Anda di halaman 1dari 19

MANAJEMEN BERBASISI SEKOLAH

TUJUH PILAR MBS


D

Oleh Kelompok 5

NAMA : NPM :

1. Meliala Silaen 2001010139


2. Adelaide Sidabutar 2001010117
3. Nur Hapni Sagala 2001010116
4. Februarina situmorang 2001010160
5. Eka Febriani Br Barus 2001010011

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS


HKBP NOMEMSEN PEMATANG SIANTAR

2021/2022
KATA PENGANTAR

Dengan segala kerendahan hati, puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan
Yang Maha Esa, karena atas kebesaran serta karunia yang diberika-Nya sehingga penulis
dapat menyelesaikan Tugas Mata Kuliah MBS Kelas Tinggi . Tugas dalam bentuk makalah
ini diberi judul “7 Pilar Manajamen Berbasis Sekolah (MBS)”.Sangatlah penting bagi suatu
negara untuk mempelajari tentang pentingnya mutu pendidikan untuk masa yg akan datang.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan dan
masih jauh dari kesempurnaan, karena keterbatasan yang dimiliki penulis. Walaupun
demikian penulis tetap berusaha dengan segala kemampuan yang ada dan berkat dorongan
dan bimbingan dari berbagai pihak akhirnya penulis dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “7 Pilar Manajamen Berbasis Sekolah (MBS)” ini.

Untuk itu pada kesempatan ini pula penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada
pihak yang telah membantu sehingga terselesaikanya makalah ini. Penulis mengucapkan
terima kasih terhadap dosen yang telah memberikan arahan pelajaran sebelumnya agar
penulis dapat menyelesaikan dan menyempurnakan makalah ini dengan baik dan tepat waktu.
DAFTAR ISI

Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I PENDAHULIAN
Latar Belakang Masalah
Rumusan Masalah
Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
Tujuh Pilar MBS di Sekolah
Penerapan MBS di sekolah di Indonesia
Kendala dalam Melaksanakan Program MBS di Indonesia
BAB I
PENDAHULIAN
A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan adalah usaha menarik sesuatu di dalam manusia sebagai upaya


memberikan pengalaman-pengalaman belajar terprogram dalam bentuk pendidikan
formal, nonformal, dan informal di sekolah, dan luar sekolah, yang berlangsung seumur
hidup yang bertujuan optimalisasi kemampuan-kemampuan individu agar di kemudian
hari dapat memainkan peranan hidup secara tepat. Melihat arti dari pendidikan tersebut
dapat diketahui bahwa pendidikan sangatlah penting bagi kehidupan manusia karena
pendidikan dapat mengembangkan potensi dalam diri sendiri. Dengan demikian,
pendidikan sangamempunyai peran dalam suatu bangsa. Pada dasarnya pendidikan
mempunyai peran penting dalam proses peningkatan kualitas sumber daya manusia.
Peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan prasyarat mutlak untuk
mencapai tujuan pembangunan. Salah satu wahana untuk meningkatkan kualitas
sumber daya manusia tersebut adalah pendidikan sehingga kualitas pendidikan harus
senantiasa ditingkatkan (Mulyasa, 2006: 3). Dengan adanya pendidikan mampu
menggali atau mengembangkan potensi yang ada dalam diri peserta didik agar potensi
tersebut dapat berguna di masa yang akan datang.

