Side-Based Management (SBM). Gelombang
pertama ditandai dengan adanya sentralisasi fungsi-fungsi pendidikan pada tingkat
pusat, mencakup kurikulum dan ujian nasional. Gelombang kedua terjadi pada tahun
1980-an, dan MBS mulai diterapkan secara serius. Gelombang kedua terjadi dengan
pengurangan keterlibatan pemerintah pusat dan pemerintah federal. Berbagai upaya
baik individu dan organisasi mulai bergerak untuk menerapkan dan mengembangkan
MBS dengan keyakinan bahwa penyerahan pengelolaan sumber daya ke tingkat
sekolah akan membuat kemajuan. Hal ini karena sekolah dapat mengembangkan
diversifikasi pendekatan dan strategi untuk mencapai tujuannya (Nurkolis 2003: 91)
Menurut Wirt (Ibtisam Abu-Duhou 2002:41-42), model MBS di Amerika
Serikat walaupun ada perbedaan di negara-negara federal, ada dua ciri utama inovasi
pendidikan di Amerika Serikat sebagai implementasi dari MBS, yakni :
a. Desentralisasi administratis kantor pusat Otoritas Pendidikan Lokal menunjuk
tugas-tugas tertentu yang dilkasanakan oleh kepala sekolah dan guru di
lingkungan sekolah. Kantor pusat menyerahkan kewenangan ke bawah, tetapi
sekolah lokal masih bertanggung-jawab ke atas.
b. Manajemen berbasis setempat (lokal), suatu struktur yang memberi wewenang
kepada para orangtua, guru dan kepala sekolah di masing-masing sekolah untuk
menentukan prioritas, mengalokasikan anggaran, menentukan kurikulum, serta
menggaji dan memberhentikan staf. Di sini kewenangan pembuatan keputusan
adalah lokal, sedangkan tanggung-jawab tidak ditujukan ke atas, tetapi ke
masyarakat yang dilayani sekolah.
b. Model MBS di Inggris
Model MBS di Inggris disebut Grant Mainted School (GMS) atau Manajemen
Dana Swakelola pada Tingkat Lokal. Ada enam perubahan struktural guna
mefasilitasi pelaksanaan MBS di Inggris (Sungkowo, 2002 dalam Nurkolis, 2003:9293), yakni : 1) kurikulum nasional untuk mata pelajaran inti yang ditentukan oleh
pemerintah (Whitehall); 2) ada ujian nasional bagi siswa kelas 7, 11,14 dan 16) MBS
dibentuk untuk mengembangkan otoritas pendidikan lokal agar dapat memperoleh
dana bantuan dari pemerintah; 4) adanya pembentukan sekolah lanjutan teknik
kejuruan; 5) kewenangan Inner London Education dilimpahkan kepada tigas belas

