Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

“MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH (MBS)”

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Manajemen Berbasis Sekolah

Dosen Pengampu : Dr. Yudo Dwiyono M. Si

Disusun Oleh:

Kelompok IV

Permana Lestari
Sumarna
Ummi Salamah
Zabur Mauliddin

PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENGETAHUAN

UNIVERSITAS MULAWARMAN

TAHUN 2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan anugrahnya,
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Makalah ini akan membahas
tentang manajemen berbasis sekolah (MBS) yang dimana didalamnya berisi tentang apa itu
kebijakan MBS, bagaimana sekolah yang sudah dan belum melaksanakan MBS, persamaan
dan perbedaan SD yang sudah melaksanakan MBS, serta factor pendukung dan penghambat
terlaksananya MBS disekolah-sekolah.

Kami mohon maaf jika ada banyak kesalahan dalam penulisan makalah ini, kami menerima
bentuk kritik dan saran yang membangun demi kebaikan dan kemudahan dalam menuntut
ilmu lebih banyak lagi.

Samarinda, 6 Mei 2019

Penulis
BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Salah satu kebijakan strategis pendidikan nasional sesuai dengan amanat UU


Nomor Tahun 2003 tentang sistem pendidikan Nasional adalah manajemen berbasis
sekolah (MBS). MBS Tersebut merupakan pendekatan manajemen yang harus diterapkan
oleh sekolah dasar sebagai bagian dari satuan pendidikan dasar berdasarkan standar
pelayanan minimal. Penerapan MBS di sekolah mendorong sekolah harus secara aktif,
mandiri, terbuka dan akuntabel melakukan berbagai peningkatan mutu pendidikan sesuai
dengan kebutuhan sekolah sendiri dengan disertai pembuatan keputusan secara
Partisifatif.
MBS memberikan keluasaan bagi sekolah untuk menentukan arah dan kebijakan
yang relevan dengan situasi dan kondisi lingkungannya. MBS Juga memberikan peluang
yang sangat besar bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam pendidikan di sekolah.
Penting bagi guru, calon guru, maupun pemerhati pendidikan untuk benar-benar
memahami konsep MBS ini agar nantinya bisa menjalankan manajemen pendidikan di
sekolah sesuai dengan apa yang tertuang dalam konsep MBS. Untuk itu dalam makalah
ini penulis akan membahas materi mengenai MBS.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah pengertian kebijakan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)?
2. Bagaimana ciri-ciri sekolah yang telah melaksanakan MBS?
3. Bagaimana ciri-ciri sekolah yang belum melaksanakan MBS?
4. Apa persamaan dan perbedaan SD yang tidak melaksanakan MBS?
5. Apa faktor pendukung terlaksananya MBS?
6. Apa faktor penghambat terlaksananya MBS?
C. TUJUAN PENULISAN
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui:
1. Pengertian kebijakan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS).
2. Ciri-ciri sekolah yang telah melaksanakan MBS.
3. Ciri-ciri sekolah yang belum melaksanakan MBS.
4. Persamaan dan perbedaan SD yang tidak melaksanakan MBS.
5. Faktor pendukung terlaksananya MBS
6. Faktor penghambat terlaksananya MBS
D. MANFAAT

Adapun manfaat dari makalah ini adalah :


1. Sebagai solusi alternatif dalam mengelola dan memanejemen pendidikan di
sekolah
2. Menambah wawasan penulis dan pembaca makalah ini dalam memahami MBS,
ciri-ciri, factor pendukung dan penghambat pelaksanaan MBS disekolah.
BAB 2
PEMBAHASAN

A. DEFINISI DAN MANFAAT MBS


1. DEFINISI MBS
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) adalah bentuk otonomi manajemen
pendidikan pada satuan pendidikan, yang dalam hal ini kepala sekolah dan guru SD,
dibantu oleh komite sekolah dalam mengelola kegiatan pendidikan (penjelasan Pasal
51 Ayat (1) UU nomor 20 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional). MBS
pda hakikatnya adalah bagaimana menjadi sekolah yang memiliki manajemen yang
baik berbasis pada kecerdasan sekolah mampu menghimpun kekuatan dari berbagai
potensi yang ada disekolah. Multiple intelligence atau kecerdasan jamak adalah
sebuah teori yang memandang bagaimana setiap individu warga sekolah secara unik
mampu menggunakan kecerdasan mereka untuk memecahkan masalahdan
menghasilkan sesuatu yang baik bagi semua warga sekolah.
Teori ini dapat diaplikasikan disekolah dalam menata manajemennnya terkait
dengan kecerdasan berkomunuikasi secara efektif (word smart), berpikir secara logis,
berhitung dan memperhitungkan dalam setiap pengambilan keputusan (logic smart),
menggali potensi alamiah dan lingkungan hijau yang ada disekitar sekolah (nature
smart), menata lingkungan dan fisik sekolah menjadi indah (picture smart), individu
sekolah sehat secara fisik dan energy (body smart), sekolah ceria gembira dengan
aneka music budaya daerah yang dibina (music smart), warga sekolah yang ramah,
sopan, santun, dan responsif (people smart), sikap empati dan simpati yang
berkembang dengan baik (self smart), dan memiliki perilaku warga sekolah yang taat,
beriman, dan bertaqwa.