Pendidikan merupakan penyumbang terbesar bagi peningkatan kualitas sumber


daya manusia sedangkan kemajuan suatu bangsa dapat terlaksana apabila sumber daya
manusia mempunyai kualitas yang mumpuni. Pendidikan memberikan konstribusi yang
sangat besar terhadap kemajuan suatu bangsa dan hal tersebut merupakan salah satu
tujuan dari pendidikan. Arti pendidikan dan tujuan pendidikan tersebut tidak akan
terlaksana apabila tidak dilandasi oleh suatu kebijakan. Istilah kebijakan pendidikan
merupakan terjemahan dari “educational policy”, yang tergabung dari kata education
dan policy. Kebijakan adalah seperangkat aturan, sedangkan pendidikan menunjuk
kepada bidangnya. Jadi kebijakan pendidikan hampir sama artinya dengan kebijakan
pemerintah dalam bidang pendidikan. Kebijakan pendidikan dibuat pemerintah agar
dapat mengatasi suatu permasalahan dalam pendidikan dimana permasalahan tersebut
dianggap sangat vital oleh pemerintah.
Di Indonesia kebijakan pendidikan sangatlah penting dan berpengaruh, karena
kebijakan pendidikan akan menjadi dasar atau kunci dari terlaksananya kegiatan
pembelajaran yang baik, terarah, dan dapat mencapai tujuan dari kegiatan pembelajaran
tersebut. Dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia pemerintah
merumuskan berbagai macam kebijakan pendidikan salah satunya tentang kebijakan
mengenai Sistem Pendidikan Nasional yang tertuang dalam Undang-Undang Republik
Indonesia No. 20 Tahun 2003 menyebutkan tentang tiga jalur pendidikan yang saling
terkait dan saling memengaruhi antara ketiganya, yaitu jalur pendidikan formal, jalur
pendidikan non formal, dan jalur pendidikan informal. Dalam dunia pendidikan jalur
yang sering digunakan adalah jalur pendidikan formal atau yang sering disebut sebagai
jalur pendidikan sekolah, khususnya tentang aspek-aspek yang terkait dengan
manajemen atau pengelolaan pendidikan sekolah atau dewasa ini telah dikembangkan
satu konsep yang dikenal dengan manajemen berbasis sekolah (MBS).

Manajemen berbasis sekolah (MBS) dapat diartikan sebagai model


manajemen yang memberikan kewenangan lebih besar kepada sekolah, dan mendorong
partisipasi secara langsung warga sekolah (guru, siswa, kepala sekolah, karyawan) dan
masyarakat (orang tua siswa, tokoh masyarakat) untuk meningkatkan mutu sekolah
berdasarkan kebijakan pendidikan nasional serta peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Kebijakan mengenai Manajemen Berbasis Sekolah tersebut dapat terlaksana
apabila ada yang melatar belakangi untuk merumuskan kebijakan tersebut. Latar
belakang munculnya Manajemen Berbasis Sekolah disebabkan oleh sistem pemerintah
pusat yang memberikan hak wewenang dan keleluasaan kepada daerah untuk mengatur
dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan
aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dengan demikian,
banyak sekolah masih merasa kebingungan akan arti dari Manajemen Berbasis Sekolah
tersebut dan menjadikan pengimplementasian Manajemen Berbasis Sekolah masih
tergolong belum sempurna. Berdasarkan permasalahan di atas, maka penulis tertarik
melakukan studi pustaka tentang Manajemen Berbasis Sekolah.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis merumuskan masalah yang
ditemukan, yaitu sebagai berikut:
1. Bagaimana implementasi 7 Pilar MBS di sekolah?
2. Mengapa MBS dapat diterapkan di sekolah di Indonesia?
3. Apa saja kendala dalam melaksanakan program MBS di Indonesia?

C. Tujuan
Berdasarkan Rumusan Masalah di atas, maka penulis merumuskan tujuan penunulisan
makalah, yaitu sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui implementasi 7 pilar MBS di sekolah
2. Untuk mengetahui alas an MBS dapat diterapkan disekolah
3. Untuk mengetahui kendala dalam pelaksanaan program MBS di Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN
A. Tujuh Pilar MBS di Sekolah

Dalam penerapannya, MBS berjalan menerapkan 7 pilar, yaitu:


1. Manajemen Kurikulum dan Pembelajaran Berbasis Sekolah
Pengaturan kurikulum dan pembelajaran yang meliputi kegiatan
merencanakan, mengorganisasikan, melaksanakan, dan mengevaluasi kurikulum
dan pembelajaran di sekolah, dengan berpedoman pada prinsip-prinsip
implementasi manajemen berbasis sekolah. Proses pembelajaran sekurang-
kurangnya harus memenuhi karakteristik; menggunakan pendekatan pembelajaran
pelajar aktif, student active learning, pembelajaran kooperatif, pembelajaran
kolaboratif, pembelajaran konstruktif, dan pembelajaran tuntas master learning
(Suti, 2011) dalam (Kurni & Susanto, 2018). Beberapa permasalahan pendidikan
nasional yang dihadapi dalam Pendidikan formal adalah:
a. Fokus pembelajaran yang masih berbasis kognitif dan cenderung menekankan
pada otak kiri
b. Pendekatan pembelajaran berorientasi pada guru dan kurang memperhatikan
kebutuhan, permasalahan dan kesiapan belajar anak
c. Suasana pembelajaran yang belum kondusif untuk mengoptimalkan potensi
anak
d. Peserta didik mengalami kejenuhan, merasa bosan, tidak fokus, mengantuk
dan cenderung mengalami emosi ketertekanan, ketakutan karena disebabkan
pembelajaran lebih menekankan pada kemampuan anak secara teori dan
hafalan.
Ruang lingkup manajemen kurikulum dan pembelajaran berbasis sekolah
meliputi:
1) Implementasi kurikulum .
2) Penyusunan Kalender Pendidikan
3) Pembagian tugas mengajar dan penyusunan jadwal mengajar
4) Proses pembelajaran
a) Perencanaan pembelajaran
b) Pelaksanaan pembelajaran
c) Penilaian pembelajaran
d) Analisis hasil penilaian
e) Tindak lanjut hasil panilaian (program remidial dan pengayaan)
f) Pengawasan melalui supervisi pembelajaran
5) Penyusunan peraturan akademik
e. 6) Penentuan beban belajar
f. a) Sistem pembelajaran
g. b) Beban belajar
h. 7) Pemilihan Strategi PAKEM
i. a) Konsep dasar
j. b) Model/strategi mengajar
k. c) Apa dan mengapa pakem
l. d) Arti Penting Pakem
m. e) Prinsip PAKEM
n. f) Keunggulan Pakem
o. g) Ciri-ciri PAKEM
p. 8) Pengawasan dan evaluasi serta pelaporan
2. Manajemen peserta didik berbasis sekolah
Manajemen peserta didik berbasis sekolah adalah pengaturan peserta didik
yang meliputi kegiatan merencanakan, mengorganisasikan, melaksanakan, dan
mengevaluasi program kegiatan peserta didik di sekolah, dengan berpedoman pada
prinsip-prinsip implementasi manajemen berbasis sekolah.
Manusia merupakan makhluk sosial yang mencirikan adanya saling
keterhubungan dan ketergantungan antara manusia yang satu dengan lainnya.
Manusia dilahirkan untuk membentuk kelompok, saling mengisi dan membutuhkan
untuk melengkapi kebutuhan dan kepenuhan dalam hidupnya baik secara fisik,
mental dan spiritual (Susanto, 2018). Oleh karena itulah, tidakheran saat mengecap
pendidikan, seorang pembelajar memiliki hubungan yang erat dengan guru atau
dosen pengajar. Di titik setiap pembelajar memiliki harapan dankemauan untuk
melewati suatu proses belajar dari tidak tahu menjadi tahu.
Ruang lingkup manajemen peserta didik berbasis sekolah meliputi:
1) Pendataan calon peserta didik
2) Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB)
3) Pengenalan sekolah/ orientasi peserta didik
4) Pengelompokan peserta didik
5) Penyelenggaraan proses pembelajaran
6) Pembinaan karakter peserta didik
7) Penyelenggaraan layanan khusus
8) Pengawasan, evaluasi dan pelaporan

3. Manajemen pendidik dan tenaga kependidikan berbasis sekolah

Manajemen pendidik dan tenaga kependidikan berbasis sekolah adalah


pengaturan pendidik dan tenaga kependidikan yang meliputi kegiatan
merencanakan, mengorganisasikan, melaksanakan, dan mengevaluasi program
kegiatan yang terkait dengan pendidik dan tenaga kependidikan di sekolah, dengan
berpedoman pada prinsip-prinsip implementasi manajemen berbasis sekolah. Di
dalamnya terdapat guru, kepala sekolah, karyawan, pesuruh dan keamanan. Dalam
kegiatan pembelajaran harus diperhatikan faktor-faktor yang dapat mendorong
siswa agar dapat menunjukkan perilaku belajar yang positif. Hal tersebut tentu
menjadi tantangan bagi guru hingga ke jenjang tertinggi yaitu universitas, untuk
meningkatkan perilaku belajar siswa menjadi lebih baik. Dalam hal ini diperlukan
peran kepemimpinan guru pada pembelajaran di kelas (Rahayu & Susanto, 2018).
Konsep desentralisasi pendidikan yang digulirkan melalui Undang-Undang Nomor
22 dan 25 yahun 1999 menyebutan Yayasan pendidikan sekolah swasta perlu
menekankan perlunya akuntabilitas sebagai prinsip pengelolaan pendidikan.
Ruang lingkup manajemen pendidik dan tenaga kependidikan berbasis sekolah
meliputi:
1) Perencanaan kebutuhan
2) Rekrutmen/pengadaan
3) Pembinaan dan pengembangan
4) Pemberian motivasi
5) Rotasi kerja
6) Pemberhentian
7) Pengawasan, evaluasi kinerja dan pelaporan

