Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pemerintah Indonesia telah melakukan upaya-upaya untuk meningkatkan
kualitas pendidikan yang mana selama ini masih dirasa masih kurang, diantaranya
dengan membuat program progaram antara lain “aku anak sekolah” dan dana bantuan
operasional. Program tersebut diharapkan mampu menjunjung kualitas maupun
kuantitas pendidikan di Indonesia, akantetapi karena pengelolaannya masih terpusat
dan kaku, program tersebut tidak dapat memberikan dampak positif. Dugaannya
adalah masalah manajemen yang belum sesuai.

Hingga munculah suatu pemikiran atau gagasan baru dalam pengelolaan


pendidikan yang memberi kebijakan kepada masing masing sekolah untuk mengatur
dan melaksanakan berbagai kebijakan dari pemerintah. Pemikiran inilah yang disebut
dengan manajemen berbasis sekolah.

BPPN dan Bank Dunia (1999) dalam Mulyasa, memberi pengertian bahwa
MBS merupakan bentuk alternatif sekolah dalam program desentralisasi di bidang
pendidikan, yang ditandai oleh otonomi luas di tingkat sekolah, partisipasi
masyarakat, dan dalam kerangka kebijakan nasional.
Sedangkan Depdikbud dalam Mulyasa, mengemukakan MBS adalah suatu
penawaran bagi sekolah untuk menyediakan pendidikan yang lebih baik dan lebih
memadai bagi para peserta didik.
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Manajemen
Berbasis Sekolah (MBS) adalah kebijakan pemerintah yang diberikan masing-masing
sekolah untuk mengelola dan mengoptimalkan pendidikan di daerahnya sesuai
dengan karakteristik di daerahnya masing-masing dan keikutsertaan masyarakat
dalam mewujudkan tujuan pendidikan.

1
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dari penulisan makalah ini
adalah sebagai berikut :

1. Apakah alasan penerapan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) ?


2. Apakah landasan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) ?
3. Apakah konsep pengembangan managemen masa depan ?
4. Apakah model Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) ?
5. Apakah karakter Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) ?
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penulisan
makalah ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui alasan penerapan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS).


2. Untuk mengetahui landasan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS).
3. Untuk mengetahui konsep pengembangan managemen masa depan Manajemen
Berbasis Sekolah (MBS).
4. Untuk mengetahui model Manajemen Berbasis Sekolah (MBS).
5. Untuk mengetahui karakter Manajemen Berbasis Sekolah (MBS).
Adapun manfaat dari makalah ini adalah :

1. Sebagai solusi alternatif dalam mengelola dan memanejemen pendidikan di


sekolah
2. Menambah wawasan penulis pembaca makalah ini dalam memahami contoh dari
perubahan dan inovasi pendidikan dalam aspek manejemen dan pengololaan
pendidikan khususnya di sekolah.

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Alasan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
Manajemen Berbasis Sekolah mempunyai alasan-alasan yang menerapkan MBS di
sekolah-sekolah;antara lain:

Departemen Pendidikan Nasional merincikan alasan MBS sebagai berikut:

1. Dengan pemberian otonomi yang lebih besar kepada daerah maka sekolah akan
lebih inisiatif dan kreatif dalam meningkatkan mutu sekolah
2. Dengan pemberian fleksibilitas keluwesan yang lebih besar kepada sekolah untuk
mengelola sumberdayanya, maka sekolah akan lebih luwes dan lincah dalam
mengadakan dan memanfaatkan sumberdaya sekolah secara optimal untuk
menigkatkan mutu sekolah.
3. Sekolah lebih mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman bagi
dirinya sehingga dia dapat mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya yang
tersedia untuk memajukan sekolahnya.
4. Sekolah lebih mengetahui kebutuhannya, khususnya input pendidikan yang akan
dikembangkan dan didayagunakan dalam proses pendidikan sesuai dengan tingkat
perkembangan
5. Pengembilan keputusan yang dilakukan oleh sekolah lebih cocok untuk
memenuhi kebutuhan sekolah
6. Penggunaan sumberdaya pendidikan lebbih efisien dan efektif
7. Keterlibatan semua warga sekolah dan masyarakat dalam pengambilan keputusan
8. Sekolah dapat bertanggungjawab tentang mutu pendidikan masing-masing kepada
pemerintah, orangtua peserta didik dan masyarakat pada umumnya
9. Sekolah dapat melakukan persaingan yang sehat dengan sekolah-sekolah yang
lain dalam peningkatan mutu pendidikan melalui upaya yang inovatif

