Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap
kemajuan suatu bangsa dan merupakan wahana dalam membangun watak
bangsa. Masyarakat yang cerdas akan member nuansa kehidupan yang
cerdas pula, secara progresif akan membentuk kemandirian. Masyarakat
bangsa yang demikian merupakan infestasi besar untuk berjuang keluar
dari krisis dan menghadapi dunia global. MBS sebagai salah satu
pendekatan dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan mendekati suatu
permasalahan dari berbagai sudut pandang dan dalam persfektif yang lebih
luas. Salah satu model yang banyak digunakan di Negara-negara yang
telah menerapkan MBS adalah dengan melibatkan masyarakat secara lebih
intensif. Jadi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) adalah trobosan lain
yang saat ini sedang menggejala di seluruh pelosok dunia. Pada
kesempatan kali ini, kita akan lebih mengenal tentang apa itu MBS dan
bagaimana latar belakang munculnya MBS serta implementasi dari adanya
MBS.
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari MBS?
2. Bagaimana latar belakang munculnya MBS?
3. Bagaimana implementasi dari MBS?
4. Apa perbedaan sekolah yang menerapkan MBS dengan sekolah yang
tidak menerapkan MBS?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi dari MBS.
2. Untuk mengetahui latar belakang munculnya MBS.
3. Untuk mengetahui implementasi MBS.
4. Untuk mengetahui perbedaan sekolah yang menerapkan MBS dengan
sekolah yang tidak menerapkan MBS.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi MBS
Secara leksikal, Manajemen Berbasis Sekolah berasal dari tiga
kata yaitu manajemen, berbasis, dan sekolah. Manajemen adlah proses
menggunakan sumber daya secara efektif untuk mencapai saasaran.
Berbasis memiliki kata dasar basis yang berarti dasar atau asas. Sekolah
adalah lembaga untuk belajar dan mengjar serta tempat menerima dan
memberikan pelajaran. Berdasarkan makna tersebut maka MBS dapat
diartikan sebagai penggunaan sumber daya yang berasaskan pada sekolah
itu sendiri dalam proses pengajaran atau pembelajaran.

Menurut Wohlstetter dan Mohrman, secara luas MBS berarti


pendekatan politis untuk mendesain ulang organisasi sekolah dengan
memberikan kewenangan dan kekuasaan pada partisipan sekolah pada
tingkat lokal guna memajukan sekolahnya. Partisipan lokal sekolah tak
lain adalah kepala sekolah, guru, konselor, pengembang kurikulum,
administrator, orang tua siswa, masyarakat sekitar dan siswa. Kubick
berpendapat bahwa MBS hanya mengarah pada perubahan tanggung
jawab pada bidang tertentu. Contohnya dalam mengambil keputusan dari
pemerintah daerah kepada sekolah yang menyangkut bidang anggaran,
personal dan kurikulum. Hak kontrol tersebut diserahkan kepada kepala
sekolah, guru, siswa dan orang tua.1

Jadi bisa diartikan pula bahwa MBS adalah sekolah yang bisa
menjadikan sekolah itu sendiri sebagai pusat atau sumber daya dalam
proses kegiatan belajar mengajar di sekolah tersebut.

1
Nur Kholis, Manajemen Berbasis Sekolah, (Jakarta: Grasindo , 2013), hlm. 1-3.

2
B. Latar Belakang Munculnya MBS
Latar belakang MBS tak terlepas dari kinerja pendidikan di suatu
Negara berdasrkan sistem pendidikan yang ada sebelumnya. Di Hongkong
misalnya, kemunculan MBS dilatarbelakangi kurang baiknya sistem
pendidikan saat itu. Demikian juga di banyak Negara lain seperti Amerika,
Iggris, Prancis dan Indonesia. Sebelumnya berbagai inovasi yang
diterapkan untuk meningkatkan kualitas pendidikan difokuskan pada
lingkup kelas, seperti perbaikan kurikulum, profesionalisme guru, metode
pengajaran, dan sistem evaluasi yang semuanya itu kurang memberikan
hasil yang maksimal.
Pada tahun 1980-an manajemen modern berhasil menerapkan
industri dan oragnisasi komersial. Keberhasilan aplikasi manajemen
modern ini kemudian diadopsi untuk diterapkan di dunia pendidikan.
Sejak saat itu masyarakat mulai sadar bahwa untuk meningkatkan kualitas
pendidikan harus keluar dari lingkup pengajaran di dalam kelas secra
sempit ke lingkup oragnisasi sekolah.
UU Nomer 25 Tahun 2000 menjelaskan tentang program
Pembangunan Nasioanal 2000-2004 bahwa sekolah harus memiliki
otonomi pengelolaan pedndikan untuk meningkatkan kualitas pendidikan
nasional. UU tersebut menjelaskan tentang keberadaan MBS di sekolah.
Di Indonesia, latar belakang munculnya MBS tidak jauh berbeda dengan
negara-negara maju yang terlebih dahulu menerapkannya. Perbedaannya
adalah lambatnya kesadaran para pengambil kebijakan pendidikan di
Indonesia. Hal ini dibuktikan Indonesia baru memulai model MBS 30
tahun setelah tahun 1980-an tertinggal jauh oleh negara lain. Hal ini tidak
terlepas dari sistem pemerintahan otoriter selama orde baru. Semua diatur
dari pusat, yaitu di Jakarta baik dalam penentuan kurikulum, anggaran,
pengangkaan guru, metode pembelajaran, buku pelajaran, alat peraga
hingga jam sekolah maupun jenis upacara yang harus dilaksanakan di
sekolah.

