Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH


“Alasan, Landasan, dan Konsep Dasar MBS, Model dan Karakteristik MBS, Konsep
Pengembangan Pendidikan Masa Depan”
Dosen Pengampu : Dr. Rokhmaniyah, M.Pd

Anggota Kelompok 1:
1. Dita Pratiwi (K7118075)
2. Erlin Wahyuningasti (K7118082)
3. Fajri Hadimalini (K7118091)
4. Haani Aulia Sabina (K7118106)
5. Kamila Fathah (K7118126)

PROGRAM S1 PGSD KAMPUS VI KEBUMEN


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah serta inayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Alasan, Landasan, dan Konsep Dasar MBS, Model
dan Karakteristik MBS, Konsep Pengembangan Pendidikan Masa Depan” dengan lancar.
Dalam pembuatan makalah ini, penulis mendapat bantuan dari berbagai pihak, maka pada
kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang kepada : Dr. Rokhmaniyah, M.Pd.
selaku dosen pembimbing mata kuliah Manajemen Berbasis Sekolah yang telah membimbing
penulis dalam membuat makalah ini.Dan orang tua yang telah memberikan bantuan materil
maupun do’anya, sehingga pembuatan makalah ini dapat terselesaikan. Serta semua pihak yang
tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu pembuatan makalah ini.
Semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan penulis pada
khususnya. Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih jauh dari sempurna
untuk itu penulis menerima saran dan kritik yang bersifat membangun demi perbaikan kearah
kesempurnaan. Akhir kata penulis sampaikan terimakasih.