Unsur-unsur penting yang terkandung dalam definisi MBS meliputi:


a. Pengelolaan
Pengelolaan dimaknai dari dua sudut pandang yakni proses dan komponen
manajemen sekolah. Sebagai proses, manajemen sekolah merupakan
system yang komponennya meliputi perencanaan, pengorganisasian,
pelaksanaan dan pengawasan. Ditinjau dari komponennya, manajemen
sekolah meliputi: (1) kurikulum dan pembelajaran, (2) peserta didik, (3)
pendidik dan tenaga kependidikan, (4) pembiayaan, (5) sarana dan
prasarana, (6) hubungan sekolah dengan masyarakat, (7) budaya dan
lingkungan sekolah.
b. Sumber Daya
Sumber daya sekolah yang paling penting adalah sumber daya manusia
sebagai social capital. Kepala sekolah dan guru senantiasa mampu
menggali dan bekerja sama dengan berbagai sumber daya manusia yang
diaanggap dapat membantu keberhasilansekolah dalam melaksanakan
perannya sebagai lembaga pendidikan. Misalnya melibatkan unsur
masyarakat (petani, pedagang, peternak, seniman, tokoh masyarakat,
tokoh agama, puskesmas) untuk pemberdayaan mata pelajaran tertentu,
ekstrakurikuler, dan pengembangan diri anak.
c. Strategi Pembelajaran
Strategi pembelajaran yang dilakukan hendaknya berpusat pada peserta
didik (student centre) dengan menerapkan prinsip-prinsip belajar yang
menyenangkan, ramah otak, ramah lingkungan, yang biasa juga dikenal
dengan istilah PAKEM (Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan
Menyenangkan)
d. Implementasi Budaya dan Lingkungan Sekolah yang Kondusif
Sekolah memiliki tanggungjawab moral dalam mengintegrasikan
pendidikan dengan budaya yang ada di masyarakat. Oleh karena itu,
sekolah merupakan miniature masyarakat yang ada disekitarnya, maka
diharapkan budaya dan lingkungan sekolah menjadi konteks pendidikan.
e. Peran serta Masyarakat
Melibatkan masyarakat yang ada di lingkungan sekolah akan menguatkan
kelembagaan, dan menjadikan sekolah itu milik masyarakat, maka
apappun kepentingan sekolah akan dikuatkan oleh peran serta masyarakat
yang memiliki komitmen untuk kemajuan pendidikan disekolah tersebut.
f. Pencapaian Tujuan Peningkatan Mutu Sekolah
Pencapaian tujuan peningkatan mutu sekolah sangat ditentukan oleh visi,
misi sebagai modal social dari pihak terkait yang ada disekolah.

2. TUJUAN MBS
Tujuan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) yaitu: a) meningkatkan mutu
pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam mengelola dan
memberdayakan sumber daya yang tersedia; b) meningkatkan kepedulian warga
sekolah dan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan melalui pengambilan
keputusan bersama; c) meningkatkan tanggung jawab sekolah kepada orang tua,
masyarakat, dan pemerintah tentang mutu sekolahnya; dan d) meningkatkan
kompetisi yang sehat antar sekolah untuk pencapaian mutu pendidikan yang
diharapkan.
3. MANFAAT MBS

Penerapan MBS yang efektif secara spesifik mengidentifikasi beberapa


manfaat spesifik dari penerapan MBS sebagai berikut :

 memungkinkan orang-orang yang kompeten di sekolah untuk mengambil


keputusan yang akan meningkatkan pembelajaran;
 memberi peluang bagi seluruh anggota sekolah untuk terlibat dalam
pengambilan keputusan penting;
 mendorong munculnya kreativitas dalam merancang bangun program
pembelajaran;
 mengarahkan kembali sumber daya yang tersedia untuk mendukung tujuan
yang dikembangkan di setiap sekolah;
 menghasilkan rencana anggaran yang lebih realistik ketika orang tua dan
guru makin menyadari keadaan keuangan sekolah, batasan pengeluaran,
dan biaya program-program sekolah;
 meningkatkan motivasi guru dan mengembangkan kepemimpinan baru di
semua level.
B. CIRI-CIRI SEKOLAH YANG TELAH MELAKSANAKAN MBS.