3
Kemunculan MBS, muncul karena adanya beberapa alasan.
Pertama, terjadinya ketimpangan kekuasaan dan kewenangan yang terlalu
terpusat pada atasan dan mengesampingkan bawahan. Kedua, kinerja
pendidikan yang tidak kunjung membaik bahkan cenderung menurun di
banyak negara. Ketiga, adanya kesadaran para birokrat dan desakan dari
para pecinta pendidikan untuk merestrukturisasi pengelolaan pendidikan.2
Alasan diterapkannya MBS anatara lain:
1. Dengan pemberian otonomi yang lebih besar kepada
sekolah, sekolah akan lebih inisiatif atau kratif dalam
meningkatkan mutu sekolah.
2. Pemberian fleksibilitas atau keluwesan yang lebih besar
kepada sekolah untuk mengelola dan memanfaatkan
sumber daya sekolah secara optimal untuk meningkatkan
mutu sekolah.
3. Sekolah lebih mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang
dan ancaman bagi dirinya sehingga Idapat
mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya yang tersedia
untuk kemajuan sekolahnya.
4. Sekolah lebih mengetahu kebutuhan lembaganya,
khusunya input pendidikan yang akan dikembangkan dan
didayagunakan dalam proses pendidikan sesuai dengan
tingkat perkembangan dan kebutuhan peserta didik.
5. Pengambiln keputusan yang dilakukan oleh sekolah lebih
cocok untuk memenuhi kebutuhan sekolah karena pihak
sekolah yang paling tahu hal-hal yang terbaik bagi
sekolahnya.
6. Penggunaan sumber daya pendidikan lebih efisien dan
efektif bila dikontrol oleh masyarakat setempat.
7. Sekolah dapat bertangggung jawab tentang mutu
pendidikan masing-masing kepada pemerintah, orang tuan

2
Nur Kholis, Ibid; hlm. 16-20.

4
dan masyarakat sehingga dia akan berupaya semaksimal
mungkin untuk melaksanakan dan mencapai sasaran mutu
pendidika yang telah direncanakan.
8. Sekolah dapat melakukan persaingan yang sehat dengan
sekolah lain untuk meningkatkan mutu pendidikan.3
Jadi MBS pada awalnya tidak diterapkan di sekolah melainkan di
oraganisasi lainnya dan mulai diterpakan di dalam sekolah karena mulai
adanya kesadaran tentang pentingnya mengembangkan pendidikan dengan
berousat di oragnisasi sekolahnya bukan hanya di lingkup kelas saja.

C. Implementasi MBS
Proses manajemen sekolah dilakukan secara siklikal yang berawal
dari proses membuat keputusan mengenai apa yang harus dicapai oleh
satuan pendidikan dan apa yang harus dilakukan oleh PTK dan satuan
pendidikan. Berdasarkan sejumlah keputusan tersebut, dibuatlah rencana
program dan kegiatan. Untuk kepentingan pencapaian tujuan pendidikan
yang berdimensi jangka panjang, sekolah mau tidak mau harus membuat
rencana jangka panjang supaya apa yang akan dilakukan dalam setiap
tahunnya dan apa yang dilakukan oleh semua pihak terkait mengarah pada
tujuan yang sama. Jika hal ini terjadi, sekolah memungkinkan akan
mencapai tujuannya secara lebih baik.
Proses manajemen sekolah dalam kurun waktu tahunan dilakukan
secara rutin dan menjadi suatu siklus. Siklus ini mengalir visi, misi, tujuan,
target dan program sekolah. Berdasarkan hal itu sekolah mengembangkan
program kerja sekolah dalam bentuk rencana kerja tahunan. Langkah
manajemn selanjutnya adalah mengimplementasikan rencana kerja
tahunan menjadi kegiatan-kegiatan. Proses implementasi ini kemudian
dievaluasi dengan cara membandingkan apa yang sudah direncanakan itu
sesuai atau tidak dengan apa yang telah dilaksanakan atau dicaopai, juga
membandingkan apakah kondisi yang diharapkan sudah tercapai atau

