Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Peningkatan mutu pendidikan menjadi tanggung jawab bersama

antara , sekolah, masyarakat, dan pemerintah. Acuan peningkatan mutu

pendidikan tentunya mengacu kepada Standar Nasional Pendidikan (SNP).

Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) memberikan acuan delapan

standar yang harus dikelola, ditingkatkan, direfleksi serta dievaluasi secara

berkelanjutan dan berkesinambungan oleh satuan pendidikan atau sekolah,

masyarakat serta pemerintah. Adapun delapan Standar tersebut antara lain:

(1) Standar Isi (SI), (2) Standar Kelulusan (SKL), (3) Standar Proses

(Sapro), (4) Standar Pendidik Kependidikan (PTK), (5) Standar Penilaian

(SP), (6) Standar Sarana dan Prasarana (Sapras) , (7) Standar Pengelolaan

(8) Standar Pembiyaan. Kedelapan standar tersebut secara hirarkis

merupakan satu kesatuan yang tidak dapat lepas satu sama lain. Untuk itu

manajemen dan pengelolaan sepenuhnya menjadi wewenang satuan

pendidikan untuk memilah dan memilih serta memprioritaskan standar

mana yang harus didahulukan. Maka tanggung jawab sekolah yang

pertama tentunya menyusun dan merumuskan Rencana Kegiatan dan

Anggaran Sekolah (RAKS) sebagai perencanaan jangka panjang dan

Rencana Kerja Jangka Menengah (RKJM). Dalam hal ini tugas utama

sekolah dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan diawali dari

peningkatan SKL, berarti sekolah tersebut harus menganalisis Standar Isi,

1
mana yang harus dikembangkan lebih luas dan lebih serius sesuai

kebutuhan dan kondisi sekolah. Selanjutnya harus pula membenahi standar

PTK sebagai agen dan ahli pembelajaran. Dengan demikian pendidik akan

mempersiakan segala sesuatu yang berkaitan dengan standar proses baik

dari persiapan atau perancanaan, pelaksanaan, evaluasi, serta sarana

pendukung semuanya akan selalu direfleksi oleh pendidik. Hasil refleksi

tersebut akan menghasilakan koreksi terhadap Strategi, Metode, Media,

serta Model Pembelajaran.

Masyarakat sebagai pengguna juga selain memiliki hak untuk

menuntuk kualitas, kenyamanan, dan keamanan akan pendidikan anak-

anaknya juga memiliki tugas yang seimbang, seperti turut aktif memantau

perkembangan putra-putrinya secara langsung dan berkala secara

kontinyu, turut serta menciptakan kondisi yang nyaman dan aman, serta

partisipasi langsung dalam hal pendanaan, walaupun sekarang sekolah

didukung oleh dana bantuan Operasional (BOS), karena kebutuhan setiap

sekolah tidak akan sama. Kerja sama antara masyarakat dan sekolah

sebaiknya terdapat payung hukumnya berupa Memorandum Of

Understanding (MOU).

Tugas pemerintah terkait peningkatan mutu pendidikan hampir

menyeluruh, seperti rekrutmen dan pengadaan PTK, Penyediaan sarana

dan prasarana, pengupahan dan sistem pengajian pegawai, penentuan

Kurikulum, serta berbagai undang-undang dan peraturan yang berlaku.

Sehingga setiap satuan pendidikan mengetahui dan memahami arah

2
pembelajaran yang diharapkan oleh pemerintah, masyarakat pengguna,

serta lingkungan sekitar.

Akhir suatu fase proses belajar mengajar (PBM) guru akan

memperoleh keberhasilan atau kegagalan, terkadang guru berhasil

mengantarkan sebagian besar siswa untuk mencapai kompetensi yang

telah ditetapkan namun sering pula mengalami kegagalan atau tidak

tercapainya kentuntasan minimal.Keberhasilan dan kegagalan tersebut

harus di evaluasi dan ditemukan faktor penyebab utamanya, penyebab

ketidak berhasilan tersebut mungkin dari segi strategi, pendekatan,

metode, model, teknik, media,materi, termasuk profil dan karakter guru itu

sendiri.

Salah satu syarat kelulusan dan memperoleh gelar kesarjanaan

sesuai bidang yang penulis tekuni dalam hal ini Sarjana Pendidikan (S.Pd),

maka penulis melakukan penelitian dalam bentuk Penelitian Tindakan

Kelas (PTK) atau Actiaon Reseach yang dilaksanakan di kelas IV SDN

Padasuka III Sumedang, kecamatan sumedang Utara pada pembelajaran

Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Penelitian ini dilaksanakan dengan

beberapa pertimbangan dan alasan sebagai berikut: pertama Ilmu

Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan salah satu mata pelajaran yang

diajarkan mulai dari SD/MI/SDLB sampai SMP/MTs/SMPLB secara

umum. IPS mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan

generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial. Pada jenjang SD IPS

memuat materi Geografi, Sejarah, Sosiologi, dan Ekonomi. Sosiologi dan

3
Ekonomi diajarkan secara implisit pada materi sejarah dan geografi. .

Melalui pembelajaran IPS siswa diarahkan untuk dapat menjadi warga

negara Indonesia yang demokratis, bertanggung jawab, serta menjadi

bagian warga dunia yang cinta damai.

