Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sejak beberapa waktu terakhir, kita dikenalkan dengan pendekatan "baru"


dalam manajemen sekolah yang diacu sebagai manajemen berbasis sekolah (school
based management) atau disingkat MBS. Di mancanegara, seperti Amerika Serikat,
pendekatan ini sebenarnya telah berkembang cukup lama. Pada 1988 American
Association of School Administrators, National Association of Elementary School
Principals, and National Association of Secondary School Principals, menerbitkan
dokumen berjudul school based management, a strategy for better learning. Munculnya
gagasan ini dipicu oleh ketidakpuasan atau kegerahan para pengelola pendidikan pada
level operasional atas keterbatasan kewenangan yang mereka miliki untuk dapat
mengelola sekolah secara mandiri. Umumnya dipandang bahwa para kepala sekolah
merasa nirdaya karena terperangkap dalam ketergantungan berlebihan terhadap
konteks pendidikan. Akibatnya, peran utama mereka sebagai pemimpin pendidikan
semakin dikerdilkan dengan rutinitas urusan birokrasi yang menumpulkan kreativitas
berinovasi.

Di Indonesia, gagasan penerapan pendekatan ini muncul belakangan sejalan


dengan pelaksanaan otonomi daerah sebagai paradigma baru dalam pengoperasian
sekolah. Selama ini, sekolah hanyalah kepanjangan tangan birokrasi pemerintah pusat
untuk menyelenggarakan urusan politik pendidikan. Para pengelola sekolah sama
sekali tidak memiliki banyak kelonggaran untuk mengoperasikan sekolahnya secara
mandiri. Semua kebijakan tentang penyelenggaran pendidikan di sekolah umumnya
diadakan di tingkat pemerintah pusat atau sebagian di instansi vertikal dan sekolah
hanya menerima apa adanya. Apa saja muatan kurikulum pendidikan di sekolah
adalah urusan pusat, kepala sekolah dan guru harus melaksanakannya sesuai dengan
petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknisnya.

MBS adalah upaya serius yang rumit, yang memunculkan berbagai isyu
kebijakan dan melibatkan banyak lini kewenangan dalam pengambilan keputusan serta
tanggung jawab dan akuntabilitas atas konsekuensi keputusan yang diambil. Oleh sebab
itu, semua pihak yang terlibat perlu memahami benar pengertian MBS, manfaat,
masalah-masalah dalam penerapannya, dan yang terpenting adalah pengaruhnya
terhadap prestasi belajar murid.

Ada tiga faktor penyebab rendahnya mutu pendidikan yaitu : kebijakan dan
penyelenggaraan pendidikan nasional menggunakan pendekatan educational
production function atau input-input analisis yang tidak consisten; 2) penyelenggaraan
pendidikan dilakukan secara sentralistik; 3) peran serta masyarakat khususnya orang
tua siswa dalam penyelenggaraan pendidikan sangat minim (Husaini Usman, 2002).

Berdasarkan penyebab tersebut dan dengan adanya era otonomi daerah yang
sedang berjalan maka kebijakan strategis yang diambil Direktorat Jenderal Pendidikan
Dasar dan Menengah dalam meningkatkan mutu pendidikan untuk mengembangkan
SDM adalah : (1) Manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah (school based
management) dimana sekolah diberikan kewenangan untuk merencanakan sendiri
upaya peningkatan mutu secara keseluruhan; (2) Pendidikan yang berbasiskan pada
partisipasi komunitas (community based education) di mana terjadi interaksi yang
positif antara sekolah dengan masyarakat, sekolah sebagai community learning center;
dan (3) Dengan menggunakan paradigma belajar atau learning paradigm yang akan
menjadikan pelajar-pelajar atau learner menjadi manusia yang diberdayakan. Selain itu
pada tanggal 2 Mei 2002, bertepatan hari pendidikan nasional, pemerintah telah
mengumumkan suatu gerakan nasional untuk peningkatan mutu pendidikan, sekaligus
menghantar perluasan pendekatan Broad
3
Base Education System (BBE) yang memberi pembekalan kepada pelajar untuk siap
bekerja membangun keluarga sejahtera. Dengan pendekatan itu setiap siswa diharapkan
akan mendapatkan pembekalan life skills yang berisi pemahaman yang luas dan
mendalam tentang lingkungan dan kemampuannya agar akrab dan saling memberi
manfaat. Lingkungan sekitarnya dapat memperoleh masukan baru dari insan yang
mencintainya, dan lingkungannya dapat memberikan topangan hidup yang
mengantarkan manusia yang mencintainya menikmati kesejahteraan dunia akhirat.