4. Manajemen sarana dan prasarana berbasis sekolah


Manajemen sarana dan prasarana berbasis sekolah adalah pengaturan sarana
dan prasarana yang meliputi kegiatan merencanakan, mengorganisasikan,
melaksanakan, dan mengevaluasi program kegiatan sarana dan prasarana di
sekolah, dengan berpedoman pada prinsip-prinsip implementasi manajemen
berbasis sekolah. Manajemen sarana dan prasarana pendidikan dapat diartikan
sebagai segenap proses pengadaan dan pendayagunaan komponen secara lansung
maupun tidak lansung menunjang proses pendidikan untuk mencapai tujuan
pendidikan secara efektif dan efisien (Sekolah & Kejuruan, 2018).
Dalam kaitannya dengan implementasi sarana dan prasarana, ketersesdiaan
sarana dan prasrana merupakan salah satu komponen penting harus dipenuhi dalam
menunjang sistem pendidikan. Manajemen sarana dan prasarana pendidikan dapat
diartikan sebagai segenap proses pengadaan dan pendayagunaan komponen secara
lansung maupun tidak lansung menunjang proses pendidikan untuk mencapai tujuan
pendidikan secara efektif dan efisien.

Dalam meningkatkan dan mengembangkan sarana dan prasarana melalui


beberapa proses meliputi:
a. Perencanaan Penggadaan,
b. Pengadaan,
c. Pendistributian,
d. Pemeliharaan dan Perawatan,
e. Inventarisasi dan Penghapusan.

Perencanaan pengadaan harus dirancang dengan benar sebelum penggadaan


dilakukan. Bila rencana dari awal sudah matang maka sangat berpengaruh terhadap
hasil yang diperoleh setelah penggadaan.
Ruang Lingkup

Ruang lingkup manajemen sarana dan prasarana berbasis sekolah meliputi:


1) Analisis kebutuhan dan perencanaan
2) Pengadaan
3) Inventarisasi
4) Pendistribusian dan pemanfaatan
5) Pemeliharaan
6) Penghapusan
7) Pengawasan, evaluasi dan pelaporan

5. Manajemen pembiayaan berbasis sekolah


Manajemen pembiayaan berbasis sekolah adalah pengaturan pembiayaan yang
meliputi kegiatan merencanakan, mengorganisasikan, melaksanakan, dan
mengevaluasi program kegiatan pembiayaan di sekolah, dengan berpedoman pada
prinsip-prinsip implementasi manajemen berbasis sekolah.
Keterlibatan orangtua siswa dalam manajemen sekolah sangat diperlukan guna
menuju pendidikan berbasis masyarakat, yaitu pendidikan yang berdasarkan pada
kebutuhan masyarakat. Salah satu peran serta orangtua siswa dalam pendidikan
adalah mengenai pembiayaan satuan pendidikan. Penyusunan anggaran
pembiayaan pendidikan selalu berpatokan pada sistem penganggaran, sedangkan
penganggaran merupakan proses penyusunan anggaran (budgeting). Budget
merupakan rencana operasional yang dinyatakan secara kuantitatif dalam bentuk
satuan uang yang digunakan sebagai pedoman dalam melaksanakan kegiatan dalam
waktu tertentu. Oleh karena itu, dalam penganggaran tergambar kegiatan
dilaksanakan oleh suatu lembaga.
Ruang lingkup manajemen pembiayaan berbasis sekolah meliputi:
1) Penyusunan Rencana Kerja Sekolah (RKS)/Rencana Kerja Jangka
Menengah (RKJM) dan Rencana Kerja Tahunan (RKT)
2) Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Sekolah (RKAS)
3) Penggalian sumber-sumber
4) Pembukuan
5) Penggunaan sesuai peraturan perundangan
6) Pengawasan, evaluasi dan pelaporan

