Anda di halaman 1dari 12

jawaban inisiasi 1

INISIASI 1
MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH

SOAL MBS
1. mendeskripsikan pengertian MBS
2. memberikan alasan diterapkannya MBS
3. mengungkapkan tujuan diterapkannya MBS

SOAL KEDUA

1 Berdasarkan konsep dasar MBS, berilah penjelasan pentingnya MBS dalam upaya peningkatan
mutu sekolah atau untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.
2. Mengapa reformasi pendidikan di Indonesia mengarah kepada penerapan MBS apabila dikaitkan
dengan otonomi daerah?
3. Salah satu alasan diterapkannya MBS adalah pemberian otonomi yang lebih besar kepada sekolah.
Dengan otonomi yang besar kepada sekolah maka sekolah akan lebih inisiatif/kreatif dalam
meningkatkan mutu sekolah. Bagaimanakah cara sekolah memanfaatkam otonomi yang
diberikan ini untuk mengembangkan mutu pendidikan?
4. Apakah tujuan penerapan MBS apabila dikaitkan dengan konsep efisiensi, mutu dan pemerataan
bidang pendidikan ?

SOAL KETIGA ESAY YANG ISINYA PARAGRAF-PARAGRAF

1. Konsep apa yang dapat Anda temukan dalam Artikel yang saudara baca !
(tulislah dalam 1 paragraf)
2. Prinsip-prinsip apakah yang melandasi MBS dalam implementasinya di Indonesia ( tulislah 1
paragraf)
3. Fakta apa yang melandasi tumbuhnya MBS di Indonesia. ! ( 2 paragraf)
4. Kesimpulan ( tulislah 1 paragraf )
JAWABAN
SOAL JAWABAN PERTAMA

