Anda di halaman 1dari 9

KEPEMIMPINAN SEKOLAH

A.    PENDAHULUAN
Salah satu persoalan pendidikan yang sedang dihadapi bangsa kita adalah
persoalan mutu pendidikan pada setiap jenjang dan satuan pendidikan. Berbagai usaha
telah dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional, antara lain melalui
berbagai pelatihan dan peningkatan kompetensi guru, pengadaan buku dan alat pelajaran,
perbaikan sarana dan prasarana pendidikan, dan meningkatkan mutu manajemen sekolah.
Namun demikian, Indikator mutu pendidikan belum menunjukkan peningkatan yang
berarti. Sebagian sekolah, terutama di kota-kota, menunjukkan peningkatan mutu
pendidikan yang mencakup menggembirakan, namun sebagian besar lainnya masih
memprihatinkan.
Berdasarkan masalah di atas, maka berbagai pihak mempertayakan apa yang salah
dalam penyelenggaraan pendidikan kita? Dan berbagai pengamat dan analisis, ada
berbagai faktor yang menyebabkan mutu pendidikan kita mengelami peningkatan secara
merata. Pertama, kebijakan dan penyelenggaraan pendidikan nasional menggunakan
pendekatan educational production function atau input-output analisis yang tidak
dilaksanakan secara konsekwen. Pendekatan ini melihat bahwa lembaga pendididjkan
berfungsi sebagai pusat produksi yang apabila dipenuhi semua input yang diperlukan
dalam kegiatan produksi tersebut, maka lembaga akan menghasilkan output yang
dikehendaki. Pendekatan ini menganggap input pendidikan seperti pelatihan guru,
pengadaan buku dan alat pelajaran, dan perbaikan sarana prasarana perbaikan lainnya
dipenuhi, maka mutu pendidikan (output) secara otomatis akan
terjadi. Kedua, penyelenggaraan pendidikan nasional dilakukan
secara birokratissentralistik, sehingga meningkat sekolah sebagai penyelenggaraan
pendidikan yang tergantung pada keputusan birokrasi-birokrasi. Kadang-kadang
birokrasi itu sangat panjang dan kebijakannya tidak sesuai dengan kondisi sekolah
setempat. Maka akses dari birokrasi panjang dan sentralisasi itu, sekolah menjadi tidak
mandiri, kurangya kreatifitas dan motivasi. Ketiga, minimnya peranan masyarakat
khususnya orang tua sisiwa dalam penyelenggaraan pendidikan, pratisipasi orang tua
selama ini dengan sebatas pendukung dana, tapi tidak dilibatkan dalam proses
pendidikan seperti mengambil keputusan, monitoring, evaluasi dan akuntabilitas,
sehingga sekolah tidak memiliki beban dan tanggung jawab hasil pelaksanaan
pendidikan kepada masyarakat/orang tua sebagai stake holder yang berkepentingan
dengan pendidikan. Keempat, krisis kepemimpinan, dimana kepala sekolah yang
cenderung tidak demokratis, sistem topdown policy baik dari kepala sekolah terhadap
guru atau birokrasi diatas kepala sekolah terhadap sekolah.
Munculnya paradigma Guru tentang manajemen berbasis sekolah yang bertumpu
pada penciptaan iklim yang demokratisasi dan pemberian kepercayaan yang lebih luas
kepada sekolah untuk menyelenggarakan pendidikan secara efisien dan berkualitas.
Hal ini sangat memungkinkan dengan dikeluarkannya UU pemerintah no. 22 tahun
1999, selanjutnya diubah dengan UU no.32 tahun 2004 yaitu undang-undang otonomi
daerah yang kemudian diatur oleh PP no. 33 tahun 2004 yaitu adanya penggeseran
kewenangan dan pemerintah pusat ke pemda dalam berbagai bidang termasuk bidang
pendidikan kecuali agama, politik luar negri, pertahanan dan keamanan, peradilan,
moneter dan fiskal.