otoritas pemerintah; 6) Skema manajemen sekolah lokal dibentuk dengan melibatkan


beberapa pihak terkait, seperti : a) peran serta secara terbuka pada masing-masing
sekolah dalam otoritas pendidikan lokal, b) alokasi sumber daya dirumuskan oleh
masing-masing sekolah, c) ditentukan prioritas oleh masing-masing sekolah dalam
membiayai kegiatannya, d) memberdayakan badan pengelola pada masing-masing
sekolah dalam menentukan dana untuk guru dan staf, dan e) memberikan informasi
kepada orang tua mengenai prestasi guru.
Di Inggris penerapan MBS dilindungi dan dikondisikan dengan adanya
komitmen politik dengan adanya Undang-undang Pendidikan yang mengatur
penetapan kurikulum, pelaksanaan ujian nasional, dan pengelolaan pendidikan yang
melibatkan berbagai unsur masyarakat luas.
c. Model MBS di Australia
Di Australia lebih dari seratus tahun sampai awal tahun 1970-an pengelolaan
pendidikan di atur oleh pemerintah pusat (sistem sentralistik). Terjadi perubahan pada
awal tahun 1970-an dan berlanjut sampai tahun 1980-an, khususnya dalam hal
pengelolaan dana dan desentralisasi administratis Karakteristik MBS di Australia
dapat dilihat dari aspek kewenangan sekolah yang meliputi : Pertama, menyusun dan
mengembangkan kurikulum dan proses pembelajaran untuk meningkatkan hasil
belajar siswa. Kedua, melakukan pengelolaan sekolah dapat dipilih di antara tiga
kemungkinan, yaitu Standart Flexibility Option (SO), Enhanced Flexibility Option - 1
(EO 1), dan Enhanced Flexibility Option - 2 (EO 2). Ketiga, membuat perencanaan,
melaksanakan dan mempertanggungjawabkan. Keempat, adanya akuntabilitas dalam
pelaksanaan MBS. Kelima, menjamin dan mengusahakan sumber daya manusia dan
sumber daya keuangan. Keenam, adanya fleksibilitas dalam penggunaan sumber daya
sekolah (Nurkolis, 2003:95).
d. Model MBS di Indonesia
Model MBS di Indonesia disebut Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis
Sekolah (MPMBS). MPMBS dapat diartikan sebagai model manajemen yang
memberikan otonomi lebih besar kepada sekolah, fleksibilitas kepada sekolah, dan
mendorong partisipasi secara langsung warga sekolah dan masyarakat untuk
meningkatkan mutu sekolah berdasarkan kebijakan pendidikan nasional serta
peraturan perundang-undangan yang berlaku (Nurkolis, 2003:107). MPMBS
merupakan bagian dari manajemen berbasis sekolah (MBS). Jika MBS bertujuan
untuk meningkatkan semua kinerja sekolah (efektivitas, kualitas/mutu, efisiensi,
inovasi, relevansi dan pemerataan serta akses pendidikan), maka MPMBS lebih
difokuskan pada peningkatan mutu (Depdiknas, 2002:3-4).
5. Peningkatan Manajemen Berbasis Sekolah Melalui Evaluasi Diri Sekoah
Evaluasi Diri Sekolah ini dilakukan agar manajemen yang akan dilaksanakan
tepat sasaran dan dapat mencapai tujuan Manajemen Berbasis Sekolah secara efektif
dan efisien serta produkstivitas sumber daya meningkat. Manajemen tersebut pada