Berikut merupakan ciri – ciri sekolah yang melaksanakan MBS, dimulai dari:
Organisasi Sekolah, mempunyai ciri:
(1) menyediakan manajemen/kepemimpinan transformasional dalam mencapai tujuan
sekolah,
(2) Menyusun rencana sekolah dan merumuskan kebijakan untuk sekolahnya sendiri,
(3) Mengelola kegiatan operasional sekolah,
(4) Menjamin adanya komunikasi yang efektif antara sekoah dan masyarakat,
(5) Menggerakkan Partisipasi Masyarakat,
(6) Menjamin terpeliharanya sekolah yang bertanggungjawab kepada masyarakat dan
sekolah.
Kegiatan Belajar Mengajar, mempunyai ciri – ciri :
(1) Meningkatkan Kualitas Belajar Peserta Didik,
(2) Mengembangkan kurikulum yang cocok dan tanggap terhadapkebutuhan peserta
didik dan masyarakat,
(3) Menyelenggarakan kegiatan pembelajaran yang efektif,
(4)Menyediakan program pengembangan yang diperlukan peserta didik,
(5) Berperan serta dalam memotivasi siswa.
Sumber Daya Manusia, mempunyai ciri – ciri:
(1) Memperdayakan staf dan menempatkan personel yang dapat melayani keperluan
peserta didik,
(2) Memilih staf yang memiliki wawasan MBS,
(3) Menyediakan kegiatan untuk pengembangan profesi pada semua staf,
(4) Menjamin kesejahteraan staf dan peserta didik,
(5) Menyelenggarakan forum atau diskusi untuk membahas kemajuan kinerja
sekolah.
Sumber Daya dan Administrasi, mempunyai ciri – ciri:
(1) mengidentifikasi sumber daya yang diperlukan dan mengaokasikan sumber daya
tersebut sesuai dengan kebutuhan,
(2) Mengelola sekolah secara efektif dan sfisien,
(3) Menyediakan dukungan administratif,
(4) Mengelola dan memelihara gedung dan sarana sekolah.

o Secara umum dapat dituliskan ciri-ciri sekolah yang telah melaksanakan MBS
adalah:

 Visi dan misi yang dirumuskan bersama oleh Kepala Sekolah, Guru, wakil
siswa, Alumni, dan pemangku kepentingan lainnya seperti Tokoh Agama dan
Tokoh Masyarakat.
 Ada RIPS yang mengacu pada visi dan misi yang telah dirumuskan.
 Penyusunan RAPBS sesuai dengan RIPS yang disusun bersama oleh kepala
sekolah, guru, dan Komite Sekolah secara transparan.
 Akuntabel (dapat dipertanggungjawabkan).
 Terwujudnya otonomi sekolah yang ditandai dengan kemandirian dan
dinamika sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
 Pengambilan keputusan dilaksanakan secara partisipatif dan demokratis.
 Terbuka menerima masukan, kritik, dan saran dari pihak manapun demi
penyempurnaan program.
 Mampu membangun komitmen seluruh warga sekolah untuk mewujudkan visi
dan misi yang telah ditetapkan.
 Pemberdayaan seluruh potensi warga sekolah dalam mencapai tujuan yang
telah ditetapkan.
 Terciptanya suasana kerja yang kondusif untuk peningkatan kinerja sekolah.
 Mampu memberikan rasa bangga kepada semua pihak (warga masyarakat dan
sekolah).
 Ada transparansi dan akuntabilitas publik didalam melaksanakan seluruh
kegiatan.
Dengan adanya hal tersebut Indonesia yang notabene merupakan negara yang
majemuk, maka akan berimplikasi pada kemampuan dan ciri khas bagi sekolah dalam
mengimplementasikan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS).

Contoh sekolah yang telah melaksanakan MBS:


1. SD N 03 Melak, Kutai Barat.
2. SD N 01 Barong Tongkok.
3. SD Katolik Barong Tongkok
Sekolah yang tidak melaksanakan MBS

Berdasarkan hasil observasi kami, kami tidak menemukan adanya sekolah yang
belum menerapkan kebijakan MBS. Namun demikian penerapan MBS disekolah
tersebut diatas tidaklah 100% dikarenakan beberapa faktor misalnya tidak semua
pengambilan keputusan mampu melibatkan pihak terkait, karena pengambilan
keputusan menjadi tidak efisien dan lamban jika semuanya melibatkan banyak pihak.