Kepemimpinan adalah cara seseorang pemimpin mempengaruhi perilaku bawahan
agar mau bekerja sama dan bekerja secara produktif untuk mencapai tujuan organisasi.
Gaya kepemimpinan yang kurang melibatkan bawahan dalam mengambil kepurusan
maka akan mengakibatkan adanya disharmonisasi hubungan anatara pemimpin dan yang
dipimpin.
Kepemimpinan merupakan salah satu faktor yang menentukan kesuksesan
implementasi MBS.  Sebagaimana dikemukakan oleh Nurkolis setidaknya ada empat
alasan kenapa diperlukan figur pemimpin, yaitu ; 1) banyak orang memerlukan figur
pemimpin, 2) dalam beberapa situasi seorang pemimpin perlu tampil mewakili
kelompoknya, 3) sebagai tempat pengambilalihan resiko bila terjadi tekanan terhadap
kelomponya, dan 4) sebagai tempat untuk meletakkan kekuasaan.4 Dalam Manajemen
berbasis sekolah dimana memberikan keleluasaan kepada sekolah untuk mengelola
potensi yang dimiliki dengan melibatkan semua unsur stakeholder untuk mencapai
peningkatan kualitas sekolah tersebut. Karena sekolah memiliki kewenangan yang sangat
luas itu maka kehadiran figur pemimpin menjadi sangat penting.
Kepemimpinan yang baik tentunya sangat berdampak pada tercapai tidaknya
tujuan organisasi karena pemimpin memiliki pengaruh terhadap kinerja yang
dipimpinnya. Kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok untuk mencapai tujuan
merupakan bagian dari kepemimpinan. Konsep kepemimpinan erat sekali hubungannya
dengan konsep kekuasaan. Dengan kekuasaan pemimpin memperoleh alat untuk
mempengaruhi perilaku para pengikutnya. Terdapat beberapa sumber dan bentuk
kekuasaan, yaitu kekuasaan paksaan, legitimasi, keahlian, penghargaan, referensi,
informasi, dan hubungan. Gaya kepemimpinan adalah sikap, gerak-gerik atau lagak yang
dipilih oleh seseorang pemimpin dalam menjalankan tugas kepemimpinannya. Gaya
yang dipakai oleh seorang pemimpin satu dengan yang lain berlainan tergantung situasi
dan kondisi kepemimpinannya. Gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang
dipergunakan seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku orang
lain. Gaya kepemimpinan adalah suatu pola perilaku yang konsisten yang ditinjukan oleh
pemimpin dan diketahui pihak lain ketika pemimpin berusaha mempengaruhi kegiatan-
kegiatan orang lain. Maka dari dasar tadi kami kelompok lima mencoba membahas
tentang kepemimpinan di sekolah.
B. KEPEMIMPINAN SEKOLAH
1. PENGERTIAN KEPEMIMPINAN
  Hersey dan Blanchard berpendapat : “ kepemimpinan adalah proses
mempengaruhi aktivitas seseorang atau kelompok untuk mencapai tujuan dalam
situasi tertentu”. Overton berpendapat : “ leadership is ability to get work done with
and through others while gaining their confidence and cooperation”. Pendapat
pertama menekankan makna kepemimpinan sebagai proses mempengaruhi orang lain
mencapai tujuan dalam suatu situasi. Sedangkan pendapat kedua menekankan fokus
kepemimpinan terhadap kemampuan seseorang memperoleh tindakan dari orang lain.
Dengan begitiu hakikat kepemimpinan juga merupakan kemampuan mempengaruhi
orang.
Menurut Owens kepemimpinan disimpulkan sebagai berikut :
a) Kepemimpinan adalah suatu kelompok fungsi yang terjadi hanya dalam proses
dua orang atau lebih yang berinteraksi.
b) Para pemimpin bermaksud memberi pengaruh terhadap perilaku ornag lain.
