Anda di halaman 1dari 43

A.

Judul Penelitian

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN SIMULASI SOSIAL

UNTUK MENINGKATKAN PROSES DAN HASIL BELAJAR SISWA

PADA PELAJARAN IPS MATERI KEGIATAN EKONOMI

MASYARAKAT

( Penelitian Tindakan Kelas pada Siswa Kelas IV SDN Padasuka III

Kecamatan Sumedang Utara Kabupaten Sumedang Tahun Pelajaran

2015/2016)

B. Bidang Ilmu

Pendidikan Guru Sekolah Dasar

C. Latar Belakang Masalah

Peningkatan mutu pendidikan menjadi tanggung jawab bersama

antara sekolah, masyarakat, dan pemerintah. Kerja sama antara sekolah,

masyarakat, dan pemerintah sangat dibutuhkan. Acuan peningkatan mutu

pendidikan mengacu kepada standar nasional pendidikan (SNP). Badan

standar nasional pendidikan (BSNP) memberikan acuan delapan standar

yang harus dikelola, ditingkatkan, direfleksi serta dievaluasi secara

berkelanjutan dan berkesinambungan oleh satuan pendidikan atau sekolah,

masyarakat serta pemerintah. Adapun delapan standar tersebut antara lain:

1) standar isi, 2) standar proses, 3) standar kompetensi kelulusan, 4)

standar tenaga kependidikan, 5) standar sarana prasarana, 6) standar

1
pengelolaan, 7) standar pembiayaan, dan 8) standar penilaian. Kedelapan

standar tersebut secara hierarkis merupakan satu kesatuan yang tidak dapat

lepas satu sama lain. Untuk itu manajemen dan pengelolaan sepenuhnya

menjadi wewenang satuan pendidikan untuk memilah dan memilih serta

memprioritaskan standar mana yang harus didahulukan.

Dalam hal ini tugas utama sekolah dalam rangka meningkatkan

mutu pendidikan diawali dari peningkatan standar kompetensi lulusan,

berarti sekolah tersebut harus menganalisis standar isi mana yang harus

dikembangkan lebih luas dan lebih serius sesuai kebutuhan dan kondisi

sekolah. Selanjutnya harus pula membenahi standar tenaga kependidikan

sebagai agen dan ahli pembelajaran. Dengan demikian pendidik akan

mempersiapkan segala sesuatu yang berkaitan dengan standar proses baik

dari persiapan atau perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, serta sarana

pendukung yang akan selalu direfleksi oleh pendidik. Hasil refleksi

tersebut akan menghasilkan koreksi terhadap strategi, metode, media, serta

model pembelajaran. Sehingga proses pendidikan yang berlangsung di

sekolah dapat menghasilkan anak didik yang memiliki kompetensi yang

sesuai dengan tujuan pendidikan.

Masyarakat dan peningkatan mutu pendidikan juga merupakan dua

hal yang tidak dapat dipisahkan karena, salah satu prinsip yang ada dalam

manajemen berbasis sekolah (MBS) yaitu adanya partisipasi dan peran

serta masyarakat untuk meningkatkan mutu pendidikan. Maka dari itu

2
perlu juga dukungan dari masyarakat, tanpa dukungan dari masyarakat

maka pendidikan tidak akan berhasil dengan maksimal.

Pemerintah juga mempunyai tanggung jawab dalam meningkatkan

mutu pendidikan sesuai dengan pembukaan UUD 1945 yaitu

mencerdaskan kehidupan bangsa. Sehubungan dengan hal ini pemerintah

telah mengambil kebijakan-kebijakan, di antaranya mengenai pelaksanaan

pendidikan dewasa ini yang telah diorientasikan pada peningkatan mutu

pendidikan dengan cara pembenahan kurikulum pendidikan dan

meningkatkan kualifikasi tenaga pendidik yang sesuai dengan kompetensi,

keahlian, dan kebutuhan sekolah baik melalui pendidikan maupun

pelatihan.

Akhir suatu fase proses belajar mengajar (PBM) guru akan

memperoleh keberhasilan atau kegagalan. Terkadang guru berhasil

mengantarkan sebagian besar siswa mencapai kompetensi yang telah

ditetapkan, namun sering pula mengalami kegagalan atau tidak

tercapainya ketuntasan minimal. Keberhasilan dan kegagalan tersebut

harus dievaluasi dan ditemukan faktor penyebab utamanya, mungkin dari

segi strategi, pendekatan, metode, model, teknik, media, materi, termasuk

profil dan karakter guru itu sendiri.

Dengan demikian, penguasaan materi dan ketepatan penggunaan

model pembelajaran serta ketepatan media pembelajaran yang harus

dimiliki dan dikuasai oleh seorang guru sebagai pengajar dapat

mendukung ketercapaian kompetensi siswa secara maksimal.

3
Dalam proses belajar mengajar, seorang guru mempunyai peranan

penting dalam mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan. Proses

pembelajaran dapat dikatakan berhasil jika perolehan penguasaan materi

pelajaran dapat diserap siswa mencapai 80% melalui evaluasi yang

diikutinya.

Pendidikan IPS di SD secara umum memiliki konsep dasar yang

sama dalam penyelenggaraan pendidikan pada jenjang pendidikan lain.

Darmodjo (1992: 11) memandang IPS selain sebagai produk juga sebagai

proses, sebagaimana pendapatnya,

Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan hasil kegiatan manusia


(produk) yang diperoleh dari pengalaman melalui serangkaian proses
sosial dan budaya. Produk ilmu sosial berupa pengetahuan tentang
manusia, tempat dan lingkungan, sistem sosial dan budaya, serta perilaku
ekonomi dan kesejahteraan terdiri dari fakta, konsep, prinsip, hukum dan
teori. Proses tersebut merupakan prosedur empiric dan prosedur analitik.
Prosedur empiric mencakup: pengamatan (observasi), klasifikasi dan
pengukuran. Prosedur analitik mencakup: menyusun hipotesa, merancang
serta melakukan pengamatan, menarik kesimpulan serta meramalkan.
Pemahaman tentang ilmu pengetahuan sosial seyogyanya tidak hanya
memandang IPS sebagai produk tetapi juga sebagai proses.

IPS merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan di

pendidikan dasar khususnya di SD. Mata pelajaran IPS di SD sebagai mata

pelajaran yang merupakan pondasi untuk melanjutkan ke jenjang

pendidikan yang lebih tinggi dan dapat menghadapi tantangan

perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK). Nursid

Sumaatmadja (2006: 24) juga menekankan, “Tujuan utama dari

pembelajaran IPS adalah membina anak didik menjadi warga negara yang

4
baik, memiliki pengetahuan, keterampilan, dan kepedulian sosial yang

berguna bagi dirinya serta masyarakat”.

Dari hasil observasi yang telah dilaksanakan di kelas IV SDN

Padasuka III Kecamatan Sumedang Utara Kabupaten Sumedang tahun

pelajaran 2015/2016 pada pembelajaran IPS dengan materi kegiatan

ekonomi masyarakat, guru kurang maksimal dalam menerapkan model

pembelajaran. Guru hanya menyuruh siswa untuk mencatat, menyimak,

dan tanya jawab singkat. Kondisi siswa selama mengikuti PBM terkesan

pasif dengan ditandai kurangnya aktivitas siswa dalam bertanya, bekerja

sama, hasil evaluasi banyak yang tidak mencapai KKM sehingga guru

harus memberikan remedial. Tetapi kenyataan selanjutnya, ketika guru

sudah memberikan remedial masih saja ada siswa yang belum mencapai

KKM sebesar 75. Berdasarkan observasi awal yang dilakukan peneliti di

kelas IV SDN Padasuka III pada mata pelajaran IPS, menunjukkan bahwa

hasil belajar sebagian besar siswa khususnya jika dilihat dari nilai ulangan

semester I pada materi kegiatan ekonomi masyarakat kurang memuaskan.

