Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pendidikan merupakan landasan vital pembentuk karakter bangsa atau


dapat sebagai masa depan bangsa. Dibutuhkan manusia yang ‘sadar’ akan haknya
sebagai jiwa terdidik dengan moral serta perannya dalam kehidupan yang
beradab. Salah satu masalah pendidikan yang kita hadapi dewasa ini adalah
rendahnya mutu pendidikan pada setiap jenjang dan satuan pendidikan khususnya
pendidikan dasar dan menengah.

Berbagai usaha telah dilakukan, antara lain melalui berbagai pelatihan dan
peningkatan kualifikasi guru, penyediaan dan perbaikan sarana/prasarana
pendidikan, serta peningkatan mutu manajemen sekolah. Namun demikian,
berbagai indikator mutu pendidikan belum menunjukkan peningkatan yang
merata. Sebagaian sekolah, terutama di kota-kota, menunjukkan peningkatan
mutu yang cukup menggembirakan, namun sebagian lainnya masih
memprihatinkan.

Undang-undang pendidikan nomor 20 tahun 2003 telah memberikan


tanggung jawab lebih besar dan otoritas langsung kepada sekolah. Manajemen
Berbasis Sekolah (Schools Based Management/SBM). SBM yang merupakan
tanggung jawab bersama antara masyarakat, orang tua, para praktisi yang teoritisi
pendidikan dapat dibentuk untuk meningkatkan kualitas sekolah dengan
pengelolaan bersama antara sekolah. dan masyarakat Dengan begitu diharapkan
sekolah serta masyarakat dapat ikut berkontribusi dalam peningkatan mutu
pendidikan dasar secara signifikan. Meski demikian terdapat keragaman yang
besar dalam kemampuan sekolah di setiap daerah untuk melaksanakan otoritas
yang telah diberikan tersebut. Guna mencapai tujuan desentralisasi pendidikan
tersebut, pemerintah melakukan restrukturisasi dalam penyelenggaraan

1
pendidikan, terutama yang berkenaan dengan struktur kelembagaan pendidikan,
mekanisme pengambilan keputusan dan manajemen pendidikan di pusat dan
daerah.

Dalam rangka menunjang keberhasilan tujuan MBS, maka setiap


pelaksanaan MBS di setiap jenjang pendidikan dibuat juga suatu laporan
pelaksanaan maupun pertanggungjawaban. Laporan tersebut dapat digunakan
sebagai evaluasi bagi sekolah demi peningkatan MBS yang lebih baik di tahun-
tahun berikutnya. Selain itu penyusunan laporan MBS juga digunakan untuk
melihat sejauh mana keberhasilan yang telah dicapai serta kendala apa saja yang
dihadapi sekolah selama pelaksanaan program MBS. Dari hasil laporan tersebut,
sekolah memiliki pertimbangan untuk melakukan perbaikan dalam peningkatan
layanan pendidikan dan diharapkan tujuan MBS dapat tercapai.

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka permasalahan yang
akan dibahas pada laporan ini dirumuskan sebagai berikut :

1. Apa yang menjadi landasan konsep dasar MBS?


2. Bagaimana bentuk penguatan konsep MBS?
3. Apa yang di maksud dengan MBS sebagai pusat pemberdayaan?

1.3. Tujuan dan Manfaat

Tujuan di buatnya laporan observasi ini adalah sebagai suatu bahan pelaporan atas
observasi yang telah dilakukan. Tujuannya adalah untuk melaporkan hasil
observasi yang telah kami lakukan di SDN 29 Kota Selatan. Dimana hasil
observasi yang berkaitan dengan segala hal mengenai landasan konsep dasar MBS
dan mengetahui MBS sebagai pusat pemberdayaan.

2
1. Menyediakan menejmen organisasi kepemimpinan dalam tujuan sekolah

2. Menyusun rencana sekolah dan merumuskan kebijakan untuk sekolah


sendiri

3. Menegelola kegiatan sekolah

4. Komunikasi yang efektif antara sekolah dan masyarakat

5. Meningkatkan kualitas belajar siswa

6. Menyediakan program pengembangan yang di perlukan siswa

7. Merumuskan tujuan bersama antar sekolah dan masyarakat

8. Melakukan pembangunan sendiri

3
BAB II

KAJIAN TEORI

2.1 Konsep Dasar Manajemen Berbasis Sekolah

2.1.1. Definisi
Istilah manajemen bebasis sekolah merupakan terjemahan dari “school-
based management”. Manajemen Bebasis Sekolah (MBS) merupakan paradigma
baru pendidikan yang memberikan otonomi luas kapada tingkat satuan pendidikan
(pelibatan masyarakat) dalam kerangka kebijakan pendidikan nasional. Otonomi
diberikan agar sekolah memiliki keleluasaan dalam mengelola dan mangatur
sumberdaya dan mengalokasikan dana sesuai dengan perioritas kebutuhan.
Manajemen berbasis sekolah berasal dari tiga kata yaitu: Manajemen, Berbasis,
dan Sekolah. Manajemen adalah pengkordinasian, dan penyesuaian sumber daya
melalui sejumlah input manajemen untuk mencapai tujuan untuk memenuhi
kebutuhan pelanggan.
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) merupakan bentuk alternatif
pengelolaan sekolah dalam rangka desentaralisasi pendidikan, yang di tandai
adanya kewenangan pengambilan keputusan yang lebih luas di tingkat sekolah,
partispasi masyarakat yang relatif tinggi, dalam kerangka kebijakan pendidikan
Nasional. (Slameto,2002:2)