1. MBS merupakan pemikiran ke arah pengelolaan pendidikan yang memberi keleluasaan kepada
sekolah untuk mengatur dan melaksanakan berbagai kebijakan secara luas.
Dengan demikian MBS merupakan salah satu upaya pemerintah untuk mencapai
keunggulan masyarakat melalui pendidikan yang bermutu yang pada akhirnya mencapai tujuan
pendidikan nasional yaitu terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan
berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia berkembang menjadi manusia
yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah.
Hal ini sejalan dengan Visi Pendidikan Nasional bahwa Depdiknas berhasrat untuk pada tahun
2025 menghasilkan insan Indonesia yang cerdas dan kompetitif atau insan kamil dan paripurna.
MBS tidak saja untuk Indonesia, bahkan pada beberapa negara maju telah diterapkan dan
hasilnya telah nyata, seperti di Australia, Finlandia, dan Amerika Serikat.
Perlu kita ingat kembali, bahwa Bank Dunia pada 1999, mengkonsepsikan bahwa MBS
merupakan bentuk alternatif sekolah dalam program desentralisasi di bidang pendidikan yang
ditandai oleh otonomi luas di tingkat sekolah, partisipasi masyarakat dan dalam kerangka
kebijakan pendidikan nasional. Otonomi ini diberikan agar sekolah dapat dengan leluasa
mengelola sumber daya dengan mengalokasikannya sesuai prioritas kebutuhan serta tanggap
terhadap kebutuhan masyarakat sekitar sekolah.
Maka partisipasi masyarakat ini dituntut agar masyarakat lebih memahami pendidikan,
membantu, serta mengontrol dalam pengelolaan pendidikan. Untuk itulah sekolah dituntut
memiliki tanggung jawab yang tinggi, baik kepada orangtua, masyarakat, maupun pemerintah.
Jadi MBS merupakan paradigma baru pendidikan yang memberikan otonomi luas pada
tingkat sekolah dengan melibatkan masyarakat dalam kerangka kebijakan nasional. MBS
merupakan wujud dari reformasi pendidikan yang menawarkan kepada sekolah untuk
menyediakan pendidikan yang lebih baik dan memadai bagi para siswa. Dapat juga dikatakan
bahwa Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) pada hakikatnya adalah penyerasian sumberdaya
yang dilakukan secara mandiri oleh sekolah dengan melibatkan semua kelompok kepentingan
(stakeholder) yang terkait dengan sekolah secara langsung dalam proses pengambilan keputusan
untuk memenuhi kebutuhan peningkatan mutu sekolah atau untuk mencapai tujuan pendidikan
nasional.
2. Manajemen Berbasis Sekolah mempunyai alasan-alasan yang menerapkan Manajemen
Berbasis Sekolah di sekolah-sekolah antara lain:
Departemen Pendidikan Nasional (2007: 3) merincikan alasan Manajemen Berbasis Sekolah
sebagai berikut:
(1) dengan pemberian otonomi yang lebih besar kepada sekolah, maka sekolah akan lebih
inisiatif/kreatif dalam meningkatkan mutu sekolah, (2) dengan pemberian
fleksibilitas/keluwesan-keluwesan yang lebih besar kepada sekolah untuk mengelola
sumberdayanya, maka sekolah akan lebih luwes dan lincah dalam mengadakan dan
memanfaatkan sumberdaya sekolah secara optimal untuk meningkatkan mutu sekolah, (3)
sekolah lebih mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman bagi dirinya sehingga dia
dapat mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya yang tersedia untuk memajukan sekolahnya, (4)
Sekolah lebih mengetahui kebutuhan lembaganya, khususnya input pendidikan yang akan
dikembangkan dan didayagunakan dalam proses pendidikan sesuai dengan tingkat
perkembangan dan kebutuhan peserta didik, (5) Pengambilan keputusan yang dilakukan oleh
sekolah lebih cocok untuk memenuhi kebutuhan sekolah karena pihak sekolahlah yang paling
tahu apa yang terbaik bagi sekolahnya, (6) Penggunaan sumberdaya pendidikan lebih efisien dan
efektif bilamana dikontrol oleh masyarakat setempat, (7) Keterlibatan semua warga sekolah dan
masyarakat dalam pengambilan keputusan sekolah menciptakan transparansi dan demokrasi
yang sehat., (8) sekolah dapat bertanggungjawab tentang mutu pendidikan masing-masing
kepada pemerintah, orangtua peserta didik, dan masyarakat pada umumnya, sehingga dia akan
berupaya semaksimal mungkin untuk melaksanakan dan mencapai sasaran mutu pendidikan
yang telah direncanakan, (9) Sekolah dapat melakukan persaingan yang sehat dengan sekolah-
sekolah lain untuk meningkatkan mutu pendidikan melalui upaya-upaya inovatif dengan
dukungan orangtua peserta didik, masyarakat, dan pemerintah daerah setempat; dan (10) sekolah
dapat secara cepat merespon aspirasi masyarakat dan lingkungan yang berubah dengan cepat.
 Menurut Mulyasa (2009) alasan Manajemen Berbasis Sekolah antara lain:
a. Pemerintah mempunyai konsisten untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas pendidikan.
b. Kegagalan program-program peningkatan kualitas pendidikan sebelumnya (JPS/Aku Anak
Sekolah) karena manajemen yang terlalu kaku dan sentralistik.
c. Muncul pemikiran ke arah pengelolaan pendidikan yang memberi keleluasaan kepada
sekolah untuk mengatur dan melaksanakan berbagai kebijakan secara luas.
Landasan Yuridis (Departemen Pendidikan Nasional, 2007)
a. UU No 20 Tahun 2003 tentang sistempendidikan nasional, pasal 51 ayat 1 pengelolaan
satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikanmen mengah dilaksanakan
berdasarkan standar pelayanan minimal dengan prinsip manajemen berbasis sekolah/ madrasah;
b. UU no 25 tahun 2000 tentang program pembangunan nasional tahun 2000-2004 padabab VII
tentang bagian program pembangunan bidang pendidikan khususnya sasaran terwujudnya
manajemen pendidikan yang berbasis pada sekolah dan masyarakat;
c. Keputusan Mendiknas nomor 044 tahun 2002 tentang pembentukan dewan pendidikan
dankomit esekolah;
d. Kepmendiknas nomor 087 tahun 2004 tentang standar akreditasi sekolah, khususnya tentang
manajemen berbasis sekolah; dan
e. Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan, khususnya
standar pengelolaan sekolah yaitu manajemen berbasis sekolah.
3. Tujuan penerapan manajemen berbasis sekolah adalah untuk memandirikan atau
memberdayakan sekolah melalui pemberian kewenangan (otonomi) kepada sekolah, pemberian
fleksibilitas yang lebih besar kepada sekolah untuk mengelola sumberdaya sekolah, dan
mendorong partisipasi warga sekolah dan masyarakat untuk meningkatkan mutu pendidikan.
Nah, secara lebih rincinya, MBS bertujuan untuk (1) meningkatkan mutu pendidikan melalui
peningkatan kemandirian, fleksibilitas, partisipasi, keterbukaan, kerjasama, akuntabilitas,
sustainabilitas, dan inisiatif sekolah dalam mengelola, memanfaatkan, dan memberdayakan
sumberdaya yang tersedia, (2) meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam
penyelenggaraan pendidikan melalui pengambilan keputusan bersama, (3) meningkatkan
tanggungjawab sekolah kepada orangtua, masyarakat, dan pemerintah tentang mutu sekolahnya
dan (4) meningkatkan kompetisi yang sehat antar sekolah tentang mutu pendidikan yang akan
dicapai.
Sedangkan menurut Depdiknas (2007), MBS diterapkan dengan alasan-alasan sebagai berikut:

1. Dengan pemberian otonomi yang lebih besar kepada sekolah, maka sekolah akan
lebih insiatif/ kreatif dalam meningkatkan mutu sekolah.
2. Dengan pemberian fleksibilitas/ keluwesan-keluwesan yang lebih besar kepada
sekolah untuk mengelola sumber dayanya, maka sekolah akan lebih luwes dan
lincah dalam mengadakan dan memanfaatkan sumber daya sekolah secara optimal
untuk meningkatkan mutu sekolah.
3. Sekolah lebih mengetahui kelemahan, kekuatan, peluang, dan ancaman bagi
dirinya sehingga dia dapat mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya yang
tersedia untuk memajukan sekolahnya.
4. Sekolah lebih mengetahui kebutuhannya, khususnya input pendidikan yang akan
dikembangkan dan didayagunakan dalam proses pendidikan sesuai dengan tingkat
perkembangan dan kebutuhan peserta didik.
5. Pengambilan keputusan yang dilakukan oleh sekolah lebih cocok untuk
memenuhi kebutuhan sekolah karena pihak sekolahlah yang paling tahu apa yang
terbaik bagi sekolahnya.
6. Penggunaan sumber daya pendidikan lebih efisien dan efektif bilamana dikontrol
oleh masyarakat setempat.
7. Keterlibatan semua warga sekolah dan masyarakat dalam pengambilan keputusan
sekolah menciptakan transparansi dan akuntabilitas sekolah.
8. Sekolah dapat bertanggung jawab tentang mutu pendidikan masing-masing
kepada pemerintah, orang tua, peserta didik, dan masyarakat pada umumnya,
sehingga dia akan mencapai sasaran mutu pendidikan yang telah direncanakan.
9. Sekolah dapat melakukan persaingan yang sehat dengan sekolah-sekolah lain
dalam peningkatan mutu pendidikan melalui upaya-upaya inovatif yang didukung
oleh orang tua siswa, masyarakat sekitar, dan pemerintah daerah setempat.
10. Sekolah dapat secara cepat merespon aspirasi masyarakat dan lingkungan yang
berubah dengan cepat.

Alasan diterapkannya MBS menurut Nurkolis (2003):

MBS di Indonesia yang menggunakan model MPMBS muncul karena alasan:

1. Sekolah lebih mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang, ancaman bagi dirinya


sehingga sekolah dapat mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya yang tersedia
untuk memajukan sekolahnya.
2. Sekolah lebih mengetahui kebutuhannya.
3. Keterlibatan warga sekolah dan masyarakat dalam pengambilan keputusan dapat
menciptakan transparansi dan demokrasi yang sehat.