Menurut Overton pemimpin mempunyai karakteristik diantaranya :
a) Kecerdasan
b) Kematangan sosial
c) Motivasi dan oreantasi prestasi
d) Percaya diri
Kepemimpinan merupakan proses mempengaruhi atau memberi contoh oleh
pemimpin kepada pengikutnya dalam upaya mencapai tujuan organisasi.
Kepemimpinan sekolah telah berubah dengan cepat dalam tiga dekade terakhir
khususnya dalam reformasi pendidikan, sebagaimana usaha dalam gerakan-gerakan
reformasi, seperti pencapaian sekolah yang efektif, pergeseran ke manajemen berbasis
sekolah, penekanan pada perencanaan pembangunan di sekolah, jaminan kualitas
pendidikan sekolah, pelaksanaan program cuirriculum baru dan aplikasi teknologi
informasi dalam pendidikan(Cheng & Townsend.  2000:  Cheng, 1996a;
1996b:  Cheng, 1999a:  Caldwell   & Hayward, 1998:  Stringfield.  Ross. & Smith.
1997:Murphy  & Beck,  1995: MacGilchrist   et  al.,   1995).
Pada tahun 1960-an dan 1970-an, kepemimpinan sekolah, adminisitration
pendidikan dan reformasi difokuskan pada peningkatan metode pengajaran, desain
kurikulum, alat bantu belajar dan fasilitas, dan input sumber daya khususnya di
beberapa negara Barat maju. Namun sayangnya, dampak dari upaya ini sering
diabaikan, meskipun upaya-upaya besar telah dilakukan  dalam  inovasi prasarana dan
fasilitas sekolah, kinerja, tetapi hasil belajar siswa tampaknya tidak ada perbaikan
yang signifikan sehingga efektivitas kinerja sekolah untuk siswa diragukan. Pada
periode ini Peran sekolah dalam efektivitas kepemimpinan  pendidikan  telah
diabaikan  (Coleman,  et al.  1966; Averch et  al.,  1974: Gross  & Gross. 1985).
Pada 1980-an mulai adanya perubahan  kebijakan pendidikan
tentang  kemajuan dalam ilmu manajemen dan pengembangan manajemen di sektor
bisnis dan industri, dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan, bahwa harus
mengalihkan fokus mereka dari kelas ke tingkat organisasi. Pergeseran ini berarti
meningkatkan sistem dan manajemen sekolah. Secara bertahap, masalah
kepemimpinan sekolah mendapat perhatian lebih di kalangan pendidik, peneliti dan
pembuat kebijakan (Leithwood & Duke, 1999)
Sejak akhir tahun 1980-an terjadi ledakan reformasi sekolah di kawasan Asia-
Pacilic dan bagian lain dari dunia sebagai akibat dari perubahan yang beragam di
lingkungan pendidikan, yang menimbulkan sembilan kecenderungan reformasi
pendidikan yang tren utamanya meliputi:
1. Membangun kembali visi nasional yang baru dan tujuan pendidikan;
2. Restrukturisasi sistem pendidikan pada tingkat yang berbeda;
3. Privatisasi dan diversifikasi pendidikan;
4. Meningkatkan keterlibatan orang tua dan masyarakat dalam pendidikan dan
manajemen;
5. Menjamin kualitas pendidikan, standar dan akuntabilitas;
6. Peningkatan dan desentralisasi manajemen berbasis sekolah;
7. Meningkatkan kualitas guru dan pengembangan profesional berkelanjutan seumur
hidup dari para guru dan kepala sekolah;
8. Penggunaan teknologi informasi dalam belajar mengajar dan menerapkan
teknologi baru dalam manajemen;
9. Terjadinya pergeseran paradigma dalam belajar, mengajar dan penilaian.
Perubahan ini menjadi tantangan bagi kontek pimpinan sekolah dan perlunya
pergeseran paradigma dalam kepemimpinan sekolah (Cheng. l996a 1-2; Cheng, 1999a:
Cheng & Townsend 2000).
