Anda di halaman 1dari 37

Pengaruh kepemimpinan pembelajaran (instructional leadership) terhadap peningkatan

hasil belajar siswa sudah tidak diragukan lagi. Sejumlah ahli pendidikan telah melakukan
penelitian tentang pengaruh kepemimpinan pembelajaran terhadap peningkatan hasil
belajar. Mereka menyimpulkan bahwa: peningkatan hasil belajar siswa sangat
dipengaruhi oleh kepemimpinan pembelajaran. Artinya, jika hasil belajar siswa ingin
dinaikkan, maka kepemimpinan yang menekankan pada pembelajaran harus diterapkan.
Untuk lebih jelasnya, berikut dibahas tentang arti, tujuan, pentingnya kepemimpinan
pembelajaran, butir-butir penting kepemimpinan pembelajaran, dan kontribusi
kepemimpinan pembelajaran terhadap hasil belajar.

Arti Kepemimpinan Pembelajaran


Walaupun telah banyak rumusan tentang arti kepemimpinan pembelajaran, tetapi fokus
dan ketajamannya masih berbeda-beda. Misalnya, Daresh dan Playco (1995)
mendefinikan kepemimpinan pembelajaran sebagai upaya memimpin para guru agar
mengajar lebih baik, yang pada gilirannya dapat memperbaiki prestasi belajar siswanya.
Definisi ini kurang komprehensif, karena hanya memfokuskan pada guru. Ahli lain,
Petterson (1993), mendefinikan kepemimpinan pembelajaran yang efektif sebagai
berikut:
a. Kepala sekolah mensosialisasikan dan menamkan isi dan makna visi sekolahnya dengan
baik. Dia juga mampu membangun kebiasaan-kebiasaan berbagi pendapat atau urun
rembug dalam merumuskan visi dan misi sekolahnya, dan dia selalu menjaga agar visi
dan misi sekolah yang telah disepakati oleh warga sekolah hidup subur dalam
implementasinya;
b. Kepala sekolah melibatkan para pemangku kepentingan dalam pengelolaan sekolah
(manajemen partisipatif). Kepala sekolah melibatkan para pemangku kepentingan dalam
pengambilan keputusan dan dalam kegiatan operasional sekolah sesuai dengan
kemampuan dan batas-batas yuridiksi yang berlaku.
c. Kepala sekolah memberikan dukungan terhadap pembelajaran, misalnya dia
mendukung bahwa pengajaran yang memfokuskan pada kepentingan belajar siswa harus
menjadi prioritas.
d. Kepala sekolah melakukan pemantauan terhadap proses belajar mengajar sehingga
memahami lebih mendalam dan menyadari apa yang sedang berlangsung didalam
sekolah.
e. Kepala sekolah berperan sebagai fasilitator sehingga dengan berbagai cara dia dapat
mengetahui kesulitan pembelajaran dan dapat membantu guru dalam mengatasi kesulitan
belajar tersebut.
Definisi inipun masih parsial karena pembelajaran mencakup banyak hal yang sebagian
belum tercakup didalamnya.
Melengkapi definisi-definisi tersebut diatas, berikut disampaikan arti kepemimpinan
pembelajaran. Kepemimpinan pembelajaran atau kepemimpinan instruksional adalah
kepemimpinan yang memfokuskan/menekankan pada pembelajaran yang komponen-
komponennya meliputi kurikulum, proses belajar mengajar, asesmen (penilaian hasil
belajar), penilaian serta pengembangan guru, layanan prima dalam pembelajaran, dan
pembangunan komunitas belajar di sekolah. Berdasarkan pengertian kepemimpinan
pembelajaran tersebut, pertanyaannya adalah apa tujuan yang akan dicapai oleh
kepemimpinan pembelajaran? Berikut akan diuraikan seperlunya tentang tujuan yang
akan dicapai oleh penerapan kepemimpinan pembelajaran.
Kurikulum (apa yang diajarkan) mencakup pengembangan kurikulum tingkat satuan
pendidikan (KTSP) yang meliputi kegiatan perumusan visi, misi, dan tujuan sekolah;
pengembangan struktur dan muatan kurikulum; dan pembuatan kalender. Proses belajar
mengajar meliputi penyusunan silabus, pengembangan rencana pelaksanaan
pembelajaran, pengembangan bahan ajar, pemilihan buku pelajaran, pemilihan metode
mengajar dan metode belajar, penggunaan media pembelajaran dan fasilitas belajar
lainnya, pengelolaan kelas, dan pemotivasian siswa. Asesmen (evaluasi hasil
belajar) meliputi aspek yang di evaluasi, metode evaluasi, dan pelaporan. Penilaian
kinerja guru dan pengembangan profesinya juga merupakan prioritas kepemimpinan
pembelajaran, dan tidak kalah penting, kepemimpinan pembelajaran
mengutamakan layanan prima terhadap pembelajaran siswa serta membangun warga
sekolahnya menjadi komunitas pembelajaran. Upaya-upaya ini memerlukan dukungan
sumberdaya pendidikan, baik sumberdaya manusia maupun sumberdaya selebihnya yaitu
peralatan, perlengkapan, perbekalan, bahan, dan uang.
Tujuan Kepemimpinan Pembelajaran
Tujuan utama kepemimpinan pembelajaran adalah memberikan layanan prima
kepada semua siswa agar mereka mampu mengembangkan potensi kualitas dasar dan
kualitas instrumentalnya untuk menghadapi masa depan yang belum diketahui dan sarat
dengan tantangan-tantangan yang sangat turbulen. Menurut Slamet PH (2001), kualitas
dasar meliputi kualitas daya pikir, daya hati, dan daya pisik/raga. Daya pikir meliputi
cara-cara berpikir induktif, deduktif, ilmiah, kritis, kreatif, inovatif, lateral, dan berpikir
sistem. Daya hati (qolbu) meliputi kasih sayang, empati, kesopan santunan, kejujuran,
integritas, kedisiplinan, kerjasama, demokrasi, kerendahan hati, perdamaian, repek
kepada orang lain, tanggungjawab, toleransi, dan kesatuan serta persatuan (terlalu banyak
untuk disebut semuanya). Daya pisik meliputi kesehatan, kestaminaan, ketahanan, dan
keterampilan. Kualitas instrumental meliputi penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi
serta seni. Ilmu pengetahuan dapat digolongkan menjadi ilmu pengetahuan lunak
(sosiologi, politik, ekonomi, pendidikan, antroplogi, dan yang sejenis). Ilmu pengetahuan
keras meliputi metematika, fisika, kimia, biologi, dan astronomi. Teknologi meliputi
teknologi konstruksi, manufaktur, transportasi, telekomunikasi, energi, bio, dan bahan.
Seni terdiri dari seni suara, musik, tari, kriya, dan rupa.
Dengan kata-kata lain, tujuan kepemimpinan pembelajaran adalah untuk
memfasilitasi pembelajaran agar siswanya meningkat prestasi belajarnya, meningkat
kepuasan belajarnya, meningkat motivasi belajarnya, meningkat keingintahuannya,
kreativitasnya, inovasinya, jiwa kewirausahaannya, dan meningkat kesadarannya untuk
belajar secara terus-menerus sepanjang hayat karena ilmu pengetahuan dan teknologi
serta seni berkembang dengan pesat.

Pentingnya Kepemimpinan Pembelajaran


Kepemimpinan pembelajaran sangat penting untuk diterapkan disekolah karena seperti
disebut sebelumnya bahwa kepemimpinan pembelajaran berkontribusi sangat signifikan
terhadap peningkatan prestasi belajar siswa. Kepemimpinan pembelajaran mampu
memberikan dorongan dan arahan terhadap warga sekolah untuk meningkatkan prestasi
belajar siswanya. Kepemimpinan pembelajaran juga mampu memfokuskan kegiatan-
kegiatan warganya untuk menuju pencapaian visi, misi, dan tujuan sekolah.
Kepemimpinan pembelajaran penting diterapkan di sekolah karena kemampuannya
dalam membangun komunitas belajar warganya dan bahkan mampu menjadikan
sekolahnya sebagai sekolah belajar (learning school).
Sekolah belajar (learning school) memiliki perilaku-perilaku sebagai berikut:
memberdayakan warga sekolah seoptimal mungkin, memfasilitasi warga sekolah untuk
belajar terus dan belajar ulang, mendorong kemandirian setiap warga sekolahnya,
memberi kewenangan dan tanggungjawab kepada warga sekolahnya, mendorong warga
sekolah untuk akuntabilitas terhadap proses dan hasil kerjanya,
mendorong teamwork yang (kompak, cerdas, dinamis, harmonis, dan lincah/cepat
tanggap terhadap pelanggan utama yaitu siswa), mengajak warga sekolahnya untuk
menjadikan sekolahnya berfokus pada layanan siswa, mengajak warga sekolahnya untuk
siap dan akrab menghadapi perubahan, mengajak warga sekolahnya untuk berpikir
sistem, mengajak warga sekolahnya untuk komitmen terhadap keunggulan mutu, dan
mengajak warga sekolahnya untuk melakukan perbaikan secara terus-menerus.
Kepala sekolah mempunyai sejumlah peran yang harus dimainkan secara bersama, antara
lain mencakup educator, manager, administrator, supervisor, motivator, enterpreneur, dan
leader. Peran kepala sekolah sebagai leader (pemimpin) dan spesifiknya
sebagai instructional leader, kurang memperoleh porsi yang selayaknya. Kepala sekolah
disibukkan dengan pekerjaan-pekerjaan rutin yang bersifat administratif, pertemuan-
pertemuan, dan kegiatan-kegiatan lain yang bersifat non-akademis sehingga waktu untuk
mempelajari pembaruan/inovasi kurikulum, proses belajar mengajar, dan penilaian hasil
belajar siswa kurang mendapatkanperhatian. Padahal, ketiga hal yang terakhir sangat erat
kaitannya dengan peningkatan mutu proses belajar mengajar, yang pada gilirannya, mutu
proses belajar mengajar sangat berpengaruh terhadap peningkatan kualitas siswa dan
kualitas sekolah secara keseluruhan. Untuk itu, sudah selayaknya peran kepemimpinan
pembelajaran memperoleh porsi waktu yang lebih besar dibanding dengan peran-peran
yang lain. Peran-peran yang yang lain bukan tidak penting, akan tetapi peran
kepemimpinan pembelajaran harus yang terpenting.