Kebumen, Maret 2021

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu masalah pendidikan yang kita hadapi dewasa ini adalah rendahnya mutu
pendidikan pada setiap jenjang dan satuan pendidikan khususnya pendidikan dasar dan
menengah. Berbagai usaha telah dilakukan, antara lain memlalui berbagai pelatihan dan
peningkatan kualifikasi guru, penyediaan dan perbaikan sarana/prasarana pendidikan, serta
peningkatan mutu manajemen sekolah. Namun demikian, berbagai indikator mutu pendidikan
belum menunjukkan peningkatan yang merata. Sebagaian sekolah, terutama di kota-kota,
menunjukkan peningkatan mutu yang cukup menggembirakan. Namun, sebagian lainnya masih
memprihatinkan. Dari berbagai pengamatan dan analisis, sedikitnya ada tiga faktor yang
menyebabkan mutu pendidikan tidak mengalami peningkatan secara merata.
Pertama, kebijakan dan penyelenggaraan pendidikan nasional menggunakan pendekatan
educational production function yang tidak dilaksanakan secara konsekuen. Pendekatan ini
melihat bahwa lembaga pendidikan berfungsi sebagai pusat produksi yang apabila dipilih semua
input (masukan) yang diperlukan dalam kegiatan produksi tersebut, maka lembaga ini akan
menghasilkan output yang dikehendaki. Dalam kenyataan, mutu pendidikan yang diharapkan
tidak terjadi, mengapa? Karena selama ini dalam menerapkan pendekatan education production
function terlalu memusatkan pada input pendidikan dan kurang memperhatikan pada proses
pendidikan. Padahal, proses pendidikan sangat menentukan output pendidikan.
Kedua, penyelenggaraan pendidikan dilakukan secara sentralistik, sehingga sekolah sebagai
penyelenggara pendidikan sangat tergantung pada keputusan birokrasi, yang kadang-kadang
kebijakan yang dikeluarkan tidak sesuai dengan kondisi sekolah setempat. Dengan demikian,
sekolah kehilangan kemandirian, motivasi, dan inisiatif untuk mengembangkan dan memajukan
lembaganya termasuk peningkatan mutu pendidikan sebagai salah satu tujuan pendidikan
nasional.
Ketiga, peran serta masyarakat, khususnya orang tua siswa dalam penyelenggaraan
pendidikan selama ini sangat minim. Partisipasi masyarakat pada umumnya selama ini lebih
banyak bersifat dukungan dana, bukan pada proses pendidikan (pengambilan keputusan,
monitoring, evaluasi, dan akuntabilitas). Berkaitan dengan akunfabilitas, sekolah tidak
mempunyai beban untuk mempertanggungjawabkan hasil pelaksanaan pendidikan kepada
masyarakat, khususnya orang tua siswa, sebagai salah satu pihak utama yang berkepentingan
dengan pendidikan.
Berdasarkan kenyataan-kenyataan tersebut, perlu dilakukan upaya-upaya perbaikan, salah
satunya yang sekarang sedang dikembangkan adalah reorientasi penyelenggaraan pendidikan,
melalui manajemen sekolah (School Based Management).
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep dasar, alasan, dan landasan MBS?
2. Bagaimana karakeristik dan model-model MBS?
3. Bagaimana konsep pengembangan pendidikan di masa depan?
C. Tujuan
1. Mengatahui konsep dasar, alasan, dan landasan MBS.
2. Memahami karakeristik dan model-model MBS.
3. Menganalisis konsep pengembangan pendidikan di masa depan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Dasar, Alasan, dan Landasan MBS
1. Konsep Dasar
Manajemen menurut Johnson, dalam Made Pidarta (1988) mengemukakan bahwa
“Manajemen adalah proses mengintegrasikan sumber – sumber yang tidak berhubungan
menjadi sistem total untuk menyelesaikan suatu tujuan. Di sini dijumpai adanya pelaku
yang menjadikan suatu yang berbeda itu menjadi suatu yang terintegrasi yang disebut
manajer. Peran manajer adalah memberdayakan semua sumber daya yang dimiliki ke
dalam sebuah sistem yang terpadu sehingga terdapat sinergi antara satu komponen
dengan komponen lain, guna mencapai tujuan yang telah direncanakan dan ditetapkan
sebelumnya.
Proses manajemen melibatkan fungsi – fungsi pokok seorang manajer yaitu
perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengawasan.
Manajemen berbasis sekolah adalah segala usaha manajer dalam hal ini kepala
sekola dalam memobilisasi seluruh sumber daya yang ada dala pengelolaan sekolah
secara otonomi. Menurut E. Mulyasa dalam Lamondo (2008) MBS merupakan
paradigma baru pendidikan yang memberikan otonomi luas pada tingkat sekolah
(melibatkan masyarakat) dalam kerangka kebijakan pendidikan nasional. Otonomi
diberikan agar sekolah leluasa mengelola sumber daya dan sumber dana dengan
mengalokasikannya sesuai dengan prioritas kebutuhan serta lebih tanggap terhadap
kebutuhan setempat. Pelibatan masyarakat dimaksudkan agar mereka lebih memahami,
membantu, dan mengontrol pengelolaan pendidikan.
M. Samsul Hadi, dkk., (2001) menjelaskan bahwa manajemen berbasis sekolah
mengandung pengertian pemberian otonomi kepada madrasah, dalam hal ini kepala
madrasah, untuk mengelola pendidikan dan penyelenggaraan di madrasah. Dalam hal ini,
penyelenggaraan di sekolah/madrasah bertumpu pada kemampuan kepala
sekolah/madrasah bersangkutan. Dalam me-manage sekolah, kepala sekolah harus
memperhatikan penekanan kepada pendidikan yang berbasis masyarakat dan mengambil
bentuk pendekatan manajerial untuk meningkatkan kualitas madrasah.
Manajemen berbasis sekolah adalah otonomi sekolah dalam hal ini kepala sekolah
menyelenggarakan dan mengelola sekolah dengan pelibatan masyarakat serta dengan
mempertimbangkan karakteristik dan kebutuhan sekolah yang dipimpinnya melalui
perencanaan, pengorganisasian, pemimpinan, dan pengawasan.
2. Alasan
Depdiknas (2007: 3) menerangkan bahwa MBS diterapkan dengan alasan-alasan sebagai
berikut:
a. Dengan diberikannya otonomi yang lebih besar kepada sekolah, maka sekolah akan lebih
inisiatif dan kreatif dalam meningkatkan mutu sekolah.
b. Dengan pemberian fleksibilitas/keluwesan-keluwesan yang lebih besar kepada sekolah
untuk mengelola sumberdayanya, maka sekolah akan lebih luwes dan lincah dalam
mengadakan dan memanfaatkan sumberdaya sekolah secara optimal untuk meningkatkan
mutu sekolah.
c. Sekolah lebih mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman bagi dirinya
sehingga dia dapat mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya yang tersedia untuk
memajukan sekolahnya.
d. Sekolah lebih mengetahui kebutuhannya, khususnya input pendidikan yang akan
dikembangkan dan didayagunakan dalam proses pendidikan sesuai dengan tingkat
pekembangan dan kebutuhan peserta didik.
e. Pengambilan keputusan yang dilakukan oleh sekolah lebih cocok untuk memenuhi
kebutuhan sekolah karena pihak sekolahlah yang yang paling tahu apa yang terbaik bagi
sekolahnya.
f. Penggunaan sumberdaya pendidikan labih efisien dan efektif bilamana dikontrol oleh
masyarakat setempat.
g. Keterlibatan semua warga sekolah dan masyarakatdalam pengambilan keputusan sekolah
menciptakan transparansi dan akuntabilitas sekolah.
h. Sekolah dapat bertanggungjawab tentang mutu pendidikan masing-masing kepada
pemerintah, orang tua peserta didik, dan masyarakat pada umumnya, sehingga dia akan
berusaha semaksimal mungkin untuk melaksanakan dan mencapai sasaran mutu
pendidikan yang telah direncanakan.
i. Sekolah dapat melakukan persaingan yang sehat dengan sekolah-sekolah lain dalam
peningkatan mutu pendidikan melalui upaya-upaya inovatif yang didukung oleh orang
tua siswa, masyarakat sekitar dan pemerintah daerah setempat.
j. Sekolah dapat secara cepat merespon aspirasi masyarakat dan lingkungan yang berubah
dengan sepat.