akhirnya akan mendukung efektivitas dalam pencapaian tujuan sekolah. Adanya


control dari masyarakat dan monitoring dari pemerintah, pengelola sekolah menjadi
lebih akuntabel, transparan, egaliter, dan demokratis, serta menghapuskan monopoli
dalam pengelolaan pendidikan.
Peningkatan mutu pendidikan khususnya pada satuan pendidikan memerlukan
adanya kepala Sekolah yang handal, tangguh dan berkemampuan yang secara
bersama-sama dengan seluruh pemangku kepentingan di Sekolah dapat memberikan
pelayanan pendidikan yang bermutu kepada semua peserta didik. Kepala Sekolah
yang handal diharapkan dapat menjadi lokomotif dan kekuatan untuk membimbing,
menjadi contoh, serta menggerakkan para pendidik dan tenaga kependidikan dalam
melaksanakan upaya peningkatan mutu pendidikan di Sekolah. Oleh karena itu,
program penguatan kemampuan kepala Sekolah perlu memasukkan pembahasan
mengenai EDS, yang merupakan bagian penting dalam kompetensi manajerial,
sebagai salah satu topik yang harus diketahui dan dipahami secara benar untuk
selanjutnya dilaksanakan oleh para kepala Sekolah.
Melalui EDS ini Kepala Sekolah akan memperoleh dasar yang kuat untuk lebih
memahami EDS secara menyeluruh sebelum melaksanakan EDS di Sekolahnya
dengan baik. Dengan melaksanakan EDS ini mereka akan dapat mengetahui dengan
pasti kekuatan dan kelemahan Sekolah dan hasil EDS akan dijadikan masukan untuk
membuat Rencana Pengembangan Sekolah (RPS) atau Rencana Kegiatan Sekolah
(RKS) untuk kurun waktu 4-5 tahun maupun Rencana Anggaran, Pendapatan dan
Belanja Sekolah (RAPBS) atau Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah (RKAS)
untuk kegiatan tiap tahun.
Kementerian Pendidikan Nasional pada tahun 2009 telah menerbitkan
Peraturan Menteri Nomor 63 tentang Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan
(SPMP) untuk terciptanya satu sistem penjaminan mutu pendidikan yang sekaligus
juga akan menjadi dasar pelaksanaan peningkatan mutu pendidikan sehingga akan
tercipta budaya peningkatan mutu pendidikan yang berkelanjutan.
Salah satu komponen utama program SPMP (Sistem Penjamin Mutu
Pendidikan) adalah program Evaluasi Diri Sekolah atau EDS yang dalam bahasa
Inggrisnya disebut Supported School Self Evaluation (SSSE). Dengan program ini
Sekolah diminta untuk secara internal melakukan evaluasi sendiri kinerjanya
berdasarkan SPM dan SNP. Seperti tersirat dalam istilah Inggrisnya dengan adanya
kata Supported, program ini memandang penting adanya dukungan penuh pada
kegiatan Evaluasi diri ini dari semua unsur dan pemangku kepentingan yang terlibat
di Sekolah sehingga bukan hanya Kepala Sekolah saja yang terlibat tapi juga para
guru, Komite Sekolah/Madrasah, wakil orang tua peserta didik serta mendapat
bimbingan dari Pengawas Sekolah.
Dalam pelaksanaan EDS yang baik, perlu adanya support yaitu dukungan
atau bantuan dari berbagai pihak terkait agar Sekolah dapat melaksanakan EDS
secara bersama sehingga akan terjadi kebersamaan dalam tindakan dan nantinya
dalam tanggung jawab juga. EDS diharapkan akan memberikan dasar yang nyata
untuk membuat RPS/RKS (Rencana Pengembangan Sekolah/Rencana Kegiatan

Sekolah) yang solid untuk peningkatan kinerja Sekolah dan dasar terciptanya budaya
mutu di Sekolah.
Masagus (2011: 6) mengutarankan ada beberapa hal penting yang harus
perhatikan dalam menerapkan EDS, diantaranya:
a. Evaluasi Yang Bersifat Internal; dilakukan oleh dan untuk mereka sendiri,
bukan dilaksanakan oleh orang lain. Ini adalah evaluasi internal, bukan evaluasi
external oleh pihak luar.
b. Akan Mengevaluasi Seluruh Kinerja Sekolah yang akan meliputi aspek-aspek
manajerial dan akademis.
c. Mengacu Pada SPM Dan 8 SNP yang hasilnya akan membantu program
nasional dalam upaya penjaminan dan peningkatan mutu pendidikan secara
umum.
d. Untuk Kepentingan Sekolah Itu Sendiri, bukan untuk perbandingan dengan
Sekolah-Sekolah lain atau untuk akreditasi Sekolah.
e. Hasil EDS sebagai Bahan Masukan Dan Dasar Dalam Penulisan RPS/RKS
maupun RAPBS/RAKS.
f. Dilaksanakan minimal setahun sekali oleh semua stakeholder pendidikan di
sekolah, bukan hanya oleh kepala Sekolah saja dengan bimbingan dan
pengawasan Pengawas Sekolah.
Pelaksana EDS sebaiknya oleh semua stakeholder atau pemangku pendidikan di
Sekolah sebab EDS bukan hanya tugas dan tanggung jawab kepala Sekolah saja dan
agar ada kebersamaan dan rasa memiliki bersama. Keterlibatan mereka juga
diharapkan akan dapat memberikan gambaran akan kebutuhan nyata Sekolah secara
menyeluruh. Untuk menangani EDS ini sebaiknya Sekolah membentuk satu tim EDS
khusus yang bisa disebut Tim Pengembang Sekolah/Madrasah (TPS) dengan
beranggotakan unsur-unsur dibawah ini Masagus (2011: 8):
a. Kepala sekolah sebagai penanggung jawab.
b. Wakil dari unsur tenaga pendidik.
c. Wakil dari unsur komite sekolah..
d. Wakil dari unsur orang tua peserta didik.
e. Pengawas sebagai pihak yang memberi bimbingan.
Masagus (2011: 9) menyampaikan dalam tulisannya beberapa manfaat adanya
EDS, diantaranya:
(1). Bagi Sekolah:
a. Sekolah mempunyai instrument internal yang dapat dipakai untuk
mengevaluasi kinerjanya.
b. Sekolah dapat mengetahui sampai dimanakah Tahap pencapaian mereka
dilihat dari SPM dan SNP.
c. Sekolah dapat mengetahui kekuatan dan kelemahannya secara pasti.
d. Sekolah dapat mengetahui dengan pasti dan dapat memprioritaskan aspek
mana yang memerlukan peningkatan.

