Anda di halaman 1dari 16

Plagiarism Checker X Originality Report

Similarity Found: 29%

Date: Tuesday, October 25, 2022


Statistics: 1316 words Plagiarized / 4581 Total words
Remarks: Medium Plagiarism Detected - Your Document needs Selective Improvement.
-------------------------------------------------------------------------------------------

UPAYA PEMERATAAN PENDIDIKAN DI INDONESIA Rama Ardiansyah1 1Program Studi


Manajemen Pendidikan Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam
Negeri Raden Fatah Palembang E-mail: ardiansyahrama0812@gmail.com ABSTRACT The
government has an obligation to realize citizens' rights to education to determine the
future quality of life of the nation. Education is a strong foundation that is needed to
achieve the progress of the nation and is needed in every process as a preventive step in
dealing with the times that are of concern, especially how to provide such access.

The causes of the low quality of education in Indonesia include problems of


effectiveness, efficiency, and standardization of education. Monetary or financial factors
cause factors that affect this inequality because the Government does as an effort to
equalize education in Indonesia through education programs such as the zoning system,
Smart Indonesia Card (KIP), Curriculum Innovation, and Use of the State Budget.
Keywords: education, equal distribution of education, efforts to equalize education
ABSTRAK Pemerintah memiliki kewajiban untuk mewujudkan hak warga negara atas
pendidikan guna menentukan kualitas hidup bangsa di masa depan.

Pendidikan merupakan pondasi yang kuat yang diperlukan untuk mencapai kemajuan
bangsa dan diperlukan dalam setiap prosesnya sebagai langkah preventif dalam
menghadapi perkembangan zaman yang menjadi perhatian khususnya bagaimana
memberikan akses tersebut. Penyebab rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia
antara lain masalah efektivitas, efisiensi dan standardisasi pendidikan. Faktor yang
mempengaruhi ketidakmerataan ini disebabkan oleh faktor moneter atau finansial. Oleh
karena yang dilakukan Pemerintah sebagai upaya pemerataan pendidikan di Indonesia
melalui program pendidikan seperti sistem zonasi, Kartu Indonesia Pintar (KIP), Inovasi
Kurikulum, Penggunaan APBN.
Kata Kunci: pendidikan, pemerataan pendidikan, upaya pemerataan pendidikan
PENDAHULUAN Pendidikan merupakan bagian integral dari pembangunan. Proses
pembentukan tidak dapat dipisahkan dari proses pembangunan itu sendiri.
Kelangsungan hidup dan kemajuan suatu bangsa, terutama negara berkembang, sangat
bergantung pada pendidikannya. Hal ini membuat peran pendidikan begitu penting
bagi semua negara. Sebagai warga negara Indonesia, menurut UUD 1945, pendidikan
adalah hak setiap bangsa. Pemerintah memiliki kewajiban untuk mewujudkan hak warga
negara atas pendidikan guna menentukan kualitas hidup bangsa di masa depan.

Pendidikan merupakan pondasi yang kuat yang diperlukan untuk mencapai kemajuan
bangsa dan diperlukan dalam setiap prosesnya sebagai langkah preventif dalam
menghadapi perkembangan zaman yang menjadi perhatian khususnya bagaimana
memberikan akses tersebut. Akses yang sama terhadap pendidikan memiliki dua
dimensi yang perlu diperhatikan. Yaitu kesetaraan kesempatan pendidikan – akses ke
pendidikan yang menguntungkan semua penduduk usia sekolah. Kedua, pemerataan
akses pendidikan di masyarakat, yaitu pemerataan pendidikan antar suku, agama, dan
golongan.

Dalam menegakkan pemerataan pendidikan, kita menemukan bahwa sekolah-sekolah di


kota- kota besar memiliki sarana dan prasarana pendidikan yang sangat maju,
sedangkan desa dan daerah terpencil mengandalkan sarana dan prasarana ad hoc.
Sarana dan prasarana merupakan salah satu sumber daya terpenting yang menunjang
proses pembelajaran di sekolah, dan pengelolaan sarana dan prasarana sekolah yang
baik dapat meningkatkan mutu pendidikan. Faktanya, masalah ini tidak hanya di desa,
tetapi juga di perkotaan, di mana sistem pendidikan tidak merata. Adanya masalah
tersebut perlu adanya peningkatan cakupan pendidikan, terutama bagi masyarakat yang
kurang mampu dan terpencil.

Meskipun program pemerintah terus mengalami kemajuan sejak pemerataan program


pendidikan dasar dimulai pada tahun 1884, pada tahun 1994 program wajib belajar
sembilan tahun diperkenalkan, lanjutan dari program wajib belajar enam
tahun.Penawaran Program Beasiswa Selanjutnya. Salah satunya adalah partisipasi
masyarakat yang dibiayai oleh Gerakan Nasional Asuh, dilanjutkan dengan Dana
Bantuan Operasional Sekolah (BOS), dll. Orang tua asuh, kemudian masuk ke dana
bantuan operasional sekolah (BOS). Maka dari itu, perlu adanya kaji “Upemerendidian di
Ind METODE Metode yang digunakan dalam artikel ini adalah metode kualitatif induktif.
Pendekatan ini menggunakan metode kualitatif yang menitikberatkan pada penelitian
kepustakaan atau library research.
Tujuan artikel ini adalah untuk mengkaji data melalui buku-buku referensi dan jurnal
penelitian serta sekaligus melakukan analisis. Sumber data berasal dari referensi dari
buku, jurnal, dan penelitian terkait. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah
studi kepustakaan, studi buku ahli, dan jurnal ilmiah yang relevan. Menurut metode dan
teknik yang digunakan dalam penelitian ini, sebagai berikut. 1. Data yang diperoleh
akan dianalisis pada langkah-langkah berikut. dari sumber datanya. 2. Penyajian data
berupa penyajian sekumpulan informasi yang terstruktur untuk memberikan
kesempatan menarik kesimpulan. 3.