Hal-hal Penting terkait Kepemimpinan Pembelajaran


Hal-hal penting yang perlu diperhatikan oleh kepala sekolah sebagai pemimpin
pembelajaran yakni sebagai berikut:
a. Memahami peran kepala sekolah yang perlu dikembangkan:
1). mengelola adalah sebagian dari kepemimpinan,
2). menerapkan peran kepemimpinan sekolah lebih cenderung sebagai pelayan dari pada
sebagai penguasa/bos, dan
3) mengembangkan gaya kepemimpinan yang luwes dan gaya bicara yang enak, dan
menghindari gaya kepemimpinan yang kaku.
b. Melaksanakan tanggung jawab secara akuntabel:
1). membangun komunitas belajar di sekolah untuk kesuksesan siswa,
2) mendorong tanggung jawab seluruh mitra kerja atau pemangku kepentingan,
3) menggalang sumber daya masyarakat untuk kepentingan siswa,
4) membantu siswa agar sukses dalam belajarnya, dan
5) menghindari mencari kambing hitam atas ketidaksuksesan, berpikir dan berperilaku
positif untuk maju.
c. Mengerjakan sesuatu dengan professional:
1). selalu membaca diri dan melakukan refleksi,
2) mencari cara-cara untuk mengembangkan diri sendiri, membimbing orang lain dan
memberi kontribusi terhadap orang lain berdasarkan profesi yang dimiliki,
3) merangkul perubahan sebagai teman, dia akan membuat anda tetap aktif, mawas diri
dan berkembang,
4) menjadi orang nomor satu sebagai model pembelajar sepanjang hayat dengan
membangun masyarakat pembelajar disekolah,
5) selalu mengasah peran anda sebagai kepemimimpinan pembelajaran
6) menyediakan waktu untuk rajin mengunjungi kelas,
7) mengkomunikasikan keinginan kuat anda untuk berhasil kepada guru dan siswa dalam
bentuk kata-kata dan tindakan,
8) menerjemahkan visi sekolah ke dalam kegiatan harian, dan
9) memfasilitasi kelompok kerja berdasarkan kepemimpinan pembelajaran.
d. Selalu mempertahankan:
1). menjadi pengarah terhadap tercapainya tujuan sekolah,
2) menjadi pendukung yang jelas,
3) memandang kesalahan sebagai kesempatan untuk belajar, dan
4) gembira dalam bekerja.
Pengukuran tingkat keberhasilan visi kepemimpinan pembelajaran sangat diperlukan.
Untuk itu, para pembaca sangat disarankan untuk melakukan refleksi dan bahkan
menjawab sejumlah pertanyaan berikut untuk mengetahui tingkat kesiapan anda sebagai
pemimpin pembelajaran. Dengan menjawab sejumlah pertanyaan berikut, anda akan
terbantu dalam memfokuskan pikiran dan pengambilan keputusan tentang pembelajaran
yang seharusnya anda dukung. Pertanyaan-pertanyaan berikut juga akan membantu anda
dalam mengembangkan visi pembelajaran yang lebih baik agar kepemimpinan
pembelajaran yang anda terapkan benar-benar berdampak positif terhadap pembelajaran.
Berikut adalah sejumlah pertanyaan yang seyogyanya anda pikirkan sebagai pemimpin
pembelajaran. Jika sekolah ingin menjadi sekolah yang efektif pembelajarannya, maka
sejumlah pertanyaan berikut harus dijawab dengan tepat:
a. apa yang harus, seharusnya, dan dapat dipelajari oleh siswa,
b. bagaimana caranya siswa itu belajar,
c. bagaimana iklim sekolah merefleksikan pentingnya proses pembelajaran,
d. bagaimana dan siapa yang membuat keputusan tentang kurikulum dan pengajaran,
e. seperti apa proses pembelajaran berjalan (diskripsikan sesuatu yang anda impikan dalam
sebuah sekolah dimana proses belajar mengajar terjadi secara ideal),
f. apa keyakinan guru-guru tentang peserta didik dan kegiatan belajar,
g. bagaimana partisipasi orangtua dalam kegiatan belajar siswa,
h. dimana kepala sekolah menghabiskan sebagian besar waktunya di sekolah dan apa yang
dilakukannya di tempat itu,
i. dimana wakil kepala sekolah menghabiskan sebagian besar waktunya dan apa yang
dilakukannya,
j. siapa yang melakukan penilaian keberhasilan siswa dan bagaimana caranya,
k. apa saja agenda utama rapat sekolah yang berhubungan dengan pembelajaran,
l. bagaimana cara menyelenggarakn rapat yang berhubungan dengan pembelajaran,
m. bagaimana menentukan isi dan hakekat pengembangan staf oleh siapa, untuk siapa dan
bagaimana cara menilainya,
n. bagaimana caranya kinerja guru dievaluasi dan apa saja yang dinilai,
o. kriteria penilaian guru ditentukan oleh siapa,
p. siapa penyelenggara evaluasi guru,
q. apa tujuan utama penelaian guru tersebut,
r. keberhasilan peserta didik sangat erat hubungannya dengan evaluasi terhadap guru,
bagaimana pendapat anda,
s. bagaimana bentuk jadwal dan organisasi sekolah agar merefleksikan optimalisasi belajar
siswa,
t. apa proses yang digunakan untuk menentukan jadwal dan organisai sekolah,
u. siapa yang memutuskan penerapan program baru, melaksanakannya, atau
memperbaharui dan merevisi program tersebut, dan
v. jika tujuan utama sekolah adalah menciptakan pembelajaran yang efektif, maka
tentukan apa kebutuhan siswa, apa yang harus diajarkan, bagaimana cara mengajarnya,
dengan apa mengajarnya, kapan seharusnya diajarkan, dan apakah tujuan pengajaran
sudah tercapai atau belum (Elaine Mc Evan (2001).
Untuk menjawab 22 pertanyaan tersebut di atas, gunakanlah indikator kunci dari
keefektifan kepala sekolah dalam membangun dan menerapkan tujuan-tujuan
pembelajaran sebagai berikut:
a. lakukanlah komunikasi dengan staf sehubungan dengan pencapaian standar dan
peningkatan tujuan sekolah
b. rujuklah standar isi yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat dan daerah untuk
melaksanakan program-program pengajaran di sekolah
c. yakinkanlah kegiatan-kegiatan kelas secara individu dan sekolah selalu konsisten dengan
standar yang telah ditetapkan oleh pusat dan daerah
d. gunakan bermacam-macam sumber data baik kualitatif maupun kuantitatif untuk
mengevaluasi kemajuandan merencakan peningkatan lebih lanjut
Jika pembelajaran dirancang sesuai dengan kebutuhan siswa, maka prestasi belajar siswa
akan meningkat secara signifikan. Hal ini dapat dilakukan secara pribadi oleh masing-
masing guru melalui jawaban-jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan berikut:
a. apakah standar kompetensi dapat dicapai dengan baik oleh siswa, untuk itu bagaimana
cara mengajarkannya dan bagaimana pula mengurutkan materinya secara hirarkis?
b. penekanan-penekanan apakah yang dituntut oleh kurikulum?
c. strategi, materi, dan sumber-sumber apa saja yang harus diterapkan pada pembelajaran
tersebut?
d. berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk mengajarkan standar kompetensi yang
dimaksud?
Pembelajaran dan pencapaian keberhasilan siswa hendaknya selalu dianalisis secara
berkelanjutan dan direfleksikan serta dikembangakan secara berkelanjutan sebagai bagian
dari kehidupan sekolah. Kegiatan semacam ini harus dibudayakan di sekolah.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Glathhorn (1993), ditemukan lima hal yang
dianggap penting dalam membentuk budaya sekolah yang dapat melatih siswa dalam
mencapai keberhasilan belajar dan juga iklim sekolah yang sehat. Lima hal penting yang
dimaksud meliputi:
a. sekolah sebagai komunitas kolaboratif dan komunitas belajar,
b. ada keyakinan bersama untuk mencapai tujuan,
c. peningkatan sekolah dicapai melalui proses pemecahan masalah,
d. seluruh warga sekolah apakah itu kepala sekolah, guru dan siswa diyakinkan dapat
mencapainya, dan
e. pembelajaran merupakan prioritas utama.
Sehubungan dengan fungsi iklim sekolah, perilaku kepala sekolah berikut paling
banyak diidentifikasi oleh guru-guru dari sekolah yang mempunyai pencapaian prestasi
akademik tinggi:
a. mengkomunikasikan kepada staf tentang harapan yang tinggi terhadap pencapaian hasil
belajar siswa,
b. mencegah sekolah terhadap tekanan beban yang tidak perlu, dan menjadikan
pembelajaran sebagai fokus utama kegiatan sekolah,
c. mengenal secara pribadi tentang tingkat profesionalisme masing-masing guru sebagai
dasar untuk mencapai tujuan utama sekolah,
d. menilai moral dan komitmen warga sekolah, dan
e. membangun lingkungan sekolah yang aman, tertib, dan disiplin.
Kontribusi Kepemimpinan Pembelajaran terhadap Hasil Belajar
Pada tahun 1995, melalui penelitiannya, laboratorium pendidikan wilayah North
West USA memperbaharui keefektifan pelaksanaan pembelajaran di sekolah yang
akhirnya menjadi rujukan luas dari hasil penelitian tersebut. Penelitian tersebut
menghasilkan daftar perilaku kepala sekolah yang terbaik dalam mengarahkan dan
membimbing program pembelajaran di sekolah (Cotton, 1995). Menurut sintesis
penelitian yang dilakukan diperoleh hasil bahwa perilaku kepala sekolah (pemimpin
pembelajaran), guru, dan staf memberikan kontribusi yang sangat signifikan terhadap
peningkatan efektivitas pembelajaran di sekolah, yang meliputi hal-hal berikut:
a. meyakini dengan sungguh-sungguh bahwa semua siswa dapat belajar dan sekolah
membuat perbedaan antara yang berhasil dan yang gagal,
b. menegaskan bahwa belajar sebagai alasan utama terhadap keberadaan seseorang
disekolah, termasuk penekanan terhadap penting dan berharganya pencapaian yang tinggi
terhadap kemampuan berbicara dan menulis,
c. memiliki pemahaman yang jelas terhadap visi dan misi sekolah dan mampu
menyatakannya secara langsung, dalam ungkapan yang konkrit, membangun dan
memfokuskan pembelajaran sebagai sumber penyatuan berpikir, sikap, dan tindakan
warga sekolah,
d. mencari, merekrut, dan menggaji anggota staf yang mendukung visi dan misi sekolah
dan berkontribusi terhadap keefektifannya,
e. mengetahui dan mampu menerapkan prinsip-prinsip pembelajaran yang baik,
f. menyebarluaskan praktik-praktik proses belajar mengajar yang efektif terhadap guru-
guru lain,
g. mengetahui tentang penelitian pendidikan, menekankan pentingnya penelitian bagi
perbaikan sekolah, urun rembuk, dan menerapkannya dalam pemecahan masalah,
h. mencari program-program yang inovatif, amati, dan libatkan staf untuk berpartisipasi
dalam mengadopsi dam mengadaptasi program tersebut,
i. tetapkan harapan atau target kualitas kurikulum melalui penggunaan standar dan
petunjuk-petunjuk yang diberikan, cek secara berkala kesesuaian, kurikulum dengan
pembelajaran dan penilaian, tetapkan kegiatan kurikulum yang diprioritaskan, dan
monitor pelaksanaan kurikulum,
j. cek kemajuan siswa secara berkala berdasarkan data kinerja yang ada, dan
publikasikan kepada para guru agar mereka dapat melihat kesenjangan antara standar
yang telah ditetapkan dengan kinerja yang dicapai oleh siswa,
k. milikilah harapan yang tinggi terhadap seluruh guru untuk melaksanakan pembelajaran
dengan standar yang tinggi melalui kesepakatan model yang dibuat bersama oleh guru,
lakukan kunjungan kelas untuk mengamati pembelajaran, fokuskan kegiatan supervisi
untuk meningkatkan pembelajaran, dan persiapkan serta monitor kegiatan-kegiatan
pengembangan guru, dan
l. komunikasikan harapan anda bahwa program pembelajaran yang telah disepakati sesuai
dengan rencana, strategi peningkatan yang sistematis, prioritas kegiatan yang jelas, dan
pendekatan-pendekatan baru, harus dilaksanakan dengan baik.
A. Penyusunan Visi
Visi merupakan keinginan dan pernyataan moral yang menjadi dasar atau rujukan
dalam menentukan arah dan kebijakan pimpinan dalam membawa gerak langkah
organisasi menuju masa depan yang lebih baik, sehingga eksistensi/keberadaan
organisasi dapat diakui oleh masyarakat. Visi merupakan gambaran tentang masa
depan (future) yang realistik dan ingin diwujudkan dalam kurun waktu tertentu. Ini
sejalan dengan pendapat Akdon, yang menyatakan bahwa Visi adalah pernyataan
yang diucapkan atau ditulis hari ini, yang merupakan proses manajemen saat ini
yang menjangkau masa yang akan datang (2006:94).

Visi yang tepat bagi suatu instansi pemerintah akan menjadi accelerator
(pemercepat) kegiatan instansi pemerintah bersangkutan, meliputi perencanaan
strategi, perencanaan kinerja tahunan, pengelolaan sumber daya, pengembangan
indikator kinerja, pengukuran kinerja, dan evaluasi pengukuran kinerja instansi
tersebut.
1) Syarat perumusan visi
a) Visi bukanlah fakta, tetapi gambaran pandangan ideal masa depan yang ingin
diwujudkan.
b) Visi dapat memberikan arahan, mendorong anggota organisasi untuk menunjukkan kinerja
yang baik.
c) Dapat menimbulkan inspirasi dan siap menghadapi tantangan
d) Menjembatani masa kini dan masa yang akan datang.
e) Gambaran yang realistik dan kredibel dengan masa depan yang menarik.
f) Sifatnya tidak statis dan tidak untuk selamanya.
2) Prosedur Perumusan Visi adalah sebagai berikut :
a) Mengkaji makna visi satuan organisasi diatasnya unuk digunakan sebagai acuan;
b) Menginventarisasi rumusan tugas satuan organisasi yang tercantum dalam struktur dan
tata kerja satuan organisasi yang bersangkutan;
c) Rumusan tugas satuan organisasi tersebut dirangkum dan dirumuskan kembali
menjadi konsep rumusan visi satuan organisasi;
d) Konsep rumusan visi satuan organisasi didiskusikan dengan seluruh anggota
organisasi untuk memperoleh masukan, klarifikasi dan saran-saran;
e) Rumusan Visi Satuan Organisasi dikomunikasikan dengan seluruh stakeholders guna
memperoleh penyempurnaan;
f) Rumusan Visi Satuan Organisasi yang telah menjadi kesepakatan ditetapkan dengan
Keputusan Pimpinan Satuan Organisasi, sehingga visi tersebut menjadi milik
bersama, mendapat dukungan dan komitmen seluruh anggota organisasi.
3) Kriteria Visi
Rumusan Visi yang baik mempunyai kriteria (ciri-ciri) sebagai berikut :
a) Rumusannya singkat, padat dan mudah diingat;
b) Bersifat inspiratif dan menantang untuk mencapainya;
c) Sesuatu yang ideal yang ingin dicapai dimasa yang akan datang yang membawa
eksistensi/keberadaan suatu organisasi;
d) Menarik bagi seluruh anggota organisasi dan pihak-pihak yang terkait (stakeholders);
e) Memberikan arah dan fokus strategi yang jelas;
f) Mampu menjadi perekat dan menyatukan berbagai gagasan strategis yang terdapat dalam
suatu organisasi;
g) Memiliki orientasi terhadap masa depan, sehingga segenap jajaran organisasi ikut
berperan dalam pencapaiannya;
h) Mampu menumbuhkan komitmen seluruh anggota organisasi;
i) Menjamin kesinambungan kepemimpinan dan kebijakan organisasi serta menjembatani
keadaan masa sekarang dan masa yang akan datang;
j) Memungkinkan untuk perubahan atau penyesuaian dengan perkembangan/perubahan
tugas dan fungsi.
4) Teknik Perumusan Visi
Visi Satuan Organisasi dirumuskan dengan cara sebagai berikut :
a) Melibatkan seluruh anggota satuan organisasi dan satuan kerja untuk memberikan
partisipasi (sharing) secara maksimal sesuai dengan kemampuannya;
b) Menumbuhkan sikap rasa memiliki (melu handarbeni atau sense of belongingness)
mengenai visi yang akan dirumuskan bersama.
c) Mengakomodasi cita-cita dan keinginan seluruh anggota satuan organisasi atau
satuan kerja. Dengan pendekatan seperti ini (bottom up) akan menstimulasi
segenapkomponen yang ada dalam satuan organisasi untuk memberikan kontribusi
terbaiknya bagi pencapaian visi yang akan disepakati.
d) Rumusan Visi yang berasal dari pimpinan (top down) perlu disosialisasikan kepada
seluruh anggota organisasi dengan pendekatan yang demokratis dan terbuka untuk
penyempurnaan dan memperoleh masukan atau partisipasi dari bawah.

B. Penyusunan Misi
Misi organisasi adalah pangkal dari perencanaan strategi suatu organisasi. Misi
organisasi akan menggiring penentuan tujuan dan sasaran yang akan dicapai oleh
organisasi, untuk itu perlu dirumuskan secara cermat dan memungkinkan untuk dicapai
serta dapat diukur pencapaiannya. Perumusan misi organisasi merupakan hal yang
mendasar meskipun sulit, namun harus diupayakan. Perumusan dan penetapan misi
organisasi harus secara eksplisit menyatakan apa yang akan dicapai atau fungsi
apa yang dilaksanakan oleh organisasi untuk mencapai tujuan organisasi.
Penetapan misi sebagai pernyataan cita-cita organisasi dan seluruh komponen yang
terkait yang akan menjadi landasan kerja yang harus diikuti oleh seluruh
komponen organisasi guna mewujudkan tujuan organisasi.
1. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam merumuskan misi
Berdasarkan pengertian, teknik perumusan, prosedur perumusan dan kriteria misi
sebagaimana diuraikan di atas, terdapat hal-hal yang perlu menjadi perhatian dalam
perumusan misi yaitu :
a) Pernyataan misi harus menunjukkan secara jelas mengenai apa yang hendak dicapai
oleh sekolah.
b) Rumusan misi selalu dalam bentuk kalimat yang menunjukkan tindakan dan
bukan kalimat yang menunjukkan keadaan sebagaimana pada rumusan visi.
c) Satu indikator visi dapat dirumuskan lebih dari satu rumusan misi. Antara indikator
visi dengan rumusan misi harus ada keterkaitan atau terdapat benang merahnya
secara jelas.
d) Misi menggambarkan tentang produk atau pelayanan yang akan diberikan pada
masyarakat (siswa)
e) Kualitas produk atau layanan yang ditawarkan harus memiliki daya saing yang
tinggi, namun disesuaikan dengan kondisi organisasi.

2. Kriteria Misi
Rumusan misi yang baik mempunyai kriteria (ciri-ciri) sebagai berikut :
a) Rumusannya sejalan dengan visi satuan organisasi/satuan kerja;
b) Rumusannya jelas dengan bahasa yang lugas;
c) Rumusannya menggambarkan pekerjaan atau fungsi yang harus dilaksanakan;
d) Dapat dilaksanakan dalam jangka waktu tertentu;
e) Memungkinkan untuk perubahan/penyesuaian dengan perubahan visi.
Perencanaan Dan penerimaan Peserta Didik Baru
Dalam melakukan penyusunan agenda Perencanaan dan Penerimaan Peserta Didik Baru
(PPDB) yang merupakan langkah awal dari proses penerimaan peserta didik. Langkah
awal ini sangatlah penting, sebagai penentu kinerja sekolah pada masa yang akan datang.