3
10. Sekolah dapat secara cepat merespon aspirasi masyarakat dan lingkunyannya
yang berubah dengan cepat.
Sedangkan Nukolis memberikan alasan MBS sebagai berikut:

Sekolah lebih mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman bagi dirinya,
sehingga sekolah dapat mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya yang tersedia
untuk memajukan sekolahnya. Kedua, sekolah
lebihmengetahuikebutuhannya. Ketiga, keterlibatan warga sekolah dan masyarakat
dalam pengambilan keputusan dapat menciptakan transparansi dan demokrasi yang
sehat.
Menurut Mulyasa alasan MBS antara lain:

1. Pemerintah mempunyai konsisten untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas


pendidikan
2. Kegagalan program-program peningkatan kualitas pendidikan sebelumnya
(JPS/Aku Anak Sekolah) karena manajemen yang terlalu kaku dan sentralistik
3. Muncul pemikiran ke arah pengelolaan pendidikan yang memberi keleluasaan
kepada sekolah untuk mengatur dan melaksanakan berbagai kebijakan secara
luas.
B. Landasan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
Landasan Yuridis (Departemen Pendidikan Nasional, 2007)

1. UU No 20 Tahun 2003 tentang sistempendidikan nasional, pasal 51 ayat 1


pengelolaan satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan
pendidikanmen mengah dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan minimal
dengan prinsip manajemen berbasis sekolah/ madrasah;
2. UU no 25 tahun 2000 tentang program pembangunan nasional tahun 2000-2004
padabab VII tentang bagian program pembangunan bidang pendidikan khususnya

4
sasaran terwujudnya manajemen pendidikan yang berbasis pada sekolah dan
masyarakat;
3. Keputusan Mendiknas nomor 044 tahun 2002 tentang pembentukan dewan
pendidikan dankomit esekolah;
4. Kepmendiknas nomor 087 tahun 2004 tentang standar akreditasi sekolah,
khususnya tentang manajemen berbasis sekolah; dan
5. Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan,
khususnya standar pengelolaan sekolah yaitu manajemen berbasis sekolah
Landasan filosofis menurut Nurkolis (2006) Landasanfilosofis MBS adalah cara
hidup masyarakat. Maksudnya jika ingin reformasi pendidikan itu sukses maka
reformasi tersebut harus berakar pada cara dan kebiasaan hidup warganya.
Seandainya reformasi itu peduli terhadap cara dan kebiasaan warganya maka
reformasi tersebut akan mendapat dukungan dari segenap lapisan masyarakat.

Landasan tersebut yang menjadi acuan dalam proses pelaksanaan manajemen


berbasis sekolah (MBS). Dengan adanya landasan-landasan tersebut maka sekolah
lebih terfokuskan.

C. Konsep Pengembangan Managemen Masa Depan


1. Manajemen Sekolah
Manajemen dapat diartikan sebagai administrasi, dan pengelolaan. Di berbagai
lieteratur dalam fungsi pokoknya acap kali keduanya (manajemen dan administrasi)
mempunyai fungsi yang sama. Gaffar dalam Mulyasa (2002) menyatakan bahwa
manajemen pendidikan mengandung arti sebagai suatu proses kerja sama yang
sistematik, sistemik, dan komperhensif dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan
nasional.

Mulyasa memberi penjelasan mengenai istilah manajemen yang menurutnya


mempunyai arti yang sama dengan pengelolaan. Jika tidak ada manajemen maka

5
tidak mungkin tujuan pendidikan dapat diwujudkan secara optimal, efektif dan
efisien.

Dengan gagasan yang menyatakan bahwa tujuan pendidikan tidak akan terwujud
secara optimal, maka tumbuh kesadaran akan pentingnya manajemen berbasis
sekolah yang memberikan kewenangan penuh kepada sekolah untuk mengatur segala
hal yang berguna dalam pembelajaran dan sesuai dengan tujuan sekolah maupun
tujuan pendidikan.

Manajemen atau pengelolaan mempunyai fungsi pokok antara lain:

1) Perencanaan
Poses yang sistematis dalam pengambilan keputusan tentang tindakan yang
akan dilakukan pada waktu yang akan datang.
2) Pelaksanaan
Kegiatan untuk merealisasikan rencana menjadi tindakan nyata dalam rangka
mencapai tujuan secara efektif dan efisien.
3) Pengawasan
Upaya untuk mengamati secar sistematis dan berkesinambungan.
4) Pembiayaan
Rangkaian upaya pengendalian secara profesional semua unsur organisasi agar
berfungsi sebagaimana mestinya.

