Anda di halaman 1dari 21

MERUMUSKAN

KEBIJAKAN Fran yosara


Desy Pastina
MUTU Fattara Diwa Serin

PENDIDIKAN
SELASA, 27 SEPTEMBER 2022
MUTU PENDIDIKAN

UU SISDIKNAS no. 20 tahun 2003 :


“Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar  peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan
masyarakat”.
Mutu Pendidikan adalah kemampuan sekolah dalam pengelolaan
secara operasional dan efesien terhadap komponen-komponen yang
berkaitan dengan sekolah, sehingga menghasilkan nilai tambah
terhadap komponen tersebut menurut norma atau standar yang berlaku.
MUTU PENDIDIKAN

Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem


Pendidikan Nasional pasal 4 ayat 6 juga menegaskan bahwa:
“Pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan semua
komponen masyarakat melalui peran serta dalam
penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan”
MUTU PENDIDIKAN

Untuk meningkatkan mutu pendidikan di sekolah


dilakukan kebijakan program-program pendidikan di sekolah
dengan meningkatkan kedisiplinan guru, meningkatkan
pengetahuan, dan Pembinaan pelatihan kinerja guru.
Meningkatkan mutu pendidikan juga meningkatkan kemampuan
siswa dengan memberikan bimbingan serta tersedianya sarana
prasarana guna mendukung proses pembelajaran, dan diperlukan
juga adanya kerja sama dengan wali murid.
MUTU PENDIDIKAN

• Menurut Fattah dalam buku Engkoswara dan Aan Komariah ada tiga
faktor untuk meningkatkan mutu pendidikan yaitu:
• (1) kecukupan sumber sumber pendidikan dalam arti mutu tenaga
kependidikan, biaya, sarana belajar,
• (2) mutu proses belajar yang mendorong siswa belajar efektif,dan
• (3) mutu pengeluaran dalam bentuk pengetahuan, sikap, keterampilan dan
nilai-nilai, Dengan demikian, mutu pendidikan di sekolah akan
berkembang dan memiliki kontribusi yang besar terhadap kemajuan suatu
bangsa sehingga tidak dapat diabaikan eksistensinya sebagai wadah untuk
mendidik dan mengajarkan ilmu pengetahuan dengan terpenuhnya tenaga
kependidikan, biaya sarana belajar, sehingga mendrong siswa belajar
efektif dalam bentuk pengetahuan, sikap, keterampilan dan nilai nilai.
• Dalam konteks pendidikan, mutu mencakup input, proses, dan output pendidikan
input pendidikan adalah segala sesuatu yang harus tersedia karena dibutuhkan untuk
berlangsungnya proses yang inputnya yaitu struktur organisasi sekolah peraturan
perundang undangan, visi misi tujuan dan sasaran yang ingin di capai. Oleh karena
itu tinggi rendanya mutu input dapat diukur dari tingkat kesiapan input, Namun
demikian, indikator mutu pendidikan menunjukkan peningkatan yang berarti bahwa
mutu pendidikan adalah kemampuan sistem pendidikan yang diarahkan secara
efektif untuk meningkatkan nilai tambah faktor input agar menghasilkan out put
yang setinggi-tingginya, pendidikan yang bermutu bukan hanya dilihat dari kualitas
lulusannya tetapi juga mencakup bagaimana lembaga pendidikan mampu memenuhi
kebutuhan pelanggan sesuai dengan standar mutu yang berlaku. Pelanggan dalam
hal ini adalah pelanggan internal (tenaga kependidikan) serta pelanggan eksternal
(peserta didik, orang tua, masyarakat dan pemakai lulusan).
ADAPUN MODEL PENDEKATAN YANG DIPERLUKAN
DALAM MENETAPKAN SUATU KEBIJAKAN PENDIDIKAN
DI SEKOLAH ANTARA LAIN:

• Model Rasional murni yaitu model yang mengembangkan kebijakan secara


rasional.
• Model Ekonomi yaitu model yang mengembangkan kebijakan berdasarkan
pertimbangan faktor ekonomi, model keputusan berurutan yaitu kebijakan yang
mendasari pengambilan keputusan atas dasar beberapa kebijakan alternatif.
• Model Ekperimentasl yaitu model yang menggunakan pendekatan pengambilan
keijakan atas dasar perubahan sedikit demi sedikit.
• Model memuaskan yaitu model yang mendasarkan keputusan atas dasar
kebijakan alternatif yanf paling memuaskan tanpa menilai kritis alternatif lain.
• Model Optimal yaitu model yang mendasarkan pengambilan keputusan atas
dasar gabungan beberapa metode secara terpadu untuk menghasilkan kebijakan
yang optimal dan dapat di terima oleh semua pihak
Terkait dengan dinamika pendidikan tersebut, berikut perkembangan regulasi
yang mengatur kebijakan penjaminan mutu pendidikan:
• Undang- Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah, merupakan
tonggak penting diberlakukannya manajemen mutu pendidikan dan menjadi
peluang bagi tumbuhnya lembaga pendidikan yang berkualitas yang mana dengan
adanya UU ini menandai diberlakukannya otonomi pendidikan.
• Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan
Nasional. Dalam undang-undang ini pemerintah menentapkan peningkatan
akreditasi mutu lembaga pendidikan memberlakukan program evaluasi diri untuk
penjaminan mutu sebagai rangkaian dari akreditasi.
• Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional. Pada Pasal 1 angka 21 termaktub bahwa ”Evaluasi pendidikan
adalah kegiatan pengendalian, penjaminan, dan penetapan mutu
pendidikan terhadap berbagai komponen pendidikan pada setiap jalur,
jenjang, dan jenis pendidikan sebagai bentuk pertanggungjawaban
penyelenggaraan pendidikan.” Pada pasal 35 ayat (3) dijelaskan bahwa
”Pengembangan standar nasional pendidikan serta pemantauan dan
pelaporan pencapaiannya secara nasional dilaksanakan oleh suatu badan
standardisasi, penjaminan, dan pengendalian mutu pendidikan.” Pada
Pasal 50 ayat (2) dijelaskan”Pemerintah menentukan kebijakan nasional
dan standar nasional pendidikan untuk menjamin mutu pendidikan
nasional” dan pada Pasal 51 ayat (2) dipaparkan bahwa” Pengelolaan
satuan pendidikan tinggi dilaksanakan berdasarkan prinsip otonomi,
akuntabilitas, jaminan mutu, dan evaluasi yang transparan” Selanjutnya,
penjaminan mutu, evaluasi, penilaian dan akreditasi dibuat semakin jelas
dan rinci dalam Bab XVI. Pemberlakuan sistem penjaminan mutu
pendidikan yang pertama kali tercantum dalam UU Sistem Nasional
Pendidikan Nomor 20 Tahun 2003 ini sangat tepat untuk merespon
rendahnya mutu pendidikan di Indonesia. Kebijakan sistem penjaminan
mutu ini diharapkan dapat mendongkrak perbaikan mutu dan menjawab
tantangan masa depan.
• Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun
2005 diterbitkan sebagai salah satu upaya yuridis agar
penyelenggaraan pendidikan di Indonesia memiliki model
perbaikan mutu yang lebih terarah dengan menuntut adanya
sebuah sistem penjaminan mutu pendidikan. Menurut PP Nomor
19 Tahun 2005, penjaminan mutu bersifat wajib baik bagi
pendidikan formal dan non formal (Bab XV Pasal 91 ayat 1 ).
Tujuan penjaminan mutu sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
bertujuan untuk memenuhi atau melampaui Standar Nasional
Pendidikan (Pasal 91 ayat 2). Dalam ayat 3 dijelaskan bahwa
”Penjaminan mutu pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilakukan secara bertahap, sistematis, dan terencana dalam
suatu program penjaminan mutu yang memiliki target dan
kerangka waktu yang jelas.”
• Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 63 tahun 2009
tentang Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan (SPMP).
Implementasi SPMP dalam
Permendiknas Pasal 2 ayat (2) diharapkan dapat:
• Membangun budaya mutu pendidikan formal, nonformal, dan/atau
informal
• Membagi tugas dan tanggung jawab yang jelas dan proporsional
dalam penjaminan mutu pendidikan formal dan/atau nonformal pada
satuan atau program pendidikan, penyelenggara satuan atau program
pendidikan, pemerintah kabupaten/kota, pemerintah provinsi, dan
Pemerintah
• Menetapkan secara nasional acuan mutu dalam penjaminan mutu
pendidikan formal dan/atau nonformal
• Memetakan secara nasional mutu pendidikan formal dan nonformal
yang dirinci menurut provinsi, kabupaten/kota, dan satuan atau
program pendidikan
• Membangun sistem informasi mutu pendidikan formal dan nonformal
berbasis teknologi informasi dan komunikasi yang andal, terpadu,
dan tersambung yang menghubungkan satuan atau program
pendidikan, penyelenggara satuan atau program pendidikan,
pemerintah kabupaten/kota, pemerintah provinsi.
Selain regulasi yang berkaitan langsung dengan penjaminan mutu di atas, terdapat pula
beberapa peraturan yang dapat mendukung peraturan yang telah disebutkan
sebelumnya, yaitu:
• UU Nomor 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah
• UU Nomor 14/2005 tentang Guru dan Dosen
• UU Nomor 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik
• UU Nomor 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen
• PP Nomor 60/1999 tentang Pendidikan Tinggi
• PP Nomor 65/2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan
• Standar Pelayanan Minimal
• PP Nomor 38/2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintah, Pemerintah
• Daerah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota
• PP Nomor 48/2008 tentang Pendanaan Pendidikan
• PP Nomor 17/2010 tentang Pengelolaan dan penyelenggaraan
• Pendidikan
• PP Nomor 66/2010 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah
• Nomor 17/2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan
• PP Nomor 41/2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah
• PP Nomor 74/2008 tentang Guru
• PP Nomor 37/2009 tentang Dosen
• Dari pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa kebijakan
penjaminan mutu pendidikan dilaksanakan secara bertahap dan
berkesinambungan. Regulasi terkait kebijakan penjaminan mutu
pendidikan terdapat dalam UU Nomor 20/2003 tentang Sisdiknas
yang menjadi induk tertinggi, setelah UUD 1945. Dari UU ini
kemudian terbit sejumlah regulasi turunan bidang pendidikan pada
tataran yang lebih teknis dan aplikatif yakni UU Nomor 20/2003,
PP Nomor 19/2005, dan PP Nomor 17/2010 yang terkait langsung
dengan penjaminan mutu pendidikan.
Sumber :
• http://eprints.uny.ac.id/66886/1/Tas_Plendes%20Suluh
%20Budiarta_12110241056
• http://journal.ainarapress.org/index.php/ainj
• https://media.neliti.com/media/publications/360805-none-8157808
0
• http://repository.uinsu.ac.id/2277/
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Anwar Makarim memiliki 10 kebijakan untuk
mengembangkan pendidikan di Indonesia melalui merdeka belajar

