Anda di halaman 1dari 31

BAB  

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Fakta yang ada sekarang ini menyatakan bahwa mutu pendidikan di Indonesia
masih rendah jika dibandingkan dengan negara-negara lain di dunia. Hal ini
mempunyai dampak yang sangat besar bagi majunya kehidupan masyarakat dalam
segala aspek bidang kehidupan. Sehingga pemerintah berinisiatif untuk mencari
solusi dalam menangani masalah ini. Untuk menciptakan masyarakat yang maju
maka hal perlu diperhatikan terlebih dahulu adalah bagaimana mewujudkan
pendidikan yang bermutu yang pada akhirnya mencapai tujuan pendidikan nasional
yaitu terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan
berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia berkembang
menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab
tantangan zaman yang selalu berubah. Hal ini sejalan dengan Visi Pendidikan
Nasional bahwa Depdiknas berhasrat untuk pada tahun 2025 menghasilkan insan
Indonesia yang cerdas dan kompetitif atau insan paripurna.

Salah satu upaya pemerintah dalam meningkatkan kualitas pendidikan adalah


melalui penerapan Manajemen Berbasis Sekolah atau MBS. Hal ini didasarkan
pada suatu asumsi bahwa MBS merupakan pemikiran ke arah pengelolaan
pendidikan yang memberi keleluasaan kepada sekolah untuk mengatur dan
melaksanakan berbagai kebijakan secara luas. Dengan demikian, mahasiswa calon
guru SD semestinya dapat memahami penerapan MBS sebagai bekal ketika berada
di sekolah nantinya.

Sekolah adalah salah satu dari Tripusat pendidikan yang dituntut untuk mampu
menjadikan output yang unggul, mengutip pendapat Gorton tentang sekolah ia
mengemukakan, bahwa sekolah adalah suatu sistem organisasi, di mana terdapat
sejumlah orang yang bekerja sama dalam rangka mencapai tujuan sekolah yang
dikenal sebagai tujuan instruksional. Desain organisasi sekolah adalah di dalamnya

1
terdapat tim administrasi sekolah yang terdiri dari sekelompok orang yang bekerja
sama dalam rangka mencapai tujuan organisasi.

MBS terlahir dengan beberapa nama yang berbeda, yaitu tata kelola berbasis
sekolah (school-based governance), manajemen mandiri sekolah (school self-
manegement), dan bahkan juga dikenal dengan school site management atau
manajemen yang bermarkas di sekolah.

Istilah-istilah tersebut memang mempunyai pengertian dengan penekanan yang


sedikit berbeda. Namun, nama-nama tersebut memiliki roh yang sama, yakni
sekolah diharapkan dapat menjadi lebih otonom dalam pelaksanaan manajemen
sekolahnya, khususnya dalam penggunakaan 3M-nya, yakni man, money, dan
material.

Penyerahan otonomi dalam pengelolaan sekolah ini diberikan tidak lain dan
tidak bukan adalah dalam rangka peningkatan mutu pendidikan. Oleh karena itu,
maka Direktorat Pembinaan SMP menamakan MBS sebagai Manajemen
Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS).

Tujuan utama adalah untuk mengembangkan prosedur kebijakan sekolah,


memecahkan masalah-masalah umum, memanfaatkan semua potensi individu yang
tergabung dalam tim tersebut. Sehingga sekolah selain dapat mencetak orang yang
cerdas serta emosional tinggi, juga dapat mempersiapkan tenaga-tenaga
pembangunan. Oleh karena itu perlu diketahui pandangan filosofis tentang hakekat
sekolah dan masyarakat dalam kehidupan kita. sekolah adalah bagian yang integral
dari masyarakat, ia bukan merupakan lembaga yang terpisah dari masyarakat, hak
hidup dan kelangsungan hidup sekolah bergantung pada masyarakat, sekolah adlah
lembaga sosial yang berfungsi untuk melayani anggota2 masyarakat dalam bidang
pendidikan, kemajuan sekolah dan masyarkat saling berkolerasi, keduanya saling
membutuhkan, Masyarakat adalah pemilik sekolah, sekolah ada karena masyarakat
memerlukannya.

2
1.2 Rumusan Masalah :

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dari penulisan


makalah ini adalah sebagai berikut :

1) Apa yang dimaksud dengan manajemen berbasis sekolah (MBS)?


2) Bagaimanakah sejarah munculnya Manajemen Berbasis Sekolah ?
3) Apakah yang menjadi alasan penerapan Manajemen Berbasis Sekolah ?
4) Apakah tujuan diterapkannya Manajemen Berbasis Sekolah ?
5) Bagaimanakah prinsip-prinsip dan karakteristik Manajemen Berbasis Sekolah ?
6) Bagaimana mengimplementasikan Manajemen Berbasis Sekolah ?
7) Apakah peranan masyarakat dalam Manajemen Berbasis Sekolah ?\

1.3 Tujuan dan Manfaat Penulisan


Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari
penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui pengertian Manajemen berbasis sekolah (MBS)
2. Untuk mengetahui sejarah munculnya Manajemen Berbasis Sekolah.
3. Untuk mengetahui penerapan Manajemen berbasis sekolah (MBS)
4. Untuk mengetahui tujuan diterapkannya Manajemen Berbasis Sekolah.
5. Untuk mengetahui prinsip-prinsip dan karakteristik Manajemen Berbasis
Sekolah.
6. Untuk mengetahui bagaimana mengimplementasikan Manajemen Berbasis
Sekolah.
7. Untuk mengetahui peranan masyarakat dalam peneran Manajemen Berbasis
Sekolah.

Adapun manfaat dari makalah ini adalah :

1. Sebagai solusi alternatif dalam mengelola dan memanejemen pendidikan di


sekolah
2. Menambah wawasan penulis pembaca makalah ini dalam memahami contoh dari
perubahan dan inovasi pendidikan dalam aspek manejemen dan pengololaan
pendidikan khususnya di sekolah.

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian dan Sejarah Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)


2.1.1 Pengertian MBS

Istilah manajemen berbasis sekolah merupakan terjemahan dari


“school-based management”. MBS merupakan paradigma baru pendidikan,
yang memberikan otonomi luas pada tingkat sekolah ( pelibatan
masyarakat ) dalam kerangka kebijakan pendidikan nasional.

Menurut Edmond yang dikutip Suryosubroto, MBS merupakan


alternatif baru dalam pengelolaan pendidikan yang lebih menekankan
kepada kemandirian dan kreatifitas sekolah. Nurcholis mengatakan
Manajemen berbasis sekolah (MBS) adalah bentuk alternatif sekolah
sebagai hasil dari desentralisasi pendidikan.

MBS merupakan paradigma baru pendidikan yang memberikan


otonomi luas pada tingkat sekolah dengan melibatkan masyarakat dalam
kerangka kebijakan nasional. MBS merupakan wujud dari reformasi
pendidikan yang menawarkan kepada sekolah untuk menyediakan
pendidikan yang lebih baik dan memadai bagi para siswa.

Dapat juga dikatakan bahwa Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) pada


hakikatnya adalah penyerasian sumberdaya yang dilakukan secara mandiri
oleh sekolah dengan melibatkan semua kelompok kepentingan (stakeholder)
yang terkait dengan sekolah secara langsung dalam proses pengambilan
keputusan untuk memenuhi kebutuhan peningkatan mutu sekolah atau untuk
mencapai tujuan pendidikan nasional.

Secara umum, manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah 


(MPMBS) dapat diartikan sebagai model manajemen yang memberikan
otonomi lebih besar kepada sekolah dan mendorong pengambilan keputusan

4
partisipatif yang melibatkan secara langsung semua  warga sekolah (guru,
siswa, kepala sekolah, karyawan, orang tua siswa, dan masyarakat) untuk
meningkatkan mutu sekolah berdasarkan kebijakan pendidikan nasional.

