Pendidikan tidak hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi juga tanggung jawab orang
tua dan masyarakat. Dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 2 Tahun 1989
Bab I pasal 1 dinyatakan bahwa: “Pendukung dan penunjang pelaksanaan pendidikan yang
terwujud sebagai tenaga, sarana, dan prasarana yang tersedia dan didayagunakan oleh
keluarga, masyarakat, peserta didik dan pemerintah, baik sendiri-sendiri maupun bersama-
sama”. Hal tersebut mengisyaratkan bahwa peran serta masyarakat dan orang tua bertujuan
mendayagunakan kemampuan yang ada pada orang tua dan masyarakat bagi pendidikan untuk
mewujudkan tujuan pendidikan, terlebih pada era otonomi sekolah (Manajemen Berbasis
Sekolah) saat ini peran serta orang tua dan masyarakat sangat menentukan.
Keberhasilan pendidikan dipengaruhi banyak faktor yang saling terkait, tidak bisa
dipisahkan. Di antara faktor tersebut adalah keterlibatan masyarakat dalam hal ini oramg tua
dalam berbagai bentuk kegiatan. Mulai bantuan pemikiran, sarana dan prasarana, pembiayaan
serta aspek lain. Selain itu, kinerja kepala sekolah juga menjadi kunci keberhasilan pendidikan.
Kedua unsu rini perlu melakukan kerjasama kolaboratif dalam Erlina Rufaidah, Optimalisasi
Komite Sekolah dalam Pengembangan... 159 penyelenggaraan pendidikan. Secara yuridis,
tuntutan keterlibatan masyarakat itu ditetapkan dalam Kepmendiknas nomor 44 tahun 2002
tentang Komite Sekolah sebagai lembaga resmi yang menjadi mitra sekolah dalam
penyelenggaraan pendidikan. Keberadaan komite sekolah sebagaimana diatur di dalam
Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 044/U/2002.
Dalam rangka Manajemen Berbasis Sekolah (MBS), sekolah sebagai lembaga pendidikan
formal hidup dari masyarakat, oleh masyarakat, dan untuk masyarakat. Sekolah jelas bukan
sekolah yang berjalan terisolasi dari masyarakat, melainkan sekolah yang berorientasi kepada
kenyataan-kenyataan kehidupan dan hidup bersama-sama masyarakatnya. Partisipasi
masyarakat dan orang tua di sekitarnya sangat penting. Di satu sisi sekolah memerlukan
masukan dari masyarakat dalam menyusun program yang relevan, sekaligus memerlukan
dukungan masyarakat dalam melaksanakan program tersebut. Dilain pihak, masyarakat
memerlukan jasa sekolah untuk mendapatkan program-program pendidikan sesuai dengan
yang diinginkan. Jalinan semacam itu dapat terjadi, jika orang tua dan masyarakat dapat saling
melengkapi untuk meningkatkan mutu penyelenggaraan pendidikan di tingkat sekolah.
Comer dan Haynes (1997) mengatakan anak-anak belajar dengan lebih baik jika
lingkungan sekelilingnya mendukung, yakni orang tua, guru, dan anggota keluarga lainnya serta
kalangan masyarakat sekitar. Sekolah tidak dapat memberikan semua kebutuhan pertumbuhan
dan perkembangan siswa, sehingga diperlukan keterlibatan bermakna oleh orang tua dan
anggota masyarakat. Hal ini sangat masuk akal mengingat sebetulnya orang tua, guru dan
masyarakat memiliki kesempatan untuk mendiskusikan sejauhmana kemajuan anak. Seiring
dengan masyarakat yang semakin kompleks dan penuh tuntutan, maka kebutuhan untuk
bermitra seringkali dikesampingkan. Alasannya baik pendidik maupun orang tua tidak memiliki
waktu yang cukup untuk bertemu dan membangun hubungan yang baik sebagai upaya
membentuk kemitraan.
