Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH PENGELOLAAN PENDIDIKAN

MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH


Dosen Pengampu : Dr. H. Suherman, M. Pd

Disusun Oleh
Kelompok 1 Kelas A
Ahmad Suja’i (2224170046)
Lia Nurhayati (2224170009)
Niki Putri Wijaya (2224170001)
Retno Siti Tafriziah (2224170067)

JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
2019
PEMBAHASAN

A. Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)


1. Pengertian MBS
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) berasal dari tiga kata, yaitu
manajemen, berbasis, dan sekolah. Manajemen adalah proses menggunakan
sumber daya secara efektif untuk mencapai sasaran. Berbasis memiliki kata
dasar basis yang berarti dasar atau asas. Sekolah adalah lembaga untuk belajar
dan mengajar serta tempat menerima dan memberikan pelajaran. Jadi MBS
dapat diartikan sebagai penggunaan sumber daya yang berasaskan pada sekolah
itu sendiri dalam proses pengajaran atau pembelajaran. Hal ini diinspirasi oleh
beberapa konsep pengelolaan sekolah, seperti :
1. Self managing school atau school based management
2. Self governin school
3. Local management of school
4. School based budgeting atau quaranty maintained school
Konsep-konsep ini menjelaskan bahwa sekolah ditargetkan untuk
melakukan proses pengambilan keputusan (school based decision making) yang
berada pada sistem pengelolaan, kepemimpinan serta peningkatan mutu
(administrating for excellence) dan effective schools.
Menurut (Ogawa dan White. 1994 : 53), manajemen berbasis sekolah
adalah salah satu bentuk restrukturisasi yang mendapat perhatian luas seperti
yang lain, ia berusaha mengubah cara sekolah menjalankan bisnis. Ini
ditunjukan untuk meningkatkan kenirja akademik sekolah dengan mengubah
desain organisasi mereka. Menggambar pada pengalaman program yang ada.
(Rohiat, 2008: 47)
Menurut (Myers dan Stonehill, 1993) MBS adalah strategi untuk
memperbaiki pendidikan dan mentransfer otoritas pengambilan keputusan
secara signifikan dari pemerintah pusat dan daerah ke sekolah-sekolah secara
individual. (Nurkholis, 2002: 3)
Jadi, menurut kami bahwa Manajemen Berbasis Sekolah merupakan
pemberian otonomi penuh kepada kepala sekolah untuk secara aktif-kreatif dan
mandiri untuk mengembangkan dan melakukan inovasi dalam berbagai
program untuk meningkatkan mutu pendidikan sesuai kebutuhan sekolah dan
mampu mempertanggungjawabkan kepada masyarakat. Dengan demikian,
Manajemen Berbasis Sekolah pada hakikatnya adalah penyerasian sumber daya
yang dilakukan secara mandiri oleh sekolah dengan melibatkan semua pihak
yang berkepentingan (stakeholder) dengan sekolah secara langsung dalam
proses pengambilan keputusan serta memenuhi kebutuhan peningkatan mutu
sekolah untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.

2. Tujuan Pelaksanan MBS


Manajemen berbasis sekolah bertujuan untuk meningkatkan kinerja
sekolah melalui pemberian kewenangan dan tanggung jawab yang lebih besar
kepada sekolah yang dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip tata pengelolaan
sekolah yang baik, yaitu partisipasi, transpalasi, dan akuntabilitas. Kinerja
sekolah yang harus ditingkatkan, yaitu kualitas, efektifitas, efisiensi,
produktifitas, dan inovasi pedidikan. (Rohiat, 2008: 48-49)
Menurut Kustini Hardi, ada tiga tujuan manajemen berbasis sekolah
(MBS). Pertama, mengembangkan kemampuan kepala sekolah bersama guru
dan unsur komite sekolah dalam aspek manajemen berbasis sekolah (MBS)
untuk meningkatkan mutu sekolah. Kedua, mengembangkan kemampuan
kepala sekolah bersama guru dan unsur komite sekolah dalam pelaksanaan
pembelajaran yang aktif dan menyenangkan, baik di lingkungan sekolah
maupun di lingkungan setempat. Ketiga, mengembangkan peran serta
masyarakat yang lebih aktif dalam masalah umum persekolahan dari sekolah
untuk membantu peningkatan mutu sekolah.
Kementerian Pendidikan Nasional mendeskripsikan bahwa tujuan
pelaksanaan MBS adalah meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian
dan inisiatif sekolah dalam mengelola dan memberdayakan sumber daya yang
tersedia, meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam
peyelenggaran pendidikan melalui pengambilan keputusan bersama,
meningkatkan tanggung jawab sekolah kepada orang tua, masyarakat dan
pemerintah tentang mutu sekolahnya, serta meningkatkan kompetensi yang
sehat antarsekolah tetang mutu pendidikan yang akan dicapai.