C. PERSAMAAN DAN PERBEDAAN SEKOLAH YANG TIDAK


MELAKSANAKAN MBS
1. Persamaan
Persamaan antara sekolah yang melaksanakan MBS dan yang tidak melaksanakan
MBS yaitu :
a. Menurut saya sama-sama merupakan suatu lembaga kependidikan yang
didalamnya terjadi interaksi proses belajar mengajar.
b. Memiliki warga (siswa, Guru, Kepala Sekolah, Staf Guru)
c. Memiliki Logo sekolah
d. Memiliki Visi, Misi dan Tujuan kearah tercapainya Tujuan.
2. Perbedaan
Perbedaan yang terlihat dalam Sekolah yang melaksanakan MBS dan yang tidak
mungkin terlihat dalam sistem pengolahannya, karena Sekolah yang
melaksanakan MBS memiliki kewenangan(otonomi) untuk mengolah Rumah
tangganya sendiri. Berikut menunjukkan perbedaan pola manajemen :
Sekolah yang tidak Sekolah yang Melaksanakan
Melaksanakan MBS MBS
Subordinasi Otonomi
Pengambilan keputusan Pengambilan keputusan
terpusat partisipasif
Ruang gerak kaku Ruang gerak luwes
Pendekatan birokratik Pendekatan profesional
Sentralistik Disentralistik
Diatur Motivasi
Overegulasi Deregulasi
Mengontrol Mempengaruhi
Mengarahkan Memfasilitasi
Menghindari resiko Mengelola resiko
Gunakan uang semuanya Gunakan uang seefesien
Individual yang cerdas Teamwork yang cerdas
Informasi terpribadi Informasi terbagi
Pendelegasian Pemberdayaan
Organisasi herakis Organisasi datar

Pada Sekolah yang tidak melaksanakan MBS tugas dan fungsi sekolah
lebih pada melaksanakan program dari pada mengambil inisiatif merumuskan dan
melaksanakan program peningkatan mutu yang dibuat sendiri oleh sekolah.

Sedang pada sekolah yang melaksanakan MBS sekolah memiliki


wewenang lebih besar dalam pengelolan lembaganya, pengambilan keputusan
dilakukan secara partisipasif dan partisipasi masyarakt makin besar, sekolah lebih
luwes dalam mengelola lembaganya, pendekatan profesionalisme lebih
diutamakan dari pada pendekatan birokrasi, pengelolaan sekolah lebih
desentralistik, perubahan sekolah didorong oleh motivasi diri sekolah dari pada
diatur dari luar sekolah, regulasi pendidikan lebih sederhana peranan pusat
bergesr dari mengontrol menjadi mempengaruhi dan dari mengarahkan ke
memfasilitasi, dari menghindari resiko menjadi mengolah resiko, pengunaan
uang lebih efesien karena sisa anggaran tahun ini dapat digunakan untuk anggaran
tahun depan (Effesiensi-based budgeting), lebih mengutamakan teamwork,
informasi terbagi ke semua warga sekolah, lebih mengutamakan pemberdayaan,
dan struktur organisasi lebih datar sehingga lebih efesien.

D. FAKTOR PENDUKUNG PELAKSANAAN MBS


Menurut Udin Syaefudin Saud, faktor-faktor yang dianggap esensial dalam
mendukung efektivitas implementasi MBS secara praktis di tingkat sekolah
mencakup aspek-aspek berikut ini:
1. Kewenangan dan Otonomi Institusi Sekolah Yang Jelas
Pelaksanaan MBS di tingkat sekolah perlu didasari dan didukung oleh adanya
kewe-nangan institusi sekolah yang jelas dalam pengembangan program-program
sekolah sesuai dengan peraturan yang berlaku dan kebutuhan pencapaian tujuan
pendidikan yang dikehendaki. Sekolah perlu diberikan kewenangan yang jelas
dan luas untuk menetapkan visi, misi, dan tujuan-tujuan pendidikan yang sesuai
dengan kebutuhan siswa dan masyarakat di sekitar sekolah. Sekolah juga perlu
merniliki kewenangan untuk memberdayakan berbagai potensi yang tersedia di
sekolah sesuai dengan prioritas kebutuhan sekolah dalam pelaksanaan program-
program sekolah untuk mencapai tujuan pendidikan yang dikehendaki.
Kewenangan yang diberikan kepada sekolah perlu dijelaskan secara rinci disertai
tugas dan tanggungjawabnya. Pendelegasian wewenang dan tanggung jawab
kepada sekolah dan lembaga yang lebih tinggi harus ditetapkan dalam dokumen
yang disebarluaskan kepada masyarakat, sehingga masyarakat dan orangtua dapat
memahami berbagai aspek yang menjadi kewenangan sekolah dalam proses
pendidikan anak-anak mereka di sekolah.
Perubahan pengelolaan sekolah dengan sistem MBS akan memunculkan
berbagai perubahan pada berbagai hal, salah satunya dalam kewenangan yang
dimiliki sekolah. Perubahan wewenang sekolah dalam MBS merupakan hal yang
cukup mendasar, yang mampu membawa perubahan pada setiap unsur sekolah.
Hal tersebut berimplikasi dengan munculnya kewenangan sekolah untuk
merencanakan, membuat, melaksanakan, mengevaluasi,. dan mengembangkan
kankulum, personil, sarana prasarana, pembiayaan, dan hubungan sekolah dengan
masyarakat, sehingga dapat mempertahankan dan meningkatkan mutu lulusan,
profesionalisme tenaga kependidikan, partisipasi masyarakat, kemandirian
sekolah, dan manajemen internal.
Wewenang merupakan kekuatan untuk menggerakkan organisasi, hal tersebut
merupakan hak kelembagaan untuk melakukan berbagai aktivitas dalam mencapai
tujuan. Tanpa adanya wewenang organisasi hanyalah kumpulan orang¬-orang
yang sulit untuk menggerakkan sumber daya manusia yang ada dalam kumpulan
tersebut. Wewenang merupakan salah satu kunci untuk berhasilnya suatu
organisasi. Keberadaan wewenang tanpa adanya kepatuhan orang lain yang ada
dalam organisasi merupakan kehancuran bagi organisasi yang bersangkutan.
Malayu S.P. Hasibuan (1990:65) mengungkapkan bahwa wewenang rnerupakan
kunci pekerjaan manajerial, yang dapat dirinci sebagai berikut:
a. Hak yang dengannya para manajer dapat menuntut kepatuhan orang-orang
bawa-hannya terhadap keputusan-keputusan, bu¬jukan-bujukan serta
perintah-perintahnya.
b. Sebagai dasar bagi tanggungjawab/ kewaji¬ban dan merupakan daya pengikat
dalam organisasi.
c. Penggolongan kegiatan/pekerjaan guna mencapai tujuan dan spesifikasi
hubungan wewenang antara atasan dengan bawahan.