Berdasarkan temuan beberapa studi empiris  telah dikaji karakteristik
kepemimpinan kepala sekolah di Hong Kong pada 1990-an dan pertengahan 1990-an.
Untuk sebagian besar, karakteristik dapat mewakili fitur kepemimpinan internal dalam
menanggapi gelombang pertama reformasi pendidikan dan pengembangannya dengan
fokus terutama pada pengelolaan operasi internal, tapi lemah dalam kepemimpinan
politik dan kepemimpinan budaya dalam menghadapi tantangan dari perubahan
lingkungan masyarakat. Seperti dirangkum di Cheng (2000c, p. 82).
Setelah reformasi sekolah terhadap manajemen berbasis sekolah dalam sepuluh
tahun, praktek lokalisasi dalam pendidikan di Hong Kong sangat populer. Contoh khas
lokalisasi sekolah di Hong Kong meningkatkan keterlibatan masyarakat dan orang tua
dalam pendidikan sekolah, menjamin akuntabilitas sekolah kepada masyarakat
setempat, menerapkan manajemen berbasis sekolah dan kurikulum untuk memenuhi
kebutuhan lokal, dan mengembangkan isi kurikulum yang terkait dengan
perkembangan lokal.
Mengingat pentingnya inisiatif dan kreativitas manusia dengan perkembangan
dunia baru. individualisasi pasti menjadi elemen kunci dalam reformasi pendidikan
untuk masa depan. Implikasi utama untuk kepemimpinan sekolah masa depan adalah
untuk meningkatkan inisiatif manusia dalam pendidikan termasuk motivasi, upaya dan
kreativitas siswa dan guru. Dengan dukungan teknologi informasi dan pendekatan baru
untuk belajar. Sekolah perlu untuk mengimplementasikan individualisasi dalam
pendidikan melalui langkah-langkah seperti melaksanakan program pendidikan
individual; merancang dan menggunakan target belajar individual, metode, dan jadwal
kemajuan; mendorong siswa untuk belajar mandiri, aktualisasi diri, pemenuhan
kebutuhan khusus individu, dan mengembangkan kecerdasan majemuk siswa
Kepemimpinan internal, kepemimpinan antarmuka, dan kepemimpinan masa
depan didasarkan pada paradigma yang berbeda dan yang memiliki kekuatan dan focus
yang berbeda. Namun, semua dari itu adalah penting dan diperlukan untuk memberikan
kerangka kerja yang komprehensif bagi para pemimpin sekolah untuk memimpin dan
mengelola pendidikan sekolah di abad baru ini, tiga jenis kepemimpinan yang saling
melengkapi satu sama lain adalah peningkatan antarmuka internal, akuntabilitas dan
masa depan yang relevansi menjadi pertimbangan. Pemimpin sekolah dapat melakukan
tidak hanya kepemimpinan internal dan antarmuka, tetapi juga kepemimpinan masa
depan, kepemimpinan mereka dapat dianggap sebagai kepemimpinan sekolah total.
2.    CHALLENGES OF CONTEXTUAL CHANGES
1.    Towards Stategic and Future Orientation
Dalam  menghadapi perubahan yang cepat dan tantangan global dari pembangunan
ekonomi dan transformasi budaya dan politik, para pemimpin nasional di berbagai
belahan dunia tidak puas dengan pencapaian sistem pendidikan jangka pendek dan
merefleksikan relevansi visi pendidikan nasional yang bertujuan untuk
pertumbuhan nasional di era baru dimana diusulkan visi pendidikan baru dan
jangka panjang bertujuan untuk mempersiapkan generasi baru mereka untuk masa
depan dalam lingkungan kompetitif global. (Brown.1999: Brown & Lauder, 1996:
Cheng & Townsend, 2000: Cheng, l999b; Waters, 1995)
Dengan demikian perubahan peran pendidikan dalam pembangunan nasional telah
menciptakan tantangan serius bagi kepemimpinan sekolah di tingkat sistem dan
sekolah. Para pemimpin sekolah harus membangun visi dan tujuan  yang baru dan
mempertimbangkan perubahan dalam tujuan, isi, proses, dan praktek sekolah.