JAWABAN SOAL KEDUA

1. Jadi penjelasan saya : upaya peningkatan mutu pendidikan melalui pendekatan


pemberdayaan sekolah dalam mengelola institusinya, telah dilakukan Depdiknas. Baik sebelum
otonomi daerah maupun sesudah otonomi daerah. Pada era otonomi daerah muncul program
pemberdayaan sekolah melalui Manajemen Berbasis Sekolah(MBS). MBS akan terlaksana
apabila didukung oleh sumber daya manusia ( SDM ) yang memiliki kemampuan, integritas dan
kemauan yang tinggi. Salah satu unsur SDM dimaksud adalah guru, di mana guru merupakan
faktor kunci keberhasilan peningkatan mutu pendidikan karena sebagai pengelola proses belajar
mengajar bagi asiswa. Berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan
nasional khususnya pendidikan dasaar dan menengah pada setiap jenjang dan satuan pendidikan,
antara lain melalui berbagai pelatihan dan peningkatan kompetensi guru, pengadaan buku dan
alat pelajaran, perbaikan sarana dan prasarana pendidikan, dan pewningkatan mutu manajemen
sekolah. Namun berbagai indikator mewujudkan bahwa, mutu pendidikan masih belum
meningkat secara signifikan. Sebagian kecil saja sekolah menunjukkan peningkatan mutu
pendidikan yang cukup menggembirakan, namun sebagian besar lainnya masih memprehatinkan.
Dari berbagai pengamatan dan analisis, ada tiga hal pokok yang menyebabkan mutu pendidikan
kita tidak mengalami peningkatan secara signifikan. Pertama, kebijakan dan penyelenggaraan
pendidikan nasional menggunakan pendekatan yang menganggap bahwa apabila semua
komponen pendidikan seperti pelatihan guru, pengadaan buku dan alat pelajaran, perbaikan
sarana serta prasarana pendidikan lainya terpenuhi, maka hasil pendidikan yang dikehendaki
yaitu mutu pendidikan secara otomatis akan terwujud. Dan yang terjadi tidak demikian, karena
hanya memusatkan pada masalah pendidikan dan tidak memperhatikan proses pendidikannya.
Kedua, penyelenggaraan pendidikan nasional dilakukan secara birokratik- sentralistik sehingga
menempatkan sekolah sebagai penyelenggara pendidikan sangat tergantung pada keputusan
birokrasi yang mempunyai jalur yang sangat panjang dan kadang-kadang kebijakan ayang
dikeluarkan tidak sesuai dengan kondisi setempat. Lebih parah lagi jika sekolah sendiri pasif
dalam arti tidak punya kreativitas. Ketiga, peran serta masyarakat, khususnya orang tua siswa
dalam penyelenggaraan pendidikan selama ini sangat minim. Partisipasi masyarakat pada
umumnya lebih banyak bersifat dukungan dana, bukan pada proses pendidikan. Sekolah tidak
mempertanggungjawabkan hasil pelaksanaan pendidikan kepada masyarakat, khususnya orang
tua siswa, sebagai salah satu unsur yang berkepentingan dengan pendidikan.
Pada proses pendidikan biasanya penekanannya pada :

