Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Latar belakang penulisan makalah ini bertitik tolak pada tugas guru yang
tidak saja sebagai orang dewasa yang bertugas memindahkan ilmu pengetahuan
yang dikuasai kepada anak didik melainkan lebih dari itu, ia menjadi pemimpin,
pendidik dan pembimbing di kalangan anak didiknya. Guru akan dihadapkan
banyak permasalahan dalam menjiwai setiap materi yang disajikan kepada siswa
apabila ia menyampaikan banyak bidang studi kepada siswa.

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana


belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. 

Di era globalisasi ini, daya dukung sumber daya sangat dibutuhkan,


terutama sekali daya dukung dari sumber daya manusia. Hal ini dapat kita lihat
dari perkembangan dunia pendidikan di negeri kita saat ini yang masih sangat
memprihatinkan, contohnya saja masih banyaknya anak-anak diluar sana yang
sangat membutuhkan sentuhan dari tangan-tangan pendidik yang terampil dan
profesional.

1
Selain itu, dewasa ini juga dapat kita saksikan masih seringnya terjadi
carut marut dunia pendidikan di negeri kita ini, mulai dari aspek ekonomi,
hukum, sosial, budaya, serta aspek – aspek lainnya yang ada dikehidupan ini.
Banyaknya keluhan dari berbagi pihak membuat kita bertanya - tanya, apa yang
menyebabkan hancurnya pendidikan di negeri kita dan siapa yang akan disalahkan
dalam hal ini.

Alangkah buramnya potret pendidikan di Indonesia ini, tujuan dari


pendidikan yang sebenarnya tidak tercapai, rusaknya moral anak negeri,
kurikulum yang sekuler, biaya pendidikan yang mahal, serta maraknya tawuran
antar pelajar yang seringkali dipicu oleh hal – hal yang sebenarnya tidak patut
untuk dipermasalahkan.

Menyadari hal tersebut, saya selaku mahasiswa bermaksud melakukan


observasi lapangan untuk mengetahui lebih jauh tentang permasalahan yang
seringkali melanda guru dan siswa di sekolah agar kelak sebagai calon guru, saya
mampu menopang permasalahan - permasalahan seperti ini, dan observasi
lapangan ini adalah alternatif yang saya pilih untuk memenuhi maksud tersebut.
saya mengharapkan dengan observasi lapangan ini dapat menambah pengetahuan
tentang dunia pendidikan yang sebenarnya dan mencoba menerapkannya kelak.

2
1.2. Identifikasi Masalah

 Masalah yang dihadapi siswa dalam pembelajaran matematika di sekolah


1. Banyak siswa yang tidak fokus.
2. Banyak siswa yang tidak memperhatikan penjelasan guru.
3. Banyak yang mengerjakan tugas dengan mencontek.
4. Banyak siswa yang meribut.
5. Banyak siswa yang tidak serius menerima pelajaran.
6. Hanya beberapa anak saja yang aktif menjawab pertanyaan
gurunya.
7. Siswa yang duduk di belakang cenderung mengganggu teman
sebelahnya.
8. Siswa berjalan-jalan di kelas.
9. Siswa sering melihat-lihat ke belakang.
10. Ada yang izin kekantin dan membawa minuman ke dalam kelas.

 Masalah yang dihadapi guru dalam pebelajaran matematika :


1. Dari segi sarana dan prasarana tidak ada lagi yang jadi masalah.

1.3. Batasan Masalah

1. Siswa hanya main-main di kelas.


2. Siswa mengerjakan tugas dengan mencontek.

3
1.4. Rumusan Masalah

1. Pendekatan apa yang cocok digunakan di sekolah tersebut?


2. Masalah apa saja yang dihadapi guru dalam pembelajaran matematika di
sekolah tersebut?
3. Masalah apa saja yang dihadapi siswa dalam pembelajaran matematika
di sekolah tersebut?
4. Bagaimana solusi dari permasalahan tersebut?