2. Praktek Kepemimpinan Demokratis dan Pengambilan Keputusan Teknis yang


Partisipatif di Sekolah
Pelaksanaan MBS di tingkat sekolah memerlukan praktek-praktek
kepermimpinan yang demokratis dari pimpinan sekolah dalam berbagai aspek
kegiatan sekolah. Kepala Sekolah harus mampu menjadikan staf sekolah yang
lain, khususnya guru-guru, sebagai suatu `team-work" yang solid untuk bekerja
sama melaksanakan berbagai program sekolah. Penetapan keputusan-keputusan
penting yang menyangkut program sekolah dan irnplementasinya perlu
melibatkan seluruh staf sekolah melalui “participatif decision making process".
Dengan melibatkan staf sekolah dalam proses pengambilan keputusan secara
demokratis, maka diharapkan para staf memiliki tanggung jawab yang tinggi
dalam pelaksanaan program-program sekolah yang berkaitan dengan tugas
masing-masing staf sekolah, secara profesional.
Dalam pelaksanaan MBS kepala sekolah sangat berperan dalam menggali dan
mengembangkan berbagai sumber daya, baik yang ada di sekolah (internal)
maupun di luar sekolah (eksternal). Menurut udin Syaefudin Saud, seorang kepala
sekolah yang diharapkan dalam MBS harus memiliki dimensi kepemimpinan
mandiri dan visioner sebagai berikut:

a. Visi yang utuh


b. Membangun kepercayaan dan tanggung jawab, pengambil keputusan dan
komunikasi
c. Pelayanan terbaik
d. Mengembangkan orang
e. Membina rasa persatuan dan kekeluargaan
f. Fokus pada siswa
g. Manajemen yang mengutamakan praktek
h. Penyesuaian gaya kepemirnpinan
i. Pemanfaatan kekuasaan keahlian
j. Keteladanan, ekstra inisiatif, jujur, berani, dan tawakal