1. Proses Belajar Mengajar yang efektifitasnya Tinggi. Proses belajar mengajar yang
menekankan pada bekerja, belajar hidup bersama dan belajar menjadi diri sendiri. 2.
Kepemimpinan sekolah yang tangguh. Kepala sekolah memiliki kemampuan dan kepemimpinan
yang tangguh , kuat dan mampu meningkatkan mutu sekolah sesuai dengan visi, misi tujuan dan
sasaran yang telah ditetapkan. 3. Lingkungan sekolah yang tertib, aman, dan nyaman.4.
Pengelolaan tenaga pendidikan yang efektif . Kebutuhan tenaga, analisis, perencanaan,
pengembangan, evaluasi, hubungan kerja.5. Sekolah memiliki budaya mutu. Sekolah memiliki
kualitas informasi untuk perbaikan hasil diikuti penghargaan atau sanksi, warga merasa aman,
warga sekolah merasa memiliki sekolah. 6. Sekolah memiliki kebersamaan yang kompak.
Sekolah memiliki budaya kerjasama antar individu tanpa adanya kelompok-kelompok tertentu
yang dapat menghambat kemajuan sekolah. 7. Sekolah memiliki kewenangan. Kewenangan
sekolah merupakan kesanggupan kerja dan tidak menggantungkan orang lain . Kepala sekolah
mempunyai kreatifitas yang tinggi untuk menuju sekolah yang lebih baik. 8. Partisipasi warga
sekolah dan masyarakat. Hubungan antara sekolah dan masyarakat merupakan bagian kehidupan
sekolah yang paling tinggi terutama di bidang non akademik dan akademik. 9. Keterbukaan (
transparasi ) manajemen. Masalah manajemen perlu keterbukaan antara warga sekolah dan
masyarakat terutama komite sekolah.Apalagi manajemen tersebut menyangkut perencanaan
anggaran ( RAPBS ) dan penggunaan uang sekolah. Komite sekolah harus tahu terutama
menyangkut anggaran sekolah. Contoh : DOP, BOS, Block Grant, dan anggaran rutin sekolah.
10.Sekolah memiliki kemauan untuk merubah p erubahan sekolah diharapkan menuju yang lebih
baik. Perubahan tersebut dapat berupa perubahan fisik sekolah, prestasi akademik dan non
akademik. 11.Sekolah melakukan evaluasi dan perbaikan. Evaluasi bukan sekedar untuk
memenuhi daya serapp siswa menerima pelajaran. Namun, evaluasi dapat dipakai tolak ukur
untuk meningkatkan mutu sekolah pada proses belajar mengajar selanjutnya. Sekolah harus
selalu melaksanakan evaluasi secara terus menerus baik berupa pengayaan dan perbaikan untuk
siswa demi peningkatan mutu di sekolah. 12. Sekolah responsif dan antisipatif terhadap
kebutuhan. Sekolah harus mampu mengantisipasi setiap kejadian yang adaa di sekolah terutama
menyangkut mutu sekolah. Sekolah tidak pasif melainkan anatisipatif mencari kesekolah –
sekolah lain atau ke lembaga-lemabaga pendidikan dengan kata lain menjemput bola demi
kemajuan sekolah. Sekolah memiliki komunikasi yang baik. 13. Sekolah memiliki komunikasi
yang baik terutama antara warga sekolah. Kebersamaan antar warga sekolah dapat mengantar
sekolah ke hal-hal yang lebih bermutu. Contoh Kelompok Kerja Guru di setiap Gugus Sekolah.
14.Sekolah memiliki Akuntabilitas. Sekolah memiliki tanggung jawab atas keberhasilan
pelaksanaan penyelenggaraan program sekolah. Akuntabilitas berbentuk laporan prestasi yang
harus dilaporkan kepada pemerintah, orang tua, dan masyarakat.