1.5. Solusi Pemecahan Masalah

1.5.1. Menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TGT

TGT merupakan tipe pembelajaran kooperatif yang menempatkan


siswa dalam kelompok yang beranggotakan 5 - 6 orang yang memiliki
kemampuan, suku atau ras berbeda. Guru memberikan Lembar Kerja Siswa
kepada setiap kelompok dan mereka mengerjakan bersama-sama anggota
kelompoknya. Apabila ada yang tidak mengerti, maka anggota kelompok lain
bertanggung jawab menjelaskannya. Untuk memastikan semua anggota
kelompok telah menguasai pelajaran, maka semua siswa diberikan permainan
akademik. Siswa dibagi dalam meja-meja turnamen, dimana setiap meja
turnamen terdiri dari 5 – 6 orang yang mewakili kelompok masing-masing.
Dalam setiap meja turnamen kemampuan siswa diusahakan setara. Hal ini
dapat ditentukan dengan melihat nilai yang diperoleh dari free test. Skor yang
diperoleh peserta dalam permainan akademik dicatat pada lembar pencatat
skor yang digunakan untuk memberikan penghargaan tim berupa sertifikat
dengan predikat tertentu.

4
Ciri-ciri model pembelajaran kooperatif tipe TGT adalah :
a. Siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil.
b. Games tournament.
c. Penghargaan kelompok.

Dalam penerapan model pembelajaran tipe TGT ini, ada beberapa tahapan
yang perlu ditempuh, yaitu :
a. Mengajar (teach)
Mempersentasikan atau menyajikan materi, menyampaikan
tujuan, tugas, atau kegiatan yang dilakukan siswa dan memberikan
motivasi.

b. Belajar kelompok (team study)


Siswa bekerja dalam kelompok yang terdiri atas 5 – 6 orang
dengan kemampuan akademik, jenis kelamin, dan ras/suku yang
berbeda. Setelah guru menginformasikan materi dan tujuan
pembelajaran, kelompok berdiskusi dengan menggunakan LKS.
Dalam kelompok terjadi diskusi untuk menyelesaikan masalah secara
bersama, saling memberikan jawaban dan mengoreksi jika ada
anggota kelompok yang salah dalam menjawab.

c. Permainan (game tournament)


Permainan diikuti oleh anggota kelompok dari masing-masing
kelompok yang berbeda. Tujuan dari permainan ini adalah untuk
mengetahui apakah semua anggota kelompok telah menguasai
materi, dimana pertanyaan-pertanyaan yang diberikan berhubungan
dengan materi yang telah didiskusikan dalam kegiatan kelompok.

5
d. Penghargaan kelompok (team recognition)
Pemberian penghargaan rewards berdasarkan pada rerata poin
yang diperoleh oleh kelompok dari permainan. Lembar
penghargaan dicetak dalam sebuah kertas, dimana penghargaan
ini akan diberikan kepada tim yang memenuhi kategori.

1.5.1.1. Kelebihan Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT


1. Lebih meningkatkan pencurahan waktu untuk tugas.
2. Mengedepankan penerimaan terhadap perbedaan individu.
3. Dengan waktu yang sedikit dapat menguasai materi secara
mendalam.
4. Proses belajar mengajar berlangsung dengan keaktifan dari
siswa.
5. Mendidik siswa untuk berlatih bersosialisasi dengan orang
lain.
6. Motivasi belajar lebih tinggi.
7. Hasil belajar lebih baik.
8. Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan toleransi.

1.5.1.2. Kekurangan Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT


1. Bagi guru
Sulitnya pengelompokan siswa yang mempunyai
kemampuan heterogen dari segi akademis. Kelemahan ini
akan dapat diatasi jika guru yang bertindak sebagai
pemegang kendala teliti dalam menentukan pembagian
kelompok waktu yang dihabiskan untuk diskusi oleh siswa
cukup banyak sehingga melewati waktu yang sudah
ditetapkan. Kesulitan ini dapat diatasi jika guru mampu
menguasai kelas secara menyeluruh.