Untuk merealisasikan kebijakan diatas maka sekolah perlu melakukan


manajemen peningkatan mutu. Manajemen Peningkatan Mutu (MPM) ini merupakan
suatu model yang dikembangkan di dunia pendidikan, seperti yang telah berjalan di
Sidney, Australia yang mencakup : a) School Review, b) Quality Assurance, dan c)
Quality Control, dipadukan dengan model yang dikembangkan di Pittsburg, Amerika
Serikat oleh Donald Adams, dkk. Dan model peningkatan mutu sekolah dasar yang
dikembangkan oleh Sukamto, dkk. Dari IKIP Yogyakarta (Hand Out, Pelatihan calon
Kepala Sekolah).

Manajemen peningkatan mutu sekolah adalah suatu metode peningkatan mutu


yang bertumpu pada sekolah itu sendiri, mengaplikasikan sekumpulan teknik,
mendasarkan pada ketersediaan data kuantitatif & kualitatif, dan pemberdayaan semua
komponen sekolah untuk secara berkesinambungan meningkatkan kapasitas dan
kemampuan organisasi sekolah guna memenuhi kebutuhan peserta didik dan
masyarakat. Dalam Peningkatan Mutu yang selanjutnya disingtkat MPM, terkandung
upaya a) mengendalikan proses yang berlangsung di sekolah baik kurikuler maupun
administrasi, b) melibatkan proses diagnose dan proses tindakan untuk menindak
lanjuti diagnose, c) memerlukan partisipasi semua fihak : Kepala sekolah, guru, staf
administrasi, siswa, orang tua dan pakar.

2
Dari uraian diatas penulis mencoba menuangkan gagasan pengelolaan sekolah
yang efektif sesuai dengan semangat otonomi sekolah dan manajemen berbasis sekolah
dengan satu pendekatan yang penulis sebut dengan pola ”ERMAN”

B. Ruang Lingkup

Ruang lingkup dari penulisan makalah ini adalah membahas pengelolaan


sekolah yang efektif dengan pendekatan pola ”ERMAN” yang merupakan gagasan dari
penulis.

C. Tujuan

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah ingin memberikan gagasan tentang
pengelolaan sekolah yang efektif dengan pendekatan pola ”ERMAN” yang merupakan
salah satu persyaratan dalam seleksi Calon Kepala Sekolah tahun 2021.
5

