Anda di halaman 1dari 37

1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Otonomi dalam pendidikan perlulah dilaksanakan dalam menjawab
tuntutan persaingan global dan dalam menyesuaikan sistem pendidikan
dengan perkembangan jaman serta kebijakan yang dibuat oleh pemerintah
daerah. Otonomi daerah ini merupakan implementasi dari azas desentralisasi
yang telah diterapkan.
Dengan ditetapkannya kebijakan otonomi daerah ini maka mulai dari
wilayah provinsi hingga kota/kabupaten akan mengurusi sendiri urusan
daerahnya. Setiap daerah tersebut akan memiliki wewenang, hak, dan
tanggung jawab sendiri untuk mengurus rumah tangganya sesuai dengan
batasan dan kewenangan yang diberikan oleh pemerintah pusat.
Otonomi daerah ini diharapkan dapat mengefisienkan pelayanan publik di
masyarakat sehingga dalam penerapannya masyarakat menjadi lebih dekat
dengan pemerintah. Salah satu bidang yang didesentralisasikan adalah bidang
pendidikan, dimana dalam penerapan di sekolah disebut Manajemen Berbasis
Sekolah (MBS).
Manajemen Berbasis Sekolah ini merupakan kebijakan dalam sistem
penyelenggaraan dan pengelolaan sekolah yang dilakukan secara mandiri.
Sistem ini memberikan peluang bagi sekolah untuk mengatur pengelolaan
sekolahnya secara demokratis, professional, dan dinamis. Hal ini dimaksudkan
untuk meningkatkan pemerataan pendidikan, mutu sekolah dan peningkatan
efisiensi masyarakat.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas maka dapat dirumuskan masalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana implementasi Manajemen Berbasis Sekolah?
2. Efektifitas, Efisiensi, dan Produktifitas Manajemen Berbasis Sekolah?
3. Kepemimpinan Dalam Manajemen Berbasis Sekolah?
2

4. Koordinasi, Komunikasi, dan Supervise Dalam Manajemen Berbasis


Sekolah?
C. Tujuan
1. Untuk Memahami implementasi Manajemen Berbasis Sekolah.
2. Untuk Memahami Efektifitas, Efisiensi, dan Produktifitas Manajemen
Berbasis Sekolah.
3. Untuk Memahami Kepemimpinan Dalam Manajemen Berbasis Sekolah.
4. Untuk Memahami Koordinasi, Komunikasi, dan Supervise Dalam
Manajemen Berbasis Sekolah.
3

BAB II
PEMBAHASAN

A. Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah


Implementasi MBS akan berlangsung secara efektif dan efisien apabila
didukung oleh sumber daya manusia yang professional untuk mengoprasikan
sekolah, dan yang cukup agar sekolah mampu menggaji staf sesuai dengan
fungsinya, sarana dan prasarana yang memadai untuk mendukung proses belajar
mengajar, serta dukungan orang tua siswa atau masyarakat yang tinggi.
Menurut Nurkolis, pada dasarnya tidak ada satu strategi khusus yang jitu dan
bisa menjamin keberhasilan Implementasi MBS di semua tempat dan kondisi.
Namun secara umum dapat disimpulkan bahwa implementasi MBS akan
berhasil melalui strategi-strategi sebagai berikut :
a) Sekolah harus memiliki otonomi terhadap empat hal, yaitu: otonomi dalam
kekuasaan dan kewenangan, pengembangan pengetahuan dan keterampilan
secara berkeseimbangan, akses informasi ke segala bagian, dan pemberian
penghargaan kepada setiap pihak yang berprestasi atau berhasil.
b) Adanya peran serta masyarakat secara aktif dalam hal pembiayaan, proses
pengambilan keputusan terhadap kurikulum dan interuksional serta non-
instruksional
c) Adanya kepemimpinan sekolah yang kuat sehingga mampu menggerakkan
dan mendayagunakan setiap sumber daya sekolah secara efektif terutama
kepala sekolah harus menjadi sumber inspirasi atas pembangunan dan
pengembangan sekolah secara umum.
d) Adanya proses pengambilan keputusan yang demokratis dalam kehidupan
dewan sekolah yang aktif.
e) Semua pihak harus menyadari peran serta tanggung jawabnya secara sunggu-
sungguh.
f) Adanya quidelines dari Departemen pendidikan terkait sehingga mampu
mendorong proses pendidikan di sekolah secara efektif dan efisien.
g) Sekolah harus memiliki transparansi dalam laporan pertanggung jawaban
setiap tahunnya.
4

Implementasi diawali dengan sosialisasi dari konsep MBS, identifikasi peran


masing-masing, pembangunan kelembagaan, mengadakan pelatihan-pelatihan
terhadap peran barunya, implementasi pada proses pembelajaran evaluasi atas
pelaksanaan di lapangan, dan dilakukabn perbaikan-perbaikan .
Sehubungan dengan implementasi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
dalam rangka desentralisasi pendidikan di Indonesia, maka keberhasilan
implementasi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) sedikitnya dapat dilihat dari
tiga dimensi yaitu efektivitas, efisiensi dan produktivitas.
B. Efektifitas, Efisiensi, dan Produktifitas Manajemen Berbasis Sekolah
1) Efektifitas Manajemen Berbasis Sekolah

Efektifitas adalah adanyan kesesuaian antara orang yang melaksanakan


tugas dengan sasaran yang dituju. Efektifitas dapat dijadikan barometer untuk
mengukur keberhasilan pendidikan. Efektifitas sekolah terdiri dari dimensi
manajemen dan kepemimpinan sekolah, guru, tenaga pendidik, dan personel
lainya: siswa, kurikulun, sarana–prasarana, pengelolaan kelas, hubungan sekolah
dan masyarakat, pengelolaan bidang khusus lainya hasil nyatanya merujuk
kepada hasil yang diharapkan bahkan menunjukkan kedekatan atau kemiripan
antara hasil nyata dengan hasil yang diharapkan.
Efektifitas Manajemen Berbasis Sekolah berarti bagaimana MBS berhasil
melaksanakan semua tugas pokok sekolah, menjalin partisipasi masyarakat,
mendapatkan serta memanfaatkan sumber daya, sumber dana, dan sumber
belajar utnuk mewujudkan tujuan sekolah. Dalam pengelolaan sekolah,
efektifitas berkaitan dengan terlaksananya semua tugas pokok, tercapainya
tujuan, ketepatan waktu dan adanya partisipasi aktif dari masyarakat,
mendapatkan serta memanfaatkan sumber daya dan sumber belajar untuk
mewujudkan tujuan sekolah. Efektifitas MBS ini dapat dilihat berdasarkan teori
sistem dan dimensi waktu.
Berdasarkan Teori Sistem, kriteria efektifitas harus mencerminkan
keseluruhan siklus input-output yaitu harus mencerminkan hubungan timbal
balik antara manajemen berbasis sekolah dan lingkungan sekitarnya. Sedangkan
5

berdasarkan Dimensi Waktu, efektifitas MBS dapat diamati dalam beberapa


jangkauan yaitu:

a. Efisiensi jangka pendek yang berfungsi untuk menunjukkan hasil kegiatan


dalam kurun waktu sekitar satu tahun dengan kriteria kepuasan, efisisensi,
dan produksi;
b. Efisiensi jangka menengah dalam waktu sekitar lima tahun, dengan kriteria
perkembangan serta kemampuan beradaptasi dengan lingkungan dan
perusahaan;
c. Efisiensi jangka panjang adalah untuk menilai waktu yang akan datang di
atas lima tahun digunakan kriteria kemampuan untuk melangsungakan hidup
dan kemampuan membuat perencanaan strategis bagi kegiatan di masa
depan.

Manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah merupakan alternatif baru


dalam pengelolaan pendidikan yang lebih menekankan kepada kemandirian dan
kreatifitas sekolah. Konsep ini lebih memfokuskan diri pada perbaikan proses
pendidikan. Beberapa indikator yang menunjukan karakter dari konsep
manajemen ini antara lain sebagai berikut:
1) Lingkungan sekolah yang aman dan tertib
2) Sekolah memiliki visi, misi dan target mutu yang ingin dicapai
3) Sekolah memiliki kepemimpinan yang kuat
4) Adanya harapan yang tinggi dari personel sekolah (kepala sekolah, guru dan
staf lainnya termasuk siswa) untuk berprestasi
5) Adanya pengembanggan staf sekolah yang terus menerus sesuai
tuntutanilmu pengetahuan dan teknologi.
6) Adanya pelaksanaan evaluasi yang terus menerus terhadap berbagai aspek
akademik dan administratif dan pemanfaatan hasilnya untuk
penyempurnaan/perbaikan mutu
7) Adanya komunikasi dan dukungan intensif dari orang tua murid/masyarakat.