6
2. Bagi siswa
Masih adanya siswa berkemampuan tinggi kurang terbiasa
dan sulit memberikan penjelasan kepada siswa lainnya.
Untuk mengatasi kelemahan ini, tugas guru adalah
membimbing dengan baik siswa yang mempunyai
kemampuan akademik tinggi agar dapat dan mampu
menularkan pengetahuannya kepada siswa yang lain.

1.5.2. Pemberian Motivasi


Motivasi seorang guru dapat dilakukan dengan berbagai cara,
antara lain :
1. Pemberian penghargaan
Dengan pemberian penghargaan ini dapat bersifat positif
karena dapat menumbuhkan inisiatif, kemampuan-kemampuan
yang kreatif dan semangat berkompetisi yang sehat, pemberian
penghargaan sebagai upaya pembinaan motivasi tidak selalu
harus berwujud barang, tetapi dapat juga berupa pujian-pujian
dan hadiah-hadiah im-material.

2. Pemberian perhatian
Pemberian perhatian yang cukup terhadap siswa dengan
segala potensi yang dimilikinya merupakan bentuk motivasi
yang sederhana, karena banyak yang tidak memiliki motivasi
belajar diakibatkan tidak dirasakannya adanya perhatian.

7
3. Ajakan berpartisipasi
Pada diri manusia ada sesuatu perasaan yang dihargai apabila
dia dilibatkan pada sesuatu kegiatan yang dianggap berharga.
Oleh karena itu, guru harus selalu mengajak dan mengulurkan
tangan bagi siswa untuk berpartisipasi aktif dalam proses
pembelajaran guna lebih bergairah dalam belajar dan
memperkaya proses interaksi antar potensi siswa dalam proses
pembelajaran.

Selain hal-hal diatas, untuk membangkitkan motivasi yang


efektif adalah melalui prinsip-prinsip motivasi dalam belajar.
Setiap siswa memiliki rasa ingin tahu, oleh karena itu guru
memberikan penguatan bahwa siswa pasti bisa. Prinsip-prinsip
motivasi tersebut seperti :
 Kebermaknaan.
 Pengetahuan dan keterampilan prasyarat.
 Model.
 Komunikasi terbuka.
 Keaslian dan tugas yang menantang.
 Latihan yang tepat dan aktif.
 Penilaian tugas.
 Kondisi dan konsekuensi yang menyenangkan.
 Keragaman pendekatan.
 Mengembangkan beragam kemampuan.
 Melibatkan sebanyak mungkin indera.
 Keseimbangan pengaturan pengalaman belajar.

8
1.6. Manfaat Penelitian

1. Mengetahui pelaksanaan pembelajaran matematika di kelas VIIB


Sekolah Menengah Pertama (SMP) YLPI Tahun Ajaran 2012/2013.
2. Mengetahui permasalahan pembelajaran matematika di kelas VIIB
Sekolah Menengah Pertama (SMP) YLPI Tahun Ajaran 2012/2013.
3. Mengetahui langkah-langkah yang dilakukan untuk mengatasi
permasalahan pembelajaran matematika di kelas VIIB Sekolah
Menengah Pertama (SMP) YLPI Tahun Ajaran 2012/2013.
4. Memberikan tambahan pengetahuan tentang pelaksanaan
pembelajaran matematika di lapangan.
5. Memberikan pemahaman tentang pelaksanaan pembelajaran
matematika yang berkualitas dan permasalahan-permasalahan yang
sering dihadapi ketika pelaksanaan pembelajaran matematika dan
upaya yang dilakukan untuk mengatasinya.
6. Sebagai bahan refleksi bagi guru tentang pelaksanaan pembelajaran
matematika yang dilakukan selama ini.
7. Sebagai bahan masukan dalam rangka memperbaiki sistem
pembelajaran matematika di SMP YLPI.
8. Bagi peneliti, penelitian ini menjadi acuan ketika nanti terjun
langsung ke lapangan dan menciptakan pembelajaran matematika
yang berkualitas.