BAB
3 II

PEMBAHASAN MASALAH

Manajemen pendidikan merupakan bagian dari manajemen pada umumnya karena


manajemen bergerak dalam usaha memberikan layanan jasa untuk umum. Selain itu
banyaknya beban yang diberikan kepada manajemen sekolah, maka manajemen sekolah
terpisah dari manajemen pada umumnya. Hal ini juga terkait dengan karakteristik dari
sekolah yang berbeda dengan badan, lembaga atau perusahaan.
Manajemen pendidikan sejalan dengan manajemen pada umumnya dalam pola dan
proses kerja, seperti adanya usur-unsur perencanaan, pengorganisasian, dan sebagainya.
Manajemen sekolah memiliki kaitan dengan manajemen pendidikan. Manajemen sekolah
memiliki hubungan sangat erat dengan manajemen pendidikan. Manajemen sekolah
menjalankan berbagai rencana pelaksanaan proses pendidikan dan pengajaran dengan cara
sebaik-baiknya. Dengan maksud untuk mewujudkan berbagai tujuan yang telah ditetapkan
terlebih dahulu oleh manajemen pendidikan. Manajemen sekolah merupakan perangkat
pelaksana, sedangkan kepala sekolah sebagai manajer memiliki beberapa tanggung jawab,
diantaranya memberikan arah bagi sekolah dan pelaksanaan berbagai peraturan yang
ditetapkan.
Manajemen sekolah selalu memperhatikan segala aspek dari proses pendidikan dan
pengajaran. Manajemen sekolah bertanggung jawab mewujudkan suasana yang sesuai
dengan perkembangan peserta didik yang sangat kompleks. Dengan demikian, maka
manajemen sekolah memainkan peranan penting dalam penerapan berbagai pola interaksi
dalam rangka mewujudkan berbagai tujuan yang diharapkan.
Kepala sekolah sebagai manajer adalah panglima pengawal pendidikan yang
melaksanakan fungsi kontrol berbagai pola kegiatan pengajaran dan pendidikan
didalamnya. Suksesnya sebuah sekolah tergantung pada sejauh mana pelaksanaan misi
yang dibebankan diatas pundaknya.
Oleh sebab itu, kepala sekolah harus berupaya mewujudkan kondisi sosial yang
mendukung kegiatan sekolah. Demi suksesnya dalam mengemban berbagai beban dan
tugas, maka ia harus memiliki beberapa sifat berkaitan dengan kepribadiannya dan
profesinya.
Dari uraian diatas penulis mencoba mengajukan gagasan bagaimana mengelola
sekolah yang efektif dengan pola yang penulis sebut dengan ”ERMAN”.
Pola ”ERMAN” merupakan akronim atau singkatan dari Elaborasi, Reasonable,
Meaningful, Acceptable, dan Networking.
Unsur tersebut penulis anggap merupakan sifat atau pola yang efektif diterapkan dalam
mengelola sebuah sekolah.
Untuk lebih jelasnya penulis ingin menguraiakan unsur-unsur pola ”ERMAN” satu
persatu, seperti dibawah ini :

1. Elaborasi

Elaborasi adalah penggarapan secara tekun dan cermat. Dalam menjalankan


kegiatan elaborasi, pemimpin mendorong bawahannya mengemukakan hasil yang
diperoleh melalui kegiatan eksplorasi, kemudian mendiskusikan dan mendengar pendapat
untuk dapat lebih mendalami suatu topik permasalahan tertentu.

Elaborasi berperan penting dalam proses menganalisis kekuatan atau kelemahan


argument, mendalami pengetahuan tentang sesuatu, membangun kesepakatan melalui
kegiatan kooperatif dan kolaborasi, menguji prediksi atau hipotesis, menyusun laporan atau
tulisan, menyajikan hasil pekerjaan.

5
7
2. Reasonable

Reasonable artinya adalah masuk akal. Dalam menentukan atau mengambil suatu
kebijakan, kepala sekolah sebagai pimpinan harus selalu berpedoman kepada hal yang
masuk akal serta realistis. Seperti penyusunan RAPBS, RPS, serta visi, misi sekolah,
hendaknya dipikirkan bahwa semua yang diputuskan masuk akal dan diterima oleh semua
warga sekolah.

3. Meaningful

Meaningful artinya adalah berarti atau penuh arti. Berarti atau penuh arti penulis
maksudkan bahwa kepala sekolah dalam menentukan visi, misi dan strategi sekolah selain
sederhana juga harus berarti atau penuh arti, sehingga jelas kemana arah serta tujuan
sekolah yang dipimpinnya.