6. Manajemen hubungan sekolah dan masyarakat berbasis sekolah


Manajemen hubungan sekolah dan masyarakat berbasis sekolah adalah
pengaturan hubungan sekolah dan masyarakat yang meliputi kegiatan
merencanakan, mengorganisasikan, melaksanakan, dan mengevaluasi program
kegiatan hubungan sekolah dan masyarakat, dengan berpedoman pada prinsip-
prinsip implementasi manajemen berbasis sekolah. Semua manajemen sekolah
melalui program-programnya, tidak akan berjalan dengan lancar apabila tidak
mendapat dukungan masyarakat sekitar, karena tanggung jawab pendidikan itu ada
pada tiga unsur utama, yaitu, keluarga, sekolah dan masyarakat (Sulaiman Bakri,
Cut Zahri Harun, 2017).
Komuikasi yang baik antara sekolah dan masyarakat akan menghasilkan
pendidikan yang bermutu seperti tujuan pendidikan dalam.Undang – Undang
Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas Bab II pasal 3 di
sebutkan bahwa: Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia, sehat berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Ruang lingkup manajemen hubungan sekolah dan masyarakat berbasis sekolah
meliputi:
1) Analisis kebutuhan
2) Penyusunan program
3) Pembagian tugas pelaksana
4) Pelaksanaan kegiatan
5) Pengawasan, evaluasi dan pelaporan

7. Manajemen budaya dan lingkungan berbasis sekolah


Organisasi yang berorientasi pada mutu tidak dapat melepaskan diri dari
perbaikan mutu secara berkelanjutan (Susanto, 2018), disinilah letak fungsi
Manajemen budaya dan lingkungan berbasis sekolah, yaitu pengaturan budaya dan
lingkungan yang meliputi kegiatan merencanakan, mengorganisasikan,
melaksanakan, dan mengevaluasi program kegiatan budaya dan lingkungan
sekolah, dengan berpedoman pada prinsip-prinsip implementasi manajemen
berbasis sekolah sehingga sekolah dapat terus berkembang sesuai dengan tuntutan
lingkungan.
Ruang lingkup manajemen budaya dan lingkungan sekolah berbasis sekolah
meliputi:
1) Perencanaan program
2) Sosialisasi program
3) Pelaksanaan program
4) Pengawasan, evaluasi dan pelaporan program

B. Penerapan MBS di sekolah di Indonesia


Manajemen berbasis sekolah (MBS) merupakan program nasional sebagaimana
tercantum dalam Undang -undang No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan
nasional pasal  50 (1) " Pengelolaan satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan
dasar, dan pendidikan menengah dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan
minimal dengan prinsip manajemen berbasis sekolah/madrasah" MBS merupakan
paradigma baru pendidikan yang memberikan otonomi luas pada tingkat sekolah
dengan maksud agar sekolah leluasa mengelola sumber daya dan sumber dana dengan
mengalokasikannya sesuai dengan prioritas kebutuhan sekolah. Dengan demikian
tanggungjawab pengelolaan pendidikan bukan hanya oleh pemerintah tapi juga oleh
sekolah dan masyarakat dalam rangka mendekatkan  pengambilam keputusan
ketingkat grassroots (yang paling dekat dengan peserta didik) . Bagaimana
Penerapannya di Indonesia? Ada tiga pilar MBS yang dapat dijadikan patokan untuk
menilai implementasi MBS yang dilaksanakan oleh sekolah di Indonesia yaitu:
Manajemen Sekolah, Pembelajaran yang Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan,
dan Peran Serta Masyarakat

1. Manajemen Sekolah
Penerapan manajemen sekolah pada umumnya sudah dapat diterapkan dengan
baik oleh sebagian  sekolah terutama sekolah sekolah perkotaan yang sudah memiliki
SDM yang memadai baik secara kualifikasi maupun kompetensi. Namun pada sisi
lain masih banyak sekolah terutama kepala sekolah belum dapat mengelola
sekolahnya dengan baik misalnya dalam hal berkomunikasi dan berkoodinasi dengan
semua warga sekolah dan masyarakat. Indikasinya terlihat masih banyak warga
sekolah dan masyarakat yang tidak tahu program sekolah dan penggunaan dana
sekolah baik yang bersumber dari BOS untuk SD dan SMP maupun dari komite
(masyarakat) untuk SMA/SMK. Program sekolah dan penggunaan dana tidak
disosialisakan dengan transparan dan akuntabel. Sehingga sering menimbulkan
kecurigaan diantara warga sekolah. Sebagai dampaknya guru dan staff serta
masyarakat kurang antusias untuk mendukung program sekolah.