2) Efisiensi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)


6

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia efesien berarti tepat. Efisiensi ialah
mampu mengerjakan kewajiban dengan baik dan tepat, tepat sesuai dengan
rencana, tepat dan tidak membuang-buang waktu.
Efisiensi merupakan aspek penting dalam manajemen sekolah karena
sekolah umumnya dihadapkan pada masalah kelangkaan, sumber dana, dan
secara langsung berpengaruh terhadap kegiatan manajemen. Jika efektifitas
dilihat dari perbandingan antara rencana dengan tujuan yang dicapai maka
efisiensi lebih ditekankan pada perbandingan antara input atau sumber daya
dengan output. Suatu kegiatan efisien bila tujuan dapat dicapai secara optimal
dengan penggunaan atau pemakaian sumber dana yang minimal. Efisiensi dapat
diklasifikasikan menjadi dua yaitu :
a. Efisiensi Internal

Efisiensi internal menunjuk kepada hubungan antara output pendidikan


(pencapaian belajar) dan input (sumberdaya) yang digunakan untuk
memproses/menghasilkan output pendidikan. Efisiensi internal biasanya
diukur dengan biaya-efektifitas. Setiap penilaian biaya efektifitas selalu
memerlukan dua hal, yaitu penilaian ekonomik untuk mengukur biaya
masukan (input) dan penilaian hasil pembelajaran (prestasi belajar, lama
belajar, angka putus sekolah). Terdapat tiga kategori teknik untuk
memperbaiki efesiensi sistem pendidikan seperti yang di kemukakan Coomb
dan Halack, yaitu :

 Efesiensi dapat diperbaiki dengan merubah jumlah, kualitas dan proporsi


input atau dengan menggunakan input-input yang ada secara lebih
intensif, tanpa mengubah secara mendasar kondisi dan teknologi yang
ada atau fungsi produksi.
 Tahap berikutnya, efisiensi dapat ditingkatkan dengan memodifikasi
rancangan dasar sistem secara substansional, meliputi pengenalan
komponen-komponen dan tehnologi baru yang berbeda, seperti
pengajaran tim, televisi pendidikan, dan laboratorium bahasa.
7

 Pendekatan yang lebih radikal untuk memperbaiki efisiensi yang ada


untuk merancang alternatif baru ”sistem belajar mengajar” yang
membedakan secara radikal dari yang konvensional.
b. Efisiensi Eksternal.
Efisiensi eksternal adalah hubungan antara biaya yang digunakan untuk
menghasilkan tamatan dan keuntungan kumulatif (individual, sosial,
ekonomik, dan non-ekonomik) yang didapat setelah pada kurun waktu yang
panjang diluar sekolah. Analisis biaya manfaat merupakan alat utama untuk
mengukur efisiensi eksternal.
Efisiensi memiliki kaitan langsung dengan pendayagunaan sumber-
sumber pendidikan yang terbatas secara optimal sehingga memberikan
dampak yang optimal pula. Dikatakan suatu program pendidikan yang
efisien cenderung ditandai dengan pola penyebaran dan pendayagunaan
sumber-sumber pendidikan yang sudah ditata secara efisien mampu
menyediakan keseimbangan antara penyediaan dan kebutuhan akan sumber-
sumber pendidikan sehingga upaya pencapaian tujuan tidak mengalami
hambatan. Dengan demikian, sistem atau program pendidikan yang efisien
ialah yang mampu mendistribusikan sumber-sumber pendidikan secara adil
dan merata agar setiap peserta didik memperoleh kesempatan yang sama
untuk mendayagunakan sumber-sumber pendidikan tersebut dan mencapai
hasil maksimal.
3) Produktivitas Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
Produktivitas ialah kemampuan dalam menghasilkan sesuatu yang
semaksimal mungkin dengan menggunakan sumber daya yang seminimal
mungkin. Produktivitas dapat dinyatakan secara kuantitas maupun kualitas.
Produktivitas dalam dunia pendidikan berkaitan dengn keseluruhan proses
penataan dan penggunaan sumber daya untuk mencapai tujuan pendidikan secara
efektif dan efisien. Seiring dengan bertambahnya waktu, semakin besar pula
modal untuk pendidikan. Sekolahpun menjadi semakin berkembang karena
semakin besarnya tuntutan pendidikan yang harus dikembangkan. Thomas
8

(1982) mengemukakan bahwa produktivitas pendidikan dapat ditinjau dari tiga


dimensi, yaitu :
a. Meninjau produktivitas dari segi keluaran administratif, yaitu seberapa
besarb dan seberapa baik layanan yang dapat diberikan dalam suatu proses
pendidikan.
b. Meninjau produktivitas dari segi keluaran perubahan perilaku, yaitu dengan
melihat nilai-nilai yang diperoleh peserta didik sebagai suatu gambaran dari
prestasi akademik yang telah dicapainya dalam periode tertentu.
c. Melihat produktivitas sekolah dari keluaran ekonomois yang berkaitan
dengan pembiayaan layanan pendidikan di sekolah, hal ini mencakup
“harga” layanan yang diberikan (pengorbanan atau cost) dan “perolehan”
(earning) yang ditimbulkan oleh layanan itu atau disebut “peningkatan nilai
balik”.
Dalam mengukur produktivitas pendidikan, termasuk produktivitas MBS
sebagai paradigma baru manejemen pendidikan, dapat digunakan metode dan
tehnik yang berbeda. Sehubungan dengan itu, dalam hal ini dikemukakan kajian
yang berkaitan dengan tenaga kerja kependididkan, guru, dan gaji guru, ahli
ekonomi dan sekolah, serat pendidikan dan pertumbuhan ekonomi, yang diakhiri
dengan analisis produktivitas sekolah.
1. Tenaga Kerja Kependidikan
Kebutuhan-kebutuhan akan tenaga kerja dalam konteks ekonomi
pendidikan membutuhkan pengetahuan mengenai kualifikasi kependidikan
dan ketrampilan tenaga kerja yang sudah ada. Seiring dengan semakin
berkembangnya ekonomi, adaptabilitas tenaga kerja yang sudah ada menjadi
suatu hal yang dipertimbangkan. Tingkat pendidikan umum yang tinggi
merupakan suatu prasyarat utama bagi banyak perubahan yang terjadi dalam
lingkungan pekerjaan. Akhirnya, pandangan dalam konteks ini hendaknya
dilakukan dengan menggunakan pedoman ekonomi umum yang
membutuhkan perencanaan pertumbuhan ekonomi panjang.
2. Guru dan Gaji Guru
9

Kemampuan merupakan sumber yang paling langka digunakan


dalam menentukan aspek kuantitas pendidikan. Menurut banyak pengamat
ekonomi pendidikan, biaya paling besar dalam pendidikan adalah yang
berkenaan dengan waktu dan tenaga peserta didik.
Masalah urgen yang perlu dianalisis dalam hal ini adalah sistem gaji
guru. Studi tentang sistem gaji guru dibatasi tidak hanya pada pendapatan
guru, tetapi juga menyangkut bayaran pensiun, bayaran untuk berlibur, dan
lain-lain. Dalam batas-batas absolut dapat dikatakan bahwa sistem
penggajian guru sudah lebih baik dari sebelumnya karena lebih banyak
aspek yang tengah dipertimbangkan.
Jika dikaji dari segi, mengajar adalah sebuah profesi maka distribusi
sistem penggajian guru adalah sempit, dan bahkan ada yang menganggap
bahwa sistem penggajian guru mengalami kemunduran.
Sistem gaji guru hendaknya dipandang dengan menggunakan
kacamata konvensi-konvensi sosial, periode lamanya harus dijadikan
pertimbangan dalam menentukan gajinya. Sistem penggajian guru
seharusnya tidak dilakukan secara kaku tetapi dilakukan dengan fleksibel.

3. Ahli Ekonomi dan Sekolah


Pesatnya perubahan yang terjadi dalam masyaratkat mengibatkan
pakar ahli ekonomi cenderung berpikir untuk jangka panjang. Mereka tidak
menggunakan pandangan yang statis, tetapi juga melihat jauh ke depan dan
lebih relistis. Sehubungan dengan hal teersebut perlu dianalisis tentang
“bahan mentah” untuk menyelenggarakan pendidikan. Hal lain yang tidak
kalah penting adalah mempertimbangkan kurikulum dalam berbagai jenjang
pendidikan dan dikaitkan dengan pemikiran tentang struktur pendidikan.
Suatu sistem pendididkan harus dinilai kembali secara kontinu, dengan
tujuan melihat relevansidan efisiensi pengajaran yang diselenggarakan di
sekolah.
4. Pendidikan dan Pertumbuhan Ekonomi
10