Mulyasa (2009) juga menyatakan alasan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) antara lain
sebagai berikut:
a. Sekolah lebih mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman bagi dirinya.
b. Sekolah lebih mengetahui kebutuhannya.
c. Keterlibatan warga sekolah dan masyarakat dalam pengambilan keputusan.

Dari beberapa pendapat tentang alasan MBS yang telah dikemukakan di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa selama ini sekolah-sekolah hanya menanti dan mengandalkan perintah
dari pemerintah dan masih kurang maksimal dalam dalam memanfaatkan sumber daya yang
ada. Selain itu, keterlibatan warga sekolah dan masyarakat juga masih kurang sehingga hal-
hal tersebut memunculkan apa yang disebut dengan manajemen berbasis sekolah dimana
sekolah diberi wewenang untuk berinisiatif mengembangkan dan memajukan potensinya.
Diharapkan sekolah dapat memanfaatkan sumbrdaya yang dimilikinya secara maksimal.
3. Landasan
Selain alasan, terdapat pula landasan yang melandasi munculnya manajemen berbasis
sekolah. Depdiknas (2007) mengemukakan bahwa secara yuridis, penerapan MBS dijamin
oleh peraturan perundang-undangan sebagai berikut:
a. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 51
ayat (1) “pengelolaan satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan
menengah dilaksanakanberdasarkan Standar pelayanan minimal dengan prinsip
manajemen berbasis sekolah/madrasah.”
b. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2000 Tentang Program Pembangunan Nasional tahun
2000-2004 pada Bab VII tentang Bagian Program Pembangunan Bidang Pendidikan,
khususnya sasaran 3 yaitu “terwujudnya manajemen pendidikan yang berbasis pada
sekolah dan masyarakat (school/community based management)”.
c. Keputusan Menteri Pendidikan NasionalNomor 044 Tahun 2002 tentang Pembentukan
Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah.
d. Kepmendiknas Nomor 087 Tahun 2004 tentang Standar akreditasi Sekolah. Khususnya
tentang manajemen berbasis sekolah.
e. Perturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan,
khususnya standard pengelolaan sekolah yaitu manajemen berbasis sekolah.