Kerjasama antara guru, orang tua, kalangan bisnis, dan anggota masyarakat lainnya
dalam bentuk mitra penuh berpeluang besar dalam menciptakan program pendidikan yang
sesuai dengan kebutuhan lokal yang unik sekaligus menggambarkan keanekaragaman di dalam
sekolah. Beragam kerjasama dapat dilakukan oleh sekolah dengan berbagai pihak. Menurut
Keith & Girling (1991: 256-259), bentuk hubungan antara sekolah dengan para stakeholdernya
terbagi menjadi tiga model. Model pertama adalah profesional, kedua yaitu advokasi, dan
ketiga ialah kemitraan. Model Kemitraan mengandung pembagian tanggungjawab dan inisiatif
antara keluarga, sekolah dan masyarakat yang ditujukan pada pencapaian target kependidikan
tertentu. Model ini berbeda dengan dua model lainnya. Model profesional mengandalkan pada
layanan pegawai sekolah dan para pakar, sehingga hubungan yang terjalin dengan pihak orang
tua atau masyarakat umumnya hanya satu arah. Adapun model advokasi terkesan lebih
mendudukkan dirinya sebagai usaha oposisi terhadap kebijakan pendidikan pada umumnya dan
sekolah pada khususnya. Model kemitraan mengandalkan pada kepentingan pribadi orang tua
dan anggota masyarakat yang mau tidak mau membuat mereka berpartisipasi dalam aktivitas
yang berkaitan dengan sekolah. Kemitraan memandang semua pihak yang memiliki
kepentingan terhadap sekolah merupakan pihak yang dapat didayagunakan dan mampu
membantu sekolah dalam rangka peningkatan mutu pendidikan di sekolah.
Membangun kemitraan dengan orang tua menurut Molloy, dkk (1995 :62) dilakukan
dengan tahapan sebagai berikut:
1. Memulai kemitraan
2. Membangun kemitraan
3. Mengembangkan visi bersama
4. Mengimplementasikan perencanaan ke dalam tindakan kolaboratif
Sekolah selaku pemicu awal kemitraan memulai dengan menganalisis kebutuhan baik
siswa, orang tua maupun sekolah. Kesamaan atau kesejalanan kebutuhan diantara ketiga pihak
tersebut adalah latar belakang yang baik untuk memulai kemitraan. Sekolah dalam tahapan ini
juga perlu menelusuri informasi tentang kemitraan yang pernah dilakukan sebelumnya antara
sekolah dan orang tua, sehingga dapat menjadi acuan pada kegiatan selanjutnya. Informasi lain
yang perlu diketahui pihak sekolah adalah mengenai potensi orang tua sebagai mitra sekolah.
Potensi yang dimaksud bisa dari berbagai sudut pandang, antara lain ekonomi, pekerjaan,
keahlian dan pengalaman, kepentingan, minat, kegemaran, dan lain sebagainya.
B. Perumusan Masalah
1. Bagaimanakah partisipasi orang tua dan masyarakat untuk mendukung upaya kemitraan
melalui manajemen berbasis sekolah (MBS).
2. Upaya-upaya kemitraan apa saja yang dilakukan sekolah untuk meningkatkan partisipasi
orang tua dan masyarakat melalui manajemen sekolah
3. Bagaimanakah dampak kemitraan sekolah terhadap mutu pendidikan di Sekolah Menengah
Atas
4. Faktor-Faktor apa sajakah yang menjadi penghambat dan pendukung dalam melakukan
kemitraan Sekolah Menengah Atas
5. Apakah bentuk kemitraan melalui kewirausahaan koperasi sekolah dapat memberikan
dampak yang positif bagi sekolah
C. Tujuan Penelitian
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
a. Penelitian ini diharapkan memiliki kontribusi untuk menambah wawasan dan konsep
yang berkaitan dengan kemitraan sekolah dan mutu pendidikan.
b. Penelitian ini dapat digunakan sebagai penelitian yang relevan dalam penelitian yang akan
dilakukan selanjutnya
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Guru
1) Penelitian ini diharapkan menjadi salah satu informasi penting yang dapat memotivasi
siswa untuk mengikuti kegiatan kemitraan melalui kewirausahaan
2) Penelitian ini dapat dijadikan sebagai masukan untuk perbaikan upaya membentuk
kemitraan sekolah
b. Bagi Siswa
1) Penelitian ini diharapkan menjadi salah satu informasi penting yang dapat memotivasi siswa
untuk mengikuti kegiatan kemitraan sekolah.
