Anda di halaman 1dari 10

Anak Indonesia dibawah 18 tahun tidak bersekolah

https://www.scholae.co/web/read/2028/sistem.pendidikan.indonesia.harus.direformasi.tota

https://muda.kompas.id/baca/2016/02/27/ketika-kualitas-pendidikan-dinomorduakan/

https://republika.co.id/berita/pendidikan/eduaction/19/01/16/plf9jv291-pendidikan-di-indonesia-
kehilangan-jiwa

https://ejournal.uksw.edu/satyawidya/article/download/142/130

https://theconversation.com/agar-bisa-maju-sekolah-di-indonesia-harus-lebih-mengakomodasi-minat-
siswa-dan-lindungi-kebebasan-akademik-121882

https://yoursay.suara.com/news/2018/01/01/172632/ada-apa-dengan-pendidikan

https://www.cnnindonesia.com/nasional/20210827124625-20-686281/buka-sekolah-saat-pandemi-
demi-generasi-melek-materi-lagi

https://media.neliti.com/media/publications/234943-arah-pendidikan-di-indonesia-dalam-tatar-
c9d42cc6.pdf

https://journal.uny.ac.id/index.php/jpep/article/view/1129

http://ejournal.iainmadura.ac.id/index.php/tadris/article/view/211

https://journal.uny.ac.id/index.php/jpep/article/view/1129/2819

Pendidikan yang berkualitas telah memasuki babak baru dalam dunia


pendidikan. Tak satu pun lembaga penyelenggara pendidikan yang luput dari
tuntutan ini. Tuntutan tersebut tidak pandang pilih, baik tingkatannya maupun
orang-orangnya, apakah itu di tingkat pendidikan dasar atau pun di tingkat
perguruan tinggi; apakah bertindak sebagai pimpinan/kepala sekolah, atau
sebagai dosen, guru, karyawan, maupun peserta didik. Semua dituntut secara
bersama-sama dalam menciptakan pendidikan yang berkualitas. Tentunya
tuntutan tersebut disesuaikan dengan tugas dan perannya masing-masing,
serta berdasarkan standar atau ukuran kualitas yang telah ditetapkan. Salah
satu pertanda bahwa pendidikan tersebut berkualitas adalah terlaksananya
sistem pembelajaran secara tepat/baik, yang secara menyeluruh melibatkan
semua komponen-komponen yang ada dalam sistem pembelajaran.