Mulyasa (2009) menerangkan bahwa “Manajemen berbasis sekolah (MBS) merupakan


salah satu upaya pemerintah untuk mencapai keunggulan masyarakat bangsa dalam
penguasaan ilmu dan teknologi, yang ditunjukkan dengan pernyataan politik dalam Garis-
Garis Besar Haluan Negara (GBHN). Hal tersebut diharapkan dapat dijadikan landasan
dalam pengembangan pendidikan di Indonesia yang berkualitas dan berkelanjutan, baik
secara makro, meso, maupun mikro.”
Umaedi, dkk (2009) mengemukakan beberapa landasan MBS antara lain:
a. Landasan yang Bersifat Filosofis
1) Nilai – nilai kebersamaan yang bersumber dari nilai sosial budaya yang terdapat
di lingkungan keluarga dan masyarakat serta pada pendidikan agama
2) Kesepakatan atas pranata sosial yang berlaku dalam masyarakat. Dengan kata lain
maka segala bentuk perubahan harus melibatkan masyarakat setempat agar
semuanya lancar sesuai harapan.
b. Landasan yang Berdasarkan Hukum atau Peraturan Perundangan
1) UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas
2) UU Sisdiknas No. 2 Tahun 1989 Pasal 25 ayat 1 butir 1 bahwa pendidikan adalah
tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat, dan pemerintah.
3) Kepmendiknas No 044/U/2002
4) PP No 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan
Provinsi Sebagai Daerah Otonom.
Dari beberapa pendapat yang telah dikemukakan di atas tentang landasan manajemen
berbasis sekolah, maka dapat disimpulkan bahwa yang melandasi munculnya MBS secara
umum dapat dibedakan menjadi 2, yaitu:
a. Landasan filosofis, yaitu landasan munculnya MBS yang berasal dari kehidupan
masyarakat, antara lain cara hidup masyarakat, nilai-nilai yang ada dalam kehidupan
masyarakat dan kesepakatan-kesepakatan yang diberlakukan dalam kehidupan
masyarakat. Oleh karena itu, pelaksanaan MBS seyogyanya benar-benar melibatkan
masyarakat dan memberdayakan peranserta masyarakat sekitar.
b. Landasan yuridis, yaitu landasan yang berasal dari pemerintah baik yang berwujud UU,
PP, Keputusan Menteri, dan sebagainya. Dengan demikian, munculnya MBS memang
benar-benar mempunyai landasan yang kuat baik itu yang berasal dari masyarakat
maupun dari pemerintah. Oleh karena itu diharapkan meskipun wewenang telah
diberikan kepada sekolah untuk mengatur dan mengembangkan sendiri sekolahnya,
namun pelaksanaan MBS harus tetap pada koridor yang telah ditentukan agar
pelaksanaan MBS berjalan secara baik dan terarah.
B. Model dan Karakteristik MBS
1. Model MBS
Model MBS di satu negara dengan negara yang lain berbeda. Perbedaan tersebut terdapat
pada bagian mana yang menjadi focus. Model-model MBS di berbagai negara sebagai
berikut:
a. Model MBS di Amerika Serikat: menekankan pengelolaan sekolah di tingkat sekolah itu
sendiri.
b. Model MBS di Australia: memberi kewenangan sekolah dalam hal kurikulum,
fleksibilitas penggunaan sumber daya sekolah, dan beberapa alternatif pengelolaan
sekolah.
c. Model MBS di Hong Kong: menekankan inisiatif sekolah.
d. Model MBS di Kanada: menekankan pengambilan keputusan pada tingkat sekolah.
e. Model MBS di Inggris: menekankan pengelolaan dana pada tingkat sekolah.
f. Model MBS di Perancis: memberikan partsisipasi yang lebih besar pada badan pengelola
sekolah.
g. Model MBS di Nikaragua: munculnya sekolah otonom dalam hal personel,anggaran,
kurikulum, dan pedagogi.
h. Model MBS di Selandia Baru: memfokuskan pada anggaran yang berbasis di sekolah
(School- based Budget).
i. Model MBS di El Salvador: melibatkan orang tua siswa dan masyarakat dalam
pengelolaan sekolah.
j. Model MBS di Madagaskar: memfokuskan pada tingkat pendidikan dasar degan
melibatkan peran serta masyarakat.
k. Model MBS di Indonesia: menekankan pada mutu yang dikenal dengan Manajemen
peningkatan Mutu berbasis Sekolah (MPMBS). Model ini memberikan otonomi lebih
besar kepada sekolah, memberikan fleksibilitas kepada sekolah dan mendorong
partsisipasi secara langsung serta peraturan warga sekolah dan masyarakat untuk
meningkatkan mutu skeolah berdasarkan kebijakan pendidikan nasional serta perundang-
undangan yang berlaku.
2. Karakteristik MBS
Menurut Depdiknas (2007), karakteristik MBS tidak dapat dipisahkan dengan
karakteristik sekolah efektif. Jika MBS merupakan wadah/kerangkanya, maka sekolah efektif
merupakan isinya. Berikut ini diuraikan karakteristik MBS mulai dari input sampai dengan
output:
a. Input Pendidikan, terdiri dari:
1) Memiliki kebijakan, tujuan, dan sasaran mutu yang jelas.
2) Sumberdaya tersedia dan siap.
3) Staf yang kompeten dan berdedikasi tinggi.
4) Memiliki harapan prestasi yang tinggi.
5) Focus pada pelanggan (khususnya siswa).
6) Sekolah memiliki input manajemen yang memadai untuk menjalankan roda
sekolah.
b. Proses
1) Proses belajar mengajar yang efektivitasnya tinggi.
Sekolah yang menerapkan MBS memiliki efektivitas proses belajar mengajar
(PBM) yang tinggi. Hal ini ditunjukkan oleh sifat PBM yang menekankan pada
pemberdayaan peserta didik. PBM bukan sekedar memorisasi dan recall atau
penekanan pada penguasaan pengetahuan tentang apa yang diajarkan (logos),
tetapi lebih menekankan pada internalisasi tentang apa yang diajarkan sehingga
tertanam dan berfungsi sebagai muatan nurani dan dihayati (ethos) serta
dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari oleh peserta didik (pathos). Belajar
yang efektif juga mengacu pada pilar-pilar pendidikan menurut UNESCO yaitu:
Ø Learning to know yaitu belajar untuk mengetahui
Ø Learning to do yaitu belajar untuk melakukan
Ø Learning to live together yaitu belajar untuk bermasyarakat
Ø Learning to be yaitu belajar tentang apa yang bisa dihubungkan dengan
kehidupan sehari-hari, serta ditambah dengan
Ø Learning to religi yaitu belajar untuk memahami agama.
Dengan demikian maka kegiatan pembelajaran akan dapat memiliki efektivitas
yang tinggi.
2) Kepemimpinan Sekolah yang Kuat
Pada sekolah yang menerapkan MBS, kepala sekolah memiliki peran yang kuat
dalam mengoordinasikan, menggerakkan, dan menyerasikan semua sumber daya
pendidikan yang tersedia. Kepemimpinan kepala sekolah merupakan salah satu
faktor yang dapat mendorong sekolah untuk dapat mewujudkan visi, misi, tujuan,
dan sasaran sekolahnya melalui program-program yang dilaksanakan secara
terencana dan bertahap.
Oleh karena itu, kepala sekolah dituntut memiliki kemampuan manajemen dan
kepemimpinan yang tangguh agar mampu mengambil keputusan dan inisiatif
prakarsa untuk meningkatkan mutu sekolah. Secara umum, kepala sekolah yang
tangguh memiliki kemampuan memobilisasi sumberdaya sekolah, terutama
sumberdaya manusia, untuk mencapai tujuan sekolah.
3) Lingkungan Sekolah yang Aman dan Tertib
Sekolah dengan MBS memiliki lingkungan sekolah yang aman dan tertib.
Sekolah memiliki lingkungan (iklim) belajar yang aman, tertib, dan nyaman
sehingga proses belajar mengajar dapat berlangsung dengan nyaman (enjoyable
learning). Karena itu, sekolah yang efektif selalu menciptakan iklim sekolah yang
aman, nyaman, dan tertib melalui pengupayaan faktor-faktor yang dapat
menumbuhkan iklim tersebut. Dalam hal ini, kepala sekolah memegang peranan
yang sangat penting.
4) Pengelolaan Tenaga Kependidikan yang Efektif
Sekolah dengan SBM memiliki pengelolaan tenaga kependidikan yang efektif.
Tenaga kependidikan, terutama guru merupakan jiwa dari sekolah. Sekolah
hanyalah merupakan wadah dan sekolah yang menerapkan MBS menyadari
tentang hal ini. Oleh karena itu, pengelolaan tenaga kependidikan, mulai dari
analisa kebutuhan, perencanaan, pengembangan, evaluasi kinerja, hubungan kerja,
hingga imbal jasa merupakan garapan penting bagi seorang kepala sekolah.
Pada pengembangan tenaga kependidikan, hal tersebut harus dilaksanakan secara
terus menerus mengingat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
sedemikian pesat. Tenaga kependidikan yang diperlukan untuk menyukseskan
MBS adalah tenaga kependidikan yang mempunyai komitmen tinggi dan selalu
mampu dan sanggup menjalankan tugasnya dengan baik.
5) Sekolah Memiliki Budaya Mutu
Sekolah MBS memiliki budaya mutu yang memiliki elemn-elemen sebagai
berikut: (a) informasi kualitas harus digunakan untuk perbaikan, bukan untuk
mengadili/mengontrol orang; (b) kewenangan harus sebatas pada tanggungjawab;
(c) hasil harus diikuti penghargaan (rewards) atau sanksi (punishment); (d)
kolaborasi dan sinergi, bukan kompetisi, harus menjadi basis untuk kerjasama; (e)
warga sekolah merasa aman terhadap pekerjaannya; (f) atmosfir keadilan
(fairness) harus ditanamkan; (g) imbal jasa harus sepadan dengan nilai
pekerjaannya; dan (h) warga sekolah merasa memiliki sekolah.
6) Sekolah Memiliki Teamwork yang Kompak, Cerdas, dan Dinamis
Sekolah dengan MBS memiliki Team work. Team Work merupakan karakteristik
yang dituntut oleh MBS, karena output pendidikan merupakan hasil kolektif