1. Menerapkan kolaborasi dan pembinaan antar sekolah (TK – SD – SMP –


SMA, informal)
sekolah penggerak, program pembelajaran sebaya, pengelolaan administrasi
bersama, dan pendidikan informal yang berbasis nilai.

2. Meningkatkan kualitas guru dan kepala sekolah

Peningkatan kualitas guru dan kepala sekolah diwujudkan dengan memperbaiki sistem
rekrutmen, meningkatkan kualitas pelatihan, penilaian, serta mengembangkan
komunitas / platform pembelajaran.

3. Membangun platform pendidikan nasional berbasis teknologi


Platform yang dibangun terdiri dari 5 kriteria: berpusat pada siswa, interdisipliner,
relevan, berbasis proyek, dan kolaboratif. Ketika platform tersebut sudah mulai
digunakan, sekolah juga akan didukung dengan sarana dan prasarana teknologi
4. Memperbaiki kurikulum nasional, pedagogi, dan penilaian

Perbaikan-perbaikan yang dimaksud terdiri dari penyederhanaan konten materi, fokus


pada literasi dan numerasi, pengembangan karakter, berbasis kompetensi, serta fleksibel
yaitu terbentuknya karakteristik pelajar pancasila pada generasi masa depan. Pada
pedagogi dan penilaian akan digunakan tiga sistem yaitu Asesmen Kompetensi Minimum
(AKM), Survei Karakter, dan Survei Lingkungan Belajar.

