Anda di halaman 1dari 11

PENERAPAN MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH DAN

DESENTRALISASI PENDIDIKAN PADA ERA OTONOMI DAERAH

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah

Otonomi Pendidikan

Dosen Pengampu:

Dr. Mukhibat, M.Ag

Disusun oleh: Kelompok 7/MPI B

1. Dea Ayu Febriana 206210044


2. Eva Rindy Pangesty 206210058
3. Farah Faradisa Arinal Marom 206210061
4. Rosid Muhammad Ridho 206210144

JURUSAN MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PONOROGO

2022/2023
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Desentralisasi dan otonomi pendidikan berjalan seiring dengan reformasi
pemerintahan berupa otonomi daerah berdasar Undang- Undang No. 29 tahun
1999 yang kemudian direvisi oleh Undang- Undang No. 32 tahun 2004 tentang
Pemerintah Daerah, dalam pasal 8 ayat 1 disebutkan bahwa “kewenangan
pemerintah yang diserahkan kepada daerah dalam rangka desentralisasi harus
disertai dengan penyerahan dan pengalihan pembayaran, sarana dan prasarana
serta SDM sesuai dengan kewenangan yang diserahkan tersebut”.
Otonomi Daerah mengandung pengertian hak, wewenang, dan kewajiban
daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangga sendiri sesuai dengan
undang-undang yang berlaku (UU No.32 tahun 2004). Konsekuensinya, sarana,
prasarana dan SDM sesuai dengan kewenangan diserahkan ke daerah.
Pendidikan di Indonesia mengalami perubahan drastis setelah Undang-
Undang tentang otonomi daerah terbit. Sebelumnya Indonesia menjadi salah satu
dari negara yang memiliki kekuatan sentralisasi tertinggi di dunia. Seperti halnya
sekolah pada umumnya, kepala dan guru serta komite sekolah terbelenggu dalam
pengelolaan dan pengambil keputusan bagi kemajuan sekolah.
Namun otonomi daerah (otoda) telah mengubah paradigma tersebut.
Melalui manajemen berbasis sekolah (MBS) terjadi desentralisasi yang
sistematis pada otoritas dan tanggung jawab tingkat sekolah termasuk madrasah
guna pengambilan keputusan atas masalah signifikan terkait
penyelenggaraannya. Meski demikian para pendidikan madrasah masih
memiliki keterikatan dalam kerangka kerja tujuan, kebijakan, kurikulum,
standar, dan akuntabilitas yang ditetapkan oleh pusat.
Pada era otonomi kualitas pendidikan akan sangat ditentukan oleh kebijakan
pemerintah daerah. Hal ini disebabkan pemerintah pusat secara administrasi
telah menyerahkan kepada pemerintah daerah untuk meningkatkan kemajuan
dan perkembangan pendidikan di daerahnya. Ketika pemerintah daerah memiliki

1
political will yang baik dan kuat terhadap dunia pendidikan, ada peluang yang
cukup luas bahwa pendidikan di daerah bersangkutan akan maju. Sebaliknya,
kepala daerah yang tidak memiliki visi yang baik di bidang pendidikan dapat
dipastikan daerah itu akan mengalami stagnasi dan kemandegan menuju
pemberdayaan masyarakat yang well educated, tidak akan pernah mendapat
momentum yang baik untuk berkembang.
Otonomi daerah memberikan implikasi pada semua sektor kehidupan secara
lebih luas, tidak hanya pada kewenangan daerah untuk mengatur pemerintahan
sendiri, lebih dari pada itu juga menyentuh aspek-aspek riil kehidupan
masyarakat termasuk pendidikan. Dengan adanya otonomi daerah, berarti
kekuasaan negara dalam penyelenggaraan bidang pendidikan akan terbagi antara
pemerintah pusat di satu pihak dan pemerintah daerah di lain pihak.
B. Rumusan Masalah
1. Apa tujuan penerapan manajemen berbasis sekolah dan desentralisasi
pendidikan pada era otonomi daerah?
2. Bagaimana karakteristik dari adanya penerapan manajemen berbasis sekolah
dan desentralisasi pendidikan pada era otonomi daerah?
3. Bagaimana kerangka dasar dalam MBS (Manajemen Berbasis Sekolah)?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui tujuan penerapan manajemen berbasis sekolah dan
desentralisasi pendidikan pada era otonomi daerah.
2. Untuk mengetahui karakteristik penerapan manajemen berbasis sekolah dan
desentralisasi Pendidikan pada era otonomi daerah.
3. Untuk mengetahui kerangka dasar dalam MBS (Manajemen Berbasis
Sekolah).