Fakta ini dibuktikan secara kuantitatif dengan hasil ujian semester I

menunjukkan bahwa siswa yang memperoleh KKM hanya 8 orang siswa

dari 18 orang siswa ((44,44%) dan 10 siswa (55,56%) memerlukan

remedial. Rendahnya hasil ujian pada mata pelajaran IPS ini menandakan

bahwa pembelajaran yang dilakukan harus diperbaiki. Oleh karena itu,

perlu dirancang pembelajaran IPS yang melibatkan siswa secara aktif

dalam pembelajaran dan sekaligus menanamkan penggunaannya di

5
lingkungan nyata siswa yang nantinya dapat berpengaruh pada hasil

belajar siswa. Memperhatikan permasalahan di atas, sudah selayaknya

dalam pengajaran IPS dilakukan sebuah inovasi, rasanya kurang efektif

apabila diselesaikan secara teori saja (ceramah).

Dalam pembelajaran IPS tentang kegiatan ekonomi masyarakat

terdapat juga beberapa masalah atau kesulitan dalam pembelajaran.

Penyebab kesulitan dalam pembelajaran IPS pada pokok bahasan kegiatan

ekonomi masyarakat, yaitu guru kurang menguasai dan memahami model

pembelajaran yang inovatif, siswa belum terlibat aktif dalam proses

pembelajaran, kurang fokusnya perhatian siswa pada proses pembelajaran

dan masih minimnya sumber belajar bagi siswa. Hal ini yang

menyebabkan rendahnya hasil belajar IPS, khususnya pada siswa kelas IV

SDN Padasuka III Kecamatan Sumedang Utara Kabupaten Sumedang

pada pokok bahasan kegiatan ekonomi masyarakat.

Jika masalah ini tidak diupayakan perbaikannya maka masalah

makro serius menanti bangsa dan negara Indonesia. Karena di masa yang

akan datang siswa akan menghadapi tantangan berat, karena kehidupan

masyarakat global yang selalu berubah dengan cepat dan menyeluruh.

Oleh karena itu mata pelajaran IPS dirancang untuk mengembangkan

pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan anlisis terhadap kondisi sosial

masyarakat dalam memasuki kehidupan bermasyarakat yang dinamis

dengan tujuan:

1) mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan


masyarakat dan lingkungannya.

6
2) memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin
tahu, inquiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam
kehidupan sosial.
3) memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan
kemanusiaan.
4) memilki kemampuan berkomunikasi, bekerja sama, dan berkompetisi
dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan global
(KTSP, Depdiknas. 2006).

Berdasarkan kajian di atas, penulis sebagai peneliti juga sebagai

seorang guru merasa masih perlu meningkatkan pengetahuan dan

keterampilannya dalam mendidik dan mengajar siswa supaya

pembelajaran berjalan dengan baik sesuai tujuan pembelajaran yang akan

dicapai.

Dalam upaya memperbaiki kondisi tersebut maka guru sebaiknya

menerapkan model pembelajaran yang aktif, inovatif, komunikatif, efektif

dan menyenangkan (PAIKEM). Salah satu model pembelajaran yang

relevan dengan model PAIKEM adalah model Simulasi Sosial. Model

pembelajaran simulasi sosial merupakan suatu metode pelatihan yang

memperagakan sesuatu dalam bentuk tiruan (imakan) yang mirip dengan

keadaan yang sesungguhnya (Pusat Bahasa Depdiknas, 2005). Dengan

metode simulasi ini siswa memiliki kemampuan untuk bekerja sama,

komunikasi, dan interaksi terhadap permasalahan. Selain itu melalui

penerapan model pembelajaran simulasi sosial ini bisa mengefektifkan

pelaksanaan pembelajaran, dengan model pembelajaran ini maka siswa

didorong untuk lebih aktif bersaing dengan teman-temannya melalui cara

yang menyenangkan. Sehingga rasa ngantuk, bosan, dan jenuh akan hilang

dalam diri siswa.

7
Dalam model pembelajaran simulasi sosial, ranah yang diutamakan

adalah ranah keterampilan dalam mempraktikan teori yang dipelajari,

sehingga sesuai dengan tujuan pembelajaran IPS bukan hanya sebatas

kemampuan dalam memahami konsep sehingga dalam proses

pembelajaran siswa harus dibiasakan untuk menghadapi kondisi yang akan

dihadapi di dunia nyata yaitu masyarakat.

Sesuai dengan latar belakang masalah di atas maka peneliti tertarik

untuk melakukan penelitiaan tindakan kelas (PTK) dengan judul

”Penerapan Model Pembelajaran Simulasi Sosial untuk Meningkatkan

Proses dan Hasil Belajar Siswa pada Pelajaran IPS Materi Kegiatan

Ekonomi Masyarakat di kelas IV SDN Padasuka III Tahun Pelajaran

2015/2016”.

D. Identifikasi, Rumusan, dan Pemecahan Masalah

1. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian yang dipaparkan dalam latar belakang di atas

permasalahan yang ditemukan di kelas IV SDN Padasuka III pada

pembelajaran IPS tentang kegiatan ekonomi masyarakat dapat

diidentifikasi masalah-masalah sebagai berikut.

1. Siswa belum terlibat aktif dalam proses pembelajaran.

2. Masih minimnya penggunaan media dalam pembelajaran IPS.

3. Kurangnya fokus perhatian siswa pada proses pembelajaran.

8
4. Dalam proses pembelajaran IPS guru tidak menerapkan model

pembelajaran yang berprinsip PAIKEM.

5. Hasil belajar IPS rendah atau tidak mencapai target KKM.

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan di atas,

secara mendasar permasalahan umum dalam penelitian ini adalah

bagaimana penerapan model pembelajaran simulasi sosial untuk

meningkatkan proses dan hasil belajar siswa pada pelajaran IPS materi

kegiatan ekonomi masyarakat di kelas IV SDN Padasuka III

Kecamatan Sumedang Utara Kabupaten Sumedang tahun pelajaran

2015/ 2016.

Dari masalah pokok di atas, diuraikan lagi menjadi sub-sub

permasalahan sebagai berikut.

1. Bagaimana proses penerapan model pembelajaran simulasi sosial

untuk meningkatkan proses dan hasil belajar siswa pada pelajaran

IPS materi kegiatan ekonomi masyarakat di kelas IV SDN

Padasuka III tahun pelajaran 2015/2016 ?

2. Bagaimana hasil penerapan model pembelajaran simulasi sosial

untuk meningkatkan proses dan hasil belajar siswa pada pelajaran

IPS materi kegiatan ekonomi masyarakat di kelas IV SDN

Padasuka III tahun pelajaran 2015/2016 ?

9
3. Pemecahan Masalah

Untuk memecahkan masalah seperti yang telah di ungkapkan

diatas, direncanakan akan dilakukan dengan menggunakan penelitian

tindakan kelas (PTK), yakni penelitian yang dilakukan oleh guru di

dalam kelasnya sendiri melalui refleksi diri dengan tujuan untuk

memperbaiki kinerjanya sebagai guru sehingga proses dan hasil belajar

siswa menjadi meningkat (Wardhani, 2007: 14).

Prosedur pemecahan masalah sesuai dengan metodologi penelitian

tindakan kelas dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Refleksi Perencanaan

Observasi

Tindakan

Refleksi Perencanaan

Observasi

Tindakan

Gambar 1 : Rancangan Model Penelitian Kemmis & Taggart


( Suharsimi Arikunto, 2006 : 93)

10
E. Batasan Masalah

Agar masalah tidak meluas dan tidak berbelok dari arah latar

belakang dan tujuan penelitian , maka penulis membatasi penelitian ini

sebagai berikut.