2) Dapat digunakan sebagai salah satu reverensi untuk menambah wawasan.
c. Bagi Sekolah
1) Penelitian ini dapat dijadikan sebagai masukan untuk perbaikan dalam kemitraan sekolah.
2) Dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan yang
berkaitan dengan kemitraan sekolah.
d. Bagi Peneliti
1) Digunakan sebagai tambahan wawasan keilmuan yang meliputi partisipasi orang tua sebagai
upaya membentuk kemitraan sekolah dan mutu pendidikan.
2) Sebagai sarana untuk mengaplikasikan teori yang sudah didapat selama proses pendidikan
BAB II
LANDASAN TEORI
Implementasi praktis dari konsep dasar MBS sangat bervariasi dari satu negara dengan
negara lainnya, bahkan dari satu sekolah dengan sekolah lainnya. Hal ini sangat tergantung
kepada sistem politik pendidikan dan kebijakan dasar sistem pengelolaan pendidikan yang
diterapkan di negara yang bersangkutan. Di negara bagian Quesland, Australia, misalnya, MBS
dilaksanakan dengan mempadukan kebijakan dasar pendidikan pemerintah negara bagian dengan
aspirasi dan partisipasi masyarakat
Kemitraan itu diartikan sebagai suatu hubungan untuk menjalin kerjasama. Secara
etimologi menurut Widodo (2002:441), kata kemitraan berasal dari kata mitra yang artinya
pasangan kerja, atau partner usaha. Mitra, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia artinya teman,
sahabat, kawan kerja. Visualsynonim, kamus online memberikan definisi yang sangat bagus
mengenai kemitraan. Kemitraan diartikan sebagai hubungan kooperatif antara orang atau
kelompok orang yang sepakat untuk berbagi tanggungjawab untuk mencapai tujuan tertentu yang
sudah ditetapkan.
Dengan demikian kata lain kemitraan diartikan sebagai suatu hubungan kerja sama.
Sekolah merupakan lembaga pendidikan yang secara formal dan potensial memiliki peranan
penting dan startegis bagi pembinaan generasi muda, khususnya bagi peserta didik pada jenjang
pendidikan dasar. Masyarakat adalah sekumpulan manusia yang hidup dalam suatu tempat dalam
ikatan aturan tertentu (Hoetomo, 2005:336). Kemitraan antara sekolah dan masyarakat
merupakan hubungan kerja sama antara sekolah dan masyarakat dalam upaya pengembangan
sekolah. Sekolah dan masyarakat tidak bisa dipisahkan karena keduanya memiliki kepentingan.
Sekolah bertugas mendidik, melatih dan membimbing generasi muda, sementara masyarakat
pengguna jasa pendidikan. Hubungan kemitraan sekolah dan masyarakat bertujuan antara lain (1)
memajukan kualitas pembelajaran dan pertumbuhan anak (2) memperkokoh tujuan serta
meningkatklan kualitas hidup dan penghidupan masyarakat (3) menggairahkan masyarakat untuk
menjalin hubungan kerja sama dengan sekolah.