Lebih lanjut istilah manajemen sekolah acapkali disandingkan dengan


istilah administrasi sekolah. Berkaitan dengan itu, terdapat tiga pandangan
berbeda; pertama, mengartikan administrasi lebih luas dari pada manajemen
(manajemen merupakan inti dari administrasi); kedua, melihat manajemen
lebih luas dari pada administrasi (administrasi merupakan inti dari
manajemen); dan ketiga yang menganggap bahwa manajemen identik
dengan administrasi.

Dalam hal ini, istilah manajemen diartikan sama dengan istilah


administrasi atau pengelolaan, yaitu segala usaha bersama untuk
mendayagunakan sumber-sumber, baik personal maupun material, secara
efektif dan efisien guna menunjang tercapainya tujuan pendidikan di
sekolah secara optimal. Pengertian manajemen menurut Hasibuan
merupakan ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan sumber daya
manusia dan sumber-sumber lainnya secara efektif dan efisien untuk
mencapai tujuan tertentu. Definisi manajemen tersebut menjelaskan pada
kita bahwa untuk mencapai tujuan tertentu, maka kita tidak bergerak
sendiri,  tetapi membutuhkan orang lain untuk bekerja sama dengan baik.

Berdasarkan fungsi pokoknya, istilah manajemen dan administrasi


mempunyai fungsi yang sama, yaitu: merencanakan (planning),
mengorganisasikan (organizing), mengarahkan (directing),
mengkoordinasikan (coordinating), mengawasi (controlling), dan
mengevaluasi (evaluation).

Menurut Gaffar (1989) mengemukakan bahwa manajemen pendidikan


mengandung arti sebagai suatu proses kerja sama yang sistematik, sitemik,
dan komprehensif dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional.

5
2.1.2 Sejarah Munculnya Manajemen Berbasis sekolah (MBS)

Secara faktual, telah banyak usaha yang telah dilakukan untuk


meningkatkan mutu pendidikan di tingkat pendidikan dasar. Namun
hasilnya kurang menggembirakan. Secara garis besar faktor-faktor
penyebabnya adalah :

1. Kebijakan penyelenggaraan pendidikan nasional yang berorientasi pada


output pendidikan terlalu memusatkan pada input, sehingga proses
pendidikan kurang diperhatikan.
2. Penyelenggaraan pendidikan dilakukan secara sentralistik. Hal ini
menyebabkan tingginya ketergantungan kepada keputusan birokrasi.
Oleh sebab itulah sekolah menjadi tidak mandiri, kurang inisiatif dan
miskin kreativitas, sehingga usaha dan saya untuk mengembangkan
atau meningkatkan mutu layanan dan keluaran pendidikan menjadi
kurang termotivasi.
3. Peran serta masyarakat, terutama orang tua siswa dalam
penyelenggaraan pendidikan, selama ini hanya terbatas pada dukungan
dana, padahal mereka sangat penting dalam proses-proses pendidikan
seperti pengambilan keputusan, monitoring, evaluasi dan akuntabilitas.
Oleh sebab itulah perlu desentralisasi pendidikan sebagai faktor
pendorong MBS ini.

Berdasarkan hasil kajian yang dilakukan di Amerika Serikat, konsep


Site Based Management merupakan strategi penting untuk meningkatkan
kualitas pembuatan keputusan-keputusan pendidikan dalam anggaran
pendidikan, sumberdaya pendidik, kurikulum dan evaluasi pendidikan
(penilaian). Demikian juga studi yang dilakukan di El Salvador, Nepal dan
Pakistan. Rata-rata informasi menunjukkan pemberian otonomi pada
sekolah telah meningkatkan motivasi dan kehadiran guru. Sementara di
Australia, School Based Management merupakan refleksi pengelolaan
desentralisasi pendidikan yang menempatkan sekolah sebagai lembaga yang
memiliki kewenangan untuk menetapkan kebijakan yang menyangkut visi,

6
misi, dan tujuan atau sasaran sekolah yang membawa implikasi terhadap
pengembangan kurikulum sekolah dan program-program operatif sekolah
yang lain. MBS di Australia dibangun dengan memperhatikan kebijakan dan
panduan dari pemerintah negara bagian di satu pihak, dan di pihak lain dari
partisipasi masyarakat melalui school council dan parent and community
association. Perpaduan keduanya melahirkan dokumen penting
penyelenggaraan MBS yaitu school policy yang memuat visi, misi, sasaran,
pengembangan kurikulum, dan prioritas program, school planning review
serta school annual planning quality assurance. Akuntabilitas dilakukan
melalui external and internal monitoring.

Dengan belajar keberhasilan di negara lain seiring dengan


diberlakukannnya Undang-undang Otonomi Daerah yaitu UU.No.22 Tahun
1999 tentang Otonomi Daerah dan Undang-undang No. 25 tentang
Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, maka semakin membuka peluang
kebijakan pendidikan di Indonesia mengalami desentralisasi pula yang salah
satu bentuknya berupa Manajemen Berbasis Sekolah. Sejarah baru
pengelolaan pendidikan di Indonesia melalui MBS menjadikan pengelolaan
pendidikan di Indonesia berpola desentralisasi, otonomi, pengambilan
keputusan secara partisipatif. Pendekatan birokratik tidak ada lagi, yang ada
adalah pendekatan profesional.

Dalam Pasal 11 UU No.25 Tahun 1999, kewenangan daerah kabupaten


dan kota, mencakup semua bidang pemerintahan termasuk di dalamnya
pendidikan dan kebudayaan, maka terdapat otonomi dalam upaya
peningkatan mutu pendidikan, peningkatan efisiensi pengelolaan
pendidikan, peningkatan relevansi pendidikan yang mengarah kepada
pendidikan berbasis masyarakat, dan pemerataan pelayanan pendidikan
yang berkeadilan.

2.2 Penerapan, Alasan diterapkannya MBS, Strategi Peningkatan Mutu dengan


Penerapan MBS, dan juga Hambatan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)

7
2.2.1 Penerapan MBS

Sejak beberapa waktu terakhir, kita dikenalkan dengan pendekatan


“baru” dalam manajemen sekolah yang diacu sebagai manajemen berbasis
sekolah (School Based Management) atau disingkat MBS. Di Amerika
Serikat, pendekatan ini sebenarnya telah berkembang cukup lama. Pada
1988 American Association of School Administrators, National Association
of Elementary School Principals, and National Association of Secondary
School Principals, menerbitkan dokumen berjudul school based
management, a strategy for better learning. Munculnya gagasan ini dipicu
oleh ketidakpuasan atau kegerahan para pengelola pendidikan pada level
operasional atas keterbatasan kewenangan yang mereka miliki untuk dapat
mengelola sekolah secara mandiri. Umumnya dipandang bahwa para kepala
sekolah merasa tak berdaya karena terperangkap dalam ketergantungan
berlebihan terhadap konteks pendidikan. Akibatnya, peran utama mereka
sebagai pemimpin pendidikan semakin dikerdilkan dengan rutinitas urusan
birokrasi yang menumpulkan kreativitas berinovasi.

Di Indonesia, gagasan penerapan pendekatan ini muncul belakangan


sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah sebagai paradigma baru dalam
pengoperasian sekolah. Selama ini, sekolah hanyalah kepanjangan tangan
birokrasi pemerintah pusat untuk menyelenggarakan urusan politik
pendidikan. Para pengelola sekolah sama sekali tidak memiliki banyak
kelonggaran untuk mengoperasikan sekolahnya secara mandiri. Semua
kebijakan tentang penyelenggaran pendidikan di sekolah umumnya
diadakan di tingkat pemerintah pusat atau sebagian di instansi vertikal dan
sekolah hanya menerima apa adanya.