1. Penggunaan metode simulasi sosial pada pelajaran IPS di kelas IV

SDN Padasuka III tahun pelajaran 2015/2016.

2. Meteri yang diajarkan hanya pada kegiatan ekonomi di masyarakat.

3. Hasil belajar siswa diambil setelah PBM dilaksanakan ( setelah

ulangan harian).

4. Indikator keberhasilan difokuskan pada proses dan hasil belajar .

F. Tujuan Penelitian

Sesuai rumusan dan batasan masalah di atas penelitian ini

dilaksanakan dengan maksud untuk mengetahui penerapan model

pembelajaran simulasi sosial dalam pembelajaran IPS di kelas IV SDN

Padasuka III Kecamatan Sumedang Utara Kabupaten Sumedang tahun

pelajaran 2015/2016 dengan harapan untuk lebih meningkatkan proses dan

hasil belajar siswa.

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Untuk mengetahui proses penerapan model pembelajaran simulasi

sosial untuk meningkatkan proses dan hasil belajar siswa pada

pelajaran IPS materi kegiatan ekonomi masyarakat di kelas IV SDN

11
Padasuka III Kecamatan Sumedang Utara Kabupaten Sumedang tahun

pelajaran 2015/2016.

2. Untuk mengetahui hasil penerapan model pembelajaran simulasi

sosial untuk meningkatkan proses dan hasil belajar siswa pada

pelajaran IPS materi kegiatan ekonomi masyarakat di kelas IV SDN

Padasuka III Kecamatan Sumedang Utara Kabupaten Sumedang tahun

pelajaran 2015/2016.

G. Manfaat Penelitiaan

Penelitian yang dilaksanakan di SDN Padasuka III Kecamatan

Sumedang Utara Kabupaten Sumedang tahun pelajaran 2015/2016 ini

diharapkan memiliki beberapa manfaat sebagai berikut.

1. Secara Teoretis

Secara teoretis penelitian ini dapat memperkuat teori tentang model

pembelajaran simulasi sosial untuk meningkatkan hasil belajar siswa.

2. Secara Praktis

a. Bagi Guru

Digunakan untuk memperbaiki proses pembelajaran dan menjadi

alternatif solusi dalam memilih model pembelajaran.

b. Bagi Siswa

Melalui penelitian ini diharapkan proses dan hasil belajar IPS

siswa dapat meningkat.

12
c. Bagi Sekolah

Melalui penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai

masukan dan bahan pertimbangan bagi SDN Padasuka III untuk

meningkatkan kualitas pendidikan.

d. STKIP Sebelas April Sumedang

Hasil penelitian ini menambah literatur perpustakaan, karena hasil

penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pustaka di

perpustakaan sebagai rujukan bagi penelitian-penelitian

selanjutnya.

H. Anggapan Dasar dan Hipotesis Penelitian

1. Anggapan Dasar

a. Bahwa IPS adalah ilmu yang harus dipelajari oleh semua siswa di

Sekolah Dasar.

b. Dalam kegiatan belajar mengajar guru harus menggunakan model

pembelajaran tertentu.

c. Terdapat beberapa model pembelajaran yang dapat digunakan

dalam pembelajaran IPS.

d. Model pembelajaran simulasi sosial merupakan salah satu model

pembelajaran yang harus digunakan dalam pembelajaran IPS.

13
2. Hipotesis Penelitian

Arikunto (1998: 67) berpendapat, “Hipotesis dapat diartikan

sebagai suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan

penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul”.

Adapun hipotesis tindakan yang dapat penulis rumuskan adalah,

jika dalam pembelajaran IPS di kelas IV SDN Padasuka III

menggunakan model pembelajaran simulasi sosial maka proses dan

hasil belajar siswa akan lebih meningkat.

I. Kajian Teori

1. Pengertian Model

Model dapat diartikan sebagai acuan yang menjadi dasar atau

rujukan dari hal tertentu. Menurut Wikipedia model adalah gambaran

sederhana yang dapat menjelaskan objek, sistem atau suatu konsep.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia juga disebutkan bahwa model

berarti pola (ragam, acuan, dan sebagainya) dari sebuah hal yang ingin

dibuat atau dihasilkan.

Simamarta (1983: 9) mengemukakan, ”Model adalah gambaran inti

yang sederhana serta dapat mewakili sebuah hal yang ingin

ditunjukkan. Jadi, model ini merupakan abstraksi dari sistem tersebut”.

Sedangkan menurut Departemen P dan K (1984: 74), “Model

merupakan pola atau contoh dari sebuah hal yang akan dihasilkan”.

14
Soekanto (2000: 10) mengatakan, “ Model adalah kerangka

konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam

mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar

tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang

pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan aktivitas belajar

mengajar”.

Gunter et al (1990: 67) menyatakan, “An instructional model is a

step-by-step procedure that leads to specific learning outcomes”.

Artinya model pembelajaran adalah sebuah prosedur langkah demi

langkah yang mengarah ke hasil pembelajaran yang spesifik.

Agus Suprijono (2011: 46) mengemukakan, “Model adalah pola

yang digunakan dalam merencanakan pembelajaran di kelompok

maupun tutorial”.

Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa model

adalah acuan yang dapat dijadikan contoh untuk menilai sebuah sistem

tertentu.

2. Pengertian Pembelajaran

Istilah pembelajaran merupakan kata berimbuhan yang dibentuk

dari bentuk dasar belajar. Kemudian dibubuhi imbuhan peN-an,

sehingga menjadi kata pembelajaran. Kata pembelajaran diartikan

sebagai “hal belajar”, sehingga pembelajaran diartikan sebagai sesuatu

yang berhubungan dengan belajar, atau kegiatan belajar.

15
Menurut Surya dalam Sumaatmaja, dkk (2002: 12), “Pembelajaran

adalah suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh

suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai

hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan

lingkungannya”.

Sudjana (2004: 28) menyatakan,

Pembelajaran dapat diartikan sebagai setiap upaya yang sistematik dan


sengaja untuk menciptakan agar terjadi kegiatan interaksi edukatif
antara dua pihak, yaitu antara peserta didik (warga belajar) dan
pendidik (sumber belajar) yang melakukan kegiatan pembelajaran.

Dari berbagai pendapat di atas, penulis dapat menyimpulkan

bahwa pembelajaran adalah suatu kegiatan yang dilakukan siswa

dalam rangka memahami suatu bahan kajian.

3. Pengertian Model Pembelajaran

Model pembelajaran merupakan salah satu faktor penting yang

mendukung keberhasilan proses pembelajaran di dalam kelas. Model

pembelajaran merupakan sebuah pola yang digunakan oleh seorang

guru sebagai pedoman dalam proses pembelajaran.

Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Suprijono (2011:

46), “Model pembelajaran adalah pola yang digunakan sebagai

pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelompok maupun

tutorial”.

Pendapat senada disampaikan oleh Trianto (2010: 51), “Model

pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang

digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di

16
kelas atau pembelajaran dalam tutorial”. Menurut Sagala (2010: 176),

“Model mengajar merupakan suatu kerangka konseptual yang berisi

prosedur sistematik dan mengorganisasikan pengalaman belajar siswa

untuk mencapai tujuan belajar tertentu yang befungsi sebagai pedoman

bagi guru dalam proses belajar mengajar”.