Keberhasilan pembelajaran IPS di kelas IV sebagai fese pertama

kelas tinggi yang akan berguna sebagai tolak ukur keberhasilan di kelas

selanjutnya (Kelas 5-6). Sementara pelaksanaan pembelajaran IPS di kelas

IV SDN Padasuka III dengan materi kegiatan ekonomi masyarakat pada

saat observasi awal dilakukan oleh peneliti, guru kurang maksimal dalam

menerapkan model pembelajaran. Guru hanya menyuruh siswa untuk

mencatat, menyimak, dan tanya jawab singkat. Kondisi siswa selama

mengikuti PBM terkesan pasif dengan ditandai kurangnya aktivitas siswa

dalam bertanya bekerja sama dan hasil evaluasi banyak yang tidak

mencapai Kriteria Ketuntatasan Minimal (KKM). Berdasarkan data

terdapat 42,85% atau sebanyak 9 dari 21 orang siswa tidak mencapai

KKM.

Jika masalah ini tidak diupayakan perbaikannya maka masalah

makro serius menanti bangsa dan negara Indonesia. Karena di masa yang

akan datang siswa akan menghadapi tantangan berat, karena kehidupan

masyarakat global yang selalu berubah dengan cepat dan menyeluruh.

Oleh karena itu mata pelajaran IPS dirancang untuk mengembangkan

pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan anlisis terhadap kondisi sosial

4
masyarakat dalam memasuki kehidupan bermasyarakat yang dinamis

dengan tujuan:

(1) Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan


masyarakat dan lingkungannya. (2) Memiliki kemampuan dasar untuk
berpikir logisdan kritis, rasa ingin tahu, inquiri, memecahkan masalah,
dan keterampilan dalam kehidupan sosial.(3) Memiliki komitmen dan
kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan. (4) Memilki
kemampuan berkomunikasi, bekerja sama dan berkompetisi dalam
masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan global(KTSP,
Depdiknas. 2006)

Dalam upaya memperbaiki kondisi tersebut di atas maka guru

sebaiknya menerapkan model pembelajaran yang aktif, inovatif,

komunikatif, efektif dan menyenangkan (PAIKEM), salah satu

pembelajaran yang relevan dengan model PAIKEM adalah Model

Simulasi Sosial.

Keberhasilan pembelajaran IPS di kelas IV sangat menentukan

untuk perkembangan di kelas berikutnya, karena pada masa ini siswa

sudah mulai menandai penokohan atau figur sebagai idola. Maka

penelitian dengan menerapkan model simulasi sosial sangatlah relevan.

Sesuai dengan latar belakang masalah diatas maka peneliti tertarik

untuk melakukan Penelitiaan Tindakan Kelas dengan judul ”Penerapan

Model Pembelajaran Simulasi Sosial untuk Meningkatkan Proses dan

Hasil Belajar Siswa pada Pelajaran IPS Materi Kegiatan Ekonomi

Masyarakat di kelas IV SDN Padasuka III Tahun Pelajaran 2015/2016”.

5
B. Identifikasi, Rumusan, dan Pemecahan Masalah

1. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian yang dipaparkan dalam latar belakang di atas

permasalahan yang ditemukan dikelas IV SDN Padasuka III pada

pembelajaran IPS tentang kegiatan ekonomi masyarakat dapat

diidentifikasi masalah-masalah sebagai berikut :

1. Siswa belum terlibat aktif dalam proses pembelajaran.

2. Masih minimnya penggunaan media dalam pembelajaran IPS.

3. Kurangnya fokus perhatian siswa pada proses pembelajaran.

4. Dalam proses pembelajaran IPS guru tidak menerapkan model

pembelajaran yang berprinsip PAIKEM.

5. Hasil belajar IPS rendah atau tidak mencapai target KKM.

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan di atas

secara mendasar permasalahan umum dalam penelitian ini adalah “

Bagaimana Penerapan Model Pembelajaran Simulasi Sosial untuk

Meningkatkan Proses dan Hasil Belajar Siswa Pada Pelajaran IPS

Materi Kegiatan Ekonomi Masyarakat di Kelas IV SDN Padasuka III

Tahun Pelajaran 2015/ 2016 ? ”

Dari masalah pokok di atas, kemudian diuraikan lagi menjadi sub-sub

permasalahan berikut ini di antaranya adalah :

6
1. Bagaimana perencanan penerapan model pembelajaran simulasi

sosial untuk meningkatkan proses dan hasil belajar siswa pada

pelajaran IPS materi kegiatan ekonomi masyarakat di kelas IV

SDN Padasuka III tahun pelajaran 2015/2016 ?

2. Bagaimana pelaksanaan penerapan model pembelajaran simulasi

sosial untuk meningkatkan proses dan hasil belajar siswa pada

pelajaran IPS materi kegiatan ekonomi masyarakat di kelas IV

SDN Padasuka III tahun pelajaran 2015/2016 ?

3. Bagaimana evaluasi penerapan model pembelajaran simulasi sosial

untuk meningkatkan proses dan hasil belajar siswa pada pelajaran

IPS materi kegiatan ekonomi masyarakat di kelas IV SDN

Padasuka III tahun pelajaran 2015/2016 ?

3. Pemecahan Masalah

Untuk memecahkan masalah seperti yang telah di ungkapkan

diatas, direncanakan dilakukan dengan menggunakan penelitian

penelitian tindakan kelas, yakni penelitian yang dilakukan oleh guru di

dalam kelasnya sendiri melalui refleksi diri dengan tujuan untuk

memperbaiki kinerjanya sebagai guru sehingga proses dan hasil belajar

siswa menjadi meningkat (Wardhani, 2007: 14).