Untuk merealisasikan tujuan tersebut, pihak sekolah dapat melakukan banyak cara untuk
menarik simpati masyarakat terhadap sekolah dan menjalin hubungan kemitraan yang harmonis
dengan masyarakat. Jika hubungan sekolah dan masyarakat berjalan dengan baik rasa tanggung
jawab dan partisipasi masyarakat untuk memajukan sekolah juga akan baik dan maksimal. Agar
tercipta hubungan dan kerja sama yang baik antara sekolah dan masyarakat, maka masyarakat
perlu mengetahui dan memiliki gambaran yang jelas tentang sekolah. Gambaran dan kondisi
sekolah dapat diinformasikan kepada masyarakat melalui laporan kepada orang tua siswa, open
house, kunjungan sekolah, kunjungan ke rumah siswa, penjelasan oleh staf sekolah, siswa,
melalui radio dan televisi, serta laporan tahunan.
Hubungan kemitraan yang harmonis antara sekolah dan masyarakat akan membentuk:
1. Saling pengertian antara sekolah, orang tua siswa, masyarakat, dan lembaga- lembaga
yang ada di masyarakat, termasuk dunia kerja.
2. Saling membantu antara sekolah dan masyarakat karena masing-masing mengetahui
manfaat, arti dan pentingnya peranan masing-masing.
3. Kerja sama yang erat antara sekolah dan berbagai pihak yang ada di masyarakat serta
tumbuhnya rasa tanggung jawab masyarakat atas suksesnya pendidikan di sekolah.
Sekolah menghendaki agar peserta didik kelak menjadi manusia pembangunan yang berkualitas.
Demikian halnya dengan masyarakat, mengharapkan agar sekolah dapat menciptakan sumber
daya manusia yang produktif dan berkualitas sehingga dapat mengembangkan berbagai potensi
masyarakat setelah kembali dan hidup bermasyarakat. Karena itu antara sekolah dan masyarakat
mempunyai kesamaan tujuan.
D. Stakeholder Kemitraan Sekolah
Siapakah yang menjadi mitra sekolah? Sesuai dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), mitra sekolah meliputi warga negara,
orang tua, masyarakat dan pemerintah pusat daerah. Ini menegaskan bahwa tanggung jawab
pendidikan tidak hanya menjadi beban pemerintah tetapi juga masyarakat. Kewajiban pendidikan
itu melekat kepada stakeholder tersebut. Penjelasan itu tertuang dalam Bab IV Hak dan
Kewajiban Warga Negara, Orang Tua, Masyarakat dan Pemerintah terdapat dalam empat Pasal,
yaitu Pasal 6 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 7 ayat (2), Pasal 9, Pasal 11 ayat (1) dan ayat (2).
Masyarakat yang dimaksud dalam UU Sisdiknas disebutkan dalam bagian lainnya Bab XV Peran
Serta Masyarakat Dalam Pendidikan. Pasal 54 ayat (1), (2) dan ayat (3) menyebutkan:
(1) Peran serta masyarakat dalam pendidikan meliputi peran serta perseorangan, kelompok,
keluarga, organisasi profesi, pengusaha, dan organisasi kemasyarakatan dalam
penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan.
(2) Masyarakat dapat berperan serta sebagai sumber, pelaksana, dan pengguna hasil
pendidikan.