Sementara itu Slavin (2010: 4) mengemukkan, “Model

pembelajaran adalah suatu acuan kepada suatu pendekatan

pembelajaran termasuk tujuannya, sintaksnya, lingkungannya, dan

sistem pengelolaanya”. Sedangkan menurut Istarani (2011: 1), “Model

pembelajaran adalah seluruh rangkaian penyajian materi ajar yang

meliputi segala aspek sebelum, sedang dan sesudah pembelajaran yang

dilakukan guru serta segala fasilitas yang terkait yang digunakan

secara langsung atau tidak langsung dalam proses belajar”. Model

pembelajaran yang baik digunakan sebagai acuan perencanaan dalam

pembelajaran di kelas ataupun tutorial untuk menentukan perangkat-

perangkat pembelajaran yang sesuai dengan dengan bahan ajar yang

diajarkan (Trianto, 2011: 142).

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa

model pembelajaran merupakan suatu kerangka yang digunakan dalam

pembelajaran untuk mencapai tujuan tertentu. Model pembelajaran

digunakan oleh guru sebagai pedoman dalam melaksanakan

pembelajaran di dalam kelompok.

17
4. Pengertian Model Pembelajaran Simulasi Sosial

Simulasi berasal dari kata simulate yang artinya berpura-pura atau

berbuat seakan akan. Sebagai metode mengajar, simulasi dapat

diartikan cara penyajian pengalaman belajar dengan menggunakan

situasi tiruan untuk memahami tentang konsep, prinsip, atau

keterampilan tertentu. Model pembelajaran simulasi merupakan model

pembelajaran yang membuat suatu peniruan terhadap sesuatu yang

nyata, terhadap keadaan sekelilingnya (state of affaris) atau proses.

Model pembelajaran ini dirancang untuk membantu siswa mengalami

bermacam-macam proses dan kenyataan sosial dan untuk menguji

reaksi mereka, serta untuk memperoleh konsep keterampilan

pembuatan keputusan. Model pembelajaran ini diterapkan di dalam

dunia pendidikan dengan tujuan mengaktifkan kemampuan yang

dianalogikan dengan proses sibernetika. Pendekatan simulasi

dirancang agar mendekati kenyataan bahwa gerakan yang dianggap

kompleks sengaja dikontrol, misalnya, dalam proses simulasi ini

dilakukan dengan menggunakan simulator.

Sedangkan model simulasi sosial dipelopori oleh Sarane Boocock

dan Harol Guetzkow, (dalam Uno, Hamzah.2008: 28) yang

berpendapat, “Model simulasi adalah penerapan dari prinsip sibernetik,

suatu cabang dari psikologi sibernetik yaitu suatu studi perbandingan

antara mekanisme kontrol manusia (biologis) dengan sistem

elektromekanik, seperti komputer”.

18
Menurut Ruminiati (2006: 5-13),

Simulasi sosial adalah suatu studi perbandingan dengan sistem


elektromekanik yang mengacu pada teori Siber Matika, jadi teori ini
menganalogkan bahwa siswa belajar dengan sistem yang dapat
mengendalikan umpan balik sendiri yang menyerupai mesin.
Model pembelajaran simulasi sosial beranggapan bahwa siswa

merupakan bagian suatu sistem yang dapat mengendalikan umpan

balik sendiri. Permainan simulasi dapat merangsang berbagai bentuk

belajar, seperti belajar tentang persaingan (kompetisi), kerja sama,

empati, sistem sosial, konsep keterampilan, kemampuan berpikir kritis,

pengambilan keputusan, dan lain-lain. (Uno, Hamzah. 2008: 30).

Sehingga dapat disimpulkan bahwa model simulasi sosial

menginterpretasikan manusia sebagai suatu sistem kontrol yang dapat

mengarahkan tindakannya dengan berdasar pada umpan balik.

5. Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Simulasi Sosial

Aris Shoimin (2014: 173) menyatakan bahwa terdapat beberapa

kelebihan dalam menggunakan model pembelajaran simulasi sosial di

antaranya sebagai berikut.

1. Simulasi dapat dijadikan sebagai bekal bagi siswa dalam


menghadapi situasi yang sebenarnya kelak, baik dalam kehidupan
keluarga, masyarakat, maupun menghadapi dunia kerja.
2. Simulasi dapat mengembangkan kreativitas siswa, karena melalui
simulasi siswa diberi kesempatan untuk memainkan peranan sesuai
dengan topik yang disimulasikan
3. Simulasi dapat memupuk keberanian dan percaya diri siswa.
4. Memperkaya pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang
diperlukan dalam menghadapi berbagai situasi sosial yang
problematis.
5. Simulasi dapat meningkatkan gairah siswa dalam proses
permbelajaran.

19
Aris Shoimin (2014: 174) menyatakan bahwa terdapat beberapa

kelemahan dalam menggunakan model pembelajaran simulasi sosial di

antaranya sebagai berikut.

1. Pengalaman yang diperoleh melalui simulasi tidak selalu tepat dan


sesuai dengan kenyataan di lapangan.
2. Pengelolaan yang kurang baik, sering simulasi dijadikan sebagai
alat hiburan, sehingga tujuan pembelajaran menjadi terabaikan.
3. Faktor psikologis seperti rasa malu dan takut sering memengaruhi
siswa dalam melakukan simulasi.

6. Langkah-langkah Model Pembelajaran Simulasi Sosial

Hasibuan dan Mudjiono (1986: 27) mengemukakan bahwa

langkah–langkah pelaksanaan simulasi agar berhasil dengan baik,

yaitu sebagai berikut.

a. Penentuan topik dan tujuan simulasi.

b. Guru memberikan gambaran secara garis besar situasi yang akan

disimulasikan.

c. Guru memimpin pengorganisasian kelompok, peranan–peranan

yang akan dimainkan, pengaturan ruang, pengaturan alat, dsb.

d. Pemilihan pemegang peran.

e. Guru memberikan keterangan tentang peranan yang akan

dilakukan.

f. Guru memberikan kesempatan untuk mempersiapkan diri kepada

kelompok dan pemegang peranan.

g. Menetapkan lokasi dan waktu pelaksanaan simulasi.

h. Pelaksanaan simulasi.

20
i. Evaluasi dan pemberian balikan.

j. Latihan ulang.

Sedangkan Joyce dan Weil (1986) (Miftahul Huda 2013: 138)

mengatakan bahwa model pembelajaran simulasi ini memiliki tahap

sebagai berikut.

Tahap I. Orientasi

(1) Menyediakan berbagai topik simulasi dan konsep-konsep yang

akan diintegrasikan dalam proses simulasi.

(2) Menjelaskan prinsip Simulasi dan permainan.

(3) Memberikan gambaran teknis secara umum tentang proses

simulasi.

Tahap II. Latihan bagi peserta

(1) Membuat skenario yang berisi aturan, peranan, langkah,

pencatatan, bentuk keputusan yang harus dibuat, dan tujuan yang

akan dicapai.

(2) Menugaskan para pemeran dalam simulasi.

(3) Mencoba secara singkat suatu episode.

Tahap III. Proses simulasi

(1) Melaksanakan aktivitas permainan dan pengaturan kegiatan

tersebut.

(2) Memperoleh umpan balik dan evaluasi dari hasil pengamatan

terhadap performan si pemeran.

(3) Menjernihkan hal-hal yang miskonsepsional.

21
(4) Melanjutkan permainan/simulasi.

Tahap IV. Pemantapan dan debriefing

(1) Memberikan ringkasan mengenai kejadian dan persepsi yang

timbul selama simulasi.

(2) Memberikan ringkasan mengenai kesulitan-kesulitan dan

wawasan para peserta.

(3) Menganalisis proses.

(4) Membandingkan aktivitas simulasi dengan dunia nyata.

(5) Menghubungkan proses simulasi dengan isi pelajaran.

(6) Menilai dan merancang kembali simulasi.