Prosedur pemecahan masalah sesuai dengan metodologi penelitian

tindakan kelas dapat dilihat pada gambar berikut ini :

7
Refleksi Perencanaan

Observasi

Tindakan

Refleksi Perencanaan

Observasi

Tindakan

C. Batasan Masalah

Agar masalah tidak meluas dan tidak berbelok dari arah latar

belakang dan tujuan penelitian , maka penulis membatasi penelitian ini

sebagai berikut :

1. Penggunaan metode simulasi sosial pada pelajaran IPS di kelas IV

SDN Padasuka III tahun pelajaran 2015/2016.

2. Meteri yang diajarkan hanya pada kegiatan ekonomi di masyarakat.

3. Hasil belajar siswa diambil setelah PBM dilaksanakan ( setelah

ulangan harian).

4. Indikator keberhasilan difokuskan pada proses dan hasil belajar .

D. Tujuan Penelitian

8
Yang dimaksud dengan tujuan adalah untuk menjawab permasalahan.

Sesuai permasalan diatas maka penelitian ini dilaksanakan dengan maksud

untuk menerapkan model pembelajaran simulasi sosial dalam

pembelajaran IPS di kelas IV SDN Padasuka III dengan harapan untuk

lebih meningkatkan proses dan hasil belajar siswa.

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mendeskripsikan perencanan penerapan model pembelajaran

simulasi sosial untuk meningkatkan proses dan hasil belajar siswa

pada pelajaran IPS materi kegiatan ekonomi masyarakat di kelas

IV SDN Padasuka III tahun pelajaran 2015/2016.

2. Mendeskripsikan pelaksanaan penerapan model pembelajaran

simulasi sosial untuk meningkatkan proses dan hasil belajar siswa

pada pelajaran IPS materi kegiatan ekonomi masyarakat di kelas

IV SDN Padasuka III tahun pelajaran 2015/2016.

3. Mendeskripsikan evaluasi penerapan model pembelajaran simulasi

sosial untuk meningkatkan proses dan hasil belajar siswa pada

pelajaran IPS materi kegiatan ekonomi masyarakat di kelas IV

SDN Padasuka III tahun pelajaran 2015/2016.

E. Manfaat Penelitiaan

Penelitian yang dilaksanakan di SDN Padasuka III, Kecamatan

Sumedang Utara Kabupaten Sumedang ini memiliki beberapa manfaat

antara lain :

9
1. Secara Teoritis

Secara teoritis penelitian ini memperkuat teori tentang model

pembelajaran simulasi sosial untuk meningkatkan hasil belajar siswa.

2. Secara Praktis

a. Bagi Guru

Digunakan untuk memperbaiki proses pembelajaran dan menjadi

alternatif solusi dalam memilih model pembelajaran.

b. Bagi Siswa

Melalui penelitian ini proses dan hasil belajar IPS siswa dapat

meningkat.

c. Bagi Sekolah

Melalui penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai

masukan dan bahan pertimbangan bagi SDN Padasuka III untuk

meningkatkan kualitas dan mutu pendidikan.

d. Instansi Terkait

Diharapkan dapat bekerjasama dalam meningkatkan mutu

pendidikan terutama dalam bidang finansial dan penghargaan atau

reward bagi guru yang melaksanakan penelitian.

F. Anggapan Dasar dan Hipotesis Penelitian

1. Anggapan Dasar

a. Bahwa IPS adalah Ilmu yang harus dipelajari oleh semua siswa di

Sekolah Dasar.

10
b. Dalam kegiatan belajar mengajar guru harus menggunakan model

pembelajaran tertentu.

c. Terdapat beberapa model pembelajaran yang dapat digunakan

dalam pembelajaran IPS.

d. Model pembelajaran simulasi sosial merupakan salah satu model

pembelajaran yang harus digunakan dalam pembelajaran IPS.

2. Hipotesis Penelitian

Adapun hipotesis tindakan yang dapat penulis rumuskan sebagai

berikut : “Jika dalam pembelajaran IPS di kelas IV SDN Padasuka III

menggunakan model pembelajaran simulasi sosial maka proses dan

hasil belajar siswa akan lebih meningkat”.

G. Kajian Teori

1. Model Pembelajaran Simulasi Sosial

a. Pengertian Model Pembelajaran Simulasi Sosial

Simulasi berasal dari kata simulate yang artinya berpura-

pura atau berbuat seakan-akan. Sebagai metode mengajar, simulasi

dapat diartikan cara penyajian pengalaman belajar dengan

menggunakan situasi tiruan untuk memahami tentang konsep,

11
prinsip, atau keterampilan tertentu.Model pembelajaran simulasi

merupakan model pembelajaran yang membuat suatu peniruan

terhadap sesuatu yang nyata, terhadap keadaan sekelilingnya (state

of affaris) atau proses. Model pembelajaran ini dirancang untuk

membantu siswa mengalami bermacam-macam proses dan

kenyataan sosial dan untuk menguji reaksi mereka, serta untuk

memperoleh konsep keterampilan pembuatan keputusan. Model

pembelajaran ini diterapkan didalam dunia pendidikan dengan

tujuan mengaktifkan kemampuan yang dianalogikan dengan proses

sibernetika. Pendekatan simulasi dirancang agar mendekati

kenyataan dimana gerakan yang dianggap kompleks sengaja

dikontrol, misalnya, dalam proses simulasi ini dilakukan dengan

menggunakan simulator.