Pemikiran tentang ekonomi pendidikan tidak bisa dilepaskan dari


kedudukan pendidikan dalam pertumbuhan ekonomi. Pendidikan diharapkan
dapat memainkan peranan penting dan secara langsung diharapkan dapat
membantu perekonomian negara. Untuk itu pendidikan pada umumnya
dipandang memiliki peranan yang utama yaitu :
 Menyediakan tenaga kerja dan teknisi terampil
 Menghasilkan suatu iklim pertumbuhan melalui peningkatan
kemampuan berpikir masyarakat luar kebutuhan dan kesulitan mereka
sehari-hari
Sehingga pendidikan merupakan suatu senjata yang sangat potensial
baik untuk pertumbuhan ekonomi masyarakat maupun untuk kemajuan
masyarakat pada umumnya. Karena itu, trujuan-tujuan pendidikan harus
dirancang dengan cermat, namun tetap berkaitan secara erat denagnn bagian-
bagian lain dari program pembangun masyaraka, agar penyelenggaraan
pendidikan bisa lebih murah secara financial demikian pula dengan sumber-
sumbernya.
5. Analisis Produktivitas Pendidikan
Pengukuran produktivitas pendidikan erat kaitannya dengan
pertumbuhan ekonomi, yang sangat bergantung pada akurasi kerangka yang
digunakan dalam analisis dan kualitas data. Untuk mengetahui produktivitas
pendidikan, termasuk MBS sebagai paradigma baru manajemen pendidikan,
dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut:
a. Analisis efektifitas biaya
Efektifitas biaya pendidikan perlu didefinisikan ukuran-ukuran input,
output dan proses transpormasi input menjadi output. Terdapat lima
indikator yang padat digunakan dalam melakukan analisis efektifitas
biaya yaitu:
 Unit cost yang mengacu dalam mengukur efektifitas biaya namun
dipandang kurang akurat karena hanya mengukur biaya keseluruhan
yang dibagi dengan jumlah pesarta didik.
11

 Cycle cost yang mengacu pada jumlah rata-rata biaya yang dikeluarkan
oleh setiap peserta didik dalam satu tahun.
 Attrition cost melihat biaya berdasarkan keseluruhan biaya yang
dikeluarkan dan konstribusinya terhadap pengeluaran.
 Cost per-unit dispersion, analisis efektitas biaya ini akan
mengahasilkan angka-angka yang mengandung dispersi.
 Cost per-unit achievement, analisis efektifitas biaya ini berasumsi
bahwa biaya yang dikeluarkan mempunyai kontribusi pada
peningkatan output maupun outcomens.
b. Analisis biaya minimal
Analisis biaya minimal berupa mencari cara produksi yang paling
murah untuk mencapai efektifitas dengan menggunakan salah satu
alternatif analisis atau kombinasi alternatif-alternatif yang dapat
digunakan.
c. Analisis manfaat biaya
Analisis manfaat biaya dilakukan berdasarkan interpretasi subjektif.
Dalam hal ini setiap pengeluaran sekolah diidentifikasi sumbangannya
terhadap kepuasan kerja, dan tingkat kepuasan tersebut dibandingkan
dengan jumlah biaya yang dikeluarkan, sehingga manfaat yang diperoleh
sesungguhnya merupakan pertimbangan subjektif terladap alternative
berdasarkan referensi nilai yang dianut.
Produktivitas pendidikan sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor
yaitu sebagai berikut:
1) Faktor-faktor yang berhubungan dengan organisasi dan manajemen;
yakni kegiatan-kegiatan yang berkaitan langsung dengan
penyelenggaraan pendidikan.
2) Faktor-faktor yang berhubungan dengan kepala sekolah; meliputi
kegiatan-kegiatan yang bermanfaat untuk kelancaran pendidikan atau
sekolah.
3) Faktor-faktor yang berhubungan dengan guru; meliputi tanggung
jawab guru atas pekerjaan dalam melaksanakan tugas pengajaran.
12

4) Faktor-faktor yang berhubungan dengan anggaran pendidikan;


meliputi usaha pendaya gunaan anggaran.
5) Faktor-faktor yang berhubungan dengan lingkungan sekolah;
berhubungan dengan faktor eksternal seperti, letak geografis sekolah.
6) Faktor-faktor yang berhubungan dengan pengawasan dan
pengendalian; berkaitan dengan pengawasan melekat dari para
pemimpin sebagai penunjang pengawasan fungsional.
7) Faktor-faktor yang berhubungan dengan disiplin nasional sebagai
kunci keberhasilan dalam pengelolaan.
C. Kepemimpinan Dalam Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
1) Pengertian Kepemimpinan
Kepemimpinan adalah terjemahan dari bahasa Inggris leadership yang
berasal dari kata leader yang berarti pemimpin. Kepemimpinan adalah suatu
proses dimana seseorang mempengaruhi orang lain untuk meraih suatu tujuan
dan mengarahkan sejumlah sumber daya untuk mencapai visi dan misi tertentu
(Sriartha & Sudiana, 2009). Kepemimpinan adalah proses mengarahkan dan
mempengaruhi aktivitas-aktivitas yang ada hubungannya dengan pekerjaan
terhadap para anggota kelompok. Definisi ini mengandung tiga implikasi
penting, yaitu (1) kepemimpinan itu melibatkan orang lain, baik itu bawahan
maupun pengikut, (2) kepemimpinan melibatkan pendistribusian kekuasaan
antara pemimpin dan anggota kelompok secara seimbang, (3) adanya
kemampuan untuk menggunakan berbagai bentuk kekuasaan yang berbeda-beda
untuk mempengaruhi tingkah laku pengikutnya dengan berbagai cara (dalam
Nurkolis, 2002: 153).
Setiap orang adalah pemimpin yang setidaknya bagi dirinya sendiri. Dalam
ruang lingkup yang lebih luas, seseorang juga dapat menjadi seorang pemimpin
di organisasi atau masyarakat. Pemimpin merupakan orang yang mampu
memimpin suatu organisasi untuk mencapai suatu tujuan dari organisasi tersebut.
Karakteristik seorang pemimpin yang efektif (Sriartha & Sudiana, 2009), yaitu
sebagai berikut:
 Memiliki visi dan misi ke depan.
13

 Cakap secara teknis.


 Membuat keputusan yang tepat.
 Berkomunikasi dengan baik.
 Memberikan keteladanan dan contoh.
 Mampu mempercayai orang.
 Mampu menahan emosi.
 Tahan menghadapi tekanan.
 Bertanggung jawab.
 Mengenali anggota.
 Cekatan dan penuh inovasi.
TIPE-TIPE PEMIMPIN
Pada umumnya para pemimpin dalam setiap organisasi dapat diklasifikasikan
menjadi lima tipe utama yaitu sebagai berikut.
a. Tipe pemimpin otokratis
Tipe pemimpin ini menganggap bahwa pemimpin adalah merupakan
suatu hak. Ciri-ciri pemimpin tipe ini adalah sebagai berikut.
1. Menganggap bahwa organisasi adalah milik pribadi.
2. Mengidentikkan tujuan pribadi dengan tujuan organisasi.
3. Menganggap bahwa bawahan adalah sebagai alat semata-mata.
4. Tidak mau menerima kritik, saran dan pendapat dari orang lain karena
dia menganggap dialah yang paling benar.
5. Selalu bergantung pada kekuasaan formal.
6. Dalam menggerakkan bawahan sering mempergunakan pendekatan yang
mengandung unsur paksaan dan ancaman.
b. Tipe kepemimpinan militeristis
Seorang pemimpin yang bertipe militeristis mempunyai sifat-sifat
sebagai berikut.
1. Dalam menggerakkan bawahan sangat suka menggunakan pangkat dan
jabatannya.
2. Senang kepada formalitas yang berlebihan.
3. Menuntut disiplin yang tinggi dan kepatuhan mutlak dari bawahan.
14

4. Tidak mau menerima kritik dari bawahan.


5. Menggemari upacara-upacara untuk berbagai keadaan.
c. Tipe pemimpin fathernalistis
Tipe kepemimpinan fathornalistis, mempunyai ciri tertentu yaitu bersifat
fathernal atau kebapakkan. Pemimpin seperti ini menggunakan pengaruh
yang sifat kebapaan dalam menggerakkan bawahan mencapai tujuan.
Kadang-kadang pendekatan yang dilakukan sifat terlalu sentimentil. Sifat-
sifat umum dari tipe pemimpin paternalistis dapat dikemukakan sebagai
berikut.
1. Menganggap bawahannya sebagai manusia yang tidak dewasa.
2. Bersikap terlalu melindungi bawahan.
3. Jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengambil
keputusan.
4. Jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya tuk
mengembangkan inisiatif daya kreasi.
5. Sering menganggap dirinya maha tau.
d. Tipe kepemimpinan karismatis
Tipe pemimpin seperti ini mampunyai daya tarik yang amat besar, dan
karenanya mempunyai pengikut yang sangat besar.
e. Tipe Kepemimpinan Demokratis
Dari semua tipe kepemimpinan yang ada, tipe kepemimpinan demokratis
dianggap adalah tipe kepemimpinan yang terbaik. Hal ini disebabkan karena
tipe kepemimpinan ini selalu mendahulukan kepentingan kelompok
dibandingkan dengan kepentingan individu. Beberapa ciri dari tipe
kepemimpinan demokratis adalah sebagai berikut.
1. Dalam proses menggerakkan bawahan selalu bertitik tolak dari pendapat
bahwa manusia itu adalah mahluk yang termulia di dunia.
2. Selalu berusaha menselaraskan kepentingan dan tujuan pribadi dengan
kepentingan organisasi.
3. Senang menerima saran, pendapat dan bahkan dari kritik bawahannya.
15