Apa saja muatan kurikulum pendidikan di sekolah adalah urusan pusat,


kepala sekolah dan guru harus melaksanakannya sesuai dengan petunjuk
pelaksanaan dan petunjuk teknisnya. Anggaran pendidikan mengalir dari
pusat ke daerah menelusuri saluran birokrasi dengan begitu banyak simpul
yang masing-masing menginginkan bagian. Tidak heran jika nilai akhir

8
yang diterima di tingkat paling operasional telah menyusut lebih dari
separuhnya.

Kita khawatir, jangan-jangan selama ini lebih dari separuh dana


pendidikan sebenarnya dipakai untuk hal-hal yang sama sekali tidak atau
kurang berurusan dengan proses pembelajaran di level yang paling
operasional, sekolah.

MBS adalah upaya serius yang rumit, yang memunculkan berbagai isu
kebijakan dan melibatkan banyak lini kewenangan dalam pengambilan
keputusan serta tanggung jawab dan akuntabilitas atas konsekuensi
keputusan yang diambil. Oleh sebab itu, semua pihak yang terlibat perlu
memahami benar pengertian MBS, manfaat, masalah-masalah dalam
penerapannya, dan yang terpenting adalah pengaruhnya terhadap prestasi
belajar murid.

Manajemen berbasis sekolah dapat bermakna adalah desentralisasi yang


sistematis pada otoritas dan tanggung jawab tingkat sekolah untuk membuat
keputusan atas masalah signifikan terkait penyelenggaraan sekolah dalam
kerangka kerja yang ditetapkan oleh pusat terkait tujuan, kebijakan,
kurikulum, standar, dan akuntabilitas. Tampaknya pemerintah dari setiap
negara ingin melihat adanya transformasi sekolah. Transformasi diperoleh
ketika perubahan yang signifikan, sistematik, dan berlanjut terjadi,
mengakibatkan hasil belajar siswa yang meningkat di segala keadaan
(setting), dengan demikian memberikan kontribusi pada kesejahteraan
ekonomi dan sosial suatu negara. Manajemen berbasis sekolah selalu
diusulkan sebagai satu strategi untuk mencapai transformasi sekolah.

Manajemen berbasis sekolah telah dilembagakan di tempat-tempat


seperti Inggris, dimana lebih dari 25.000 sekolah telah mempraktikkannya
lebih dari satu dekade. Atau seperti Selandia Baru atau Victoria, Australia
atau di beberapa sistem sekolah yang besar) di Kanada dan Amerika Serikat,
dimana terdapat pengalaman sejenis selama lebih dari satu dekade. Praktik
manajemen berbasis sekolah di tempat-tempat ini tampaknya tidak dapat

9
dilacak mundur. Satu indikasi skala dan lingkup minat terhadap manajemen
berbasis sekolah diagendakan pada Pertemuan Menteri-menteri Pendidikan
dari Negara APEC di Chili pada April 2004. APEC (Asia Pacific Economic
Cooperation) merupakan satu jejaring 21 negara yang mengandung
sepertiga dari populasi dunia. Tema dari pertemuan adalah “mutu dalam
pendidikan” dan tata kelola merupakan satu dari empat sub tema. Perhatian
khusus diarahkan pada desentralisasi. Para menteri sangat menyarankan
(endorse) manajemen berbasis sekolah sebagai satu strategi dalam reformasi
pendidikan, tatapi juga menyetujui aspek-aspek sentralisasi, seperti
kerangka kerja bagi akuntabilitas. Mereka mengakui bahwa pengaturannya
akan bervariasi di masing-masing negara, yang merefleksikan keunikan
tiap-tiap setting.

Manajemen berbasis sekolah memiliki banyak bayangan makna. Ia


telah diimplementasikan dengan cara yang berbeda dan untuk tujuan
berbeda dan pada laju yang berbeda di tempat yang berbeda. Bahkan konsep
yang lebih mendasar dari “sekolah” dan “manajemen” adalah berbeda,
seperti berbedanya budaya dan nilai yang melandasi upaya-upaya pembuat
kebijakan dan praktisi. Akan tetapi, alasan yang sama di seluruh tempat
dimana manajemen berbasis sekolah diimplementasikan adalah bahwa
adanya peningkatan otoritas dan tanggung jawab di tingkat sekolah, tetapi
masih dalam kerangka kerja yang ditetapkan di pusat untuk memastikan
bahwa satu makna sistem terpelihara. Satu implikasi penting adalah bahwa
para pemimpin sekolah harus memiliki kapasitas membuat keputusan
terhadap hal-hal signifikan terkait operasi sekolah dan mengakui dan
mengambil unsur-unsur yang ditetapkan dalam kerangka kerja pusat yang
berlaku di seluruh sekolah.

Sejak awal, pemerintah (pusat dan daerah) haruslah suportif atas


gagasan MBS. Mereka harus mempercayai kepala sekolah dan dewan
sekolah untuk menentukan cara mencapai sasaran pendidikan di masing-
masing sekolah. Penting artinya memiliki kesepakatan tertulis yang memuat
secara rinci peran dan tanggung jawab dewan pendidikan daerah, dinas

10
pendidikan daerah, kepala sekolah, dan dewan sekolah. Kesepakatan itu
harus dengan jelas menyatakan standar yang akan dipakai sebagai dasar
penilaian akuntabilitas sekolah. Setiap sekolah perlu menyusun laporan
kinerja tahunan yang mencakup “seberapa baik kinerja sekolah dalam
upayanya mencapai tujuan dan sasaran, bagaimana sekolah menggunakan
sumber dayanya, dan apa rencana selanjutnya.”

Perlu diadakan pelatihan dalam bidang-bidang seperti dinamika


kelompok, pemecahan masalah dan pengambilan keputusan, penanganan
konflik, teknik presentasi, manajemen stress, serta komunikasi antarpribadi
dalam kelompok. Pelatihan ini ditujukan bagi semua pihak yang terlibat di
sekolah dan anggota masyarakat, khususnya pada tahap awal penerapan
MBS. Untuk memenuhi tantangan pekerjaan, kepala sekolah kemungkinan
besar memerlukan tambahan pelatihan kepemimpinan. Dengan kata lain,
penerapan MBS mensyaratkan sebagai berikut :

1. MBS harus mendapat dukungan staf sekolah.


2. MBS lebih mungkin berhasil jika diterapkan secara bertahap.
3. Staf sekolah dan kantor dinas harus memperoleh pelatihan
penerapannya, pada saat yang sama juga harus belajar menyesuaikan
diri dengan peran dan saluran komunikasi yang baru.
4. Harus disediakan dukungan anggaran untuk pelatihan dan penyediaan
waktu bagi staf untuk bertemu secara teratur.
5. Pemerintah pusat dan daerah harus mendelegasikan wewenang kepada
kepala sekolah, dan kepala sekolah selanjutnya berbagi kewenangan ini
dengan para guru dan orang tua murid.