3. Manfaat MBS
Manajemen berbasis sekolah (MBS) memberikan kebebasan dan
kewenangan yang luas kepala sekolah disertai seperangkat tanggung jawab.
Dengan adanya otonomi yang memberikan tanggung jawab pengelolaan
sumber daya dan pengembangan strategi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
sesuai dengan kondisi setempat, sekolah dapat meningkatkan kesejahteraan
guru sehingga guru dapat berkonsentrasi dalam tugas utamanya, yaitu
mengajar.
Sejalan dengan pemikiran diatas, B Suryosubroto mengutarakan bahwa
otonomi diberikan agar sekolah dapat leluasa mengelola sumber daya dengan
mengalokasikannya sesuai dengan prioritas kebutuhan serta agar sekolah lebih
tanggap terhadap kebutuhan lingkungan setempat. Maka dengan adanya
otomoni tersebut, sekolah akan lebih leluasa dalam mengimprovisasi dirinya
sesuai dengan kemapuan. (Uno, 2011: 85)
Dengan MBS, sekolah dapat meningkatkan kemampuannya dalam
merencana, mengelola, membiayai, dan menyelenggarakan pendidikan di
sekolahnya. Sekolah juga dapat memanfaatkan dan memberdayakan
sumberdaya yang tersedia dan dapat meningkatkan kepedulian warga
sekolahdan masyarakat dalam pnyelenggaraan pendidikan sesuai dengan
kemampuan yang dimiliki.
MBS dapat diterapkan dengan alasan-alasan sebagai berikut :
1) Dengan pemberian otonomi yang lebih besar kepada sekolah, sekolah akan
lebih inisiatif dan kreatif dalam meningkatkan mutu sekolah;
2) Dengan pemberian fleksibilitas atau keluwesan yang lebih besar kepada
sekolah untuk mengelola sumber dayanya, sekolah akan lebih luwes dan
lincah dalam mengadakan dan memanfaatkan sumber daya sekolah secara
optimal untuk meningkatkan mutu sekolah;
3) Sekolah lebih mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman bagi
dirinya sehingga ia dapat mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya yang
tersedia untuk memajukan sekolahnya;
4) Sekolah lebih mengetahui kebutuhannya, khususnya input pendidikan yang
akan dikembangkan dan didaya gunakan dalm proses pendidkan sesuai
dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan peserta didik;
5) Pengambilan keputusan yang dilakukan oleh sekolah lebih cocok untuk
memenuhi kebutuhan sekolah karena pihak sekolahlah yang paling tau apa
yang terbaik bagi sekolahnya;
6) Penggunakan sumber daya pendidikan lebih efisien dan efektif jika dikontrol
oleh masyarakat setempat;
7) Keterlibatan semua warga sekolah dan masyarakat dalam pengambilan
keputusan sekolah menciptakan transparansi dan akuntabilitas sekolah;
8) Sekolah dapat bertanggung jawab tentang mutu pendidikan masing-masing
pada pemerintah, orang tua peserta didik, dan masyarakat sehingga ia akan
berupaya semaksimal mungkin untuk melaksanakan dan mencapai sinaran
mutu pendidikan yang telah direncanakan’;
9) Sekolah dapat melakukan persaingan yang sehat dengan sekolah-sekolah lain
dalam peningkatan mutu pendidikan melalui upaya-upaya inovatif yang
didukung oleh orang tua siswa, masyarakat sekitar, dan pmerintah daerah
setempat;
10) Sekolah dapat segera merespon aspirasi masyarakat dan lingkungan yang
berubah dengan cepat.
4. Landasan Yuridis Penerapan MBS
Penerapan MBS dijamin oleh peraturan perundang-undangan berikut :
1) Undang-undang no 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional pasal 5
ayat 1 “pengelolaan satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan
pendidikan menengah dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan minimal
dengan prinsip manajemen berbasis sekolah atau madrasah”;
2) Kepmendiknas no 087 tahun 2004 tentang standar akreditasi sekolah,
khususnya tentang manajemen berbasis sekolah;
3) Peraturan pemerintah no 19 tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan,
khusus standar pengelolaan sekolah, yaitu manajemen berbasis sekoalah.

B. Konsep Dasar
1. Pengertian Mutu Pendidikan
Mutu atau kualitas adalah gambaran dan karakteristik menyeluruh dari
barang atau jasa yang menunjukkan kemampuannya dalam memuaskan
kebutuhan yang diharapkan atau yang tersirat. Dalam konteks pendidikan,
pendidikan mutu mencakup input, proses, dan output pendidikan.
Input pendidikan adalah segala hal yang harus tersedia karena dibutuhkan
untuk berlangsungnya proses. Segala hal yang dimaksud meliputi sumber daya
dan perangkat lunak serta harapan-harapan sebagai pemandu bagi
berlangsungnya proses. Input sumberdaya meliputi sumber daya (kepala
sekolah, guru-termasuk guru BP, karyawan, siswa) dan sumber daya selebihnya
(peralatan,perlengkapan, uang, bahan dsb). Untuk perangkat lunak meliputi
struktur organisasi sekolah, praturan perundang-undangan, deskripsi tugas,
rencana, program, dsb. Untuk input harapan-harapan berupa visi, misi, tujuan
dan sasaran-sasaran yang ingin dicapai oleh sekolah.Kesiapan input sangat
diperlukan agar proses dapat berlangsung dengan baik. Oleh karena itu, tinggi
rendahnya mutu input dapat diukur dari kesiapan input. Makin tinggi tingkat
kesiapan input, makin tinggi pula mutu input tersebut.
Sesuatu yang berpengaruh terhadap berlangsungnya proses disebut input.
Sedangkan sesuatu dari hasil proses disebut output. Output pendidikan
merupakan kinerja sekolah. Kinerja sekolah adalah prestasi sekolah yang
dihasilkan dari proses atau perilaku sekolah. Kinerja sekolah dapat diukur dari
kualitas, efektivitas, produktifitas, efisiensi, inovasi, kualitas kehidupan kerja
dan moral kerjamya. Khusus yang berkaitan dengan kualitas/mutu output
sekolah, dapat dijelaskan bahwa output sekolah dikatakan berkualitas, atau
bermutu tinggi jika prestasi sekolah, khususnya prestasi belajar siswa
menunjukkan pencapaian yang tinggi dalam (1) Prestasi akademik, berupa nilai
ulangan harian, nilai portofolio, nilai ulangan umum atau nilai pencapaian
ketuntasan kompetensi, UN/UAS, karya ilmiah, lomba akdemik, karya-karya
lain peserta didik (2) Prestasi nonakademik seperti imtaq, kejujuran,
kesopanan, olahraga, kesenian, keterampilan, kejujuran dan sebagainya. Mutu
sekolah dipengaruhi oleh banyak tahapan kegiatan yang saling berhubungan
(proses) seperti pelaksanaan dan pengawasan.
Bukti-bukti empirik lemahnya pola lama manajemen pendidikan nasional
dan digulirkannya otonomi daerah telah mendorong dilakukannya penyesuaian
diri dari ola lama manajemen pendidikan menuju pola baru manajemen
pendidikan masa depan yang lebih bernuansa otonomi dan lebih demokratis.