Agar kita dapat membuat agenda PPDB yang lebih efektif kepala sekolah wajib
membaca dan memahami dokumen-dokumen yang berkaitan dengan PPDB, antara lain:
Petunjuk Teknis PPDB yang dikeluarkan oleh Dinas Pendidikan Provinsi/
Kabupaten/ Kota khususnya tentang langkah-langkah/ prosedur Penerimaan Peserta
Didik Baru (PPDB), yang biasanya mencakup:
1. Penyusunan rencana PPDB
2. Pembentukan panitia PPDB
3. Rapat kerja dan pembagian tugas
4. Proses pendaftaran
5. Proses Seleksi
6. Proses penentuan calon terpilih
7. Proses Daftar Ulang
Terkait PPDB harus dipahami pula ketentuan mengenai Masa Orientasi Peserta Didik
Baru Di Sekolah yang saat ini mengacu pada Permendikbud Nomor 55 Tahun 2014.
Berdasarkan Pasal 1 Permendikbud Nomor 55 Tahun 2014 dinyatakan bahwa Setiap
sekolah menyelenggarakan masa orientasi peserta didik bagi peserta didik baru selama
jam belajar di sekolah pada minggu pertama masuk sekolah selama 3 (tiga) sampai
dengan 5 (lima) hari.
Dalam Pasal 2 Permendikbud Nomor 55 Tahun 2014 dinyatakan bahwa Masa orientasi
peserta didik bertujuan untuk mengenalkan program sekolah, lingkungan sekolah, cara
belajar, penanaman konsep pengenalan diri peserta didik, dan kepramukaan sebagai
pembinaan awal ke arah terbentuknya kultur sekolah yang kondusif bagi proses
pembelajaran lebih lanjut sesuai dengan tujuan pendidikan nasional.
Sedangkan pada pasal 3 Permendikbud Nomor 55 Tahun 2014 ditegaskan bahwa (1)
Sekolah dilarang melaksanakan masa orientasi peserta didik yang mengarah kepada
tindakan kekerasan, pelecehan dan/atau tindakan destruktif lainnya yang merugikan
peserta didik baru baik secara fisik maupun psikologis baik di dalam maupun di luar
sekolah. Serta, (2) Sekolah dilarang memungut biaya dan membebani orangtua dan
peserta didik dalam bentuk apapun.

B. Pembinaan Dan Pengembangan Kapasitas Peserta Didik


Dalam Permendiknas No. 39 Tahun 2008 tentang Pembinaan Kesiswaan pada Bab 1
pasal 1 menyatakan bahwa tujuan Pembinaan Kesiswaan adalah:
a. Mengembangkan potensi siswa secara optimal dan terpadu yang meliputi bakat, minat,
dan pengelolaan kreativitas;
b. Memantapkan kepribadian siswa untuk mewujudkan ketahanan sekolah sebagai
lingkungan pendidikan sehingga terhindar dari usaha dan pengaruh negatif dan
bertentangan dengan tujuan pendidikan;
c. Mengaktualisasikan potensi siswa dalam pencapaian prestasi unggulan sesuai bakat dan
minat;
d. Menyiapkan siswa agar menjadi warga masyarakat yang berakhlak mulia, demokratis,
menghormati hak-hak asasi manusia dalam rangka mewujudkan masyarakat madani (
civil society ).
Oleh karena itu, Anda diharapkan dapat mengkaji berbagai permasalah tentang
pembinaan dan pengembangan peserta didik dengan optimal, yaitu:
a. Mengembangkan Bakat, Minat, Kreativitas, dan Kemampuan
Pengembangan bakat melalui:
1. Bidang seni antara lain: musik, sastra, teater, dan tari beserta cabang- cabangnya.
2. Bidang olah raga meliputi berbagai cabang olah raga basket, sepakbola, tenis meja, tenis
lapangan, voli, dan bermacam-macam cabang olah raga lainnya.
3. Bidang keterampilan meliputi : elektronika, perbengkelan, dan macam-macam kerajinan
tangan.
Pengembangan minat, atau kecenderungan hati yang tinggi tentan sesuatu dilakukan
dengan menginvestarisasikan kecenderungan-kecenderungan siswa pada bidang yang
diminati. Pelaksanaannya sama dengan pengembangan bakat.
Pengembangan kreativitas siswa memerlukan upaya lebih banyak dan berkualitas
dibanding-kan menagani bakat dan minat.
b. Menyiapkan Perangkat Pemantau Bakat, Minat, Kreativitas, dan Kemampuan Siswa
Untuk memantau bakat, minat, kreativitas, dan kemampuan siswa diperlukan
beberapa perangkat. Perangkat yang paling sederhana adalah lembar-lembar catatan.
Selain catatan, bakat, minat dan kreativitas serta kemampuan juga dapat dipantau dengan
daftar isian atau angket. Kepada siswa disodorkan sejumlah pernyataan agar
diselaraskan dengan keberadaan diri mereka.
c. Menyelenggarakan Wahana Penuangan Kreativitas
Penyelenggaraan wahana bidang olah raga dalam bentuk penyediaan
1) Fasilitas olah raga
2) Fasilitas Seni
d. Mewadahi/Menyalurkan Bakat, Minat, dan Kreativitas Siswa Mewadahi/menyalurkan
bakat, minat, dan kreativitas siswa berarti menciptakan daya dukung agar siswa yang
memiliki bakat, minat, dan kreativitas pada bidang-bidang yang disebutkan tadi
mendapatsaluran bakat main bola, menyanyi, bermusik, menari, membaca puisi,
menulis cerpen, dan main drama sedapat mungkin diwadahi oleh sekolah sehingga siswa
merasa memperoleh penyaluran potensi yang mereka miliki.
e. Melaksanakan Pemantauan Kemampuan Siswa untuk Menyelaraskan Diri dengan Potensi
Siswa Setiap kegiatan dalam bentuk apa pun terbagi dalam tiga kriteria besar, yaitu
perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian.
f. Pengaturan terhadap Organisasi Peserta Didik
Organisasi peserta didik antara lain adalah: (1) Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS),
dan (2) Organisasi Alumni
Berdasarkan PP Nomor 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan, disebutkan
bahwa ada 3 jenis biaya pendidikan, yaitu Biaya Satuan Pendidikan, Biaya
Penyelenggaraan dan/atau Pengelolaan Pendidikan, serta Biaya Pribadi Peserta Didik.

1. Sumber-Sumber Pemasukan Keuangan Sekolah


Pasal 46 UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, menyatakan
pendanaan pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah, pemerintah
daerah, dan masyarakat. Sebagai konsekuensi logisnya maka sumber-sumber pemasukan
sekolah bisa berasal dari pemerintah, usaha mandiri sekolah , orang tua siswa, dunia
usaha dan industri, sumber lain seperti hibah yang tidak bertentangan dengan peraturan
perundangan yang berlaku, yayasan penyelenggara pendidikan bagi lembaga
pendidikan swasta, serta masyarakat luas.
1). Pemerintah: Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS)
Sumber dana pendidikan untuk SD dan SMP, saat ini bersumber dari dana BOS yang
dialokasikan melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN); disamping
itu terdapat juga dana khusus melalaui pemerintah daerah provinsi dan kabupaten yang
disebut dana khusus dari APBDI dan APBD II. Dana BOS ini, merupakan dana operasi
nonpersonalia sedangkan untuk gaji pendidik dan tenaga kependidikan bersumber dari
dana Rutin melalui APBN dan APBD.
2). Dana Masyarakat; dana ini bisa berasal dari komite sekolah/orang tua siswa atau dari
sponsor dan donatur
3). Dana Swadaya
Beberapa kegiatan yang merupakan usaha mandiri sekolah yang bisa menghasilkan
pendapatan sekolah antara lain : (1) pengelolaan kantin sekolah, (2) pengelolaan koperasi
sekolah, (3) pengelolaan wartel, (4) pengelolaan jasa antar jemput siswa, (5) panen
kebun sekolah, (6) kegiatan yang menarik sehingga ada sponsor yang memberi dana, (7)
kegiatan seminar/ pelatihan/lokakarya dengan dana dari peserta yang bisa disisihkan sisa
anggarannya untuk sekolah, (8) penyelenggaraan lomba kesenian dengan biaya dari
peserta atau perusahaan yang sebagian dana bisa disisihkan untuk sekolah.
4.) Sumber Lain
Selain yang sudah disebutkan di atas, masih ada sumber pembiayaan alternatif yang
berasal dari proyek pemerintah baik yang bersifat block grant maupun yang bersifat
matching grant (imbal swadaya).
2. Tujuan Manajemen Keuangan Sekolah
1). Meningkatkan efektivitas dan efisiensi penggunaan keuangan sekolah
2). Meningkatkan akuntabilitas dan transparansi keuangan sekolah.
3). Meminimalkan penyalahgunaan anggaran sekolah.
3. Prinsip-Prinsip Manajemen Keuangan
Prinsip-prinsip manajemen sekolah meliputi:
1). Transparansi.
2). Akuntabilitas
3). Efektivitas.

Alokasi Keuangan Sekolah


Pendanaan pendidikan saat ini dapat dikelompokkan menjadi biaya personalia dan
operasi nonpersonalia.
Biaya personalia, terdiri dari gaji pendidik dan tenaga kependidikan serta tunjangan
tunjangan yang melekat pada gaji dan biaya nonpersonalia adalah biaya untuk bahan
atau peralatan pendidikan habis pakai, dan biaya tak langsung berupa daya, air, jasa
telekomunikasi, pemeliharaan sarana dan prasarana,uang lembur, transportasi,
konsumsi, pajak, asuransi, dll (baca Permendiknas nomor 69 tahun 2009, tentang
Standar Biaya Operasi Nonpersonalia Tahun 2009 Untuk Sekolah Dasar/Madrasah
Ibtidaiyah (SD/MI), Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs),
Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah (SMA/MA), Sekolah Menengah Kejuruan
(SMK), Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB), Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa
(SMPLB), dan Sekolah Menengah Atas Luar Biasa (SMALB).
Biaya operasi nonpersonalia adalah standar biaya yang diperlukan untuk membiayai
kegiatan operasi nonpersonalia selama 1 (satu) tahun sebagai bagian dari keseluruhan
dana pendidikan agar satuan pendidikan dapat melakukan kegiatan pendidikan secara
teratur dan berkelanjutan sesuai SNP.
1. Keuangan Sekolah bersumber dari:
a. Rutin
Anggaran rutin digunakan untuk:
1). gaji dan tunjangan
2). tunjangan beras
3). uang lembur
4) keperluan sehari-hari perkantoran
5) inventaris kantor
6) langganan daya dan jasa
7) pemeliharaan gedung kantor
8) lain-lain yang berupa pengadaan kertas
9) lain-lain yang berupa pemeliharaan/perbaikan ruang kelas/gedung sekolah
b. Dana BOS
Dana BOS, Melalui program BOS, warga sekolah diharapkan dapat lebih
mengembangkan sekolah dengan memperhatikan hal-hal berikut:
1. Pengelolaan dana secara profesional, transparan dan dapat dipertanggungjawabkan;
2. Menjadi sarana penting peningkatan pemberdayaan sekolah dalam rangka peningkatan
akses, mutu dan manajemen sekolah;
3. Sekolah harus memiliki Rencana Jangka Menengah yang disusun 4 tahunan;
4. Sekolah harus menyusun Rencana Kerja Tahunan (RKT) dalam bentuk Rencana
Kegiatan dan Anggaran Sekolah (RKAS), dimana dana BOS merupakan bagian
integral didalam RKAS tersebut;
5. Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah (RKAS) harus disetujui dalam rapat dewan
pendidik setelah memperhatikan pertimbangan Komite Sekolah dan disahkan oleh
Dinas Pendidikan Kabupaten/kota (untuk sekolah negeri) atau yayasan (untuk
sekolah swasta). Secara rinci diatur dalam Peraturan Mendiknas Nomor 19 Tahun
2007 tentang Standar Pengelolaan Pendidikan oleh Satuan Pendidikan Dasar dan
Menengah.
c Dana Masyarakat (Komite Sekolah, donatur, sposor)
Dana masyarakat dapat dipergunakan untuk:
1. menunjang kegiatan rutin
2. pembangunan gedung atau ruang kelas
3. pembelian peralatan.
Apabila dirinci anggaran sekolah tersebut digunakan untuk:
1. Kegiatan peningkatan mutu pendidikan, antara lain peningkatan kemampuan
profesional, supervisi pendidikan, dan evaluasi.
2. Kegiatan ekstra-kurikuler, antara lain usaha kesehatan sekolah (UKS), pramuka,
olahraga, kreativitas seni.
3. Bahan pengajaran praktek, keterampilan, antara lain penambahan sarana pengajaran,
bahan praktek.
4. Kesejahteraan Kepala Sekolah, guru dan pegawai.
5. Pembelian peralatan kantor dan alat tulis kantor.
6. Pengembangan perpustakaan.
7. Pembangunan sarana fisik sekolah.
8. Biaya listrik, telepon, air dan surat menyurat.
9. Dana sosial seperti bantuan kesehatan, pakaian seragam.
10.Biaya pemeliharaan gedung, pagar dan pekarangan sekolah.
Pengeluaran anggaran tersebut dilaksanakan dengan memperhatikan jenis mata
anggaran keluaran (MAK) sebagai berikut:
1. Belanja Pegawai
Belanja Gaji Pegawai
Belanja Honorarium Pegawai
2. Belanja Barang
Keperluan Sehari-Hari Perkantoran
Belanja Barang ATK
Langganan Daya dan Jasa
Pemeliharaan Gedung Kantor
Pemeliharaan Peralatan dan Mesin
Biaya Perjalanan Dinas
3. Belanja Modal
Belanja Modal Peralatan dan Mesin
Belanja Modal Gedung dan Bangunan
4. Belanja Sosial
Belanja bantuan sosial, berupa Penyediaan Beasiswa dan peningkatan Sumber Daya
Manusia
Dalam rangka peningkatan mutu pendidikan di sekolah, perlu pengelolaan sumber
daya terpadu antara sumber daya manusia, sarana dan prasarana serta dana. Ketiganya
saling terkait satu sama lain. Dalam hal ini kepala sekolah dituntut untuk mengatur
keuangan sekolah dengan tidak sebaik-baiknya sehingga ada kegiatan yang semestinya
mendapat prioritas pendanaan tapi tidak memperoleh anggaran.
Selanjutnya Bendaharawan sekolah dalam mengelola keuangan hendaknya
memperhatikan beberapa hal berikut ini :
1. Hemat dan sesuai dengan kebutuhan
2. Terarah dan terkendali sesuai dengan rencana
3. Tidak diperkenankan untuk kebutuhan yang tidak menunjang proses belajar mengajar,
seperti ucapan selamat, hadiah, pesta.
Sumber dana sekolah selanjutnya di alokasikan sesuai dengan program dan kegiatan
sekolah. Untuk memudahkan dalam manajemen keuangan sekolah, sehingga perlu
disusun RKS dan RKAS, seperti contoh di bawah ini.