warga sekolah, bukan hasil individual. Uraian dari team work itu sendiri adalah :
t = together (bersama), e = empathy (peduli), a = assist (saling membantu),
m = maturity, w = willingnes (sukarela), o = organisation (pengorganisasian),
r = respect, k= kidness (ramah).
7) Sekolah Memiliki Kewenangan (Kemandirian)
Sekolah dengan MBS memiliki ewenangan sekolah yaitu melaksanakan yang
terbaik bagi sekolahnya, sehingga dituntut untuk memiliki kemampuan dan
kesanggupan kerja yang baik. Untuk menjadi mandiri sekolah harus memiliki
sumber daya yang cukup untuk menjalankan tuganya.
8) Partisipasi yang Tinggi dari Warga Sekolah dan Masyarakat
Sekolah yang menerapkan MBS memiliki karakteristik bahwa partisipasi warga
sekolah dan masyarakat merupakan bagian kehidupannya. Hal ini dilandasi oleh
keyakinan bahwa makin tinggi tingkat partisipasi, makin besar rasa memiliki;
makin besar pula rasa tanggung jawab, makin besar pula tingkat dedikasinya.
9) Sekolah Memiliki Keterbukaan (Transparansi) Manajemen
Keterbukaan/transparansi dalam pengelolaan sekolah merupakan karakteristik
sekolah yang menerapkan MBS. Keterbukaan/transparansi ini ditunjukkan dalam
pengambilan keputusan, perencanaan dan pelaksanaan kegiatan, penggunaan
uang, dan sebagainya yang selalu melibatkan pihak-pihak terkait sebagai alat
kontrol.
10) Sekolah Memiliki Kemauan untuk Berubah (Psikologi dan Fisik)
Perubahan harus merupakan sesuatu yang menyenangkan bagi semua warga
sekolah. Sebaliknya, kemapanan merupakan musuh sekolah. Tentu saja yang
dimaksud dengan perubahan adalah peningkatan, baik bersifat fisik maupun
psikologis. Artinya, setiap perubahan dilakukan, hasilnya diharapkan lebih baik
dari sebelumnya (ada peningkatan) terutama mutu peserta didik.
11) Sekolah Melakukan Evaluasi dan Perbaikan Secara Berkelanjutan
Sekolah dengan MBS selalu melakukan evaluasi dan perbaikan secara
berkelanjutan. Evaluasi belajar secara teratur bukan hanya ditujukan untuk
mengetahui tingkat daya serap dan kemampuan peserta didik, tetapi yang
terpenting adalah bagaimana memanfaatkan hasil evaluasi belajar tersebut untuk
memperbaiki dan menyempurnakan proses belajar mengajar di sekolah. Oleh
karena itu, fungsi evaluasi menjadi sangat penting dalam rangka meningkatkan
mutu peserta didik dan mutu sekolah secara keseluruhan dan terus menerus.
Perbaikan secara terus-menerus harus menjadi kebiasaan warga sekolah. Tiada
hari tanpa perbaikan. Oleh karena itu, harus ada sistem mutu yang baku sebagai
acuan bagi perbaikan. Sistem mutu yang dimaksud harus mencakup struktur
organisasi, tanggung jawab, prosedur, proses, dan sumberdaya untuk menerapkan
manajemen mutu.
12) Sekolah Responsif dan Antisipatif terhadap Kebutuhan
Sekolah selalu tanggap/responsif terhadap berbagai aspirasi yang muncul bagi
peningkatan mutu. Oleh karena itu, sekolah harus selalu dapat membaca
lingkungan dan menanggapinya secara cepat dan tepat. Sekolah dituntut untuk
tidak hanya mampu menyesuaikan diri terhadap perubahan/tuntutan, akan tetapi
juga mampu mengantisipasi hal-hal yang mungkin akan terjadi. Menjemput bola
adalah padanan kata yang tepat bagi istilah antisipatif.
13) Memiliki Komunikasi yang Baik
Sekolah dengan MBS memiliki komunikasi yang baik, terutama antar warga
sekolah dan juga antara sekolah dan masyarakat sehingga kegiatan yang
dilakukan oleh tiap-tiap warga sekolah dapat diketahui. Dengan cara seperti ini,
keterpaduan semua kegiatan sekolah dapat diupayakan untuk mencapai tujuan dan
sasaran sekolah yang telah dipatok. Selain itu, komunikasi yang baik juga akan
membentuk teamwork yang kuat, kompak, dan cerdas sehingga berbagai kegiatan
sekolah dapat dilakukan secara merata oleh warga sekolah.
14) Sekolah Memiliki Akuntabilitas
Akuntabilitas adalah bentuk pertanggungjawaban yang harus dilakukan sekolah
terhadap keberhasilan program yang telah dilaksanakan. Akuntabilitas ini
berbentuk laporan prestasi yang dicapai dan dilaporkan kepada pemerintah,
orangtua siswa, dan masyarakat. Berdasarkan laporan hasil program tersebut,
pemerintah dapat menilai apakah program MBS telah mencapai tujuan yang
dikehendaki atau tidak.
Jika berhasil, pemerintah perlu memberikan penghargaan kepada sekolah yang
bersangkutan sehingga dapat menjadi faktor pendorong untuk terus meningkatkan
kinerjanya di masa yang akan datang. Akan tetapi, jika program tidak berhasil,
pemerintah perlu memberikan teguran sebagai hukuman atas kinerjanya yang