(3) Ketentuan mengenai peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan
ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Dalam Peraturan Pemerintah No. 39 Tahun 1992 BAB III pasal 4 peran serta / partisipasi
masyarakat dapat berbentuk:
1. Pendirian dan penyelenggaraan satuan pendidikan pada jalur pendidikan sekolah atau
jalur pendidikan luar sekolah, pada semua jenis pendidikan kecuali pendidikan kedinasan,
dan pada semua jenjang pendidikan di jalur pendidikan sekolah;
2. Pengadaan dan pemberian bantuan tenaga kependidikan untuk melaksanakan atau
membantu melaksanakan pengajaran, pembimbingan dan/atau pelatihan peserta didik;
3. Pengadaan dan pemberian bantuan tenaga ahli untuk membantu pelaksanaan kegiatan
belajar-mengajar dan/atau penelitian dan pengembangan;
4. Pengadaan dan/atau penyelenggaraan program pendidikan yang belum diadakan dan/atau
diselenggarakan oleh Pemerintah untuk menunjang pendidikan nasional;
5. Pengadaan dana dan pemberian bantuan yang dapat berupa wakaf, hibah, sumbangan,
pinjaman, beasiswa, dan bentuk lain yang sejenis;
6. Pengadaan dan pemberian bantuan ruangan, gedung, dan tanah untuk melaksanakan
kegiatan belajar-mengajar;
7. Pengadaan dan pemberian bantuan buku pelajaran dan peralatan pendidikan untuk
melaksanakan kegiatan belajar-mengajar;
8. Pemberian kesempatan untuk magang dan/atau latihan kerja;
9. Pemberian bantuan manajemen bagi penyelenggaraan satuan pendidikan dan
pengembangan pendidikan nasional;
10. Pemberian pemikiran dan pertimbangan berkenaan dengan penentuan kebijaksanaan
dan/atau penyelenggaraan pengembangan pendidikan;
11. Pemberian bantuan dan kerjasama dalam kegiatan penelitian dan pengembangan; dan
12. Keikutsertaan dalam program pendidikan dan/atau penelitian yang diselenggarakan oleh
Pemerintah di dalam dan/atau di luar negeri.
Komponen masyarakat jika dipahami secara luas adalah perorangan, kelompok atau organisasi
baik langsung maupun tidak langsung memiliki kepedulian dan kepentingan yang sama dalam
pendidikan. Elemen masyarakat tersebut antara lain:
1. Instansi pemerintah terkait
2. Perguruan tinggi
3. Organisasi profesi guru
4. Ikatan Alumni
5. Konsultan Pendidikan
6. Wartawan
7. Lembaga Swadaya Masyarakat
8. Pengacara
9. Kepolisian
10. Perusahaan produk segmentasi sekolah, seperti penerbit buku, LKS, seragam, alat tulis,
perbankan, bimbingan belajar dan lainnya.
Elemen masyarakat tersebut secara struktural diluar kedinasan. Lembaga kedinasan struktural
seperti Pemerintah, DPR/DPRD, Dinas Pendidikan, Pengawas, Dewan Pendidikan, komite
sekolah dan beberapa lainnya merupakan lembaga tidak terpisahkan dalam sistem pendidikan.
Namun faktanya masih jarang sekali---untuk tidak mengatakan tidak ada, sekolah yang menjalin
kemitraan tersebut apalagi dengan pihak luar dunia pendidikan. Padahal pendidikan merupakan
tanggung jawab bersama semua elemen masyarakat, termasuk perusahaan-perusahaan komersial.
Partisipasi merupakan prasyarat penting bagi peningkatan mutu. Partisipasi merupakan proses
eksternalisasi individu. Bagi sekolah partisipasi masyarakat dalam pembangunan pendidikan
adalah kenyataan objektif yang dalam pemahamannya ditentukan oleh kondisi subjektif orang
tua siswa. Tujuan partisipasi juga memberi ruang dan peluang secara luas peran masyarakat
dalam bidang pendidikan ini sekaligus menunjukkan bahwa Negara bukan satu-satunya
penyelenggara pendidikan.
C. Bentuk Kemitraan Sekolah
Melihat sekolah sebagai miniatur masyarakat, maka ragam kebutuhan sekolah dalam mendidik
siswa relatif sangat banyak. Dalam konteks ekonomi selama ini sekolah hanya sebagai pasar bagi
produk-produk komersial. Sering mereka promosi dan melakukan penjualan ke sekolah-sekolah
tetapi tidak memiliki keuntungan yang sepadan yang diperoleh sekolah. Padahal berapa produk
yang membanjiri sekolah, apakah dagangan bagi guru-guru di ruang kantor, maupu bagi siswa
yang masuk ke kelas-kelas hingga memadati kantin sekolah. Begitu juga mereka yang mengaku
dari kalangan politisi, wartawan dan LSM silih berganti datang ke sekolah tidak memberikan
keuntungan langsung bagi kemajuan sekolah. Sebaliknya banyak pihak di dunia pendidikan, baik
di sekolah maupun di dinas, keberadaan oknum cukup menimbulkan masalah kenyamanan kerja
pimpinan. Kondisi ini bisa saja karena kepala sekolah tidak mampu menyusun program
kemitraan terhadap elemen masyarakat yang berkepentingan dengan sekolah. Akibatnya mereka
sering keperluan dengan sekolah tanpa alasan program sebagai penawaran untuk kegiatan.