Tabel Dimensi Perubahan Pola Manajemen Pendidikan


Pola Lama Menuju Pola Baru
1. Subordinasi 1. Otonomi
2. Pengambilan keputusan 2. Pengambilan keputusan partisipatif
terpusat
3. Ruang gerak kaku 3. Ruang gerak luas
4. Pendekatan Birokratik 4. Pendekatan profesional
5. Sentralistik 5. Desentralistik
6. Diatur 6. Motivasi diri
7. Overregulasi 7. Deregulasi
8. Mengontrol 8. Mempengaruhi
9. Mengarahkan 9. Memfasilitasi
10. Menghindari resiko 10. Mengelola resiko
11. Gunakan yang seluruhnya 11. Gunakan uang seefisien mungkin
12. Individual yang cerdas 12. Teamwork yang cerdas
13. Informasi dimiliki sendiri 13. Informasi terbagi
14. Pendelegasian 14. Pemberdayaan
15. Organisasi Hierarkis 15. Organisasi datar
Pada pola baru, sekolah memiliki wewenang lebih besar dalam pengelolaan
lembanganya. Pengambilan keputusan dilakukan secara partisipatif. Dengan
partisipasi masyarakat yang semakin besar, sekolah lebih luwes dalam
mengelola lembaganya, pendekatan profesionalisme lebih diutamakan daripada
pendekatan birokrasi, penengelolaan sekolah lebih desentralistik, perubahan
sekolah lebih didorong oleh motivasi diri sekolah daripada diatur dari luar
sekolah, regulasi pendidikan lebih sederhana, peranan pusat bergeser dari
mengontrol menjadi memengaruhi dan dari mengarahkan ke memfasilitasi, dari
menghindari resiko menjadi mengolah resiko, penggunaan uang lebih efisien
karena sisa anggaran tahun sebelumnya dapat digunakan untuk anggaran tahun
depan (efficiency-based budgeting), lebih mengutamakan teamwork, informasi
terbagi ke semua warga sekolah, lebih mengutamakan pemberdayaan dan
struktur organisasi lebih datar sehingga lebih efisien.

2. Konsep Dasar Menejemen Berbasis Sekolah (MBS)


MBS didefinisikan sebagai model manajemen yang memberikan otonomi
(kewenangan dan tanggung jawab) lebih besar kepada sekolah, memberikan
fleksibilitas atau keluwesan lebih besar kepada sekolah untuk mengelola
sumberdaya sekolah, dan mendorong sekolah meningkatkan partisipasi warga
sekolah dan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan mutu sekolah atau untuk
mencapai tujuan mutu sekolah dalam kerangka pendidikan nasional. Oleh
karena itu, esensi MBS yaitu otonomi sekolah, fleksibilitas, partisipasi untuk
mencapai sasaran mutu sekolah.
Otonomi dapat diartikan sebagai kemandirian, yaitu kemandirian dalam
mengatur dan mengurus dirinya sendiri serta merdeka atau tidak tergantung.
Jadi, otonomi sekolah adalah kewenangan sekolah untuk mengatur dan
mengurus kepentingan warga sekolah menurut prakarsa sendiri berdasarkan
aspirasi warga sekolah sesuai dengan peraturan perundang-undangan
pendidikan nasionl yang berlaku. Kemandirian yang dimaksud harus didukung
oleh kemampuan, yaitu kemampuan mengambil keputusan yang terbaik,
kemmpuan berdemokrasi atau menghargai perbedaan pendapat, kemmpuan
memobilisasi sumber daya, memilih cara pelaksanaan yang terbaik,
mengomunikasikan seseuatu dnegan cara efektif, memecahkan persoalan-
persoalan sekolah, adaptif dan antisipatif, kemampuan bersinergi dan
berkolaborasi serta kemampuan memenuhi kebutuhannya sendiri.
Fleksibelitas dapat diartikan sebagai keluwesan yang diberikan kepada
sekolah untuk mengelola,memanfaatkan,dan memberdayakan sumberdaya
sekolah seoptimal mungkin untuk meningkatkan mutu sekolah. Dengan lebih
besarnya keluesan yang diberikan kepada sekolah, akan membuat sekolah lebih
lincah dan tidak harus menunggu arahan dari atasan untuk mengelola,
memanfaatkan, dan memberdayakan sumberdayanya.dengan cara seperti ini,
sekolah akan lebih responsif dan lebih cepat dalam menggapai sergala
tantangan yang dihadapi.
Peningkatan partisipasi adalah penciptaan lingkungan yang terbuka dan
demokratis, dimna warga sekolah (guru, siswa, karyawan) dan masyarakat
(Orang tua siswa, tokoh masyarakat, ilmuwan,usahawan, dsb.) di dorong untuk
terlibat secara lansung dalam penyelenggaraan dalam pendidikan, mulai dari
pengambilan keputusan, pelaksanaan, dan evaluasi pendidikan yang
diharapklan dapat meningkatkan mutu pendidikan. Makin besar tingkat
partisipasi, makin besar ppula rasa memiliki;makin besar rasa memiliki, makin
besar pula tanggung jawab; makin besar pula rasa tanggung jawab,makin besar
pula didekasinya. Peningkatan partisipasi warga sekolah dan masyarakat dalam
penyelenggaraan sekolah akan m,ampu menciptakan ketebukaan, kerjasama
yang kuat, akuntabilitas, dan demokrasi pendidikan.
Keterbukaan yang dimaksud adalah keterbukaan dalam program dan
keuangan,sedangkan kerjasama adalah adanya sikap dan perbuatan
kebersamaan atau kolektif untuk meningkatkan mutu sekolah .kerjadsama
sekolah yang baik ditujukan oleh eratnya hubungan antar warga
sekolah,hubungan yang erat antara sekolah dan masyarakat, dan adanya
kesadaran bersama bahwa output sekolah merupakan hasil teamwork yang
kompak, cerdas, dan dinamis. Akuntabilitas sekolah adalah pertanggung
jawaban sekolah kepada warga sekolahanya,masyarakat dan pemerintah
melalui pelaporan dan pertemuan yang dilakukan secara terbuka ,sedangakan
demokrasi pendidikan adalah kebebasan yang terlembagakan melalui
musyawarah dan mufakat dengan menghargai perbedaan, hak asasi manusia,
dan kewajibannya dalam rangka meningkatkan mutui pendidikan.
Dengan pengertian tersebut ,sekolah memiliki kemandirian lebih besar
dalam mengelola sekolahnya (menetapkan sasaran, menyusun rencana,
melaksanakan rencama, dan melakukan evaluasi pelaksanaan peningkatan
mutu), memiliki fleksibelitas pengelolaan sumberdaya sekolah ,dan memiliki
partisipasi yang lebih besar dari kel;ompok –kelompok yang berkepentingan
dengan sekolah.
Sekolah yang mandiri atau berdaya memiliki ciri-ciri sebagai berikut;
1. Tingkat kemandirian tinggi atau tingkat ketergantungan rendah
2. Bersifat adaptif dan antisipatif atau proaktif sekaligus
3. Memiliki jiwa kewirausahaan yang tinggi
4. Bertanggung jawab terhadap kinerja sekolah
5. Memiliki kontrol yang kuat terhadap input manajemen dan sumber
dayanya
6. Memiliki kontrol yang kuat terhadap kondisi kerja
7. Memiliki komitmen yang tinggi terhadap dirinya
8. Prestasi merupakan acuan bagi penilaianya.