Pelaporan dan Pertanggungjawaban Keuangan Sekolah


Penerimaan dan pengeluaran keuangan sekolah harus dilaporkan dan
dipertanggungjawabkan secara rutin sesuai peraturan yang berlaku. Pelaporan dan
pertanggungjawaban anggaran yang berasal dari orang tua siswa dan masyarakat
dilakukan secara rinci dan transparan sesuai dengan sumber dananya.
Pelaporan dan pertanggungjawaban anggaran yang berasal dari usaha mandiri sekolah
dilakukan secara rinci dan transparan kepada dewan guru dan staf sekolah.
Pertanggungjawaban anggaran rutin dan pembangunan dilakukan dengan
memperhatikan ketentuan sebagai berikut:
a. Selambat-lambatnya tanggal 10 setiap bulan Bendaharawan mengirimkan Surat
Pertanggungjawaban(SPJ) kepada Walikota/ Bupati melalui Bagian Keuangan
Sekretariat Daerah.
b. Apabila tanggal 10 bulan berikutnya SPJ belum diterima oleh Bagian
KeuanganSekretariat Daerah maka tanggal 11 dikirimkan Surat Peringatan I.
c. Apabila sampai dengan tanggal 20 bulan berikutnya SPJ juga belum dikirimkan
pada Bagian Keuangan Sekretariat Daerah, maka dibuatkan Surat Peringatan II.
d. Kelengkapan Lampiran SPJ:
1. Surat pengantar
2. Sobekan BKU lembar 2 dan 3
3. Daftar Penerimaan dan Pengeluaran per pasal/komponen
4. Daftar Penerimaan dan Pengeluaran UUDP
5. Laporan Keadaan Kas Rutin/ Pembangunan (LKKR/LKKP) Tabel I dan II
6. Register penutupan Kas setiap 3 bulan sekali.
7. Fotokopi SPMU Beban Tetap dan Beban Sementara
8. Fotokopi Rekening Koran dari bank yang ditunjuk.
9. Daftar Perincian Penerimaan dan Pengeluaran Pajak(Bend.15)
10.Bukti Setor PPN/PPh 21,22,23 (fotokopi SSP)
11.Daftar Realisasi Penerimaan dan Pengeluaran Pajak
12.Bukti Pengeluaran /kuitansi asli dan lembar II beserta dengan bukti pendukung lainnya,
disusun per digit/ komponen
e. Bukti Pendukung/ Lampiran SPJ
a. Biaya perjalanan dinas dilampiri - Kuitansi/ bukti pengeluaran uang
- Surat Perintah Tugas(SPT)
- Surat Perintah Perjalanan Dinas(SPPD) lembar I dan II
b. Penunjukan langsung barang dan jasa
- Sampai dengan Rp 1.000.000,- dilampiri kuitansi dan faktur pajak
- pembelian diatas Rp 1.000.000,- sampai dengan Rp 5.000.000,- dilampiri: Surat
penawaran, Surat Pesanan, Kuitansi, faktur pajak, berita acara serah terima/ penyelesaian
pekerjaan.

- Diatas Rp 5.000.000,- sampai dengan Rp 15.000.000,- dilampiri: Surat penawaran,


Surat Penunjukan Pelaksanaan Pekerjaan, Surat Perintah Kerja(SPK), Berita acara
Pemeriksaan Barang, kuitansi, faktur/nota, berita acara serah terima/ penyelesaian
pekerjaan. Pemimpin proyek/ Atasan Langsung Bendaharawan diwajibkan
menyusun/ melampirkan OE/ HPS sebagai acuan melakukan negosiasi baik harga
maupun kualitas barang/ jasa yang dibutuhkan.
Berdasarkan Permendiknas Nomor 19 Tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan
dinyatakan bahwa sekolah harus membuat Rencana Kerja Sekolah yang terdiri dari
Rencana Kerja Jangka Menengah (RKJM) dan Rencana Kerja Tahunan (RKT). RKJM
menggambarkan tujuan yang akan dicapai dalam kurun waktu empat tahun, sedangkan
Rencana Kerja Tahunan (RKT) dicapai dalam kurun waktu tahunan. Permendiknas
tersebut juga menyatakan bahwa RKT adalah rencana kerja tahunan sekolah/madrasah
yang berdasar pada rencana kerja jangka menengah (empat tahunan) yang dinyatakan
dalam Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah/Madrasah (RKA-S/M) sebagai
istilah lain dari Rencana Anggaran Penerimaan dan Belanja Sekolah/Madrasah (RAPB-
S/M).

Peraturan lain yang mendukung perencanaan program sekolah ini adalah Peraturan
Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan
pasal 51 menyatakan, bahwa satuan pendidikan harus membuat kebijakan tentang
perencanaan program dan pelaksanaannya secara transparan dan akuntabel. Kebijakan
pendidikan sebagaimana dimaksud pada pasal 51, oleh satuan pendidikan anak usia
dini, satuan pendidikan dasar, dan satuan pendidikan menengah dituangkan dalam : 1).
rencana kerja tahunan satuan pendidikan; 2). anggaran pendapatan dan belanja tahunan
satuan pendidikan; dan 3). peraturan satuan atau program pendidikan.

Evaluasi Diri Sekolah

Evaluasi Diri Sekolah dan Madrasah adalah EDS/M adalah proses Evaluasi Diri Sekolah
dan Madrasah yang bersifat internal untuk melihat kinerja sekolah berdasarkan SPM dan
SNP yang hasilnya dipakai sebagai dasar Penyusunan Rencana Kerja Sekolah/ Madrasah
dan sebagai masukan bagi perencanaan investasi pendidikan tingkat kab/kota.Proses
Evaluasi Diri Sekolah dan Madrasah merupakan siklus, yang dimulai dengan
pembentukan Tim Pengembang Sekolah (TPS), pelatihan penggunaan instrumen,
pelaksanaan EDS di sekolah dan penggunaan hasilnya sebagai dasar penyusunan
RPS/RKS dan RAPBS/RKAS. Sekolah melakukan proses EDS setiap tahun sekali.
EDS/M dilaksanakan oleh Tim Pengembang Sekolah (TPS) yang terdiri atas: Kepala
Sekolah, wakil unsur guru, wakil Komite Sekolah, wakil orang tua siswa, dan pengawas.

Proses EDS ini secara mendasar menjawab 3 (tiga) pertanyaan kunci di bawah ini, yaitu:
1. Seberapa baikkah kinerja sekolah kita? Hal ini terkait dengan posisi pencapaian kinerja
untuk masing-masing indikator SPM dan SNP.
2. Bagaimana kita dapat mengetahui kinerja sekolah? Hal ini terkait dengan bukti apa yang
dimiliki sekolah untuk menunjukkan pencapaiannya.
3. Bagaimana kita dapat meningkatkan kinerja? Dalam hal ini sekolah melaporkan dan
menindaklanjuti apa yang telah ditemukan sesuai pertanyaan di nomor 2 dan
nomor 3 sebelumnya.

EDS amat diperlukan oleh sekolah karena evaluasi ini adalah evaluasi internal yang
dilakukan oleh danuntuk sekolah sendiri guna mengetahui kekuatan dan kelemahannya
sendiri , semacam cermin muka yang dapat dipakai dalam melihat kekuatan dan
kelemahannya sendiri untuk selanjutnya dipakai dasar dalam upaya memperbaiki
kinerjanya.
Bentuk instrumen EDS/M terdiri dari 8 (delapan) standar nasional pendidikan yang
dijabarkan ke dalam 26 komponen dan 60 indikator. Setiap standar terdiri atas
sejumlah komponen yang mengacu pada masing-masing standar nasional pendidikan
sebagai dasar bagi sekolah dalam memperoleh informasi kinerjanya yang bersifat
kualitatif. Setiap komponen terdiri dari beberapa indikator yang memberikan gambaran
lebih menyeluruh dari komponen yang dimaksudkan.

Setiap instrument EDS harus dilengkapi bukti fisik EDS yang digunakan sebagai bahan
dasar untuk menggambarkan kondisi sekolah terkait dengan indikator yang dinilai.
Bukti fisik tersebut misalnya catatan kajian, hasil observasi, dan hasil
wawancara/konsultasi dengan pemangku kepentingan seperti komite sekolah, orangtua,
guru-guru, siswa, dan unsur lain yang terkait.

Tahap pengembangan EDS terdiri dari 4 tahap pengembangan, dengan acuan tahap
pengembangan 1 adalah tahap terendah yang merupakan tahap dimana anda belum
memenuhi satupun indikator yang telah dirinci. Tahap 2, adalah tahapan dimana anda
baru memenuhi sedikit dari indikator yang telah dirinci. Tahap 3 adalah tahapan
dimana anda sudah memenuhi sebagian atau sebagian besar dari indikator tersebut.
Sedangkan, tahap 4 adalah tahapan dimana anda telah memenuhi semua indikator untuk
menjadi orang tua yang baik :

Tahapan pengembangan ini memiliki makna sebagai berikut:


1. Tahap ke-1, belum memenuhi SPM. Pada tahap ini, kinerja sekolah mempunyai banyak
kelemahan dan membutuhkan banyak perbaikan.
2. Tahap ke-2, memenuhi SPM. Pada tahap ini, terdapat beberapa kekuatan dan kelemahan
tetapi masih sangat butuh perbaikan.
3. Tahap ke-3, memenuhi SNP. Pada tahap ini, kinerja sekolah baik, namun masih perlu
peningkatan.
4. Tahap ke-4, melampaui SNP. Pada tahap ini, kinerja sekolah sangat baik, melampaui
standar yang telah ditetapkan.

Tahapan pengembangan bisa berbeda dalam indikator yang berbeda pula. Hal ini
penting sebab sekolah harus menilai kinerja apa adanya. Dalam pelaksanaan EDS/M
yang dilakukan setiap tahun, sekolah mempunyai dasar nyata indikator atau komponen
atau standar mana yang memerlukan perbaikan secara terus-menerus.

Setelah menentukan tahapan pengembangan, sekolah kemudian menyusun rekomendasi


berdasarkan bukti fisik, deskripsi, dan tahapan pengembangan untuk setiap indikator.
Rekomendasi tidak hanya difokuskan pada indikator yang dianggap lemah namun juga
disusun untuk setiap indikator yang telah mencapai standar nasional pendidikan.
Sehingga rekomendasi ini dapat digolongkan dengan rekomendasi perbaikan/peningkatan
dan rekomendasi pengembangan. Rekomendasi ini kemudian direkap sebagai dasar
masukan dalam penyusunan Rencana Pengembangan Sekolah (RPS).
Penyusunan RKJM Dan RKAS

Perencanaan pada intinya merupakan upaya penentuan kemana sebuah organisasi akan
menuju di masa depan dan bagaimana sampai pada tujuan itu. Di dalam lingkungan
sekolah/ madrasah, sekolah diharuskan untuk membuat Rencana Kerja Jangka
Menengah (4 tahun) dan Rencana Kerja Tahunan. Oleh karena itu, Kepala
sekolah/madrasah adalah sosok kunci yang menentukan terwujudnya berbagai standar
pengelolaan satuan pendidikan, khususnya di bidang perencanaan dan pengambilan
berbagai keputusan strategis yang menjadi prasyarat keberhasilan pengembangan
sekolah.

Perencanaan (planning ), pengorganisasian (organizing ), menggerakkan atau


memimpin (actuating atau leading), dan pengendalian (controlling ) merupakan
fungsi-fungsi yang harus dijalankan dalam proses manajemen. Jika digambarkan
dalam sebuah siklus, perencanaan merupakan langkah pertama dari keseluruhan
proses manajemen tersebut. Perencanaan dapat dikatakan sebagai fungsi terpenting
diantara fungsi-fungsi manajemen lainnya. Apapun yang dilakukan berikutnya dalam
proses manajemen bermula dari perencanaan. Daft (1988:100) menyatakan: When
planning is done well, the other management functions can be done well.

Ada beberapa alternatif tahapan penyusunan Rencana Kerja Jangka Menengah.


Adapun tahapan yang digunakan di dalam modul ini adalah:
1. Telaah hasil EDS, khususnya pada rekomendasi yang telah dirumuskan. Dari
rekomendasi tercermin komponen apa sajakah di dalam 8 SNP tersebut yang masih perlu
ditingkatkan.
2. Pemanfaatan hasil EDS untuk menyusun RKJM.
3. Penentuan rencana prioritas dalam RKJM ke dalam RKAS.

Pemilihan Rencana Prioritas

Penentuan prioritas harus dilakukan melalui diskusi bersama stakeholder pendidikan


di sekolah dan bukan oleh Kepala Sekolah ataupun oleh Komite Sekolah saja.
Penentuan prioritas ini harus berdasarkan atas kriteria-kriteria yang disetujui bersama,
meliputi:

a) Kepentingannya:
Relevansinya terhadap misi, visi, dan tujuan strategis sekolah.
Pentingnya pengembangan sekolah dalam kaitannya dengan semua faktor konteks.
b) Keterlaksanaan (Visibilitas):
Kemampuan sekolah yang ada sekarang untuk memberikan dukungan sumber
daya manusia, keahlian, energi, waktu dan dana untuk mewujudkannya.
c) Akseptabilitas :
Komitmen sekolah saat sekarang untuk mewujudkannya.

Secara umum pemilihan prioritas ditentukan oleh pentingnya satu kegiatan dan
dampaknya bagi peningkatan mutu dan kinerja; urgensinya , ketersediaan SDM dan
pelaksananya dan tersedianya waktu serta sumber daya dan dana pendukungnya.

RKS sebaiknya dibuat bersama secara partisipatif antara pihak sekolah (KS dan guru),
bersama dengan stakeholder (pihak yang berkepentingan lainnya), misalnya: Komite
sekolah, tokoh masyarakat, dan pihak lain yang peduli pendidikan di sekitar sekolah.
Dengan melibatkan mereka, sekolah telah menunjukkan sikap terbuka dan siap
bekerjasama. Hal tersebut akan meningkatkan rasa memiliki,serta dapat mengundang
simpati sehingga masyarakat akan merasa senang memberikan dukungan atau bantuan
yang diperlukan sekolah.

Pengertian MBS
Manajemen berbasis sekolah (MBS) dapat diartikan sebagai model pengelolaan yang
memberikan otonomi (kewenangan dan tanggungjawab) lebih besar kepada sekolah,
memberikan fleksibilitas/ keluwesan keluwesan kepada sekolah, dan
mendorong partisipasi secara langsung warga sekolah (guru, siswa, kepala sekolah,
karyawan) dan masyarakat (orangtua siswa, tokoh masyarakat, ilmuwan, pengusaha, dan
sebagainya.), untuk meningkatkan mutu sekolah berdasarkan kebijakan pendidikan
nasional serta peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dengan otonomi tersebut,
sekolah diberikan kewenangan dan tanggungjawab untuk mengambil keputusan-
keputusan sesuai dengan kebutuhan, kemampuan dan tuntutan sekolah serta masyarakat
atau stakeholder yang ada. (Catatan: MBS tidak dibenarkan menyimpang dari peraturan
perundang-undangan yang berlaku).