2.1.2. Prinsip Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)


Teori yang digunakan MBS untuk mengelola sekolah didasarkan pada
empat prinsip yaitu:
a) Prinsip Ekuifinalitas (Principal of Equifinality)
Prinsip ini didasarkan pada teori manajemen modern yang berasumsi
bahwa terdapat beberapa cara yang berbeda-beda untuk mencapai suatu tujuan.
MBS menekankan fleksibilitas sehingga sekolah harus dikelola oleh warga
sekolah menurut kondisi mereka masing-masing. Karena kompleknya pekerjaan

4
sekolah saat ini dan adanya perbedaan yang besar antara sekolah yang satu dengan
yang lain, misalnya perbedaan tingkat akademik siswa dan situasi komunitasnya,
sekolah tak dapat dijalankan dengan struktur yang standar di seluruh kota,
provinsi, apalagi negara. Sekolah harus mampu memecahkan berbagai
permasalahan yang dihadapinya dengan cara yang paling tepat dan sesuai dengan
situasi dan kondisinya. Walaupun sekolah yang berbeda memiliki masalah yang
sama, cara penanganannya akan berlainan antara sekolah yang satu dengan yang
lain.
b) Prinsip Desentralisasi (Principal of Decentralization)
Desentralisasi adalah gejala yang penting dalam reformasi manajemen
sekolah modern. Prinsip desentralisasi ini konsisten dengan prinsip ekuifinalitas.
Prinsip desentralisasi dilandasi oleh teori dasar bahwa pengelolaan sekolah dan
aktifitas pengajaran tak dapat dielakkan dari kesulitan dan permasalahan.
Pendidikan adalah masalah yang rumit dan kompleks sehingga memerlukan
desentralisasi dalam pelaksanaannya.
Oleh karena itu, sekolah harus diberi kekuasaan dan tanggung jawab untuk
memecahkan masalahnya secara efektif dan secepat mungkin ketika masalah itu
muncul. Dengan kata lain, tujuan prinsip desentralisasi adalah efisiensi dalam
pemecahan masalah, bukan menghindari masalah. Oleh karena itu MBS harus
mampu menemukan masalah, memecahkannya tepat waktu dan memberi
sumbangan yang lebih besar terhadap efektivitas aktivitas pengajaran dan
pembelajaran. Tanpa adanya desentralisasi kewenangan kepada sekolah itu sendiri
maka sekolah tidak dapat memecahkan masalahnya secara cepat, tepat, dan
efisiensi.
c) Prinsip Sistem Pengelolaan Mandiri (Principal of Self Managing System)
Prinsip ini terkait dengan prinsip sebelumnya, yaitu prinsip ekuifinalitas
dan prinsip desentralisasi. Ketika sekolah menghadapi permasalahan maka harus
diselesaikan dengan caranya sendiri. Sekolah dapat menyelesaikan masalahnya
bila telah terjadi pelimpahan wewenang dari birokrasi diatasnya ke tingkat
sekolah. Dengan adanya kewenangan di tingkat sekolah itulah maka sekolah dapat
melakukan sistem pengelolaan mandiri.