C. Karakteristik Manajemen Berbasis Sekolah


1. Output yang diharapkan
Sekolah memiliki output yang diharapkan. Output sekolah adalah prestasi
sekolah yang dihasilkan melalui proses pembelajaran dan manajemen di
sekolah. Output ini dibagi menjadi dua, yaitu output berupa prestasi akademik
(academic achievement) dan output berupa non akademik (nonacademic
achievement). Ouput prestasi akademik contohnya lomba karya ilmiah remaja,
lomba (bahasa inggris, matematika, fisika). Sedangkan output nonakademik
contohnya akhlak, prilaku sosial yang baik seperti bebas narkoba, kejujuran,
kerjasama yang baik, solidaritas yang tinggi, toleransi, disiplinan, kerajinan, dll.

2. Proses
Sekolah yang efektif pada umumnya memilki sejumlah karakteristik
proses, sebagai berikut :
a) Proses Belajar Mengajar dengan Efektifitas yang Tinggi
PBM yang efektif menekankan pada belajar mengetahui (learning
know), belajar bekerja (learning to do), belajar hidup bersama (learning life
together), danbelajar menjadi diri sendiri (learning to be).
b) Kepemimpinan Sekolah yang Kuat
Kepada sekolah yang menerapkan MBS, kepala sekolah memiliki peran
yang kuat dalam mengoordinasikan, menggerakkan, dan menyerasikan
semua sumber daya pendidikan yang tersedia. Oleh karen itu, kepala sekolah
dituntut memiliki kemampuan manajemen dan kepemimpinan yang tangguh
agar mampu mengambil keputusan dan inisiatif prakarsa untuk
meningkatkan mutu sekolah.
c) Lingkungan Sekolah yang Aman dan Tertib
Sekolah yang efektif selalu menciptakan iklim sekolah yang aman,
nyaman, dan tertib melalui pengupayaan faktor-faktor yang dapat
menumbuhkan iklim tersebut.
d) Pengelolaan Tenaga Kependidikan yang Efektif
Tenaga kependidikan, terutama guru, merupakan juwa dari sekolah.
Oleh karena itu, Pengelolaan tenaga kependidikan, mulai analisa kebutuhan,
perencanaan, pengembangan, evaluasi kinerja, hubungan kerja, hingga imbal
jasa merupakan garapan penting bagi seorang kepala sekolah. Tenaga
kependidikan yang diperlukan untuk menyukseskan MBS adalah tenga
kependidikan yang mempunyai komitmen tinggi dan selalu mampu dan
sanggup menjalankan tugasnya dengan baik.
e) Sekolah Memilki Budaya Mutu
Budaya mutu memilki elemen-elemen sebagai berikut : (a) informasi
kualitas yang harus digunakan untuk perbaikan, bukan untuk mengendali
orang, (b) kewenangan harus sebatas tanggungjawab, (c) hasil harus diikuti
penghargaan atau sangsi, (d) kolaborasi dan sinergi, bukan kopentensi, harus
menjadi basis untuk kerjasama, (e) warga sekolah merasa aman terhadap
pekerjaannya, (f) atmosfir kehadiran harus ditanamkan, (g) imbal jasa harus
sepadan dengan nilai pekerjaannya, (h) warga sekolah merasa memilki
sekolah.
f) Sekolah Memiliki Teamwork yang Kompak, Cerdas, Dinamis
Kebersamaan (Teamwork) merupakan karakteristikyang dituntut oleh
MBS karena output pendidikan merupakan hasil kolektif warga sekolah,
bukan hasil individual.
g) Sekolah memiliki Wewenangan (Kemandirian)
Sekolah memilki kewenangan untuk melakukan yang terbaikbagi
sekolahnya sehingga dituntut untuk memilki kemampuan dan kesanggupan
kerja yang tidak selalu bergantung pada atasan.
h) Partisipasi yang Tinggi dari Warga Sekolah dan Masyarakat
Sekolah yang menerapkan MBS memilki karakteristik bahwa partisipasi
warga sekolah dan masyarakat merupakan bagian kehidupannya.
i) Sekolah Memilki Keterbukaan (Transparansi) Manajemen
Keterbukaan/ transparansi ini ditunjukan dalaam pengambilan
keputusan, perencanaan dan pelaksanaan kegiataan, penggunaan uang, dan
sebagainya yang selalu melibatkan pihak-pihak lain sebagai alat kontrol.
j) Sekolah Memiliki Kemauan untuk Berubah (Psikologis dan Fisik)
Perubahan harus meruapaakan sesuatu yang menyenangkan bagi semua
warga sekolah. Setiap perubahan dilakukan, hasilnya diharapkan lebih baik
dari sebelumnya (ada peningkatan) terutama mutu peserta didik.
k) Sekolah melakukan Evaluasi dan Perbaikan secara berkelanjutan
Fungsi evaluasi menjadi sangat penting oleh krena itu, harus ada sistem
mutu yang baku sebagai acuan bagi perbaikan. Sistem mutu yang diamksud
harus mencangkup struktur organisasi, tanggungjawab, prosedur, proses, dan
sumber daya untuk menerapkan manajemen mutu.
l) Sekolah Responsif dan Antisipatif terhadap kebutuhan
Sekolah harus selalu dapat membaca lingkungan dan menanggapinya
secara cepat dan tepat. Sekolah dituntut untuk tidak hanya mampu
menyesuaikan diri terhadap perubahan atau tuntutan, akan tetapi juga
mampu mengantisipasi hal-halyang mungkin akan terjadi.
m) Memilki komunikasi yang Baik
Sekolah yang efektif umumnya memilki komunikasi yang baik,
terutama antar warga sekolah dan juga antara sekolah dan masyarakat
sehingga kegiatan yang dilakukan oleh tiap-tiap warga sekolah dapat
diketahui.
n) Sekolah memilki Akuntabilitas
Akuntabilitas adalah bentuk pertanggungjawaban yang harus dilakukan
sekolah terhadap keberhasilan program yang telah dilaksanakan.
Akuntabilitas ini berbentuk laporan prestasi yang dicapai dan dilaporkan
kepada pemerintah, orang tua siswa, dan masyarakat.
o) Manajemen Lingkungan Hidup Sekolah Baik
Sekolah melakukan upaya-upaya unruk meningkatkan pengetahuan,
keterampilan, dan kesadaran warga sekolah tentang nilai-nilai lingkungan
hidup dan mampu merubah prilaku dan sikap warga sekolah untuk menuju
lingkungan hidup yang sehat.
p) Sekolah Memilki Kemampuan Menjaga Sustainabilitas
Sustainabilitas program dapat dilihat dari keberlanjutan program yang
telah dirintis sebelumnya dnbahkan berkembang menjadi program-program
baru yang belum pernah ada sebelumnya.