Sedangkan model simulasi sosial dipelopori oleh Sarane

Boocock dan Harol Guetzkow, (dalam Uno, Hamzah.2008:28)

yang berpendapat bahwa model simulasi adalah penerapan dari

prinsip sibernetik, suatu cabang dari psikologi sibernetik yaitu

suatu studi perbandingan antara mekanisme kontrol manusia

(biologis) dengan sistem elektromekanik, seperti komputer.

Simulasi sosial adalah suatu studi perbandingan dengan sistem

elektromekanik yang mengacu pada teori Siber Matika, jadi teori

ini menganalogkan bahwa siswa belajar dengan sistem yang dapat

mengendalikan umpan balik sendiri yang menyerupai mesin.

12
(Ruminiati, 2006 : 5-13).Model pembelajaran simulasi sosial

beranggapan bahwa siswa merupakan bagian suatu sistem yang

dapat mengendalikan umpan balik sendiri. Permainan simulasi

dapat merangsang berbagai bentuk belajar, seperti belajar tentang

persaingan (kompetisi), kerjasama, empati, sistem sosial, konsep

keterampilan, kemampuan berpikir kritis, pengambilan keputusan,

dan lain-lain. (Uno, Hamzah. 2008:30). Sehingga dapat

disimpulkan bahwa model simulasi sosial menginterpretasikan

manusia sebagai suatu sistem kontrol yang dapat mengarahkan

tindakannya dengan berdasarkan pada umpan balik.

Dalam model simulasi sosial ada empat prinsip yang harus

dipegang oleh guru sebagai fasilitator, yaitu :

a. Penjelasan guru agar pemain harus memahami aturan main

b. Mengawasi proses simulasi

c. Melatih jika pemain melakukan kesalahan

d. Diskusi dan refleksi

Simulasi sosial terdiri dari empat tahap, yaitu :

a. Menyiapkan siswa yang menjadi pemeran dalam simulasi

b. Guru menyusun skenario

c. Pelaksanaan simulasi

d. Mendiskusikan (debriefing)

b. Karakter Model Pembelajaran Simulasi

13
Menurut Joyce dan Weil (2003),model ini memiliki tahap sebagai

berikut: :

1. Sintakmatik

Tahap I. Orientasi

(1) Menyediakan berbagai topik simulasi dan konsep-konsep

yang akan diintegrasikan dalam proses simulasi

(2) Menjelaskan prinsip Simulasi dan permainan.

(3) Memberikan gambaran teknis secara umum tentang proses

simulasi.

Tahap II. Latihan bagi peserta

(1) Membuat skenario yang berisi aturan, peranan, langkah,

pencatatan, bentuk keputusan yang harus dibuat, dan tujuan

yang akan dicapai.

(2) Menugaskan para pemeran dalam simulasi

(3) Mencoba secara singkat suatu episode

Tahap III. Proses simulasi

(1) Melaksanakan aktivitas permainan dan pengaturan kegiatan

tersebut.

(2) Memperoleh umpan balik dan evaluasi dari hasil

pengamatan terhadap performan si pemeran.

(3) Menjernihkan hal-hal yang miskonsepsional

14
(4) Melanjutkan permainan/simulasi

Tahap IV. Pemantapan dan debriefing

(1) Memberikan ringkasan mengenai kejadian dan persepsi

yang timbul selama simulasi.

(2) Memberikan ringkasan mengenai kesulitan-kesulitan dan

wawasan para peserta.

(3) Menganalisis proses.

(4) Membandingkan aktivitas simulasi dengan dunia nyata.

(5) Menghubungkan proses simulasi dengan isi pelajaran.

(6) Menilai dan merancang kembali simulasi.

2. Sistem Sosial

Didalam simulasi, pengajar harus dengan sengaja memilih jenis

kegiatan dan mengatur siswa dengan merancang kegiatan yang

utuh dan padat mengenai sesuatu proses. Karena itu, model ini

termasuk model yang terstruktur. Namun demikian, kerjasama

antar peserta sangat diperhatikan. Keberhasilan dari model ini

tergantung pada kerjasama dan kemauan dari siswa untuk

secara bersungguh-sungguh melaksanakan aktivitas ini.

3. Prinsip reaksi/pengelolaan

Dalam model ini, pengajar berperan sebagai pemberi

kemudahan atau fasilitator. Dalam keseluruhan proses simulasi,

pengajar bertugas dan bertanggung jawab atas terpeliharanya

15
suasana belajar dengan cara menunjukkan sikap yang

mendukung atau supportif dan tidak bersifat menilai atau

evaluatif. Dalam hal ini, pengajar bertugas untuk lebih dahulu

mendorong pengertian dan penafsiran para siswa terhadap isi

dan makna dari simulasi tersebut.

4. Sistem Pendukung

Sarana yang diperlukan untuk mendukung pelaksanaan

simulasi ini bervariasi, mulai dari yang paling sederhana dan

murah, ke yang paling kompleks dan mahal. Misalnya bila

sarana yang dipergunakan berupa simulator elektronik, tentu

hal ini memerlukan biaya yang besar. Tapi bila sarana yang

diperlukan itu hanyalah berupa kartu ataupun kelereng, tentu

sangat murah.