9
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Kajian Teori

2.1.1. Pendekatan Konstruktivisme

Contructivism adalah suatu pandangan teoritis yang menyatakan


bahwa siswa diberi kebebasan untuk mengkonstruk pengetahuan melalui
pengalaman sendiri maupun pengalaman kita dengan orang lain.

Teori konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang


bersifat generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang
dipelajari. Konstruktivisme sebenarnya bukan merupakan gagasan yang
baru, apa yang dilalui dalam kehidupan kita selama ini merupakan
himpunan dan pembinaan pengalaman demi pengalaman. Ini
menyebabkan seseorang mempunyai pengetahuan dan menjadi lebih
dinamis. Pendekatan konstruktivisme mempunyai beberapa konsep umum
seperti :

a. Pelajar aktif membina pengetahuan berasaskan pengalaman yang


sudah ada.
b. Dalam konteks pembelajaran, pelajar seharusnya membina sendiri
pengetahuan mereka.
c. Pentingnya membina pengetahuan secara aktif oleh pelajar sendiri
melalui proses saling mempengaruhi antara pembelajaran terdahulu
dengan pembelajaran terbaru.

10
d. Unsur terpenting dalam teori ini ialah seseorang membina
pengetahuan dirinya secara aktif dengan cara membandingkan
informasi baru dengan pemahamannya yang sudah ada.
e. Ketidakseimbangan merupakan faktor motivasi pembelajaran yang
utama. Faktor ini berlaku apabila seorang pelajar menyadari
gagasan-gagasannya tidak konsisten atau sesuai dengan
pengetahuan ilmiah.
f. Bahan pengajaran yang disediakan perlu mempunyai perkaitan
dengan pengalaman pelajar untuk menarik minat pelajar.

Meskipun konstruktivisme merupakan teori belajar, namun


berdasarkan teori belajar ini, implikasinya dalam pembelajaran
matematika dapat disusun. Beberapa prinsip pembelajaran dengan
pendekatan konstruktivisme diantaranya bahwa observasi dan
mendengar aktivitas dan pembicaraan matematika siswa adalah sumber
yang kuat dan petunjuk untuk mengajar, untuk kurikulum, untuk cara-
cara dimana pertumbuhan pengetahuan siswa dapat dievaluasi (Steffe
dan Kieren, 1995:723). Lebih jauh dikatakan bahwa dalam
konstruktivisme aktivitas matematika mungkin diwujudkan melalui
tantangan masalah, kerja dalam kelompok kecil, dan diskusi kelas
menggunakan apa yang biasa muncul dalam materi kurikulum biasa.
Dalam konstruktivisme proses pembelajaran senantiasa “problem
centered approach” dimana guru dan siswa terikat dalam pembicaraan
yang memiliki makna matematika (hal 725). Beberapa ciri itulah yang
akan mendasari pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme.

11
Pendekatan konstruktivisme (Depdiknas, 2002) menekankan bahwa
belajar tidak hanya sekedar menghafal, tetapi peserta didik harus
mengkonstruksi pengetahuannya sendiri dan pengetahuan ini tidak dapat
dipisah-pisahkan, tetapi mencerminkan keterampilan yang dapat
diaplikasikan. Sebagai landasan filosofi, pendekatan konstruktivisme
menekankan pengetahuan yang dibangun oleh manusia secara sedikit
demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas
(Sugiman, 002).