2. Karena MBS merupakan wujud dari reformasi pendidikan yang menawarkan kepada sekolah
untuk menyediakan pendidikan yang lebih baik dan memadai bagi siswa, dan MBS juga
merupakan penyerasian sumber daya yang dilakukan secara mandiri oleh sekolah dengan
melibatkan semua kelompok kepentingan yang terkait dengan sekolah secara langsung dalam
proses pengambilan keputusan untuk memenuhi kebutuhan mutu pendidikan sekolah atau untuk
mencapai tujuan pendidikan nasional. Dalam penerapan MBS pihak sekolah diberi keleluasaan
untuk mengelolah dan sekaligus meningkatkan mutu penyelenggaraan pendidikan sekolah. Hal
ini sesuai dengan prinsif otonomi daerah yang memberikan keleluasaan pada masing-masing
untuk mencapai kemakmuran dan kesejatraan bagi daerah yang bersangkutan. Jadi dalam MBS
pihak sekolah sekolah diberikan hak untuk mengelolah sekolahnya masing-masing agar mutu
pendidikan disekolah yang bersangkutan dapat meningkat karena yang paling mengerti
kekurangan mutu pendidikan disekolah adalah pihak sekolah itu sendiri. Cara yang dilakukan
pihak sekolah untuk memanfaatkan otonomi yang di berikan MBS untuk mengembangkan mutu
pendidikan adalah dengan memanfaatkan hak otonomi tersebut untuk melakukan tindakan –
tindakan untuk mengelolah sistem pendidikan di sekolah berdasarkan pada resources yang
dimiliki baik sumber daya manusia, sarana dan prasarana, keuangan dan sebagainya. Karena
dengan hak otonomi pihak sekolah di berikan keleluasan untuk mengolah sumber daya-sumber
daya yang ada untuk kemajuan sekolah. Tujuan penerapan MBS apabila dikaitkan dengan
konsep efisiensi, mutu dan pemerataan bidang pendidikan adalah dalam MBS pihak sekolah di
berikan keleluasan dalam mengelolah sumber daya yang dimiliki secara efektif dan efesien serta
mendorong sekolah untuk melakukan pengambilan keputusan yang tepat secara partisipatif,
transparan dan akuntabel dalam mencpai tujuan yang di tetapkan. Karena tiap sekolah diberi hak
otonomi untuk mengelolah sekolahnya maka mutu pendidikan tiap sekolah dapat meningkat dan
karena mutu pendidikan sekolah meningkat maka pemerataan bidang pendidikan dapat tercapai
karena tiap sekolah memiliki kewenagan untuk meningkatkan mutu pendidikannya masing-
masing.