5. Dampak Instruksional dan Pengiring

Dampak Instruksional dan Pengiring dari model ini

sebagaimana dikemukakan oleh Joyce dan Weil (2003) dapat

dilihat pada gambar :

16
Untuk kepentingan praktis, model tersebut dapat diadaptasi

dalam bentuk kerangka operasional sebagai berikut:

17
2. Proses dan Hasil Belajar

a. Pengertian Belajar

Belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan

melalui pengalaman (Hamalik, Oemar. 2001:27). Menurut

pengertian ini belajar merupakan suatu proses, suatu kegiatan dan

bukan suatu hasil atau tujuan. Adapula tafsiran lain tentang belajar

yang menyatakan bahwa belajar adalah suatu proses perubahan

tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungan. Di

dalam interaksi inilah terjadi serangkaian pengalaman-pengalaman

belajar. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa belajar

merupakan proses interaksi dari lingkungan dan pelaku melalui

pengalaman dalam rangka merubah tingkah laku individu tersebut.

b. Proses Belajar

18
Definisi Proses Belajar Proses adalah kata yang berasal dari

bahasa latin “processus” yang berarti “berjalan ke depan”. Kata ini

mempunyai konotasi urutan langkah atau kemajuan yang mengarah

pada suatu sasaran atau tujuan. Menurut Chaplin (1972), proses

adalah: Any change in any object or organism, particulary a

behaioral or psychological change (Proses adalah suatu perubahan

khususnya yang menyangkut perubahan tingkah laku atau

perubahan kejiwaan). Dalam psikologi belajar, proses berarti cara-

cara atau langkah-langkah khusus yang dengannya beberapa

perubahan ditimbulkan hingga tercapainya hasil-hasil tertentu

(Reber, 1988). Jika kita perhatikan ungkapan any change in any

object or organism dalam definisi Chaplin di atas dan kata-kata

“cara-cara atau langkah-langkah” dalam definisi Reber tadi, istilah

“tahapan perubahan” dapat kita pakai sebagai padanan kata proses.

Jadi, proses belajar dapat diartikan sebagai tahapan perubahan

perilaku kognitif, afektif, dan psikomotor yang terjadi dalam diri

siswa. Perubahan tersebut bersifat positif alam arti berorientasi ke

arah yang lebih maju daripada keasaan sebelumnya. Sampai

sekarang terdapat dua pendapat yang terus berkembang berebut

pengaruh untuk diaplikasi terkait proses belajar. Proses belajar di

sekolah dirancang ke dalam kurikulum. Kurikulum yang berlaku di

sekolah SD, SMP, SMA, SMK bermerk KTSP.

19
Pendapat I yakin proses belajar terjadi karena ada

reinforcement sebagai motivasi siswa agar terjadi perubahan

tingkah laku (behaviorisme), proses belajar terjadi sesuai tingkat

perkembangan biologis seseorang (maturasionisme). Behaviorisme

menekankan ketrampilan atau tingkah laku sebagai tujuan

pendidikan, sedangkan maturasionisme menekankan pengetahuan

yang berkembang sesuai dengan usia. Kurikulum sebelum KBK

atau KTSP menganut pendapat ini. Peran guru di sini aktif

menyiapkan dan memberi pelajaran yang sesuai untuk

memperkaya dan mempercepat perkembangan pengetahuan dan

mental siswa.

Pendapat ke II yakin proses belajar terjadi karena bentukan

kita sendiri (selfcontructions). Pengetahuan yang kita dapat bukan

karena meniru dan bukan pula menggambar realitas di luar diri kita

tetapi dikonstruksi melalui proses membuat struktur, kategori,

konsep, dan skema yang diperlukan untuk membentuk

pengetahuan (konstruktivisme). Kurikulum yang diberlakukan

sekarang KBK maupun KTSP menganut pendapat ini.

Konstruktivisme menekankan perkembangan konsep dan

pengertian yang mendalam, pengetahuan sebagai konstruksi aktif

yang dibuat siswa. Jikasiswa tidak aktif membangun

pengetahuannya, meskipun usianya tua tetap tidak akan

berkembang pengetahuannya. Suatu pengetahuan dianggap benar

20
bila pengetahuan itu berguna untuk menghadapi dan memecahkan

persoalan atau fenomena yang dihadapi siswa. Pengetahuan tidak

bisa ditransfer begitu saja, melainkan harus diinterpretasikan

sendiri oleh masing-masing siswa. Pengetahuan juga bukan sesuatu

yang sudah ada, melainkan suatu proses yang berkembang terus-

menerus. Dalam proses itu keaktifan siswa sangat menentukan

dalam mengembangkan pengetahuannya. Oleh karena itu

pembelajaran siswa di kelas atau di sekolah menggunakan strategi

pembelajaran siswa aktif. Peran guru di sini sebagai media dan

fasilitator bahkan menciptakan media pembelajaran dan

menciptakan fasilitator pembelajaran supaya siswa belajar aktif

dan aktif belajar. Siswa dibimbing dan dilatih serta diberi

kesempatan melakukan adaptasi kognitif. Sama halnya dengan

setiap organisme tubuh harus beradaptasi secara fisik dengan

lingkungan untuk dapat bertahan hidup, demikian juga struktur

pemikiran siswa. Siswa dan kita semua berhadapan dengan

tantangan, pengalaman, gejala baru, dan persoalan baru yang harus

ditanggapi dan diselesaikan serta dipecahkan secaca kognitif

(mental) Untuk itu, siswa dibimbing dan dilatih mengembangkan

skema pikiran lebih umum menuju ke lebih rinci, atau perlu

perubahan radikal untuk menjawab tantangan hidup dan

menginterpretasikan pengalaman-pengalamannya.