Menurut pandangan konstruktivitis bahwa pengetahuan harus


diperoleh siswa melalui kegiatan atau aktivitas, baik fisik maupun psikis.
Melalui kegiatan atau aktivitas inilah siswa membangun pengetahuannya
sendiri. Guru bertindak sebatas penyedia sarana belajar atau fasilitator,
pembangkit dan pendorong minat belajar atau motivator, atau perancang
pembelajaran.

Pembelajaran matematika dalam pandangan konstruktivistik adalah


membantu siswa untuk membangun konsep-konsep matematika dengan
kemampuannya sendiri melalui proses internalisasi sehigga konsep itu
terbangun kembali melalui transformasi informasi untuk menjadi konsep
baru.

Skemp (dalam Sri Subariah, 2004) menyatakan bahwa pemahaman


pengetahuan dapat dibangun oleh siswa sendiri berdasarkan pengetahuan
yang telah dimiliki sebelumnya. Oleh karenanya, proses membangun
pemahaman ini lebih penting daripada hasil belajar, sebab pemahaman
akan bermakna pada materi yang dipelajari.

12
Pembelajaran matematika dalam pandangan konstruktivistik
mempunyai ciri-ciri antara lain :
1. Siswa terlibat aktif dalam belajar.
2. Informasi dikaitkan dengan informasi lain sehingga menyatu dalam
skemata, dan pemahaman terhadap informasi menjadi komplek.
3. Orientasi pembelajaran adalah investigasi dan penemuan.

2.1.1.1. Kelebihan Pendekatan Konstruktivisme

1. Pembelajaran berdasarkan konstruktivisme memberikan


kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan gagasan
secara eksplisit dengan menggunakan bahasa siswa sendiri,
berbagi gagasan dengan temannya, dan mendorong siswa
memberikan penjelasan tentang gagasannya.

2. Pembelajaran berdasarkan konstruktivisme memberi


pengalaman yang berhubungan dengan gagasan yang telah
dimiliki siswa atau rancangan kegiatan disesuaikan dengan
gagasan awal siswa agar siswa memperluas pengetahuan
mereka tentang fenomena dan memiliki kesempatan untuk
merangkai fenomena, sehingga siswa terdorong untuk
membedakan dan memadukan gagasan tentang fenomena
yang menantang siswa.

3. Pembelajaran konstruktivisme memberi siswa kesempatan


untuk berfikir tentang pengalamannya. Ini dapat mendorong
siswa berfikir kreatif, imajinatif, mendorong refleksi tentang
model dan teori, mengenalkan gagasan-gagasan pada saat
yang tepat.

13
4. Pembelajaran berdasarkan konstruktivisme memberi
kesempatan kepada siswa untuk mencoba gagasan baru agar
siswa terdorong untuk memperoleh kepercayaan diri dengan
menggunakan berbagai konteks, baik yang telah dikenal
maupun yang baru dan akhirnya memotivasi siswa untuk
menggunakan berbagai strategi belajar.

5. Pembelajaran konstruktivisme mendorong siswa untuk


memikirkan perubahan gagasan mereka setelah menyadari
kemajuan mereka serta memberi kesempatan siswa untuk
mengidentifikasi perubahan gagasan mereka.

6. Pembelajaran konstruktivisme memberikan lingkungan


belajar yang kondusif yang mendukung siswa
mengungkapkan gagasan, saling menyimak, dan menghindari
kesan selalu ada satu jawaban yang benar.

2.1.1.2. Kekurangan Pendekatan Konstruktivisme

1. Siswa mengkonstruksi pengetahuannya sendiri, tidak jarang


bahwa hasil konstruksi siswa tidak cocok dengan hasil
konstruksi para ahli sehingga menyebabkan miskonsepsi.

2. Konstruktivisme menekankan agar siswa membangun


pengetahuannya sendiri, hal ini pasti membutuhkan waktu
yang lama dan setiap siswa memerlukan penanganan yang
berbeda-beda.

14
3. Situasi dan kondisi tiap sekolah tidak sama, karena tidak
semua sekolah memiliki sarana dan prasarana yang dapat
membantu keaktifan dan kreatifitas siswa.