3. Input Pendidikan
a) Memiliki Kebijakan, Tujuan, dan Sasaran Mutu yang Jelas
Secara formal, sekolah menyatakan dengan jelas tentang keseluruhan
kebijakan, tujuan, dan sasaran sekolah yang berkaitan dengan mutu dan
dinyatakan oleh kepala sekolah dan disosialisasikan kepada semua warga
sekolah sehingga tertanam pemikiran, tindakan, kebiasaan, sampai pada
kepemilikan karakter mutu oleh warga sekolah.
b) Sumberdaya Tersedia dan Siap
Sumberdaya merupakan input penting yang diperlukan untuk
kelangsungan proses pendidikan di skolahn dan tanpa adanya sumberdaya
memadai, proses pendidkan tidak akan berlangsung dan sasaran sekolah
tidak akan tercapai. Sumber daya dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu
sumberdaya manusia dan sumberdaya selebihnya (uang peralatan,
perlengkapan, bahan, dan sebagainya) dengan penegasan bahwa sumberdaya
selebihnya tidak mempunyai arti apapun bagi pewujudan sasaran sekolah
tanpa campur tangan sumberdaya manusia.
c) Staf Yang Kompeten Dan Berdedikasi Tinggi
Sekolah yang efektif pada umumnya memiliki staf yang mampu
(kompeten) dan berdedikasi tinggi terhadap sekolahnya. Implikasinya jelas,
yaitu bagi sekolah yang ingin memiliki efektivitas yang tinggi, kepemilikan
staf yang kompeten dan berdedikasi tinggi merupakan suatu keharusan.
d) Memiliki Harapan Prestasi Yang Tinggi
Terdapat 3 unsur harapan terbesar yaitu kepala sekolah, guru dan peserta
didik. Harapan dari ketiga unsur sekolah ini merupakan saah satu faktor
yang menyebabkan sekolah selalu dinamis untuk menjadi lebih baik dari
keadaan sebelumnya.
e) Fokus Pada Pelanggan (Khususnya Siswa)
Pelanggan, terutama siswa, harus menjadi fokus dari semua kegiatan
ekolah. Artinya, semua input dan proses yang dikerahan di sekolah tujuan
utamanya adalah meningkatkan mutu dan kepuasan pserta didik.
Konsekuensi logis dar semua hal tersebut adalah penyiapan input dan proses
belajar mengajar harus benar-benar mewujudkan sosok utuh mutu dan
kepuasan yang diharapkan dari siswa.
f) Input Manajemen
Input anajemen yang dimaksud meliputi : tugas yang jelas, rencana yang
rinci dan sistematis, program yang mendukungbagi pelaksanaan rencana,
ketentuan-ketentuan (aturan main) yang jelas sebagai panutan bagi warga
sekolahnya untuk bertindak, dan adanya sistem pengendalian mutu yang
efektif dan efesien untuk meyakinkan agar sasaran yang telah disepakati
dapat dicapai.

D. Urusan-Urusan yang Menjadi Kewenangan dan Tanggung Jawab Sekolah


Berikut ini urusan-urusan yang menjadi kewenangan dan tanggung jawab
sekolah dalam kerangka MBS adalah sebagai berikut.
1. Pengelolaan Proses Belajar Mengajar
Proses belajar mengajar merupakan kegiatan utama sekolah. Sekolah diberi
kebebasan memilih strategi, metode, dan teknik-teknik pembelajaran dan
pengajaran paling efektif sesuai dengan karakteristik mata pelajaran, siswa,
guru, dan kondisi nyata sumber daya yang tersedia di sekolah.
2. Perencanaan dan Evaluasi
Sekolah diberi kewenangan untuk melakukan perenanaan sesuai dengan
kebutuhanya (school based plan). Misalnya, kebutuhan untuk meningkatkan
mutu sekolah.Oleh karena itu,sekolah harus melakukan analisis kebutuhan
mutu dan berdasarkan hasil analisis kebutuhan mutu inilah kemudian sekolah
membuat rencana peningkatan mutu.sekolah diberi wewenang untuk
melakukan evaluasi,khususnya evaluasi yang dilakukan secara internal.
Evaluasi internal dilakukan oleh warga sekolah untuk membantu proses
pelaksanaan dan untuk mengevaluiasi hasil dari program-program yang telah
dilaksanakan .Evaluasi semacam ini sering disebut evaluasi diri. Evaluasi diri
harus jujur dan transparan agar benar-benar dapat mengungkap infornasi yang
sebenarnya.
3. Pengelolan Kurikulum
Sekolah berhak mengembangkan kurikulum kedalam silabus, pemetaan,
pengembangan sistem penilaian,dan rencana pelaksaanaan pembelajaran
sekolah diperbolehkan memperdalam kurikulum. Artinya apa yang diajarkan
boleh dipertajam dengan aplikasi yang bervariasi.sekolah juga dibolehkan
memperkaya apa yang diajarkan.artinya apa yang diajarkan boleh diperluas dari
yang harus,seharusnya,dan yang dapat diajarkan. Sekolah juga boleh
memodifikasi kurikulum.Artinya apa yang diajarkan boleh dikembangkan agar
levbih konstektual dan selaras dengan karakteristik peserta didik . Selain itu,
sekolah juga diberi kebebasan untuk mengemnbangkan kurikulum muatan
lokal.
4. Pengelolaan Ketenagaan
Pengelolaan ketenagaan dimulai dari analisis kebutuhan, perencanaan,
merekrutmen, pengembangan, hadiah, dan sanksi,hubungan kerja, sampai
evaluasi kinerja tenaga kerja sekolah ( guru, tenaga administrasi, laboran dsb)
dapat dilakukan oleh sekolah ,kecuali yang menyangkut pengupahan atau imbal
jasa dan rekrutmen guru pegawai negeri yang sampai saat ini masih ditangani
oleh birokasi diatasnya.
5. Pengelolaan Fasilitas (Peralatan dan Perlengkapan)
Pengelolaan fasilitas sudah seharusnya dilakukan oleh sekolah,mulai dari
pengadaan ,pemeliharaan dan perbaikan,hingga pengembangan. Hal tersebut
didasari oleh kenyataan bahwa sekolahlah yang paling mengetahui kebutuhan
fasilitas, baik kecukupan, kesesuaian maupun kemutaakhirannya, terutama
fasilitas yang sangat erat kaitanya secara langsung dengan proses belajar
mengajar.
6. Pengelolaan Keuangan
Pengelolaan keuangan, terutama pengalokasian tau penggunaaan uang
sudah sepantasnya dilakukan oleh sekolah. Hal ini juga didasari oleh kenyataan
bahwa sekolahlah yang palinh memahami kebutuhanya sehingga desentralisasi
pengalokasian atau pengguanaan uang sudah seharusnya dilimpahkan
kesekolah sekolah juga harus diberi kebebasan untuk melakukan kegiatan-
kegiatan yang menghasilkan pendapatan (incrome generating activities)
sehingga sumber keuangan tidak semata mata tergantung pada pemerintah.
7. Pelayanan Siswa
Pelayanan siswa, mulai dari penerimaan siswa baru ,pengembangan atau
pembinaan atau pembimbingan, penempatan untuk melanjutkan sekolah atau
untuk memasuki dunia kerja, hingga pengurusan alumni sebenarnya telah
didesentralisasikan sejak lama. Oleh karena itu, yang diperlukan adalah
peningkatan intensitas dan eksistensinya.
8. Hubungan Sekolah dan Masyarakat
Esensi hubungan sekolah dan masyarakat adalah untuk meningkatkan
keterlibatan, kepedulian, kepemilikan dan dukungan dan masyarakat,terutama
dukungan moral dan finansial. Dalam arti yang sebenarnya, hubungan sekolah
dan masyarakat sudah didesentralisasikan sejak lama.oleh karena itu,hampir
sama halnya dengan pelayanan siswa, yang dibutuhkan adalah peningkatan
intensitas dan ekstensitas hubungan sekolah dan masyarakat.
9. Pengelolaan Iklim Sekolah
Iklim sekolah (fisik dan Nonfisik) yang kondusif akademik meruopakan
prasyarat bagi terselenggaranya proses belajar mengajar yang efektif,
lingkungan sekolah yang aman dan tertib, optimisme dan harapan/ ekspektasi
yang tinggi dari warga sekolah ,kesehatan sekolah,dan kegiatan-kegiatan yang
terpusat pada siswa (student centered activities) adalah contoh contoh iklim
sekolah yang dapat menumbuhkan semangat belajar siswa. Iklim sekolah sudah
merupakan kewenangan sekolah, sehingga yang diperlukan adalah upaya yang
lebih intentrif dan ekstentif. Secara visual, urusan urusan yang menjadi
kewenangan dan tanggung jawab sekolah dapat dilihat pada gambar berikut :

