PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pemerintah Indonesia telah melakukan upaya-upaya untuk meningkatkan
kualitas pendidikan yang mana selama ini masih dirasa masih kurang, diantaranya
dengan membuat program progaram antara lain “aku anak sekolah” dan dana bantuan
operasional. Program tersebut diharapkan mampu menjunjung kualitas maupun
kuantitas pendidikan di Indonesia, akantetapi karena pengelolaannya masih terpusat
dan kaku, program tersebut tidak dapat memberikan dampak positif. Dugaannya
adalah masalah manajemen yang belum sesuai.
BPPN dan Bank Dunia (1999) dalam Mulyasa, memberi pengertian bahwa
MBS merupakan bentuk alternatif sekolah dalam program desentralisasi di bidang
pendidikan, yang ditandai oleh otonomi luas di tingkat sekolah, partisipasi
masyarakat, dan dalam kerangka kebijakan nasional.
Sedangkan Depdikbud dalam Mulyasa, mengemukakan MBS adalah suatu
penawaran bagi sekolah untuk menyediakan pendidikan yang lebih baik dan lebih
memadai bagi para peserta didik.
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Manajemen
Berbasis Sekolah (MBS) adalah kebijakan pemerintah yang diberikan masing-masing
sekolah untuk mengelola dan mengoptimalkan pendidikan di daerahnya sesuai
dengan karakteristik di daerahnya masing-masing dan keikutsertaan masyarakat
dalam mewujudkan tujuan pendidikan.
1
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dari penulisan makalah ini
adalah sebagai berikut :
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Alasan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
Manajemen Berbasis Sekolah mempunyai alasan-alasan yang menerapkan MBS di
sekolah-sekolah;antara lain:
1. Dengan pemberian otonomi yang lebih besar kepada daerah maka sekolah akan
lebih inisiatif dan kreatif dalam meningkatkan mutu sekolah
2. Dengan pemberian fleksibilitas keluwesan yang lebih besar kepada sekolah untuk
mengelola sumberdayanya, maka sekolah akan lebih luwes dan lincah dalam
mengadakan dan memanfaatkan sumberdaya sekolah secara optimal untuk
menigkatkan mutu sekolah.
3. Sekolah lebih mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman bagi
dirinya sehingga dia dapat mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya yang
tersedia untuk memajukan sekolahnya.
4. Sekolah lebih mengetahui kebutuhannya, khususnya input pendidikan yang akan
dikembangkan dan didayagunakan dalam proses pendidikan sesuai dengan tingkat
perkembangan
5. Pengembilan keputusan yang dilakukan oleh sekolah lebih cocok untuk
memenuhi kebutuhan sekolah
6. Penggunaan sumberdaya pendidikan lebbih efisien dan efektif
7. Keterlibatan semua warga sekolah dan masyarakat dalam pengambilan keputusan
8. Sekolah dapat bertanggungjawab tentang mutu pendidikan masing-masing kepada
pemerintah, orangtua peserta didik dan masyarakat pada umumnya
9. Sekolah dapat melakukan persaingan yang sehat dengan sekolah-sekolah yang
lain dalam peningkatan mutu pendidikan melalui upaya yang inovatif
3
10. Sekolah dapat secara cepat merespon aspirasi masyarakat dan lingkunyannya
yang berubah dengan cepat.
Sedangkan Nukolis memberikan alasan MBS sebagai berikut:
Sekolah lebih mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman bagi dirinya,
sehingga sekolah dapat mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya yang tersedia
untuk memajukan sekolahnya. Kedua, sekolah
lebihmengetahuikebutuhannya. Ketiga, keterlibatan warga sekolah dan masyarakat
dalam pengambilan keputusan dapat menciptakan transparansi dan demokrasi yang
sehat.
Menurut Mulyasa alasan MBS antara lain:
4
sasaran terwujudnya manajemen pendidikan yang berbasis pada sekolah dan
masyarakat;
3. Keputusan Mendiknas nomor 044 tahun 2002 tentang pembentukan dewan
pendidikan dankomit esekolah;
4. Kepmendiknas nomor 087 tahun 2004 tentang standar akreditasi sekolah,
khususnya tentang manajemen berbasis sekolah; dan
5. Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan,
khususnya standar pengelolaan sekolah yaitu manajemen berbasis sekolah
Landasan filosofis menurut Nurkolis (2006) Landasanfilosofis MBS adalah cara
hidup masyarakat. Maksudnya jika ingin reformasi pendidikan itu sukses maka
reformasi tersebut harus berakar pada cara dan kebiasaan hidup warganya.
Seandainya reformasi itu peduli terhadap cara dan kebiasaan warganya maka
reformasi tersebut akan mendapat dukungan dari segenap lapisan masyarakat.
5
tidak mungkin tujuan pendidikan dapat diwujudkan secara optimal, efektif dan
efisien.