2.2.2 Alasan Diterapkannya Manajemen Berbasis sekolah (MBS)

Berdasarkan keputusan Kementerian Pendidikan Nasional  ada


beberapa alasan yang mendasari penerapan Manajemen Berbasis Sekolah,
yaitu :

11
1. Dengan pemberian otonomi yang lebih besar kepada sekolah, maka
sekolah akan lebih inisiatif/kreatif dalam meningkatkan mutu sekolah.
2. Dengan pemberian fleksibilitas/keluwesan-keluwesan yang lebih besar
kepada sekolah untuk mengelola sumberdayanya, maka sekolah akan
lebih luwes dan lincah dalam mengadakan dan memanfaatkan
sumberdaya sekolah secara optimal untuk meningkatkan mutu sekolah.
3. Sekolah lebih mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman
bagi dirinya sehingga dia dapat mengoptimalkan pemanfaatan
sumberdaya yang tersedia untuk memajukan sekolahnya.
4. Sekolah lebih mengetahui kebutuhan lembaganya, khususnya input
pendidikan yang akan dikembangkan dan didayagunakan dalam proses
pendidikan sesuai dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan peserta
didik.
5. Pengambilan keputusan yang dilakukan oleh sekolah lebih cocok untuk
memenuhi kebutuhan sekolah karena pihak sekolahlah yang paling tahu
apa yang terbaik bagi sekolahnya.
6. Penggunaan sumberdaya pendidikan lebih efisien dan efektif bilamana
dikontrol oleh masyarakat setempat.
7. Keterlibatan semua warga sekolah dan masyarakat dalam pengambilan
keputusan sekolah menciptakan transparansi dan demokrasi yang sehat.
8. Sekolah dapat bertanggungjawab tentang mutu pendidikan masing-
masing kepada pemerintah, orangtua peserta didik, dan masyarakat
pada umumnya, sehingga dia akan berupaya semaksimal mungkin
untuk melaksanakan dan mencapai sasaran mutu pendidikan yang telah
direncanakan.
9. Sekolah dapat melakukan persaingan yang sehat dengan sekolah-
sekolah lain untuk meningkatkan mutu pendidikan melalui upaya-upaya
inovatif dengan dukungan orangtua peserta didik, masyarakat, dan
pemerintah daerah setempat.
10. Sekolah dapat secara cepat merespon aspirasi masyarakat dan
lingkungan yang berubah dengan cepat.

12
Sedangkan Nukolis memberikan alasan penerapan MBS sebagai
berikut:

1. Sekolah lebih mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman


bagi dirinya, sehingga sekolah dapat mengoptimalkan pemanfaatan
sumber daya yang tersedia untuk memajukan sekolahnya.
2. Sekolah lebih mengetahuikebutuhannya.
3. Keterlibatan warga sekolah dan masyarakat dalam pengambilan
keputusan dapat menciptakan transparansi dan demokrasi yang sehat.

Menurut Mulyasa alasan penerapan MBS antara lain:

1. Pemerintah mempunyai konsisten untuk meningkatkan kuantitas dan


kualitas pendidikan
2. Kegagalan program-program peningkatan kualitas pendidikan
sebelumnya (JPS/Aku Anak Sekolah) karena manajemen yang terlalu
kaku dan sentralistik
3. Muncul pemikiran ke arah pengelolaan pendidikan yang memberi
keleluasaan kepada sekolah untuk mengatur dan melaksanakan berbagai
kebijakan secara luas.

Data lain didapat dari internet yang menjabarkan alasan penerapan


MBS di sekolah antara lain:

1. Sekolah lebih mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman


bagi dirinya, sehingga dapat mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya
yang tersedia untuk memajukan sekolahnya.
2. Sekolah lebih mengetahui kebutuhan lembaganya, khususnya input dan
output pendidikan yang akan dikembangkan dan didayagunakan dalam
proses pendidikan sesuai dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan
peserta didik.
3. Pengambilan keputusan yang dilakukan oleh sekolah lebih tepat untuk
memenuhi kebutuhan sekolah karena pihak sekolahlah yang paling
mengetahui apa yang terbaik bagi sekolahnya.

13
4. Penggunaan sumber daya pendidikan lebih efisien dan efektif bila
masyarakat setempat juga ikut mengontrol
5. Keterlibatan semua warga sekolah dan masyarakat dalam pengambilan
keputusan sekolah, menciptakan transparansi dan demokrasi yang kuat
Sekolah bertanggung jawab tentang mutu pendidikan sekolah masing-
masing kepada pemerintah, orang tua, dan masyarakat
6. Sekolah dapat melakukan persaingan yang sehat dengan sekolah lain
untuk meningkatkan mutu pendidikan melalui upaya inovatif dengan
dukungan orang tua, masyarakat, dan pemerintah
7. Sekolah dapat secara tepat merespon aspirasi masyarakat dan
lingkungan yang berubah dengan cepat.

Berdasarkan alasan yang dijabarkan di atas dapat diambil alasan


penerapan MBS menurut penulis antara lain:

1. Lingkungan yang paling dekat dengan siswa adalah lingkungan


sekolah. Sehingga stakeholders dapat menyesuaikan program
berdasarkan kebutuhan
2. Adanya keterbukaan sehingga masyarakat mengetahui dengan jelas
karena masyarakat ikut berperan dalam peningkatan mutu pendidikan
3. Semangat untuk bersaing tinggi dengan sekolah lain dari daerah sendiri
sampai nasional.
4. Aspirasi masyarakat cepat tersampaikan.

2.2.3 Strategi Peningkatan Mutu Pendidikan Melalui Penerapan MBS

Konsep MBS merupakan kebijakan baru yang sejalan dengan


paradigma desentraliasi dalam pemerintahan. Strategi apa yang diharapkan
agar penerapan MBS dapat benar-benar meningkatkan mutu pendidikan.
Salah satu strategi adalah menciptakan prakondisi yang kondusif untuk
dapat menerapkan MBS, yakni :

1. Peningkatan kapasitas dan komitmen seluruh warga sekolah, termasuk


masyarakat dan orangtua siswa. Upaya untuk memperkuat peran kepala

14
sekolah harus menjadi kebijakan yang mengiringi penerapan kebijakan
MBS. ”An essential point is that schools and teachers will need capacity
building if school-based management is to work”. Demikian De grouwe
menegaskan.
2. Membangun budaya sekolah (school culture) yang demokratis,
transparan, dan akuntabel. Termasuk membiasakan sekolah untuk
membuat laporan pertanggungjawaban kepada masyarakat. Model
memajangkan RAPBS di papan pengumuman sekolah yang dilakukan
oleh Managing Basic Education (MBE) merupakan tahap awal yang
sangat positif. Juga membuat laporan secara insidental berupa booklet,
leaflet, atau poster tentang rencana kegiatan sekolah. Alangkah
serasinya jika kepala sekolah dan ketua Komite Sekolah dapat tampil
bersama dalam media tersebut.
3. Pemerintah pusat lebih memainkan peran monitoring dan evaluasi.
Dengan kata lain, pemerintah pusat dan pemerintah daerah perlu
melakukan kegiatan bersama dalam rangka monitoring dan evaluasi
pelaksanaan MBS di sekolah, termasuk pelaksanaan block grant yang
diterima sekolah.
4. Mengembangkan model program pemberdayaan sekolah. Bukan hanya
sekedar melakukan pelatihan MBS, yang lebih banyak dipenuhi dengan
pemberian informasi kepada sekolah. Model pemberdayaan sekolah
berupa pendampingan atau fasilitasi dinilai lebih memberikan hasil
yang lebih nyata dibandingkan dengan pola-pola lama berupa penataran
MBS.

Kepemimpinan kepala sekolah yang efektif dalam MBS dapat dilihat


berdasarkan kriteria berikut:

1. Mampu memberdayakan guru-guru untuk melaksanakan proses


pembelajaran dengan baik, lancar, dan produktif.
2. Dapat menyelesaikan tugas dan pekerjaan sesuai dengan waktu yang
telah ditetapkan.

15
3. Mampu menjalin hubungan yang harmonis dengan masyarakat
sehingga dapat melibatkan mereka secara aktif dalam rangka
mewujudkan tujuan sekolah dan pendidikan.
4. Berhasil menerapkan prinsip kepemimpinan yang sesuai dengan tingkat
kedewasaan guru dan pegawai lain disekolah.
5. Bekerja dengan tim manajemen
6. Berhasil mewujudkan tujuan sekolah secara produktif sesuai dengan
ketentuan yang telah ditetapkan.