e. Sekolah dapat memperoleh dasar nyata untuk membuat RPS/RKS dan


RAPBS/RAKS berdasarkan kebutuhan nyata Sekolah, bukan atas dasar
asumsi atau perkiraan saja
f. Sekolah dapat mengetahui perkembangan upaya peningkatan mutu
pelayanan mereka sebab EDS dilakukan secara berkala.
(2) Bagi Sistem Pendidikan di Kabupaten/Kota:
a. Diperolehnya informasi kongkrit keadaan umum Sekolah dalam
pencapaian SPM dan 8 SNP.
b. Terdapatnya gambaran umum secara pasti tentang kinerja Sekolah di tahap
kab/kota.
c. Adanya dasar untuk kegiatan perencanaan diTahap kab/kota serta dasar
pemberian bantuan ke Sekolah-Sekolah di daerah itu.
d. Hasil EDS ini dijadikan dasar untuk laporan ke jajaran diTahap kab/kota
melalui kegiatan Monitoring Sekolah/Madrasah oleh Pemerintah Daerah
MSPD- yang dilakukan oleh para Pengawas Sekolah.
Masagus (2011: 11) menegaskan perbedaan EDS dengan Evaluasi-evaluasi
lainnya, yaitu:
a. EDS adalah evaluasi diri yang bersifat internal yang dilaksanakan oleh para
stakeholder di Sekolah tersebut.
b. EDS dilakukan untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan sendiri dan
dipakai sebagai dasar untuk membuat RPS/RKS dan RAPBS/RAKS.
c. EDS dilaksanakan bukan untuk memberikan peringkat atau ranking
Sekolah dibanding dengan Sekolah lainnya.
d. Evaluasi-evaluasi lainnya biasanya bersifat eksternal yang dilakukan oleh
pihak luar lebih untuk kepentingan mereka bukan kepentingan Sekolah.
e. Karena EDS adalah evaluasi internal untuk dasar peningkatan mutu mereka
maka evaluasi biasanya akan lebih jujur sebab keadaan itu akan dijadikan
dasar pelaksanaan upaya peningkatan kinerja mereka.
Isu-isu dalam pengembangan dan pelaksanaan EDS menurut Masagus (2011:
11),diantaranya:
a. Pada awalnya EDS/M dianggap sebagai beban tambahan baru yang
memberatkan tugas Sekolah/TPS namun dalam prosesnya Sekolah merasa
butuh terhadap EDS sebagai dasar penuyusunan RPS/RKS.
b. Pada awalnya EDS dikira sama dengan Evaluasi lain seperti yang
dilakukan oleh Badan Akreditasi Propinsi dan akhirnya mereka tahu beda
EDS dan Evaluasi eksternal lain.
c. Pada awalnya Sekolah menganggap perlu dana banyak untuk
melaksanakan EDS, namun dalam prosesnya diketahui bahwa sebenarnya
dana memang diperlukan untuk pelaksanaan upaya peningkatan mutu
yang direncanakan dalam RPS berdasarkan hasil EDS, bukan untuk
melaksanakan EDS itu sendiri.
d. Isu apakah Dinas Pendidikan dapat dan mau menerima EDS secara formal.
Dalam prosesnya EDS dapat diadopsi dan telah direplikasikan oleh Dinas