Dengan gagasan yang menyatakan bahwa tujuan pendidikan tidak akan terwujud
secara optimal, maka tumbuh kesadaran akan pentingnya manajemen berbasis
sekolah yang memberikan kewenangan penuh kepada sekolah untuk mengatur segala
hal yang berguna dalam pembelajaran dan sesuai dengan tujuan sekolah maupun
tujuan pendidikan.
1) Perencanaan
Poses yang sistematis dalam pengambilan keputusan tentang tindakan yang
akan dilakukan pada waktu yang akan datang.
2) Pelaksanaan
Kegiatan untuk merealisasikan rencana menjadi tindakan nyata dalam rangka
mencapai tujuan secara efektif dan efisien.
3) Pengawasan
Upaya untuk mengamati secar sistematis dan berkesinambungan.
4) Pembiayaan
Rangkaian upaya pengendalian secara profesional semua unsur organisasi agar
berfungsi sebagaimana mestinya.
6
Sentralisasi berarti terpusat artinya pendidikan diatur secara ketat oleh pemerintah.
Sedangkan desentralisasi berarti daerah artinya wewenang peraturan diberikan
kepada pemerintah daerah setempat.
Jadi pemerintah pusat memberi kepercayaan kepada pemerintah daerah untuk
mengelola pendidikan sesuai dengan potensi yang ada di daerahnya agar tujuan yang
telah ditetapkan dapat tercapai dengan efektif dan efisien. Akan tetapi pemerintah
pusat tidak lepas tangan begitu saja namun masih ikut serta dalam penyusunan
kurikulum pendidikan nasional dan menetapkan anggaran agar terjadi pemerataan
standar pendidikan di seluruh tanah air.
Kewenangan tersebut untuk hal hal tertentu seperti menentukan anggaran sekolah,
mengangkat dan memberhentikan karyawan, kesempatan yang lebih besar kepada
kepala sekolah, guru, dan masyarakat dalam pengelolaan secara mandiri.
7
profesionalisme lebih diutamakan daripada pendekatan birokrasi pengelolaan sekolah
lebih desentralistik, perubahan didorong dari motivasi diri sekolah, lebih
mengutamakan teamwork, lebih mengutamakan pemberdayaan dan struktur
organisasi lebih datar.
Jadi, konsep pengembangan manajemen masa depan menginginkan perubahan yang
diharapkan mampu memberikan kontribusi positif guna perbaikan manajemen
sebelumnya yang dirasa belum membuahkan hasil yang memuaskan. Salah satu
upayanya adalah pembentukan MBS yang memberikan keleluasaan dari masing
masing sekolah untuk mengembangkan potensinya secara optimal.
Amerika
3 Serikat Pengelolaan sekolah di tingkat sekolah
8
9 El Salvador melibatkan orang tua siswa dan masyarakat
Selain itu terdapat model-model MBS di berbagai negara yang didapat dari internet
antara lain sebagai berikut:
9
1. Desentralisasi administratif : kantor pusat otoritas pendidikan menunjuk tugas-
tugas tertentu yang dilaksanakan oleh kepala sekolah dan guru di lingkungan
sekolah. Kantor pusat menyerahkan kewenangan ke bawah, tetapi sekolah local
masih bertanggungjawab keatas.
2. Manajemen berbasis setempat (lokal), suatu struktur yang memberi wewenang
kepada paraorang tua, guru dan kepala sekolah di masing-masing sekolah untuk
menentukan prioritas, mengalokasikan anggaran, menentukan kurikulum, serta
menggaji dan memberhentikan staf.
3. Model Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) di Indonesia
Model MBS di Indonesia disebut Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis
Sekolah (MPMBS). MPMBS dapat diartikan sebagai model manajemen yang
memberikan otonomi lebih besar kepada sekolah, fleksibilitas kepada sekolah, dan
mendorong partisipasi secara langsung warga sekolah dan masyarakat untuk
meningkatkan mutu sekolah berdasarkan kebijakan pendidikan nasional serta
peraturan perundang-undangan yang berlaku. 26MPMBS merupakan bagian dari
manajemen berbasis sekolah (MBS).
10
4. Model Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) yang Ideal
Dalam Departemen Pendidikan Nasional (2007) menjabarkan skema MBS yang ideal
sebagai berikut :
11
Departemen Pendidikan Nasional (2007) karekteristik MBS memuat secara inklusif
elemen-elemen sekolah secara efektif, yang dikatagorikan menjadi input, proses dan
output.
Menurut Umaedi dalam Suryosubroto (2010: 197-198) karakter MBS antara lain:
Jadi, MBS adalah kumpulan dari elemen-elemen manajemen pendidikan yang saling
mempengaruhi dan melengkapi. Keberhasilan sekolah juga dari adanya keterlibatan
elemen-elemen lain yang melilitnya. Pengoptimalan kinerja organisasi sekolah
diharapkan mampu mewujudkan visi dan misi sekolah yang sesuai dengan tujuan
pendidikan.
F. Mutu Pendidikan
Dalam pandangan Umaedi mutu dapat diartikan sebagai derajat keunggulan suatu
barang dan jasa dibandingkan dengan yang lain. Mutu dalam pendidikan dapat dilihat
dari segi relevansinya dengan keeebutuhan masyarakat, cepat tidaknya lulusan
memperoleh pekerjaan yang bergaji besar serta kemampuan seseorang di dalam
mengatasi berbagai persoalan hidup.