dianggap tidak memenuhi syarat. Demikian pula, para orangtua siswa dan anggota
masyarakat dapat memberikan penilaian apakah program ini dapat meningkatkan
prestasi anaknya secara individual dan kinerja sekolah secara keseluruhan.
Apabila hal ini berhasil dilakukan, orangtua peserta didik perlu memberikan
semangat dan dorongan untuk peningkatan program yang akan datang. Akan
tetapi, jika program tersebut kurang berhasil, orangtua siswa dan masyarakat
berhak meminta pertanggungjawaban dan penjelasan sekolah atas kegagalan
program MBS yang telah dilakukan. Dengan cara seperti ini, sekolah tidak akan
main-main dalam melaksanakan program pada tahun-tahun yang akan datang.
15) Manajemen Lingkungan Hidup Sekolah Baik
Sekolah efektif melaksanakan manajemen lingkungan hidup sekolah secara
efektif. Sekolah memiliki perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan,
pengoordinasian, dan pengevaluasian pendidikan kecakapan hidup (program
adiwiyata) yang dikembangkan secara terus menerus dari waktu ke waktu.
Sekolah melakukan upaya-upaya untuk meningkatkan pengetahuan, ketrampilan,
dan kesadaran warga sekolah tentang nilai-nilai lingkungan hidup dan mampu
mengubah perilaku dan sikap warga sekolah untuk menuju lingkungan hidup yang
sehat.
16) Sekolah Memiliki Kemampuan Menjaga Sustainabilitas
Sekolah yang efektif juga memiliki kemampuan untuk menjaga kelangsungan
hidupnya (sustainabilitas), baik dalam program maupun pendanaannya.
Sustainabilitas program dapat dilihat dari berkelanjutan program-program yang
telah dirintis sebelumnya dan bahkan berkembang menjadi program-program baru
yang belum pernah ada sebelumnya. Sustainabilitas pendanaan dapat ditunjukkan
oleh kemampuan sekolah dalam mempertahankan besarnya dana yang dimiliki
dan bahkan makin besar jumlahnya. Sekolah memiliki kemampuan menggali
sumberdana dari masyarakat, dan tidak sepenuhnya menggantungkan subsidi dari
pemerintah bagi sekolah-sekolah negeri.
c. Output
Output yang diharapkan adalah sekolah memiliki prestasi sesuai yang diharapkan.
Output dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu output berupa prestasi akademik dan
ouput berupa prestasi non-akademik. Output prestasi akademi misalnya, nilai yang
bagus, NEM, lomba karya ilmiah remaja, lomba mata pelajaran. Output non-
akademik, misalnya keingintahuan yang tinggi, kejujuran, kerjasama yang baik, rasa
kasih sayang yang tinggi terhadap sesama, solidaritas yang tinggi, toleransi,
kedipsiplinan, kerajinan prestasi oleh raga, kesenian, dan kepramukaan.
d. Outcome
Outcome pendidikan dengan MBS adalah hasil jangka panjang: dampak jangka
panjang terhadap individu, sosial, sikap, kinerja, semangat, sistem, penghasilan,
pengembangan karir, kesempatan pendidikan, kerja, pengembangan dari lulusan
untuk berkembang, dan mutu pada umumnya.
Dengan memperhatikan karakteristik-karakteristik MBS yang diuraikan di atas maka dapat
disimpulkan bahwa karena sekolah merupakan suatu system, maka karakter MBS melekat pada
keseluruhan proses yang berjalan di sekolah. Sekolah yang menerapkan MBS akan tercermin
dari karakteristik-karakteristik tersebut. Bila suatu sekolah mengaku telah menerapkan MBS
maka lakukanlah refleksi bahwa apakah karakteristik-karakteristik tersebut sudah ada dalam
kehidupan sekolah. Mungkin baru beberapa, namun usaha yang terbaik yang harus dilakukan
adalah menjaga eksistensi karakteristik yang sudah ada kemudian sedikit demi sedikit
meningkatkan dan terus meningkatkan dengan mengerahkan segala kemampuan demi
tercapainya system pendidikan yang terbaik.
C. Konsep Pengembangan Pendidikan Masa Depan
Sekolah merupakan suatu system yang tersusun oleh beberapa komponen antara lain konteks,
input, proses, output dan outcome. Komponen-komponen tersebut saling berhubungan satu sama
lain mulai dari konteks sampai dengan outcome. Di dalam tiap komponen terdapat manajemen
pendidikan dan secara keseluruhan membentuk suatu pola.
Selama ini pola manajemen pendidikan yang disebut sebagai pola lama dinilai masih lemah.
Oleh karena itu dengan adanya MBS yang menekankan otonomi daerah diharapkan terjadi
perubahan kearah pola baru yang merupakan pola manajemen pendidikan masa depan yang lebih
baik dari sebelumnya, lebih bernuansa otonomi serta demokratis. Depdiknas (2007)
menerangkan perubahan kearah pola baru seperti pada table di bawah ini:

POLA
Subordinasi Terpusat Kaku Birokratik Sentralistik Diatur
LAMA

Ruang
MENUJU Keputusan Pendekatan Pergerakan
gerak

POLA Desentralis
Otonomi Partisipatif Luwes Profesional Motivasi diri
BARU tik
POLA
Dihabiskan Overregulasi Mengontrol Mengarahkan Menghindari
LAMA

MENUJU Keuangan Peran sekolah Resiko

POLA Memengaru
Efisien Deregulasi Memfasilitasi Mengelola
BARU hi

POLA
Individual Terpribadi Pendelegasian Hirarkis
LAMA

MENUJU Cerdas Informasi Organisasi

POLA
Teamwork Terbagi Pemberdayaan Datar
BARU

Dengan melihat tabel di atas, dapat kita simpulkan bahwa dengan adanya MBS, terdapat
upaya-upaya perubahan yang signifikan kearah yang lebih maju pada semua komponen dan
aspek sekolah. Semua perubahan itu bertujuan agar penddidikan Indonesia di masa depan
menjadi berkembang dan semakin baik, tak kalah dibandingkan negara-negara tetangga yang
telah lebih dulu memajukan dan mengembangkan pendidikan mereka. Tidak ada kata terlambat,
marilah mulai saat ini, sejak diberlakukannya MBS, kita perbaiki system manajemen pendidikan
di Indonesia menuju pendidikan yang sejajar dengan negara-negara yang lebih maju. Berikut
adalah beberapa manajemen berbasis sekolah yang diharapkan di masa depan:
1. Dalam pengembangan pendidikan masa depan, menejemen yang diterapkan akan
semakin berkembang otomatis penggunaan media TIK akan mendasari kegiatan dalam
menejemen berbasis sekolah. Guru akan dituntut dapat menggunakan media-media terkait,
seperti penggunaan proyektor, lcd, computer, atau perangkat lain yang mendukung
pembelajaran berbasis IT.
2. Pengembangan pendidikan masa depan juga akan menerapkan pembelajaran abad 21, di
mana kemajuan teknologi informasi dan komunikasi yang berkembang begitu cepat sehingga
memiliki pengaruh terhadap berbagai aspek kehidupan, termasuk pada proses belajar-
mengajar. Selain itu, system pembelajaran abad 21 merupakan suatu pembelajaran di mana
kurikulum yang dikembangkan menuntut sekolah mengubah pendekatan pembelajaran.
Yakni berpusat pada pendidik (teacher centered learning) menjadi pendekatan pembelajaran
yang berpusat pada peserta didik (student centered learning). Hal ini sesuai dengan tuntutan
masa depan, peserta didik harus memiliki kecakapan berpikir dan belajar. Diharapkan
diterapkannya pembelajaran abad 21 akan menghasilkan lulusan dari generasi produktif yang
memiliki kualitas dan skill hebat guna menghadapi tantangan revolusi industri 4.0.
3. Manajemen berbasis masyarakat adalah konsep pendidikan yang menekankan pada
paradigma pendidikan dalam upaya peningkatan partisipasi dan keterlibatan masyarakat,
serta pengelolaan pendidikan yang sesuai dengan tuntutan lokal. Yang dimaksud adalah
pengelolaan pendidikan yang melibatkan partisipasi masyarakat dalam menentukan
kebijakan di sekolah. Selain itu manajemen berbasis masyarakat ada karena pengelolaan
pendidikan dihadapkan pada berbagai macam tuntutan lokal yang harus diakomodir melalui
kepedulian dari masyarakat setempat sehingga pendidikan yang anak anak di lingkungan
tersebut tidak tertinggal dengan pendidikan yang ada di wilayah yang lebih maju.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
1. Manajemen berbasis sekolah adalah segala usaha manajer dalam hal ini kepala sekola
dalam memobilisasi seluruh sumber daya yang ada dala pengelolaan sekolah secara
otonomi. Alasan mbs selama ini sekolah-sekolah hanya menanti dan mengandalkan
perintah dari pemerintah dan masih kurang maksimal dalam dalam memanfaatkan
sumber daya yang ada. Terdapat landasan yuridis dan filosofis yang mendasari mbs.
2. Model model MBS : Model MBS di Amerika Serikat, Model MBS di Australia, Model
MBS di Hong Kong, Model MBS di Kanada, Model MBS di Inggris, Model MBS di
Perancis, Model MBS di Nikaragua, Model MBS di Selandia Baru, Model MBS di El
Salvador, Model MBS di Madagaskar, Model MBS di Indonesia.
3. Konsep pengembangan pendidikan di masa depan dapat disimpulkan bahwa dengan
adanya MBS, terdapat upaya-upaya perubahan yang signifikan kearah yang lebih maju
pada semua komponen dan aspek sekolah. Semua perubahan itu bertujuan agar
penddidikan Indonesia di masa depan menjadi berkembang dan semakin baik, tak kalah
dibandingkan negara-negara tetangga yang telah lebih dulu memajukan dan
mengembangkan pendidikan mereka. Tidak ada kata terlambat, marilah mulai saat ini,
sejak diberlakukannya MBS, kita perbaiki system manajemen pendidikan di Indonesia
menuju pendidikan yang sejajar dengan negara-negara yang lebih maju.
B. Saran
Berdasarkan pemaparan pokok bahasan di atas, kami sebagai penulis menyadari masih
banyak kekurangan dan kesalahan dalam penyusunan makalah ini. Untuk itu kami sebagai
penulis berkenan hati untuk menerima kritik dan saran dari pembaca yang bisa menjadi
evaluasi untuk pembuatan makalah yang lebih baik dikemudian hari. Semoga adanya
makalah ini bisa bermanfaat bagi penulis sendiri atau para pembaca.
DAFTAR PUSTAKA

Anshori. 2010. Transformasi Pendidikan Islam. Jakarta: GP Press.


Depdiknas. 2007. Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). Jakarta: Depdiknas.
Lamondo. 2008. Konsep Dasar Manajemen Berbasis Sekolah/Madrasah. Shautut Tarbiyah. Edisi
21: 57 – 66.
M. Samsul Hadi, dkk. 2001. Manajemen Madrasah. Jakarta: Depag RI.
Made Pidarta. 1988. Manajemen Pendidikan Indonesia. Jakarta: Bina Aksara.
Mulyasa, E. 2009. Manajemen Berbasis Sekolah. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Umaedi, dkk. 2009. Manajemen Berbasis Sekolah. Jakarta: Universitas Terbuka.
SAJIAN MASALAH BERKAITAN DENGAN MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH
A. Masalah
Masalah terkait implementasi MBS di Sekolah Dasar yaitu belum melibatkan peran
masyarakat (orang tua) dalam transparansi penggunaan keuangan sekolah.
B. Solusi
1. Melibatkan masyarakat dalam pengambilan keputusan, monitoring, evaluasi, dan
akuntabilitas.
2. Sekolah melibatkan masyarakat (orang tua) berpartisipasi dalam rapat pleno.
3. Membentuk paguyuban untuk membahas permasalahan yang dialami sekolah maupun
kebijakan sekolah.
4. Membuka kelas parenting yang melibatkan orang tua.
5. Menyebar angket terkait pelayanan dan pelaksanaan kebijakan sekolah.
6. Membuat laporan pertanggungjawaban yang diperuntukkan untuk masyarakat di
setiap akhir tahun ajaran.

Anda mungkin juga menyukai