5
d) Prinsip Inisiatif Manusia (Principal of Human Initiative)
Prinsip ini mengakui bahwa manusia bukanlah sumber daya yang statis,
melainkan dinamis. Oleh karena itu, potensi sumber daya manusia harus selalu
digali, ditemukan, dan kemudian dikembangkan. Sekolah dan lembaga pendidikan
yang lebih luas tidak dapat lagi menggunakan istilah staffing yang konotasinya
hanya mengelola manusia sebagai barang yang statis. Lembaga pendidikan harus
menggunakan pendekatan human recources development yang memiliki konotasi
dinamis dan menganggap serta memperlakukan manusia di sekolah sebagai aset
yang amat penting dan memiliki potensi untuk terus dikembangkan.
(Nurkolis,2003: 52.)
Dalam manajemen pendidikan dikenal dua mekanisme pengaturan, yaitu
sistem sentralisasi dan desentralisasi. Dalam sistem sentralisasi, segala sesuatu
yang berkenaan dengan penyelenggaraan pendidikan diatur secara ketat oleh
pemerintah pusat. Sementara dalam sistem desentralisasi, wewenang pengaturan
tersebut diserahkan kepada pemerintah daerah. Kedua sistem tersebut dalam
prakteknya tidak berlaku secara ekstrem, tetapi dalam bentuk kontinum; dengan
pembagian tugas dan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah
(lokal). Hal ini juga berlaku dalam manajemen pendidikan Indonesia,
sebagaimana dijelaskan dalam Penjelasan uuspn 1989 bahwa pendidikan nasional
diatur secara pusat (sentralisasi), namun penyelenggaraan satuan dan kegiatan
pendidikan dilaksanakan secara tidak terpusat (desentralisasi). Hal tersebut cukup
beralasan karena masing-masing menpunyai kelebihan dan kekurangan sehingga
untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya dan mengurangi segi-segi
negatif, penegelolaan pendidikan tersebut mamadukan sisten sentralisasi dan
desentralisasi.
Sistem pengaturan yang sentralistik ditunjukan untuk manajemen yang
integritas, kesatuan dan persatuan bangsa. (Tilaar,1991:22) mengemukakan bahwa
pendekatan sentralistik mempunyai posisi yang sangat strategis dalam
mengembangkan kehidupan dan kohesinasional karena peserta didiknya adalah
kelompok umur yang secara pedagogik sangat peka terhadap pembentukan
kepribadian. Dalam jenjang inilah dapat diletakan dasar-dasar yang kokoh bagi

6
ketahanan nasional, apresiasi kebudayaan nasional dan daerah, serta nilai-nilai
petriotisme dan cinta tanah air sebagai negara kesatuan. Dalam pelaksanaan
manajemen berbasis sekolah, pendekatan sentralistik masih diperlukan terutama
untuk menentukan kurikulum pendidikan nasional dan menetapkan anggaran agar
dapat dicapai kesamaan dan pemerataan standar pendidikan di seluruh tanah air.
Dalam bidang pendidikan, desentralisasi mengandung arti sebagai
pelimpahan kekuasaan oleh pusat kepada aparat pengelola pendidikan yang ada di
daerah baik tingkat provinsi maupun lokal, sebagai perpanjangan aparat pusat
untuk meningkatkan efisiensi kerja dalam pengelolaan pendidikan di daerah.
Dalam manajemen pendidikan dasar, desentralisasi memang dapat melemahkan
tumbuhnya perasaan nasional yang sehat, dapat menimbulkan rasa kedaerahan
yang berlebihan, serta akan menjurus pada isolasi dan pertentangan. Namun,
dengan pengakuan dan kesepakatan untuk menjadikan pancasila sebagai satu-
satunya asas bangsa dan negara, kecenderungan separatisme dapat dikurangi dan
ditekan seminimal mungkin.
Implikasi desentralisasi manajemen pendidikan adalah kewenangan yang
lebih besar diberikan kepada kabupaten dan kota untuk mengelola pendidikan
sesuai dengan potensi dan kebutuhan daerahnya; perubahan kelembagaan untuk
memenuhi kebutuhan dan meningkatkan efisiensi serta efektifitas dalam
pelaksanaan dan perencanaan pada unit-unit kerja di daerah; kepegawaian yang
menyangkut perubahan dan pemberdayaan sumber daya manusia yang
menekankan pada profesionalisme; serta perubahan-perubahan
anggaranpembangunan pendidikan (DIP) yang dikelola langsung dari BKPN
(Bappenas) ke kabupaten dalam bentuk blok ground sehingga menghilangkan
ketakutan dan pengotaan dalanm penanganan anggaran (BPPN dan Bank Dunia,
1999).
Pelaksanaan desentralisasi dalam pengelolaan sekolah memerlukan
kesiapan berbagai perangkat pendukung di daerah. Sedikitnya ada empat hal yang
harus dipersiapkan agar pelaksanaan desentralisasi berhasil, yaitu (1) peraturan
perundang-undangan yang mengatur desentralisasi pendidikan dari tingkat daerah,
provinsi sampai tingkat kelembagaan; (2)pembinaan kemampuan daerah,

7
(3)pembentukan perencanaan unit yang bertanggung jawab untuk menyusun
perencanaan pendidikan, dan (4) perangkat sosial, berupa kesiapan masyarakat
setempat untukmenerima dan membantu menciptakan iklim yang kondusif bagi
pelaksanaan desentralisasi tersebut.
MBS memerlukan upaya-upaya penyatupaduan atau penyelarasan
sehingga pelaksanaan pengaturan berbagai kompenen sekolah tidak tumpang
tindih, berbenturan, saling lempar tugas dan tanggung jawab. Dengan demikian
tujuan yang ditetapkan dapat dicapai secara efektif dan efisien.