21
Tahapan-tahapan dalam proses belajar siswa akan melalui

tiga fase atau tiga proses pada saat belajar diantaranya :

- Tahap pertama adalah fase kognitif, yaitu tahapan dimana

siswa mendapatkan suatu materi atau ilmu dari seorang guru.

Dalam fase ini siswa memperoleh informasi tentang apa,

mengapa, dan bagaiman cara melakukan aktifitas gerak yang

akan dipelajari, diharapkan di dalam benak siswa telah

terbentuk motor-plan, yaitu keterampilan intelektual dalam

merencanakan cara melakukan keterampilan.

- Tahap kedua adalah fase asosiatif atau fiksasi, yaitu tahapan

dimana siswa akan melakukan latihan dari materi atau ilmu

yang sudah di ajarkan dalam tahap kognitif. Pada tahap latihan

ini siswa diharapkan mampu mempraktekkan atau

mengaplikasikan apa yang sudah diajarkan oleh guru.

- Tahap ketiga adalah fase otomatis. Pada tahap ini siswa telah

dapat melakukan atau mengaplikasikan ilmu yang telah

diajarkan, karena siswa telah memasuki fase otomatis, artinya

siswa dapat merespon secara cepat dan tepat terhadap materi

atau ilmu yang sudah di ajarkan oleh guru dalam fase

kognitif.Tanda-tanda siswa telah memasuki tahapan otomatis

adalah bila seorang siswa dapat mengerjakan tugas tanpa

berpikir lagi.

22
c. Hasil Belajar

Reigeluth sebagaimana dikutip Keller (dalam Uno,

Hamzah. 2008:137) menyebutkan bahwa hasil belajar adalah

semua efek yang dapat dijadikan sebagai indikator tentang nilai

dari penggunaan suatu metode dibawah kondis yang berbeda. Efek

ini bisa berupa efek yang sengaja dirancang, karena itu ia

merupakan efek yang diinginkan dan bisa juga berupa efek nyata

sebagai hasil penggunaan metode pengajaran tertentu. Menurut

Bloom, dkk (dalam Suprayekti, 2004:2) hasil belajar mencakup

tiga ranah yaitu : ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah

psikomotori dan dapat disimpulkan bahwa hasil belajar meliputi

segala kegiatan, baik yang berorientasi pada kemampuan berpikir,

berhubungan dengan perasaan, sikap emosi, sistem nilai, sikap hati,

dan juga yang berhubungan dengan tindakan anggota tubuh.

Berdasarkan teori tersebut dapat disimpulkan bahwa hasil

belajar adalah semua efek atau akibat yang diinginkan dari

penggunaan metode kegiatan pembelajaran yang berorientasi pada

kemampuan berpikir, sikap, dan perilaku berkenaan dengan materi

pembelajaran berdasarkan kriteria keberhasilan yang ditetapkan.

23
3. Pelajaran IPS

a. Pengertian Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)

Sampai saat ini, IPS merupakan suatu program pendidikan

dan bukan sub-disiplin ilmu tersendiri, sehingga tidak akan

ditemukan baik dalam nomenklatur filsafat ilmu, disiplin ilmu-ilmu

sosial (social science), maupun ilmu pendidikan Sumantri dalam

Hidayati dkk (2008:3) Social Science Education Council (SSEC)

dan National Council For Social Studies(NCSS), menyebut IPS

sebagai “Social Science Education” dan “Social

Studies”.Nama Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) dalam pendidikan

dasar dan menengah di Indonesia muncul bersamaan dengan

diberlakukanya kurikulum SD, SMP dan SMA tahun 1975. Dilihat

dari sisi ini, maka IPS sabagai bidang studi masih “baru”. Disebut

demikian karena cara pandang yang di anutnya memang dianggap

baru, walaupun bahan yang dikaji bukanlah hal yang baru. Dengan

kata lain, IPS mengikuti cara pandang yang bersifat terpadu dari

sejumlah mata pelajaran seperti: geografi, ekonomi, ilmu politik,

ilmu hukum, sejarah, antropologi, psikologi, sosiologi dan

sebagainya. Perpaduan ini dimungkinkan karena mata pelajaran

tersebut memiliki obyek material kajian yang sama yaitu manusia.

Hamid Hasan (1996:92) mengungkapkan bahwa pendidikan ilmu

pengetahuan sosial (PIPS) diartikan sebagai pendidikan

24
pengetahuan sosial (PS) maupun dalam pengertian pendidikan

ilmu-ilmu sosial (IS). IPS dalam pengertian pendidikan disiplin

ilmu sosial dikembangkan dalam kurikulum akademik atau

kurikulum disiplin ilmu. Kurikulum yang demikian akan memakai

nama disiplin ilmu sebagai ‘label’ programnya (mata pelajaran)

dan juga tujuannya sangat erat hubungannya dengan tujuan disiplin

ilmu.

Berdasarkan uraian-uraian di atas, maka IPS merupakan

salah satu bidang kajian yang diberikan dalam pendidikan formal

sejak siswa duduk di Sekolah Dasar sampai Pendidikan Menengah

dalam rangka mendukung ketercapaian tujuan pendidikan nasional.