Telah menjadi keyakinan semua bangsa di dunia, bahwa pendidikan mempunyai peran yang sangat
besar dalam kemajuan bangsa. Suyanto (2003) menyatakan bahwa seorang presiden negara paling maju
di dunia, masih tetap mengakui bahwa investasi dalam pendidikan merupakan hal yang penting dalam
kemajuan bangsa. “As a nation, we now invest more in education than in defense”. Oleh sebab itu, di
era global seperti saat ini, manakala suatu pemerintahan tidak memperdulikan pembangunan sektor
pendidikan secara serius dan berkelanjutan, mudah diprediksi bahwa pemerintahan negara itu dalam
jangka panjang justru akan menjebak mayoritas rakyatnya memasuki dunia keterbelakangan dalam
berbagai aspek kehidupan (Suyanto, 2000: 3). Pemerintah Republik Indonesia dalam membangun
pendidikan di Indonesia berpegang pada salah tujuan bangsa Indonesia yang tertera dalam pembukaan
Undang-undang Dasar 1945 alenia ke empat yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Sejalan dengan
tujuan yang tertera dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 tersebut, dalam batang tubuh
konstitusi itu diantaranya Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28 C ayat (1), Pasal 31 dan Pasal 32, juga
mengamanatkan, bahwa pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan
nasional. Sistem pendidikan nasional yang terbaru ini diwujudkan dalam Undang-undang No 20 tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Sistem pendidikan nasional adalah keseluruhan komponen
pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. Dalam
undang-undang no 20 tentang sistem pendidikan Nasional tersebut dinyatakan bahwa “Pendidikan
adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara”. Berdasarkan pengertian tersebut dapat dipahami
bahwa pendidikan itu harus disadari arti pentingnya, dan direncanakan secara sistematis, agar suasana
belajar dan proses pembelajaran berjalan secara optimal. Dengan terbentuknya suasana dan proses
pembelajaran tersebut, peserta didik akan aktif mengembangkan potensi sesuai dengan bakat dan
minatnya. Dengan berkembangnya potensi peserta didik, maka mereka akan memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara. Pendidikan di Indonesia diselenggarakan melalui
jalur, jenjang dan jenis pendidikan. Jalur pendidikan adalah wahana yang dilalui peserta didik untuk
mengembangkan potensi dirinya dalam suatu proses pendidikan yang sesuai dengan tujuan pendidikan.
Terdapat tiga jalur pendidikan yaitu, jalur pendidikan formal, nonformal dan informal. Pendidikan formal
adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan
menengah dan pendidikan tinggi. Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan
formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Pendidikan informal adalah jalur
pendidikan keluarga dan lingkungan. Pemerintah selalu berupaya untuk meningkatkan kualitas
pendidikan melalui berbagai kebijakan, antara lain kebijakan sertifikasi guru dan dosen, bantuan
operasional sekolah, pemberian block grant dan menetapkan standar nasional yang dituangkan dalam
PP No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Standar pendidikan meliputi standar isi,
proses, ketenagaan, sarana dan prasarana, pengelolaan, evaluasi, pembiayaan dan kompetensi lulusan.
Dengan adanya standar nasional tersebut, maka arah peningkatan kualitas pendidikan Indonesia
menjadi lebih jelas. Bila setiap satuan pendidikan telah dapat mencapai atau melebihi standar nasional
pendidikan tersebut, maka kualitas satuan pendidikan tersebut dapat dinyatakan tinggi. Berbagai
kebijakan yang mendorong peningkatan kualitas pendidikan telah ditetapkan dan diimplementasikan,
dengan harapan kualitas pendidikan dapat berangsur-angsur meningkat pada gradasi yang tinggi.
Berkenaan dengan hal tersebut, maka pada kesempatan ini akan dievaluasi bagaimana trend
perkembangan kualitas pendidikan di Indonesia, sebagai akibat adanya kebijakan-kebijakan tersebut.
Karena SNP telah ditetapkan pada tahun 2005 dan telah diimplementasikan, maka evaluasi kualitas
pendidikan akan didasarkan pada SNP. Dewasa ini mutu bukan hanya menjadi masalah dan kepedulian
dalam bidang bisnis, melainkan juga di bidang-bidang lainnya. Seperti pemerintahan, pelayanan sosial,
pendidikan bahkan bidang keamanan dan ketertiban (Nana Syaodih, dkk 2006) Goetsch and Davis (2006)
memberikan definisi tentang kualitas adalah sebagai berikut. “Quality is dynamic state associate with
product, service, people, process, and environments that metts or exceeds expectations”. Kualitas
merupakan pernyataan yang dinamis yang terkait dengan produk, pelayanan, orang, proses dan
lingkungan yang dapat memenuhi atau melebihi yang diharapkan. Selanjutnya Ishikawa (2006)
mendefinisikan kualitas sebagai berikut. (a) quality and customer satisfaction are the same things and
(b) quality is a broad concept that goes beyond just product quality to also include the quality of people,
processes, and every other aspect of the organization. Artinya kualitas memiliki dua dimensi yaitu: ( a)
kualitas dan kepuasan pelanggan merupakan hal yang sama, karena bila pelanggan mendapatkan
kualitas barang atau jasa, maka akan memperoleh kepuasan. (b) Kualitas merupakan konsep yang luas
yang bukan hanya kualitas produk, tetapi juga kualitas orang, proses kerja, dan setiap aspek dari
organisasi. Peraturan No 19 tahun 2005 tersebut dinyatakan bahwa, Standar nasional pendidikan
memuat kriteria minimal tentang komponen pendidikan yang memungkinkan setiap jenjang dan jalur
pendidikan untuk mengembangkan pendidikan secara optimal sesuai dengan karakteristik dan kekhasan
programnya. Standar nasional pendidikan tinggi diatur seminimal mungkin untuk memberikan
keleluasaan kepada masing-masing satuan pendidikan pada jenjang pendidikan tinggi dalam
mengembangkan mutu layanan pendidikannya sesuai dengan program studi dan keahlian dalam
kerangka otonomi perguruan tinggi. Demikian juga standar nasional pendidikan untuk jalur pendidikan
nonformal hanya mengatur hal-hal pokok dengan maksud memberikan keleluasaan kepada masing-
masing satuan pendidikan pada jalur pendidikan nonformal yang memiliki karakteristik tidak terstruktur
untuk mengembangkan programnya sesuai dengan kebutuhan masyarakat.Penyelenggaraan pendidikan
jalur informal yang sepenuhnya menjadi kewenangan keluarga dan masyarakat didorong dan diberikan
keleluasaan dalam mengembangkan program pendidikannya sesuai dengan kebutuhan keluarga dan
masyarakat. Oleh karena itu, standar nasional pendidikan pada jalur pendidikan informal hanya
mengatur hal-hal yang berkaitan dengan pengakuan kompetensi peserta didik saja. Sebagaimana
tertuang dalam PP 19 Tahun 2005 terdapat Delapan Standar Nasional Pendidikan sebagaimana tertuang
dalam Pasal 2 Ayat (1), yaitu meliputi, standar kompetensi lulusan, standar isi, standar proses, standar
pendidikan dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar
pembiayaan dan standar penilaian. Pengertian masing-masing standar adalah sebagai berikut. Delapan
Standar Nasional Pendidikan tersebut dalam penelitian ini selanjutnya dijadikan dimensi variabel trend
kualitas pendidikan.
Pendidikan adalah hal terpenting bagi setiap negara untuk dapat berkembang pesat. Negara yang hebat
akan menempatkan pendidikan sebagai prioritas pertamanya, karena dengan pendidikan, kemiskinan
pada rakyat di negara tersebut akan dapat tergantikan menjadi kesejahteraan. Bagaimanapun, dalam
perkembangannya, pendidikan di Indonesia senantiasa harus menghadapi beberapa masalah di setiap
tahapnya. Masalah masalah tersebut hanya dapat diselesaikan dengan partisipasi dari semua pihak yang
terkait di dalam sistem pendidikan, seperti orangtua, guru-guru, kepala sekolah, masyarakat, dan juga
peserta didik itu sendiri. Pada fase input, orangtua memiliki kontribusi besar dalam memperkenalkan
nilai-nilai baik kepada anak-anak mereka. Orangtua bertanggung jawab penuh untuk mendidik anak-
anak mereka dengan nilai-nilai kepemimpinan, sehingga mereka mempunyai bekal yang cukup untuk
menjadi cikal bakal pemimpin ketika mereka mulai memasuki institusi formal, seperti sekolah. Pada fase
proses, orangtua bekerjasama dengan para guru dan kepala sekolah untuk memberikan penguatan
kepada peserta didik dalam menerapkan nilai-nilai kepempinan yang baik melalui budaya organisasi di
sekolah. Terakhir, pada tahap output, peserta didik harus menghadapi begitu banyak tantangan di dunia
nyata, di luar sekolah. Peserta didik yang sudah melalui tahap-tahap sebelumnya di sekolah dengan
budaya organisasi yang mengajarkan dan membiasakan nilai-nilai baik dalam hidupnya, maka akan
tumbuh menjadi pemimpin yang hebat untuk negara ini.