2.2. Bentuk Penguatan Konsep Manajemen Berbasis Sekolah

2.2.1. Tujuan MBS


Manajemen Berbasis Sekolah ( MBS) merupakan salah satu cara
pemerintah untuk mencapai keunggulan masyarakat bangsa dalam ilmu teknologi,
yang dinyatakan dalam GBHN. Hal tersebut diharapkan dapat dijadikan landasan
dalam pengembangan pendidikan di Indonesia yang berkualitas dan
berkelanjutan, baik secara makro, meso, maupun mikro.
MBS, yang ditandai dengan otonomi sekolah dan pelibatan masyarakat
merupakan respons pemerintah terhadap gejala-gejala yang muncul dimasyarakat,
bertujuan untuk meningkatkan efisiensi, mutu dan pemerataan pendidikan.
Peningkatan efisiensi antara lain, diperoleh melalui keluasaan mengelola sumber
daya partisipasi masyarakat dan penyerderhanaan birokrasi. Sementara
peningkatan mutu dapat diperoleh, antara lain, melalui partisipasi orangtua
terhadap sekolah, fleksibilitas pengelolaan sekolah dan kelas, peningkatan
profesionalisme guru dan kepala sekolah, berlakunya system disinsetif.
Peningkatan pemerataan antara lain diperoleh melalui peningkatan partisipasi
masyarakat yang memungkinkan pemerintah lebih berkonsentrasi pada kelompok
tertentu. Hal ini dimungkinkan karena pada sebagian masyarakat tumbuh rasa
kepemilikan yang tinggi terhadap sekolah.

8
2.2.2. Manfaat MBS
MBS memberikan kebebasan dan kekuasaan yang besar pada sekolah,
disertai seperangkat tanggung jawab. Dengan adanya otonomi yang memberikan
tanggung jawab pengelolaan sumber daya dan pengembangan strategi MBS
sesuai dengan kondisi setempat, sekolah dapat lebih meningkatkan kesejahteraan
guru sehingga dapat lebih berkonsentrasi pada tugas. Dengan diberikannya
kesempatan pada sekolah untuk menyusun kurikulum, guru didorong untuk
berinovasi, dengan melakukan eksperimentasi-eksperimentasi di lingkungan
sekolahnya. Dengan demikian, MBS mendorong profesionalisme guru dan kepala
sekolah sebagai pemimpin pendidikan di sekolah.melalui penyusunan kurikulum
efektif, rasa tanggap sekolah terhadap kebutuhan setempat meningkat dan
menjalin layanan pendidikan sesuai dengan tuntutan peserta didik dan masyarakat
sekolah. MBS menekankan keterlibatan maksimal berbagai pihak, seperti pada
sekolah-sekolah swasta, sehingga menjamin partisipasi staf, orang tua, peserta
didik, dan masyarakat yang lebih luar dalam perumusan-perumusan keputusan
tentang pendidikan. kesempatan partisipasi tersebut dapat meningkatkan
komitmen mereka pada sekolah. Selanjutnya, aspek-aspek tersebut pada akhirnya
dapat mendukung efektifitas dalam pencapaian tujuan sekolah. Adanya kontrol
dari masyarakat dan monitoring dari pemerintah, pengelolaan sekolah akan lebih
akuntabel, transparan, egaliter, dan demokratis, serta menghapuskan monopoli
dalam pengelolaan pendidikan. untuk kepentingan tersebut diperlukan kesiapan
pengelola pada berbagai level untk melakukan kewenangan dan tanggung jawab.

2.2.3. Karakteristik MBS


Karakteristik MBS bisa diketahui antara lain dari bagaimana sekolah dapat
mengoptimalkan kinerja organisasi sekolah, proses belajar-mengajar, mengelola sumber
daya manusia, dan pengelolaan sumber daya dan administrasi. Lebih lanjut BPPN dan
Bank Dunia (1999), mengutip dari focus on school: The future Organisation of Education
Services for Students, Departement of Education, Australia (1990), mengemukakan ciri-
ciri MBS dalam bagan berikut.

9
Organisasi Proses Belajar Sumber Daya Sumber Daya
Sekolah Mengajar Manusia Admistrasi

Menyediakan Meningkatkan Memberdayakan Mengidentifikasi


Manajemen kualittas belajar staf dan dana yang
organisasi siswa menempatkan diperlukan dan
kepemimpinan personel yang mengalokasikan
transformasional dapat melayani dana tersebut
dalam mencapai semua sesuai dengan
tujuan sekolah keperluan siswa kebutuhan
Menyusun Mengembangkan Memilih stas Mengelola dana
rencana sekolah kurikulum yang yang memiliki seklah
dan cocok dan tanggap wawasan
merumuskan terhadap manajemen
kebijakan untuk kebutuhan siswa berbasis sekolah
sekolahnya dan masyarakat
sendiri sekolah
Mengelola Menyelenggarakan Menyediakan Menyediakan
kegiatan sekolah pengajaran yang kegiatan untuk dukungan
efektif pengembangan administratif
profesi dan
semua staf
Menjamin Menyediakan Menjamin Mengelola dan
adanya progam kesejahteraan memelihara
komunikasi pengembangan staf dan siswa gedung dan
yang efektif yang diperlukan sarana lainnya
antara sekolah siswa
dan masyarakat
terkait (school
community)