2.1.1.3. Tahapan-tahapan Dalam Pengembangan Model Belajar


Konstruktivistik

a. Identifikasi
Tujuan pembelajaran akan memberi arah dalam
merancang program, implementasi program, dan evaluasi.
Identifikasi tujuan sudah merujuk pada tujuan pembelajaran
yang tercantum dalam Garis-garis Besar Program
Pembelajaran (GBPP) matematika kurikulum yang berlaku.

b. Menetapkan isi (produk) belajar


Setelah menetapkan tujuan pembelajaran, maka langkah
selanjutnya adalah menetapkan isi (produk) belajar. Pada
tahap ini, ditetapkan konsep-konsep dan prinsip-prinsip
matematika yang mana yang harus dikuasai siswa. Dalam
Satuan Pelajaran (SP), produk belajar yang telah ditetapkan
itu dijabarkan dalam uraian materi.

c. Identifikasi dan klarifikasi pengetahuan awal siswa


Model konstruktivis menyadari dan memberi tekanan pada
pentingnya pengetahuan awal siswa dalam proses
pembelajaran. Belajar menurut pandangan konstruktivis
adalah proses modifikasi dan restrukturisasi gagasan yang
telah dimiliki siswa sebelum pembelajaran berlangsung.

15
d. Identifikasi dan klarifikasi salah konsep siswa
Pengetahuan awal yang telah diidentifikasi dan klarifikasi,
perlu dianalisis lebih lanjut untuk menentukan mana
diantaranya yang telah sesuai dengan konsep ilmiah, mana
yang salah dan mana yang salah konsep. Salah konsep siswa
perlu diketahui latar belakang dan penyebabnya, agar dapat
dirancang strategi pembelajaran untuk mengubah salah
konsep menjadi konsep ilmiah.

e. Perencanaan program pembelajaran dan strategi pengubahan


salah konsep
Program strategi pembelajaran disusun berdasarkan tujuan
pembelajaran, produk belajar, pengetahuan awal, dan salah
konsp siswa. Program pembelajaran dibuat dalam bentuk
satuan pengajaran dan strategi salah konsep disusun dalam
bentuk modul kecil.

f. Implementasi program pembelajaran dan strategi pengubahan


konsepsi
Terdiri dari :
a. Orientasi dan penyajian pengalaman belajar.
b. Menggali ide-ide siswa.
c. Restrukturisasi ide-ide siswa yang meliputi klarifikasi dan
pertukaran ide-ide siswa, penyajian konflik kognitif,
pengkonstruksian ide-ide baru.

g. Evaluasi
Yang meliputi :
a. Penguasaan konsep.
b. Pengubahan salah konsep.
c. Respon siswa terhadap hasil belajar.
16
BAB III

KESIMPULAN

Dari observasi lapangan yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa :

 Masalah yang dihadapi siswa dalam pembelajaran matematika di


sekolah :
a. Banyak siswa yang tidak fokus.
b. Banyak siswa yang tidak memperhatikan penjelasan guru.
c. Banyak yang mengerjakan tugas dengan mencontek.
d. Banyak siswa yang meribut.
e. Hanya beberapa anak saja yang aktif menjawab pertanyaan
gurunya.
f. Siswa yang duduk di belakang cenderung mengganggu teman
sebelahnya.
g. Siswa berjalan-jalan di kelas.
h. Siswa sering melihat-lihat ke belakang.
i. Ada yang izin kekantin dan membawa minuman ke dalam kelas.

 Masalah yang dihadapi guru dalam pembelajaran matematika di


sekolah
a. Dari segi sarana dan prasarana tidak ada lagi yang jadi masalah.

 Solusi dari permasalahan tersebut adalah :


a. Menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TGT.
b. Pemberian motivasi.

17

Anda mungkin juga menyukai