4. Mentolerir bawahan yang membuat kesalahan dan berikan pendidikan


kepada bawahan agar jangan berbuat kesalahan dengan tidak mengurangi
daya kreativitas, inisyatif dan prakarsa dari bawahan.
5. Lebih menitik beratkan kerjasama dalam mencapai tujuan.
6. Selalu berusaha untuk menjadikan bawahannya lebih sukses
daripadanya.
7. Berusaha mengembangkan kapasitas diri pribadinya sebagai pemimpin.
2) Gaya Kepemimpinan
Gaya kepemimpinan merupakan suatu pola perilaku seorang pemimpin yang
khas pada saat mempengaruhi anak buahnya, apa yang dipilih oleh pemimpin
untuk dikerjakan, cara pemimpin bertindak dalam mempengaruhi anggota
kelompok membentuk gaya kepemimpinannya. Secara teoritis telah banyak
dikenal gaya kepemimpinan, namun gaya mana yang terbaik tidak mudah untuk
ditentukan. Guna memahami gaya kepemimpinan, sedikitnya dapat dikaji dari
tiga (3) pendekatan utama, yaitu pedekatan sifat, perilaku dan pendekatan
situasional (Suditha, 2011).
a. Pendekatan Sifat
Pendekatan ini menekankan pada kualitas pemimpin, dalam pendekatan
sifat mencoba menerangkan sifat-sifat yang membuat seseorang berhasil.
Pendekatan ini bertolak dari asumsi bahwa individu merupakan pusat
kepemimpinan, kepemimpinan dipandang sebagai sesuatu yang mengandung
banyak unsur individu. Penganut pendekatan ini berusaha
mengidentifikasikan sifat-sifat kepribadian yang dimiliki oleh pemimpin
yang berhasil dan yang tidak berhasil.
Pendekatan sifat berpendapat bahwa keberhasilan atau kegagalan
seorang pemimpin dipengaruhi oleh sifat-sifat yang dimiliki oleh pribadi
seorang pemimpin. Sifat-sifat tersebut ada pada seseorang karena
pembawaan atau keturunan sehingga seseorang menjadi pemimpin karena
sifat-sifatnya yang dibawa sejak lahir bukan dibuat atau dilatih.
b. Pendekatan Perilaku
16

Menurut pendekatan tingkah laku, gaya kepemimpinan adalah pola


menyeluruh dari tindakan seorang pemimpin, baik yang tampak maupun
yang tidak tampak oleh bawahannya.
Pendekatan perilaku memfokuskan dan mengidentifikasi perilaku yang
khas dari pemimpin dalam kegiatannya mempengaruhi orang lain (pengikut).
Pendekatan kepemimpinan banyak membahas keefektifan gaya
kepemimpinan yang dijalankan oleh pemimpin. Dalam pembahasan ini
antara lain disajikan hasil studi mengenai gaya kepemimpinan yang
menggunakan pendekatan perilaku.
1. Kepemimpinan Otokratif.
Ketika membuat keputusan seorang pemimpin membuat keputusan
sendiri tanpa menanyakan opini atau saran dari orang lain.
Kepemimpinan otokratif ini memiliki dua varietas yaitu (1)
kepemimpinan memberi tahu dan (2) kepemimpinan menjual.
2. Kepemimpinan Konsultatif.
Ketika membuat keputusan, seorang pemimpin menanyakan opini
dan gagasan orang lain dan kemudian mengambil keputusan sendiri
setelah mempertimbangkan saran-saran dan perhatian mereka.
Kepemimpinan konsultatif memiliki 3 varietas yaitu (1) pemimpin
membuat keputusan tanpa konsultasi terlebih dahulu, namun kemudian
bersedia memodifikasi karena adanya keberatan pengikutnya, (2)
pemimpin memberi usulan sementara dan secara aktif mendorong orang
untuk menyarankan cara-cara memperbaikinya, dan (3) pemimpin
menggunakan sebuah masalah dan meminta orang lain berpartisipasi
dalam mendiagnosis dan mengembangkan bermacam-macam
pemecahan umum, namun kemudian membuat keputusan sendiri.
3. Kepemimpinan Keputusan Bersama
Ketika membuat keputusan seorang pemimpin bertemu dengan orang
lain untuk mendiskusikan masalah yang akan diputuskan, kemudian
mengambil keputusan secara bersama-sama. Pemimpin tidak mempunyai
pengaruh lagi terhadap keputusan terakhir seperti juga peserta lainnya.
17

4. Kepemimpinan Delegatif/demokratif
Ketika mengambil keputusan, pemimpin memberi kepada seorang
individu atau kelompok, suatu kekuasaan serta tanggung jawab untuk
membuat suatu keputusan.
c. Pendekatan Situasional
Pendekatan situasional hampir sama dengan pendekatan perilaku,
keduanya menyoroti perilaku kepemimpinan dalam situasi tertentu. Dalam
hal ini kepemimpinan lebih merupakan fungsi situasi daripada sebagai
kualitas pribadi, dan merupakan kualitas yang timbul karena interaksi orang-
orang dalam situasi tertentu.
Menurut pandangan perilaku, dengan mengkaji kepemimpinan dari
beberapa variabel yang mempengaruhi perilaku akan memudahkan
menentukan gaya kepemimpinan yang paling cocok. Pendekatan ini menitik
beratkan pada berbagai gaya kepemimpinan yang paling efektif diterapkan
dalam situasi tertentu. Terdapat beberapa studi kepemimpinan yang
menggunakan pendekatan ini antara lain “teori kepemimpinan kontingensi”.
Teori kepemimpinan kontingensi dikembangkan oleh Fiedler dan
Chemers, berdasarkan hasil penelitianya pada tahun 1950, disimpulkan
bahwa seseorang menjadi pemimpin bukan saja karena faktor kepribadian
yang dimiliki, tetapi juga berbagai faktor situasi dan saling berhubungan
antara situasi dengan kepemimpinan. Keberhasilan pemimpin bergantung
baik pada diri pemimpin maupun kepada keadaan organisasi.
3) Kepemimpinan Dalam Meningkatkan Kinerja
Sejarah pertumbuhan peradaban manusia banyak menunjukkan bukti bahwa
salah satu faktor yang menentukan keberhasilan dan keberlangsungan organisasi
adalah kuat tidaknya kepemimpinan. Kegagalan dan keberhasilan organisasi
banyak ditentukan oleh pemimpin karena pemimpin merupakan pengendali dan
penentu arah yang hendak ditempuh oleh organisasi menuju ke suatu tujuan yang
akan dicapai. Hal ini sejalan dengan pandangan Siagian, 1994 (dalam Suditha,
2011) bahwa arah yang hendak ditempuh oleh organisasi menuju tujuan haruslah
sedemikian rupa sehingga mengoptimalkan pemanfaatan dari segala sarana dan
18

prasarana yang tersedia. Arah yang dimaksud tertuang dalam strategi dan taktik
yang disusun serta dijalankan dijalankan oleh organisasi bersangkutan.
Untuk mendapatkan kinerja yang baik dan hasil kerja yang meningkat di
suatu organisasi, maka harus memenuhi persyaratan atau memiliki: (1) keahlian
dan kemampuan dasar, yaitu sekelompok kemampuan, yang meliputi
kemampuan komunikasi, kemampuan teknik, kemampuan konseptual dan lain
sebagainya, (2) kualitas pribadi yang meliputi mental, fisik, emosi, watak sosial,
sikap, komitmen, integritas, kesadaran, serta perilaku yang baik, (3) kemampuan
administrasi meliputi kemampuan menganalisis persoalan, memberi
pertimbangan, pendapat, keputusan, mengatur sumber daya, dan berbagai
macam kegiatan, lapang dada, sabar, berpartisipasi aktif dalam berbagai
aktivitas, dan motivasi yang tinggi.
Dalam rangka melaksanakan MBS, kepala sekolah sebagai pemimpin harus
memiliki berbagai kemampuan, antara lain yang berkaitan dengan pembinaan
disiplin pegawai, pemberian penghargaan, dan pembangkit motivasi.
4) Kepemimpinan Transformasional dalam MBS
Dalam UU No. 25 tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional
2000-2004 untuk sektor pendidikan disebutkan akan perlunya pelaksanaan
manajemen otonomi pendidikan. Perubahan manajemen pendidikan dari
sentralistik ke desentralistik menuntut proses pengambilan keputusan pendidikan
menjadi lebih terbuka, dinamik, dan demokrasi. Dalam melaksanakan MBS
menurut Komite Reformasi Pendidikan, kepala sekolah perlu memiliki
kepemimpinan yang kuat, partisipatif, dan demokratis. Untuk
mengakomodasikan persyaratan ini kepala sekolah perlu mengadopsi
kepemimpinan transformasional (Nurkolis, 2002:171).
Kepemimpinan transformasional dicirikan dengan adanya proses untuk
membangun komitmen bersama terhadap sasaran organisasi dan memberikan
kepercayaan kepada para pengikut untuk mencari sasaran. Ciri-ciri
kepemimpinan transformasional sejalan dengan gaya manajemen model MBS
yaitu sabagai berikut.
19

