CHAPTER 7
OLEH:
A. Pendahuluan
Salah satu permasalahan pendidikan yang dihadapi bangsa Indonesia saat ini
adalah rendahnya mutu di berbagai lembaga pendidikan khususnya lembaga
pendidikan Islam. Rendahnya kualitas pendidikan tersebut meniscayakan adanya
berbagai upaya dalam meningkatkan mutu pendidikan oleh semua pihak. Berbagai
upaya telah dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan seperti pengembangan
kurikulum, peningkatan kompetensi tenaga pendidik, peningkatan manajemen
pendidikan, dan pengadaan serta perbaikan sarana dan prasarana pendidikan.
Upaya-upaya tersebut dilandasi suatu kesadaran bahwa betapa pentingnya peranan
pendidikan dalam pengembangan sumber daya manusia dan pengembangan watak
bangsa (Mulyasa, 2005)
Menurut Aziz (2015) beberapa hal yang menjadi penyebab rendahnya mutu
pendidikan Islam adalah pertama, adanya penyelenggaraan pendidikan pendidikan
yang kurang memperhatikan pada tahap proses. Padahal proses sangat menentukan
kualitas lulusan yang ada.
Kedua, penyelenggaraan pendidikan Islam dilakukan secara birokratik-
sentralistik sehingga penyelenggaraan pendidikan sangat tergantung pada
keputusan birokrasi dan kadang-kadang kebijakan yang dikeluarkan tidak sesuai
dengan kondisi yang ada. Madrasah lebih merupakan subordinasi birokrasi di
atasnya sehingga mereka kehilangan kemandirian, keluwesan, motivasi, kreativitas,
inisiatif untuk mengembangkan dan memajukan lembaganya termasuk peningkatan
mutu pendidikan sebagai salah satu tujuan pendidikan nasional
Ketiga adanya hubungan yang kurang harmonis antara lembaga pendidikan
Islam khususnya madrasah dengan masyarakat. Selama ini peran serta warga
sekolah khususnya guru dan peran serta masyarakat khususnya orang tua siswa
dalam penyelenggaraan pendidikan sangat minim. Partisipasi guru dalam
pengambilan keputusan sering diabaikan, partisipasi masyarakat pada umumnya
sebatas pada dukungan dana. Sehingga seolah tidak lagi ada hubungan timbal balik
antara lembaga pendidikan dengan masyarakat.
Permasalahan di atas semestinya dapat teratasi seiring dengan lahirnya
Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah dan Undang-
undang Nomor 25 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah. Undang-
undang tersebut membawa konsekuensi terhadap bidang-bidang kewenangan
daerah sehingga lebih otonom, termasuk bidang pendidikan (Mulyasa, 2014)
Undang-undang tersebut memang memberikan langkah solusi dengan
berbagai persoalan yang ada di madrasah. Keambiguan posisi madrasah sebagai
lembaga pendidikan menjadikan madrasah tetap di bawah kementrian agama
dengan sistem sentralisasi yang seolah-olah menafikan undang-undang otonomi
daerah.
B. Pembahasan
1. Hakikat Manajemen Berbasis Sekolah
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) merupakan gagasan yang
kehadirannya dipicu oleh ketidakpuasan atau kegerahan para pengelola
a. Partisipasi Stakeholder:
Melibatkan semua pihak terkait, termasuk guru, orang tua, siswa,
komite sekolah, dan masyarakat setempat dalam proses perencanaan.
Mereka dapat memberikan masukan dan perspektif yang berharga.
b. Penentuan Visi dan Misi:
MBS dimulai dengan menetapkan visi dan misi sekolah. Visi dan
misi ini harus mencerminkan nilai-nilai Islam dan tujuan pendidikan
Islam yang diemban oleh lembaga.
c. Perencanaan Strategis:
Merancang rencana strategis yang mencakup tujuan jangka
pendek dan jangka panjang, serta langkah-langkah konkret untuk
mencapainya. Pastikan rencana ini selaras dengan visi dan misi Islam
sekolah.
d. Pengelolaan Sumber Daya:
Mengelola sumber daya manusia, finansial, dan fisik secara
efisien. Ini mencakup alokasi dana untuk kegiatan pendidikan,
pengembangan staf, dan perawatan fasilitas.
e. Penilaian Kinerja:
Melakukan evaluasi berkelanjutan terhadap kinerja lembaga
pendidikan. Ini dapat melibatkan pengumpulan data, analisis hasil
belajar siswa, dan pemantauan terhadap pencapaian tujuan.
f. Perbaikan Berkelanjutan:
Mengidentifikasi area yang memerlukan perbaikan dan
mengambil langkah-langkah untuk meningkatkan kualitas pendidikan.
Ini mencakup pembelajaran dari pengalaman dan mengadaptasi
rencana strategis sesuai kebutuhan.
g. Pelibatan Komunitas:
Melibatkan komunitas setempat dalam mendukung dan
memantau perkembangan lembaga pendidikan. Dukungan komunitas
c. Peluang (Opportunities):
1) Dukungan pemerintah: Pemerintah dapat memberikan insentif
atau dukungan keuangan untuk meningkatkan kualitas pendidikan
di lembaga pendidikan Islam melalui evaluasi berbasis sekolah.
2) Peningkatan minat dalam pendidikan agama: Dengan
meningkatnya minat dalam pendidikan agama, terdapat peluang
untuk mengembangkan evaluasi yang lebih relevan terhadap
tujuan agama.
3) Pengembangan kemitraan: Lembaga ini dapat menjalin kemitraan
dengan organisasi-organisasi terkait untuk mendukung
pelaksanaan kebijakan evaluasi.
d. Ancaman (Threats):
1) Persaingan dengan lembaga pendidikan lainnya: Persaingan
dengan lembaga pendidikan lain yang menawarkan program
serupa dapat menjadi ancaman.
2) Perubahan regulasi: Perubahan regulasi pemerintah atau
kebijakan pendidikan dapat mempengaruhi pelaksanaan kebijakan
evaluasi manajemen berbasis sekolah.
3) Teknologi dan globalisasi: Teknologi dan globalisasi dapat
membuat lembaga pendidikan Islam harus beradaptasi dengan
perkembangan baru dalam evaluasi pendidikan.
C. Kesimpulan
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) adalah pendekatan manajemen dalam
dunia pendidikan yang memberikan otonomi kepada sekolah untuk mengelola
sumber daya, proses pembelajaran, dan pengambilan keputusan secara mandiri.
Penerapan MBS menawarkan sejumlah kelebihan, seperti peningkatan partisipasi
stakeholder, peningkatan akuntabilitas, peningkatan kualitas pembelajaran,
D. Daftar Pustaka
Adriani, A., Jamaluddin, E., Rida, N. S., & Pramadana, A. Y. (2020). Analisis
Kebijakan Manajemen Berbasis Sekolah Dalam Peningkatan Mutu
Pendidikan. Jurnal Mappesona, 3(2).
Aziz, A. Z. (2015). Manajemen berbasis sekolah: alternatif peningkatan mutu
pendidikan madrasah. El-Tarbawi, 8(1), 69-92.