Dalam hal peningkatan kualitas tenaga pendidik dan kependidikan misalnya


masih banyak kepala sekolah yang hanya menunggu bila ada program pelatihan dari
pemerintah. Semestinya peningkatan kualitas tenaga pendidik dan kependidikan ini
dapat dilakukan oleh sekolah secara mandiri misalnya dengan memberdayakan rekan
sejawat (guru, kepala sekolah,dan pengawas sekolah) untuk saling berbagi. Dengan
sering diadakannya sharing antar teman sejawat diharapkan akan timbul semangat
untuk berinovasi dan berimprovisasi yang akan melahirkan kreatifitas.

2. Peran Serta Masyarakat


Masyarakat adalah mitra sekolah yang dapat diandalkan. Masyarakat terkait
langsung dengan penyelenggaraan pendidikan  di sekolah, karena keberadaan sekolah
ada di tengah -tengah masyarakat dan menjadi tujuan masyarakat sekitar untuk
menuntut ilmu. Sekolah dan masyarakat harus selalu bersinergi untuk mewujudkan
outcome sekolah yang berkualitas. Dukungan masyarakat kepada sekolah hendaknya
bukan hanya bersifat material tapi juga dukungan moril seperti memberikan rasa
aman kepada semua warga sekolah. Memang kepala sekolah harus memiliki
kompetensi social yang handal. Disamping itu sekolah bisa dijadikan pusat informasi
bagi masyarakat sekitar sekolah. Informasi yang dimaksud adalah informasi yang
bersifat umum bukan hanya mengenai siswa tapi juga yang berkenaan dengan
pemberdayaan sumber daya yang ada di lingkungan masyarakat. Sekolah dapat
menjadi trigger  (pemicu) untuk memajukan masyarakat sekitar sekolah. Dengan
contoh langsung yang diberikan sekolah biasanya masyarakat akan cepat meniru dan
mempraktikkannya apalagi sesuatu yang baru yang dapat memberikan nilai tambah
bagi mereka. Masyarakat dapat juga dilibatkan dalam program sekolah khususnya
yang menyangkut life skill.

Namun yang masih menjadi persoalan adalah dukungan masyarakat belum


optimal baik dalam hal prakarsa dan kontribusi untuk mamajukan sekolah maupun
memberikan rasa aman baik pada siswa maupun guru yang mengajar di sekolah.
Sebuah harian daerah pernah memberitakan ada guru yang dirampok  oleh pelaku
yang juga masyarakat sekitar sekolah. Selain itu ada usaha ternak ayam potong yang
berdampingan dengan sekolah yang sangat mengganggu proses pembelajaran di
sekolah karena bau yang tidak sedap yang berasal dari kotoran ayam tersebut, dan
mungkin masih banyak lagi persoalan-persolan lain yang dapat mengganggu
kelancaran proses pembelajaran.

Memang persoalan ini sangat ruet dan kompleks, tetapi dengan tekad dan
komitmen yang kuat antara pihak sekolah, pemerintah, dan masyarakat sebagai
sebuah system yang mempunyai maksud yang sama untuk mencapai pendidikan yang
berkualitas, maka MBS ini dapat diterapkan dengan baik dan dihantarkan sampai ke
tujuan.