Dengan adanya manajemen sekolah diharapkan memberikan kontibusi positif


terhadap peningkatan mutu pendidikan di Indonesia. Didalam manajemen sekolah
dikenal istilah sentralisasi dan desentralisasi.

6
Sentralisasi berarti terpusat artinya pendidikan diatur secara ketat oleh pemerintah.
Sedangkan desentralisasi berarti daerah artinya wewenang peraturan diberikan
kepada pemerintah daerah setempat.
Jadi pemerintah pusat memberi kepercayaan kepada pemerintah daerah untuk
mengelola pendidikan sesuai dengan potensi yang ada di daerahnya agar tujuan yang
telah ditetapkan dapat tercapai dengan efektif dan efisien. Akan tetapi pemerintah
pusat tidak lepas tangan begitu saja namun masih ikut serta dalam penyusunan
kurikulum pendidikan nasional dan menetapkan anggaran agar terjadi pemerataan
standar pendidikan di seluruh tanah air.

2. Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dan Konsep Desentralisasi


Berdasar kajian pengalaman MBS yang dipraktekan di beberapa negara, didapat ciri
desentralisasi yang diberikan oleh penguasa pusat kepada tingkat sekolah dalam
bentuk pemberian wewenang untuk mengambil keputusan.

Kewenangan tersebut untuk hal hal tertentu seperti menentukan anggaran sekolah,
mengangkat dan memberhentikan karyawan, kesempatan yang lebih besar kepada
kepala sekolah, guru, dan masyarakat dalam pengelolaan secara mandiri.

Jadi, Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) pada hakikatnya adalah penyerasian


sumber daya yang dilakukan secara mandiri oleh sekolah dengan melibatkan semua
kelompok kepentingan yang terkait dengan sekolah secara langsung dalam proses
pengambilan keputusan untuk memenuhi kebutuhan peningkatan mutu sekolah atau
untuk mencapai tujuan pendidikan nasional..

Menurut Departemen Pendidikan Nasional Pola Baru Manajemen Pendidikan Masa


Depan yaitu sekolah memiliki wewenang lebih besar dalam pengelolaan lembaganya,
pengambilan keputusan dilakukan secara partisipasif danpartisipasi masyarakat
semakin besar, sekolah lebih luwes dalam mengelola lembaganya, pendekatan

7
profesionalisme lebih diutamakan daripada pendekatan birokrasi pengelolaan sekolah
lebih desentralistik, perubahan didorong dari motivasi diri sekolah, lebih
mengutamakan teamwork, lebih mengutamakan pemberdayaan dan struktur
organisasi lebih datar.
Jadi, konsep pengembangan manajemen masa depan menginginkan perubahan yang
diharapkan mampu memberikan kontribusi positif guna perbaikan manajemen
sebelumnya yang dirasa belum membuahkan hasil yang memuaskan. Salah satu
upayanya adalah pembentukan MBS yang memberikan keleluasaan dari masing
masing sekolah untuk mengembangkan potensinya secara optimal.

D. Model Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)


Menurut Nurkolos (2006) yang disajikan dalam tabel.

No Nama Negara Penekanannya

1 Hongkong Inisiatif sekolah

2 Kanada Pengambilan keputusan pada tingkat sekolah

Amerika
3 Serikat Pengelolaan sekolah di tingkat sekolah

4 Inggris Pengelolaan dana pada tingkat sekolah

5 Australia Kewenangan sekolah dalam hal kurikulum

Partisipasi yang besar pada badan pengelola


6 Perancis sekolah

7 Nikaragua Sekolah otonom

8 SelandiaBaru anggaran yang berbasis di sekolah

8
9 El Salvador melibatkan orang tua siswa dan masyarakat

10 Madagaskar Dengan melibatkan masyarakat

11 Indonesia Mutu yang dikenal dengan MPMBS.

Selain itu terdapat model-model MBS di berbagai negara yang didapat dari internet
antara lain sebagai berikut:

1. Model Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) di Hongkong


Di Hongkong MBS disebut The School Management Initiative (SMI) atau
manajemen sekolah inisiatif. Problem pendidikan di Hongkong yang mendorong
munculnya MBS adalah struktur dan proses manajemen yang tidak memadai, peran
dan tanggungjawab masing-masing pihak kurang dijabarkan secara jelas dan inisiatif
datang dari atas. Model MBS Hongkong menekankan pentingnya inisiatif dari
sumber daya di sekolah sebagai pengganti inisiatif dari atas yang selama itu
diterapkan. Inisiatif yang diberikan kepada sekolah harus dibarengi dengan
diterapkannya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan pendidikan.
Transparansi di sini juga menuntut kejelasan tugas dan tanggungjawab masing-
masing pihak yang terkait dengan pelaksanaan pendidikan di sekolah. Transparansi
dan akuntabilitas tidak hanya dituntut dalam penggunaan anggaran belanja sekolah,
tetapi juga dalam hal penentuan hasil belajar siswa serta pengukuran hasilnya.
2. Model Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) di Amerika Serikat
Sistem pendidikan di AS, mula-mula secara konstitusional pemerintah pusat
(state) bertanggunjawab terhadap pelaksanaan pendidikan. MBS di AS disebut Side-
Based Management(SBM) yang menekankan partisipasi dari berbagai pihak.
Menurut Wirt (1991) yang dikutip oleh Ibtisam Abu Duhou, model MBS di Amerika
Serikat walaupun ada perbedaan di Negara-negara federal, ada dua ciri utama
reformasi pendidikan di Amerika Serikat sebagai implementasi dari MBS, yakni :

9
1. Desentralisasi administratif : kantor pusat otoritas pendidikan menunjuk tugas-
tugas tertentu yang dilaksanakan oleh kepala sekolah dan guru di lingkungan
sekolah. Kantor pusat menyerahkan kewenangan ke bawah, tetapi sekolah local
masih bertanggungjawab keatas.
2. Manajemen berbasis setempat (lokal), suatu struktur yang memberi wewenang
kepada paraorang tua, guru dan kepala sekolah di masing-masing sekolah untuk
menentukan prioritas, mengalokasikan anggaran, menentukan kurikulum, serta
menggaji dan memberhentikan staf.
3. Model Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) di Indonesia
Model MBS di Indonesia disebut Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis
Sekolah (MPMBS). MPMBS dapat diartikan sebagai model manajemen yang
memberikan otonomi lebih besar kepada sekolah, fleksibilitas kepada sekolah, dan
mendorong partisipasi secara langsung warga sekolah dan masyarakat untuk
meningkatkan mutu sekolah berdasarkan kebijakan pendidikan nasional serta
peraturan perundang-undangan yang berlaku. 26MPMBS merupakan bagian dari
manajemen berbasis sekolah (MBS).

Otonomi sekolah adalah kewenangan sekolah untuk mengatur dan mengurus


kepentingan warga sekolah sesuai dengan peraturan perundang-undangan pendidikan
nasional yang berlaku. Sedangkan pengambilan keputusan partisipatif adalah cara
untuk mengambil keputusan melalui penciptaan lingkungan yang terbuka dan
demokratik dimana warga sekolah di dorong untuk terlibat secara langsung dalam
proses pengambilan keputusan yang dapat berkontribusi terhadap pencapaian tujuan
sekolah. Sehingga diharapkan sekolah akan menjadi mandiri dengan ciri-ciri sebagai
berikut: tingkat kemandirian tinggi, adaptif, antisipatif, dan proaktif, memiliki kontrol
yang kuat terhadap input manajemen dan sumber dayanya, memiliki kontrol yang
kuat terhadap kondisi kerja, komitmen yang tinggi pada dirinya dan prestasi
merupakan acuan bagi penilaiannya.

10
4. Model Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) yang Ideal

Dalam Departemen Pendidikan Nasional (2007) menjabarkan skema MBS yang ideal
sebagai berikut :

 Kualitas dan Informasi


 Konteks
 Input
 Proses
 Output
 Outcome
 Produktifitas
 Efisiensi Internal
 Efisiensi Inetrnal
 Efektifitas

Dengan adanya pembanding model-model yang dilaksanakan di negara negara lain


maka indonesia dapat mengutip sebagian yang sesuai dengan pedoman pendidikan
serta mempunyai cita-cita terwujudnya pendidikan nasional yang lebih optimal

E. Karakter Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)


Karakteristik bisa diketahui dari bagaimana sekolah dapat mengoptimalkan kinerja
organisasi sekolah, proses belajar mengajar, pengelolaan sumber daya manusia dan
pengelolaan administrasi. (Mulyasa,2002)

Nurkolis (2006) MBS memiliki karakteristik yang bertolak belakang dengan


karakteristik MKE, yaitu dalam hal misi sekolah hakikat aktifitas sekolah, strategi-
strategi manajemen, penggunaan sumber-suber daya, peran warga sekolah, hubungan
interpersonal, kualitas para administrator dan indikator-indikator evektifitas.