a. Adanya kesamaan yang paling utama, yaitu jalannya organisasi yang


tidak digerakkan oleh birokrasi, tetapi oleh kesadaran bersama.
b. Para pelaku mengutamakan kepentingan organisasi dan bukan
kepentingan pribadi.
c. Adanya partisipasi aktif dari pengikut atau orang yang dipimpin.
Tipe kepemimpinan transformasional ini disarankan untuk diadopsi dalam
implementasi MBS karena ciri-ciri kepemimpinan transformasional sejalan
dengan gaya manajemen model MBS. Namun, saat ini di Indonesia, sekolah
sebagai organisasi formal masih digerakkan oleh kekuatan birokrasi, belum
didasarkan atas kesadaran bersama. Selama ini kepala sekolah memimpin
berdasarkan pesanan atasan. Kepala sekolah pun menerapkan gaya
kepemimpinan terserah atasan.
Budaya sekolah seperti ini harus diubah untuk menjamin terlaksananya
kepemimpinan transformasional dan implementasi MBS. Langkah utama untuk
mengubah budaya sekolah adalah dengan memberdayakan kepala sekolah
sebagai pemimpin. Pada era MBS ini, menjadi kepala sekolah harus berbekal
kemampuan kepemimpinan, terutama kepemimpinan transformasional
(Nurkolis, 2002:173).
Hal-hal yang harus dilakukan kepala sekolah dalam menerapkan
kepemimpinan transformasional dalam MBS adalah sebagai berikut:
a. Kepala sekolah harus mengembangkan visi sekolah secara jelas. Seluruh
stakeholder dan terutama anggota dewan sekolah harus dilibatkan dalam
perumusan visi. Visi sekolah harus sejalan dengan tujuan utama MBS, yaitu
meningkatkan hasil belajar siswa dan kinerja sekolah secara umum.
b. Kepala sekolah harus mengajak stakeholder untuk membangun komitmen
dan kesadaran secara bersama-sama untuk mencapai visi, misi, dan tujuan
pendidikan.
c. Kepala sekolah harus lebih banyak berperan sebagai pemimpin daripada
sebagai ”bos” yang didasarkan atas kekuasaan.
Berdasarkan hal tersebut, maka kepemimpinan kepala sekolah memegang
peranan kunci dalam keberhasilan aplikasi MBS. Bekal kemampuan, keahlian,
20

dan keterampilan menjadi keniscayaan bagi kepala sekolah untuk mampu


menjalankan roda lembaganya secara berbasis MBS. Terkait dengan hal tersebut,
kepala sekolah harus dipilih dari kalangan guru yang benar-benar memiliki
pengalaman, wawasan, dan kompetensi yang sesuai. Kepala sekolah harus
mampu menampilkan kepemimpinan tim bersama wakil kepala sekolah dan juga
guru. Secara tim, kepala sekolah akan memerankan fungsi memimpin
sekolahnya, termasuk dalam kerangka desain strategi dan arah, mengembangkan
dan mengoptimalkan rencana perbaikan sekolah, mengukur dan melaporkan
kemajuan yang dicapai.
5) Kepemimpinan Kepala Sekolah yang Efektif
Kepala sekolah merupakan motor penggerak, penentu arah kebijakan
sekolah, yang akan menentukan bagaimana tujuan-tujuan sekolah dan
pendidikan pada umumnya direalisasikan. Sehubungan dengan MBS, Kasek
dituntut untuk senantiasa meningkatkan efektivitas kinerja. Dengan demikian,
MBS sebagai paradigma baru pendidikan dapat memberikan hasil yang
memuaskan.
Kinerja Kepala Sekolah dalam kaitannya dengan MBS adalah segala upaya
yang dilakukan dan hasil yang dapat dicapai oleh Kepala Sekolah dalam
mengimplementasikan MBS di sekolahnya untuk mewujudkan tujuan
pendidikan secara efektif dan efisien. Sehubungan dengan itu, kepemimpinan
Kepala Sekolah yang efektif dalam MBS dapat dilihat berdasarkan kriteria
berikut ini.
a. Mampu memberdayakan guru-guru untuk melaksanakan proses
pembelajaran dengan baik, lancar dan produktif.
b. Dapat melakukan tugas dan pekerjaan sesuai dengan waktu yang telah
ditetapkan.
c. Mampu menjalin hubungan yang harmonis dengan masyarakat sehingga
dapat melibatkan mereka secara aktif dalam rangka mewujudkan tujuan
sekolah dan tujuan pendidikan.
d. Berhasil menerapkan prinsip kepemimpinan yang sesuai dengan tingkat
kedewasaan guru dan pegawai lain di sekolah.
21

e. Bekerja dengan tim manajemen.


f. Berhasil mewujudkan tujuan sekolah secara produktif sesuai dengan
ketentuan yang telah ditetapkan.

Pidarta (1988, dalam Mulyasa, 2002:126) mengemukakan tiga macam


keterampilan yang harus dimiliki oleh kepala sekolah untuk menyukseskan
kepemimpinannya. Ketiga keterampilan tersebut adalah keterampilan
konseptual, yaitu keterampilan untuk memhami dan mengoperasikan organisasi;
keterampilan munusiawi yaitu keterampilan untuk bekerjasama, memotivasi dan
memimpin; serta keterampilan teknik ialah keterampilan dalam menggunakan
pengetahuan, metode, teknik, serta pelengkapan untuk menyelesaikan tugas
tertentu. Lebih lanjut dikemukakan bahwa untuk memiliki kemampuan, terutama
keterampilan konsep, para kepala sekolah diharapkan melalui kegiatan-kegiaatan
berikut: (1) senantiasa belajar dari pekerjaan sehari-hari terutama dari cara kerja
para guru dan pegawai sekolah lainnya; (2) melakukan observasi kegiatan
manajemen secara terencana; (3) membaca berbagai hal yang berkaitan dengan
kegiatan-kegiatan yang sedang dilaksanakan; (4) memanfaatkan hasil penelitian
orang lain; (5) berpikir untuk masa yang akan datang; dan (6) merumuskan ide-
ide yang dapat diujicobakan. Selain itu, kepala sekolah harus dapat menerapkan
gaya kepemimpinan yang efekfif sesuai dengan situasi dan kebutuhan serta
motivasi para guru dan pekerja lain.

D. Koordinasi, Komunikasi, dan Supervise Dalam Manajemen Berbasis


Sekolah
1) Koordinasi Manajemen Berbasis sekolah
Koordinasi atau dalam bahasa Inggris coordination, berasal dari bahasa latin,
yakni cum yang berarti berbeda-beda, dan ordinare yang berarti penyusunan atau
penempatan sesuatu pada keharusannya (westra, 1983). Dalam kamus besar
Indonesia, koordinasi diartikan sebagai perihal mengatur suatu organisasi atau
kegiatan sehingga peraturan dan tindakan yg akan dilaksanakan tidak saling
bertentangan atau simpang siur.
22

Koordinasi berkaitan dengan penempatan berbagai kegiatan yang berbeda-


beda pada keharusan tertentu, sesuai dengan aturan yang berlaku untuk mencapai
tujuan dengan sebaik-baiknya melalui proses yang tidak membosankan.
Koordinasi juga dapat diartikan sebagai suatu usaha kerja sama antara badan,
instansi, unit dalam pelaksanaan tugas-tugas tertentu, sehingga terdapat saling
mengisi, saling membantu dan saling melengkapi.
Penggunaan istilah koordinasi sering tertukar dengan istilah kerja sama
(cooperation). Padahal, koordinasi lebih daripada sekedar kerja sama karena
dalam koordinasi juga terkandung singkronisaasi. Sementara kerja sama
merupakan suatu kegiatan kolektif dua orang atau lebih untuk mencapai tujuan
bersama. Dengan demikian kerjasama dapat terjadi tanpa koordinasi, sedangkan
dalam koordinasi pasti ada upaya untuk menciptakan kerjasama.
a. Karakteristik Koordinasi

Handayaningrat (1992) mengemukakan karakteristik koordinasi sebagai


berikut:

1. Tanggung Jawab koordinasi terletak pada pimpinan. Oleh karena itu,


koordinasi menjadi wewenang dan tanggung jawab pimpinan, sehingga
dapat dikatakan bahwa pimpinan bisa berhasil jika melakukan
koordinasi.
2. Koordinasi adalah kerja sama. Hal ini disebabkan kerja sama merupakan
syarat mutlak terselenggaranya koordinasi.
3. Koordinasi merupakan proses yang terus menerus (continue process).
Dan berkesinambungan dalam rangka mewujudkan tujuan lembaga
4. Pengaturan usaha kelompok secara teratur. Hal ini disebabkan koordinasi
adalah konsep yang diterapkan di dalam kelompok, bukan usaha individu
melainkan sejumlah individu yang berkerjasama di dalam kelompok
untuk mencapai tujuan bersama.
5. Kesatuan tindakan merupakan inti koordinasi. Pimpinan merupakan
pengatur usaha-usaha dan tindakan-tindakan setiap individu sehingga
diperoleh keserasian dalam mencapai hasil bersama.
23