Otonomi dapat diartikan sebagai kemandirian yaitu kemandirian dalam mengatur dan
mengurus dirinya sendiri, kemandirian dalam program dan pendanaan merupakan tolok
ukur utama kemandirian sekolah. Pada gilirannya, kemandirian yang berlangsung secara
terus menerus akan menjamin kelangsungan hidup dan perkembangan sekolah
(sustainabilitas). Istilah otonomi juga sama dengan istilah swa, misalnya swasembada,
swakelola, swadana, swakarya, dan swalayan. Jadi otonomi sekolah adalah kewenangan
sekolah untuk mengatur dan mengurus kepentingan warga sekolah menurut prakarsa
sendiri berdasarkan aspirasi warga sekolah sesuai dengan peraturan perundang-undangan
pendidikan nasional yang berlaku. Tentu saja kemandirian yang dimaksud harus
didukung oleh sejumlah kemampuan, yaitu kemampuan mengambil keputusan yang
terbaik, kemampuan berdemokrasi/menghargai perbedaan pendapat, kemampuan
memobilisasi sumberdaya, kemampuan memilih cara pelaksanaan yang terbaik,
kemampuan berkomunikasi dengan cara yang efektif, kemampuan memecahkan
persoalan-persoalan sekolah, kemampuan adaptif dan antisipatif, kemampuan bersinergi
dan berkolaborasi, dan kemampuan memenuhi kebutuhannya sendiri.
Dengan otonomi yang lebih besar, sekolah memiliki kewenangan dan tanggungjawab
yang lebih besar dalam mengelola sekolahnya, sehingga sekolah lebih mandiri. Dengan
kemandiriannya, sekolah lebih berdaya dalam mengembangkan program-program yang,
tentu saja, lebih sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan/potensi yang dimiliki. Dengan
fleksibilitas/keluwesan-keluwesannya, sekolah akan lebih lincah dalam mengelola dan
memanfaatkan sumberdaya sekolah secara optimal.
Peningkatan partisipasi yang dimaksud adalah penciptaan lingkungan yang terbuka dan
demokratik, di mana warga sekolah (guru, siswa, karyawan) dan masyarakat (orang tua
siswa, tokoh masyarakat, ilmuwan, usahawan, dan sebagainya.) didorong untuk terlibat
secara langsung dalam penyelenggaraan pendidikan, mulai dari pengambilan keputusan,
pelaksanaan, dan evaluasi pendidikan yang diharapkan dapat meningkatkan mutu
pendidikan. Hal ini dilandasi oleh keyakinan bahwa jika seseorang dilibatkan
(berpartisipasi) dalam penyelenggaraan pendidikan, maka yang bersangkutan akan
mempunyai rasa memiliki terhadap sekolah, sehingga yang bersangkutan juga akan
bertanggungjawab dan berdedikasi sepenuhnya untuk mencapai tujuan sekolah.
Singkatnya: makin besar tingkat partisipasi, makin besar pula rasa memiliki; makin besar
rasa memiliki, makin besar pula rasa tanggungjawab; dan makin besar rasa
tanggungjawab, makin besar pula dedikasinya.
Tentu saja pelibatan warga sekolah dalam penyelenggaraan sekolah harus
mempertimbangkan keahlian, batas kewenangan, dan relevansinya dengan tujuan
partisipasi. Peningkatan partisipasi warga sekolah dan masyarakat dalam
penyelenggaraan sekolah akan mampu menciptakan keterbukaan, kerjasama yang kuat,
akuntabilitas, dan demokrasi pendidikan. Keterbukaan yang dimaksud adalah
keterbukaan dalam program dan keuangan. Kerjasama yang dimaksud adalah adanya
sikap dan perbuatan lahiriyah kebersamaan/kolektif untuk meningkatkan mutu sekolah.
Kerjasama sekolah yang baik ditunjukkan oleh hubungan antar warga sekolah yang erat,
hubungan sekolah dan masyarakat erat, dan adanya kesadaran bersama
bahwa output sekolah merupakan hasil kolektif teamwork yang kompak, cerdas dan
dinamis. Akuntabilitas sekolah adalah pertanggungjawaban sekolah kepada warga
sekolahnya, masyarakat dan pemerintah melalui pelaporan dan pertemuan yang dilakukan
secara terbuka. Sedang demokrasi pendidikan adalah kebebasan yang terlembagakan
melalui musyawarah dan mufakat dengan menghargai perbedaan, hak asasi manusia serta
kewajibannya dalam rangka untuk meningkatkan mutu pendidikan.
Partisipasi masyarakat terhadap penyelenggaraan sekolah telah diatur dalam suatu
kelembagaan yang disebut dengan Komite Sekolah. Secara resmi keberadaan Komite
Sekolah ditunjukkan melalui Surat Keputusan Mendiknas Nomor 044/U/2002 tentang
Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah. Dalam hal pembentukannya, Komite Sekolah
menganut prinsip transparansi, akuntabilitas, dan demokrasi. Komite Sekolah diharapkan
menjadi mitra sekolah yang dapat mewadahi dan menyalurkan aspirasi serta prakarsa
masyarakat dalam melahirkan kebijakan operasional dan program pendidikan di sekolah.
Tugas dan fungsi Komite Sekolah antara lain mendorong tumbuhnya perhatian dan
komitmen masyarakat terhadap penyelenggaraan pendidikan yang bermutu; mendorong
orangtua dan masyarakat berpartisipasi dalam pendidikan guna mendukung peningkatan
mutu dan pemerataan pendidikan; dan menggalang dana masyarakat dalam rangka
pembiayaan penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan.
Selain itu, Komite Sekolah juga dapat memberikan masukan dan pertimbangan kepada
sekolah tentang kebijakan dan program pendidikan, rencana anggaran pendidikan dan
belanja sekolah. Pendeknya, Komite Sekolah diharapkan berperan sebagai pendukung,
pemberi pertimbangan, mediator dan pengontrol penyelenggaraan pendidikan di sekolah.
Fleksibilitas dapat diartikan sebagai keluwesan-keluwesan yang diberikan kepada sekolah
untuk mengelola, memanfaatkan dan memberdayakan sumberdaya sekolah seoptimal
mungkin untuk meningkatkan mutu sekolah. Dengan keluwesan-keluwesan yang lebih
besar diberikan kepada sekolah, maka sekolah akan lebih lincah dan tidak harus
menunggu arahan dari atasannya untuk mengelola, memanfaatkan dan memberdayakan
sumberdayanya. Dengan cara ini, sekolah akan lebih responsif dan lebih cepat dalam
menanggapi segala tantangan yang dihadapi. Namun demikian, keluwesan-keluwesan
yang dimaksud harus tetap dalam koridor kebijakan dan peraturan perundang-undangan
yang ada.
Dengan pengertian di atas, maka sekolah memiliki kemandirian lebih besar dalam
mengelola sekolahnya (menetapkan sasaran peningkatan mutu, menyusun rencana
peningkatan mutu, melaksanakan rencana peningkatan mutu, dan melakukan evaluasi
pelaksanaan peningkatan mutu), memiliki fleksibilitas pengelolaan sumberdaya sekolah,
dan memiliki partisipasi yang lebih besar dari kelompok-kelompok yang berkepentingan
dengan sekolah. Dengan kepemilikan ketiga hal ini, maka sekolah akan merupakan
unit utama pengelolaan proses pendidikan, sedang unit-unit di atasnya (Dinas Pendidikan
Kabupaten/Kota, Dinas Pendidikan Provinsi, dan Departemen Pendidikan Nasional) akan
merupakan unit pendukung dan pelayan sekolah, khususnya dalam pengelolaan
peningkatan mutu.
Sekolah yang mandiri memiliki ciri-ciri sebagai berikut: sifat ketergantungan rendah;
kreatif dan inisiatf, adaptif dan antisipatif/proaktif terhadap perubahan; memiliki jiwa
kewirausahaan tinggi (inovatif, gigih, ulet, berani mengambil resiko, dan sebagainya);
bertanggungjawab terhadap kinerja sekolah; memiliki kontrol yang kuat terhadap input
manajemen dan sumberdayanya; memiliki kontrol yang kuat terhadap kondisi kerja;
komitmen yang tinggi pada dirinya; dan prestasi merupakan acuan bagi penilaiannya.
Selanjutnya, bagi sumberdaya manusia sekolah yang berdaya, pada umumnya, memiliki
ciri-ciri: pekerjaan adalah miliknya, dia bertanggungjawab, pekerjaannya memiliki
kontribusi, dia tahu posisinya di mana, dia memiliki kontrol terhadap pekerjaannya, dan
pekerjaannya merupakan bagian hidupnya.
Contoh tentang hal-hal yang dapat memandirikan/memberdayakan warga sekolah adalah:
pemberian kewenangan, pemberian tanggungjawab, pekerjaan yang bermakna,
pemecahan masalah sekolah secara teamwork, variasi tugas, hasil kerja yang terukur,
kemampuan untuk mengukur kinerjanya sendiri, tantangan, kepercayaan, didengar, ada
pujian, menghargai ide-ide, mengetahui bahwa dia adalah bagian penting dari sekolah,
kontrol yang luwes, dukungan, komunikasi yang efektif, umpan balik bagus, sumberdaya
yang dibutuhkan ada, dan warga sekolah diberlakukan sebagai manusia ciptaan-Nya yang
memiliki martabat tertinggi.

Tujuan MBS
MBS bertujuan untuk meningkatkan kinerja sekolah melalui pemberian kewenangan dan
tanggungjawab yang lebih besar kepada sekolah yang dilaksanakan berdasarkan prinsip-
prinsip tata kelola sekolah yang baik yaitu partisipasi, transparansi, dan akuntabilitas.
Peningkatan kinerja sekolah yang dimaksud meliputi peningkatan kualitas, efektivitas,
efisiensi, produktivitas, dan inovasi pendidikan.
Dengan MBS, sekolah diharapkan makin mampu dan berdaya dalam mengurus dan
mengatur sekolahnya dengan tetap berpegang pada koridor-koridor kebijakan pendidikan
nasional. Perlu digarisbawahi bahwa pencapaian tujuan MBS harus dilakukan
berdasarkan prinsip-prinsip tata kelola yang baik (partisipasi, transparansi, akuntabilitas,
dan sebagainya)
Manajemen Berbasis Sekolah

Karakteristik MBS
Manajemen Berbasis Sekolah memiliki karakteristik yang perlu dipahami oleh sekolah
yang akan menerapkannya. Dengan kata lain, jika sekolah ingin sukses dalam
menerapkan MBS, maka sejumlah karakteristik MBS berikut perlu dimiliki. Berbicara
karakteristik MBS tidak dapat dipisahkan dengan karakteristik sekolah efektif. Jika MBS
merupakan wadah/kerangkanya, maka sekolah efektif merupakan isinya. Oleh karena itu,
karakteristik MBS berikut memuat secara inklusif elemen-elemen sekolah efektif, yang
dikategorikan menjadi input, proses, dan output.
Dalam menguraikan karakteristik MBS, pendekatan sistem yaitu input-proses-
output digunakan untuk memandunya. Hal ini didasari oleh pengertian bahwa sekolah
merupakan sistem sehingga penguraian karakteristik MBS (yang juga karakteristik
sekolah efektif) mendasarkan pada input, proses, dan output. Selanjutnya, uraian berikut
dimulai dari output dan diakhiri input, mengingat output memiliki tingkat kepentingan
tertinggi, sedang proses memiliki tingkat kepentingan satu tingkat lebih rendah
dari output, dan input memiliki tingkat kepentingan dua tingkat lebih rendah dari output.

a. Output yang Diharapkan


Sekolah memiliki output yang diharapkan. Output sekolah adalah prestasi sekolah yang
dihasilkan oleh proses pembelajaran dan manajemen di sekolah. Pada umumnya, output
dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu output berupa prestasi akademik (academic
achievement) dan output berupa prestasi non-akademik (non-academic achievement).
Output prestasi akademik misalnya, NUN/NUS, lomba karya ilmiah remaja, lomba
(Bahasa Inggris, Matematika, Fisika), cara-cara berpikir (kritis, kreatif/ divergen, nalar,
rasional, induktif, deduktif, dan ilmiah). Output non-akademik, misalnya keingintahuan
yang tinggi, harga diri, akhlak/budipekerti, perilaku sosial yang baik seperti misalnya
bebas narkoba, kejujuran, kerjasama yang baik, rasa kasih sayang yang tinggi terhadap
sesama, solidaritas yang tinggi, toleransi, kedisiplinan, kerajinan, prestasi olahraga,
kesenian, dan kepramukaan.

b. Proses
Sekolah yang efektif pada umumnya memiliki sejumlah karakteristik proses sebagai
berikut:
1) Proses Belajar Mengajar yang Efektivitasnya Tinggi
2) Kepemimpinan Sekolah yang Kuat
3) Lingkungan Sekolah yang Aman dan Tertib
4) Pengelolaan Tenaga Kependidikan yang Efektif
5) Sekolah Memiliki Budaya Mutu
6) Sekolah Memiliki Teamwork yang Kompak, Cerdas, dan Dinamis
7) Sekolah Memiliki Kewenangan
8) Partisipasi yang Tinggi dari Warga Sekolah dan Masyarakat
9) Sekolah Memiliki Keterbukaan (Transparansi) Manajemen
10) Sekolah Memiliki Kemauan untuk Berubah (psikologis dan pisik)
11) Sekolah Melakukan Evaluasi dan Perbaikan Secara Berkelanjutan
12) Sekolah Responsif dan Antisipatif terhadap Kebutuhan
13) Memiliki Komunikasi yang Baik
14) Sekolah Memiliki Akuntabilitas
15) Manajemen Lingkungan Hidup Sekolah Bagus
16) Sekolah memiliki Kemampuan Menjaga Sustainabilitas
c. Input Pendidikan
1) Memiliki Kebijakan, Tujuan, dan Sasaran Mutu yang Jelas
2) Sumberdaya Tersedia dan Siap
3) Staf yang Kompeten dan Berdedikasi Tinggi
4) Memiliki Harapan Prestasi yang Tinggi
5) Fokus pada Pelanggan (Khususnya Siswa)
6) Input Manajemen

Urusan-urusan yang Menjadi Kewenangan dan Tanggungjawab Sekolah


Secara umum, pergeseran dimensi-dimensi pendidikan dari manajemen berbasis pusat
menjadi manajemen berbasis sekolah telah diuraikan pada Butir A. Secara lebih spesifik,
pertanyaannya adalah: Urusan-urusan apa sajakah yang perlu menjadi kewenangan dan
tanggungjawab sekolah? Pada dasarnya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urutan Pemerintahan antara Pemerintah,
Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah kabupaten/Kota harus
digunakan sebagai acuan dalam penyelenggaraan pendidikan. Dengan demikian,
desentralisasi urusan-urusan pendidikan harus dalam koridor peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Perlu dicatat bahwa desentralisasi bukan berarti semua urusan di
limpahkan ke sekolah. Artinya, tidak semua urusan di desentralisasikan sepenuhnya ke
sekolah, sebagian urusan masih merupakan kewenangan dan tanggungjawab Pemerintah,
pemerintah propinsi, pemerintah kabupaten/kota, dan sebagian urusan lainnya diserahkan
ke sekolah. Berikut adalah urusan-urusan pendidikan yang sebagian menjadi kewenangan
dan tanggungjawab sekolah, yaitu: (a) proses belajar mengajar, (b) perencanaan dan
evaluasi program sekolah, (c) pengelolaan kurikulum, (d) pengelolaan ketenagaan, (e)
pengelolaan peralatan dan perlengkapan, (f) pengelolaan keuangan, (g) pelayanan siswa,
(h) hubungan sekolah-masyarakat, dan (i) pengelolaan kultur sekolah.

Pelaksanaan MBS
Esensi MBS adalah peningkatan otonomi sekolah, peningkatan partisipasi warga sekolah
dan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan, dan peningkatan fleksibilitas
pengelolaan sumberdaya sekolah. Konsep ini membawa konsekuensi bahwa pelaksanaan
MBS sudah sepantasnya menerapkan pendekatan idiograpik (membolehkan adanya
keberbagaian cara melaksanakan MBS) dan bukan lagi menggunakan pendekatan
nomotetik (cara melaksanakan MBS yang cenderung seragam/konformitas untuk
semua sekolah). Oleh karena itu, dalam arti yang sebenarnya, tidak ada satu resep
pelaksanaan MBS yang sama untuk diberlakukan ke semua sekolah. Tetapi satu hal yang
perlu diperhatikan bahwa mengubah pendekatan manajemen berbasis pusat menjadi
manajemen berbasis sekolah bukanlah merupakan proses sekali jadi dan bagus hasilnya
(one-shot and quick-fix), akan tetapi merupakan proses yang berlangsung secara terus
menerus dan melibatkan semua pihak yang berwenang dan bertanggungjawab dalam
penyelenggaraan sekolah. Paling tidak, proses menuju MBS memerlukan perubahan
empat hal pokok berikut:
Pertama, perlu penyempurnaan peraturan-peraturan, ketentuan-ketentuan, dan kebijakan-
kebijakan bidang pendidikan yang ada di daerah saat ini yang masih mendudukkan
sekolah sebagai subordinasi birokrasi dinas pendidikan dan kedudukan sekolah bersifat
marginal, menjadi sekolah yang bersifat otonom dan mendudukkannya sebagai unit
utama.
Kedua, kebiasaan (routines) berperilaku warga (unsur-unsur) sekolah perlu disesuaikan
karena MBS menuntut kebiasaan-kebiasaan berperilaku baru yang mandiri, kreatif,
proaktif, sinergis, koordinatif/kooperatif, integratif, sinkron, luwes, dan professional.
Ketiga, peran sekolah yang selama ini biasa diatur (mengikuti apa yang diputuskan oleh
birokrat diatasnya) perlu disesuaikan menjadi sekolah yang bermotivasi-diri tinggi (self-
motivator). Perubahan peran ini merupakan konsekuensi dari perubahan peraturan
perundang-undangan bidang pendidikan, baik undang-undang, peraturan pemerintah,
peraturan presiden,dan peraturan menteri.
Keempat, hubungan antar warga (unsur-unsur) dalam sekolah, antara sekolah dengan
Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota dan Dinas Pendidikan Provinsi perlu diperbaiki atas
dasar jiwa otonomi. Karena itu struktur organisasi pendidikan yang ada saat ini perlu
ditata kembali dan kemudian dianalisis hubungan antar unsur/pihak untuk menentukan
sifat hubungan (direktif, koordinatif atau fasilitatif).