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Tujuan Penerapan Manajemen Berbasis Sekolah dan Desentralisasi


Pendidikan Pada Era Otonomi Daerah
Manajemen berbasis sekolah merupakan salah satu upaya pemerintah untuk
mencapai keunggulan masyarakat dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan
teknologi serta jati diri sebagai bangsa yang beragama dan berbudaya.
Manajemen berbasis sekolah bertujuan agar otonomi sekolah dan partisipasi
masyarakat atau lokal stakeholders mempunyai keterlibatan yang tinggi, dan
memberikan kerangka dasar bahwa setiap unsur akan dapat berperan dalam
meningkatkan mutu, efisiensi dan pemerataan pendidikan. 1
Secara lebih khusus, tujuan manajemen berbasis sekolah (MBS) memiliki
tujuan sebagai berikut:2
1. Meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah
dalam mengelola dan membudidayakan sumber daya yang tersedia.
2. Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam
penyelenggaraan pendidikan melalui pengambilan keputusan bersama.
3. Meningkatkan tanggung jawab sekolah kepada orang tua, masyarakat, dan
pemerintah tentang mutu sekolah.
4. Meningkatkan kompetisi yang sehat antar sekolah untuk pencapaian mutu
pendidikan yang diharapkan.
5. Membudidayakan potensi sekolah yang ada agar menghasilkan lulusan yang
sesuai dengan kebutuhan dan harapan masyarakat.
Dengan demikian, MBS merubah sistem pengambilan keputusan dan
pengelolaan kesetiap kelompok yang berkepentingan di setiap lokasi
penyelenggaraan pendidikan dan diharapkan setiap sekolah dapat melakukan

1
Hasbullah, Otonomi Pendidikan: Kebijakan Otonomi Daerah dan Implikasinya Terhadap
Penyelenggaraan Pendidikan (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007), 57.
2
Asep Priatna, Manajemen Berbasis Sekolah (Orientasi Baru Pengembangan Mutu Pendidikan
Dasar di Era Otonomi Daerah), Didaktik: Jurnal Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Vol. 1 No. 1,
2015, 2-3.

3
perbaikan mutu yang baru kelanjutan dan memiliki kemandirian sehingga dapat
lebih akuntabel.
Selain itu, implementasi manajemen berbasis sekolah memiliki tujuan atau
memberdayakan sekolah melalui pemberian kewenangan, keluwesan, dan
sumber daya untuk meningkatkan mutu sekolah. Peningkatan mutu pendidikan
dapat dilakukan dengan cara-cara berikut ini: 3
1. Melalui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam mengelola dan
memberdayakan sumber daya yang tersedia.
2. Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam
penyelenggaraan pendidikan melalui pengambilan keputusan bersama.
3. Meningkatkan tanggung jawab sekolah kepada orang tua, masyarakat, dan
pemerintah tentang mutu sekolah.
4. Meningkatkan kompetensi yang sehat anatar sekolah unuk pencapain mutu
pendidikan yang diharapkan.
B. Karakteristik Penerapan Manajemen Berbasis Sekolah dan Desentralisasi
Pendidikan Pada Era Otonomi Daerah
Jika Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) ingin berhasil, maka terlebih dahulu
harus memiliki kriteria yang telah ditetapkan. Berikut ada 8 kriteria yang
diantaranya, yaitu:4
1. Sekolah dengan MBS memiliki misi atau cita-cita menjalankan sekolah untuk
mewakili sekelompok harapan bersama, keyakinan dan nilai-nilai sekolah,
membimbing warga sekolah di dalam aktivitas pendidikan dan memberi arah
kerja. Misi ini mempunyai pengaruh yang besar terhadap fungsi dan
efektivitas sekolah, karena dengan misi ini warga sekolah dapat
mengembangkan budaya organisasi sekolah yang tepat, membangun
komitmen yang tinggi terhadap sekolah, dan mempunyai insiatif untuk
memberikan tingkat layanan pendidikan yang lebih baik.

3
Wahyuningrum, Penerapan Manajemen Berbasis Sekolah Dan Desentralisasi Pendidikan Pada
Era Otonomi Daerah, Jurnal Manajemen Pendidikan, Vol. 2 No. 2, 2006, 46.
4
Maman Mulya Karnama, Depi Prihamdani, Peranan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS),
sJD: Jurnal Sekolah Dasar, Vol. 2 No. 4, 2019, 70-71.