C. Kendala dalam Melaksanakan Program MBS di Indonesia

Sedikitnya ada tiga tantangan yang dihadapi sekolah dalam melaksanakan


MBS, yang meliputi capacity building, keterbukaan menajemen transparancy,
pertanggungjawaban kegiatan dan hasil pendidikan accountability. Masing- masing
tantangan tersebut, diuraikan berikut ini. 1 Kemampuan sekolah Tantangan utama
pelaksanaan MBS adalah rendahnya kemampuan sekolah untuk melaksanakan model
manajemen ini, karena kurangnya sumberdaya pendidikan. Sebagaimana telah
dijelaskan, keberhasilan program MBS amat bergantung pada faktor leadership dan
ketersedian resources yang memadai. Namun harus diakui, kemampuan rata-rata
kepemimpinan kepala sekolah dewasa ini merupakan masalah yang paling utama
dalam manajemen pendidikan ditingkat SMP, dan SMA. Sementara sumberdaya
pendidikan yang lain, seperti pembiayaan dan sarana prasarana pendidikan jauh dari
standar minimal yang diperlukan sekolah untuk bisa operasional secara optimal.
Untuk mengatasi masalah capacity building tersebut diperlukan seleksi kepala
sekolah secara ketat, peningkatan kemampuan manajemen kepala sekolah secara
profesional, serta uji profesi dan serifikasi kepemimpinan dan manajemen kepala
sekolah secara berkala. Sementara itu, pembiayaan dan sarana dan prasarana
pendidikan perlu dipenuhi oleh pemerintah sesuai dengan standar minimal yang
ditetapkan. Kekurangan sumberdaya pendidikan lainnya perlu diupayakan oleh
sekolah melalui kegiatan-kegiatan produktif dan dukungan masyarakat setempat.
Transparansi manajemen Tantangan kedua adalah bagaimana menciptakan
iklim dan budaya keterbukaan transparansi dalam manajemen sekolah. Telah menjadi
pengetahuan umum, bahwa manajemen sekolah khususnya yang berkaitan dengan
perencanaan dan penggunaan biaya pendidikan amat tertutup. Hanya kepala sekolah
dan bendaharawan sekolah yang mengetahui berapa besar dana yang dihimpun
sekolah baik dari pemerintah pusat rutin dan pembangunan, pemerintah daerah,
maupun dari masyarakat. Mereka juga yang mengetahui untuk apa dana tersebut
dibelanjakan dan bagaimana dipertanggungjawabkan. Untuk mengatasi tanatangan ini
maka transparansi manajemen adalah suatu keharusan dan menjadi alat kontrol
pertama dan utama dalam pelaksanaan manajemen berbasis sekolah. Setiap unsur
yang terlibat dalam manajemen berbasis sekolah; kepala sekolah, guru, tenaga
lainnya, orangtua, dan masyarakat mempunyai akses yang sama untuk memperoleh
informasi yang benar tentang pengelolaan sumberdaya pendidikan. Dengan demikian
setiap unsur dapat melakukan kontrol terhadap penyelenggaraan pendidikan, sehingga
berbagai penyimpangan dapat dicegah dan target mutu pendidikan dapat tercapai. 3
Akuntabilitas Tantanga ketiga adalah seberapa jauh pertanggungjawaban
sekolah tehadap kegiatan dan hasil pendididikan yang telah dicapai. Masalah
akuntabilitas di SMP dan SMA selama ini hampir tidak mendapat perhatian. Apakah
suatu kinerja sekolah menunjukkan prestasi atau tidak, sekolah tidak memperoleh
pengahargaan atau sanksi apa-apa. Sehingga yang terjadi, sekola hanya melaksanakan
kegiatan rutinitas sepanjang tahun dan selama bertahun-tahun tanpa target yang jelas.
Karena MBS memberikan kewenangan dan tanggung jawab yang cukup besar dalam
penyelenggaraan pendidikan, maka sekolah perlu mempertanggungjawabkan proses
dan hasil pendidikan yang telah dicapai kepada para stakeholders pendidikan.
Akuntabilitas adalah bentuk pertanggungjawaban yang harus dilakukan
sekolah terhadap keberhasilan terhadap penyelenggaraan pendidikan yang telah
dilaksanakan. Akuntabilitas ini berbentuk laporan prstasi yang telah dicapai baik
kepada orangtua, masyarakat, dan pemerintah. Berdasarkan laporan hasil program ini
mereka dapat menilai apakah MBS ini telah mencapai tujuan dikehendaki atau tidak.
Bilamana berhasil, maka orangtua, masyarakat dan pemerintah perlu memberikan