Manajemen peningkatan mutu sekolah adalah suatu metode


peningkatan mutu yang bertumpu pada sekolah itu sendiri, mengaplikasikan
sekumpulan teknik, mendasarkan pada ketersediaan data kuantitatif &
kualitatif, dan pemberdayaan semua komponen sekolah untuk secara
berkesinambungan meningkatkan kapasitas dan kemampuan organisasi
sekolah guna memenuhi kebutuhan peserta didik dan masyarakat. Dalam
Peningkatan Mutu yang selanjutnya disingtkat MPM, terkandung upaya a)
mengendalikan proses yang berlangsung di sekolah baik kurikuler maupun
administrasi, b) melibatkan proses diagnose dan proses tindakan untuk
menindak lanjuti diagnose, c) memerlukan partisipasi semua fihak : Kepala
sekolah, guru, staf administrasi, orang tua, siswa dan pakar.

2.2.4 Hambatan dalam Pelaksanaan MBS


Beberapa hambatan yang mungkin dihadapi pihak-pihak
berkepentingan dalam penerapan MBS adalah sebagai berikut :
1. Tidak Berminat Untuk Terlibat

Sebagian orang tidak menginginkan kerja tambahan selain pekerjaan


yang sekarang mereka lakukan. Mereka tidak berminat untuk ikut serta
dalam kegiatan yang menurut mereka hanya menambah beban. Anggota
dewan sekolah harus lebih banyak menggunakan waktunya dalam hal-
hal yang menyangkut perencanaan dan anggaran. Akibatnya kepala
sekolah dan guru tidak memiliki banyak waktu lagi yang tersisa untuk
memikirkan aspek-aspek lain dari pekerjaan mereka. Tidak semua guru

16
akan berminat dalam proses penyusunan anggaran atau tidak ingin
menyediakan waktunya untuk urusan itu.

2. Tidak Efisien

Pengambilan keputusan yang dilakukan secara partisipatif


adakalanya menimbulkan frustrasi dan seringkali lebih lamban
dibandingkan dengan cara-cara yang otokratis. Para anggota dewan
sekolah harus dapat bekerja sama dan memusatkan perhatian pada
tugas, bukan pada hal-hal lain di luar itu.

3. Pikiran Kelompok

Setelah beberapa saat bersama, para anggota dewan sekolah


kemungkinan besar akan semakin kohesif. Di satu sisi hal ini
berdampak positif karena mereka akan saling mendukung satu sama
lain. Di sisi lain, kohesivitas itu menyebabkan anggota terlalu
kompromis hanya karena tidak merasa enak berlainan pendapat dengan
anggota lainnya. Pada saat inilah dewan sekolah mulai terjangkit
“pikiran kelompok.” Ini berbahaya karena keputusan yang diambil
kemungkinan besar tidak lagi realistis.

4. Memerlukan Pelatihan

Pihak-pihak yang berkepentingan kemungkinan besar sama sekali


tidak atau belum berpengalaman menerapkan model yang rumit dan
partisipatif ini. Mereka kemungkinan besar tidak memiliki pengetahuan
dan keterampilan tentang hakikat MBS sebenarnya dan bagaimana cara
kerjanya, pengambilan keputusan, komunikasi, dan sebagainya.

5. Kebingungan Atas Peran dan Tanggung Jawab Baru

Pihak-pihak yang terlibat kemungkinan besar telah sangat terkondisi


dengan iklim kerja yang selama ini mereka geluti. Penerapan MBS
mengubah peran dan tanggung jawab pihak-pihak yang berkepentingan.

17
Perubahan yang mendadak kemungkinan besar akan menimbulkan
kejutan dan kebingungan sehingga mereka ragu untuk memikul
tanggung jawab pengambilan keputusan.

6. Kesulitan Koordinasi

Setiap penerapan model yang rumit dan mencakup kegiatan yang


beragam mengharuskan adanya koordinasi yang efektif dan efisien.
Tanpa itu, kegiatan yang beragam akan berjalan sendiri ke tujuannya
masing-masing yang kemungkinan besar sama sekali menjauh dari
tujuan sekolah.

Apabila pihak-pihak yang berkepentingan telah dilibatkan sejak awal,


mereka dapat memastikan bahwa setiap hambatan telah ditangani sebelum
penerapan MBS. Dua unsur penting adalah pelatihan yang cukup tentang
MBS dan klarifikasi peran dan tanggung jawab serta hasil yang diharapkan
kepada semua pihak yang berkepentingan. Selain itu, semua yang terlibat
harus memahami apa saja tanggung jawab pengambilan keputusan yang
dapat dibagi, oleh siapa, dan pada level mana dalam organisasi.

Anggota masyarakat sekolah harus menyadari bahwa adakalanya


harapan yang dibebankan kepada sekolah terlalu tinggi. Pengalaman
penerapannya di tempat lain menunjukkan bahwa daerah yang paling
berhasil menerapkan MBS telah memfokuskan harapan mereka pada dua
maslahat: meningkatkan keterlibatan dalam pengambilan keputusan dan
menghasilkan keputusan lebih baik.

2.3 Manfaat dan Tujuan MBS


2.3.1 Manfaat MBS

MBS memberikan beberapa manfaat diantaranya

1. Dengan kondisi setempat, sekolah dapat meningkatkan kesejahteraan


guru sehingga dapat lebih berkonsentrasi pada tugasnya;

18
2. Keleluasaan dalam mengelola sumberdaya dan dalam menyertakan
masyarakat untuk berpartisipasi, mendorong profesionalisme kepala
sekolah, dalam peranannya sebagai manajer maupun pemimpin sekolah;
3. Guru didorong untuk berinovasi;
4. Rasa tanggap sekolah terhadap kebutuhan setempat meningkat dan
menjamin layanan pendidikan sesuai dengan tuntutan masyarakat
sekolah dan peserta didik.

2.3.2 Tujuan Manajemen Berbasis sekolah (MBS)

1. Meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif


sekolah dalam megelola dan memberdayakan sumber daya yang
tersedia;
2. Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam
penyelenggaraan pendidikan melalui pengambilan keputusan bersama;
3. Meningkatkan tanggung jawab sekolah kepada orang tua, masyarakat,
dan pemerintah tentang mutu sekolahnya; dan
4. Meningkatkan kompetisi yang sehat antar sekolah tentang mutu
pendidikan yang akan dicapai.

Kewenangan yang bertumpu pada sekolah merupakan inti dari MBS


yang dipandang memiliki tingkat efektivitas tinggi serta memberikan
beberapa keuntungan berikut:

1. Kebijaksanaan dan kewenangan sekolah membawa pengaruh langsung


kepada peserta didik, orang tua, dan guru.
2. Bertujuan bagaimana memanfaatkan sumber daya lokal.
3. Efektif dalam melakukan pembinaan peserta didik seperti kehadiran,
hasil belajar, tingkat pengulangan, tingkat putus sekolah, moral guru,
dan iklim sekolah.
4. Adanya perhatian bersama untuk mengambil keputusan,
memberdayakan guru, manajemen sekolah, rancangan ulang sekolah,
dan perubahan perencanaan.

19
Tujuan penerapan manajemen berbasis sekolah secara umum adalah
untuk memandirikan atau memberdayakan sekolah melalui pemberian
kewenangan (otonomi) kepada sekolah, pemberian fleksibilitas yang lebih
besar kepada sekolah untuk mengelola sumberdaya sekolah, dan mendorong
partisipasi warga sekolah dan masyarakat untuk meningkatkan mutu
pendidikan.

Secara terperinci MBS bertujuan untuk (1) meningkatkan mutu


pendidikan melalui peningkatan kemandirian, fleksibilitas, partisipasi,
keterbukaan, kerjasama, akuntabilitas, sustainabilitas, dan inisiatif sekolah
dalam mengelola, memanfaatkan, dan memberdayakan sumberdaya yang
tersedia, (2) meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam
penyelenggaraan pendidikan melalui pengambilan keputusan bersama, (3)
meningkatkan tanggungjawab sekolah kepada orangtua, masyarakat, dan
pemerintah tentang mutu sekolahnya dan (4) meningkatkan kompetisi yang
sehat antar sekolah tentang mutu pendidikan yang akan dicapai.