7. Pengertian Proses Belajar

Proses adalah kata yang berasal dari bahasa latin “processus” yang

berarti “berjalan ke depan”. Kata ini mempunyai konotasi urutan

langkah atau kemajuan yang mengarah pada suatu sasaran atau tujuan.

Menurut Chaplin (1972: 17), proses adalah Any change in any object

or organism, particulary a behaioral or psychological change (Proses

adalah suatu perubahan khususnya yang menyangkut perubahan

tingkah laku atau perubahan kejiwaan). Dalam psikologi belajar,

proses berarti cara-cara atau langkah-langkah khusus yang dengannya

beberapa perubahan ditimbulkan hingga tercapainya hasil-hasil

tertentu (Reber, 1988: 42). Jika kita perhatikan ungkapan any change

in any object or organism dalam definisi Chaplin di atas dan kata-kata

“cara-cara atau langkah-langkah” dalam definisi Reber tadi, istilah

22
“tahapan perubahan” dapat kita pakai sebagai padanan kata proses.

Jadi, proses belajar dapat diartikan sebagai tahapan perubahan

perilaku kognitif, afektif, dan psikomotor yang terjadi dalam diri

siswa. Perubahan tersebut bersifat positif alam arti berorientasi ke arah

yang lebih maju daripada keasaan sebelumnya. Sampai sekarang

terdapat dua pendapat yang terus berkembang berebut pengaruh untuk

diaplikasi terkait proses belajar. Proses belajar di sekolah dirancang ke

dalam kurikulum. Kurikulum yang berlaku di sekolah SD, SMP,

SMA, SMK bermerk KTSP.

Pendapat I yakin proses belajar terjadi karena ada reinforcement

sebagai motivasi siswa agar terjadi perubahan tingkah laku

(behaviorisme), proses belajar terjadi sesuai tingkat perkembangan

biologis seseorang (maturasionisme). Behaviorisme menekankan

keterampilan atau tingkah laku sebagai tujuan pendidikan, sedangkan

maturasionisme menekankan pengetahuan yang berkembang sesuai

dengan usia. Kurikulum sebelum KBK atau KTSP menganut pendapat

ini. Peran guru di sini aktif menyiapkan dan memberi pelajaran yang

sesuai untuk memperkaya dan mempercepat perkembangan

pengetahuan dan mental siswa.

Pendapat II yakin proses belajar terjadi karena bentukan kita

sendiri (selfcontructions). Pengetahuan yang kita dapat bukan karena

meniru dan bukan pula menggambar realitas di luar diri kita tetapi

dikonstruksi melalui proses membuat struktur, kategori, konsep, dan

23
skema yang diperlukan untuk membentuk pengetahuan

(konstruktivisme). Kurikulum yang diberlakukan sekarang KBK

maupun KTSP menganut pendapat ini. Konstruktivisme menekankan

perkembangan konsep dan pengertian yang mendalam, pengetahuan

sebagai konstruksi aktif yang dibuat siswa. Jika siswa tidak aktif

membangun pengetahuannya, meskipun usianya tua tetap tidak akan

berkembang pengetahuannya. Suatu pengetahuan dianggap benar bila

pengetahuan itu berguna untuk menghadapi dan memecahkan

persoalan atau fenomena yang dihadapi siswa. Pengetahuan tidak bisa

ditransfer begitu saja, melainkan harus diinterpretasikan sendiri oleh

masing-masing siswa. Pengetahuan juga bukan sesuatu yang sudah

ada, melainkan suatu proses yang berkembang terus-menerus. Dalam

proses itu keaktifan siswa sangat menentukan dalam mengembangkan

pengetahuannya. Oleh karena itu pembelajaran siswa di kelas atau di

sekolah menggunakan strategi pembelajaran siswa aktif. Peran guru di

sini sebagai media dan fasilitator bahkan menciptakan media

pembelajaran dan menciptakan fasilitator pembelajaran supaya siswa

belajar aktif dan aktif belajar. Siswa dibimbing dan dilatih serta diberi

kesempatan melakukan adaptasi kognitif. Sama halnya dengan setiap

organisme tubuh harus beradaptasi secara fisik dengan lingkungan

untuk dapat bertahan hidup, demikian juga struktur pemikiran siswa.

Siswa dan kita semua berhadapan dengan tantangan, pengalaman,

gejala baru, dan persoalan baru yang harus ditanggapi dan

24
diselesaikan serta dipecahkan secara kognitif (mental). Untuk itu,

siswa dibimbing dan dilatih mengembangkan skema pikiran lebih

umum menuju ke lebih rinci, atau perlu perubahan radikal untuk

menjawab tantangan hidup dan menginterpretasikan pengalaman-

pengalamannya.

Tahapan-tahapan dalam proses belajar siswa akan melalui tiga fase

atau tiga proses pada saat belajar di antaranya sebagai berikut.

- Tahap pertama adalah fase kognitif, yaitu tahapan pada saat siswa

mendapatkan suatu materi atau ilmu dari seorang guru. Dalam

fase ini siswa memperoleh informasi tentang apa, mengapa, dan

bagaiman cara melakukan aktivitas gerak yang akan dipelajari,

diharapkan di dalam benak siswa telah terbentuk motor-plan,

yaitu keterampilan intelektual dalam merencanakan cara

melakukan keterampilan.

- Tahap kedua adalah fase asosiatif atau fiksasi, yaitu tahapan pada

saat siswa akan melakukan latihan dari materi atau ilmu yang

sudah di ajarkan dalam tahap kognitif. Pada tahap latihan ini

siswa diharapkan mampu mempraktikkan atau mengaplikasikan

apa yang sudah diajarkan oleh guru.

- Tahap ketiga adalah fase otomatis. Pada tahap ini siswa telah

dapat melakukan atau mengaplikasikan ilmu yang telah diajarkan,

karena siswa telah memasuki fase otomatis, artinya siswa dapat

merespon secara cepat dan tepat terhadap materi atau ilmu yang

25
sudah diajarkan oleh guru dalam fase kognitif. Tanda-tanda siswa

telah memasuki tahapan otomatis adalah bila seorang siswa dapat

mengerjakan tugas tanpa berpikir lagi.

8. Pengertian Hasil Belajar

Reigeluth sebagaimana dikutip Keller (dalam Uno, Hamzah. 2008:

137) menyebutkan bahwa hasil belajar adalah semua efek yang dapat

dijadikan sebagai indikator tentang nilai dari penggunaan suatu

metode di bawah kondisi yang berbeda. Efek ini bisa berupa efek yang

sengaja dirancang, karena itu merupakan efek yang diinginkan dan

bisa juga berupa efek nyata sebagai hasil penggunaan metode

pengajaran tertentu. Menurut Bloom, dkk (dalam Suprayekti, 2004: 2)

hasil belajar mencakup tiga ranah yaitu : ranah kognitif, ranah afektif,

dan ranah psikomotorik dan dapat disimpulkan bahwa hasil belajar

meliputi segala kegiatan, baik yang berorientasi pada kemampuan

berpikir, berhubungan dengan perasaan, sikap emosi, sistem nilai,

sikap hati, dan juga yang berhubungan dengan tindakan anggota

tubuh.

Berdasarkan teori tersebut dapat disimpulkan bahwa hasil belajar

adalah semua efek atau akibat yang diinginkan dari penggunaan

metode kegiatan pembelajaran yang berorientasi pada kemampuan

berpikir, sikap, dan perilaku berkenaan dengan materi pembelajaran

berdasarkan kriteria keberhasilan yang ditetapkan.