6. Tujuan Koordinasi adalah tujuan bersama (common purpose) Kesatuan


usaha yang meminta kesadaran semua pihak untuk berpartisipasi secara
aktif melaksanakan tujuan bersama sebagai kelompok tempat mereka
bekerja.
b. Prinsip-Prinsip Koordinasi
Prinsip-prinsip koordinasi adalah sebagai berikut :
1. Koordinasi harus dimulai dari tahap perencanaan awal.
2. Hal pertama yang harus diperhatikan dalam koordinasi adalah
menciptakan iklim yang kondusif bagi kepentingan bersama.
3. Koordinasi merupakan proses terus menerus dan berkesinambungan.
4. Koordinasi merupakan pertemuan-pertemuan bersama untuk mencapai
tujuan.
5. Perbedaan pendapat harus diakui sebagai pengayaan dan harus
dikemukakan secara terbuka dan diselidiki dalam kaitannya dengan
situasi secara keseluruhan.
c. Manfaat Koordinasi
Koordinasi sangat diperlukan dalam managemen, terutama untuk
menyatukan kesamaan pandangan antara berbagai pihak yang
berkepentingan dengan kegiatan dan tujuan organisasi. Koordinasi
diperlukan untuk menghubungkan bagian yang satu dengan bagian yang lain
sehingga tercipta suatu kegiatan yang terpadu mengarah pada tujuan umum
lembaga sebagaimaana jari-jari kerangka payung. Tanpa koordinasi,
spesialisasi dan lembagian kerja yang dilakukan pada setiap usaha kerja
sama akan sia-sia karena setiap bagian cenderung hanya memikirkan
pekerjaan atau tugas masing-masing dan melupakan tujuan lembaga secara
keseluruhan.
Melalui koordinasi setiap bagian yang menjalankan fungsi dengan
spesialisasi tertentu dapat disatupadukan dan dihubungkan satu sama lain
sehingga dapat menjalankan peranannya secara selaras dalam mewujudkan
tujuan bersama. Koordinasi sangat penting meningkatkan efesiensi dan
efektifitas pencapaian tujuan lembaga.
24

Dengan demikian, manfaat koordinasi dalam manajemen dapat


diidentifikasikan sebagai berikut :
1. Menghilangkan dan menghindarkan perasaan terpisah satu sama lain
antara atasan dan bawahan.
2. Menghindarkan perasaan atau pendapat bahwa dirinya atau jabatannya
merupakan yang paling penting.
3. Mengurangi dan menghindakan kemungkinan timbulnya pertentangan
antar pejabat dan pelaksana.
4. Menghindarkan timbulnya rebutan fasilitas.
5. Menghindarkan terjadinya peristiwa menunggu yang memakan Waktu
lama.
6. Menghindarkan kemungkinan terjadinya kesamaan pekerjaan sesuatu
kegiatan.
7. Menghindarkan kemungkinan terjadinya kekosongan pekerjaan sesuatu
program atau kekosongan pengerjaan tugas oleh para manajer.
8. Menumbuhkan kesadaran tugas oleh para manajer untuk saling
memberikan bantuan satu sama lain terutama bagi mereka yang berada
dalam wilayah yang sama.
9. Menumbuhkan kesadaran para manajer untuk saling memberitahu
masalah yang dihadapi bersama dan bekerjasama dalam
memecahkannya.
10. Memberikan jaminan tentang kesatuan langkah di antara para atasan atau
bawahan.
11. Menjamin adanya kesatuan langkah dan tindakan diantara manajer.
12. Menjamin kesatuan sikap diantara manajer.
13. Menjamin kesatuan kebijaksanaan di antara manajer dalam wilayah
tertentu.
Dapat dikemukakan bahwa manfaat utama koordinasi dalam managemen
adalah untuk menumbuhkan sikap egaliter, serta meningkatkan rasa kesatuan
dan persatuan diantara atasan dan bawahan dengan tetap menghargai
kewajian dan wewenang masing-masing. Dengan demikian, setiap atasan
25

dan bawahan, tidak terjebak oleh kepentingan masing-masing bagian yang


sempit sehingga dapat menjalankan perannya secara efektif dan efisien
dalam mencapai tujuah sekolah secara kaffah ( menyeluruh).
d. Macam-Macam Koordinasi
Dalam rangka meningkatkan efektivitas, efisiensi, dan produktifitas
kerja, koordinasi harus dilakukan di semua tingkatan, baik di pusat maupun
didaerah, bahkan dalam kesatuan-kesatuan administratif, seperti bidang,
seksi, bagian, sampai dengan kesatuan-kesatuan yang paling kecil.
Demikian halnya dalam pendidikan, koordinasi dapat dilaksanakan pada
setiap jenjang manajemen pendidikan, mulai dari pusat, tingkat nasional
(makro) sampai tingkat lembaga (mikro).
Secara teoritis dapat dikemukakan beberapa macam koordinasi sesuai
dengan ruang lingkup dan arah kegiatannya. Berdasarkan ruang lingkupnya,
koordinasi dapat diidentifikasikan ke dalam koordinasi intern dan ekstern.
Koordinasi intern adalah koordinasi antar pejabat atau antar unit di dalam
suatu lembaga, sedangkan koordinasi ekstern adalah koordinasi antar pejabat
dari berbagai lembaga atau antar lembaga.
Sejalan dengan uraian diatas, Handaningrat (1982) mengemukakan
koordinasi berdasarkan hubungan antara pejabat yang mengkoordinasikan
dan pejabat yang dikoordinasikan sebagai berikut:
1. Koordinasi Intern
Koordinasi Intern terbagi menjadi tiga sebagai berikut :
 Koordinasikan vertikal atau structural, yaitu antara yang
mengkoordinasikan dengan yang dikoordinasikan secara struktural
terdapat hubungan hierarkis atau pengarahan yang dijalankan oleh atasan
terhadap kegiatan unit-unit, kesatuan kerja yang ada di bawah wewenang
dan tanggung jawabnya. Hal ini dapat juga dikatakan koordinasi yang
bersifat garis komando (line of command).
 Kordinasi horizontal, yaitu koordinasi fungsional, kedudukan antara yang
mengkoordinasikan dan yang dikoordinasikan setingkat eselonnya.
26

Menurut tugas dan fungsinya keduanya mempunyai kaitan satu sama lain
sehingga perlu dilakukan koordinasi. Koordinasi horisontal terbagi :
1. Interdiciplinary, Koordinasi dalam rangka mengarahkan, menyatukan
tindakan, mewujudkan, menciptakan disiplin antara unit yang satu
dengan unit yang lain secara intern maupun ekstern pada unit-unit
yang sama tugasnya.
2. Inter-Related, koordinasi antar badan (instansi). Unit-unit yang
fungsinya berbeda, tetapi instansinya saling berkaitan secara intern-
ekstern yang selevel.
 Koordinasi diagonal, yaitu koordinasi fungsional, yang
mengkoordinasikan mempunyai kedudukan yang lebih tinggi eselonnya
dibandingkan yang dikoordinasikan, tetapi satu dengan yang lainnya
tidak berada pada satu garis komando (line of command)
2. Koordinasi Ekstern
Koordinasi ekstern, termasuk koordinasi fungsional. Dalam
koordinasi ekstern yang bersifat fungsional, koordinasi itu hanya bersifat
horizontal dan diagonal. Siagian (1979) mengelompokkan koordinasi
menjadi sebagai berikut :
 Koordinasi menjadi atasan dengan bawaan, yang disebut koordinasi
vertikal.
 Koordinasi diantara sesama pejabat yang setingkat dalam suatu instansi,
disebut koordinasi horizontal.
 Koordinasi fungsional, koordinasi antarinstansi, tiap-tiap instansi
mempunyai tugas dan fungsi dalam suatu bidang tertentu.
e. Cara Melakukan Koordinasi
Koordinasi dapat dilakukan secara formal dan informal, melalui
konferensi lengkap, pertemun berkala, pembentukan panitia gabungan,
pembentukan badan koordinasi staff, wawancara dengan bawahan,
edaran/memo berantai, buku pedoman lembaga, tata kerja dan sebagainya.
Hal tersebut sejalan dengan pendapat Sutarto (1983) yang mengemukakan
cara-cara koordinasi berikut :
27