Hubungan kemitraan antara sekolah dan masyarakat meliputi:
1. Tujuan kemitraan antara sekolah dan masyarakat.
Tujuan kemitraan antara sekolah dan masyarakat dapat ditinjau dari dua dimensi, yaitu
kepentingan sekolah dan kebutuhan masyarakat, menurut Mulyasa (2011:148) ditinjau dari
dimensi kepentingan sekolah kemitraan antara sekolah dan masyarakat bertujuan; (a) memelihara
kelangsungan hidup sekolah (b) meningkatkan mutu pendidikan di sekolah (c) memperlancar
kegiatan belajar mengajar (d) memperoleh bantuan dan dukungan dari masyarakat dalam rangka
pengembangan dan pelaksanaan program-program sekolah. Sementara itu berdasarkan dimensi
kebutuhan masyarakat, tujuan pengelolaan hubungan antara sekolah dan masyarakat adalah
untuk (a) memajukan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat (b) memperoleh kemajuan
sekolah dalam memecahkan berbagai masalah yang dihadapi masyarakat (c) menjamin relevansi
program sekolah dengan kebutuhan dan perkembangan masyarakat, (d) memperoleh kembali
anggota-anggota masyarakat yang terampil dan makin meningkat kemampuannya.
Di samping itu hubungan kemitraan antara sekolah dan masyarakat bertujuan untuk saling
membantu serta saling mengisi dan menggalang bantuan keuangan, bangunan serta barang.
Hubungan yang harmonis antara sekolah dan masyarakat dalam mengembangkan program
bersama bagi pembinaan peserta didik dapat mengurangi jurang pemisah antara sekolah dengan
masyarakat serta mencegah kemungkinan anak berbuat kenakalan. Pada hakikatnya pendidikan
yang baik membutuhkan biaya yang banyak, ruang belajar yang cukup dan alat bantu pendidikan
yang memadai. Biaya yang ada di sekolah sangat terbatas. Dalam kerangka inilah masyarakat
yang mampu diharapkan dapat menjadi penanggung jawab dan donator yang memberikan
dukungan dana demi kelancaran kegiatan pendidikan di sekolah. Masyarakat dapat membantu
sekolah melalui dewan sekolah atau komite. Masyarakat, baik perorangan maupun lembaga yang
berminat dan bersimpati dapat memberikan bantuannya melalui berbagi cara, misalnya
membantu pengadaan alat peraga, dan perpustakaan sekolah serta memberikan bea siswa kepada
peserta didik yang kurang mampu atau bahkan menjadi orang tua asuh.
Bentuk
Aktivitas
Masalah
Partisipasi dalam MBS
1. Pihak masyarakat bermusyawarah dengan sekolah.
2. Pemerintah menyediakan sarana-prasarana sekolah.
3. Komite sekolah berpartisipasi aktif.
4. Pemanfaatan potensi yang ada
5. Masyarakat memiliki gotong royong
Berdasarkan tangga partisipasi belum semua sekolah mampu menggerakkan partisipasi
masyarakat pada tangga yang tertinggi
Partisipasi masyarakat dalam pendidikan
1. Kesiapan SDM secara profesional.
2. Stakeholder mendukung program sekolah.
3. Menghadiri pertemuan sekolah untuk mengetahui perkembangan siswa.
4. Membantu murid belajar
5. Mencari sumber-sumber lain/pendukung untuk memecahkan masalah pendidikan
Belum semua masyarakat, khususnya orang tua pada sekolah menyadari bahwa untuk terlibat
secara aktif dalam pembangunan pendidikan.