3
Karna Husni, Manajemen Perubahan Sekolah, (Bandung: Pustaka Setia, 2015), hlm.
252-253.

5
belum. Langkah-langkah inilah yang menjadi pengimlemtasiaan dari
manajemen sekolah. 4

Untuk mengimplementasikan manajemen berbasis sekolah secara


efektif dan efesien, kepala sekolah perlu memiliki pengeahuan
kepemimpinan, perencanaan, dan pandangan yang luas tentang sekolah
dan pendidikan. Dalam rangka mengimplementasikan MBS secara efektif
dan efesesien guru harus berkresi dalam meningkatkan manajemen kelas.
Peningkatan mutu pendidikan di sekolah perlu didukung kemampuan,
kerjasama antara berbagai pihak, selain itu perlu strategi yang baik untuk
kemajuan sekolah.
Implementasi MBS akan berlangsung secara efektif dan efesien
apabila didukung oleh sumber daya manusia yang professional untuk
mengoperasikan sekolah, dana yang cukup besar agar sekolah mampu
menggaji staf sesuai dengan fungsinya, sarana prasarana yang memadai
untuk mendukung proses belajar mengajar, serta dukungan masyarakat
yang tinggi. Kondisi sekolah di Indonesia pada saat krisis sekarang ini
sangat bervariasi dilihat dari segi kualitas, lokasi sekolah dan partisipasi
masyarakat. Kualifikasi sekolah bervariasi dari sekolah yang sangat maju
sampai sekolah yang sangat ketinggalan, sedangkan lokasi sekolah
bervariasi dari sekolah yang terletak di perkotaan sampai di daerah
terpencil.
Demikian pula partisipasi orang tua, bervariasi dari yang
partisipasinya tinggi sampai yang kurang bahkan tidak berpartisipasi sama
sekali. Oleh karena itu, agar MBS dapat diimplementasikan secara
optimal, baik di era krisis maupun pada pasca krisis di masa mendatang,
perlu adanya pengelompokan sekolah berdasarkan tingkat kemampuan

4
Cepi Triana, Pengembangan Manajemen Sekolah, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
2015), hlm. 33-34

6
manajemen masing-masing. Pengelompokan ini dimaksudkan untuk
mempermudah pihak-pihak terkait dalam memberikan dukungan.5
Faktor-faktor yang mendukung kesuksesan MBS yaitu:
1. Politik pemerintahan, bila kita cermati dukungan
pemerintah dari sisi ini sudah ada bahkan sudah dituangkan
secara resmi dalam perundang-undangan. Yang menjadi
masalah adalah bagaimana pelaksanaan dan pemantauan
dari UU yang dibuat tersebut berjalan dengan baik?.
2. Dukungan finansial, pemerintah dan masyarakat yang
peduli pendidikan perlu mendukung dari segi finansial.
Justru yang tampak adalah dukungan dana dari beberapa
lembaga donor internasioanal dan negara tentangga.
Contohnya UNESCO, New Zeland Aid Program dan Asian
Development Bank. Justru dari PT Telkom, Indosat,
Gudang Garam, HM Sampurna yang hidup dari keringat
rakyat negeri ini tidak peduli dengan keberhasilan MBS.
Setelah adanya revisi UUD 1945 yang mengamanatkan
bahwa pemerintah pusat dan daerah harus mengalokasikan
anggaran pendidikan sebesar 20 % barulah difungsikan
untuk mendukung kesuksesan implementasi MBS.
3. Ketersediaan sumber daya manusia yang mendukung
implementasi MBS ini juga belum banyak. Hal ini dialami
oleh sebuah oragnisasi internasional yang akan
memfasilitasi penerapan MBS di Indonesia, pada saat
mencari tenaga ahli dan tenaga pelaksana hany sedikit
sekali yang memenuhi syarat. Kondisi ini dapat dimengerti
karena bidang dan kasjian ini masih sangat baru di
Indoniesia bahkan dikalangan akademisi pun belum banyak
pakar di bidang ini.