Pendidikan sebab mereka mengetahui manfaatnya bagi Sekolah dan bagi


perencanaan peningkatan mutu pendidikan.
6. Bentuk Instrumen EDS
Beberapa butir penting mengenai Instrumen ini Masagus (2011: 16):
a. Instrumen EDS mengacu pada SPM dan SNP - seluruh 13 butir dalam SPM
yang berhubungan Sekolah/Madrasah tapi tidak memasukkan 14 butir
lainnya yang bersangkutan dengan pemerintah kab/kota serta 8 SNP.
b. Instrumen EDS mencakup beberapa pertanyaan pokok pada tiap standar
yang terkait dengan SPM dan SNP sebagai dasar bagi Sekolah untuk
memperoleh informasi dan data secara rinci tentang kinerjanya secara
kualitatif.
c. Dalam Instrumen EDS, tiap Standar dibagi dalam beberapa komponen
yang diharap dapat memberikan gambaran yang lebih menyeluruh.
d. Pada setiap komponen pada pertanyaan ditiap standar ada beberapa
spesifikasinya untuk memperoleh informasi yang lebih komplit.
e. Pada setiap aspek dari setiap standar terdiri dari 4 tahapan pencapaian tahap 1 berarti kurang, tahap 2 berarti sedang, tahap 3 berarti baik, dan
tahap 4 berarti amat baik.
f. Pada tiap tahap pencapaian terdapat beberapa indikator yang sesuai dengan
Tahap pencapaian tersebut. Tahap 2 sama dengan telah memenuhi kriteria
SPM.
7. Kegunaan Hasil Evaluasi Diri Sekolah
a. EDS Sebagai Dasar Penyusunan RPS/RKS
Meningkatkan mutu kinerja Sekolah, Sekolah memerlukan perencanaan yang
baik yang berdasarkan data dan informasi yang benar dan handal. Sampai saat ini
belum ada alat yang dapat mengukur kinerja Sekolah dari SPM dan SNP sehingga
rencana pengembangan Sekolah kebanyakannya tidak berdasarkan data yang solid
dan lebih berdasarkan atas perkiraan, asumsi atau bahkan kebiasaan saja.
Dengan adanya EDS akan memungkinkan Sekolah mempunyai data tentang
hasil evaluasi kinerjanya termasuk kekurangannya dilihat dari SPM maupun SNP.
Hasil EDS ini dikaji dan ditentukan prioritasnya untuk dimasukkan dalam RPS/RKS
yang berdasarkan keadaan dan kebutuhan nyata Sekolah, baik untuk masa 4 tahun
dalam RPS/RKS maupun untuk masa tahunan dalam RAPBS/RKAS.
Keharusan Sekolah untuk mempunyai rencana pengembangan Sekolah seperti
diatur dalam berbagai peraturan-peraturan Pemerintah dibawah ini akan amat
tertolong dengan adanya EDS. Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005 Bab VIII
tentang Standar Nasional Pendidikan pada pasal 53 ayat (1) menyatakan bahwa setiap
satuan pendidikan dikelola atas dasar rencana kerja tahunan yang merupakan
penjabaran rinci dari kerja jangka menengah satuan pendidikan yang meliputi masa 4
(empat) tahun. Juga Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 19 tahun 2007
tentang Standar Pengelolaan Pendidikan oleh Satuan Pendidikan Dasar dan