3. Pemberdayaan Fasilitas Pendidikan yang Efektif dalam Mendukung Program


Pembelajaran
Pelaksanaan MBS untuk meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar siswa
perlu didukung oleh kelayakan fasilitas belajar yang ada di sekolah. Kepala
sekolah sebagai manajer sekolah harus berupaya rnemberdayakan pemanfaatan
fasilitas belajar yang tersedia secara optimal. Fokus kegiatan pernberdayaan ini
rneliputi: pengadaan, pemanfaatan, penggalian, maupun monitoring penggunaan
fasilitas belajar yang ada dan dapat disediakan untuk mendukung kelancaran dan
keberhasilan pembelajaran siswa. Kepala Sekolah dituntut untuk bekerjasama
dengan berbagai pihak yang terkait untuk menyediakan ataupun mengupayakan
tersedianya fasilitas belajar yang dibutuhkan siswa, baik ruang belajar,
laboratorium, perpustakaan dengan segala koleksinya, maupun fasilitas
pendukung lainnya. Pemberdayaan fasilitas ini merupakan peluang dan tantangan
bagi pimpinan sekolah dan guru untuk menentukan prioritas pengadaan sesuai
dengan dana yang tersedia.
Hal yang paling utama menjadi tantangan sekolah dalam mengimplemetasikan
MBS adalah capacity, building dalam melaksanakan model manajemen ini
dengan memperhatikan sumber daya pendidikan (Umaedi, 2000). Hal ini
dikarenakan MBS akan sangat bergantung pada faktor leadership dan
ketersediaan resources yang memadai dalam arti personil yang profesional serta
sarana-prasarana. Djam'an Satori (2000:7) menyatakan bahwa ketersediaan
fasilitas belajar, seperti untuk kepentingan olah raga, kesenian atau fasilitas
lainnya yang menunjang mutu pengalaman belajar siswa sebagai "a place for a
better learning" , sekolah memiliki kewajiban menyediakan setiap fasilitas yang
mendukung implementasi kurikulum, seperti laboratoriurn, perpustakaan, fasilitas
olah raga dan kesenian, dan fasilitas lainnya untuk pengembangan aspek
kepribadian. Selain itu, karena sekolah didirikan untuk melayani siswa belajar,
maka siswa hendaknya diperlakukan sebagai pihak yang harus menikmati
penggunaan setiap fasilitas yang tersedia di sekolah.

4. Pengembangan Kinerja Profesional dan Budaya Kerja "Team-Work" antara


Pimpinan Sekolah dan Guru
Pelaksanaan MBS yang efektif memerlukan budaya kerja yang bersifat `team-
work" antara pimpinan sekolah, guru-guru, dan pihak-pihak lain yang terlibat
dalam pelaksanaan program-program sekolah. Pimpinan sekolah perlu
menciptakan suasana kerja yang kondusif bagi guru dan siswa untuk bekerja
secara optimal dalam berbagai kegiatan yang mendukung peningkatan proses dan
hasil belajar siswa. Budaya kerja yang bersifat `team-work" ini akan tercipta
dengan balk apabila orang memahami tugas dan tanggungjawabnya secara pasti
dalam mencapai tujuan-tujuan sekolah.
Selain itu, pimpinan sekolah dan guru dituntut untuk menunjukkan kinerja
profesional yang tinggi dalam pekerjaannya. Dalam MBS, setiap orang tuntut
untuk bekerja secara profesional sesuai dengan tugas dan peranannya masing-
masing secara proporsional. Kepala Sekolah sebagai manajer dituntut untuk
merniliki kemampuan dan kinerja yang tinggi sebagai manajer yang mengatur
penyelenggaraan sekolah sesuai dengan tuntutan atau target yang disepakati. Guru
sebagai fasilitator belajar yang profesional dituntut untuk menyelenggarakan
kegiatan pembelajaran siswa sesuai dengan program-program belajar yang
ditetapkan.
Dengan adanya peningkatan partisipasi staf maupun masyarakat dalarn hal
pengambilan keputusann, kepala sekolah perlu strategi tertentu yang pada
akhirnya akan dapat meningkatkan kontri¬busi pihak-pihak tersebut terhadap
keputusan yang akan diambil. Strategi yang tepat juga diperlukan oleh kepala
sekolah dalam pengarnbilan keputusan terhadap aspek-aspek pengelolaan sekolah
yang mencakup kebijakan sekolah yang dihasilkan dalarn rapat bersama dengan
pihak "stakeholder" yang terhimpun dalam dewan sekolah, seperti peningkatan
kualitas proses belajar mengajar, kesejahteraan personil, peningkatan hubungan
dengan masyarakat, dan lain-lain. Ini bukanlah merupakan hal yang mudah sebab
pada akhirnya akan berimplikasi langsung terhadap efektivitasnya dalam
mernimpin sekolah. Hal tersebut senada dengan pernyataan Patterson (1996:18)
bahwa: Kepala sekolah yang menerapkan MBS harus memberikan kesempatan
seluas mungkin kepada seluruh anggota staf sekolah (guru-guru) dan pihak pihak
terkait, berpartisipasi secara aktif dalam decision making, menghargai perbedaan-
perbedaan pendapat para partisipan dalam perspektif pemahaman secara
mendalam tentang realitas sekolahnya, menghargai para partisipan dalam
merefleksikan seluruh gagasan dan pikirannya serta bersikap tulus dan terbuka
terhadap kesalahan yang diperbuat oleh partisipan dalam pengambilan keputusan.