1. Mengadakan pertemuan-pertemuan informal diantara para pejabat.


2. Mengadalan pertemuan formal antar para pejabat (rapat).
3. Membuat edaran berantai kepada para pejabat yang diperlukan.
4. Membuat penyebaran kartu kepada para pejabat yang diperlukan.
5. Mengangkaat koordinator.
6. Membuat buku pedoman lembaga, buku pedoman tata kerja, dan buku
pedoman kumpulan peraturan.
7. Berhubungan melalui alat penghubung (telepon).
8. Membuat tanda-tanda.
9. Membuat simbol.
10. Membuat kode.
11. Bernyanyi bersama.
Dalam koordinasi, setiap unit lembaga mengadakan hubungan untuk
saling tukar pikiran mengenai kegiatan dan hasil yang telah dicapai pada saat
tertentu, serta saling mengungkapkan masalah-masalah yang dihadapi dan
mencari jalan pemecahannya, sekaligus saling membantu memecahkan
masalah. Dengan demikian, setiap pekerjaan dapat dilaksanakan dengan
lancar dan terarah pada pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.
f. Syarat-Syarat Koordinasi
Syarat-syarat terjadinya koordinasi adalah sebagai berikut :
1. Sense of Cooperation, perasaan untuk saling bekerja sama, dilihat per-
bagian.
2. Rivalry, dalam perusahaan besar, sering diadakan persaingan antar
bagian, agar saling berlomba untuk kemajuan.
3. Team Spirit, satu sama lain per bagian harus saling menghargai.
4. Esprit de Corps, bagian yang saling menghargai akan makin
bersemangat.
g. Sifat-Sifat Koordinasi
Sifat-sifat koordinasi adalah sebagai berikut :
1. Koordinasi adalah dinamis, bukan statis.
28

2. Koordinasi menekankan pandangan menyeluruh oleh seorang manajer


dalam kerangka mencapai sasaran.
3. Koordinasi hanya meninjau suatu pekerjaan secara keseluruhan.
2) Komunikasi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
Komunikasi adalah proses menyalurkan informasi, ide, penjelasan, perasaan,
pertanyaan dari orang ke orang atau dari kelompok ke kelompok. Komunikasi
adalah proses interaksi antara orang-orang atau kelompok-kelompok yang
ditujukan untuk mempengaruhi sikap dan perilaku orang-orang dan kelompok-
kelompok dalam suatu organisasi. (Oteng Sutisna, 1989).
Komunikasi memegang peranan penting dalam menunjang kelancaran
aktifitas. Tanpa komunikasi maka maksud bersama tidak dapat dipahami dan
diterima oleh semua anggota organisasi. Selain itu tanpa komunikasi maka tidak
terjadi koordinasi yang menyebabkan tercapainya tujuan organisasi. Komunikasi
merupakan hal yang sangat pokok bagi eksistensi suatu organisasi. Komunikasi
sangat penting dalam menangani semua masalah yang muncul dalam setiap
organisasi. Komunikasi sangat penting bagi pembuatan putusan. Agar bisa
membuat putusan yang rasional diperlukan tersedianya semua keterangan yang
mungkin tentang alternatif-alternatif serta konsekuensi-konsekuensinya.
Keterangan serupa hanya dapat dibuat melalui komunikasi. Demikian juga
kekuatan merancang, mengorganisasi, dan menilai selalu bergantung kepada
kualitas komunikasi. (Oteng Sutisna, 1989)
a) Komunikasi Intern
1. Dasar, Tujuan, dan Manfaat
 Dasar : komunikasi yang baik antara berbagai personil harus
dikembangkan untuk mencapai hasil seoptimal mungkin. Kurang
komunikasi akan mengakibatkan kurangnya hasil yang dapat
diwujudkan, bahkan sering gagal mencapai tujuan.
 Tujuan : menciptakan kondisi menarik dan hangat, personil dapat
bekerja terdorong untuk berprestasi lebih baik dan mengerjakan tugas
mendidik dengan penuh kesadaran.
29

 Manfaat : mudah dalam memecahkan / menyelesaikan masalah


dengan bantuan orang (diskusi).
2. Prinsip Komunikasi
Karakteristik hubungan professional antara lain dipengaruhi “tata
karma” professional, terbuka untuk mengemukakan pendapat, keputusan
diambil berdasarkan pertukaran pendapat dan memberikan keputusan
yang bersifat pedoman, bukan sesuatu yang tegas dan praktis. Kepala
sekolah perlu memperhatikan prinsip dibawah ini :
 Bersikap terbuka, tidak memaksakan kehendak tetapi bertindak
sebagai fasilitator (demokratis dan kekeluargaan).
 Mendorong guru untuk mau dan mampu memecahkan masalah, serta
mendorong aktivitas dan kreativitas guru.
 Mengembangkan kebiasaan untuk berdiskusi secara terbuka dan
mendidik guru untuk mau mendengar pendapat orang lain secara
objektif.
 Mendorong untuk mengambil keputusan yang baik dan mentaatinya.
 Berlaku sebagai pengarah, pengatur pembicaraan, perantara dan
pengambil kesimpulan secara redaksional.
3. Memecahkan Masalah Bersama di Sekolah
 Kegiatan pertemuan yang bersifat teratur dan berkala.
 Guru bergiliran mengemukakan pendapat.
 Peningkatan pengetahuan dan kemampuan professional dengan
mengungkapkan pengetahuan yang diperoleh dengan guru lain
(diskusi).
b) Komunikasi Ekstern
1. Hubungan Sekolah dengan Orang Tua
Tujuan : saling membantu dan saling isi mengisi mengenai bantuan
keuangan dan barang-barang, untuk mencegah perbuatan yang kurang
baik, dan bersama-sama membuat rencana yang baik untuk sang anak.
Cara menjalin hubungan sekolah dengan orang tua :
30

 Melalui dewan sekolah : tujuannya untuk membantu menyukseskan


kelancaran proses belajar mengajar di sekolah baik menyangkut
perencanaan, pelaksanaan,dan penilaian.
 Melalui BP3 : memberi bantuan penyelenggaraan pendidikan di
sekolah (masalah sarana prasarana penunjang KBM).
 Melalui pertemuan penyerahan buku laporan pendidikan : pemberian
penjelasan tentang kegiatan belajar mengajar serta prestasi peserta
didik dan kelemahan yang perlu ditingkatkan.
 Melalui ceramah ilmiah : menghadirkan ahli untuk menyampaikan
permasalahan dan pemecahannya dalam forum tersebut.
2. Hubungan Sekolah dengan Masyarakat
 Kepentingan sekolah : memelihara kelangsungan hidup sekolah,
meningkatkan mutu pendidikan di sekolah, memperlancar kegiatan
belajar mengajar, memperoleh bantuan dan dukungan dari
masyarakat dalam rangka pengembangan dan pelaksanaan program
sekolah.
 Kebutuhan sekolah : memajukan dan meningkatkan kesejahteraan
masyarakat, memperoleh kemajuan sekolah dalam memecahkan
berbagai masalah yang dihadapi masyarakat, menjamin relevansi
program sekolah dengan kebutuhan dan perkembangan masyarakat,
memperoleh kembali anggota masyarakat yang terampil dan makin
meningkatkan kemampuannya.
 Saling membantu, mengisi dan menggalang bantuan keuangan serta
barang.
 Program kegiatan luar sekolah, waktu libur, pengisi waktu luang.
 Membantu pengadaan alat peraga, perpustakaan sekolah, beasiswa /
orang tua asuh.
3) Supervisi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
Supervisi secara etimologi berasal dari kata “super”dan “visi” yang
mengandung arti melihat dan meninjau dari atas dan menilai yang dilakukan
oleh pihak terhadap aktivitas, kreativitas, dan kenerja bawahan. Istilah yang
31

hampir sama dengan supervisi, yaitu pengawasan. Pengawasan adalah kegiatan


untuk melakukan pengamatan agar pekerjaan dilakukan sesuai dengan ketentuan.
Pemeriksaan maksudnya untuk melihat bagaimana kegiatan yang dilaksanakan
telah mencapai tujuan. Inspeksi itu digunakan untuk mengetahui kekurangan-
kekurangan atau kesalahan yang perlu diperbaiki dalam suatu pekerjaan. Dalam
MBS, supervisi ditekankan pada pembinaan dan peningkatan kemampuan serta
kinerja tenaga kependidikan di sekolah dalam melaksanakan tugas.
Secara umum Supervisi Pendidikan diarahkan pada pembinaan guru dan staf
sekolah. Kepala sekolah/ pengawas berkewajiban untuk memberikan segala
bantuan dalam bentuk bimbingan dan penyuluhan terhadap berbagai aspek
dalam KBM sehingga tujuan pendidikan dapat dicapai secara optimal. Lebih
lanjut, Good Carter dalam Sahertian (2000 : 17) menyatakan bahwa supervisi
merupakan suatu usaha dari petugas-petugas sekolah dalam memimpin guru-
guru dan petugas-petugas lainnya dalam memperbaiki pengajaran, termasuk
menstimulasi, menyeleksi pertumbuhan jabatan dan perkembangan guru-guru
serta merevisi tujuan-tujuan pendidikan, bahan pengajaran, dan metode serta
evaluasi pengajaran.
Lebih luas lagi pandangan Kimball Wiles dalam Sahertian (2000 : 18) bahwa
supervisi ialah bantuan yang diberikan untuk memperbaiki situasi belajar
mengajar yang lebih baik. Mengacu pada pengertian tersebut, jelas bahwa
supervisi bukan merupakan suatu aktivitas yang bernuansa mencari kesalahan
guru maupun staf administrasi sekolah lainnya, melainkan membimbing,
mengarahkan dan memberi pertunjuk teknis dalam rangka meningkatkan
profesionalisme dalam melaksanakan tugas utamanya.
a) Tujuan Supervisi Pendidikan
Tujuan supervisi pendidikan ialah memberikan layanan dan bantuan
kepada guru-guru untuk mengembangkan situasi belajar mengajar yang
dilakukan guru di kelas. Sejalan dengan pendapat yang dikemukakan Peter F.
Olivia dalam Sahertian (2000 : 19) bahwa sasaran (domain) supervisi
pendidikan ialah :
1. Mengembangkan kurikulum yang sedang dilaksanakan di sekolah
32