Untuk menarik kesimpulan atau mengkaji data penelitian. Analisis data dilakukan
dengan mencari, mengumpulkan dan membandingkan secara kualitatif berbagai
wawasan yang diperoleh. Temuan penelitian ini dilakukan secara komprehensif dan
berkaitan dengan berbagai konsep dan studi literatur yang relevan. Diharapkan hasil
penelitian ini dapat mendemonstrasikan dan mengenali berbagai upaya pemerataan
pendidikan di Indonesia. TINJAUAN PUSTAKA Pendidikan Pendidikan adalah usaha
sadar untuk menciptakan lingkungan dan proses belajar bagi peserta didik untuk secara
aktif mengembangkan kekuatan mental keagamaan, kedisiplinan diri, budi pekerti,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan bagi dirinya dan
masyarakat, serta upaya yang terencana. (Rizki, 2013).

Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional (selanjutnya ditulis UU Sisdiknas) menyatakan: “ Pendidikan adalah usaha sadar
dan sengaja untuk menciptakan lingkungan dan proses belajar yang memungkinkan
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memperoleh kekuatan
agama, disiplin diri, akhlak, kecerdasan, akhlak mulia, dan kompetensi yang dibutuhkan
oleh masyarakat, bangsa, dan negara ”. Dalam pengertian yang lebih sederhana dan
lebih umum, pendidikan adalah usaha manusia untuk mengembangkan dan
mengembangkan potensi bawaan seseorang, lahir dan batin, sesuai dengan nilai-nilai
yang ada dalam masyarakat dan budaya.

Pendidikan yang baik bagi kehidupan manusia merupakan kebutuhan mutlak yang
harus dipenuhi sepanjang hayat. Tanpa pendidikan, mutlak tidak mungkin suatu
kelompok masyarakat dapat hidup dan berkembang sesuai dengan cita-cita (cita-
citanya) agar dapat maju, sejahtera, dan bahagia konsep hidupnya. Secara umum, tujuan
pendidikan adalah untuk meningkatkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Secara
khusus, tujuan pendiidkan (Hakim, 2016) adalah untuk: 1. Meningkatkan keterlibatan,
kualitas, keahlian dan keterampilan 2. Menciptakan kesamaan pikiran.

3. Penciptaan dan pengembangan metode identifikasi yang lebih baik. 4.


Pengembangan masyarakat. Misi pendidikan mendukung pembangunan nasional dalam
arti yang seluas- luasnya, yaitu menghasilkan tenaga pembangunan yang terampil dan
menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi dalam menjawab kebutuhan
pembangunan, sedangkan proses pendidikan pada hakekatnya adalah proses
pemberdayaan, suatu proses yang mengungkapkan potensi manusia untuk eksis
sebagai individu yang dapat berkontribusi dalam pemberdayaan masyarakat dan
bangsanya.

Penyebab Rendahnya Pendidikan Sebagai sebuah sistem, permasalahan yang muncul


dalam sistem pendidikan dipengaruhi oleh faktor-faktor yang membentuk sistem
pendidikan itu sendiri. Faktor- faktor tersebut adalah guru, siswa, kurikulum, metode,
sarana dan prasarana, dan bahan ajar. Faktor eksternal seperti tuntutan masyarakat dan
pengambil kebijakan pendidikan formal (mulai dari rumusan GBHN hingga arahan
teknis pelaksanaan kurikulum) juga turut berperan dalam munculnya permasalahan di
atas (Lestari, 2020).

Penyebab rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia antara lain masalah efektivitas,


efisiensi dan standardisasi pendidikan. Hal ini masih menjadi masalah dalam pendidikan
Indonesia pada umumnya. Isu-isu khusus dalam pendidikan (Rizki, 2013) meliputi
kesenjangan antara institusi perkotaan dan pedesaan, loyalitas dan pengabdian guru
rendah, prestasi siswa rendah, prevalensi peristiwa yang melibatkan siswa, kebutuhan
pendidikan dan relevansi rendah, dan biaya pendidikan yang tinggi. Masalah paradigma
pendidikan, yang berkaitan dengan penyelenggaraan pendidikan, (Al-Jawi, 2006)
sebagai berikut. 1.

Rendahnya Kualitas Sarana Fisik Sebagai contoh, banyak sekolah dan perguruan tinggi
kita yang mengalami kerusakan gedung, kepemilikan dan pemanfaatan media
pembelajaran yang rendah, dan buku perpustakaan yang tidak lengkap. Laboratorium
tidak standar, tetapi penggunaan teknologi informasi tidak tepat. Bahkan masih banyak
sekolah yang belum memiliki gedung, perpustakaan, laboratorium, dan lain-lain. 2.
Rendahnya Kualitas Guru Keadaan guru di Indonesia juga amat memprihatinkan.
Sebagian besar guru memiliki profesionalisme yang memadai untuk memenuhi
kewajibannya berdasarkan Pasal 39 UU No 20/2003, yaitu perencanaan pembelajaran,
pengajaran, evaluasi hasil belajar, pendampingan, pelatihan, penelitian dan pengabdian
kepada masyarakat, saya belum memilikinya. Selain itu, beberapa guru di Indonesia
telah dinyatakan tidak memenuhi syarat untuk mengajar.

Berikut persentase guru menurut kualifikasi guru di berbagai satuan pengajaran dari
tahun 2002 hingga 2003: 21,07% (nasional) dan 28,94% (swasta) di sekolah dasar di
mana orang hanya memenuhi syarat untuk mengajar, 54,12% (nasional) dan 60, 99%
(swasta) di Realschule, 65,29% (umum) dan 64,73% (umum) di SMA swasta), 55,49%
(negeri) dan 58,26% (swasta) untuk SMK yang memiliki izin mengajar. Kelayakan
mengajar jelas berkaitan dengan tingkat pendidikan guru itu sendiri. Data Departemen
Riset dan Pengembangan Depdiknas (1998) menunjukkan bahwa hanya 13,8% dari
sekitar 1,2 juta guru SD/MI yang berpendidikan diploma D2 atau lebih tinggi. Selain itu,
dari sekitar 680.000 guru SMP/MTs, hanya 38,8% yang berpendidikan diploma D3 atau
lebih tinggi. Di tingkat sekolah menengah, hanya 57,8% dari 337.503 guru yang memiliki
gelar sarjana atau lebih tinggi. Di tingkat universitas, hanya 18,86% dari 181.544 dosen
yang bergelar master atau lebih (3,48 mahasiswa PhD).