Menurut Nanang fatah Tujuan penerapan MBS memberi leluasa pada


pihak pengelola pendidikan yang seharusnya dilakukandi sekolah masing-
masing bahkan dalam mengambil keputusan pengelola pendidikan tidak
harus menunggu dari pemerintah. Manajemen berbasis Sekolah mengubah
sistem pengambilan keputusan dengan memindahkan otoritas dalam
pengambilan keputusan dan manajemen ke setiap yang berkepentingan di
tingkat local.

Kepala Sekolah/Madrasah diberi kewenangan dalam merencanakan,


melaksanakan, mengawasi, proses penyelenggaraan pada Sekolah yang
dipimpin. Albers Mohrman menguraikan bahwa: Sebagai suatu konsep, bisa
dikatakan MBS merupakan tawaran model reformasi pada ranah
pendidikan. Konsep ini merupakan salah satu bentuk rekstrukturisasi
sekolah dengan mengubah sistem sekolah dengan melakukan kegiatannya.
Tujuannya adalah untuk meningkatkan prestasi akademik sekolah dengan
mengubah desain stuktur organisasinya.

20
Namun demikian dalam memahami tujuan penerapan MBS diperlukan
wawasan, pengertian tujuan dan target yang hendak dicapai dalam
penerapan MBS. Tanpa memahami tujuan tersebut, maka Penerapan MBS
tidak akan berjalan, MBS bukanlah sekedar pertanggung jawaban sekolah
pada masalah administrative keuangan dan bersifat vertical sesuai jalur
birokrasi, maupun pusat-pusat birokrasi di bawahnya. Lebih lanjut Umaedi
menegaskan, tanpa pertanggung jawaban hasil pelaksanaan program.

Penerapan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) adalah meningkatkan


efisiensi, mutu, dan pemerataan pendidikan. Peningkatan efisiensi diperoleh
melalui keleluasaan mengelola sumber daya yang ada, partisipasi
masyarakat, dan penyederhanaan birokrasi serta tidak ada unsur penekanan
dari pemerintah. Peningkatan mutu dapat tempuh melalui peranserta orang
tua, kelenturan pengelolaan sekolah, peningkatan profesionalisme guru,
adanya hadiah dan hukuman sebagai kontrol, serta hal lain yang dapat
menumbuh kembangkan suasana yang kondusif.

Penerapan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) berdasarkan kajian


pelaksanaan di negara-negara yang sudah maju, maupun yang tersurat dan
tersirat dalam kebijakan pemerintah dan UU sisdiknas NO. 20 Tahun 2003,
tentang Pendidikan Berbasis Masyarakat pasal 55 ayat 1:Masyarakat berhak
menyelenggarakan pendidikan berbasis masyarakat pada pendidikan formal
dan non formal sesuai dengan kekhasan agama, lingkungan sosial, dan
budaya untuk kepentingan masyarakat. Berkaitan dengan pasal tersebut
setidaknya ada empat aspek yaitu: kualitas (mutu) dan relevansi, keadilan,
efektifitas dan efisiensi, serta akuntabilitas.

Kebijakan MBS bertujuan mencapai mutu quality dan relevansi


pendidikan yang setinggi-tingginya, dengan tolok ukur penilaian pada hasil
output dan outcome bukan pada metodologi atau prosesnya. Antara mutu
dan relevansi ada yang memandangnya sebagai satu kesatuan substansi,
pendidikan yang bermutu adalah yang relevan dengan berbagai kebutuhan
dan konteksnya.

21
2.4 Penyusunan Program Manajemen Peningkatan Mutu Sekolah

Adapun penyusunan program peningkatan mutu dengan mengaplikasikan


empat teknik : a) school review, b) benchmarking, c) quality assurance, dan d)
quality control. Berdasarkan Panduan   Manajemen Sekolah (2000:200-202)
dijelaskan sebagai berikut:

a. School Review

Suatu proses dimana seluruh komponen sekolah bekerja sama khususnya


dengan orang tua dan tenaga profesional (ahli) untuk mengevaluasi dan menilai
efektivitas sekolah serta mutu lulusan.

School review dilakukan untuk menjawab pertanyaan berikut :

 Apakah yang dicapai sekolah sudah sesuai dengan harapan orang tua siswa
dan siswa sendiri?
 Bagaimana prestasi siswa ?
 Faktor apakah yang menghambat upaya untuk meningkatkan mutu ?
 Apakah faktor-faktor pendukung yang dimiliki sekolah ?

School review akan menghasilkan rumusan tentang kelemahan-


kelemahan, kelebihan-kelebihan dan prestasi siswa, serta rekomendasi untuk
pengembangan program tahun mendatang.

b. Benchmarking

Suatu kegiatan untuk menetapkan standar dan target yang akan dicapai
dalam suatu periode tertentu. Benchmarking dapat diaplikasikan untuk
individu, kelompok ataupun lembaga. Tiga pertanyaan mendasar yang akan
dijawab oleh benchmarking adalah:

 Seberapa baik kondisi kita?


 Harus menjadi seberapa baik?
 Bagaimana untuk mencapai yang baik tersebut?

22
Langkah-langkah yang dilakukan adalah:

 Tentukan fokus
 Tentukan aspek/variabel atau indikator
 Tentukan standar
 Tentukan gap (kesenjangan) yang terjadi.
 Bandingkan standar dengan kita
 Rencanakan target untuk mencapai standar
 Rumuskan cara-cara program untuk mencapai target.

c. Quality Assurance

Suatu teknik untuk menentukan bahwa proses pendidikan telah berlangsung


sebagaimana seharusnya. Dengan teknik ini akan dapat dideteksi adanya
penyimpangan yang terjadi pada proses. Teknik menekankan pada monitoring
yang berkesinambungan dan melembaga menjadi sub sistem sekolah.

d. Quality Control

Suatu sistem untuk mendeteksi terjadinya penyimpangan kualitas out mput


yang tidak sesuai dengan standar Quality control memerlukan indikator
kualitas yang jelas dan dan pasti sehingga dapat ditentukan penyimpangan
kualitas yang terjadi.

2.5 Prinsip-prinsip dan Karakteristik Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)


2.5.1 Prinsip-prinsip MBS

     Berdasarkan pengertian di atas dapat difahami bahwa Manajemen


Peningkatan Mutu memiliki prinsip, diantaranya:

1. Peningkatan mutu harus dilaksanakan di sekolah.


2. Peningkatan mutu hanya dapat dilaksanakan dengan adanya
kepemimpinan yang baik

23
3. Peningkatan mutu harus didasarkan pada data dan fakta baik bersifat
kualitatif maupun kuantitatif
4. Peningkatan mutu harus memberdayakan dan melibatkan semua unsur
yang ada di sekolah
5. Peningkatan mutu memiliki tujuan bahwa sekolah dapat memberikan
kepuasan kepada siswa, orang tua dan masyarakat. (Hand out, pelatihan
calon Kepala sekolah: 2000)

Ada beberapa prinsip Manajemen Berbasis Sekolah, yaitu :