E. Prakondisi MBS
Adapun prakondisi yang diperlukan untuk melaksanakan MBS adalah sebagai
berikut :
1. Kapasitas kelembgaan yang memadai untuk menerapkan MBS seperti
manajemen sekolah yang memadai, kesiapan sumberdaya manusia dan
sumberdaya selebihnya (dana, peralatan, perlengkapan, bahan, dsb).
2. Budaya yang kondusif bagi penyelenggara MBS , yaitu menghargai perbedaan
pendapat, menunjung tinggi hak asasi manusia, melaksanakan musyawarah
mufakat, menumbuhkan demokrasi pendidikan, menyadarkan masyarakat akan
pentingnya pendidikan, dan menggerakan masyarakat untuk mendukung MBS.
3. Sekolah memilki kemampuan membuat kebijakan rencana dan program sekolah
untuk menyelenggarakan MBS.
4. Sekolah memilki sistem untuk mempromosikan akuntabilitas sekolah terhadap
publik sehingga sekolah akan menjadi bagian dari masyarakat dan bukannya
sekolah yang berada di masyarakat.
5. Dukungan pemerintah pusat dan daerah yang ditunjukan melalui arahan,
bimbingan, pengaturan serta monitoring dan evaluasi yang diperlukan untuk
kelancaran penyelenggaraan MBS.