Pada jenjang pendidikan dasar IPS merujuk pada mata pelajaran,

sedangkan pada jenjang sekolah menengah digunakan dalam hal

penjurusan bidang studi, serta pada jenjang Pendidikan Tinggi

(khususnya LPTK), IPS merupakan label untuk salah satu fakultas,

atau jurusan.

b. Tujuan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)

Setiap usaha pendidikan senantiasa memiliki tujuan tertentu

yang hendak dicapai. Berdasarkan tujuan pendidikan yang jelas,

tegas, terarah, barulah pendidikan dapat menentukan usaha apa

yang akan dilakukannya dan bahan pelajaran apa yang sebaiknya

diberikan kepada anak didiknya. Demikian juga didalam negara

kita telah dirumuskan tujuan pendidikan nasional dirumuskan

25
berdasarkan pada falsafah Negara Pancasila dan UUD

1945, berdasarkan pada falsafah Negara tersebut, maka telah

dirumuskan tujuan pendidikan nasional, yaitu “Membentuk

manusia pembangunan yang ber-Pancasila dan untuk membentuk

manusia yang sehat jasmani dan rohaninya, memiliki pengetahuan

dan keterampilan, dapat mengembangkan kreativitas dan tanggung

jawab, dapat menyuburkan sikap demokrasi dan penuh tanggung

jawab, dapat menyuburkan sikap demokrasi dan penuh tenggang

rasa, dapat mengembangkan kecerdasan yang tinggi dan disertai

budi pekerti yang luhur, mencintai bangsanya, dan mencintai

sesama manusia sesuai ketentuan yang termaksud dalam UUD

1945”.

Berkaitan dengan tujuan pendidikan diatas, kemudian apa

tujuan dari pendidikan IPS yang akan dicapai? Tentu saja tujuan

harus dikaitkan dengan kebutuhan dan disesuiakan dengan

tantangan-tantangan kehidupan yang akan dihadapi anak.

Berkaitan dengan hal tersebut, kurikulum 2004 untuk tingkat SD

menyatakan bahwa, pengetahuan sosial (sebutan IPS dalam

kurikulum 2004), bertujuan untuk :

1. Mengajarkan konsep-konsep dasar sosiologi, geografi,

ekonomi, sejarah dan kewarganegaraan, pedagogis, dan

psikologis.

26
2. Mengembangkan kemampuan berfikir kritis dan kreatif,

inquiri, memecahkan masalah, dan keterampilan sosial.

3. Membangun komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai

sosial dan kemanusiaan.

4. Meningkatkan kemampuan bekerjasama dan berkompetisi

dalam masyarakat yang majemuk, baik secara nasional

maupun global.

Sejalan dengan tujuan tersebut tujuan pendidikan ilmu

pengetahuan sosial (IPS) menurut Nursid Sumaatmadja dalam

Hidayati dkk (2008:24) adalah membina anak didik menjadi

warga negara yang baik, yang memiliki pengetahuan,

keterampilan, kepedulian sosial yang berguna bagi dirinya serta

bagi masyarakat dan negara. Sedangkan secara rinci Oemar

Hamalik merumuskan tujuan pendidikan ilmu pengetahuan

sosial (IPS) berorientasi pada tingkah laku para siswa, yaitu :

(1) pengetahuan dan pemahaman, (2) sikap hidup belajar, (3)

nilai-nilai sosial dan sikap, (4) keterampilan. Oemar

Hamalik dalam Hidayati dkk (200:24).

c. Materi Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)

Mempelajari IPS pada hakekatnya adalah menelaah

interaksi antara individu dan masyarakat dengan lingkungan (fisik

dan sosial-budaya). Materi IPS digali dari segala aspek kehidupan

praktis sehari-hari dimasyarakat. Oleh karena itu, pengajaran IPS

27
yang melupakan masyarakat sebagai sumber dan objeknya

merupakan suatu bidang ilmu yang tidak berpijak pada kenyataan,

menurut Mulyono Tjokrodikaryo dalam Hidayati dkk (2008 : 26)

Ada lima macam sumber materi IPS antara lain :

a. Segala sesuatu atau apa saja yang ada dan terjadi

disekitar anak sejak dari keluarga, sekolah, desa,

kecamatan sampai lingkungan yang luas Negara dan

dunia dengan berbagai permasalahannya.

b. Kegiatan manusia misalnya : mata pencaharian,

pendidikan, keagamaan, produksi, komunikasi,

transportasi.

c. Lingkungan geografi dan budaya meliputi segala aspek

geografi dan antropologi yang terdapat sejak dari

lingkungan anak yang terdekat sampai yang terjauh.

d. Kehidupan masa lampau, perkembangan kehidupan

manusia, sejarah yang dimulai dari sejarah lingkungan

terdekat sampai yang terjauh, tentang tokoh-tokoh dan

kejadian-kejadian yang besar.

e. Anak sebagai sumber materi meliputi berbagai segi,

dari makanan, pakaian, permainan dan keluarga.