Guru dan pelatih bukan satu-satunya penentu keberhasilan pendidikan, tetapi karena
pendidikan adalah pusat pendidikan dan kualifikasi, guru, sebagai cermin kualitas,
memberikan kontribusi yang signifikan terhadap kualitas pendidikan yang bertanggung
jawab. Rendahnya kualitas guru dan dosen juga dipengaruhi oleh rendahnya tingkat
kepedulian guru. 3. Rendahnya Kesejahteraan Guru Rendahnya kesejahteraan guru
mempunyai peran dalam membuat rendahnya kualitas pendidikan Indonesia.
Berdasarkan survei FGII (Federasi Guru Independen Indonesia) pada pertengahan tahun
2005, idealnya seorang guru menerima gaji bulanan serbesar Rp 3 juta rupiah. Sekarang,
pendapatan rata-rata guru PNS per bulan sebesar Rp 1,5 juta.

guru bantu Rp, 460 ribu, dan guru honorer di sekolah swasta rata-rata Rp 10 ribu per
jam. Dengan pendapatan seperti itu, terang saja, banyak guru terpaksa melakukan
pekerjaan sampingan. Ada yang mengajar lagi di sekolah lain, memberi les pada sore
hari, menjadi tukang ojek, pedagang mie rebus, pedagang buku/LKS, pedagang pulsa
ponsel, dan sebagainya (Republika, 13 Juli, 2005). Dengan adanya UU Guru dan Dosen,
barangkali kesejahteraan guru dan dosen (PNS) agak lumayan. Pasal 10 UU itu sudah
memberikan jaminan kelayakan hidup.

Pasal ini menyatakan bahwa guru dan instruktur memperoleh penghasilan yang wajar
dan layak, termasuk gaji pokok, gaji tambahan, tunjangan profesi dan/atau khusus, serta
penghasilan lain yang berkaitan dengan tugasnya. Orang-orang yang telah ditunjuk
sebagai daerah khusus oleh pemerintah kota juga dapat pindah ke perumahan umum.
Namun, kesenjangan kebahagiaan antara guru swasta dan negeri telah muncul sebagai
masalah lain. Di lingkungan pendidikan swasta, masih sulit untuk membawa masalah
kesejahteraan ke tingkat yang ideal..

Diberitakan Pikiran Rakyat 9 Januari 2006, sebanyak 70 persen dari 403 PTS di Jawa
Barat dan Banten tidak sanggup untuk menyesuaikan kesejahteraan dosen sesuai
dengan amanat UU Guru dan Dosen (Pikiran Rakyat 9 Januari 2006). 4. Rendahnya
Prestasi Siswa Dalam keadaan seperti ini (kualitas fisik yang buruk, kualitas guru, dan
kesejahteraan guru), kinerja siswa menjadi tidak memuaskan. Sebagai contoh, prestasi
siswa Indonesia dalam bidang fisika dan matematika sangat rendah di dunia
internasional.

Menurut Trends in Mathematic and Science Study (TIMSS) 2003 (2004), siswa Indonesia
hanya berada di ranking ke-35 dari 44 negara dalam hal prestasi matematika dan di
ranking ke-37 dari 44 negara dalam hal prestasi sains. Dalam hal ini prestasi siswa kita
jauh di bawah siswa Malaysia dan Singapura sebagai negara tetangga yang terdekat.
Dalam hal prestasi, 15 September 2004 lalu United Nations for Development
Programme (UNDP) juga telah mengumumkan hasil studi tentang kualitas manusia
secara serentak di seluruh dunia melalui laporannya yang berjudul Human Development
Report 2004.

Dalam laporan tahunan ini, Indonesia hanya menempati urutan ke-111 dari 177 negara.
Dibandingkan dengan negara tetangga, Indonesia jauh tertinggal. Dalam skala
internasional, menurut Laporan Bank Dunia (Greaney,1992), studi IEA (Internasional
Association for the Evaluation of Educational Achievement) di Asia Timur menunjukan
bahwa keterampilan membaca siswa kelas IV SD berada pada peringkat terendah. Rata-
rata skor tes membaca untuk siswa SD: 75,5 (Hongkong), 74,0 (Singapura), 65,1
(Thailand), 52,6 (Filipina), dan 51,7 (Indonesia). Anak-anak di Indonesia baru menguasai
30.000 bacaan dan sangat sulit menjawab pertanyaan deskriptif yang membutuhkan
penalaran. Ini mungkin karena kita sudah terbiasa menghafal dan mengerjakan soal
pilihan ganda.

Menurut hasil survei The Third International Mathematical and Science Study- Repeat
(TIMSS), 1999 (IEA, 1999), di antara 38 negara peserta, siswa SMP Indonesia menduduki
peringkat 32 sains dan 32 matematika. Di dunia pendidikan tinggi, dari 77 perguruan
tinggi yang disurvei di kawasan Asia-Pasifik, empat besar perguruan tinggi Indonesia
hanya menempati peringkat 61, 68, 73 dan 75 menurut Asia Week. 5. Kurangnya
Pemerataan Kesempatan Pendidikan Kesempatan untuk mengenyam pendidikan tingkat
sekolah dasar masih terbatas.