26
9. Pengertian Pembelajaran IPS

Sampai saat ini, IPS merupakan suatu program pendidikan dan

bukan sub-disiplin ilmu tersendiri, sehingga tidak akan ditemukan

baik dalam nomenklatur filsafat ilmu, disiplin ilmu-ilmu sosial (social

science), maupun ilmu pendidikan. Sumantri dalam Hidayati dkk

(2008: 3) mengatakan, “Social Science Education Council (SSEC) dan

National Council For Social Studies (NCSS), menyebut IPS sebagai

“Social Science Education” dan “Social Studies”. Nama ilmu

pengetahuan sosial (IPS) dalam pendidikan dasar dan menengah di

Indonesia muncul bersamaan dengan diberlakukannya kurikulum SD,

SMP dan SMA tahun 1975. Dilihat dari sisi ini, IPS sebagai bidang

studi masih “baru”. Disebut demikian karena cara pandang yang

dianutnya memang dianggap baru, walaupun bahan yang dikaji

bukanlah hal yang baru. Dengan kata lain, IPS mengikuti cara

pandang yang bersifat terpadu dari sejumlah mata pelajaran seperti:

geografi, ekonomi, ilmu politik, ilmu hukum, sejarah, antropologi,

psikologi, sosiologi dan sebagainya. Perpaduan ini dimungkinkan

karena mata pelajaran tersebut memiliki obyek material kajian yang

sama yaitu manusia.

Hamid Hasan (1996: 92) mengungkapkan bahwa pendidikan ilmu

pengetahuan sosial (PIPS) diartikan sebagai pendidikan pengetahuan

sosial (PS) maupun dalam pengertian pendidikan ilmu-ilmu sosial

(IS). IPS dalam pengertian pendidikan disiplin ilmu sosial

27
dikembangkan dalam kurikulum akademik atau kurikulum disiplin

ilmu. Kurikulum yang demikian akan memakai nama disiplin ilmu

sebagai ‘label’ programnya (mata pelajaran) dan juga tujuannya

sangat erat hubungannya dengan tujuan disiplin ilmu.

Berdasarkan uraian-uraian di atas, maka IPS merupakan salah satu

bidang kajian yang diberikan dalam pendidikan formal sejak siswa

duduk di sekolah dasar sampai pendidikan menengah dalam rangka

mendukung ketercapaian tujuan pendidikan nasional. Pada jenjang

pendidikan dasar IPS merujuk pada mata pelajaran, sedangkan pada

jenjang sekolah menengah digunakan dalam hal penjurusan bidang

studi, serta pada jenjang pendidikan tinggi (khususnya LPTK), IPS

merupakan label untuk salah satu fakultas, atau jurusan.

10. Tujuan IPS

Setiap usaha pendidikan senantiasa memiliki tujuan tertentu yang

hendak dicapai. Berdasarkan tujuan pendidikan yang jelas, tegas,

terarah, barulah pendidikan dapat menentukan usaha apa yang akan

dilakukannya dan bahan pelajaran apa yang sebaiknya diberikan

kepada anak didiknya. Demikian juga di dalam negara kita telah

dirumuskan tujuan pendidikan nasional dirumuskan berdasarkan

falsafah Negara Pancasila dan UUD 1945, berdasarkan pada falsafah

Negara tersebut, telah dirumuskan tujuan pendidikan nasional,

yaitu “Membentuk manusia pembangunan yang ber-Pancasila dan

untuk membentuk manusia yang sehat jasmani dan rohaninya,

28
memiliki pengetahuan dan keterampilan, dapat mengembangkan

kreativitas dan tanggung jawab, dapat menyuburkan sikap demokrasi

dan penuh tanggung jawab, dapat menyuburkan sikap demokrasi dan

penuh tenggang rasa, dapat mengembangkan kecerdasan yang tinggi

dan disertai budi pekerti yang luhur, mencintai bangsanya, dan

mencintai sesama manusia sesuai ketentuan yang termaksud dalam

UUD 1945”.

Berkaitan dengan tujuan pendidikan di atas, kemudian apa tujuan

dari pendidikan IPS yang akan dicapai? Tentu saja tujuan harus

dikaitkan dengan kebutuhan dan disesuiakan dengan tantangan-

tantangan kehidupan yang akan dihadapi anak. Berkaitan dengan hal

tersebut, kurikulum 2004 untuk tingkat SD menyatakan bahwa,

pengetahuan sosial (sebutan IPS dalam kurikulum 2004), bertujuan

sebagai berikut.

1. Mengajarkan konsep-konsep dasar sosiologi, geografi,

ekonomi, sejarah dan kewarganegaraan, pedagogis, dan

psikologis.

2. Mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif, inquiri,

memecahkan masalah, dan keterampilan sosial.

3. Membangun komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial

dan kemanusiaan.

4. Meningkatkan kemampuan bekerjasama dan berkompetisi dalam

masyarakat yang majemuk, baik secara nasional maupun global.

29
Sejalan dengan tujuan tersebut tujuan pendidikan ilmu

pengetahuan sosial (IPS) menurut Nursid Sumaatmadja dalam

Hidayati dkk (2008: 24) adalah membina anak didik menjadi warga

negara yang baik, yang memiliki pengetahuan, keterampilan,

kepedulian sosial yang berguna bagi dirinya serta bagi masyarakat dan

negara. Sedangkan secara rinci Oemar Hamalik merumuskan tujuan

pendidikan ilmu pengetahuan sosial (IPS) berorientasi pada tingkah

laku para siswa, yaitu : (1) pengetahuan dan pemahaman, (2) sikap

hidup belajar, (3) nilai-nilai sosial dan sikap, dan (4)

keterampilan. Oemar Hamalik dalam Hidayati dkk (2008: 24).

11. Materi IPS di SD

Mempelajari IPS pada hakikatnya adalah menelaah interaksi antara

individu dan masyarakat dengan lingkungan (fisik dan sosial-budaya).

Materi IPS digali dari segala aspek kehidupan praktis sehari-hari di

masyarakat. Oleh karena itu, pengajaran IPS yang melupakan

masyarakat sebagai sumber dan objeknya merupakan suatu bidang

ilmu yang tidak berpijak pada kenyataan, menurut Mulyono

Tjokrodikaryo dalam Hidayati dkk (2008: 26).

Ada lima macam sumber materi IPS antara lain sebagai berikut.

a. Segala sesuatu atau apa saja yang ada dan terjadi di sekitar anak

sejak dari keluarga, sekolah, desa, kecamatan sampai lingkungan

yang luas negara dan dunia dengan berbagai permasalahannya.

30
b. Kegiatan manusia misalnya: mata pencaharian, pendidikan,

keagamaan, produksi, komunikasi, dan transportasi.

c. Lingkungan geografi dan budaya meliputi segala aspek geografi

dan antropologi yang terdapat sejak dari lingkungan anak yang

terdekat sampai yang terjauh.

d. Kehidupan masa lampau, perkembangan kehidupan manusia,

sejarah yang dimulai dari sejarah lingkungan terdekat sampai

yang terjauh, tentang tokoh-tokoh dan kejadian-kejadian yang

besar.

e. Anak sebagai sumber materi meliputi berbagai segi, dari

makanan, pakaian, permainan dan keluarga.

Rudy Gunawan (2011: 39) menyebutkan ruang lingkup IPS SD

meliputi aspek-aspek sebagai berikut:

1) Manusia, tempat, dan lingkungan.

2) Waktu, keberlanjutan, dan perubahan.

3) Sistem sosial dan budaya.

4) Perilaku ekonomi dan kesejahteraan.

5) IPS SD Sebagai Pendidikan Global (global education), yakni

mendidik siswa akan kebhinekaan bangsa, budaya, dan peradaban

di dunia; menanamkan kesadaran ketergantungan antar bangsa;

menanamkan kesadaran semakin terbukanya komunikasi dan

transportasi antar bangsa di dunia; serta mengurangi kemiskinan,

kebodohan dan perusakan lingkungan.