Dalam konteks pendidikan, pengertian mutu mencakup input, proses,dan output
pendidikan. Input pendidikan mengandung arti segala sesuatu yang harus tersedia
karena dibutuhkan untuk berlangsungnya proses. Input pendidikan terdiri dari:
12
1. sumber daya, yang meliputi sumber daya manusia (kepala sekolah, guru,
karyawan dan siswa) dan sumber daya selebihnya (peralatan, perlengkapan, uang,
bahan dsb).
2. perangkat lunak yang meliputi struktur organisasi sekolah, peraturan perundang-
undangan,deskripsi tugas, rencana, program dsb
3. harapan-harapan berupa visi, misi, tujuan, dan sasaran-sasaran yang ingin dicapai
oleh sekolah.
Proses pendidikan merupakan berubahnya sesuatu menjadi sesuatu yang lain. Dalam
pendidikan yang berskala mikro (tingkat sekolah), proses yang dimaksud adalah
proses pengambilan keputusan, proses pengelolaan kelembagaan, proses pengelolaan
program, proses belajarmengajar, dan proses monitoring dan evaluasi. Proses belajar
mengajar memiliki tingkat kepentingan tertinggi dibandingkan dengan lainnya.
Proses dikatakan bermutu tinggi apabila pengkoordinasian, penyerasian serta
pemaduan input sekolah dilakukan secara harmonis, sehingga mampu menciptakan
situasi pembelajaran yang menyenangkan (enjoyable learning),mampu mendorong
motivasi danminat belajar dan benar-benar mampu memberdayakan pesertadidik.
Dalam pelaksanaan MBS, kurikulum sekolah harus taat terhadap pasal mengenai
kurikulum beserta pedoman pelaksanaannya. Diantara pedoman-pedoman
pelaksanaannya antara lain : penilaian, akreditasi sekolah, dana pendidikan, tenaga
kependidikan dan lain sebagainya.
13
1. Jika prestasi belajar siswa menunjukkan pencapaian yang tinggi dalam akademik,
seperti nilai ulangan umum, EBTA, Ujian Akhir Nasional, karya ilmiah, lomba
akademik dan lain-lain
2. Jika sekolah memiliki prestasi yang tinggi dalam hal-hal yang berkaiatan dengan
nonakademik, seperti IMTAQ, kejujuran, kesopanan, olah raga, kesenian,
keterampilan, kejuruan dan ekstra kurikuler lainnya
Kerangka sistem pendidikan nasional ada pedoman yang dikeluarkan oleh
Departemen Pendidikan Nasional, ada yang dikeluarkan oleh pemerintah propinsi,
dan ada yang dikeluarkan oleh pemerintah kabupaten atau kota.
Berdasar uraian diatas Dapat disimpulkan bahwa dengan MBS, tanggung jawab
sekolah semakin besar. Sekolah akan ditagih hasil kerjanya sehubungan dengan
kewenangan (otonomi) yang diberikannya. Meskipun rumusan MBS dalam
penjelasan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003tampak sederhana, namun
pelaksanaanya terikat dengan ketentuan yang diatur dalam pasal pasal lain dalam
undang-undang tersebut karena pelaksanaan Sisdiknas sebagai sitem tidak boleh
dilakukan secara sepotong-sepotong.
14
BAB III
KESIMPULAN
Tantangan globalisasi yang melanda setiap bangsa memerlukan penyikapan yang
bijak. Bangsa Indonesia sebagai bagian dari bangsa yang akan menerima konsekuensi
tantang global tersebut, mengahadapinya dengan mempersiapkan sistem pendidikan
yang terintegrasi.
15
Seiring dengan bergulirnya era otonomi daerah, terbukalah peluang untuk melakukan
reorientasi paradigm pendidikan menuju kearah desentralisasi pengelolaan
pendidikan. Peluang tersebut semakin tampak nyata setelah dikeluarkannya kebijakan
mengenai otonomi pendidikan melalui strategi pemberlakuan manajemen berbasis
sekolah (MBS bukan sekedar mengubah pendekatan pengelolaan sekolah dari yang
sentralistis ke desentralistis, tetapi lebih dari itu melalui MBS diyakini akan muncul
kemandirian sekolah).
16
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Pendidikan Nasional. 2007. Manajemen Berbasis Sekolah. Jakarta: -.
Mulyasa, E. 2009. Manajemen Berbasis Sekolah Konsep, Strategi, dan
Implementasi. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Nurkolis. 2006. Manajemen Berbasis Sekolah Teori, Model dan Aplikasi. Jakarta:
Gramedia Widiasarana Indonesia.
Suryosubroto, B. 2010. Manajemen Pendidikan di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta.
Umaedi, dkk. 2009. Manajemen Berbasis Sekolah. Jakarta: Universitas Terbuka.
http//www.pdfsearch.com/MBS
17