5. Partisipasi Masyarakat dan Orang Tua yang Tinggi dan Intensif


Pelaksanaan MBS akan efektif apabila masyarakat dan orangtua rnemberikan
dukungan dan partisipasi yang tinggi terhadap program-program sekolah.
Partisipasi masyarakat dan orangtua yang tinggi merupakan wujud kepedulian dan
tanggung jawab masyarakat terhadap pendidikan anak di sekolah. Tingginya
tingkat partisipasi masyarakat dan orangtua ini terlihat dalam berbagai wujud
kegiatan, antara lain: keterlibatan secara aktif dalam dewan sekolah yang bertugas
merumuskan visi, misi, dan program kerja sekolah, menyediakan berbagai bentuk
bantuan finansial dan non-finansial untuk mendukung pelaksanaan program
sekolah, melakukan 'control dan pengawasan terhadap pelaksanaan program-
program sekolah yang disepakati, dan menyediakan dukungan bagi peningkatan
anggaran pendidikan dan pemerintah setempat dengan berbagai strategi sesuai
dengan peraturan yang berlaku.

E. FAKTOR PENGHAMBAT PELAKSANAAN MBS


Beberapa hambatan yang mungkin dihadapi pihak-pihak berkepentingan dalam
penerapan MBS adalah sebagai berikut :
1) Tidak Berminat Untuk Terlibat
Sebagian orang tidak menginginkan kerja tambahan selain pekerjaan yang
sekarang mereka lakukan. Mereka tidak berminat untuk ikut serta dalam kegiatan
yang menurut mereka hanya menambah beban. Anggota dewan sekolah harus
lebih banyak menggunakan waktunya dalam hal-hal yang menyangkut
perencanaan dan anggaran. Akibatnya kepala sekolah dan guru tidak memiliki
banyak waktu lagi yang tersisa untuk memikirkan aspek-aspek lain dari pekerjaan
mereka. Tidak semua guru akan berminat dalam proses penyusunan anggaran atau
tidak ingin menyediakan waktunya untuk urusan itu.
2) Tidak Efisien
Pengambilan keputusan yang dilakukan secara partisipatif adakalanya
menimbulkan frustrasi dan seringkali lebih lamban dibandingkan dengan cara-
cara yang otokratis. Para anggota dewan sekolah harus dapat bekerja sama dan
memusatkan perhatian pada tugas, bukan pada hal-hal lain di luar itu.
3) Pikiran Kelompok
Setelah beberapa saat bersama, para anggota dewan sekolah kemungkinan
besar akan semakin kohesif. Di satu sisi hal ini berdampak positif karena mereka
akan saling mendukung satu sama lain. Di sisi lain, kohesivitas itu menyebabkan
anggota terlalu kompromis hanya karena tidak merasa enak berlainan pendapat
dengan anggota lainnya. Pada saat inilah dewan sekolah mulai terjangkit “pikiran
kelompok.” Ini berbahaya karena keputusan yang diambil kemungkinan besar
tidak lagi realistis.
4) Memerlukan Pelatihan
Pihak-pihak yang berkepentingan kemungkinan besar sama sekali tidak
atau belum berpengalaman menerapkan model yang rumit dan partisipatif ini.
Mereka kemungkinan besar tidak memiliki pengetahuan dan keterampilan tentang
hakikat MBS sebenarnya dan bagaimana cara kerjanya, pengambilan keputusan,
komunikasi, dan sebagainya.
5) Kebingungan Atas Peran dan Tanggung Jawab Baru
Pihak-pihak yang terlibat kemungkinan besar telah sangat terkondisi
dengan iklim kerja yang selama ini mereka geluti. Penerapan MBS mengubah
peran dan tanggung jawab pihak-pihak yang berkepentingan. Perubahan yang
mendadak kemungkinan besar akan menimbulkan kejutan dan kebingungan
sehingga mereka ragu untuk memikul tanggung jawab pengambilan keputusan.
6) Kesulitan Koordinasi
Setiap penerapan model yang rumit dan mencakup kegiatan yang beragam
mengharuskan adanya koordinasi yang efektif dan efisien. Tanpa itu, kegiatan
yang beragam akan berjalan sendiri ke tujuannya masing-masing yang
kemungkinan besar sama sekali menjauh dari tujuan sekolah.
Apabila pihak-pihak yang berkepentingan telah dilibatkan sejak awal,
mereka dapat memastikan bahwa setiap hambatan telah ditangani sebelum
penerapan MBS. Dua unsur penting adalah pelatihan yang cukup tentang MBS
dan klarifikasi peran dan tanggung jawab serta hasil yang diharapkan kepada
semua pihak yang berkepentingan. Selain itu, semua yang terlibat harus
memahami apa saja tanggung jawab pengambilan keputusan yang dapat dibagi,
oleh siapa, dan pada level mana dalam organisasi.
Anggota masyarakat sekolah harus menyadari bahwa adakalanya harapan
yang dibebankan kepada sekolah terlalu tinggi. Pengalaman penerapannya di
tempat lain menunjukkan bahwa daerah yang paling berhasil menerapkan MBS