31
Dengan demikian masyarakat dan lingkungannya, selain menjadi

sumber materi ilmu pengetahuan sosial (IPS) sekaligus juga menjadi

laboratoriumnya. Pengetahuan konsep, teori-teori IPS yang diperoleh

anak di dalam kelas dapat dicocokkan dan dicobakan sekaligus

diterapkan dalam kehidupannya sehari-hari di masyarakat.

12. Materi Kegiatan Ekonomi Masyarakat

Dalam penelitian ini penulis mengambil mata pelajaran IPS di

kelas IV semester II materi kegiatan ekonomi masyarakat dengan

standar kompetensi 2, yaitu mengenal sumber daya alam, kegiatan

ekonomi, dan kemajuan teknologi di lingkungan kabupaten/kota dan

provinsi. Kompetensi dasar yang diambil dalam penelitian ini yaitu

2.1 Mengenal aktivitas ekonomi yang berkaitan dengan sumber daya

alam dan potensi lain di daerahnya (KTSP, BNSP. 2006: 47). Adapun

indikator pencapaiannya antara lain: 1) menjelaskan kegiatan ekonomi

di sekitar lingkungan siswa, 2) mensimulasikan kegiatan ekonomi

masyarakat, dan 3) mengidentifikasi kegiatan ekonomi di sekitar

lingkungan siswa.

Kegiatan ekonomi merupakan kegiatan yang dilakukan manusia

untuk memperoleh barang dan jasa, dengan kata lain juga bisa

kegiatan ekonomi adalah kegiatan manusia untuk memenuhi

kebutuhan hidupnya. Kegiatan ekonomi terdiri dari kegiatan konsumsi

dan produksi. Produksi adalah kegiatan menghasilkan atau menambah

nilai guna barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan. Kegiatan

32
ekonomi dapat dibagi menjadi kegiatan ekonomi dalam bidang

pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan, kehutanan,

perindustrian, perdagangan, dan pelayanan jasa pariwisata. Untuk

memenuhi segala kebutuhannya, manusia harus bekerja. Manusia

bekerja sesuai dengan kondisi wilayah tempat tinggalnya, pendidikan

maupun sesuai dengan bakat keterampilannya. Kegiatan bekerja

tersebut membentuk suatu usaha perekonomian yang berjalan di

masyarakat.

J. Rencana dan Prosedur Penelitian

1. Subjek Penelitian

Yang menjadi subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas IV

SDN Padasuka III Kecamatan Sumedang Utara Kabupaten Sumedang

tahun pelajaran 2015/2016 sebanyak 18 siswa yang terdiri dari 9 siswa

perempuan dan 9 siswa laki-laki.

2. Waktu

Penelitian ini direncanakan selama 3 (tiga) bulan.

3. Lama Tindakan

Tindakan penelitian direncanakan akan dilaksanakan selama 3

minggu untuk 3 kali putaran.

33
4. Lokasi

Lokasi penelitian akan dilaksanakan di SDN Padasuka III di Dusun

Nanggewer Desa Mulyasari Kecamatan Sumedang Utara Kabupaten

Sumedang.

5. Prosedur penelitian

Penelitian ini direncanakan akan dilaksanakan dalam tiga siklus

(3x putaran). Setiap siklus di jelaskan di bawah ini .

1). Siklus I

Pada siklus ini difokuskan pada pengenalan model penerimaan

siswa serta peningkatan motivasi belajar siswa melalui implementasi

simulasi sosial. Iindikator keberhasilan diukur dari meningkatnya

secara kuantitatif aktivitas siswa dalam belajar baik dalam

melaksanaan proses pembelajaran maupun dalam mengerjakan tugas

yang dibebankan kepada setiap siswa serta hasil belajar siswa melalui

perolehan hasil ulangan harian. Dalam tahap ini meliputi perencanaan,

pelaksanaa, observasi, dan refleksi. Dengan observer guru dan teman

sejawat.

2). Siklus II

Pada siklus ini difokuskan pada perbaikan implementasi model

pembelajaran simulasi sosial yang diperoleh dari hasil refleksi siklus I

melalui shering/diskusi dengan observer serta pakar.

3) siklus III

34
Pada siklus ini difokuskan pada peningkatan proses dan hasil

belajar siswa melalui penerapan model simulasi sosial untuk

memperkuat teori dan praktek model pembelajaran tersebut.

6. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang penulis lakukan dalam penelitian

ini adalah menggunakan teknik observasi, wawancara dan tes.

1. Teknik Observasi

Teknik observasi yang dimaksud adalah mencari data-data

tentang kesulitan ataupun kendala dalam pembelajaran IPS di

Kelas IV SDN Padasuka III pada materi kegiatan ekonomi

masyarakat yang berupa catatan peneliti dan daftar nilai perolehan

siswa.

2. Teknik Wawancara

Teknik wawancara yang dimaksud adalah pencarian data

penelitian melalui kegiatan tanya jawab dengan guru maupun siswa

tentang pembelajaran IPS sebelum dan sesudah menggunakan

model pembelajaran simulasi sosial ini.

3. Teknik Tes

Teknik tes yang digunakan dalam penelitian ini yaitu tes

hasil belajar. Tes berisi pertanyaan yang digunakan untuk

mengukur keterampilan, pengetahuan, kemampuan atau bakat yang

dimiliki oleh individu atau kelompok. Dalam penelitian ini tes

yang digunakan untuk mengetahui kemampuan siswa dalam

35
pembelajaran IPS dengan menggunakan model pembelajaran

simulasi sosial pada siswa kelas IV SDN Padasuka III.

7. Teknik Pengolahan Data

Data penelitian yang dikaji yaitu data pelaksanaan tindakan dan

data hasil belajar. Data pelaksanaan tindakan berupa deskripsi

pelaksanaan proses pembelajaran tentang kegiatan ekonomi

masyarakat dengan menggunakan model pembelajaran simulasi sosial.

Data pelaksanaan tindakan diperoleh untuk memonitor tahap-tahap

pelaksanaan tindakan dengan format observasi, wawancara, dan

catatan lapangan. Sedangkan data hasil belajar diperoleh dari

instrument pembelajaran berupa soal. Perangkat soal ini berupa tes

tertulis yang dikerjakan secara individu oleh siswa. Pengolahan data

tes hasil belajar menggunakan nilai sebagai acuan batas ketuntasan

belajar siswa.

Dalam penelitian ini, data pelaksanaan secara kuantitatifnya

diperoleh dari jumlah perolehan nilai pada format observasi yang

peneliti gunakan baik format observasi aktifitas siswa maupun kinerja

guru. Pada aktifitas siswa penilaian dilakukan pada aspek perhatian,

kerjasama, dan keaktifan siswa selama kegiatan pembelajaran

berlangsung. Skor tertinggi setiap aspek adalah 3, jadi jumlah skor

idealnya adalah 9. Untuk menghitung persentase ketercapaian

indikatornya adalah sebagai berikut.

𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ 𝑠𝑖𝑠𝑤𝑎


𝑃𝑒𝑟𝑠𝑒𝑛𝑡𝑎𝑠𝑒 = × 100
𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑖𝑑𝑒𝑎𝑙

36
Begitupun untuk nilai observasi kinerja guru diperoleh dari jumlah

perolehan skor nilai dari 17 aspek yang diamati dengan skor tertinggi

setiap aspek adalah 3. Jadi jumlah skor total atau idealnya adalah 51.

Cara menghitung persentasenya adalah sebagai berikut.

𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ 𝑔𝑢𝑟𝑢


𝑃𝑒𝑟𝑠𝑒𝑛𝑡𝑎𝑠𝑒 = × 100
𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑖𝑑𝑒𝑎𝑙

Selain data pelaksanaan, penulis memperoleh data hasil belajar dari

seperangkat soal yang peneliti berikan kepada siswa. Adapun

penghitungan nilainya adalah sebagai berikut.

𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ 𝑠𝑖𝑠𝑤𝑎


𝑃𝑒𝑟𝑠𝑒𝑛𝑡𝑎𝑠𝑒 = × 100
𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑖𝑑𝑒𝑎𝑙

Siswa dikatakan telah tuntas belajarnya, apabila siswa tersebut

telah mencapai ketuntasan klasikal sebesar 80% dan ketuntasan

individu ≥ 70 sesuai dengan KKM yang telah ditentukan.

Teknik pengolahan data ini dilakukan secara terus menerus

sepanjang penelitian, dari awal sampai akhir pelaksanaan penelitian

tindakan kelas sehingga penelitian ini dapat dipertanggung jawabkan

dari segi kuantitatif dan kualitatifnya.

8. Teknik Analisis Data

Dalam suatu penelitian, analisis data sangatlah penting dilakukan.

Analisis ini dimaksudkan untuk mengetahui dimensi masalah yang

dapat dipecahkan melalui pelaksanaan penelitian tindakan kelas juga

untuk mengidentifikasi aspek-aspek terpenting dari masalah tersebut,

37
sehingga analisis data ini dapat membantu peneliti dalam

mengembangkan penjelasan dari kejadian atau situasi masalah yang

berlangsung di dalam kelas yang tengah ditelitinya.

Analisis data dalam sebuah penelitian dapat dilakukan melalui

beberapa tindakan. Menurut Moleong (2002:190), tahapan analisis data

yaitu “Mengumpulkan dan menelaah seluruh data yang tersedia dari

berbagai sumber, Reduksi data, Menyusun data dalam satuan-satuan,

Dikategorisasikan dan Mengadakan pemeriksaan keabsahan data.”

Berpedoman pada pendapat tersebut, maka tahapan analisis data

dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Pengumpulan data, yaitu mengumpulkan seluruh data yang

diperoleh selama penelitian dari berbagai instrument penelitian,

seperti dari observasi, wawancara, catatan lapangan, dan soal.

2. Reduksi data, yaitu membuat rangkuman-rangkuman penting dari

keseluruhan data yang terkumpul.

3. Menyusun data, yaitu menyusun data yang telah direduksi dalam

satuan-satuan tertentu dan diberi kode.

4. Mengkategorisasikan, yaitu mengelompokkan satuan-satuan ke

dalam bagian-bagian isi secara jelas berkaitan.

5. Memeriksa keabsahan data, yaitu dengan member check,

triangulasi, dan expert opinion.

Validasi data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah

member check, triangulasi, audit trial, dan expert opinion. Alasan

38
menggunakan member check adalah karena kegiatan ini bisa langsung

dilakukan tidak lama setelah kegiatan pembelajaran dilaksanakan

melalui diskusi dengan guru ataupun siswa untuk mengecek ulang

kebenaran data yang diperoleh tentang penerapan model pembelajaran

simulasi sosial yang kemudian akan dibandingkan dengan data yang

diperoleh mitra peneliti (triangulasi). Setiap informasi yang sudah

sesuai ataupun belum sesuai, untuk lebih meyakinkan lagi akan

didiskusikan kembali dengan dosen pembimbing sebagai audit trial dan

expert opinion, mengenai langkah apa yang seharusnya diambil agar

hasil yang ditargetkan dapat tercapai.

9. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian merupakan alat untuk mendapatkan data yang

diperlukan dalam penelitian. Menurut Arikunto, Suharsimi,

(2006:160). “Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang

digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya

lebih mudah dan hasilnya lebih baik, dalam arti lebih cermat, lengkap,

dan sistematis sehingga lebih mudah diolah”.

Dalam penelitian ini instrument yang digunakan adalah :

1. Lembar Observasi

Lembar observasi digunakan untuk mengamati pelaksanaan

pembalajaran menggunakan model simulasi sosial. Pada penelitian

ini peneliti berkolaborasi dengan guru kelas sebagai pengamat

terhadap perilaku dan kegiatan siswa selama proses pembelajaran.

39
Terdapat dua lembar observasi dalam penelitian ini yaitu, observasi

guru dan siswa. Lembar observasi guru berisi tentang penggunaan

model simulasi sosial pada pembelajaran sedangkan lembar

observasi siswa berisi tentang keaktifan siswa dalam pembelajaran.

2. Lembar Evaluasi Tes

Tes hasil belajar siswa bertujuan untuk mengetahui hasil

belajar siswa yaitu tes prestasi. Tes prestasi diberikan pada akhir

siklus yang digunakan untuk mengetahuai hasil belajar yang

dicapai pada setiap siklus. Tes ini juga bertujuan untuk mengetahui

apakah ada peningkatan terhadap hasil belajar siswa setelah proses

pembelajaran menggunakan model simulasi sosial.

3. Wawancara

Wawancara adalah teknik pengumpulan data melalui proses

tanya jawab lisan yang berlangsung satu arah, artinya pertanyaan

datang dari pihak yang mewawancarai dan jawaban diberikan oleh

yang diwawancara. Wawancara dapat digunakan untuk mengetahui

pendapat, aspirasi, harapan, keinginan, dan keyakinan siswa.

40
K. Jadwal Penelitian

Jadwal penelitian dapat dilihat pada tabel berikut :

Waktu Minggu Ke-


No Jenis kegiatan
1 2 3 4 5 6 7 8
1. Persiapan
Menyusun konsep pelaksanaan
Menyusun instrumen
2. Pelaksanaan
Melakukan tindakan siklus I
Melakukan tindakan siklus II
Melakukan tindakan siklus III
3. Penyusunan laporan
Menyusun konsep laporan
Menyempurnakan draft laporan

41
L. Daftar Pustaka

Ahmad Susanto. (2013). Teori Belajar dan Pembelajaran di Sekolah

Dasar. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.

Jakarta: Rineka Cipta.

Bruce Joyce & Marsha Weil. (2003). Models of Teaching Fifth

Edition.New Delhi. Prentice-Hall, Inc.

Dimyati, Mudjiono. (2002). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka

Cipta

Hamzah B, Uno. (2007). Model-model Pembelajaran Sosial. Jakarta:

Pustaka Setia.

Hisnu P, Tantya. (2008). Ilmu Pengetahuan Sosial 4 Untuk SD/MI Kelas

IV. Jakarta: Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional.

Oemar, Hamalik. (2001). Psikologi Belajar dan Mengajar. Bandung: Sinar

Baru Algensindo

Rusman. (2012). Model-Model Pembelajaran. Jakarta: Raja Grafindo

Persada.

Sanjaya, Wina. (2009). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Kencana

Prenada Media Group.

Sanjaya, Wina. (2010). Stategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses

Pendidikan. Bandung: Kencana Prenada Media Group.

Suryabrata, Sumadi. (2014). Metodologi Penelitian. Jakarta: Rajawali

Pers.

42
Suryosubroto, B. (1997). Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta:

Rineka Cipta.

Sutrisno, Leo. Dkk. (2008). Pengembangan IPS di SD. Jakarta:

Departemen Pendidikan Nasional.

Suyono dan Hariyanto. 2011. Belajar Dan Pembelajaran; Teori Dan

Konsep Dasar. Bandung: PT Remaja Rosda Karya.

Wardhani. (2007). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Universitas

Terbuka.

Zainal Aqib. (2007). Penelitian Tindakan Kelas Untuk Guru. Bandung:

Yrama Widia.

43

Anda mungkin juga menyukai