10
Menjamin akan Progam Kesejahteraan Memelihara
terpeliharanya pengembangan staf dan siswa gedung dan
sekolah yang yang diperlukan sarana lainnya
bertanggung siswa
jawab
(akuntabel
terhadap
masyarakat dan
pemerintah)

2.3. MBS Sebagai Pusat Pemberdayaan

Pemberdayaan dimaksudkan untuk mengangkat harkat dan martabat


masyarakat dalam perekonomiannya, hak-haknya, dan memiliki posisi yang
seimbang dengan kaum lain yangselama ini telah lebih mapan kehidupannya.

Pemberdayaan telah merambah ke berbagai bidang dan aspek kehidupan


manusia, termasuk pendidikan, antara lain dikeluarkannnya kebijakan MBS
sebagai paradigma baru manajemen pendidikan. manajemen berbasis sekolah
merupakan pemberdayaan sekolah dalam rangka peningkatan mutu dan
kemandirian sekolah. Kindervatter (1979) memberikan batasan pemberdayaan
sebagai peningkatan pemahaman manusia untuk mengikatkan kedudukannya di
masyarakat. Peningkatan kedudukan itu meliputi kondisi-kondisi sebagai berikut.

1. Akses, memiliki peluang yang cukup besar untuk mendapatkan sumber sumber
daya dan sumber dana;

2. Daya pengungkit, meningkat dalam hal daya tawar kolektifnya;

3. Pilihan-pilihan, mampu dan memiliki peluang terhadap berbagai pilihan;

11
4. Status, meningkatkan citra diri, kepuasan diri, dan memiliki perasaan yang
positif atas identitas budayanya;

5. Kemampuan refleksi kritis, mnggunakan pengalaman untuk mengukur potensi


keunggulanya atas berbagai peluang pilihan-pilihan dalam pemecahan masalah;

6. Legitimasi, ada pertimbangan ahli yang menjadi justifikasi atau yang


membenarkan terhadap alasan-alasan rasional atau kebutuhan-kebutuhan
masyarakat;

7. Disiplin, menetapkan sendiri standar mutu untuk pekerjaan yang dilakukan


untuk orang lain; dan

8. Presepsi kreatif, sebuah pandangan yang lebih positifdan inovatif terhadap


hubungan dirinya dengan lingkungannya.

Kondisi-kondisi tersebut dapat dipandang sebagai hasil dan proses pemberdayaan.


Dengan kata lain, pemberdayaan dikatakan berhasil jika pada diri khalayak
sasaran dapat diamati atau dapat menunjukan keadaan permukaan atau inikator
sebagaimana tersebut diatas.

Cook dan Macaulay (1997) memberikan devinisi pemberdayaan sebagai “alat


penting untuk memperbaiki kinerja organisasi melalui penyebaran perbuatan
keputusan dan tanggung jawab”. Dengan demikian, akan mendorong keterlibatan
para pegawai dalam pengambilan keputusan dan tanggung jawab. Dalam dunia
pendidikan pemberdayaan ditunjukan kepada para peserta didik, guru, kepala
sekolah, dan pegawai admiistrasi. Dalam MBS, pemberdayaan dimaksudkan
untuk memperbaiki kinerja sekolah agar dapat mencapai tujuan secara optimal,
efektif dan efisien. MBS sebagai proses pemberdayaan merupakan cara untuk
membangkitkan kemauan dan potensi peserta didik agar memiliki kemampuan
mengontrol diri dan lingkungannya untuk dimanfaatkan bagi kepentingan
peningkatan kesejarteraan. Sedikitnya ada tiga langkah pemberdayaan, dalam
kaitannya dengan MBS, Yaitu, (1) menyusun kelompok guru sebagai penerima
awal atas rencana pendidikan awal ; (2) mengidentifikasi dan membangun

12
kelompok peserta didik di sekolah; (3) memilih dan melatih guru dan tokoh
masyarakat yang terlibat secara langsung dalam implementasi manajemen
berbasis sekolah;

Untuk dapat memahami dan menerapkan MBS sebagai proses peberdayaan


terdapat beberapa hal yang perlu mendapat perhatian, sebagai yang dijelaskan
sebagai berikut:

1. Pemberdayaan berhubungan dengan upaya peningkatan kemampuan


masyarakat untuk memegang kontrol (atas diri dan lingkungannya); dari konsepsi
itu perlu dilakukan upaya yang memperhatikan prinsip-prinsip, (a) melakukan
pembangunan yang bersifat lokal; (b) mengutamakan dan merupakan aksi sosial;
(c) menggunakan pendekatan organisasi kemasyarakatan setempat.