telah memfokuskan harapan mereka pada dua masalah: meningkatkan keterlibatan
dalam pengambilan keputusan dan menghasilkan keputusan lebih baik.
BAB 3
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) yaitu model pengelolaan yang
memberikan otonomi atau kemandirian kepada sekolah dan mendorong
pengambilan keputusan partisipatif yang melibatkan secara langsung semua
warga sekolah sesuai dengan standar pelayanan mutu yang ditetapkan oleh
pemerintah pusat, provinsi, kabupaten dan kota. Manajemen pendidikan berbasis
sekolah, menuntut adanya sekolah yang otonom dan kepala sekolah yang
memiliki otonomi, khususnya otonomi kepemimpinan atas sekolah yang
dipimpinnya. Oleh karena itu, perlu langkah-langkah yang bersifat implementatif
dan aplikatif untuk merealisir manajemen pendidikan berbasis sekolah di lembaga
pendidikan persekolahan.
Keuntungan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) yaitu: a) kebijaksanaan
dan kewenangan sekolah membawa pengaruh langsung kepada peserta didik,
orang tua, dan guru; b) bertujuan bagaimana memanfaatkan sumber daya local; c)
efektif dalam melakukan pembinaan peserta didik seperti kehadiran, hasil belajar,
tingkat pengulangan, tingkat putus sekolah, moral guru, dan iklim sekolah; dan d)
adanya perhatian bersama untuk mengambil keputusan, memberdayakan guru,
manajemen sekolah, rancangan ulang sekolah, dan perubahan perencanaan.
Tujuan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) yaitu: a) meningkatkan mutu
pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam mengelola dan
memberdayakan sumber daya yang tersedia; b) meningkatkan kepedulian warga
sekolah dan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan melalui pengambilan
keputusan bersama; c) meningkatkan tanggung jawab sekolah kepada orang tua,
masyarakat, dan pemerintah tentang mutu sekolahnya; dan d) meningkatkan
kompetisi yang sehat antar sekolah untuk pencapaian mutu pendidikan yang
diharapkan.
Manfaat Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) yaitu: a) dengan kondisi
setempat, sekolah dapat meningkatkan kesejahteraan guru sehingga dapat lebih
berkonsentrasi pada tugasnya; b) keleluasaan dalam mengelola sumber daya dan
dalam menyertakan masyarakat untuk berpartisipasi, mendorong profesionalisme
kepala sekolah, dalam peranannya sebagai manajer maupun pemimpin sekolah; c)
guru didorong untuk berinovasi; dan d) rasa tanggap sekolah terhadap kebutuhan
setempat meningkat dan menjamin layanan pendidikan sesuai dengan tuntutan
masyarakat sekolah dan peserta didik.
Faktor pendukung MBS adalah : (1)Kewenangan dan otonomi institusi
Sekolah yang jelas, (2) Praktek kepemimpinan demokratis dan pengambilan
keputusan teknis yang partisipatif di Sekolah, (3) Pemberdayaan fasilitas
pendidikan yang efektif dalam mendukung program pembelajaran, (4)
Pengembangan kinerja profesional dan budaya kerja "Team-Work" antara
pimpinan Sekolah dan Guru, (5) Partisipasi masyarakat dan orang tua yang tinggi
dan intensif. Sedangkan faktor penghambat MBS adalah: (1) pihak-pihak terkait
tidak berminat untuk terlibat, (2) pelaksanaannya tidak efisien, (3) pikiran
kelompok yang berbeda-beda membutuhkan waktu lama untuk sepakat,
(4)memerlukan pelatihan, (5) pihak yang terlibat mengalami kebingungan atas
peran dan tanggung jawab baru, (6) kesulitan koordinasi antar pihak terkait.

B. SARAN
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini, masih banyak terdapat
kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kami
mengharapkan sumbangsih pikiran dari para pembaca demi penyempurnaan
makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA

Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar


Direktorat Pembinaan Sekolah Dasar. 2013. Panduan Pelaksanaan Manajemen
Berbasis Sekolah di Sekolah Dasar. Jakarta.
http://mbscenter.or.id/site/page/id/452/page_action/viewdetail
http://belajarpakem.blogspot.com/2012/11/ciri-ciri-sekolah-yang-melaksanakan-
mbs.html
http://coretankecilkiky.blogspot.com/2012/01/soal-soal-mbs.html
https://www.kompasiana.com/saeful_arifin/5500db3a813311d019fa7f87/pelaksanaan
-mbs-di-sekolah-dasar
http://srihendrawati.blogspot.com/2012/02/faktor-pendukung-efektivitas-mbs.html

Anda mungkin juga menyukai