Demikian pentingnya masalah fungsi komunikasi antara guru dan siswa


dalam proses belajar mengajar yang akan menghasilkan kualitas
pendidikan yang baik
Studi kepustakaan

https://publikasiilmiah.ums.ac.id/handle/11617/10206

https://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/JIIS/article/view/18778

https://journal.lppmunindra.ac.id/index.php/Formatif/article/view/105/101

http://journal.iaincurup.ac.id/index.php/JSMPI/article/view/295

http://www.ejournal.ihdn.ac.id/index.php/JPM/article/view/71

https://publikasiilmiah.ums.ac.id/xmlui/handle/11617/10206

https://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/edukasi/article/view/971

https://jurnal.untirta.ac.id/index.php/psnp/article/view/5655
MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN INDONESIA MELALUI PENINGKATAN KUALITAS PERSONAL,
PROFESIONAL, DAN STRATEGI REKRUTMEN GURU

https://ejournal.iaiig.ac.id/index.php/TWD/article/view/225

https://journal.uny.ac.id/index.php/jamp/article/view/8197

http://ejournal.sps.upi.edu/index.php/educationist/article/view/35

https://journal.uny.ac.id/index.php/cope/article/view/3005

http://ejournal.ihdn.ac.id/index.php/JPM/article/view/59

http://ejournal.kopertais4.or.id/tapalkuda/index.php/pwahana/article/view/2688/1972