5. Meningkatkan kolaborasi dengan pemerintah daerah untuk memastikan distribusi


yang merata

Pemerintah pusat akan bekerja sama dengan pemerintah daerah melalui pendekatan
yang bersifat personal dan konsultatif serta memberikan penghargaan berdasarkan
prestasi. Pengawasan terkait anggaran, infrastruktur, penerimaan siswa (zonasi), dan
guru, akan diawasi demi pendistribusian yang merata di setiap daerah.
6. Membangun sekolah / lingkungan belajar masa depan

Pembangunan ini mencakup 5 aspek yaitu aman dan inklusif, memanfaatkan teknologi,
kolaboratif, kreatif, dan sistem belajar berbasis pengalaman.

Aman dan inklusif meliputi fasilitas darurat / tanggap bencana, bebas kerusakan, ramah
disabilitas, dan bebas dari perundungan / diskriminasi. Pemanfaatan teknologi meliputi
kelas digital dengan akses internet, komputer untuk setiap anak, serta akses pembelajaran
daring. Kolaboratif berarti kemudahan mengatur ruang kelas menjadi kelompok –
kelompok untuk membangun kerja tim, empati, dan kepemimpinan. Aspek kreatif
memungkinkan pengaturan ruang kelas sesuai kebutuhan / preferensi siswa atau guru
untuk mengasah kreativitas. Sistem pembelajaran berbasis pengalaman dilakukan melalui
eksplorasi, interaksi dengan lingkungan dan masyarakat untuk menyelesaikan masalah
dunia nyata.
7. Memberikan insentif atas kontribusi dan kolaborasi pihak swasta di bidang
pendidikan

Pemberian insentif atas kontribusi dan kolaborasi pihak swasta di bidang pendidikan juga
menjadi salah satu kebijakan pendidikan baru. Pemberian insentif meliputi dana CSR,
insentif pajak, kemitraan swasta publik, otonomi, dan keuntungan yang lebih besar lainnya
berupa insentif keuangan dan penyederhanaan regulasi. Penyederhanaan regulasi dilakukan
karena persyaratan nirlaba dan kepemilikan tanpa aset untuk yayasan dan proses perizinan
yang kompleks, selama ini menjadi penghalang signfiikan bagi sektor swasta atau mitra
global untuk berpartisipasi dalam sistem pendidikan Indonesia.

8. Mendorong kepemilikan industri dan otonomi pendidikan vokasi

Mendorong kepemilikan industri dan otonomi pendidikan vokasi. Pihak industri atau asosiasi
akan terlibat dalam penyusunan kurikulum, mendorong pembelajaran, dan pembiayaan
pendidikan melalui sumbangan sektor swasta atau CSR. Pada pendidikan vokasi, pemerintah
pusat akan membentuk program magang dan penempatan langsung dengan pemain industri.
Pelatihan guru dan mempekerjakan praktisi industri juga menjadi rencana pada kebijakan ini.
Pemerintah akan mengembangkan dan mengimplementasikan kebijakan untuk menarik
keterlibatan industri dan memungkinkan otonomi / fleksibilitas yang lebih besar.
9. Membentuk pendidikan tinggi kelas dunia

Ada tiga target diferensiasi misi perguruan tinggi: 1) Membangun PT bereputasi dunia di
setiap bidang sebagai pusat inovasi untuk daya saing bangsa, 2) Membangun 1 PT unggul
di setiap provinsi sebagai motor pembangunan daerah & nasional, 3) Perluasan akses PT
dan membentuk ekosistem life-long learning.

10. Menyederhanakan mekanisme akreditasi dan memberikan otonomi lebih

Selama ini, mekanisme akreditasi terbilang rumit karena kewajibannya untuk


memperbaharui akreditasi setiap 4 tahun dan berfokus pada aspek administratif. Pada
kebijakan pendidikan yang baru ini, mekanisme akreditasi akan bersifat otomatis dan
berbasis data dengan mengkombinasikan standar pemerintah dan komunitas sehingga
berfokus pada hasil.
Peningkatan kredibilitas dan mekanisme akreditasi memungkinkan otonomi dalam institusi
pendidikan yang terdiri dari 4 aspek yaitu kurikulum / program, guru / dosen, kemitraan,
dan pengoperasian / manajemen. Otonomi ini dapat diterapkan pada pendidikan tinggi
dan/atau sekolah swasta. Kebijakan yang ke – 10 ini bersifat suka rela, berbasis data,
merujuk pada praktik terbaik tingkat global, serta pelibatan industri atau komunitas.

Anda mungkin juga menyukai