Menengah mewajiban agar Sekolah mempunyai: (1) Rencana Kerja Jangka


Menengah (RKJM) yang menggambarkan tujuan yang akan dicapai dalam kurun
waktu 4 tahun yang berkaitan dengan mutu lulusan yang ingin dicapai dan perbaikan
komponen yang mendukung peningkatan mutu lulusan, (2) Rencana Kerja Tahunan
(RKT) yang dinyatakan dalam Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah (RKAS)
dilaksanakan berdasarkan RKJM.
b. Membuat Perencanaan
Berdasarkan peraturan Pemerintah yang ada, secara umum Sekolah diwajibkan
membuat perencanaan untuk memastikan agar semua kegiatan untuk meningkatkan
kinerjanya bisa tercapai dan terukur dengan membuat perencanaan sebagai berikut:
1. Rencana Kerja Jangka Menengah (RKJM) yang menghasilkan RPS/RKS
untuk kurun waktu 4 tahunan.
2. Rencana Kerja Tahunan (RKT) yang menghasilkan Rencana Anggaran,
Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS) atau Rencana Kegiatan dan
Anggaran Sekolah (RKAS).
Kebutuhan Sekolah akan data dan informasi yang handal sebagai dasar
penyusunan perencanaannya seperti dikatakan diatas akan terpenuhi dengan
sendirinya dengan pelaksanaan EDS di Sekolah. Dan acuan semua perencanaan
adalah pencapaian 8 SNP.
c. Menentukan Prioritas
Data dan informasi dari EDS yang menghasilkan usulan kegiatan cukup
banyak dan sehingga tak mungkin semuanya dilaksanakan bersamaan. Kemampuan
Sekolah dari berbagai segi biasanya terbatas, baik dari segi SDM, daya dan dana
maupun dari segi waktu. Untuk itulah maka Sekolah perlu menentukan prioritas mana
yang perlu masuk, mana yang didahulukan dan mana yang bisa dikerjakan pada
waktu lain.
Penentuan prioritas harus dilakukan melalui diskusi bersama stakeholder
pendidikan di Sekolah dan bukan oleh Kepala Sekolah ataupun oleh Komite Sekolah
saja. Penentuan prioritas ini harus berdasarkan atas kriteria-kriteria yang disetujui
bersama yang secara umum berhubungan dengan: Pentingnya satu kegiatan dan
dampaknya bagi peningkatan mutu dan kinerja; urgensinya, ketersediaan SDM dan
pelaksananya dan tersedianya waktu serta sumber daya dan dana pendukungnya.
Dalam pertimbangan untuk menentukan skala prioritas, aspek pertimbangan
dapat dilihat dari : Cakupan, Dampak dan Urgensi (CDU) suatu program/kegiatan
ditetapkan pada prioritas tertentu. Sedangkan elemen yang menjadi objek yang
dipertimbangkan meliputi: personil, uang, fasilitas bahan sop, dan target program atau
kegiatan itu sendiri.

8. Hasil EDS di SMPN 5 Cimahi


RATA-RATA

1.40

STANDAR PENILAIAN

1.16

STANDAR PEMBIAYAAN

1.72

STANDAR PENGELOLAAN

1.24

STANDAR SARANA DAN PRASARANA

1.64

STANDAR PTK

1.56

STANDAR KOMPETENSI LULUSAN

1.11

STANDAR PROSES

1.10

STANDAR ISI

1.65
-

1.00

2.00

3.00

Keterangan :
4 tahapan kriteria pencapaian EDS untuk mutu pendidikan sekolah yaitu:
tahap 1 berarti kurang,
tahap 2 berarti sedang,
tahap 3 berarti baik, dan
tahap 4 berarti amat baik.
Tabel menunjukkan angka pencapaian hasil EDS SMPN 5 Cimahi dengan jelas.
Rata-rata nilai 1,40 menunjukkan nilai sedang. Artinya masih banyak yang perlu
dibenahi oleh sekolah ini, jika mempunyai harapan untuk meningkatkan mutu
pendidikan. Melalui MBS maka pengelolaan pendidikan dapat disusun berdasarkan
prioritas kebutuhan diiringi dengan merumuskan strategi-strategi manajemen yang
paling tepat.