Data Balitbang Departemen Pendidikan Nasional dan Direktorat Jenderal Binbaga


Departemen Agama tahun 2000 menunjukan Angka Partisipasi Murni (APM) untuk anak
usia SD pada tahun 1999 mencapai 94,4% (28,3 juta siswa). Pencapaian APM ini
termasuk kategori tinggi. Angka Partisipasi Murni Pendidikan di SLTP masih rendah yaitu
54, 8% (9,4 juta siswa). Di sisi lain, peluang pendidikan anak usia dini masih sangat
terbatas. Kurangnya perkembangan pada usia dini tentu menghambat perkembangan
manusia secara keseluruhan. Oleh karena itu diperlukan kebijakan dan strategi
pemerataan pendidikan yang tepat untuk mengatasi masalah ketidakmerataan tersebut
3.6.
Rendahnya relevansi pendidikan dengan kebutuhan tersebut terlihat dari banyaknya
lulusan yang menganggur. Data BAPPENAS (1996) yang dikumpulkan sejak tahun 1990
menunjukan angka pengangguran terbuka yang dihadapi oleh lulusan SMU sebesar
25,47%, Diploma/S0 sebesar 27,5% dan PT sebesar 36,6%, sedangkan pada periode
yang sama pertumbuhan kesempatan kerja cukup tinggi untuk masing-masing tingkat
pendidikan yaitu 13,4%, 14,21%, dan 15,07%.

Menurut Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pendidikan Nasional pada


tahun 1999, sekitar 3 juta anak putus sekolah setiap tahun dan tidak mampu, yang
menyebabkan masalah pekerjaan. Ketidaksesuaian antara hasil pendidikan dengan
kebutuhan dunia kerja disebabkan kurikulum yang kurang memiliki materi praktis
tentang keterampilan yang dibutuhkan untuk memasuki dunia kerja. 6. Mahalnya Biaya
Pendidikan Pendidikan yang baik membutuhkan biaya. Ungkapan ini seringkali
dipandang sebagai pembenaran atas mahalnya biaya yang harus ditanggung
masyarakat untuk mendapatkan pendidikan, sehingga masyarakat terpaksa harus
bersekolah.

Orang miskin tidak bisa sekolah. Orang miskin tidak boleh sekolah. Untuk masuk TK dan
SDN saja saat ini dibutuhkan biaya Rp 500.000 sampai Rp 1.000.000. Bahkan ada yang
memungut di atas Rp 1 juta. Masuk SLTP/SLTA bisa mencapai Rp 1 juta sampai Rp 5
juta. Mahalnya biaya pendidikan saat ini tidak lepas dari kebijakan pemerintah yang
menerapkan MBS (Manajemen Berbasis Sekolah). Bahkan, MBS Indonesia dimaknai
sebagai upaya penggalangan dana. Oleh karena itu, pengurus MBS, Dewan
Pendidikan/Dewan Pendidikan, harus selalu memiliki unsur kewirausahaan. Premisnya
adalah pengusaha memiliki akses permodalan yang lebih luas.

Akibatnya, setelah pembentukan dewan sekolah, semua biaya selalu berkedok


"sebagaimana ditentukan oleh dewan sekolah". Namun, pada tataran implementasi, hal
ini tidak transparan karena administrator dan dewan sekolah terpilih adalah orang-
orang yang dekat dengan kepala sekolah. Akibatnya, dewan sekolah hanya legitimasi
kebijakan kepala sekolah, dan MBS adalah legitimasi yang melepaskan negara dari
tanggung jawab atas masalah pendidikan penduduknya.

Keadaan ini diperparah dengan adanya Undang- Undang Badan Hukum Pendidikan
(RUU BHP). Jelas, perubahan status pendidikan dari kepemilikan publik menjadi badan
hukum memiliki implikasi ekonomi dan politik yang sangat besar. Perubahan status
memungkinkan pemerintah dengan mudah mengalihkan tanggung jawab mendidik
warga negara kepada pemilik badan hukum yang jumlahnya tidak diketahui. Perguruan
Tinggi Negeri juga diubah menjadi Badan Usaha Milik Negara (BHMN). Munculnya
BHMN dan MBS adalah beberapa contoh kebijakan pendidikan yang kontroversial.
BHMN sendiri berdampak pada melambungnya biaya pendidikan di beberapa
Perguruan Tinggi favorit.

Privatisasi atau semakin melemahnya peran negara dalam sektor pelayanan publik tak
lepas dari tekanan utang dan kebijakan untuk memastikan pembayaran utang. Utang
luar negeri Indonesia sebesar 35-40 persen dari APBN setiap tahunnya merupakan
faktor pendorong privatisasi pendidikan. Akibatnya, sektor yang menyerap pendanaan
besar Dari APBN 2005 hanya 5,82% yang dialokasikan untuk pendidikan. Bandingkan
dengan dana untuk membayar hutang yang menguras 25% belanja dalam APBN
(www.kau.or.id).

Rencana pemerintah untuk memprivatisasi pendidikan dibenarkan oleh sejumlah


peraturan, antara lain Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, Undang-Undang
Perusahaan Pendidikan, Rancangan Keputusan (RPP) tentang Pendidikan Dasar dan
Menengah, dan RPP tentang Wajib Belajar. Penguatan pada privatisasi pendidikan itu,
misalnya, terlihat dalam Pasal 53 (1) UU No 20/2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional (Sisdiknas). Dalam pasal itu disebutkan, penyelenggara dan/atau satuan
pendidikan formal yang didirikan oleh Pemerintah atau masyarakat berbentuk badan
hukum pendidikan.

Seperti halnya perusahaan, sekolah dibebaskan mencari modal untuk diinvestasikan


dalam operasional pendidikan. Koordinator LSM Education Network for Justice (ENJ),
Yanti Mukhtar (Republika, 10/5/2005) menilai bahwa dengan privatisasi pendidikan
berarti Pemerintah telah melegitimasi komersialisasi pendidikan dengan menyerahkan
tanggung jawab penyelenggaraan pendidikan ke pasar. Dengan demikian, sekolah
memiliki otonomi untuk mengatur sendiri biaya penyelenggaraan pendidikan. Tentu
saja, sekolah membebankan biaya yang setinggi-tingginya untuk meningkatkan dan
menjaga kualitas.