11
Departemen Pendidikan Nasional (2007) karekteristik MBS memuat secara inklusif
elemen-elemen sekolah secara efektif, yang dikatagorikan menjadi input, proses dan
output.

Menurut Umaedi dalam Suryosubroto (2010: 197-198) karakter MBS antara lain:

a) Lingkungan sekolah yang aman dan tertib


b) Sekolah memiliki visi dan target yang ingin dicapai
c) Sekolah memiliki kepemimpinan yang kuat
d) Adanya harapan yang tinggi dari personel sekolah
e) Adanya pengembangan staf sesuai kemajuan iptek
f) Adanya evaluasi yang terus menerus guna perbaikan mutupendidikan
g) Adanya komunikasi dan dukungan intensif dari orang tua murid dan masyarakat.

Jadi, MBS adalah kumpulan dari elemen-elemen manajemen pendidikan yang saling
mempengaruhi dan melengkapi. Keberhasilan sekolah juga dari adanya keterlibatan
elemen-elemen lain yang melilitnya. Pengoptimalan kinerja organisasi sekolah
diharapkan mampu mewujudkan visi dan misi sekolah yang sesuai dengan tujuan
pendidikan.

F. Mutu Pendidikan
Dalam pandangan Umaedi mutu dapat diartikan sebagai derajat keunggulan suatu
barang dan jasa dibandingkan dengan yang lain. Mutu dalam pendidikan dapat dilihat
dari segi relevansinya dengan keeebutuhan masyarakat, cepat tidaknya lulusan
memperoleh pekerjaan yang bergaji besar serta kemampuan seseorang di dalam
mengatasi berbagai persoalan hidup.
Dalam konteks pendidikan, pengertian mutu mencakup input, proses,dan output
pendidikan. Input pendidikan mengandung arti segala sesuatu yang harus tersedia
karena dibutuhkan untuk berlangsungnya proses. Input pendidikan terdiri dari:

12
1. sumber daya, yang meliputi sumber daya manusia (kepala sekolah, guru,
karyawan dan siswa) dan sumber daya selebihnya (peralatan, perlengkapan, uang,
bahan dsb).
2. perangkat lunak yang meliputi struktur organisasi sekolah, peraturan perundang-
undangan,deskripsi tugas, rencana, program dsb
3. harapan-harapan berupa visi, misi, tujuan, dan sasaran-sasaran yang ingin dicapai
oleh sekolah.
Proses pendidikan merupakan berubahnya sesuatu menjadi sesuatu yang lain. Dalam
pendidikan yang berskala mikro (tingkat sekolah), proses yang dimaksud adalah
proses pengambilan keputusan, proses pengelolaan kelembagaan, proses pengelolaan
program, proses belajarmengajar, dan proses monitoring dan evaluasi. Proses belajar
mengajar memiliki tingkat kepentingan tertinggi dibandingkan dengan lainnya.
Proses dikatakan bermutu tinggi apabila pengkoordinasian, penyerasian serta
pemaduan input sekolah dilakukan secara harmonis, sehingga mampu menciptakan
situasi pembelajaran yang menyenangkan (enjoyable learning),mampu mendorong
motivasi danminat belajar dan benar-benar mampu memberdayakan pesertadidik.

Dalam pelaksanaan MBS, kurikulum sekolah harus taat terhadap pasal mengenai
kurikulum beserta pedoman pelaksanaannya. Diantara pedoman-pedoman
pelaksanaannya antara lain : penilaian, akreditasi sekolah, dana pendidikan, tenaga
kependidikan dan lain sebagainya.