3. Dalam Pasal 12 ayat 1 PP 28 tahun 1990 bahwa : kepalah sekolah bertanggung jawab atas
penyelenggaraan kegiatan pendidikan,administrasi sekolah, pembinaan tenaga kependidikan
lainnya,dan pendayagunaan serta pemeliharaan sarana dan prasarana.Maka .Maka kepala
sekolah merupakan salah satu komponen pendidikan yang paling yang berperan dalam
meningkatkan kualitas pendidikan maka dalam tinjauan kinerja kepala sekolah perlu adanya
pemikiran tentang upaya –upaya strategis peningkatan mutu pendidikan khususnya pada jejang
sekolahdasar. Otonomi dapat di artikan sebagai kemandirian dalam mengatur dan mengurus
dirinya sendiri ( pengelolaan mandiri). Dalam hal prinsip pengelolaan mandiri dibedakan dari
pandangan yang menganggap sekolah hanya sebagai satuan organisasi pelaksana yang hanya
melaksanakan segala sesuatu berdasarkan pengarahan,petunjuk, dan instruksi dari atas atau dari
luar. Kemandirian dalam program dan pendanaan merupakan tolak ukur utama kemandirian
sekolah.Istilah otonomi juga sama dengan istilah “swa”, misalnya swasembada,
swakelola,swadana,swakarya ,dan swalayan. Jadi otonomi sekolah adalah kewenangan sekolah
untuk mengatur dan mengurus kepentingan warga sekolah menurut prakarsa sendiri
berdasarkan aspirasi warga sekolah sesuai dengan peraturan perundang-undangan pendidikan
nasionalyang berlaku.Tentu saja kemandirian yang dimaksud harus didukung oleh sejumlah
kemampuan, yaitu kemampuan mengambil keputusan yang terbaik, kemampuan berdemokrasi/
menghargai perbedaan pendapat, kemampuan memobilisasi sumber daya, kemampuan memilih
cara pelaksanaan yang terbaik, kemampuan berkomunikasai dengan cara yang efektif,
kemampuan memecahkan persoalan – persaolan sekolah, kemampuan adaptif dan antisipatif,
kemampuan bersinergi dan berkolaborasi, serta kemampuan memenuhi kebutuhannya sendiri.
Fleksibilitas dapat diartikan sebagai keluwesan –keluwesan yang di berikan kepada sekolah
untuk mengelolah, memanfaatkan dan memberdayakan sumber daya sekolah seoptimal mungkin
untuk meningkatkan mutu sekolah.Dengan keluwesan sekolah yang lebih besar, sekolah akan
lebih lincah dan tidak harus menunggu arahan dari atasannya untuk mengelolah, memanfaatkan,
dan memberdayakan sumber daya. Peningkatan partisipasi yang di maksud adalah penciptaan
lingkungan yang terbuka dan demokratik. Warga sekolah ( guru, siswa, karyawan) dan
masyarakat (orang tua siswa, tokoh masyarakat , ilmuan , usahawan, dan sebagainya) di dorong
untuk terlibat secara langsung dalam penyelenggaraan pendidikan, mulai dari pengambilan
keputusan, pelaksanaan, dan evaluasi pendidikan yang di harapkan dapat meningkatkan mutu
pendidikan. Hal ini dilandasi oleh keyakinan bahwa jika seseorang dilibatkan (berpartisipasi)
dalam penyelanggaraan pendidikan, maka yang bersangkutan akan bertanggung jawab dan
berdedikasi dalam mencapai tujuan sekolah. Tingkatnya, makin besar tingkat partisipasi, makin
besar pula rasa memilki, makin besar pula rasa tanggung jawab, dan makin besar pula
dedikasinya. Tentu saja pelibatan warga sekolah dalam penyelanggaraan sekolah harus
mempertimbangkan keahlian, batas kewenangan, dan relevansinya, dengan tujuan partisipasi.
Maka sekolah memilki kewenangan (kemandirian) lebih besar dalam mengelolah sekolahnya (
menetapkan sasaran peningkatan mutu, menyusun rencana peningkatan mutu, melasanakan
rencana peningkatan mutu,dan melakukan evaluasi pelaksanaan peningkatan mutu), memiliki
fleksibilitas pengelolaan sumber daya sekolah dan memiliki partisipasai yang lebih besar dari
kelompok – kelompok yang berkepentingan dengan sekolah. Menurut Nurkholis ( 2003:52)
terdapat empat prinsip untuk mengelolah sekolah dengan menggunakan MBS, yaitu prinsip
ekuifinalitas, prinsip desntralisasi, prinsip sistem pengelolaan mandiri, dan prinsip inisiatif
sumber daya manusia.

4. Tujuan penerapan MBS apabila dikaitkan dengan konsep efisiensi, mutu dan pemerataan
bidang pendidikan adalah dalam MBS pihak sekolah diberi keleluasaan dalam mengelolah
sumber daya yang dimiliki secara efektif dan efisien serta mendorong sekolah untuk
melakukan pengambilan keputusan yang tepat secara partisipatif, transparan dan akuntabel
dalam mencapai tujuan yang ditetapkan. Karena tiap sekolah diberi hak otnomi untuk
mengelolah sekolahnya maka mutu pendidikan tiap sekolah dapat meningkat dan karena mutu
pendidikan tiap sekolah meningkat maka pemerataan bidang pendidikan dapat tercapai karena
tiap sekolah memiliki kewenangan untuk meningkatkan mutu pendidikan masing- masing.
a. Meningkatkan mutu pendidikan melalui peningkatan kemadirian, fleksibilitas, partisipasi,
keterbukaan, kerjasama, akuntabilitas, sustainnabilitas dan inisiatif sekolah dalam mengelolah,
memanfaatkan, dan memberdayakan sumber daya yang tersedia.
b. Meningkatkan keprdulian warga sekolah dan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan
melalui pengambilan keputusan bersama.
c. Meningkatkan tanggung jawab sekolah kepada orang tua, masyarakat, dan pemerintah
tentang mutu sekolahnya.
d. Meningkatkan kompentensi yang sehat antar sekolah tentang mutu pendidikan yang akan
dicapai.
SOAL JAWABAN KETIGA