penghargaan kepada kepala sekolah yang bersangkutan, sehingga menjadi faktor
pendorong untuk terus meningkatkan kinerjanya dimasa yang akan datang.
Sebaliknya apabila tidak berhasil maka sekolah perlu dimintai pertanggungjawaban
atas kegagalan dalam penyelenggaraan pendidikan bagi siswa dan diberikan teguran
atau sanksi lain atas hasil kinerjanya yang dianggap tidak memenuhi syarat. Dengan
cara ini, maka sekolah tidak akan main-main dalam melaksanakan program pada
tahun-tahun yanga akan datang. Kendala yang dihadapi untuk menuju MBS menurut
Indrayanto Sumarno, 2000 adalah sebagai berikut: a Banyaknya peraturan yang
menyebabkan sekolah tidak peka terhadap tanda-tanda perubahan masyarakat
pengguna sekolah. b Kebiasaan monopoli, menyebabkan sekolah “terlalu aman”. c
Pengerahan tenaga murah, tidak memacu peningkatan nilai tambah. d
Keberhasilan sekolah bergantung sektor lain. e Perbedaan tingkat kesiapan antar
murid. f Besarnya pengaruh lingkungan, terutama yang bersifat merugikan. Berbagai
kendala tersebut di atas harus dicermati dengan sungguh-sungguh agar supaya benar-
benar terjadi prubahaan dan siap melaksanakan MBS. Oleh karena itu sekolah perlu
mempersiapkan hal-hal sebagai berikut Sumarno, 2000: a Pengembangan sumberdaya
manusia. Kepala sekolah dan guru perlu mendapatkan pengenalan dan pelatihan
mengenai MBS, dan kemampuan lain yang diperluakan seperti; bagaimana menjalin
kerja sama Komite Sekolah yang strategis. b Penataan struktur organisasi sekolah.
Pengaturan dan pendelegasian kewenangan intern sekolah, sehingga masing-masing
guru mendapatkan peran yang jelas dalam pengembangan sekolah. Tugas guru tidak
hanya mengajar, tetapi memikirkan penyelenggaraan dan kemajuan sekolah. c
Perubahan kultur.
Dengan sengaja dihidupkan iklim sekolah dan budaya sekolah yang khas
sesuai
dengan visi, misi sekolah. Budaya sekolah ini didukung oleh kepala sekolah, guru,
murid, orangtua murid, komite sekolah, dan masyarakatnya. Misalnya hidupnya
budaya kerja keras, disiplin, pelestarian lingkungan yang bersih dan sehat, keindahan,
suasana keagamaan. d Penataan kembali pembiayaan. Sistem pembiayaan yang
transparan diupayakan semenjak perencanaan program kegiatan, sumber anggaran,
pengalokasikan anggaran, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi ketercapaian
sasaran progaram. Sekolah diharapkan memiliki kemampuan untuk menggali sumber-
sumber masyarakat, namun perlu keterbukaan dan kepercayaan dari masyarakat. e
Penyediaan sarana dan prasarana. Sarana dan prasarana sekolah perlu
dimengerti sebagai penanaman modal, dengan demikian setiap pengadaan sudah
disertai dengan rencana penggunaan dan pemanfaatannya secara optimal. Di samping
itu dalam perencanaan harus sudah harus direncanakan pula aspek pemeliharaan dan
opersionalnya. f Pengerahan peran serta masyarakat. Sesuai dengan konsep
pendidikan berbasis masyarakat maka peran serta masyarakat merupakan faktor
pendukung yang utama dalam pelaksanaan MBS.

BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Melalui pembuatan makalah ini penulis menyimpulkan implementasi 7 pilar MBS


memberikan banyak hal positif dimana sekolah mampu mengembangkan lembaganya
masing – masing sehingga dapat memiliki derap yang sama di manapun lembaga
pendidikan ini berada.

B. Saran

Harapan setiap penulis pasti sama, setiap karyanya dapat dihargai dan digunakan
dengan baik. Namun demikian penulis juga mengakui banyak kekurangan serta
keterbatasan penulis dalam memahami isi setiap jurnal, oleh karena itu penulis
mengharapkan adanya masukan dan saran yang membangun guna perbaikan makalah di
kemudian hari serta sebagai masukan ilmu bagi penulis untuk makalah-makalah
selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA

https://text-id.123dok.com/document/rz3lj299z-tantangan-dan-kendala-pelaksanaan-
mbs.html
https://adapalagi.blogspot.com/2019/07/implementasi-7-pilar-mbs.html?m=1

Anda mungkin juga menyukai