4
2. Aktivitas pendidikan dijalankan berdasarkan karakteristik kebutuhan dan
situasi sekolah. Hakikat aktivitas sangat penting bagi sekolah untuk
meningkatkan kualitas pendidikan, karena secara tidak langsung
memperkenalkan perubahan manajemen sekolah dari menajemen kontrol
eksternal menjadi model berbasis sekolah.
3. Terjadinya proses perubahan strategi manajemen yang menyangkut hakikat
manusia, organisasi sekolah, gaya pengambilan keputusan, gaya
kepemimpinan, penggunaan kekuasaan, dan keterampilan-keterampilan
manajemen. Oleh karena itu dalam konteks pelaksanaan MBS, perubahan
strategi manajemen lebih memandang pada apek pengembangan yang tepat
dan relevan dengan kebutuhan sekolah.
4. Keleluasaan dan kewenangan dalam pengelolaan sumber daya yang efektif
untuk mencapai tujuan pen-didikan, guna memecahkan masalah-masalah
pendidikan yang dihadapi, baik tenaga kependidikan, keuangan dan
sebagainya.
5. MBS menuntut peran aktif sekolah, adiministrator sekolah, guru, orang tua,
dan pihak-pihak yang terkait dengan pendidikan di sekolah. Dengan MBS
sekolah dapat mengembangkan siswa dan guru sesuai dengan karakteristik
sekolah masing-masing. Dalam konteks ini, sekolah berperan
mengembangkan insiatif, memecahkan masalah, dan mengeksplorasi semua
kemungkinan untuk memfasilitasi efektivitas pembelajaran. Demikian halnya
dengan unsur-unsur lain seperti guru, orang tua, komite sekolah,
administrator sekolah, dinas pendidikan, dan sebagainya sesuai dengan
perannya masing-masing.
6. MBS menekankan hubungan antar manusia yang cenderung terbuka, bekerja
sama, semangat tim, dan komitmen yang saling menguntungkan. Oleh karena
itu, iklmi orgnanisasi cenderung mengarah ke tipe komitmen sehingga
efektivitas sekolah dapat tercapai.
7. Peran administrator sangat penting dalam kerangka MBS, termasuk di
dalamnya kualitas yang dimiliki administrator.

5
8. Dalam MBS, efektivitas sekolah dinilai menurut indikator multitingkat dan
multisegi. Penilaian tentang efektivitas sekolah harus mencakup proses
pembelajaran dan metode untuk membantu kemajuan sekolah. Oleh karena
itu, penilaian efektivitas sekolah hatus memperhatikan multi tingkat, yaitu
pada tingkat sekolah, kelompok, dan individu, serta indikator multi segi yaitu
input, proses dan output sekolah serta perkembangan akademik siswa.
Selain itu, karakteristik MBS yang diperlukan atau perlu dimiliki oleh
sekolah yang ingin sukses dalam menerapkan MBS adalah sebagai berikut:5
1. Output yang diharapkan. Output/kinerja sekolah/prestasi sekolah yang diukur
dari kualitasnya, efektivitasnya, produktivitasnya, inovasinya, kualitas
kehidupan kerjanya dan moral kerjanya.
2. Proses pendidikan meliputi: efektivitas PBM tinggi, kepemimpinan sekolah
yang kuat, pengelolaan yang efektif tenaga kependidikan, sekolah memiliki
budaya mutu, sekolah memiliki teamwork yang kompak, cerdas dan dinamis,
sekolah memiliki kemandirian, partisipasi warga sekolah dan masyarakat,
sekolah memiliki ketrbukaan/transparansi manajemen, sekolah memiliki
kemauan untuk berubah, sekolah melakukan evaluasi dan perbaikan secara
berkelanjutan, sekolah responsif dan antisipasif terhadap kebutuhan, sekolah
memiliki akuntabilitas, sekolah memiliki sustainabilitas.
3. Input pendidikan meliputi: kebijakan mutu, sumber daya yang tersedia dan
lengkap, memiliki harapan prestasi yang tinggi, fokus pada pelanggan
(khusunya peserta didik).
Karakteristik MBS tersebut dapat dirinci dalam kegiatan-kegiatan yang jelas
seperti guru diberi kebebasan untuk aktif dan kreatif dalam menentukan strategi
pembelajaran, memilih sumber, memilih media belajar, mengelola kelas dan
mengevaluasi. Aktivitas dan kreatifitas guru dapat terwujud apabila tercipta
iklim kerja sekolah yang kondusif dan tepat dengan tujuan kegiatan. Pihak Dinas
pendidikan (termasuk pengawas) tidak ikut campur dalam pengelolaan
pembelajaran yang menjadi tanggung jawab penuh kepala sekolah. Sekolah

5
Masyithoh Aini, Desentralisasi Pendidikan Madrasah Melalui Otonomi Daerah di Indonesia,
Ulumuddin: Jurnal Ilmu-ilmu Keislaman, Vol. 12 No. 1, 2022, 99.