Akibatnya, akses masyarakat miskin terhadap pendidikan berkualitas terbatas dan


masyarakat semakin terbagi menjadi kaya dan miskin berdasarkan status sosial. Ekonom
Revrisond Bawsir mengatakan hal yang sama. Menurutnya, privatisasi pendidikan
merupakan agenda kapitalis global yang telah lama direncanakan oleh negara-negara
donor melalui Bank Dunia. Melalui Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan (RUU
BHP), pemerintah berencana memprivatisasi pendidikan. Semua satuan pendidikan
kemudian menjadi Satuan Hukum Pendidikan (BHP) dan harus mencari sumber
pendanaan sendiri. Ini berlaku untuk semua sekolah umum, dari sekolah dasar hingga
perguruan tinggi.
Beberapa PTN yang berubah status menjadi Badan Hukum Milik Negara (BHMN) telah
menjadi bencana bagi individu tertentu. Jika alasannya karena pendidikan berkualitas itu
mahal, maka argumen ini unik di Indonesia. Jerman, Prancis, Belanda, dan negara
berkembang lainnya memiliki banyak universitas yang bagus, tetapi dengan biaya kuliah
yang rendah. Bahkan, beberapa negara memiliki biaya pendidikan nol. Manajemen
Pendidikan Manajemen asal i “ manus ” berarti an” b mengolah, mengatur dan berbuat
sesuka hati, dengan menggunakan segala sumber daya yang ada.

Menurut Donnely Gibson dan Ivancevich (1971:4), manajemen adalah proses dimana
individu dan kelompok dikoordinasikan untuk mencapai tujuan bersama. Pendidikan
berasal dari bahasa Yunani educare ” beramembawakeluar tersimpan, untuk di tuntut
agar tumbuh dan berkembang. Dan dalam bahasa Arab dikenal dengan is ti“ tarbiyah ”,
al kata a - yarbuyang arti tumbuh. Menurut Ivan Illich, pendidikan adalah pengalaman
belajar sepanjang hayat dalam setting apapun. Dengan mudah dapat disimpulkan
bahwa manajemen pendidikan adalah bidang studi dan praktik yang berkaitan dengan
organisasi pendidikan.

Melalui kegiatan manajemen pendidikan ini diharapkan tujuan pendidikan dapat


terlaksana secara efektif dan efisien. Kamus Belanda-Indonesia Manajemen Pendidikan
menyebutkan bahwa istilah manajemen be rasal kata adnistyang aan (Fardiansyah et al.,
2022). Pemerataan Pendidikan Pemerataan dalam pendidikan mencakup dua aspek
penting, yaitu persamaan kesempatan untuk memperoleh pendidikan dan keadilan
dalam memperoleh pendidikan yang sama dalam masyarakat. Akses yang sama
terhadap pendidikan berarti bahwa semua penduduk usia sekolah memiliki akses ke
pendidikan, tetapi jika semua kelompok memiliki akses yang sama terhadap pendidikan,
akses terhadap pendidikan adalah adil.

Pendidikan yang sama penting dan seharusnya tidak hanya untuk akses pendidikan,
tetapi juga untuk diperlakukan sama setelah lulus agar mereka dapat dididik dan
berkembang secara akademis secara optimal (Risna et al., 2020) Pada tingkat pendidikan
formal formal pada umumnya, perluasan akses pendidikan dan peningkatan
pemerataan pendidikan masih menjadi isu utama. Dalam hal ini, anak yang
membutuhkan pengasuhan khusus (children with special needs) belum mendapatkan
pendidikan yang memadai, termasuk pendidikan dasar.

Anak-anak yang termasuk dalam kelompok ini adalah mereka yang memiliki potensi
fisik, emosional, mental, sosial dan/atau intelektual dan bakat khusus yang merupakan
kebijakan publik yang dilaksanakan oleh kedua pemerintah daerah. Perluasan dan
pemerataan pendidikan adalah sinonim yang artinya hampir sama. Perluasan
pendidikan menyoroti bagaimana pemerintah bermaksud menyediakan sarana dan
prasarana pendidikan, dan penyediaan sarana dan prasarana tersebut menjangkau
setiap pelosok nusantara dan pelosok.

Pendidikan yang setara berimplikasi pada upaya pemerintah untuk menjamin


pemerataan akses pendidikan bagi semua. Dengan kata lain, tidak ada perbedaan antara
kaya dan miskin, kota dan negara (Hakim, 2016) Faktor yang Mempengaruhi
Ketidakmerataan Pendidikan di Indonesia Faktor yang mempengaruhi ketidakmerataan
ini disebabkan oleh faktor moneter atau finansial. Semakin tinggi tingkat pendidikan
maka semakin tinggi pula biaya yang dikeluarkan oleh individu. Indonesia adalah negara
berkembang dan kebanyakan orang menjalani kehidupan di bawah standar.

Orang berpikir bahwa pergi ke sekolah jauh lebih penting daripada membuang-buang
uang. Selain itu, meskipun biaya pendidikan di Indonesia relatif tinggi dibandingkan
dengan negara lain, beberapa jenjang pendidikan dibebaskan dari biaya pendidikan.
Isu-isu ini termasuk keterbatasan kapasitas, kerusakan infrastruktur, kekurangan guru,
proses pembelajaran tradisional, dan keterbatasan anggaran. Ini juga merupakan faktor
yang mempengaruhi pendidikan bagi masyarakat miskin (Rizki, 2013). PEMBAHASAN
Sistem Zonasi Program zonasi memberi setiap siswa kesempatan untuk mengenyam
pendidikan di mana saja tanpa adanya batasan. Semua siswa menerima bagian biaya
mereka di mana pun mereka tinggal.