2. Adanya kesamaan dan kesepadanan kedudukan dalam hubungan kerja;


dari konsepsi itu perlu dilakukan upaya yang memperhatikan prisip-prinsip; (a)
manajemen yang awakelola oleh guru dan kepala sekolah , (b) kepemilikan oleh
masyarakat (tumbuhnya rasa memiliki pada masyarakat terhadap program
sekolah, (c) pemantauan langsung oleh pemerintah daerah, (d) tumbuhnya rasa
kebersamaan (collectives), (e) bekerja secara kolaborasi antara berbagai pihak
yang berkepentingan dengan sekolah, baik dari sekolah, masyarakat, pemerintah
lembaga swasta, atau pihak-pihak lain.

3. Menggunakan pendekatan partisipatif dari konsepsi tersebut beberapa


prinsip yang perlu di aktualisasikan adalah; (a) merumuskan tujuan bersama
antara sekolah dan masyarakat, (b) menyikapi peluncuran program MBS sebagai
sebuah proses dialog, (c) melakukan pembangunan sendiri.

4. Pendidikan untuk keadilan, dari konsepsi itu, beberapa prinsip yang perlu
diimplementasikan adalah; (a) mengembangkan kesadaran kritis, (b)
menggunakan metode diskusi dalam kelompok kecil, (c) manggunakan stimulus
berupa masalah-masalah, (d) menggunakan sarana seperti permainan sebagai alat
untuk membantu masyarakat melihat kembali dan membuat refleksi
tentangrealitas yang dihadapi, (f) mengutamakan menyelesaikan konflik secara

13
menang-mengangan (win-win sollution) ,(g) menjalin hubungan antara manusia
yang bersifat non-hierarkis, termasuk melalui dialog dan pembagian
kepemimpinan, dan, (h)menggunakan fasilitator yang komit terhadap pembebasan

Keempat hal tersebut merupakan ciri proses pemberdayaan, yang meliputi


(a)community organization; (b) self/management and collaboration; (c)
participatory approaches; dan (d) education of justive. Ciri-ciri inilah yang
menjadi tahapan dasar dalam MBS. Berikut rincian ungkapan karakteristik
pemberdayaan Kindervatter (1979)yang disebutkannya dalam bahasa orang awam
(commonolities).

1. Penyusunan kelompok kecil; pemberdayaan menekankan aktivitas dalam


kelompok kecil yang mandiri. Kelompok-kelompok yang tumbuh secara alamiah
barangkali akan menguat atau terbentuk dengan basis inters-inters masyarakat.
Koalisi juga perlu dibentuk di antar para anggota kelompok.

2. Pengalihan tanggung jawab; dalam manajemen berbasi sekolah terjadi


pengalihan dari pemerintah kepada sekolah untuk memberdayakan diri dan
lingkungannya. Dalam tahap-tahap awal kegiatan, masyarakat barangkali agak
malas atau enggan untuk terlibat. Namun, pengalaman yang positif akan
menanggulangi kemalasan tersebut.

3. Pimpinan oleh para partisipan; dengan latihan mengontrol atau mengambil


keputusan dalam tingkat yang tinggi (akan) mendorong semua aspek aktivitas
organisasi. Kepemimpinan dan pemimpin akan muncul secara alamiah atau
dengan dipilih oleh masyarakat sendiri.

4. Guru sebagai fasilitator; guru sebagai fasilitator merupakan pembimbing


proses, orang sumber, orang yang menunjukkan dan mengenalkan kepada peserta
didik tentang masalah-masalah yang dihadapi. Komitmen guru dan kepala sekolah
sebagai fasilitator adalah terhadap keberhasilan tujuan pemberdayaan dan
melaksanakan peran besarnya sebagai pendukung masyarakat agar bisa bekerja
secara mandiri.

14
5. Proses bersifat demokratis dan hubungan kerja yang luwes; segala sesuatu
dalam manajemen berbasis sekolah dirundingkan bersama dalam kedudukan yang
sederajat dan diputuskan melalui pemungutan suara atau musyawarah
(konsensus). Peranan dan tanggung jawab dibagi merata. Dalam beberapa kasus,
partisipan tidak tahu bagaimana bertingkah laku secara kooperatif dan demokratis.
Namun hal itu akan diperolehnya melalui belajar.

6. Merupakan integrasi antara refleksi dan aksi; pengalaman dan masalah-


masalah yang dimiliki para partisipan akan menghasilkan fokus. Analisis terhadap
aksi dan reaksi secara bersama mendorong ke arah perubahan yang melibatkan
setiap orang pada berbagai resiko pemecahan masalah, perencanaan,
pengembangan ketrampilan, dan pertentangan.