http://jurnaltarbiyah.uinsu.ac.id/index.php/tarbiyah/article/view/378

Mutu merupakan sesuatu yang dianggap suatu bagian penting, karena pada dasarnya mutu
menunjukkan kelebihan suatu produk jika dibandingkan dengan produk lainnya. Peningkatan mutu
adalah usaha dari setiap lembaga-lembaga penghasil produk barang tetapi juga produk jasa. Demikian
halnya dalam pendidikan mutu merupakan bagian penting untuk diperhatikan.

Pendidikan di Indonesia masih meongutamakan “nilai”, bukan


seberapa banyak “ilmu” yang diperoleh dan dipahami
Jurnal Formatif 2(3): 227-234 ISSN: 2088-351X Priarti Megawanti – Meretas Permasalahan Pendidikan di
Indonesia
Berpikir merupakan aktivitas yang melibatkan proses memanipulasi dan merubah informasi yang ada
dalam ingatan. Pada saat berpikir, kita berpikir untuk membentuk suatu konsep, pertimbangan, berpikir
kritis, membuat keputusan, berpikir kreatif dan memecahkan masalah. Menurut R.Ennis dalam Nitko
dan Brookhart (2011:232): .....Critical thinking is reasonable, reflective thinking that is focused on
deciding what to belief or do... Berpikir kritis bersifat reasonable dan berpikir reflektif yang difokuskan
pada memutuskan apa yang harus dipercayai dan apa yang harus dilakukan. Artinya ketika
menggunakan berpikir kritis akan dapat memutuskan dengan tepat apa yang seharusnya dipercayai dan
apa yang harus dilakukan. Berpikir kritis merupakan proses intelektual dan penuh konsep akan
keterampilan yaitu (1) mengaplikasikan; (2) menganalisa; (3) mensintesa; (4) mengevaluasi darimana
suatu informasi diperoleh; (5) atau men-generalisasi hasil dari proses observasi, pengalaman, refleksi,
penalaran, atau komunikasi sebagai dasar untuk dipercaya dan apa

https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/ujbe/article/view/1498