Tantangan berikutnya adalah bagaimana sekolah dapat bersaing untuk meningkatkan


kualitas sekolah staf lokal. Sekolah perlu mampu menghasilkan pembelajaran yang
kompetitif dan mengayomi agar tercipta lingkungan belajar yang baik (Safarah &
Wibowo, 2018). Program zonasi ini juga memberikan berbagai manfaat bagi siswa
(Risna et al., 2020) antara lain: 1. Dengan adanya kebijakan sekolah sistem zonasi ini,
memungkinkan siswa berangkat menggunakan sepeda dan tidak perlu mengeluarkan
biaya transportasi terlalu banyak.

Siswa juga diharapkan tidak datang terlambat ke sekolah karena dekat dengan rumah
dan terkena macet sehingga siswa masih fresh ketika menerima pelajaran. 2.
Menghemat waktu sehingga tidak lagi keteteran. Para orangtua dan juga siswa merasa
semakin mudah mendatangi sekolah karena tidak terlalu jauh dari sekolah sehingga
orangtua lebih mudah dalam mengontrol anak-anaknya ketika berada di sekolah. Siswa
siswi pun semakin aktif mengikuti berbagai ekstrakurikuler. 3.

Pemberlakuan kebijakan bersekolah di area tempat tinggal juga dipercaya dapat lebih
meningkatkan kualitas akademik dari siswa-siswi, hal ini dikarenakan oleh berkurangnya
intensitas gangguan dari lingkungan luar yang dipercaya sedikit banyak dapat
memberikan dampak negatif bagi akademik siswa. Dengan adanya penerapan sistem
zonasi ini dapat menyediakan ruang pengawasan bagi setiap orangtua kepada anaknya
pasca kegiatan kegiatan belajar mengajar di sekolat telah selesai. 4. Pemerintah pasti
akan memberikan pemerataan juga terhadap kualitas guru dan perbaikan sarana
prasarana. Sehingga nanti fasilitas sekolah akan sama.

Guru sekolah favorit akan dirotasi ke sekolah pinggiran, begitu juga untuk kepala
sekolah sehingga sekolah manapun sama saja. 5. Mampu meminimalkan adanya image
sekolah favorit karena kebijakan sekolah siszonasi ng untuk ghapuskan Kastanisasi ”
sekolah sehingga dapat mengubah sikap mental serta persepsi masyarakat mengenai
anggapan adanya sekolah favorit dan sekolah non favorit. KIP (Kartu Indonesia Pintar)
Pemberlakuan kebijakan Kartu Indonesia Pintar justru menciptakan siswa dari keluarga
kurang mampu dalam hal pembiayaan pendidikan.

Dengan Kartu Indonesia Pintar, siswa dapat berkembang dan jika uang sakunya menipis,
mereka dapat mengisi kembali uang sakunya untuk menutupi kekurangan perlengkapan
sekolah. Dana Kartu Indonesia Pintar bertujuan untuk mendanai pendidikan anak-anak
dari keluarga miskin dan kurang mampu, memastikan bahwa mereka bersekolah di
sekolah yang layak seperti anak-anak lainnya. Dana tersebut akan digunakan untuk
membeli seragam sekolah, alat tulis, uang saku, dan transportasi siswa dari dan ke
sekolah (Septiani, 2019) Inovasi Kurikulum Kurikulum pendidikan didefinisikan secara
sempit, mencakup program pendidikan dan perangkatnya sebagai pedoman
pelaksanaan dan pengajaran pendidikan di sekolah.

Oleh karenanya, kurikulum sekolah dianggap sebagai bagian integral dari proses belajar
mengajar di sekolah, dan kurikulum memainkan peran yang sama dengan elemen
pendidikan lainnya dalam reformasi pendidikan. Tanpa kurikulum, tanpa mengikuti
program-program di dalamnya, reformasi pendidikan tidak akan berjalan sesuai dengan
tujuannya sendiri. Oleh karena itu, perubahan reformasi pendidikan harus berbarengan
dengan perubahan kurikulum atau perubahan kurikulum yang diikuti dengan reformasi
pendidikan.

Untuk mendukung tercapainya pembentukan manusia Indonesia baru yang diinginkan,


disampaikan beberapa usulan perubahan yang pernah di sajikan dalam seminar
pendidikan (Lestari, 2020), meliputi: 1. Mengubah kebijakan pendidikan dan budaya oleh
Departemen Pendidikan Nasional bahwa pembangunan pendidikan bertujuan untuk
membentuk manusia Indonesia yang memiliki kepribadian yang kuat dan
pembangunannya secara menyeluruh sesuai dengan kepentingan pribadi, masyarakat,
dan bangsa, memiliki kecerdasan global dan daya saing global. 2.

Menanamkan proses belajar mengajar, khususnya pada jenjang pendidikan dasar seperti
sekolah dasar, dengan memberikan hak kepada anak untuk menjalani masa kanak-
kanak sesuai dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangannya. Anak- anak harus
didorong sejak dini untuk mengekspresikan diri secara kreatif, baik secara lisan maupun
tertulis, yang harus diukur dengan sifat perkembangan potensi manusia yang mungkin
tidak seragam karena perbedaan dalam Kualitas mungkin sama, tetapi
penampilan/kinerja mungkin berbeda. Inovasi dalam kurikulum dan jenis pembelajaran
digunakan untuk mengefektifkan pencapaian tujuan pendidikan, pemerintah perlu terus
melakukan berbagai reformasi dan perbaikan di bidang pendidikan dan kurikulum.

Berikut beberapa pembaruan (inovasi) yang telah dilakukan: 1. Implementasi Kurikulum


Sejak kemerdekaan Republik Indonesia pada tahun 2013, kurikulum Indonesia telah
dikembangkan secara terpusat sejak lama, terdiri dari kurikulum matriks sampai waktu
distribusi. K13 merupakan kurikulum operasional yang dirancang dan dilaksanakan oleh
setiap satuan pendidikan. Dilihat dari perubahan sistem manajemen kurikulum,
pengenalan K13 merupakan salah satu bentuk inovasi kurikulum di Indonesia. 2.
Pelaksanaan Sekolah Menengah Terbuka (SLTPT) SLTPT terbuka meliputi sekolah
menengah yang kegiatan pembelajarannya secara tradisional dilakukan terutama di luar
gedung sekolah dan di mana pendidikan telah dilakukan dengan menggunakan
berbagai media atas nama pendidik dan guru. Ini termasuk penggunaan paket
pembelajaran modular dan penggunaan media elektronik seperti radio. Open SLTPT
bertujuan untuk mendorong pemerataan pendidikan.