Tahap-tahap Pelaksanaan MBS


1. Melakukan Sosialisasi MBS
Secara umum, garis-garis besar kegiatan sosialisasi/pembudayaan MBS dapat dilakukan
dengan cara sebagai berikut:
a. Baca dan pahamilah sistem, budaya, dan sumberdaya yang ada di sekolah secara cermat
dan refleksikan kecocokannya dengan sistem, budaya, dan sumberdaya baru yang
diharapkan dapat mendukung penyelenggaraan MBS;
b. Identifikasikan sistem, budaya, dan sumberdaya yang perlu diperkuat dan yang perlu
diubah, dan kenalkan sistem, budaya, dan sumberdaya baru yang diperlukan untuk
menyelenggarakan MBS;
c. Buatlah komitmen secara rinci yang diketahui oleh semua unsur yang
bertanggungjawab, jika terjadi perubahan sistem, budaya, dan sumberdaya yang cukup
mendasar;
d. Bekerjalah dengan semua unsur sekolah untuk mengklarifikasikan visi, misi, tujuan,
sasaran, rencana, dan program-program penyelenggaraan MBS;
e. Hadapilah status quo (resistensi) terhadap perubahan, jangan menghindar dan jangan
menarik darinya serta jelaskan mengapa diperlukan perubahan dari manajemen berbasis
pusat menjadi MBS;
f. Garisbawahi prioritas sistem, budaya, dan sumberdaya yang belum ada sekarang, akan
tetapi sangat diperlukan untuk mendukung visi, misi, tujuan, sasaran, rencana, dan
program-program penyelenggaraan MBS dan doronglah sistem, budaya, dan sumberdaya
manusia yang mendukung penerapan MBS serta hargailah mereka (unsur-unsur) yang
telah memberi contoh dalam penerapan MBS; dan
g. Pantaulah dan arahkan proses perubahan agar sesuai dengan visi, misi, tujuan, sasaran,
rencana, dan program-program MBS yang telah disepakati.
2. Memperbanyak Mitra Sekolah
3. Merumuskan Kembali Aturan Sekolah, Peran Unsur-unsur Sekolah, Kebiasaan dan
Hubungan antar Unsur-unsur Sekolah
4. Menerapkan Prinsip-prinsip Tata Kelola yang Baik
5. Mengklarifikasi Fungsi dan Aspek Manajemen Sekolah
6. Meningkatkan Kapasitas Sekolah
7. Meredistribusi Kewenangan dan Tanggung jawab
8. Menyusun Rencana Pengembangan Sekolah (RPS/RKAS), Melaksanakan, dan
Memonitor serta Mengevaluasinya

Konsep Partisipasi
Salah satu alasan penerapan MBS adalah untuk membuat kebijakan/keputusan sekolah
lebih dekat dengan stakeholders sehingga hasilnya benar-benar mencerminkan
aspirasi stakeholders. Untuk itu, MBS mensyaratkan adanya partisipasi aktif dari semua
pihak yang terkait dengan penyelenggaraan pendidikan di sekolah (stakeholders), baik
warga sekolah seperti guru, kepala sekolah, siswa, dan tenaga-tenaga kependidikan
lainnya, maupun warga di luar sekolah seperti orang tua siswa, akademisi, tokoh
masyarakat, dan pihak-pihak lain yang mewakili masyarakat yang diwadahi melalui
komite sekolah. Saat ini, Komite Sekolah merupakan wadah formal
bagi stakeholders untuk berpartisipasi secara langsung maupun tidak langsung dalam
penyelenggaraan sekolah.
Peningkatan partisipasi dilandasi oleh keyakinan bahwa makin tinggi tingkat partisipasi,
makin besar rasa memiliki; makin besar rasa memiliki, makin besar pula rasa
tanggungjawab; dan makin besar rasa tanggungjawab, makin besar pula tingkat
dedikasi/kontribusinya terhadap sekolah. Inilah pentingnya partisipasi bagi sekolah.

Arti Partisipasi
Partisipasi adalah proses di mana stakeholders (warga sekolah dan masyarakat) terlibat
aktif baik secara individual maupun kolektif, secara langsung maupun tidak langsung,
dalam pengambilan keputusan, pembuatan kebijakan, perencanaan, pelaksanaan,
pengawasan/ pengevaluasian pendidikan sekolah. Diharapkan, partisipasi dapat
mendorong warga sekolah dan masyarakat sekitar untuk menggunakan haknya dalam
menyampaikan pendapat dalam proses pengambilan keputusan, pembuatan kebijakan,
perencanaan, pelaksanaan, pengawasan/pengevaluasian yang menyangkut kepentingan
sekolah, baik secara individual maupun kolektif, secara langsung maupun tidak langsung.
Pergeseran lokus kebijakan dari pemerintah pusat dan dari dinas pendidikan ke sekolah
diharapkan proses pengambilan keputusan, pembuatan kebijakan, perencanaan,
pelaksanaan, dan pengawasan/ pengevaluasian pendidikan lebih partisipatif dan benar-
benar mengabdi kepada kepentingan publik dan bukan pada kepentingan elite birokrasi
dan politik. Dengan partisipasi aktif diharapkan mampu menjadikan
aspirasi stakeholders sebagai panglima karena dengan MBS diharapkan mampu
mengalirkan kekuasaan dari pemerintah pusat dan dinas pendidikan ke tangan para
pengelola sekolah, yang sebenarnya sangat strategis karena pada level inilah keputusan
dapat memperbaiki mutu pendidikan.

Tujuan Partisipasi
Tujuan utama peningkatan partisipasi adalah untuk: (1) meningkatkan dedikasi/
kontribusi stakeholders terhadap penyelenggaraan pendidikan di sekolah, baik dalam
bentuk jasa (pemikiran/intelektualitas, keterampilan), moral, finansial, dan
material/barang; (2) memberdayakan kemampuan yang ada pada stakeholders bagi
pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional; (3) meningkatkan
peran stakeholders dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah, baik sebagai advisor,
supporter, mediator, controller, resource linker, and education provider, dan (4)
menjamin agar setiap keputusan dan kebijakan yang diambil benar-benar mencerminkan
aspirasi stakeholders dan menjadikan aspirasi stakeholders sebagai panglima bagi
penyelenggaraan pendidikan di sekolah.

Upaya-Upaya Peningkatan Partisipasi


Untuk mencapai tujuan tersebut, upaya-upaya yang perlu dilakukan oleh sekolah dalam
rangka meningkatkan partisipasi stakeholders adalah sebagai berikut.
(1) Membuat peraturan dan pedoman sekolah yang dapat menjamin
hak stakeholders untuk menyampaikan pendapat dalam segala proses pengambilan
keputusan, pembuatan kebijakan, perencanaan, pelaksanaan, dan
pengawasan/pengevaluasian pendidikan di sekolah.
(2) Menyediakan sarana partisipasi atau saluran komunikasi agar stakeholders dapat
mengutarakan pendapatnya atau dapat mengekspresikan keinginan dan aspirasinya
melalui pertemuan umum, temu wicara, konsultasi, penyampaian pendapat secara tertulis,
partisipasi secara aktif dalam proses pengambilan keputusan, pembuatan kebijakan,
perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan/ pengevaluasian pendidikan di sekolah.
(3) Melakukan advokasi, publikasi, komunikasi, dan transparansi kepada stakeholders.
(4) Melibatkan stakeholders secara proporsional dengan mempertimbangkan relevansi
pelibatannya, batas-batas yurisdiksinya, kompetensinya, dan kompatibilitas tujuan yang
akan dicapainya.

Indikator Keberhasilan Partisipasi


Keberhasilan peningkatan partisipasi stakeholders dalam penyelenggaraan pendidikan di
sekolah dapat diukur dengan beberapa indikator berikut:
(1) Kontribusi/dedikasi stakeholders meningkat dalam hal jasa (pemikiran,
keterampilan), finansial, moral, dan material/barang.
(2) Meningkatnya kepercayaan stakeholders kepada sekolah, terutama menyangkut
kewibawaan dan kebersihan.
(3) Meningkatnya tanggungjawab stakeholders terhadap penyelenggaraan pendidikan di
sekolah.
(4) Meningkatnya kualitas dan kuantitas masukan (kritik dan saran) untuk peningkatan
mutu pendidikan.
(5) Meningkatnya kepedulian stakeholders terhadap setiap langkah yang dilakukan
oleh sekolah untuk meningkatkan mutu.
(6) Keputusan-keputusan yang dibuat oleh sekolah benar-benar mengekspresikan
aspirasi dan pendapat stakeholders dan mampu meningkatkan kualitas pendidikan.

Konsep Transparansi
Sekolah adalah organisasi pelayanan yang diberi mandat oleh publik untuk
menyelenggarakan pendidikan sebaik-baiknya. Mengingat sekolah adalah organisasi
pelayanan publik, maka sekolah harus transparan kepada publik mengenai proses dan
hasil pendidikan yang dicapai. Transparansi dicapai melalui kemudahan dan kebebasan
publik untuk memperoleh informasi dari sekolah. Bagi publik, transparansi bukan lagi
merupakan kebutuhan tetapi hak yang harus diberikan oleh sekolah sebagai organisasi
pelayanan pendidikan.
Hak publik atas informasi yang harus diberikan oleh sekolah antara lain: hak untuk
mengetahui, hak untuk menghadiri pertemuan sekolah, hak untuk mendapatkan salinan
informasi, hak untuk diinformasikan tanpa harus ada permintaan, dan hak untuk
menyebarluaskan informasi. Oleh karena itu, sekolah harus memberikan jaminan kepada
publik terhadap akses informasi sekolah atau kebebasan memperoleh informasi sekolah.
Kebebasan memperoleh informasi sekolah dapat dicapai jika dokumentasi informasi
sekolah tersedia secara mutakhir, baik kualitas maupun kuantitas
Pengembangan transparansi sangat diperlukan untuk membangun keyakinan dan
kepercayaan publik kepada sekolah. Dengan transparansi yang tinggi, publik tidak lagi
curiga terhadap sekolah dan karenanya keyakinan dan kepercayaan publik terhadap
sekolah juga tinggi. .

Arti Transparansi
Transparansi sekolah adalah keadaan di mana setiap orang yang terkait dengan
kepentingan pendidikan dapat mengetahui proses dan hasil pengambilan keputusan dan
kebijakan sekolah. Dalam konteks pendidikan, istilah transparansi sangatlah jelas yaitu
kepolosan, apa adanya, tidak bohong, tidak curang, jujur, dan terbuka terhadap publik
tentang apa yang dikerjakan oleh sekolah. Ini berarti bahwa sekolah harus memberikan
informasi yang benar kepada publik. Transparansi menjamin bahwa data sekolah yang
dilaporkan mencerminkan realitas. Jika terdapat perubahan pada status data dalam
laporan suatu sekolah, transparansi penuh menyaratkan bahwa perubahan itu harus
diungkapkan secara sebenarnya dan dengan segera kepada semua pihak yang
terkait (stakeholders).

Tujuan Transparansi
Pengembangan transparansi ditujukan untuk membangun kepercayaan dan keyakinan
publik kepada sekolah bahwa sekolah adalah organisasi pelayanan pendidikan yang
bersih dan berwibawa. Bersih dalam arti tidak KKN dan berwibawa dalam arti
profesional. Transparansi bertujuan untuk menciptakan kepercayaan timbal balik antara
sekolah dan publik melalui penyediaan informasi yang memadai dan menjamin
kemudahan dalam memperoleh informasi yang akurat.
Upaya-Upaya Peningkatan Transparansi
Transparansi sekolah perlu ditingkatkan agar publik memahami situasi sekolah dan
dengan demikian mempermudah publik untuk berpartisipasi dalam penyelenggaraan
pendidikan di sekolah. Upaya-upaya yang perlu dilakukan dalam kerangka meningkatkan
transparansi sekolah kepada publik antara lain melalui pendayagunaan berbagai jalur
komunikasi, baik secara langsung melalui temu wicara, maupun secara tidak langsung
melalui jalur media tertulis (brosur, leaflet, newsletter, pengumuman melalui surat kabar)
maupun media elektronik (radio dan televisi lokal).
Upaya lain yang perlu dilakukan oleh sekolah dalam meningkatkan transparansi adalah
menyiapkan kebijakan yang jelas tentang cara mendapatkan informasi, bentuk informasi
yang dapat diakses oleh publik ataupun bentuk informasi yang bersifat rahasia,
bagaimana cara mendapatkan informasi, durasi waktu untuk mendapatkan informasi, dan
prosedur pengaduan apabila informasi tidak sampai kepada publik.
Sekolah perlu mengupayakan peraturan yang menjamin hak publik untuk mendapatkan
informasi sekolah, fasilitas database, sarana informasi dan komunikasi, dan petunjuk
penyebarluasan produk-produk dan informasi yang ada di sekolah maupun prosedur
pengaduan.
Indikator Keberhasilan Transparansi
Keberhasilan transparansi sekolah ditunjukkan oleh beberapa indikator berikut: (a)
meningkatnya keyakinan dan kepercayaan publik kepada sekolah bahwa sekolah adalah
bersih dan wibawa, (2) meningkatnya partisipasi publik terhadap penyelenggaraan
sekolah, (3) bertambahnya wawasan dan pengetahuan publik terhadap penyelenggaraan
sekolah, dan (4) berkurangnya pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan yang
berlaku di sekolah.

Konsep Akuntabilitas
MBS memberi kewenangan yang lebih besar kepada penyelenggara sekolah yaitu
kewenangan untuk mengatur dan mengurus sekolah, mengambil keputusan, mengelola,
memimpin, dan mengontrol sekolah. Agar penyelenggara sekolah tidak sewenang-
wenang dalam menyelenggarakan sekolah, maka sekolah harus bertanggungjawab
terhadap apa yang dikerjakan. Untuk itu, sekolah berkewajiban
mempertanggungjawabkan kepada publik tentang apa yang dikerjakan sebagai
konsekwensi dari mandat yang diberikan oleh publik/ masyarakat. Ini berarti,
akuntabilitas publik akan menyangkut hak publik untuk memperoleh
pertanggungjawaban penyelenggara sekolah. Publik sebagai pemberi mandat dapat
memberi penilaian terhadap penyelenggara sekolah apakah pelaksanaan mandat
dilakukan secara memuaskan atau tidak. Dalam kaitannya dengan akuntabilitas, publik
mempunyai hak untuk memberikan masukan, hak diinformasikan, hak untuk komplain,
dan hak untuk menilai kinerja sekolah.