6
adalah milik masyarakat setempat, BP3 dan pihak-pihak yang peduli terhadap
kepentingan sekolah. Siswa sebagai subyek yang langsung menjadi tumpuan
sasaran dilibatkan oleh guru dalam pemilihan kegiatan. 6
C. Kerangka Kerja Dalam Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
Kerangka kerja MBS mengemukakan kerja dalam Manajemen Berbasis
Sekolah antara lain sebagai berikut:7
1. Sumber daya: sekolah harus memiliki fleksibilitas dalam mengatur segala
sumber daya sesuai dengan kebutuhan setempat. Selain pembiayaan
administrasi/operasional, pengelolaan keuangan harus ditujukan untuk
memperkuat sekolah dalam menentukan dan mengalokasikan dana sesuai
dengan priorotas yang sudah ditetapkan untuk menunjang peningkatan mutu.
Selain itu, bertujuan untuk memisahkan biaya yang bersifat akademis dari
proses pengadaannya dan pengurangan kebutuhan pengurangan birokrasi
pusat.
2. Pertanggungjawaban (Accountability), sekolah dituntut untuk mempunyai
akuntabilitas yang baik kepada masyarakat maupun pemerintah. Hal ini
merupakan perpaduan antara komitmen terhadap standar keberhasilan dan
tuntutan/harapan dari orang tua ataupun masyarakat. Pertanggungjawaban ini
bertujuan untuk meyakinkan bahwa dana masyarakat dimanfaatkan sesuai
dengan kebijakan yang telah ditetapkan dalam rangka meningkatkan kualitas
pendidikan dan untuk menyajikan informasi mengenai apa yang sudah
dikerjakan.
Kerangka MBS ini bertujuan untuk melihat seberapa jauh kemampuan
sekolah dalam mengelola semua sumber daya yang ada dan mempertanggung
jawabkan semua kegiatan sekolah. Pengelolaan sumber daya sekolah tersebut
bisa dilihat dari kegiatan berikut ini: 8

6
Iwan Ridwan, Iin Ratna Sumirat, Kebijakan Desentralisasi Pendidikan di Era Otonomi Daerah,
Jurnal Pendidikan Karakter “JAWARA” (JPKJ), Vol. 7 No. 1, 2021, 46-47.
7
Suwardi, Negara dan Pendidikan, Sentralisasi dan Desentralisasi Pendidikan, Manajemen
Berbasis Sekolah, Jurnal Lembaga Penelitian dan Penerbitan Hasil Penelitian Ensiklopedia, Vol.
1 No. 3, 2019, 78.
8
Nurkolis, Manajemen Berbasis Sekolah: Teori, Model dan Aplikasi (Jakarta: Grasindo, 2003),
123.

7
1. Aspek dana. Sekolah mendapatkan dana utuh berdasarkan kebutuhan dan
diberi wewenang mengelola serta mencari tambahan kekurangannya.
2. Aspek kurikulum. Dalam melakukan kegiatan tetap berpegang pada
kurikulum nasional, akan tetapi ada kewenangan untuk memutuskan cara apa
yang dipakai (misalnya penambahan jam pelajaran, pengubahan jadwal) dan
pemberdayaan mulok sebagai kebutuhan sekolah.
3. Aspek ketenagaan. Dalam aspek ini tidak ada kewenangan untuk merekrut
dan memecat tenaga, akan tetapi dilibatkan dalam menetapkan tenaga dan
menilai kinerja.
4. Pengembangan profesionalisme. Untuk semua orang yang terlibat dalam
pendidikan seperti Kandep dan Dinas, Kepala Sekolah, Guru, Pengurus BP3,
dan tokoh masyarakat.
5. Peran serta masyarakat. BP3 atau masyarakat ikut terlibat, bukan hanya dalam
hal dana tapi juga bidang teknis edukatif dan membantu mencari guru atau
menjadi guru pengganti serta membicaakan kinerja guru dengan siswa.
Keterlibatan pemerintah tetap dibutuhkan untuk menentukan kurikulum,
penilaian dan pemantauan kinerja sekolah secara keseluruhan.9

9
Wahyuningrum, Penerapan Manajemen Berbasis Sekolah dan Desentralisasi Pendidikan
Pada Era Otonomi Daerah, Jurnal Manajemen Pendidikan, Vol. 2 No. 2, 2006, 47-48.