Sejalan dalam penerapan kurikulum, hendaknya guru mampu


membaca pokok-pokok bahasan, konsep, dan tema-tema yang
dirumuskan dalam kurikulum tersebut. Kemudian tugas guru ialah
merancangkan berbagai indikator berupa pengalaman belajar dan
kegiatan belajar dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran.
2. Meningkatkan proses belajar mengajar di sekolah
Untuk mencapai peningkatan proses pembelajaran, guru
merancangkan sejumlah pengalaman belajar. Melalui perolehan
pengalaman belajar peserta didik memperoleh pengertian, sikap
penghargaan, kebiasaan, kecakapan, dan lainnya melalui sebuah kegiatan
belajar berupa kegiatan mengamati, mendengarkan, menanggapi,
kegiatan berbicara, kegiatan menerima, dan kegiatan merasakan.
Sejumlah pegalaman belajar tersebut dapat bersifat sahih (valid), lengkap
(komprehensif), beragam (variasi), dan pengalaman yang bersifat
relevan.
3. Mengembangkan seluruh staf di sekolah
Latar belakang supervisi yang utama adalah bahwa guru-guru perlu
bertumbuh dalam jabatannya, maka setiap guru harus berusaha untuk
mengembangkan dirinya. Baik pada usaha yang dilakukan berupa
kebijakan yang daimbil oleh pimpinan maupun usaha yang datang dari
guru itu sendiri untuk meningkatkan kualitas profesi mengajarnya.
b) Fungsi Supervisi Pendidikan
Fungsi Supervisi pendidikan ditujukan pada perbaikan dan peningkatan
kualitas pengajaran. Swearingen dalam Sahertian (2000 : 21) menganalisis
secara lebih luas dengan mengemukakan 8 fungsi supervise sebagai berikut :
1. Mengkoordinasi semua usaha sekolah.
2. Memperlengkapi kepemimpinan sekolah.
3. Memperluas pengalaman guru-guru.
4. Menstimulasi usaha-usaha yang kreatif.
5. Memberi fasilitas dan penilian yang terus-menerus.
6. Menganalisis situasi belajar-mengajar.
33

7. Memberikan pengetahuan dan keterampilan pada setiap anggota staf.


8. Memberi wawasan yang lebih luas dan terintegrasi dalam merumuskan
tujuan-tujuan pendidikan dan meningkatkan kemampuan mengajar guru-
guru.
c) Tekhnik Supervisi
1. Kunjungan dan Observasi Kelas
Kunjungan dan observasi kelas sangat bermanfaat untuk
mendapatkan informasi tentang peroses belajar mengajar secara
langsung, baik yang menyangkut kelebihan, maupun kekurangan dan
kelemahannya. Kepala sekolah mengamati langsung guru saat
melaksanakan tugas, mengajar, penggunaan alat, metode, teknik
mengajar, secara keseluruhan dengan berbagai factor yang
mempengaruhi. Ada tiga pola yang dapat dilakukan dalam kegiatan ini,
yaitu tanpa memberitahu guru, memberi tahu lebih dahulu, dan
kunjungan atas undangan guru.
2. Pembicaraan Individual
Merupakan alat supervise yang penting karena dalam kesempatan
tersebut supervisor dapat bekerja secara individu dengan guru dalam
memecahkan masalah pribadi yang berhubungan dengan proses belajar
mengajar.
3. Diskusi Kelompok / Pertemuan Kelompok
Merupakan kegiatan mengumpulkan sekelompok orang dalam situasi
tatap muka dan interaksi lisan untuk bertukar info atau berusaha
mencapai suatu keputusan tentang masalah bersama. Kegiatan diskusi
kelompok dapat dikembangkan mlalui rapat sekolah untuk membahas
bersama-sama masalah pendidikan dan pengajaran di sekolah itu.
4. Demonstrasi Mengajar
Proses belajar mengajar yang yang dilakukan oleh seorang guru yang
memiliki kemampuan dalam hal mengajar sehingga guru lain dapat
mengambil hikmah dan manfaatnya. Tujuannya member contoh
bagaimana cara melaksanakan proses belajar mengajar yang baik dalam
34

menyajikan materi, menggunakan pendekatan, metode, dan media


pembelajaran.
5. Perpustakaan Professional
Ciri professional tercermin dalam kemauan untuk belajar secara terus
menerus dalam rangka meningkatkan dan memperbaiki tugas utamanya.
Guru hendaknya merupakan kelompok “reading people” dan menjadi
bagian dari masyarakat belajar yang menjadikan belajar sebagai
kebutuhan hidup.
35

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

A. Implementasi Manajemen BerbasisSekolah

Implementasi MBS tentunya memiliki strategi dan tahap –tahapan pada


pelaksanaannya dan memberikan hasil kepada sekolah.Untuk itu, ada beberapa
strategi Implementasi MBS, strategi tersebut diantaranya ialah:

 Sekolah memiliki otonomi dalam empat hal yaitu: kekuasaan dan


kewenangan,pengembangan pengetahuan dan keterampilan secara
berkeseimbangan

 peran serta masyarakat secara aktif

 kepemimpinan sekolah yang kuat

 pengambilan keputusan yang demokratis

 perandantanggungjawabsemuapihakdalamSekolah

 adanya dukungan dan hubungan yang baik dari Departemen pendidikan


terkait

 transparansi.

B. Efektifitas, Efisiensi, dan Produktifitas Manajemen Berbasis Sekolah

Keberhasilan implementasi MBS (Manajemen Berbasis Sekolah) dalam


desentralisasi pendidikan sedikitnya dilihat dari 3 dimensi yang saling terkait dan
saling mempengaruhi yaitu

1. Efektivitas MBS berarti bagaimana MBS berhasil melaksanakan semua


tugas pokok sekolah, menjalin partisipasi masyarakat, mendapatkan serta
memanfaatkan sumber daya, sumber dana, dan sumber belajar untuk
mewujudkan tujuan sekolah.
36

2. Efisiensi MBS merupakan aspek penting dalam manajemen sekolah karena


sekolah umumnya dihadapkan pada masalah kelangkaan sumber dana, dan
secara langsung berpengaruh terhadap kegiatan manajemen.
3. Produktivitas dalam dunia pendidikan berkaitan dengan keseluruhan proses
penataan dan penggunaan sumber daya untuk mencapai tujuan pendidikan
secara efektif dan efisiaen.
C. Kepemimpinan Dalam Manajemen Berbasis Sekolah
1. Kepemimpinan adalah suatu proses dimana seseorang mempengaruhi orang
lain untuk meraih suatu tujuan dan mengarahkan sejumlah sumber daya
untuk mencapai visi dan misi tertentu
2. Kepemimpinan kepala sekolah merupakan salah satu factor yang
menentukan keberhasilan MBS

D. Koordinasi, Komunikasi, dan Supervisi Dalam Manajemen Berbasis


Sekolah

1. Koordinasi dalam MBS adalah suatu usaha kerja sama antara badan, instansi,
unit dalam pelaksanaan tugas-tugas tertentu, sehingga terdapat saling
mengisi, saling membantu dan saling melengkapi untuk tercapainya suatu
tujuan tertentu.
2. Komunikasi dalam MBS adalah proses menyalurkan informasi, ide,
penjelasan, perasaan, pertanyaan dari orang ke orang atau dari kelompok ke
kelompok. Komunikasi dalam MBS terbagi menjadi:
 Komunikasi intern
 Komunikasi ekstern
3. Dalam MBS, supervisi ditekankan pada pembinaan dan peningkatan
kemampuan serta kinerja tenaga kependidikan di sekolah dalam
melaksanakan tugas
37

DAFTAR PUSTAKA

A. Yasin. (2014). Makalah Manajemen Berbasis Sekolah Tentang Implementasi


MBS. [online]

Heny, Christz. (2012). Kepemimpinan Dalam Manajemen Berbasis Sekolah.


[online]

Istighfarah. (2016). Makalah Manajemen Berbasis Sekolah. [online]

Zulfaidah, Indriana. (2015). Koordinasi, Komunikasi, dan Supervise Dalam


Manajemen Berbasis Sekolah. [online]

Zulfaidah, Indriana. (2013). Efektifitas, Efisiensi, dan Produktivitas MBS. [online]

Anda mungkin juga menyukai