Arti Akuntabilitas
Akuntabilitas adalah kewajiban untuk memberikan pertanggungjawaban atau untuk
menjawab dan menerangkan kinerja dan tindakan penyelenggara organisasi kepada pihak
yang memiliki hak atau berkewenangan untuk meminta keterangan atau
pertanggjawaban. Pertanggung jawaban penyelenggara sekolah merupakan akumulasi
dari keseluruhan pelaksanaan tugas-tugas pokok dan fungsi sekolah yang perlu
disampaikan kepada publik/stakeholders. Akuntabilitas kinerja sekolah adalah
perwujudan kewajiban sekolah untuk mempertanggungjawabkankeberhasilan/kegagalan
pelaksanaan rencana sekolah dalam mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan
melalui alat pertanggungjawaban secara periodik.
Akuntabilitas meliputi pertanggungjawaban penyelenggara sekolah yang diwujudkan
melalui transparansi dengan cara menyebarluaskan informasi dalam hal: (a) pembuatan
dan pelaksanaan kebijakan serta perencanaan, (b) anggaran pendapatan dan belanja
sekolah, (c) pengelolaan sumberdaya pendidikan di sekolah, dan (d) keberhasilan atau
kegagalan pelaksanaan rencana sekolah dalam mencapai tujuan dan sasaran yang telah
ditetapkan.
Menurut jenisnya, akuntabilitas dapat dikategorikan menjadi 4: (1) akuntabilitas
kebijakan, yaitu akuntabilitas pilihan atas kebijakan yang akan dilaksanakan, (2)
akuntabilitas kinerja (product/quality accountability), yaitu akuntabilitas yang
berhubungan dengan pencapaian tujuan sekolah, (3) akuntabilitas proses, yaitu
akuntabilitas yang berhubungan dengan proses, prosedur, aturan main, ketentuan,
pedoman, dan sebagainya., dan (4) akuntabilitas keuangan (kejujuran) atau sering
disebut (financial accountability), yaitu akuntabilitas yang berhubungan dengan
pendapatan dan pengeluaran uang (cash in and cash out). Sering kali istilah cost
accountability juga digunakan untuk kategori akuntabilitas ini.

Tujuan Akuntabilitas
Tujuan utama akuntabilitas adalah untuk mendorong terciptanya akuntabilitas kinerja
sekolah sebagai salah satu prasyarat untuk terciptanya sekolah yang baik dan terpercaya.
Penyelenggara sekolah harus memahami bahwa mereka harus mempertanggungjawabkan
hasil kerja kepada publik. Selain itu, tujuan akuntabilitas adalah untuk menilai kinerja
sekolah dan kepuasan publik terhadap pelayanan pendidikan yang diselenggarakan oleh
sekolah, untuk mengikutsertakan publik dalam pengawasan pelayanan pendidikan, dan
untuk mempertanggungjawabkan komitmen pelayanan pendidikan kepada publik.
Untuk mengukur kinerja mereka secara obyektif perlu adanya indikator yang jelas.
Sistem pengawasan perlu diperkuat dan hasil evaluasi harus dipublikasikan dan apabila
terdapat kesalahan harus diberi sanksi. Sekolah dikatakan memiliki akuntabilitas tinggi
jika proses dan hasil kinerja sekolah dianggap benar dan sesuai dengan rencana yang
telah ditetapkan sebelumnya.

Upaya-Upaya Peningkatan Akuntabilitas


Agar sekolah memiliki akuntabilitas yang tinggi, maka perlu diupayakan hal-hal sebagai
berikut.
a. Sekolah harus menyusun aturan main tentang sistem akuntabilitas termasuk
mekanisme pertanggungjawaban. Ini perlu diupayakan untuk menjaga kepastian
tentang pentingnya akuntabilitas.
b. Sekolah perlu menyusun pedoman tingkah laku dan sistem pemantauan kinerja
penyelenggara sekolah dan sistem pengawasan dengan sanksi yang jelas dan tegas.
c. Sekolah menyusun rencana pengembangan sekolah dan menyampaikan kepada
publik/stakeholders di awal setiap tahun anggaran.
d. Menyusun indikator yang jelas tentang pengukuran kinerja sekolah dan disampaikan
kepada stakeholders.
e. Melakukan pengukuran pencapaian kinerja pelayanan pendidikan dan
menyampaikan hasilnya kepada publik/stakeholders di akhir tahun.
f. Memberikan tanggapan terhadap pertanyaan atau pengaduan publik.
g. Menyediakan informasi kegiatan sekolah kepada publik yang akan memperoleh
pelayanan pendidikan.
h. Memperbarui rencana kinerja yang baru sebagai kesepakatan komitmen baru.

e. Indikator Keberhasilan Akuntabilitas

Keberhasilan akuntabilitas dapat diukur dengan beberapa indikator berikut, yaitu: (a)
meningkatnya kepercayaan dan kepuasan publik terhadap sekolah, (b) tumbuhnya
kesadaran publik tentang hak untuk menilai terhadap penyelenggaraan pendidikan di
sekolah, (c) berkurangnya kasus-kasus KKN di sekolah, dan (d) meningkatnya
kesesuaian kegiatan-kegiatan sekolah dengan nilai dan norma yang berkembang di
masyarakat.
I. TENAGA ADMINISTRASI SEKOLAH
Permendiknas Nomor 24 Tahun 2008 berisi Standar Kompetensi Tenaga
Administrasi Sekolah, isinya meliputi Kompetensi Pribadi, Kompetensi Sosial,
Kompetensi Teknis Administrasi Sekolah, dan Kompetensi Manajerial Tenaga
Administrasi Sekolah.
Kompetensi kepribadian tenaga administrasi sekolah meliputi: integritas dan
ahlak mulia, etos kerja, pengendalian diri, percaya diri, fleksibilitas, ketelitian, disiplin,
kreatifitas dan inovasi, serta tanggung jawab.
Kompetensi sosial tenaga administrasi sekolah meliputi kegiatan: membangun
kerjasama Tim, mengutamakan pelayanan prima, kesadaran berorganisasi,
membangun komunikasi efektif, dan membangun hubungan kerja antar tenaga
administrasi sekolah.
Kompetensi teknis administrasi sekolah meliputi administrasi: Kepegawaian;
Keuangan Sekolah, Sarana Prasarana Sekolah, Humas, Persuratan dan Pengarsipan,
Kesiswaan, Kurikulum, Layanan Khusus; dan Penggunaan ICT (Teknologi Informasi
dan Komunikasi) untuk kelancaran administrasi sekolah.
Sedangkan kompetensi manajerial tenaga administrasi sekolah meliputi:
dukungan pada pengelolaan SNP/EDS; menyusun program dan laporan kerja
sekolah, mengorganisir staf, mengembangkan staf, mengambilan keputusan,
menciptakan iklim kerja yang kondusif, mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya,
mengelola konflik, merencanakan kegiatan administrasi sekolah, dan menyusun laporan
kinerja sekolah.

Berikut Salinan Permendiknas Nomor 24 Tahun 2008


PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONALREPUBLIK
INDONESIANOMOR 24 TAHUN 2008 TENTANG STANDAR TENAGA
ADMINISTRASI SEKOLAH/MADRASAH

Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esamenteri Pendidikan Nasional,


Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan Pasal 35 ayat (2) Peraturan
Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan perlu
menetapkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional tentang Standar Tenaga
Administrasi Sekolah/ Madrasah;

Mengingat :
1. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor
41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4496);
2. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas,
Fungsi, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Kementerian Negara
Republik Indonesia sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 94 Tahun 2006;
3. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 187/M Tahun 2004
mengenai Pembentukan Kabinet Indonesia bersatu sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Keputusan Presiden Republik
Indonesia Nomor 31/P Tahun 2007;

MEMUTUSKAN:
Menetapkan: PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL
REPUBLIK INDONESIA TENTANG STANDAR
TENAGAADMINISTRASI SEKOLAH/ MADRASAH

Pasal 1
1. Standar tenaga administrasi sekolah/madrasah mencakup kepala tenaga
administrasi, pelaksana urusan, dan petugas layanan khusus sekolah/madrasah.
2. Untuk dapat diangkat sebagai tenaga administrasi sekolah/madrasah, seseorang
wajib memenuhi standar tenaga administrasi sekolah/madrasah yang berlaku
secara nasional.
3. Standar tenaga administrasi sekolah/madrasah sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) tercantum pada Lampiran Peraturatn Menteri ini.

Pasal 2: Penyelenggara sekola h/madrasah dapat menetapkan perangkapan jabatan


tenaga administrasi pada sekolah/madrasah yang diselenggarakannya.
Pasal 3 : Penyelenggara sekolah/madrasah wajib menerapkan standar tenaga
administrasi sekolah/madrasah sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri
ini, selambat-lambatnya (lima) tahun setelah Peraturan Menteri ini ditetapkan.
Pasal 4 : Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 11 Juni 2008
MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL,
LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 24
TAHUN 2008 TANGGAL 11 JUNI 2008 STANDAR TENAGA ADMINISTRASI
SEKOLAH/ MADRASAH

A. KUALIFIKASI
Tenaga administrasi sekolah/madrasah terdiri atas kepala tenaga administrasi
sekolah/madrasah, pelaksana urusan, dan petugas layanan khusus.

1. Kepala Tenaga Administrasi SD/MI/SDLB


Kepala tenaga administrasi SD/MI/SDLB dapat diangkat apabila sekolah/
madrasah memiliki lebih dari 6 (enam) rombongan belajar. Kualifikasi kepala tenaga
administrasi SD/MI/SDLB adalah sebagai berikut:
a. Berpendidikan minimal lulusan SMK atau yang sederajat, program studi yang
relevan dengan pengalaman kerja sebagai tenaga administrasi sekolah/madrasah
minimal 4 (empat) tahun.
b. Memiliki sertifikat kepala tenaga administrasi sekolah/madrasah dari lembaga
yang ditetapkan oleh pemerintah.
2. Kepala Tenaga Administrasi SMP/MTs/SMPLB Kepala tenaga administrasi
SMP/MTs/SMPLB berkualifikasi sebagai berikut:
a. Berpendidikan minimal lulusan D3 atau yang sederajat, program studi yang
relevan, dengan pengalaman kerja sebagai tenaga administrasi sekolah/
madrasah minimal 4 (empat) tahun.
b. Memiliki sertifikat kepala tenaga administrasi sekolah/madrasah dari lembaga
yang ditetapkan oleh pemerintah.
3. Kepala Tenaga Administrasi SMA/MA/SMK/MAK/SMALB
Kepala tenaga administrasi SMA/MA/SMK/MAK/SMALB berkualifikasi sebagai
berikut:
a. Berpendidikan S1 program studi yang relevan dengan pengalaman kerja
sebagai tenaga administrasi sekolah/madrasah minimal 4 (empat) tahun, atau
D3 dan yang sederajat, program studi yang relevan, dengan pengalaman kerja
sebagai tenaga administrasi sekolah/madrasah minimal 8 (delapan) tahun.
b. Memiliki sertifikat kepala tenaga administrasi sekolah/madrasah dari lembaga
yang ditetapkan oleh pemerintah.
4. Pelaksana Urusan Administrasi Kepegawaian
Berpendidikan minimal lulusan SMA/MA/SMK/MAK atau yang sederajat, dan dapat
diangkat apabila jumlah pendidik dan tenaga kependidikan minimal 50 orang.
5. Pelaksana Urusan Administrasi Keuangan Berpendidikan minimal lulusan
SMK/MAK, program studi yang relevan, atau SMA/MA dan memiliki sertfikat yang
relevan.
6. Pelaksana Urusan Administrasi Sarana dan Prasarana Berpendidikan minimal
lulusan SMA/MA/SMK/MAK atau yang sederajat.
7. Pelaksana Urusan Administrasi Hubungan Sekolah dengan Masyarakat
Berpendidikan minimal lulusan SMA/MA/SMK/MAK atau yang sederajat, dan dapat
diangkat apabila sekolah/madrasah memiliki minimal 9 (sembilan) rombongan
belajar.
8. Pelaksana Urusan Administrasi Persuratan dan Pengarsipan
Berpendidikan minimal lulusan SMK/MAK,
9. Pelaksana Urusan Administrasi Kesiswaan
Berpendidikan minimal lulusan SMA/MA/SMK/ MAK atau yang sederajat dan dapat
diangkat apabila sekolah/madrasah memiliki minimal 9 (sembilan) rombongan
belajar.
10 Pelaksana Urusan Administrasi Kurikulum
Berpendidikan minimal lulusan SMA/MA/SMK/MAK atau yang sederajat dan
diangkat apabila sekolah/madrasah memiliki minimal 12 rombongan belajar.
11. Pelaksana Urusan Administrasi Umum untuk SD/MI/SDLB Berpendidikan
minimal SMK/MAK/SMA/MA atau yang sederajat.
12. Petugas Layanan Khusus
a. Penjaga Sekolah/Madrasah
Berpendidikan minimal lulusan SMP/MTs atau yang sederajat.
b. Tukang Kebun
Berpendidikan minimal lulusan SMP/MTs atau yang sederajat dan diangkat
apabila luas lahan kebun sekolah/madrasah minimal 500 m2 .
c. Tenaga Kebersihan
Berpendidikan minimal lulusan SMP/MTs atau yang sederajat.
d. Pengemudi
Berpendidikan minimal lulusan SMP/MTs atau yang sederajat, memiliki SIM
yang sesuai, dan diangkat apabila sekolah/madrasah memiliki kendaraan roda
empat.
e. Pesuruh
Berpendidikan minimal lulusan SMP/MTs

Sumber : Bahan Pembelajaran Diklat Penyiapan Calon Kepala Sekolah, Lembaga


Pengembangan Dan Pemberdayaan Kepala Sekolah

II. MEMAHAMI TIK DALAM PEMBELAJARAN SEBAGAI SALAH SATU


KOMPETENSI KEPALA SEKOLAH

Dalam dua dasawarsa terakhir ini, Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK)
mengalami perkembangan yang amat pesat dan secara fundamental telah membawa
perubahan yang signifikan dalam percepatan dan inovasi penyelenggaraan pendidikan
di berbagai negara. Bahkan terdapat tekanan TIK yang sangat besar terhadap sistem
pendidikan secara global karena: (i) teknologi yang berkembang menyediakan
kesempatan yang sangat besar untuk mengembangkan manajemen pendidikan dan proses
pembelajaran di sekolah, (ii) hasil belajar siswa yang spesifik dapat diidentifikasi dengan
pemanfaatan teknologi baru tersebut, dan (iii) TIK memiliki potensi yang sangat besar
untuk mentransformasikan seluruh aspek di dalam pendidikan di sekolah dan
memanfaatkan

A. Pengertian TIK
Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) mencakup dua aspek, yaitu Teknologi
Informasi dan Teknologi Komunikasi. Teknologi Informasi meliputi segala hal yang
berkaitan dengan proses, penggunaan sebagai alat bantu, manipulasi, dan pengelolaan
informasi. Teknologi komunikasi mencakup segala hal yang berkaitan dengan
penggunaan alat bantu untuk memproses dan mentrasfer data dari perangkat yang satu
ke lainnya. Karena itu, penguasaan TIK berarti kemampuan memahami dan
menggunakan alat TIK secara umum termasuk komputer ( Computer literate) dan
memahami informasi ( Information literate ).