5
E. Mulyasa, Manajemen Berbasis Sekolah (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004) hlm.
58-59.

7
4. Budaya sekolah rata-rata belum bisa mendukung
kesuksesan MBS. Budaya sekolah belum dibangun secara
baik berdasarkan keyakinan seluruh warga sekolah
melinkan dibentuk oleh keingan para pimpinan bahkan
keinginan birikrasi. Oleh karena itu banyak warga sekolah
yang tak peduli terhadap kemajuan sekolah.
5. Bila sekolah sebagai organisasi harus diubah dan
dikembangkan, perubahan sekolah akan berjalan dengan
baik apabila berdampak pada perbaikan kehidupan para
guru dan staf lainnya. Mereka harus dilibatkan sejak awal
untuk mengubah organisasi sekolah dan
mengembangkannya. Perubahan dan pengembangan
organisasi sekolah harus diawali dari perubahan individu
dan lingkungan kerja secar setahap demi setahap.6
Jadi implementasi keberhasilan MBS harus berdasarkan konsep
yang luas yaitu pola keterampilan berfikir yang lebih baik, pemahaman
dan penghargaan pada multi budaya, pelayanan kepada masyarakat, dan
partisipasi seluruh anggota sekolah. Implementasi MBS akan berhasil
dengan baik apabila sekolah mendapatkan kekuasaan yang seluas-luasnya.

D. Perbedaan Sekolah yang Menerapkan MBS dengan Sekolah yang Tidak


Menerapkan MBS.
Sekolah yang sudah menerapkan MBS yaitu:
1. Memiliki kewenangan yang besar untuk mengatur sekolahnya.
2. Melibatkan warganya secara total dalam menyelenggarakan sekolah.
3. Sekolah lebih mengelola sumber daya manusia yang ada di dalam
sekolah.
4. Sekolah kreatif dan inovatis dalam mengembangkan sekolahnya.
5. Dalam mengambil keputusan lebih banyak melibatkan seluruh warga
sekolah dan campur tangan pemerintah lebih sedikit.
6. Sekolah lebih bersifat mandiri.
6
Nur Kholis, OP.Cit: hlm. 265-266.

8
Sekolah yang belum menerapkan MBS yaitu:

1. Kewenangan dalam mengatur sekolah terbatas dan hany mengikuti


pemerintah.
2. Warga sekolah pasif tidak terlibat dalam penyelenggaraan sekolah.
3. Sekolah kurang mengelola sumber daya manusia yang ada di
sekoLh.
4. Sekolah kurang mengembangkan kreativitas dan inivatif dalam
mengembangkan kemajuan sekolahnya.
5. Dalam mengambil keputusan lebih bersifat otoriter mengikuti
pemimpinnya.
6. Sekolah bergantung kepada pemerintah sehingga kurang mandiri.

BAB III

9
PENUTUP

A. Simpulan

Manajemen berbasis sekolah adalah suatu bentuk manajemen


dimana pemerintah memberikan otonomi atau tanggung jawab yang lebih
besar kepada pihak sekolah untuk dapat merencanakan hingga mengelola
kegiatan pendidikannya untuk meningkatkan kualitas pendidikan dengan
melibatkan seluruh tenaga di sekolah sekaligus masyarakat sekitar secara
mandiri dan terbuka. MBS dapat diartikan juga sebagai penggunaan
sumber daya yang berasaskan pada sekolah itu sendiri dalam proses
pengajaran atau pembelajaran. Sebelumnya berbagai inovasi yang
diterapkan untuk meningkatkan kualitas pendidikan difokuskan pada
lingkup kelas, seperti perbaikan kurikulum, profesionalisme guru, metode
pengajaran, dan sistem evaluasi yang semuanya itu kurang memberikan
hasil yang maksimal. Namun, MBS pada awalnya tidak diterapkan di
sekolah melainkan di oraganisasi lainnya dan mulai diterpakan di dalam
sekolah karena mulai adanya kesadaran tentang pentingnya
mengembangkan pendidikan dengan berousat di oragnisasi sekolahnya
bukan hanya di lingkup kelas saja.

B. Saran
Dari semua pembahasan di atas, yang diharapkan penulis adalah
pemerintah lebih meningkatkan kualitas pendidikan dan inisiatif sekolah
dalam memberdayakan dan mengelola potensi serta sumber daya yang
ada, meningkatkan partisipasi warga di sekolah dalam penyelenggaraan
pendidikan secara keseluruhan, meningkatkan rasa tanggung jawab pihak
sekolah kepada murid, pemerintah, orang tua/wali murid, dan masyarakat
sekitar tentang kualitas sekolah, dan meningkatkan persaingan yang sehat
antar sekolah untuk mencapai kualitas pendidikan yang diharapkan.

DAFTAR PUSTAKA

10
Kholis Nur. 2013. Manajemen Berbasis Sekolah . Jakarta: Grasindo. 1-3

Husni Karna. 2015. Manajemen Perubahan Sekolah. Bandung: Pustaka Setia.


252-253

Mulyasa E. 2004. Manajemen Berbasis Sekolah. Bandung: Remaja Rosdakarya.


58-59.

Triana, Cepi. 2015. Pengembangan Manajemen Sekolah. Bandung: PT. Remaja


Rosdakarya. hlm. 33-34

11

Anda mungkin juga menyukai