Output pendidikan merupakan kinerja sekolah.Kinerja sekolah adalah prestasi


sekolah yang dihasilkan dari perilaku sekolah. Kinerja sekolah dapat diukur dari
kualitasnya, efisiensinya, inovasinya, efektivitasnya, produktivitasnya, kualitas
kehidupan kerjanya dan moral kerjanya. Di bawah ini indikator-indikator output
sekolah yang berkualitas

13
1. Jika prestasi belajar siswa menunjukkan pencapaian yang tinggi dalam akademik,
seperti nilai ulangan umum, EBTA, Ujian Akhir Nasional, karya ilmiah, lomba
akademik dan lain-lain
2. Jika sekolah memiliki prestasi yang tinggi dalam hal-hal yang berkaiatan dengan
nonakademik, seperti IMTAQ, kejujuran, kesopanan, olah raga, kesenian,
keterampilan, kejuruan dan ekstra kurikuler lainnya
Kerangka sistem pendidikan nasional ada pedoman yang dikeluarkan oleh
Departemen Pendidikan Nasional, ada yang dikeluarkan oleh pemerintah propinsi,
dan ada yang dikeluarkan oleh pemerintah kabupaten atau kota.

Berdasar uraian diatas Dapat disimpulkan bahwa dengan MBS, tanggung jawab
sekolah semakin besar. Sekolah akan ditagih hasil kerjanya sehubungan dengan
kewenangan (otonomi) yang diberikannya. Meskipun rumusan MBS dalam
penjelasan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003tampak sederhana, namun
pelaksanaanya terikat dengan ketentuan yang diatur dalam pasal pasal lain dalam
undang-undang tersebut karena pelaksanaan Sisdiknas sebagai sitem tidak boleh
dilakukan secara sepotong-sepotong.

14
BAB III
KESIMPULAN
Tantangan globalisasi yang melanda setiap bangsa memerlukan penyikapan yang
bijak. Bangsa Indonesia sebagai bagian dari bangsa yang akan menerima konsekuensi
tantang global tersebut, mengahadapinya dengan mempersiapkan sistem pendidikan
yang terintegrasi.

Sistem pendidikan yang mampu menghadapi tantangan globalisasi memerlukan satu


pengelolaan yang serius. Manajemen Pendidikan Nasional menjadi salah satu
alternatif dalam megatasi persoalan pendidikan nasional yang amat strategis dan
komplek.

Manajemen Pendidikan nasional pada hakekatnya merupakan keterpaduan dari proses


dan sistem manajemen pendidikan secara menyeluruh dalam mencapai tunjuan
pendidikan dan pembangunan nasional. Kebijakan pemerintah dan bergai upaya
diusulkan oleh para ahli dalam mengatasi persoalan manajemen pendidikan nasional.

Penyelenggaraan pendidikan dasar dilihat dari berbagai aspek, politik, teknis


edukatif, budaya dan profesional, tampak dengan jelas bahwa masalah manajemen
pendidikan dasar bukan merupakan masalah kecil dan tidak dapat diletakan dalam
dikotomi sederhana: sentralistik vs desentralistik.

Sistem manajemen pendidikan yang sentralistis telah terbukti tidak membawa


kemajuan yang berarti bagi peningkatan kualitas pendidikan pada umumnya. Bahkan
dalam kasus-kasus tertehtu, manajemen yang sentralistis telah menyebabkan
terjadinya pemandulan kreatifitas pada satuan pendidikan pada berbagai jenis dan
jenjang pendidikan. Untuk mengatasi terjadinya stagnasi di bidang pendidikan ini
diperlukan adanya paradigma baru dibidang pendidikan.

15
Seiring dengan bergulirnya era otonomi daerah, terbukalah peluang untuk melakukan
reorientasi paradigm pendidikan menuju kearah desentralisasi pengelolaan
pendidikan. Peluang tersebut semakin tampak nyata setelah dikeluarkannya kebijakan
mengenai otonomi pendidikan melalui strategi pemberlakuan manajemen berbasis
sekolah (MBS bukan sekedar mengubah pendekatan pengelolaan sekolah dari yang
sentralistis ke desentralistis, tetapi lebih dari itu melalui MBS diyakini akan muncul
kemandirian sekolah).

16
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Pendidikan Nasional. 2007. Manajemen Berbasis Sekolah. Jakarta: -.
Mulyasa, E. 2009. Manajemen Berbasis Sekolah Konsep, Strategi, dan
Implementasi. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Nurkolis. 2006. Manajemen Berbasis Sekolah Teori, Model dan Aplikasi. Jakarta:
Gramedia Widiasarana Indonesia.
Suryosubroto, B. 2010. Manajemen Pendidikan di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta.
Umaedi, dkk. 2009. Manajemen Berbasis Sekolah. Jakarta: Universitas Terbuka.
http//www.pdfsearch.com/MBS

17

Anda mungkin juga menyukai