Sumber: Mulyasa, 2011
Pemetaan peran serta masyarakat dalam pendidikan diatas bisa dikembangkan dalam banyak
bentuk dan model kegiatan. Kegiatan tersebut meliputi kegiatan kesiswaan, kebutuhan sarana
dan prasarana, peningkatan kompetensi dan perlindungan guru dan TU, dan membangun
pencitraan sekolah dan hubungan masyarakat (humas). Jika dibuatkan dalam bentuk tabel
maka bisa dilihat sebagai berikut :
Contoh Peran Serta Masyarakat
Dalam Kontribusi Pendidikan di Sekolah
No
Bidang
Program
Bentuk Kegiatan
Peran Masyarakat
1
Kesiswaan
1. Kegiatan Belajar
- Pengadaan buku/LKS
- Seragam sepatu
- Pemetaan kemampuan potensi siswa
- Pemantapan materi pelajaran.
- Penggandaan soal ulangan harian/ Ujian sekolah.
- Pengadaan video pembelajaran.
- Buku bacaan pengayaan materi pelajaran.
- Dan sebagainya.
- Bimbel
- Penerbit buku/LSK
- Toko buku dan alat tulis
- Konveksi
- Konsultan Pendidikan
- Perusahaan alat peraga dan bahan pembelajaran.
- Dinas terkait
3. Kasus Anak
- Problem lemahnya motivasi belajar.
- Terlibat tawuran, geng motor, kejahatan.
- Minuman keras dan narkoba.
- Korban kekerasan dan pelecehan.
- Dan sebagainya.
- Psikolog
- Rohanianwan
- Kepolisian
- Pengacara
2
Guru
1. Peningkatan kompetensi guru
- Peningkatan ketrampilan berbahasa Inggris.
- Penguasaan teknologi informasi komunikasi.
- Menggali kompetensi kepribadian.
- Melatih kemampuan menulis karya ilmiah populer
- Lembaga kursus bahasa Inggris
- Lembaga Komputer dan Internet
- Lembaga training motivasi dan kepribadian
- Perguruan tinggi.
- Komunitas menulis
- Media massa
3. Rapat sekolah
- Pengadaan spanduk kegiatan.
- Menjalin kerjasama kegiatan sekolah.
- Komite Sekolah
- sponsor
- Wartawan
4
Sarana Prasarana
- Pengadaan sarana ekstrakurikuler
- Pembangunan kantin sehat
- Pengadaan kebutuhan guru, TU dan siswa.
- Pengecatan sarana olahraga (branding)
- Monitoring makanan dan minuman sehat di kantin.
- Kerjasama perusahaan promosi ke sekolah
- Perusahaan produk komersil
- Dana CRS perusahaan.
- Dinas Kesehatan
- Perusahaan komersil (dana iklan)
Bentuk keterlabatan peran serta elemen masyarakat di atas merupaksan contoh dari banyak
bentuk kegiatan yang bisa dikemas oleh pihak sekolah. Melihat tantangan ke depan dunia
pendidikan semakin berat, maka keberadaan Humas di sekolah akan semakin penting dalam
menjalin kerjasama dengan berbagai pihak luar sekolah. Tentu saja kerjasama itu berdasarkan
program kerja yang dibuat oleh sekolah untuk membantu kemajuan sekolah. Prinsip kerjasama
yang dibangun berdasarkan kepercayaan, kesetaraan, kemaslahatan, kepedulian dan saling
menguntungkan. Disinilah perlunya disusun proposal yang menjual dan menarik bagi
perusahaan atau lembaga diluar sekolah. Perlunya dibuatkan nota kesepahaman (MoU) sebagai
ikatan dan bentuk profesionalisme lembaga.
b. Melibatkan orang-orang kunci tersebut dalam kegiatan sekolah, khususnya yang sesuai
dengan minatnya. Misalnya tokoh seni dapat
22
dilibatkan dalam pembinaan kesenian di sekolah. Orang yang hobi olahraga dapat
dilibatkan dalam program olahraga sekolah. Selanjutnya tokoh-tokoh tersebut diperankan
sebagai mediator dengan masyarakat luas.
c. Memilih saat yang tepat, misalnya pelibatan masyarakat yang hobi olahraga dikaitkan
dengan adanya PON atau sejenis yaitu saat minat olahraga di masyarakat sedang naik.