1. Prinsip Otonomi sebagai kemandirian yaitu kemandirian dalam


mengatur dan mengurus dirinya sendiri (pengelolaan mandiri). Dalam
hal prinsip pengelolaan mandiri dibedakan dari pandangan yang
menganggap sekolah hanya sebagai satuan organisasi pelaksana yang
hanya melaksanakan segala sesuatu berdasarkan pengarahan, petunjuk,
dan instruksi dari atas atau dari luar. Kemandirian dalam program dan
pendanaan merupakan tolok ukur utama kemandirian sekolah. Pada
gilirannya, kemandirian yang berlangsung secara terus menerus akan
menjamin kelangsungan hidup dan perkembangan sekolah menurut
prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi warga sekolah sesuai dengan
peraturan perundang-undangan pendidikan nasional yang berlaku.
Tentu saja kemandirian yang dimaksud harus didukung oleh sejumlah
kemampuan, yaitu kemampuan mengambil keputusan yang terbaik,
kemampuan berdemokrasi/ menghargai perbedaan pendapat,
kemampuan memobilisasi sumber daya, kemampuan memilih cara
pelaksanaan yang terbaik, kemampuan berkomunikasi dengan cara yang
efektif, kemampuan memecahkan persoalan-persoalan sekolah,
kemampuan adaptif dan antisipatif, kemampuan bersinergi dan
berkolaborasi, serta kemampuan memenuhi kebutuhannya sendiri.
2. Prinsip Fleksibilitas yang dalam hal ini dapat diartikan sebagai
keluwesan-keluwesan yang diberikan kepada sekolah untuk mengelola,
memanfaatkan, dan memberdayakan sumber daya sekolah seoptimal
mungkin untuk meningkatkan mutu sekolah. Dengan keluwesan

24
sekolah yang lebih besar, sekolah akan lebih lincah dan tidak harus
menunggu arahan dari atasannya untuk mengelola, memanfaatkan, dan
memberdayakan sumber daya. Dengan prinsip fleksibilitas ini, sekolah
akan lebih responsif dan lebih cepat dalam menanggapi segala
tantangan yang dihadapi. Seperti pada prinsip otonomi di atas, prinsip
fleksibilitas yang dimaksud tetap mengacu pada kebijakan, peraturan
dan perundangan yang berlaku. Program dan penyusunan Rencana
Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS) akan berbeda
antara sekolah yang satu dengan sekolah lainnya, bahkan ketika alokasi
anggaran yang dimiliki sekolah jumlahnya sama, tetapi penekanan dan
pemilihan prioritas dapat berbeda. Prinsip ini membuka kesempatan
bagi kreativitas sekolah untuk melakukan upaya-upaya inovatif yang
diyakini dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi pengelolaan
sekolah, terutama proses pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif, dan
menyenangkan.
3. Prinsip inisiatif yang didasarkan atas konsepsi bahwa manusia bukanlah
sumber daya yang statis, melainkan dinamis. Oleh karena itu, potensi
sumberdaya manusia harus selalu digali, ditemukan, dan kemudian
dikembangkan. Dengan demikian, lembaga pendidikan harus
menggunakan pendekatan pengembangan sumber daya manusia (human
resources development) yang memiliki konotasi dinamis dan
menganggap serta memperlakukan manusia di sekolah sebagai aset
yang amat penting dan memiliki potensi untuk terus dikembangkan.
Prinsip tersebut menunjukkan pentingnya faktor manusia pada
efektivitas orgnanisasi. Perspektif sumber daya manusia menekankan
bahwa orang adalah sumber daya berharga di dalam organisasi sehingga
butir utama manajemen adalah mengembangkan sumber daya manusia
di dalam sekolah untuk berinisiatif. Berdasarkan perspektif ini, maka
MBS bertujuan membangun lingkungan yang sesuai untuk warga
sekolah agar dapat bekerja dengan baik dan mengembangkan
potensinya.

25
2.5.2 Karakteristik MBS

Adapun karakteristik Manajemen Berbasis Sekolah, yaitu sebagai


berikut :

1. Sekolah dengan MBS memiliki misi atau cita-cita menjalankan sekolah


untuk mewakili sekelompok harapan bersama, keyakinan dan nilai-nilai
sekolah, membimbing warga sekolah di dalam aktivitas pendidikan dan
memberi arah kerja.
2. Aktivitas pendidikan dijalankan berdasarkan karakteristik kebutuhan
dan situasi sekolah. Hakikat aktivitas sangat penting bagi sekolah untuk
meningkatkan kualitas pendidikan, karena secara tidak langsung
memperkenalkan perubahan manajemen sekolah dari manajemen
kontrol eksternal menjadi model berbasis sekolah.
3. Terjadinya proses perubahan strategi manajemen yang menyangkut
hakikat manusia, organisasi sekolah, gaya pengambilan keputusan, gaya
kepemimpinan, penggunaan kekuasaan, dan keterampilan-keterampilan
manajemen. Oleh karena itu dalam konteks pelaksanaan MBS,
perubahan strategi manajemen lebih memandang pada aspek
pengembangan yang tepat dan relevan dengan kebutuhan sekolah.
4. Keleluasaan dan kewenangan dalam pengelolaan sumber daya yang
efektif untuk mencapai tujuan pendidikan, guna memecahkan masalah-
masalah pendidikan yang dihadapi, baik tenaga kependidikan, keuangan
dan sebagainya.
5. MBS menuntut peran aktif sekolah, administrator sekolah, guru, orang
tua, dan pihak-pihak yang terkait dengan pendidikan di sekolah.
6. MBS menekankan hubungan antar manusia yang cenderung terbuka,
bekerja sama, semangat tim, dan komitmen yang saling
menguntungkan. Oleh karena itu, iklim organisasi cenderung mengarah
ke tipe komitmen sehingga efektivitas sekolah dapat tercapai.
7. Peran administrator sangat penting dalam kerangka MBS, termasuk di
dalamnya kualitas yang dimiliki administrator.

26
8. Dalam MBS, efektivitas sekolah dinilai menurut indikator multitingkat
dan multisegi.

2.6 Implementasi Manajemen Berbasis sekolah (MBS)

Dalam penerapan Manajemen Berbasis Sekolah, tidak ada ketetapan tentang


strategi yang digunakan. Strategi implementasi MBS akan berbeda antara sekolah
yang satu dengan sekolah lainnya, dan antara daerah yang satu dengan daerah
lainnya. Namun demikian, implementasi MBS akan berhasil apabila bertolak dari
strategi yang mengacu kepada prinsip dan karakteristik MBS itu sendiri.

Faktor-faktor pendukung keberhasilan implementasi MBS ialah: (1) adanya


political will dari pengambil kebijakan yang dapat dijadikan dasar hukum bagi
sekolah, (2) finansial atau keuangan yang memadai, (3) sumber daya manusia
yang tersedia, (4) budaya sekolah, (5) kepemimpinan, serta (6) keorganisasian
sekolah. Keenam faktor tersebut tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang
lain dalam mendukung keberhasilan implementasi MBS.

Sekolah yang telah menerapkan MBS dapat dilihat dari beberapa ukuran atau
indikator. Indikator-indikator tersebut dapat dilihat dari 3 pilar kebijakan
pendidikan nasional yaitu pemerataan dan peningkatan akses, peningkatan mutu
dan daya saing, serta tata layana pendidikan yang lebih baik. Berdasarkan ketiga
pilar tersebut, indikator-indikator keberhasilan implementasi MBS dapat dilihat
dari semakin meningkat dan membaiknya: (1) jumlah siswa yang mendapat
layanan pendidikan, (2) kualitas layanan pendidikan (seperti pembelajaran), yang
berdampak pada peningkatan prestasi akademik dan non akademik siswa dan
jumlah siswa yang tingkat tinggal kelas menurun, (4) produktivitas sekolah
(efektivitas dan efisiensi penggunaan sumber daya), (5) relevansi pendidikan, (6)
keadilan dalam penyelenggaraan pendidikan, (7) partisipasi orang tua dan
masyarakat dalam pengambilan keputusan, (8) iklim dan budaya kerja sekolah, (9)
kesejahteraan guru dan staf sekolah, serta (10) demokratisasi dalam
penyelenggaraan pendidikan.