Secara teoritis, model pembelajaran


problem solving
terbukti dapat meningkatkan
kemampuan berpikir kritis siswa, seperti
pendapat Sadia (2008) bahwa kemampuan
berpikir kritis siswa dapat dikembangkan karena
kebiasaan berpikir melalui penerapan model
-
model pembelajaran konstruktivisme, seperti
problem solvin
g
.
Hasil penelitian kemampuan
berpikir kritis siswa (Tabel 1) menunjukkan
bahwa persentase tes kemampuan berpikir kritis
siswa kelas eksperimen lebih tinggi daripada
kelas kontrol. Hal ini dikarenakan
p
roblem solving
dapat
menciptakan
suasana belajar mengajar
yang
lebih efektif
dalam memberikan pengaruh
pada
kemampuan
berpikir
kritis
siswa
.
P
embelajaran model
problem solving
adalah suatu
penyajian
materi
pelajaran
dengan
menghadapkan siswa kepada persoalan yang
harus dipecahkan atau di
selesaikan untuk
mencapai tujuan pembelajaran
.
Hal ini sesuai
dengan pendapat Darmawan (2010) yang
menyatakan bahwa
problem solving
dapat
meningkatkan kemampuan berpikir kritis yang
sangat berarti, siswa menjadi lebih kritis, baik itu
dalam
mengeluarkan
p
endapat,
bertanya,
mengidentifikasi,
maupun
memecahkan
masalah yang ada.
Kemampu
an Berpikir
Kritis
Kelas
P
er
sentase
Nilai Tes
Kemampuan
Berpikir Kritis
(%)
Kriteria
Pre
-
test
Eksperi
men
61,87
Kurang
kritis
Kontrol
59,63
Kurang
kritis
Post
-
test
Eksperi
men
76,04
Kritis
Kontrol
68,52
Kritis
ada empat penyebab rendahnya kompetensi guru: 1. Cara pandang guru tentang profesinya. Sebagus apapun
kurikulum yang digunakan, namun jika cara pandang guru khususnya tentang peningkatan kualitas diri tidak
berubah maka akan sia-sia (Yunus 2018). Banyak guru di Indonesia yang menghayati pekerjaanya sebagai lapangan
kerja untuk mencari uang, yang sebenarnya jumlah uangnya kecil. Belum banyak guru yang sungguh menaruh
perhatian kepada kemajuan dan kebaikan siswa secara penuh (Suparno 2004). Mereka mengerjakan proyek dimana-
mana untuk mencari tambahan uang. Beberapa guru bahkan mengajar di beberapa sekolah, sehingga tidak sempat
menyiapkan pembelajarannya secara sungguh-sungguh karena terlalu banyak bekerja. Akibat kurangnya
penghayatan akan peran guru ini tentu akan berpengaruh terhadap hasil pembelajaran yang dicapai siswa. 2.
Kualifikasi guru yang belum setara sarjana. Berita harian Kompas (2009) mencatat masih banyak guru di Indonesia
yang tidak layak menjadi guru profesional. Ketidaklayakan ini dikarenakan pendidikan guru tidak memenuhi syarat.
Guru yang tidak layak ini sebagian besar justru guru di tingkat Taman Kanak-Kanak (TK) dan Sekolah Dasar.
Berdasarkan data Depdiknas, di tingkat SD 77, 85 % yang tak layak menjadi guru. Di tingkat Sekolah Menengah
Pertama (SMP) sekitar 28,33 % guru tak layak mengajar, di Sekolah Menengah Atas (SMA) sekitar 15,25%, serta di
Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) sekitar 23, 04 % (Kompas 2009). Konsekuensinya, standar keilmuan yang
dimiliki guru menjadi tidak memadai untuk mengajarkan bidang studi yang menjadi tugasnya. Bahkan tidak sedikit
guru yang sarjana, namun tidak berlatar belakang sarjana pendidikan sehingga ―bermasalah‖ dalam aspek
pedagogik (Suparno 2004) 3. Program peningkatan keprofesian dan penelitian guru yang rendah Banyak guru yang
―tidak mau‖ mengembangkan diri untuk menambah pengetahuan dan pengetahuan dan kompetensi dalam
mengajar. Guru tidak mau menulis, tidak mau membuat publikasi ilmiah, atau tidak inovatif dalam kegiatan belajar.
Guru merasa sudah cukup hanya mengajar (Yunus 2017). Hal tersebut juga disampaikan oleh Suparno (2004) yaitu
bahwa banyak guru di Indonesia mudah puas, selalu mempertahankan status quo, tidak mau berubah. Ingin
mengajar seperti dulu-dulu saja tanpa perkembangan. Akibatnya setelah selesai pembelajaran, bahanya sudah
terbelakang. Kejadian seperti ini banyak kita jumpai, misalnya banyak guru ikut seminar atau lokakarya yang
menghabiskan biaya tinggi, setelah kembali ke sekolahnya, tetap berlaku sama seperti sebelum lokakarya. Banyak
lokakarya dan seminar yang ternyata kurang dapat membantu guru merubah paradigma mengajar mereka. Lebih
lanjut Suparno (2004) menyebut bahwa guru seringkali melakukan tugas sebagai tukang. Mereka mengajar harus
persis dengan apa yang telah mereka pelajari di kuliah, tanpa menyesuaikan dengan situasi anak didik. Mereka sulit
menerima usulan anak didik yang berbeda dengan yang mereka ketahui dan persiapkan. Guru seperti ini sering
dirasakan anak didik sebagai guru yang membelenggu mereka. 4. Rekrutmen guru yang belum efektif. Kita harus
mengakui bahwa untuk menjadi guru di negara Indonesia sangatlah mudah. Asal memiliki ijasah S1 FKIP bisa
melamar dan mengajar dimana saja. Apalagi jika sekolah terdesak oleh kebutuhan guru, bisa asal terima saja tanpa
mempertimbangkan kemampuan guru tersebut terutama dalam memberikan kegiatan pembelajaran yang bermutu.
Belum lagi jika rekrutmen tersebut memprioritaskan hubungan kekerabatan atau ―titipan‖ bukan seleksi mutu,
rekam jejak, atau prestasinya. Bila dahulu membayangkan bahwa guru adalah insan intelektual dan jenius, sekarang
jauh dari hal tersebut (Yunus 2004) (sri utami)

Anda mungkin juga menyukai