8
BAB III
KESIMPULAN

Manajemen berbasis sekolah bertujuan agar otonomi sekolah dan partisipasi


masyarakat atau lokal stakeholders mempunyai keterlibatan yang tinggi, dan
memberikan kerangka dasar bahwa setiap unsur akan dapat berperan dalam
meningkatkan mutu, efisiensi dan pemerataan pendidikan. Dengan demikian, MBS
merubah sistem pengambilan keputusan dan pengelolaan kesetiap kelompok yang
berkepentingan di setiap lokasi penyelenggaraan pendidikan dan diharapkan setiap
sekolah dapat melakukan perbaikan mutu yang baru kelanjutan dan memiliki
kemandirian sehingga dapat lebih akuntabel. Selain itu, implementasi manajemen
berbasis sekolah memiliki tujuan atau memberdayakan sekolah melalui pemberian
kewenangan, keluwesan, dan sumber daya untuk meningkatkan mutu sekolah.
Karakteristik MBS dapat dirinci dalam kegiatan-kegiatan yang jelas seperti
guru diberi kebebasan untuk aktif dan kreatif dalam menentukan strategi
pembelajaran, memilih sumber, memilih media belajar, mengelola kelas dan
mengevaluasi. Aktivitas dan kreatifitas guru dapat terwujud apabila tercipta iklim
kerja sekolah yang kondusif dan tepat dengan tujuan kegiatan. Pihak Dinas
pendidikan (termasuk pengawas) tidak ikut campur dalam pengelolaan
pembelajaran yang menjadi tanggung jawab penuh kepala sekolah. Sekolah adalah
milik masyarakat setempat, BP3 dan pihak-pihak yang peduli terhadap kepentingan
sekolah. Siswa sebagai subyek yang langsung menjadi tumpuan sasaran dilibatkan
oleh guru dalam pemilihan kegiatan.
Kerangka MBS bertujuan untuk melihat seberapa jauh kemampuan sekolah
dalam mengelola semua sumber daya yang ada dan mempertanggung jawabkan
semua kegiatan sekolah. Keterlibatan pemerintah tetap dibutuhkan untuk
menentukan kurikulum, penilaian dan pemantauan kinerja sekolah secara
keseluruhan.

9
DAFTAR PUSTAKA

Aini, Masyithoh. Desentralisasi Pendidikan Madrasah Melalui Otonomi Daerah di


Indonesia, Ulumuddin: Jurnal Ilmu-ilmu Keislaman, Vol. 12 No. 1, 2022.
Hasbullah. Otonomi Pendidikan: Kebijakan Otonomi Daerah dan Implikasinya
Terhadap Penyelenggaraan Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2007.
Karnama, Maman Mulya, Depi Prihamdani. Peranan Manajemen Berbasis Sekolah
(MBS), sJD: Jurnal Sekolah Dasar, Vol. 2 No. 4, 2019.
Nurkolis. Manajemen Berbasis Sekolah: Teori, Model dan Aplikasi. Jakarta:
Grasindo, 2003.
Priatna, Asep. Manajemen Berbasis Sekolah (Orientasi Baru Pengembangan Mutu
Pendidikan Dasar di Era Otonomi Daerah), Didaktik: Jurnal Pendidikan
Guru Sekolah Dasar, Vol. 1 No. 1, 2015.
Ridwan, Iwan, Iin Ratna Sumirat. Kebijakan Desentralisasi Pendidikan di Era
Otonomi Daerah, Jurnal Pendidikan Karakter “JAWARA” (JPKJ), Vol. 7
No. 1, 2021.
Suwardi. Negara dan Pendidikan, Sentralisasi dan Desentralisasi Pendidikan,
Manajemen Berbasis Sekolah, Jurnal Lembaga Penelitian dan Penerbitan
Hasil Penelitian Ensiklopedia, Vol. 1 No. 3, 2019.
Wahyuningrum. Penerapan Manajemen Berbasis Sekolah Dan Desentralisasi
Pendidikan Pada Era Otonomi Daerah, Jurnal Manajemen Pendidikan, Vol.
2 No. 2, 2006.

10

Anda mungkin juga menyukai