PENUTUP
Kesimpulan

Sistem manajemen pendidikan yang sentralisasi telah terbukti tidak membawa


kemajuan yang berarti bagi peningkatan kualitas pendidikan pada umumnya. Seiring
dengan bergulirnya otonomi daerah, berpeluang untuk melakukan reorientasi
paradigma pendidikan menuju ke arah desentralisasi pengelolaan pendidikan. Peluang
tersebut semakin nampak nyata setelah dikeluarkannya kebijakan otonomi daerah
mengenai pendidikan melalui strategi pemberlakuan manajemen berbasis sekolah
(MBS). MBS bukan sekedar mengubah pendekatan pengelolaan sekolah dari yang
sentralisasi menjadi desentralisasi, melainkan penerapan MBS diyakini akan muncul
kemandirian sekolah. Melalui penerapan MBS, kepedulian masyarakat untuk ikut
serta mengontrol dan menjaga kualitas layanan pendidikan akan lebih terbuka untuk
dibangkitkan.
Upaya peningkatan mutu pembelajaran di Tahap Sekolah mutlak perlu
dilaksanakan dan yang tujuan pokoknya adalah bagaimana membuat peserta didik
belajar dengan baik. Hal ini dimulai dengan pelaksanaan EDS yang merupakan
evaluasi internal yang dilakukan oleh dan untuk kepentingan Sekolah sendiri dengan
pelakunya yaitu TPS dan dewan guru dibawah kepemimpinan Kepala Sekolah dan
bimbingan Pengawas. Dengan EDS akan diketahui kinerja Sekolah dilihat dari SPM
dan SNP sehingga Sekolah dapat menyusun Rancangan Pengembangan Sekolah
berdasarkan kebutuhan nyata. Sekolah akan dapat menentukan prioritas perbaikan
kinerjanya dari segi waktu dan SDM berdasarkan hasil EDS, khusunya RAKS
tahunan akan benar-benar membantu Sekolah memperbaiki dirinya.
Saran
a. perlu ditingkatkan lagi penataran dan pelatihan atau kegiatan sosialisasi pihakpihak terkait terutama Dinas Pendidikan mengenai pengelolaan sekolah
bedasarkan MBS.
b. Melakukan pembinaan bagi warga sekolah khususnya orang tua siswa,
mengenai proses penyelenggaraan pendidikan guna mengubah paradigma orang
tua yang selalu memperhatikan hasil akhir tanpa mengetahui proses yang harus
dicapai.
c. Transparasi dan akuntabilitas sekolah dapat meningkatkan kepercayaan warga
sekolah, bahwa sekolah tidak melakukan praktik-praktik KKN.
d. Lebih memperhatikan hasil Evaluasi Diri Sekolah untuk dijadikan salah satu
acuan dalam menigkatkan proses Manajemen Berbasis Sekolah

DAFTAR PUSTAKA
Abu-Duhou Abtisam, 2003, School-Based Management (Manajemen Berbasis
Sekolah), UNESCO, Penerjemah : Noryamin Aini, Suparto, Penyunting ;
Achmad Syahid, Abas Al-Jauhari, Jakarta : Logos
Departemen Pendidikan Nasional, 2002, Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis
Sekolah Konsep Dasar, Jakarta : Ditjend Pendidikan Dasar dan Menengah,
Ditjen SLTP.
Depdiknas, 2008, Modul pelatihan praktik yang baik, Manajemen Berbasis Sekolah,
peran serta masyarakat, pembelajaran aktif,kreatif,efektif dan menyenangkan,
Jakarta

Dodi Ardi Kurniadi. Pelaksanaan Program Evaluasi Diri Sekolah (Eds) Di Smp
Negeri 2 Tempel. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta
Masagus. 2011. Evaluasi diri sekolah/madrasah (EDS/M), edisi revisi:2011-P4tk
BMTI Bandung: Direktorat Jendral Peningkatan Mutu Pendidikan dan Tenaga
Kependidikan Departemen Pendidikan Nasional.
Mulyasa. 2012. Manajemen Berbasis Sekolah. Bandung: Remaja Rosdakarya
Mulyono. 2010. Manajemen Administrasi dan Organisasi Sekolah. Jogjakarta: ArRuzzmedia
Nurkolis, 2003, Manajemen Berbasis Sekolah, Teori, Model dan Aplikasi, Jakarta :
PT. Gramedia Widiasarana Indonesia

Anda mungkin juga menyukai