Dengan demikian masyarakat dan lingkungannya, selain

menjadi sumber materi ilmu pengetahuan sosial (IPS) sekaligus

juga menjadi laboratoriumnya. Pengetahuan konsep, teori-teori IPS

28
yang diperoleh anak didalam kelas dapat dicocokkan dan

dicobakan sekaligus diterapkan dalam kehidupannya sehari-hari

dimasyarakat.

d. Kegiatan Ekonomi Masyarakat

Kegiatan ekonomi merupakan kegiatan yang dilakukan

manusia untuk memperoleh barang dan jasa, dengan kata lain juga

bisa kegiatan ekonomi adalah kegiatan manusia untuk memenuhi

kebutuhan hidupnya. Kegiatan ekonomi terdiri dari kegiatan

konsumsi dan produksi. Produksi adalah kegiatan menghasilkan

atau menambah nilai guna barang atau jasa untuk memenuhi

kebutuhan. Kegiatan ekonomi dapat dibagi menjadi kegiatan

ekonomi dalam bidang pertanian, perkebunan, peternakan,

perikanan, kehutanan, perindustrian, perdagangan, dan pelayanan

jasa pariwisata.

Untuk memenuhi segala kebutuhannya, manusia harus

bekerja. Manusia bekerja sesuai dengan kondisi wilayah tempat

tinggalnya, pendidikan maupun sesuai dengan bakat

ketrampilannya. Kegiatan bekerja tersebut membentuk suatu usaha

perekonomian yang berjalan di masyarakat.

29
H. Rencana dan Prosedur Penelitian

1. Subjek Penelitian

Yang menjadi subjek dalam penelitian ini adalah siswakelas IV SDN

Padasuka III Kecamatan Sumedang Utara Kabupaten Sumedang tahun

pelajaran 2015/2016 sebanyak 18 siswa yang terdiri dari 8 siswa

perempuan dan 10 siswa laki-laki.

2. Waktu

Penelitian ini direncanakan selama 3 (tiga) bulan.

3. Lama Tindakan

Tindakan penelitian direncanakan dilaksanakan selama 3 minggu

untuk 3 kali putaran.

4. Lokasi

Lokasi penelitian akan dilaksanakan di SDN Padasuka III di Dusun

Nanggewer Desa Mulyasari Kecamatan Sumedang Utara Kabupaten

Sumedang.

5. Prosedur penelitian

Penelitian ini direncanakan akan dilaksanakan dalam tiga siklus (3x

putaran). Setiap siklus di jelaskan di bawah ini .

1). Siklus I

Pada siklus ini difokuskan pada pengenalan model penerimaan

siswa serta peningkatan motivasi belajar siswa melalui implementasi

simulasi sosial. Iindikator keberhasilan diukur dari meningkatnya

30
secara kuantitatif aktivitas siswa dalam belajar baik dalam

melaksanaan proses pembelajaran maupun dalam mengerjakan tugas

yang dibebankan kepada setiap siswaserta hasil belajar siswa melalui

perolehan hasil ulangan harian.Dalam tahap ini meliputi perencanaan,

pelaksanaa, observasi, dan refleksi. Dengan observer guru dan teman

sejawat.

2). Siklus II

Pada siklus ini difokuskan pada perbaikan implementasi model

pembelajaran simulasi sosial yang diperoleh dari hasil refleksi siklus I

melalui shering/diskusi dengan observer serta pakar.

3) siklus III

Pada siklus ini difokuskan pada peningkatan proses dan hasil

belajar siswa melalui penerapan model simulasi sosial untuk

memperkuat teori dan praktek model pembelajaran tersebut.

6. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian merupakan alat untuk mendapatkan data yang

diperlukan dalam penelitian. Menurut Arikunto, Suharsimi,

(2006:160). “Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang

digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya

lebih mudah dan hasilnya lebih baik, dalam arti lebih cermat, lengkap,

dan sistematis sehingga lebih mudah diolah”.

Dalam penelitian ini instrument yang digunakan adalah :

- Lembar Observasi

31
- Lembar Soal

I. Jadwal Penelitian

Jadwal penelitian dapat dilihat pada tabel berikut :

Waktu Minggu Ke-


No Jenis kegiatan
1 2 3 4 5 6 7 8

1. Persiapan

Menyusun konsep pelaksanaan

Menyusun instrumen

2. Pelaksanaan

Melakukan tindakan siklus I

Melakukan tindakan siklus II

Melakukan tindakan siklus III

3. Penyusunan laporan

Menyusun konsep laporan

Menyempurnakan draft laporan

32
J. Daftar Pustaka

Ahmad Susanto. (2013). Teori Belajar dan Pembelajaran di Sekolah

Dasar. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Bruce Joyce & Marsha Weil. (2003). Models of Teaching Fifth

Edition.New Delhi. Prentice-Hall, Inc.

Hamzah B, uno. (2007). Model-model Pembelajaran Sosial. Jakarta:

Pustaka Setia.

Rusman. (2012). Model-Model Pembelajaran. Jakarta: Raja Grafindo

Persada.

Sanjaya, Wina. (2009). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Kencana

Prenada Media Group.

Sanjaya, Wina. (2010). Stategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses

Pendidikan. Bandung: Kencana Prenada Media Group.

Suryosubroto, B. (1997). Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta:

Rineka Cipta.

Sutrisno, Leo. Dkk. (2008). Pengembangan IPS di SD. Jakarta:

Departemen Pendidikan Nasional.

Suyono dan Hariyanto. 2011. Belajar Dan Pembelajaran; Teori Dan

Konsep Dasar. Bandung: PT Remaja Rosda Karya.

Wardhani. (2007). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Universitas

Terbuka.

33
Zainal Aqib. (2007). Penelitian Tindakan Kelas Untuk Guru. Bandung:

Yrama Widia.

34

Anda mungkin juga menyukai