Pelibatan tokoh dan masyarakat yang peduli terhadap kebersihan/kesehatan dimulai pada
hari Kesehatan Nasional misalnya.
BAB III
PENUTUP
A. SIMPULAN
1. Pendidikan merupakan aspek terpenting untuk menciptakan kehidupan yang lebih baik
lagi. Dengan pendidikan masyarakat mampu melakukan lompatan kehidupan dari kehidupan
purbakala menjadi kehidupan serba teknologi. Pentingnya pendidikan perlu membangun
kerjasama dengan sejumlah pihak.
3. Upaya pencapaian maksimal, efektif dan efisein keterlibatan peran serta masyarakat
dalam mendukung program kerja sekolah diperlukan program kerja yang sistematis, terarah
dan terukur demi kualitas pendidikan. Program kerja tersebut perlu disusun dalam proposal
penawaran yang menjual dan menarik agar peran serta masyarakat bisa optimal. Kerjasama
tersebut bisa diikat dalam nota kesepahaman (MoU) agar program berjalan berkesinambungan
tanpa masalah hukum dikemudian hari.
4. Kerjasama sekolah dengan masyarakat harus dilandasi pada kepercayaan, kesetaraan,
kemaslahatan, kepedulian dan saling menguntungkan. Landasan ini menjadi penting untuk
jangka panjang agar hubungan kerjasama itu bisa berlangsung dalam jangka waktu lama.
B. PENUTUP
1. Pemerintah perlu membuat pola manajemen secara teknis bentuk kemitraan sekolah
dengan masyarakat. Ketentuan aturan yang ada hanya membuat poin-poin umum yang masih
perlu dijabarkan secara teknis. Wilayah penjabaran ini yang kerap menimbulkan multi tafsir di
kalangan wartawan, LSM, politisi atau bahkan orangtua siswa.
2. Orangtua siswa harus terlibat aktif terhadap peran serta dalam pendidikan. Hal ini karena
menyangkut nasib masa depan anaknya agar bisa memperoleh pendidikan yang tepat guna,
tepat sasaran dan memiliki kompetensi berdaya saing tinggi berkiprah di abad 21.
b. Peran kepala sekolah sangat penting dalam mengelolaan sekolah menjadi sekolah
unggulan berkualitas. Maka kemampuan entreprenuership kepala sekolah sebagai
bagian dari tugas dan fungsi pimpinan harus terus dikembangkan. Sehingga para tamu
yang datang tidak lagi dianggap sebagai ancaman ketidaknyamanan tetapi hal yang
menyenangkan bagi dukungan kemajuan sekolah. Kemampuan menyusun program
kerja dan menjalin komunikasi dengan pihak luar sangat diperlukan agar memudahkan
terjalin network dengan pihak ketiga
Keith, Sherry & Robert Henriques Girling. 1991. Education Management and Participation.
Boston: Allyn and Bacon.
Anderson, Gary L. 1998. Deconstructing Participatory Reforms in Education. American
educational Research journal, winter 1998, Vol. 35 No. 4 (hal. 571-603). Molloy, Patty,
Cs. (1995).
Building Home, School, Community Partnerships: The Planning Phase. Texas: Office of
Educational
Research and Improvement, US Department of Education.
Abdurachman, Oemi, (1975), Dasar-dasar Public Relations, Bandung: Alumni
Susanto, Astrid S., (1977), Komunikasi dalam Teori dan Praktek, Bandung: Bina
Cipta