Tinio mendefenisikan TIK sebagai seperangkat alat yang digunakan untuk


berkomunikasi dan menciptakan, mendiseminasikan, menyimpan, dan mengelola
informasi. Teknologi yang dimaksud termasuk komputer, internet, teknologi penyiaran
(radio dan televisi), dan telepon. UNESCO (2004) mendefenisikan bahwa TIK adalah
teknologi yang digunakan untuk berkomunikasi dan menciptakan, mengelola dan
mendistribusikan informasi. Defenisi umum TIK adalah computer, internet, telepon,
televise, radio, dan peralatan audiovisual.

B. Model Pengembangan TIK dalam Pendidikan


Sejarah pemanfaatan TIK dalam pendidikan, khususnya dalam pembelajaran sangat
dipengaruhi oleh perkembangan prangkat keras TIK, khususnya komputer. Teemu
Leinonen (2005) membagi perkembangan tersebut kedalam 5 fase.
Fase pertama (akhir 1970an awal 1980an) adalah fase programming, drill and practice.
Fase ini ditandai dengan penggunaan perangkat lunak komputer yang menyajikan
latiha-latihan praktis dan singkat, khususnya untuk mata pelajaran matematika dan
bahasa. Latihan-latihan ini hanya dapat menstimulasi memori jangka pendek.

Fase kedua (akhir 1980an awal 1990an) adalah fase computer based training (CBT)
with multimedia (latihan berbasis komputer dengan multimedia). Fase ini adalah era
keemasan CD-ROM dan komputer multimedia. Penggunaan CD-ROM dan komputer
multimedia ini diharapkan memberikan dampak signifikan terhadap proses
pembelajaran, karena kemampuannya menyajikan kombinasi teks, gambar, animasi,
dan video. Konsep pedagogis yang mendasari kombinasi kemampuan ini adalah
bahwa manusia memiliki perbedaan. Sebagian bias belajar dengan baik kalau
mempergunakan indra penglihatan, seperti menonton filem/animasi, sebagian lainnya
mungkin lebih baik kalau mendengarkan atau membaca.

Fase ketiga (awal 1990an) adalah fase Internet-based training (IBT) (latihan berbasis
internet. Pada fase ini, internet digunakan sebagai media pembelajaran. Hanya saja,
pada saat itu, masih terbatas pada penyajian teks dan gambar. Penggunaan animasi,
video dan audio masih sebatas ujicoba, sehingga dirasakan pemanfaatannya belum
maksimal untuk dapat menfasilitasi pembelajaran.

Fase keempat (akhir 1990an awal 2000an) adalah fase e-learning yang merupakan
fase kematangan pembelajaran berbasis internet. Sejak itu situs web yang
menawarkan e-learning semakin bertambah, baik berupa tawaran kursus dalam bentuk e-
learning maupun paket LMS (learning management system ). Bahkan saat ini sudah
cukup banyak paket seperti itu ditawarkan secara gratis dalam bentuk open source.
Konsep pedagogik yang mendasari adalah bahwa pembelajaran membutuhkan interaksi
sosial antara siswa dan siswa dan antara siswa dan guru. Dengan perangkat lunak LMS,
siswa dapat bertanya kepada temannya atau kepada guru apabila dia tidak memahami
materi yang telah dibacanya.

Fase kelima (akhir 2000) adalah fase social software + free and open content. Fase ini
ditandai dengan banyaknya bermunculan perangkat lunak pembelajaran dan konten
pembelajaran gratis yang mudah diakses baik oleh guru maupun siswa, yang
selanjutnya dapat diedit dan dimanipulasi sesuai dengan kebutuhan. Konsep
pedagogik yang mendasari fase ini adalah teori kontstruktivis sosial. Dalam konteks ini,
pembelajaran melalui komputer terjadi tidak hanya menerima materi dari internet saja
misalnya, tapi dimungkinkan dengan membagi gagasan dan pendapat.

Peranan TIK dalam pendidikan yang diuaraikan di atas mengisyaratkan bahwa


pengembangan TIK untuk mendukung peningkatan mutu pendidikan di Indonesia adalah
sesuatu yang mutlak. Dalam Renstra Departemen Pendidikan Nasional tahun 2005-
2009, program pengembangan TIK bidang pendidikan akan dilaksanakan melalui
tahap-tahap sebagai berikut.

1. Tahap pertama meliputi (a) merancang sistem jaringan yang mencakup jaringan internet,
yang menghubungkan sekolah-sekolah dengan pusat data dan aplikasi, serta jaringan
internet sebagai sarana dan media komunikasi dan informasi di sekolah, (b) merancang
dan membuat aplikasi database, (c) merancang dan membuat aplikasi manajemen untuk
pengelolaan pendidikan di pusat, daerah, dan sekolah, dan (d) merancang dan membuat
aplikasi pembelajaran berbasis web, multimedia, dan interaktif.

2. Tahap kedua meliputi (a) melakukan implementasi sistem pada sekolah-sekolah di


Indonesia yang meliputi pengadaan sarana/prasarana TIK dan pelatihan tenaga pelaksana
dan guru dan (b) merancang dan membuat aplikasi pembelajaran.

3. Tahap ketiga dan keempat adalah tahap memperluas implementasi sistem di


sekolah-sekolah.

Penelitian tentang pengembangan TIK di negara-negara maju dan sedang berkembang


menunjukkan bahwa sekurang-kurangnya ada empat pendekatan mengenai pemanfaatan
TIK oleh sistem pendidikan dan sekolah. Keempat pendekatan ini merupakan tahapan
kontinum, yang oleh UNESCO diistilahkan dengan pendekatan emerging, applying,
infusing, dan transforming.

Pendekatan Emerging dicirikan dengan pemanfaatan TIK oleh sekolah pada tahap
permulaan. Pada pendekatan ini, sekolah baru memulai membeli atau membiayai
infrastruktur TIK, baik berupa perangkat keras maupun perangkat lunak. Kemampuan
TIK guru-guru dan staf administrasi sekolah masih berada pada tahap memulai
eksplorasi penggunaan TIK untuk tujuan manajemen dan menambahkan TIK pada
kurikulum. Pada tahap ini sekolah masih menerapkan sistem pembelajaran
konvensional, akan tetapi sudah ada kepedulian tentang bagaimana pentingnya
penggunaan TIK tersebut dalam konteks pendidikan.

Pendekatan Applying dicirikan dengan sudah adanya pemahaman tentang kontribusi


dan upaya menerapkan TIK dalam konteks manajemen sekolah dan pembelajaran. Para
tenaga pendidik dan kependidikan telah menggunakan TIK untuk tugas-tugas yang
berkaitan d engan manajemen sekolah dan tugas-tugas berdasarkan kurikulum. Sekolah
juga sudah mencoba mengadaptasi kurikulum agar dapat lebih banyak menggunakan
TIK dalam berbagai mata pelajaran dengan piranti lunak yang tertentu.
Pendekatan Infusing menuntut adanya upaya untuk mengintegrasikan dan
memasukkan TIK ke dalam kurikulum. Pada pendekatan ini, sekolah telah
menerapkan teknologi berbasis komputer di laboratorium, kelas, dan bagian
administrasi. Guru berada pada tahap mengeksplorasi cara atau metode baru di mana TIK
mengubah pro duktivitas dan pekerjaan profesional mereka.

Pendekatan Transforming dicirikan dengan adanya upaya sekolah untuk merencanakan


dan memperbaharui organisasinya dengan cara yang lebih kreatif. TIK menjadi bagian
integral dengan kegiatan pribadi dan kegiatan profesional sehari-hari. Fokus kurikulum
mengacu pada learner-centered (berpusat pada peserta didik) dan mengintegrasikan
mata pelajaran dengan dunia nyata. TIK diajarkan sebagai mata pelajaran tersendiri
dengan level profesional dan disesuaikan dengan bidang-bidang pekerjaan. Sekolah
sudah menjadi pusat pembelajaran untuk para komunitasnya.

Dalam konteks belajar mengajar dan kaitannya dengan keempat pendekatan yang
disebutkan sebelumnya, terdapat pula 4 tahap yang berkaitan dengan bagaimana guru
dan peserta didik mempelajari dan menemukan percaya diri mereka dalam
menggunakan TIK. Keempat tahap tersebut adalah menemukan/mengenali
(discovering), belajar bagaimana (learning how ), mengerti bagaimana dan kapan
(understanding how and when), dan menjadi ahli (specializing) dalam penggunaan
perangkat TIK.

Sumber: Bahan Pembelajaran Diklat Penyiapan Calon Kepala Sekolah, Lembaga


Pengembangan Dan Pemberdayaan Kepala Sekolah. Surakarta 2011
Unit produksi dan jasa sekolah ialah suatu proses kegiatan usaha yang dilakukan
sekolah/madrasah secara berkesinambungan, bersifat akademis dan bisnis dengan
memberdayakan warga sekolah/madrasah dan lingkungan dalam bentuk unit usaha
produksi/jasa yang dikelola secara profesional (Bambang Sartono, 2006). Karena unit
produksi dan jasa sekolah adalah wadah kewirausahaan di sekolah maka ia harus dikelola
secara akademis/bisnis dan dilembagakan dalam suatu wadah usaha.

Tujuan dilaksanakannya kegiatan produksi dan jasa di sekolah yaitu :


(a) sarana pelatihan berbasis produksi/jasa bagi siswa,
(b) menumbuhkan dan mengembangkan jiwa wirausaha guru dan siswa,
(c) membantu pendanaan untuk pemeliharaan, penambahan fasilitas dan biaya-biaya
operasional pendidikan lainnya,
(d) menambah semangat kebersamaan untuk meningkatkan aktifitas produktif dan
kesejahteraan bagi guru dan siswa,
(e) mengembangkan sikap mandiri dan percaya diri dalam pelaksanaan kegiatan praktik
siswa,
(f) meningkatkan kreatifitas dan inovasi di kalangan siswa, guru dan manajemen
sekolah, serta membangun kemampuan sekolah dalam menjalin kerjasama sinergis
dengan pihak luar dan lingkungan serta masyarkat luas.
Sebagai sumber belajar siswa dan sumber pendanaan pendidikan di sekolah, pengelolaan
unit produksi dan jasa sekolah dikembangkan dengan mengembangkan prinsip-prinsip:
kemandirian, akuntabilitas, transparan, kemitraan, partisipasi. efektif, dan efisien.
Kemandirian ialah otonomi dalam mengatur diri sendiri secara merdeka (tidak tergantung
pihak lain). Manajemen unit produksi dan jasa sekolah dilakukan secara otonomi
mengandung arti bahwa manajemen mampu memutuskan sendiri dan mampu
mengatasi masalahnya sendiri dalam upaya mengembangkan unit produksi dan jasa
sekolah yang terbaik. Otonomi harus didukung antara lain oleh kemampuan:
merencanakan, mengorganisasikan, memotivasi, kepemimpinan transformasional,
pemecahan masalah dan pengambilan keputusan, berkomunikasi, berkoordinasi secara
sinerjis, dan melakukan perubahan organisasi organisasi (jujur, adil, demokratis,
transparan, adaptif, antisipatif, memberdayakan sumberdaya yang ada, dan memenuhi
kebutuhan sendiri).
Perencanaan unit produksi dan jasa sekolah ialah kegiatan yang akan dilaksanakan oleh
pengelola unit produksi dan jasa untuk mencapai tujuan sekolah secara efektif dan
efisien. Perencanaan unit produksi dan jasa dalam hal ini adalah perencanan
pembelajaran dan usaha atau bisnis karena fungsi unit produksi dan jasa sekolah
adalah sebagai sumber belajar atau wahana bagi siswa melakukan praktik dan pendanaan
pendidikan bagi sekolah yang melaksanakan unit produksi tersebut.

Konsep perencanaan pada unit produksi dan jasa sebagai sumber belajar perlu disusun
perencanaan pembelajaran yang mengacu pada visi, misi, dan tujuan unit produksi
dan jasa sekolah yang akan dibentuk. Visi akan dijadikan cita-cita bersama warga
sekolah dan segenap pihak, mampu memberikan inspirasi, motivasi, dan kekuatan
pada warga sekolah dan segenap pihak yang berkepentingan, serta ditinjau dan
dirumuskan kembali secara berkala sesuai dengan perkembangan dan tantangan di
masyarakat.
Misi memberikan arah dalam mewujudkan visi unit produksi dan jasa sekolah sesuai
dengan tujuan pendidikan nasional, merupakan tujuan yang akan dicapai dalam kurun
waktu tertentu, serta dirumuskan berdasarkan masukan dari semua pihak. Sedangkan
tujuan pengelolaan unit produksi dan jasa sekolah merupakan gambaran tingkat mutu
yang perlu dicapai dalam jangka menengah (empat tahunan).Faktor-faktor yang perlu
diperhatikan dalam menyiapkan rencana unit produksi dan jasa sekolah antara lain :
(1) pelajari pasar anda (membaca peluang bisnis), (2) teliti perilaku pasar di masa
datang, (3) memilih lokasi usaha, (4) mempersiapkan rencana usaha, (5)
mempersiapkan rencana organisasi, (6) mempersiapkan rencana keuangan, (7) studi
kelayakan usaha bisnis, (8) cara memilih bentuk usaha, (9) serta cara memulai unit
produksi dan jasa sekolah.
Beberapa petunjuk dalam merencanakan unit produksi dan jasa sekolah, antara lain:
1) Temukan ide untuk memulai bisnis pada unit produksi sekolah antara lain melalui:
(a) menginventarisir hobi/ minat siswa/ guru yang relevan dengan usaha yang akan
dikembangkan,
(b) menginventarisasi kompetensi dan pengalaman yang dimiliki siswa/ guru yang dapat
dikembangkan menjadi kegiatan usaha,
(c) lakukan survey ke sekolah dan lingkungan tertentu untuk menemukan kebutuhan yang
mendesak dalam lingkungan tersebut,
(d) menginventarisir keluhan-keluhan siswa atau orang-orang yang mengkonsumsi produk
tertentu melalui penugasan guru dan siswa,
(e) melakukan curah gagasan/ brainstorming dengan siswa, guru, maupun stakeholders
sebagai upaya merancang gagasan yang tepat dalam menentukan bentuk usaha dan cara
pengelolaannya.
2) Setelah ditemukan ide untuk memulai bisnis, maka perlu dilakukan pembahasan oleh tim
di sekolah untuk menjawab beberapa pertanyaan berikut: dimana posisi kita sekarang, ke
mana kita akan menjalankan usaha unit produksi dan jasa sekolah, dan bagaimana kita
mencapai usaha seperti yang diharapkan. Untuk menjawab pertanyaan di atas, maka
dilakukan analisis SWOT untuk melihat peluang usaha di sekolah.
Untuk lebih memantapkan perencanaan unit produksi, maka dalam pembentukannya
perlu diawali juga dengan langkah-langkah Rencana Bisnis (Bisnis Plan). Sistematika
Rencana Bisnis meliputi :
(a) ringkasan eksekutif,
(b) pernyataan visi,
(c) analisis lingkungan bisnis,
(d) gambaran produksi/jasa,
(e) analisis persaingan,
(f) strategi harga,
(g) gambaran kebijakan kredit usaha,
(h) gambaran keunggulan kompetitif unit produksi dan jasa sekolah,
(i) gambaran metode segmentasi pasar yang digunakan,
(j) gambaran lokasi,
(k) gambaran rencana promosi,
(l) identifikasi manajemen dan personil,
(m) pertimbangan adanya badan hukum,
(n) identifikasi persyaratan asuransi,
(o) identifikasi pemasok,
(p) dan identifikasi resiko yang tidak dapat diramalkan.

Anda mungkin juga menyukai