F. Pelaksanaan MBS
Tahap-tahap pelaksanaan
1) Melakukan Sosialisasi MBS
Langkah pertama yang dilakukan oleh sekolah adalah menyosialisasikan
konsep MBS kepada setiap unsur sekolah (guru, siswa, wakil kepsek, guru BK,
karyawan, ortu siswa, pengawas, pejabat dinas pendidikan kabupaten/kota,
pejabat dinas pendidikan provinsi dan sebgainya) melalui berbagai mekanisme
misalnya seminar, lokakarya, diskusi, rapat kerja, simposium, forum ilmiah,
dan media massa.
2) Memperbanyak Mitra Sekolah
Sekolah harus memperbanyak mitra baik dari dalam maupun dari luar
sekolah guna terciptanya kesuksesan MBS. Kemitraan dalam sekolah antara
lain meliputi kepala sekolah dengan guru, guru dengan guru, guru dengan
siswa, siswa dengan siswa, dst. Kemitraan sekolah dengan luar sekolah
(masyarakat) antara lain meliputi kepala sekolah dengan komite sekolah, guru
dengan orangtua siswa, kepala sekolah dengan kepala dinas pendidikan
kota/kabupaten.
3) Merumuskan Kembali Aturan Sekolah, Peran Unsur-Unsur Sekolah, Serta
Kebiasaan Dan Hubungan Antar Unsur-Unsur Sekolah
Aturan sekolah perlu dirumuskan kembali agar sesuai dengan tuntutan
MBS, yaitu otonomi,fleksibilitas, dan partisipasi. Peran masing-masing unsur
sekolah perlu ditinjau kembali sesuai dengan tuntutan MBS, yaitu demokratis
sekolah. Ini berarti bahwa peran-peran yang semula lebih bersifat otoriter perlu
diubah agar menjadi egaliter. Istilah-istilah peran yang bersifat egaliter,
misalnya kepala sekolah dan guru sebagai fasilitator, mediator, pendukung,
pemberi pertimbangan, pemberdaya, pembimbing, tutor, mentor dan istilah-
istilah lain yang sederajat dengan bahasa demokrasi.
4) Menerapkan Prinsip-Prinsip MBS Yang Baik
Prinsip-prinsip MBS yang baik pada dasarnya mengikuti prinsip tata
pengelolaan atau tata pemerintahan yang baik yang meliputi partisipasi,
transparansi, tanggung jawab, akuntabilitas, wawasan kedepan, penegakan
hukum, keadilan, demokrasi, prediktif, kepekaan, profesionalisme, efektivitas,
dan efesiensi dan kepastian jaminan hukum. Penerapan tata pengelolaan yang
baik harus diupayakan oleh sekolah melalui berbagai cara seperti pembuatan
aturan main sekolah/pedoman tentang tata cara pelaksaan prinsip-prinsip MBS
yang baik, penyediaan sarana untuk memfasilitasi pelaksanaan prinsip-prinsip
MBS yang baik.
5) Mengklarifikasi Fungsi Dan Aspek Manajemen Pendidikan (Sekolah)
Fungsi-fungsi manajemen secara umum meliputi perencanaan,
pengorganisasian, pelaksaan, pengoordinasian, dan pengawasan/pengontrolan.
Aspek-aspek pendidikan antara lain meliputi kurikulum, proses, pendidik dan
tenaga kependidikan, sarana dan prasarana kesiswaan, keuangan, penilaian,
hubungan sekolah dan masyarakat, pendidikan lingkungan hidup,
penanggulangan narkona, dan sebagainya. Fungsi dan aspek pendidikan ini
perlu diklarifikasi secara bersma-sama antara sekolah dan dinas pendidikan,
dengan cara seperti ini akan terbentuk manajemen yang koheren, saling
komplemen, dan terhindar dari duplikasi, konflik dan benturan antara sekolah
dan dinas penddikan serta komite sekolah dan dewan pendidikan.
6) Meningkatkan Kapasitas Sekolah
MBS merupakan model baru bagi sekolah maupun dinas pendidikan
kabupaten/kota, komite sekolah,dan dewan pendidikan. Oleh karena itu,
pengembangan kapasiatan (kemampuan dan kesanggupan) bagi para pelksana
kepentingan pendidikan sekolah perlu dilakukan melalui berbagai
upaya,misalnya panduan tentang konsep, pelaksanaan dan evaluasi MBS
,pelatihan, lokarnya,diskusi kelompok terfokus, seminar tentang praktik-praktik
yang baik dan pelajaran yang dapat dipetik oleh sekolah-sekolah yang
melaksanakan MBS serta studi banding ke sekolah yang sukses melaksanakan
MBS.
Keberhasilan MBS tergantung pada kesiapan kapasitas kemampuan dan
kesanggupan sekolah). Makin tinggi tingkat kesiapan kapasitas sekolah dalam
melaksanakan MBS ,makin tinggi pula tinggi pula tingkat keberhasilan MBS di
sekolah yang bersangkutan.
7) Meredistribusi Kewenangan Dan Tanggung Jawab
Dalam era sentralistik, kewenangan dan tanggung jawab dan semuanya
trgandung pada kepala sekolah seolah kepala sekolah adalah raja. Dalam MBS,
demokrasi merupakan jiwanya. Oleh karena itu, kewenangan dan tanggung
jawab tidak lagi semata-mata terpusat kepada kepala sekolah, tetapi
didistribusikan kepada para pelaksana kepentingan pendidikan sekolah. Jadi,
kekuatan bergeser dari satu orang (kepala sekolah) menuju ke kekuatan kolektif
dan sangat penting bagi sekolah memilki teamwork yang kompak, cerdas, dan
dinamis.
8) Menyusun rencana pengembangan sekolah (RPS), melaksanakan, memonitor,
dan mengevaluasi

1. Menyusun Desain RPS


Sekolah yang melaksanakan MBS harus melakukan perencanaan dalam
menghasilkan RPS. Perencanaan sekolah adalah suatu proses untuk
menentukan tindakan masa depan sekolah yang tepat, melalui pilihan dengan
mempertimbangkan sumberdaya yang tersedia. Sedangkan RPS sendiri
adalah dokumen tentang gambaran kegiatan sekolah dimasa depan dalam
rangka mencapai tujuan sekolah yang telah ditetapkan. RPS disusun dengan
tujuan, diantaranya (1) menjamin agar tujun sekolah yang telah ditetapkan
dapat tercapai; (2) mendukung koordinasi antar pelaku sekolah; (3)
menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi, dan sinergi baik antar pelaku
sekolah, antar sekolah dan dinas pendidikan (4) menjamin keterkaitan dan
konsistensi antara perancanaan, pelaksanaan, dan pengawasan; (5)
mengoptimalkan partisipasi warga sekolah dan masyarakat; dan (6)
menjamin tercapainya penggunaan sumberdaya secara efisien, efektif,
berkeadilan, dan berkelanjutan.
2. Melaksanakan RPS
Dalam melaksanakan rencana peningkatan mutu pendidikan yang telah
disetujui bersama antara sekolah, orangtua siswa, dan masyaraka, sekolah
perl mengambil langkah proaktif untuk mewujudkan sarana-sarana yang
telah ditetapkan. Dan dalam melaksanakan proses pembeljaran, sekolah
hendaknya menerapkan konsep belajar untas (mastery learning). Konsep
ini menekankan pentingnya siswa menguasai materi pelajaran secara
utuhdan bertahap sebelum lanjut ke topik yang lain dan siswa dapat
menguasai salah satu materi pembelajaran secara tuntas. Untuk
menghindari berbagai penyimpangan, kepala sekolah perlu melakukan
supervisi dan mentoring terhadap kegiatan peningkatan peningkatan mutu
yang dilakukan di sekolah.
3. Melakukan Mentoring Dan Evaluasi RPS
Untuk mengetahui tingat keberhasilan program, sekolah perlu
mengadakan evaluasi pelaksanaan program, baik jangka pendek maupun
jangka panjang. Evaluasi jangka pendek dilakukan setiap akhir cturwulan
untuk mengetahui keberhasilan program dan berharap dapat diperbaiki
disemster selanjutnya. Evalasi jangka panjang dilakukan setiap akhir tahun
untuk mengetahui seberapa jauh peningkatan program mutu mencapai
sasaran. Dan hasil evaluasi harus dibuat laporan yang terdiri dri laporan
teknik (program pelaksanaan dan hasil MBS) dan laporan keuangan
(penggunaan uang dan pertanggung jawabannya).