7. Metode yang mendorong kepercayaan diri; metode yang digunakan


bersifat meningkatkan keterlibatan aktif, dialog, dan aktivitas kelompok secara
mandiri.

8. Meningkatkan derajat kemandirian social, ekonomi, dan politik, sebagai


hasil proses pemberdayaan kedudukan partisipan dalam masyarakat meningkat
dalam hal-hal khusus tertentu.

15
BAB III

METODE

3.1. Metode Observasi


Adapun metode yang digunakan dalam observasi yaitu :

1. Wawancara kepala sekolah


2. Dokumentasi profil sekolah
3. Pedoman wawancara

Adapun metode pedoman wawancara antara lain :

1. Apakah sekolah menyediakan menejmen organisasi kepemimpinan dalam


tujuan sekolah
2. Apakah sekolah menyusun rencana sekolah dan merumuskan kebijakan
untuk sekolah sendiri
3. Bagaimana kepala sekolah menegelola kegiatan sekolah
4. Bagaimana Komunikasi yang efektif antara sekolah dan masyarakat
5. Bagaimana cara guru Meningkatkan kualitas belajar siswa
6. Apakah sekolah ini Menyediakan program pengembangan yang di
perlukan siswa
7. Apakah pihak sekolah Merumuskan tujuan bersama antar sekolah dan
masyarakat
8. Apakah sekolah ini Melakukan pembangunan sendiri
9. Apakah di sekolah ini Menggunakan diskusi dalam kelompok kecil dalm
pemecahan masalah

16
BAB IV

RUMUSAN HASIL

LAPORAN HASIL OBSERVASI

4.1 Waktu dan Tempat Observasi


Tempat : SDN No. 29 Kota Selatan
Hari/tanggal : Rabu 28 November 2018
Pukul : 08. Sd selesai

4.2 Profil sekolah


Nama : SDN No. 29 Kota Selatan
Npsn : 40501049
Status : Negeri
N.s.s : 101306003002
Provinsi : Gorontalo
Kecamatan : Kota Selatan
Desa/kelurahan : limba U2
Kode pos : 96115
Telepon :-

Daerah : Perkotaan
Status Sekolah : Negeri Swasta
Kelompok Sekolah : Inti Model Filial Terbuka
Akreditasi :A
Surat Keputusan : Nomor : - Tgl : -
Penerbit ditandatangani oleh :-
Tahun Berdiri :
Kegiatan Belajar Mengajar : Pagi Siang Pagi & Siang
Bangunan Sekolah : Milik Sendiri Bukan Milik Sendiri
Lokasi Sekolah : Pusat Kota
Luas Bangunan :-

17
Luas Tanah : 1,785 m2
Jarak ke Pusat Kecamatan : 2 km
Jarak ke Pusat OTODA :-
Terletak pada lintasan : Prop Kec. Kab. Desa
Jumlah keanggotaan Rayon : …Sekolah
Organisasi Penyelenggara : Pemerintah Yayasan Org.

4.2.1 Visi Misi Sekolah


A. Visi
Terselenggaranya layanan prima pemerintah kota gorontalo untuk untuk
mewujudkan masyarakat yang SMART (sejahtera, maju, aktif, religious, terdidik).

B. Misi
1. Reformal birokrasi untuk untuk mewujudkanaparatur pemerintahan kota
gorontalo yang disiplin, professional, kreatif, inofativ, serta berorientasi
kepada layanan masyarakat.
2. Nebingkatkan ketersediaan infrastruktur yang mendukung sector pendidikan,
kesehatan, penataan kawasan pemukiman penduduk, pasar tradisional,
fasilitas olahraga dan perkembangan parawisata kota gorontlo
3. Meningkatakan fungsi dan peranan UMKM sebagai pelaku ekonomi yang
manidiri, maju, berkontribusi aktif bagi pertumbuhan ekonomi kota gorontalo
4. Mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat kota gorontalo untuk
memperoleh akses layanan pendidikan dan kesehatan yang terjangkau dan
bermutu
5. Melestarikan nilai-nilai relegius dan cultural masyarakat gorontalo yang
terkandung filosofi adat dan sara bersendi Al-Quraan
6. Meningkatkan kualitas SDM masyarakat kota gorontalo melakukan
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