1. Konsep yang saya temukan dalam artikel MBS adalah bahwa MBS itu sangat besar sekali
leluasanya dalam bidang pendidikan terutama memberikan otonomi lebih besar kepada sekolah
dan mendorong sekolah untuk melakukan pengambilan keputusan secara bersama/partisipatif.
Untuk memenuhi kebutuhan sekolah atau untuk mencapai tujuan sekolah dalam kerangka
pendidikan nasional. Otonomi diartikan kemandirian, artinya otonomi sekolah adalah
kewenangan sekolah untuk mengatur dan mengurus kebutuhan warga sekolah yang didukung
kemampuan tertentu sesuai dengan peraturan perundang
undangan pendidikan nasional yang berlaku. Pengambilan keputusan bersama merupakan cara
pengambilan keputusan melalui penciptaan lingkungan yang terbuka dan demokratis dimana
warga sekolah langsung terlibat dalam pengambilan keputusan. Sekolah dapat memberdayakan
warga sekolah berupa pemberian kewenangan, tanggung jawab, kebersamaan dalam pemecahan
masalah serta pemberian kepercayaan dan penghargaan.

2. Prinsip yang melandasi mbs dalam implementasi di indonesia yaitu Prinsip Otonomi, Prinsip
fleksibilitas, dan Prinsip inisiatif. Karakteristik Manajemen Berbasis Sekolah ada delapan.
Dalam penerapan Manajemen Berbasis Sekolah, tidak ada ketetapan tentang strategi yang
digunakan. Strategi implementasi MBS akan berbeda antara sekolah yang satu dengan sekolah
lainnya, dan antara daerah yang satu dengan daerah lainnya. Namun demikian, implementasi
MBS akan berhasil apabila bertolak dari strategi yang mengacu kepada prinsip dan karakteristik
MBS itu sendiri.

3. Fakta yang ada sekarang ini menyatakan bahwa mutu pendidikan di Indonesia masih rendah
jika dibandingkan dengan negara-negara lain di dunia. Hal ini mempunyai dampak yang sangat
besar bagi majunya kehidupan masyarakat dalam segala aspek bidang kehidupan. Sehingga
pemerintah berinisiatif untuk mencari solusi dalam menangani masalah ini. Untuk menciptakan
masyarakat yang maju maka hal perlu diperhatikan terlebih dahulu adalah bagaimana
mewujudkan pendidikan yang bermutu yang pada akhirnya mencapai tujuan pendidikan nasional
yaitu terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk
memberdayakan semua warga negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas
sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah. Hal ini sejalan
dengan Visi Pendidikan Nasional bahwa Depdiknas berhasrat untuk pada tahun 2025
menghasilkan insan Indonesia yang cerdas dan kompetitif atau insan paripurna.
Salah satu upaya pemerintah dalam meningkatkan kualitas pendidikan adalah melalui
penerapan Manajemen Berbasis Sekolah atau MBS. Hal ini didasarkan pada suatu asumsi bahwa
MBS merupakan pemikiran ke arah pengelolaan pendidikan yang memberi keleluasaan kepada
sekolah untuk mengatur dan melaksanakan berbagai kebijakan secara luas. Dengan demikian,
mahasiswa calon guru SD semestinya dapat memahami penerapan MBS sebagai bekal ketika
berada di sekolah nantinya.

4. Kesimpulan : Manajemen berbasis sekolah pada intinya adalah memberikan kewenangan


terhadap sekolah untuk melakukan pengelolaan dan perbaikan kualitassecara terus menerus.
Dapat juga dikatakan bahwa manajemen berbasis sekolah pada hakikatnya adalah penyerasian
sumber daya yang dilakukan secara mandiri oleh sekolah dengan melibatkan semua kelompok
kepentingan (stakeholder) yang terkait dengan sekolah secara langsung dalam proses
pengambilan keputusan untuk memenuhi kebutuhan peningkatan mutu sekolah atau untuk
mencapai tujuan pendidikan nasional.

Anda mungkin juga menyukai