Secara khusus menargetkan lulusan sekolah dasar yang melanjutkan pendidikan tetapi
tidak dapat mencapai tujuannya karena faktor ekonomi, sosial atau geografis. 3.
Pembelajaran Modular Pembelajaran modular merupakan salah satu bentuk inovasi
pendidikan yang ada di Indonesia dan biasanya digunakan dalam berbagai kegiatan
pendidikan formal maupun informal. Yang perlu dicapai adalah metode pembelajaran,
mata rantai pembelajaran atau mata rantai kegiatan pembelajaran yang dilakukan siswa,
mulai dari materi pembelajaran hingga penilaian, pedoman yang digunakan untuk
menilai keberhasilannya.

Oleh karena itu siswa dapat belajar secara mandiri melalui modul (belajar mandiri) tanpa
bantuan guru. Penggunaan APBN Untuk mengikuti perkembangan dunia pendidikan,
baik dari segi kualitas pendidikan maupun alokasi anggaran dibandingkan negara lain,
UUD 1945 mengamanatkan bahwa dana pendidikan, selain gaji guru dan biaya
pendidikan masyarakat, paling sedikit 20% dari penerimaan negara. wajib
mendistribusikan. Anggaran Alokasi Sektor Pendidikan (APBN) dan minimal 20% dari
APBD.

Dengan semakin banyaknya alokasi anggaran pendidikan, diharapkan pembenahan


sistem pendidikan nasional terutama dengan memutakhirkan visi, misi dan strategi
pembangunan pendidikan nasional. Pendidikan Nasional memiliki visi untuk
mewujudkan sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa yang
memungkinkan seluruh rakyat Indonesia berkembang menjadi manusia yang
berkualitas. “Dinyatakan ahwaAngPkan anggapad fungsi pendidikan yang dianggarkan
melalui Kementerian Negara/Lembaga, alokasi anggaran pendidikan melalui transfer ke
daerah, dan alokasi anggaran pendidikan melalui pengeluaran pembiayaan, termasuk
gaji pendidik tetapi tidak termasuk anggaran pendidikan kedinasan, untuk membiayai
penyelenggaraan pendidikan yang menjadi tanggung jawab Pemerintah (pasal 1 butir
48).

Dengan demikian, jelaslah sudah penerima manfaat anggaran pendidikan 20% adalah
Pemerintah Pusat (19 K/L), Pemerintah Daerah (Pemda Prov/Kab/kota, sebagai dana
transfer), dan Lembaga Pengelola Dana Pembiayaan/BLU (pengelola dana pembiayaan
berupa Dana Pengembangan Pendidikan Nasional/N)”. Dengan adanya anggaran untuk
pendidikan diharapkan permasalahan pendidikan yang terjadi di negara Indonesia
khususnya permasalah pemerataan pendidikan untuk masyarakat kurang mampu dapat
teratasi. (Rizki, 2013) KESIMPULAN Pada dasarnya Pemerintah telah berupaya
melakukan pemerataan pendidikan di Indonesia yaitu melalui beberapa program
speerti: 1.

Sistem Zonasi, program zonasi memberi setiap siswa kesempatan untuk mengenyam
pendidikan di mana saja tanpa adanya batasan. Semua siswa menerima bagian biaya
mereka di mana pun mereka tinggal. 2. Kartu Indonesia Pintar (KIP), pemberlakuan
kebijakan Kartu Indonesia Pintar justru menciptakan siswa dari keluarga kurang mampu
dalam hal pembiayaan pendidikan. 3. Inovasi Kurikulum, tanpa kurikulum dan tanpa
mengikuti program-program di dalamnya, reformasi pendidikan tidak akan berjalan
sesuai dengan tujuannya sendiri. 4.

Penggunaan APBN, dengan semakin banyaknya alokasi anggaran pendidikan,


diharapkan pembenahan sistem pendidikan nasional terutama dengan memutakhirkan
visi, misi dan strategi pembangunan pendidikan nasional. 5. DAFTAR PUSTAKA Al-Jawi,
M. S. (2006). Pendidikan di Indonesia: Masalah dan Solusinya. Makalah Dalam Seminar
Nasional Potret Pendidikan Indonesia: Antara Konsep Realiti Dan Solusi,
Diselenggarakan Oleh Forum Ukhwah Dan Studi Islam (FUSI) Universitas Negeri Malang,
11(May 2006), 8. Fardiansyah, H., Octavianus, S., Abduloh, A. Y., Ahyani, H., Hutagalung,
H., Sianturi, B. J., Situmeang, D., Nuriyati, T., Arifudin, O., Morad, A. M., Ahmad, D., Putri,
D. M., Lasmono, S., & Rini, P. P. (2022). Manajemen Pendidikan (E. Damayanti (ed.); Juni,
2022). Widina Media Utama. Hakim, L. (2016). Pemerataan akses pendidikan bagi rakyat
sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional [Improving access to education as mandated by Law No.

20, 2003 on National Education System]. EduTech: Jurnal Ilmu Pendidikan Dan Ilmu
Sosial, 2(1), 53 – 64. http://jurnal.umsu.ac.id/index.php/edutech/article/view/575 Lestari,
H. D. (2020). Pemerataan pendidikan dan pembaharuan pendidikan di indonesia.
Program Studi Pendidikan Geografi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Malang,
1(1), 1 – 10. Risna, Lisdahlia, & Edi, S. (2020). Analisis Implementasi Kebijakan Zonasi
Dalam Pemerataan Pendidikan. Mappesona, 2(1), 1.
https://jurnal.uns.ac.id/candi/article/viewFile/44799/28330 Rizki, N. F. (2013). Upaya
Pemerataan Pendidikan Bagi Masyarakat Kurang Mampu. PLS-UM, 1(1), 1 – 10.
http://imadiklus.com/upaya-pemerataan-pendidikan-bagi- masyarakat-kurang-mampu/
Safarah, A. A., & Wibowo, U. B. (2018).