27
Contoh-contoh indikator keberhasilan implementasi MBS adalah sebagai
berikut: (a). Dilihat dari aspek pemerataan dan peningkatan akses adalah
meningkatnya nilai APK, APM dan AT. (b) dilihat dari aspek mutu adalah
meningkatnya prestasi akademik dan non- akademik siswa, seperti nilai ujian
sekolah, meraih prestasi dalam olimpiade matematika, dan sebagainya. (c) dilihat
dari aspek layanan pendidikan di sekolah adalah berkurangnya jumlah siswa yang
tinggal kelas, drop out, dan sebagainya. Adapun ciri-ciri sekolah yang
melaksanakan MBS dilihat dari berbagai aspek, yaitu (a) aspek organisasi:
sekolah menyusun rencana pengembangan sekolah dan dapat menggerakkan
partisipasi masyarakat dalam meningkatkan mutu pendidikan. (b). Pembelajaran:
meningkatkan kualitas belajar siswa, menyelenggarakan pembelajaran yang aktif,
kreatif, efektif dan menyenangkan. (c) sumber daya manusia: memberdayakan staf
dan menempatkan personil yang dapat melayani keperluan siswa, menyediakan
kegiatan untuk pengembangan profesi staf.

2.7 Peranan Masyarakat dalam Penerapan Manajemen Berbasis sekolah (MBS)

Peran serta masyarakat sangat diperlukan dalam upaya peningkatan mutu


pendidikan di sekolah. Peran serta masyarakat itu tidak hanya berupa dukungan
dana atau sumbangan fisik saja, tetapi bisa lebih dari itu. Peran serta masyarakat
sudah dapat dianggap baik jika dapat dapat terlibat dalam bidang pengelolaan
sekolah, apalagi bila dapat masuk ke biang akademik. Orang tua merupakan salah
satu aspek yang penting dalam pelaksanaan MBS. Sebagai pihak yang sangat
berkepentingan dengan kemajuan belajar anaknya, orang tua sudah selayaknya
dilibatkan secara aktif oleh sekolah untuk membantu peningkatan mutu
pendidikan di sekolah. Peran serta mereka tidak hanya berupa dana, tetapi juga
pemikiran atau tenaga dalam pembelajaran, perencanaan pengembangan sekolah,
dan pengelolaan kelas. Komitmen dan kerjasama sangat diperlukan dalam upaya
realisasi peran serta ini. Antara sekolah dan orang tua idealnya saling proaktif.
Peran serta orang tua dalam peningkatan mutu pendidikan di sekolah dapat
disesuaikan dengan latar belakang sosial ekonomi dan kemampuan orang tua.

28
Demikian pula, dukungan masyarakat terhadap peningkatan mutu pendidikan
sekolah melibatkan peran serta tokoh-tokoh masyarakat dan tokoh agama, dunia
usaha dan dunia industri, serta kelembagaan sosial budaya. Penyertaan mereka
dalam pengelolaan sekolah hendaknya dilakukan secara integral, sinergis, dan
efektif, dengan memperhatikan keterbukaan sekolah untuk menumbuhkan rasa
memiliki dan tanggung jawab masyarakat dalam meningkatkan mutu sekolah.
Manajemen Berbasis Sekolah dapat berjalan dengan baik apabila komite sekolah
diberdayakan secara optimal. Komite sekolah dibentuk sebagai mitra sekolah
dalam mengembangkan diri menuju peningkatan kualitas pendidikan. Dalam
pelaksanaannya komite sekolah bekerja berdasarkan fungsi-fungsi manajemen.

Sebagai mitra sekolah, komite sekolah memiliki peran sebagai (1) advisory
agency (pemberi pertimbangan), (2) supporting agency (pendukung kegiatan
layanan pendidikan), (3) controlling agency (pengontrol kegiatan layanan
pendidikan), dan (4) mediator atau penghubung tali komunikasi antara masyarakat
dengan pemerintah. Sejalan dengan upaya memberdayakan dan meningkatkan
peran masyarakat, sekolah diharapkan dapat membina jalinan kerjasama dengan
orang tua dan masyarakat. Sebagai bagian dari konsep Manajemen Berbasis
Sekolah, pemberdayaan komite/dewan sekolah ini merupakan wujud manajemen
partisipatif yang melibatkan peran serta masyarakat, sehingga semua kebijakan
dan keputusan yang diambil adalah kebijakan dan keputusan bersama dalam
rangka mencapai tujuan pendidikan.

29
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Manajemen Berbasis Sekolah pada hakikatnya adalah penyerasian sumberdaya


yang dilakukan secara mandiri oleh sekolah dengan melibatkan semua kelompok
kepentingan (stakeholder) yang terkait dengan sekolah secara langsung dalam
proses pengambilan keputusan untuk memenuhi kebutuhan peningkatan mutu
sekolah atau untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.
Tujuan penerapan Manajemen Berbasis Sekolah secara umum adalah untuk
memandirikan atau memberdayakan sekolah melalui pemberian kewenangan
(otonomi) kepada sekolah, pemberian fleksibilitas yang lebih besar kepada
sekolah untuk mengelola sumberdaya sekolah, dan mendorong partisipasi warga
sekolah dan masyarakat untuk meningkatkan mutu pendidikan.

Prinsip-prinsip Manajemen Berbasis Sekolah meliputi : Prinsip Otonomi,


Prinsip inisiatif, dan Prinsip inisiatif. Karakteristik Manajemen Berbasis Sekolah
ada delapan. Dalam penerapan Manajemen Berbasis Sekolah, tidak ada ketetapan
tentang strategi yang digunakan. Strategi implementasi MBS akan berbeda antara
sekolah yang satu dengan sekolah lainnya, dan antara daerah yang satu dengan
daerah lainnya. Namun demikian, implementasi MBS akan berhasil apabila
bertolak dari strategi yang mengacu kepada prinsip dan karakteristik MBS itu
sendiri.

Secara sederhana dikatakan, manajemen berbasis sekolah bukanlah “senjata


ampuh” yang akan menghantar pada harapan reformasi sekolah. Bila
diimplementasikan dengan kondisi yg benar, ia menjadi satu dari sekian strategi
yang diterapkan dalam pembaharuan terus-menerus dengan strategi yang
melibatkan pemerintah, penyelenggara, dewan manajemen sekolah dalam satu
sistem sekolah.

30
DAFTAR PUSTAKA

Depdiknas, 2001.  Konsep dan Pelaksanaan dalam Manajemen Peningkatan  Mutu


Berbasis Sekolah. Jakarta: Dikmenum.

Depdiknas, 2001. Panduan Monitoring dan Evaluasi dalam Manajemen Peningkatan


Mutu Berbasis Sekolah. Jakarta: Dikmenum.

Mulyasa, E. 2002. Manajemen Berbasis Sekolah Konsep, Strategi dan Implementasi.


Bandung: Remaja Rosdakarya.

Suprihatin dkk, 2004. Manajemen Sekolah. Semarang: UPT UNNES Press.

Nurkolis, 2003.  Manajemen Berbasis sekolah Teori, Model dan Aplikasi. Jakarta:
Grasindo.

Depdikbud. Manajemen peningkatan berbasis sekolah. Jakarta. 1994

Departemen Pendidikan Nasional. 2007. Manajemen Berbasis Sekolah. Jakarta: -.

Mulyasa, E. 2009. Manajemen Berbasis Sekolah Konsep, Strategi, dan Implementasi.


Bandung: Remaja Rosdakarya.

Nurkolis. 2006. Manajemen Berbasis Sekolah Teori, Model dan Aplikasi. Jakarta:
Gramedia Widiasarana Indonesia.

Umaedi, dkk. 2009. Manajemen Berbasis Sekolah. Jakarta: Universitas Terbuka.

http//www.pdfsearch.com/MBS

E. Mulyasa, 2002. Manajemen Berbasis Sekolah: Konsep, Strategi dan Implementasi


Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.

Nanang Fatah, 2003. Konsep Manajemen berbasis Sekolah dan Dewan Sekolah.
Bandung: Pustaka Bani Quraisy

31

Anda mungkin juga menyukai