18
4.3 Rumusan hasil wawancara
1) Apakah sekolah ini menyediakan menejmen organisasi kepemimpinan
tranformasional dalam tujuan sekolah, menejmen kepemimpinan ada disetiap
sekolah karena seperti yang kita ketahui guru-guru dalam satu sekolah ini
tadinya tidak mempunyai hubungan apa-apa ketika di satukan disekolah ini
hanya lewat SK otomatis dengan dengan adanya menejmen kepemimpinan
bagaimana kepala sekolah bisa menyatukan guru-guru dalam bentuk
organisasi ini
2) Apakah sekolah menyusun rencana sekolah dan merumuskan kebijakan untuk
sekolah sendiri, ya kepala sekolah dan guru-guru mengadakan rapat untuk
merumuskan tujuan kebijakan sekolah sendiri, contohnya seperti kehadiran
siswa, guru membuat peraturan siswa itu kalau sudah 3x terlambat guru
memberikan sangsi kepada siswa dan memeberikan suarat peringatan kepada
orang tua
3) Bagaimana kepala sekolah menegolah kegiatan sekolah, kepala sekolah akn
melibatkan semua guru-guru dan juga orang tua siswa, kemudian sekolah
juga akan membentuk panitia kegiatan, jadi ketika ada kegiatan ada panitia
inti yang langsung bertugas melakukan kegiatan tersebut
4) Bagaimana komunikasi yang efektif antara sekolah dan masyrakat,
komunikasi antara guru dan orang tua Alhamdulillah baik, karena ketika
orang tua anaknya bermasaalah mereka tidak menyelesaikan secara senidiri
mereka datang sekolah dan berkomunikasi baik dengan guru
5) Bagaimana cara guru meningkatkan kualitas belajar siswa, untuk
meningkatkan kualitas belajar siswa yaitu berbagai macam cara mereka
menggunakan cara pendekatan kepada siswa, menggunakan metode-metode,
kemudian ketika mengajar guru menciptakan suasana belajar yang
menyenangkan dan memberikan motivasi kepada siswa.
6) Apakah sekolah ini Menyediakan program pengembangan yang di perlukan
siswa, menggunakan LCD, disekolah tersebut tersedia 2 LCD
7) Apakah pihak sekolah ini melakukan pembangunan sendiri, tidak melakukan
pembangunan sendiri karena Memang betul sekolah tersebut ada dana bos

19
tapi dalam juknis itu tidak bisa membangun baru, kecuali kalau adanya
perawatan dan pemeliharaan bisa di gunakan dan tersebut
8) Apakah sekolah ini menggunakan diskusi kecil dalam memecahkan masalah,
yah jelas menggunakan kelompok kecil dalam memecahkan masalah,
misalnya guru yang mempunyai masalah dengan siswa dan biasanya ada
anak-anak sekarang sudah tidak bisa di ambil dengan keras, kemudian
mungkin ada orang tua yang komplein, otomatis guru dan orang tua duduk
bersama dalam memecahkan masalah tersebut, kebersamaan di SDN 29 kota
selatan memang kuat sekali, apalagi dengan orang tua siswa

20
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) merupakan bentuk alternatif


pengelolaan sekolah dalam rangka desentaralisasi pendidikan, yang di tandai
adanya kewenangan pengambilan keputusan yang lebih luas di tingkat sekolah,
partispasi masyarakat yang relatif tinggi, dalam kerangka kebijakan pendidikan
Nasional.

Melalui penerapan MBS, kepedulian masyarakat untuk ikut serta


mengontrol dan menjaga kualitas layanan pendidikan akan lebih terbuka untuk
dibangkitkan. Dengan demikian kemandirian sekolah akan diikuti oleh daya
kompetisi yang tinggi akan akuntabilitas publik yang memadai.

MBS memberikan kebebasan dan kekuasaan yang besar pada sekolah,


disertai seperangkat tanggung jawab. Dengan adanya otonomi yang memberikan
tanggung jawab pengelolaan sumber daya dan pengembangan strategi MBS
sesuai dengan kondisi setempat, sekolah dapat lebih meningkatkan kesejahteraan
guru sehingga dapat lebih berkonsentrasi pada tugas.

Pemberdayaan dimaksudkan untuk mengangkat harkat dan martabat


masyarakat dalam perekonomiannya, hak-haknya, dan memiliki posisi yang
seimbang dengan kaum lain yangselama ini telah lebih mapan kehidupannya.

5.2 Saran

Manajemen sekolah sangat berpengaruh terhadap keefektifan kurikulum


karena dengan pengelolaan yang baik akan menghasilkan hasil yang baik pula
(mutu pendidikan akan lebih meningkat).

21
LAMPIRAN

DOKUMENTASI

22
DAFTAR PUSTAKA

Mulyasa. (2004). “Manajemen berbasis sekolah, https:


http://izzaucon.blogspot.com/2014/06/pelaporan-manajemen-berbasis-sekolah-
mbs.html

Slameto. (2002). “Konsep Manajemen Berbasis Sekolah”.


https://urayiskandar.com/2017/08/konsep-manajemen-berbasis-sekolah-
2.html 23 September 2018.

Kindervatter. (1979). “C. MBS Sebagai Pusat Pemberdayaan”.


https://www.scribd.com/document/341030785/MBS-Sebagai-Proses-
Pemberdayaan. 23 September 2018.

23

Anda mungkin juga menyukai