2.    Towards Technological and Cultural Changes
Sebagaiman perubahan pendidikan lainnya, perubahan teknologi tidak
memperhatikan dalam hal pengajaran atau manajemen, sehingga pasti
membutuhkan perubahan budaya di antara para guru, pemimpin sekolah, siswa,
dan semua yang peduli jika mengharapkan perubahan yang sukses (Levy. 1986).
Oleh karena itu, kepemimpinan harus dapat memfasilitasi perubahan teknologi dan
budaya yang efektif dalam berbagai aspek pendidikan sekolah, dan hal ini
merupakan tantangan bagi para pemimpin sekolah (Ng & Cheng, 1995, 1996).
3.   Toward School Quality and Accountability
Kepemimpinan sekolah tradisional sangat memperhatikan tentang masalah yang
terjadi dalam praktek pendidikan, dan menekankan untuk menghindari kesulitan
dan mempertahankan fungsi normal sekolah.
Ada beberapa isu kunci dalam menjamin kualitas pendidikan dan tanggung
jawab kepada publik. Mengingat pentingnya kepemimpinan dalam mengejar mutu
pendidikan,, dan hal ini menjadi salah satu keprihatinan utama dalam jaminan kualitas
dan pemeriksaan kualitas (Cheng, 1997b; George, 1992; Geotsch & Davis, saya 994).
Isu-isu ini jelas menjadi tantangan bagi para pemimpin sekolah karena mereka
berusaha untuk memastikan kualitas pendidikan dan akuntabilitas publik. Bahkan.
gerakan kualitas telah mulai membentuk kembali peran pemimpin sekolah. Dengan
penekanan baru pada akuntanbilits public, mereka harus membangun hubungan
masyarakat yang baik, kekuatan pasar dan citra sekolah, dan membangun reputasi
sekolah dalam masyarakat (Cheng, 2002; Goldring & Sullivan 1996).
4.   Towards Privatization and  Marketization
Ada kendala keuangan yang cukup besar pada pembangunan pendidikan untuk
memenuhi kebutuhan perkembangan sosial dan ekonomi yang pesat terutama di
negara berkembang. Pembuat kebijakan di beberapa negara mencoba untuk
menggeser model dana publik penuh untuk privatisasi dan marketisasi sebagai salah
satu pendekatan utama untuk memperluas dan meningkatkan pendidikan.
Dalam trendnya menuju privatisasi dan marketisasi dalam pendidikan, beberapa isu
penting yang muncul antara lain sebagai berikut:
 Bagaimana memastikan pemerataan pendidikan serta kualitas siswa dalam
kondisi kurang beruntung;
 Bagaimana identitas dan memprioritaskan para pemangku kepentingan strategis
sekolah yang harus dipenuhi untuk mempertahankan sekolah mereka dalam
lingkungan pasar yang kompetitif.
Dalam paradigma manajemen sekolah kepemimpinan harus mempunyai
kemampuan untuk mempengaruhi, mendorong, menggerakkan, mengarahkan dan
memberdayakan seluruh sumber daya pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan.
Dalam hal ini pimpinan sekolah harus mempunyai misi menyehatkan manajemen
sekolah; mencerdaskan siswa; membangun sikap, moral dan pribadi serta penguasaan
iptek dan informasi
Pimpinan sekolah dituntut untuk menguasai substansi akademis, kurikulum,
ilmu pendidikan dan perkembangan ilmu pengetahuan pada umumya. Pimpinan
sekolah harus dapat mendorong para guru untuk meningkatkan kualitas akademik dan
profesionalnya sebagai pendidik. Kemampuan pimpinan sekolah membimbing
pendidik dan tenaga kependidikan, siswa, perkembangan ilmu pengetahuan dan dapat
memberi contoh mengajar yang baik. Sehingga diharapkan pimpinan memiliki
orientasi tugas dan perilaku.