Penuh arti juga diterapkan dalam kehidupan sekolah sehari-hari, artinya kepala
sekolah harus dapat menciptakan suasana yang menimbulkan kesan positif kepada warga
sekolah, sehingga timbul rasa memiliki dan motivasi untuk berprestasi dari semua warga
sekolah.
Tindakan konkrit dari kepala sekolah contohnya adalah memberikan penghargaan
kepada setiap warga sekolah yang berprestasi serta pujian dengan katakata yang berkesan
pada warga sekolah, serta memberikan hukuman kepada warga sekolah yang membuat
pelanggaran atau kesalahan, tentunya dengan hukuman atau teguran yang bijaksana dan
mendidik.

4. Acceptable

Acceptable artinya dapat diterima. Dapat diterima disini penulis maksudkan adalah
kepala sekolah didalam membuat program kegiatan sekolah atau rencana kegiatan harus
secara terbuka serta melibatkan semua unsur sekolah, seperti guru, tata-usaha, perwakilan
siswa serta komite sekolah. Sehingga perencanaan atau program yang direncanakan adalah
hasil pemikiran semua unsur sekolah, dengan demikian program sekolah dapat diterima
oleh semua unsur sekolah.

6
Selain itu, kepala sekolah juga harus melibatkan semua unsur sekolah dalam
menetukan visi, misi dan strategi sekolah agar semua program dan rencana kegiatan untuk
mencapai visi sekolah tersebut dapat diterima oleh semua warga sekolah.

5. Networking

Networking adalah jaringan relasi dengan orang lain, melalui hubungan sedemikian
rupa yang berkolaborasi antara seseorang dengan orang lain atau lembaga dalam suatu
hubungan networking bisa saling membantu sekaligus saling menguntungkan antara satu
sama lain. Sebagaimana yang telah disebutkan, networking dalam dunia kerja adalah bagai
membangun jaringan dengan rekan-rekan Anda seluas-luasnya tanpa terbatas.
Networking ini bisa memberikan feedback positif manakala seseorang berada
dalam circle relasi yang baik sekaligus berkualitas. Oleh karena itu, sebaiknya kita juga
harus melihat dengan siapa akan membangun relasi supaya bisa memberikan dampak
positif untuk masing-masing pihak.

Demikian uraian dan gagasan dari penulis sebagai masukan dalam upaya
pengelolaan sekolah yang efektif, dengan menggunakan pola ”ERMAN”. Penulis berharap
betapapun sederhana gagasan ini, semoga dapat memberikan inspirasi bagi kepala sekolah
maupun calon kepala sekolah dalam mengelola sekolah sehingga tujuan sekolah yang
bermutu dapat terwujud.

7
BAB III
PENUTUP

Kepemimpinan pendidikan merupakan aspek penting dalam menerapkan


manajemen mutu pendidikan. Kepala sekolah menjadi pemeran utama didalamnya. Guru
dan pegawai menjadi pendukung tugasnya. Visi, integritas, dan kemampuan menjadi
syaratnya. Kepemimpinan menentukan dalam menjawab peluang perubahan kultur mutu
pada lembaga pendidikan. Oleh karena itu komitmen manajemen puncak terhadap
perbaikan mutu harus menjadi pilar utama.
Kepala sekolah sebagai manajer di sekolah harus kreatif dan inovatif dalam
berupaya mengelola sekolah yang efektif dalam rangka meningkatkan mutu pembelajaran
serta mutu pendidikan pada umumnya.
Pendekatan pola ”ERMAN” yang penulis ajukan semoga dapat memberikan
inspirasi bagi kita semua dalam rangka mengelola sekolah yang efektif menuju kepada
peningkatan mutu.

8
DAFTAR PUSTAKA

Depdiknas. (2000). Panduan Manajemen Sekolah, Jakarta : Depdiknas

Sukamto, dkk. (2000). Hand Out Pelatihan Calon Kepala Sekolah. IKIP Yogjakarta

Syafaruddin. (2002). Manajemen Mutu Terpadu dalam Pendidikan Konsep, Strategi,


dan Aplikasi. Jakarta : Grasindo

Anda mungkin juga menyukai