Program Zonasi Di Sekolah Dasar Sebagai Upaya Pemerataan Kualitas Pendidikan Di


Indonesia. LPendidi : Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan, 21(2), 206.
https://doi.org/10.24252/lp.2018v21n2i6 Septiani, A. R. (2019). IMPLEMENTASI
KEBIJAKAN KARTU INDONESIA PINTAR DALAM UPAYA PEMERATAAN PENDIDIKAN
TAHUN PELAJARAN 2015/ 2016 DI SMP N 1 SEMIN - Lumbung Pustaka UNY. 21 – 27.

INTERNET SOURCES:
-------------------------------------------------------------------------------------------
1% - widyasari-press.com › pemerataan-pendidikan-di
<1% - www.studymode.com › essays › Education-Problem-In
2% - an-nur.ac.id › penyebab-rendahnya-kualitas
<1% - gtk.kemdikbud.go.id › read-news › upaya
<1% - nasional.sindonews.com › read › 756409
<1% - www.kompasiana.com › imanaa_ › 5c07a632677ffb697617f
<1% - student-activity.binus.ac.id › himpgsd › 2017
<1% - kebudayaan.kemdikbud.go.id › muspres › wajib-belajar
<1% - text-id.123dok.com › document › 4yrkn3kpz-teknik
<1% - penerbitdeepublish.com › metode-penelitian
<1% - perpustakaan.poltekkes-malang.ac.id › assets › file
<1% - peraturan.bpk.go.id › 43920 › uu-no-20-tahun-2003
<1% - kumparan.com › ilham-wahyu-hidayat › sepanjang-masa
<1% - www.wawasanpendidikan.com › 2015 › 12
<1% - jurnal.uinsu.ac.id › index › ijtimaiyah
<1% - www.coursehero.com › file › p2lnq26n
<1% - www.kompasiana.com › pendidikan-dan-pembangunan
1% - www.slideshare.net › septianraha › makalah
<1% - www.blogbarabai.com › 2014 › 09
1% - bacamedi.com › kuantitas-dan-kualitas-guru
5% - www.kompasiana.com › medadenish › 550f6466813311bf2
<1% - lpmpsulteng.kemdikbud.go.id › pendidikan-profesi
2% - www.kompasiana.com › sukasmo › 5500cffb813311255efa
1% - www.kompasiana.com › giyatsshifa › 54f9951da33311a13
1% - asifitriani10.blogspot.com › 2021 › 02
1% - www.kompasiana.com › ftma › 564d32b84423bd9e05c61fe3
1% - mediapustaka.com › 1242 › permasalahan-mendasar
<1% - e-journal.undikma.ac.id › index › prismasains
<1% - timssandpirls.bc.edu › timss1999
<1% - www.kompas.com › edu › read
<1% - text-id.123dok.com › document › 7q04lm7gz-kurangnya
<1% - berkasmasdewa.blogspot.com › 2014 › 08
<1% - jurnalteknodik.kemdikbud.go.id › index
<1% - www.kompasiana.com › mahalnya-biaya-pendidikan
<1% - www.rikaariyani.com › 2022 › 03
<1% - www.duniapgmi.com › mahalnya-biaya-pendidikan
<1% - news.detik.com › opini › d-1081635
1% - ajifebrianto25.blogspot.com › 2014 › 02
<1% - tanyadin.com › undang-undang-sistem-pendidikan
1% - www.hukumonline.com › klinik › a
<1% - jurnal.inkadha.ac.id › index › kariman
<1% - republika.co.id › berita › opoqfm284
<1% - id.wikipedia.org › wiki › Perguruan_Tinggi_Negeri
<1% - www.anekamakalah.com › manajemen-pendidikan
<1% - tr-ex.me › akses+yang+sama+terhadap+pendidikan
<1% - www.kompasiana.com › nadaaeyy › 616687b906310e7c
<1% - news.unair.ac.id › 2021/09/20 › kiat-pengasuhan-anak
<1% - ahmadmarogi.com › perkembangan-fisik-motorik-anak
<1% - mufiddia.blogspot.com › 2019 › 05
<1% - www.researchgate.net › publication › 337782884
<1% - ajiebajieb.blogspot.com › 2012 › 06
<1% - health.detik.com › anak-dan-remaja › d-3390269
<1% - myrayhanalim.blogspot.com › 2019 › 11
<1% - www.lampung.co › berita › sekolah-favorit-sistem
<1% - www.tribunnews.com › nasional › 2022/04/19
<1% - www.slideshare.net › azura003 › inovasi-pendidikan
<1% - www.academia.edu › 42938167 › PEMERATAAN_PENDIDIKAN
1% - eprints.umsida.ac.id › 8287/1/11-Khurin Firdasari-780600
<1% - www.mandandi.com › 2021 › 01
<1% - www.rikaariyani.com › 2021 › 03
<1% - ap.fip.um.ac.id › wp-content › uploads
<1% - metodemodelpembelajaran.blogspot.com › 2015 › 11
1% - www.dpr.go.id › doksetjen › dokumen
1% - www.kompasiana.com › santorry › 5500991da333118d
<1% - www.gramedia.com › literasi › inovasi-pendidikan
<1% - www.slideshare.net › mastudiar1 › masalah-pendidikan
<1% - jurnal.iicet.org › index › jrti
<1% - journal.umsu.ac.id › index › edutech
<1% - fis.unj.ac.id › program-studi-pendidikan-geografi
<1% - imadiklus.or.id › upaya-pemerataan-pendidikan-bagi
<1% - www.researchgate.net › publication › 330395095
<1% - core.ac.uk › download › pdf

Anda mungkin juga menyukai