 Orientasi tugas, memiliki vitalitas yang tinggi, agresif dalam penampilan, percaya diri
yang tinggi, persuasif dan dominan. Ordway Tead (1963), George R. Terry (1964),
dan Keith Davis (1972).
 Orientasi perilaku, fokus teori ini adalah menemukan cara untuk mengklasifikasikan
perilaku yang dapat memfasilitasi pemahaman kepemimpinan. Contohnya adalah
studi yang dilakukan oleh Mintzberg yang populer dengan sebutan sepuluh peran
manager. Kepemimpinan perilaku ditampilkan dalam bentuk simbol, penghubung,
pengawas, diseminator, pembicara, wirausaha, pemecah masalah, pengalokasi sumber
daya, dan negosiator
3.    CONCEPTS OF LEADERSHIP
TRADITIONAL CONCEPTS OF LEADERSHIP
Dalam teori kepemimpinan tradisional, kepemimpinan berkonsentrasi pada teknik
manajemen kepemimpinan dan keterampilan interpersonal. Konsep ini mengasumsikan
bahwa pemimpin harus dapat menyesuaikan perilaku mereka dengan situasi dan kurang
mementingkan tujuan organisasi, sehingga tidak dapat terlalu diharapkan bahwa pengikut
dapat melakukan kinerja yang lebih baik dengan  memiliki, nilai, sikap, motif dan
keyakinan. Dari hal ini tampak bahwa organisasi kurang memiliki harapan untuk dapat
menjadi sangat baik di bawah kepemimpinan teori ini.
Pada teori kepemimpinan tradisional diasumsikan bahwa tujuan dan tugas-tugas
organisasi bersifat statis dan fungsi utama seorang pemimpin fokus pada proses
mempengaruhi untuk menyelesaikan tugas yang diberikan kepada pengikutnya. Dalam
tradisi ini, pendekatan pemimpin dalam memotivasi pengikut didasarkan pada biaya-
manfaat teori pertukaran - model transaksional, sehingga tawar-menawar dan negosiasi
tak terelakkan dalam proses kepemimpinan.
Kepemimpinan sekolah tradisional sering terbatas pada interen sekolah dan
mengabaikan faktor eksternal sedangkan dalam lingkungan pendidikan yang berubah
dengan cepat, konstituen strategis eksternal penting untuk efektivitas sekolah dalam hal
dukungan sumber daya, fungsi sekolah, legitimasi bagi kelangsungan hidup, dan
akuntabilitas, yang semuanya memiliki dampak pada mereka. Oleh karena itu, pemimpin
sekolah tidak hanya harus memperhatikan kepentingan konstituen internal tetapi juga
untuk kepentingan konstituen eksternal. Arah kepemimpinan ini sering disebut sebagai
kepemimpinan lingkungan atau kepemimpinan strategis (Caldwell & Spinks, 1992;
Cheng, 2000a, Goldring & Rallis, 1993)
Domain konstituen pimpinan sekolah tidak hanya mencakup aspek perilaku, tetapi
juga aspek afektif dan kognitif. Dengan kata lain, kepemimpinan dapat mempengaruhi
tidak hanya perilaku konstituen sekolah, tetapi juga bagaimana mereka merasakan dan
memahami dan apa yang mereka pikirkan. Pimpinan yang baru dapat mempengaruhi
aspek-aspek individu dan juga konstituen kelompok, lembaga, dan masyarakat bahkan
lokal dan internasional. Dalam konsepsi tradisional, praktek kepemimpinan telah
difokuskan terutama pada pengaruh pada aspek perilaku konstituen sekolah internal.

Anda mungkin juga menyukai