G. Monitoring Dan Evaluasi


Monitoring dan evaluasi merupakan bagian integral dari pengelolaan
pendidikan, baik di tingkat mikro (sekolah), meso (dinas pendidikan dan
kabupaten atau kota, dinas pendidikan provinsi), maupun makro (departemen). Hal
ini didasari oleh pemikiran bahwa monitoring dan evaluasi dapat mengukur tingkat
kemajuan pendidikan pada tingkat sekolah, dinas pendidikan kabupaten/kota,
dinas pendidikan provinsi, dan departemen. Monitoring adalah suatu proses
pemantauan untuk mendapatkan informasi tentang pelaksanaan MBS. Fokus
monitoring adalah pemantauan pada pelaksanaan MBS, bukan pada hasilnya.
Tepatnya, focus monitoring adalah pada komponen proses MBS, baik menyangkut
proses pengambilan keputusan, pengelolaan kelembagaan, pengelolaan program,
maupun pengelolaan proses belajar-mengajar.
Evaluasi merupakan suatu proses untuk mendapatkan informasi tentang hasil
MBS. Jadi, fokus evaluasi adalah pada hasil MBS. Informasi hasil tersebut
kemudian dibandingkan dengan sasaran yang telah ditetapkan. MBS dikatakan
efektif jika hasil sesuai dengan sasaran yang telah ditetapkan, sebaliknya jika hasil
tidak sesuai dengan sasaran yang telah ditetapkan, MBS dianggap tidak efektif
(gagal). Oleh karena itu, sebaiknya setiap sekolah yang melaksanakan MBS
diharapkan memiliki data-data tentang prestasi siswa sebelum dan sesudah MBS.
Hal tersebut penting dilakukan agar sekolah dapat dengan mudah membandingkan
prestasi siswa sebelum dan sesudah MBS. Apabila setelah MBS ada peningkatan
prestasi yang signifikan disbanding sebelum MBS, hal ini dapat dikatakan bahwa
MBS cukup berhasil.
Tujuan monitoring dan evaluasi MBS bertujuan mendapatkan informasi yang
dapat digunakan untuk pengambilan keputusan. Hasil monitoring dapat digunakan
untuk memberi masukan (umpan balik) bagi perbaikan pelaksanaan MBS,
sedangkan hasil evaluasi dapat memberikan informasi yang dapat digunakan untuk
memberi masukan terhadap keseluruhan komponen MBS, baik dari konteks input,
proses, output maupun outcome-nya. Berbagai masukan dari hasil monitoring dan
evaluasi akan digunakan untuk pengambilan keputusan.
Skema Monitoring dan Evaluasi Sebelum & Sesudah Melaksanakan MBS

Dalam skema di atas, terlihat jelas bahwa komponen-komponen MBS yang


dimonitor dan dievaluasi adalah konteks, input, output, proses, outcome, dan tata
pengelolaan yang baik (good governance). Besar kecilnya perubahan komponen-
komponen tersebut (sebelum dan sesudah melaksanakan MBS) merupakan ukuran
tingkat keberhasilan MBS. Makin besar perubahan (peningkatan/pengembangan)
sebelum dan sesudah MBS, makin besar keberhasilan MBS.
1. Input adalah segala sesuatu yang harus tersedia dan siap karena dibutuhkan
untuk kelangsung proses. Input terbagi menjadi 3 yaitu harapan, sumber daya
dan input manajemen. Harapan terdiri dari visi, misi, tujuan dan sasaran.
Sumber daya terbagi menjadi dua yaitu sumber daya manusia dan sumber
daya selebihnya (uang, peralatan, perlengkapan, bahan). Sedangkan input
manajemen terdiri dari tugas, rencana, program, regulasi (ketentuan-
ketentuan, limitasi, prosedur kerja dsb).
2. Proses merupakan berubahnya sesuatu menjadi sesuatu yang lain. Di dalam
MBS, proses terdiri atas proses pengambilan keputusan, proses pengelolaan
kelembagaan, proses pengelolaan program, proses belajar mengajar, proses
evaluasi sekolah dan proses akuntabilitas.
3. Output adalah hasil nyata dari pelaksanaan MBS, seperti prestasi akademik
yaitu nilai ulangan, peringkat lomba karya tulis dan prestasi non akademik
seperti IMTAQ, kejujuran, kedisiplinan, prestasi olahraga, kesenian dan
kerajinan.
4. Outcome adalah hasil MBS jangka panjang yang berbeda (lawan dari output).
Untuk melakukan evaluasi ini, digunakan analisis biaya-manfaat (cost –
benefit analysis) untuk fokus pada dampak MBS jangka panjang.
5. Tata pengelolaan yang baik (good governance) meliputi partisipasi,
transparansi, tanggungjawab, akuntabilitas, wawasan ke depan, penegakan
hukum, keadilan, demokrasi, prediktif, kepekaan, profesionalisme, efektivitas
dan efisiensi, dan kepastian hukum.

H. Tonggak-Tonggak Kunci Keberhasilan MBS


Tonggak-tonggak kunci keberhasilan MBS merupakan target-target hasil
MBS yang akan dicapai dalam jangka menengah (5 tahun) dan jangka pendek
(satu tahun). Target tersebut bersumber dari pemetaan pendidikan (kesamaan
kesempatan antara siswa-siswa desa dan kota, kaya dan miskin, laki-laki dan
peempuan, cacat dan tidak cacat, dsb), kualitas pendidikan (input, proses, output),
efektivitas dan efisiensi pendidikan (angka kenaikan kelas, angka kelulusan, angka
putus sekolah, dsb) dan tata kelola sekolah yang baik (good governance) yang
meliputi partisipasi, transparansi, tanggung jawab, akuntabilitas, wawasan ke
depan, penegakan hukum, keadilan, demokrasi, prediktif, kepekaan,
profesionalisme, efektivitas dan efisiensi dan kepastian jaminan hukum.
Contoh tonggak-tonggak kunci keberhasilan MBS adalah pada tahun 2005,
rata-rata nilai UN sebuah sekolah adalah 6,00, tahun 2009 rata-rata UN yang
diharapkan dapat dicapai oleh sekolah pelaksana MBS sebesar 7,00. Jika target
dirinci setiap tahun, rata-rata UN yang akan dicapai oleh sekolah adalah 6,25 pada
tahun 2006, 6,50 pada tahun 2007, 6,75 pada tahun 2008, dan 7,00 pada tahun
2009. UN hanyalah salah satu tolak ukur kualitas sekolah dan masih banyak tolak
ukur kualitas lainnya yang perlu ditimbangkan seperti budi pekerti, prestasi
olahraga, kesenian, olimpiade, dan karya ilmiah remaja disamping kualitas input
(guru, fasilitas dsb) dan kualitas proses (proses belajar mengajar, kepemimpinan
dsb).
DAFTAR PUSTAKA

Rohiat. 2008. Manajemen Sekolah. Bandung: Refika Aditama, XV + 143 hlm.


Nurkolis. 2002. Manajemen Berbasis Sekolah. Jakarta: Grasindo, XIV + 295 hlm.
Uno, Hamzah. 2011. Profesi Kependidikan. Jakarta: Bumi Aksara, X + 146 hlm.

Anda mungkin juga menyukai