Pendidikan merupakan pondasi yang kuat yang diperlukan untuk mencapai kemajuan
bangsa dan diperlukan dalam setiap prosesnya sebagai langkah preventif dalam
menghadapi perkembangan zaman yang menjadi perhatian khususnya bagaimana
memberikan akses tersebut. Penyebab rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia
antara lain masalah efektivitas, efisiensi dan standardisasi pendidikan. Faktor yang
mempengaruhi ketidakmerataan ini disebabkan oleh faktor moneter atau finansial. Oleh
karena yang dilakukan Pemerintah sebagai upaya pemerataan pendidikan di Indonesia
melalui program pendidikan seperti sistem zonasi, Kartu Indonesia Pintar (KIP), Inovasi
Kurikulum, Penggunaan APBN.
Kata Kunci: pendidikan, pemerataan pendidikan, upaya pemerataan pendidikan
PENDAHULUAN Pendidikan merupakan bagian integral dari pembangunan. Proses
pembentukan tidak dapat dipisahkan dari proses pembangunan itu sendiri.
Kelangsungan hidup dan kemajuan suatu bangsa, terutama negara berkembang, sangat
bergantung pada pendidikannya. Hal ini membuat peran pendidikan begitu penting
bagi semua negara. Sebagai warga negara Indonesia, menurut UUD 1945, pendidikan
adalah hak setiap bangsa. Pemerintah memiliki kewajiban untuk mewujudkan hak warga
negara atas pendidikan guna menentukan kualitas hidup bangsa di masa depan.
Pendidikan merupakan pondasi yang kuat yang diperlukan untuk mencapai kemajuan
bangsa dan diperlukan dalam setiap prosesnya sebagai langkah preventif dalam
menghadapi perkembangan zaman yang menjadi perhatian khususnya bagaimana
memberikan akses tersebut. Akses yang sama terhadap pendidikan memiliki dua
dimensi yang perlu diperhatikan. Yaitu kesetaraan kesempatan pendidikan – akses ke
pendidikan yang menguntungkan semua penduduk usia sekolah. Kedua, pemerataan
akses pendidikan di masyarakat, yaitu pemerataan pendidikan antar suku, agama, dan
golongan.
Untuk menarik kesimpulan atau mengkaji data penelitian. Analisis data dilakukan
dengan mencari, mengumpulkan dan membandingkan secara kualitatif berbagai
wawasan yang diperoleh. Temuan penelitian ini dilakukan secara komprehensif dan
berkaitan dengan berbagai konsep dan studi literatur yang relevan. Diharapkan hasil
penelitian ini dapat mendemonstrasikan dan mengenali berbagai upaya pemerataan
pendidikan di Indonesia. TINJAUAN PUSTAKA Pendidikan Pendidikan adalah usaha
sadar untuk menciptakan lingkungan dan proses belajar bagi peserta didik untuk secara
aktif mengembangkan kekuatan mental keagamaan, kedisiplinan diri, budi pekerti,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan bagi dirinya dan
masyarakat, serta upaya yang terencana. (Rizki, 2013).
Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional (selanjutnya ditulis UU Sisdiknas) menyatakan: “ Pendidikan adalah usaha sadar
dan sengaja untuk menciptakan lingkungan dan proses belajar yang memungkinkan
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memperoleh kekuatan
agama, disiplin diri, akhlak, kecerdasan, akhlak mulia, dan kompetensi yang dibutuhkan
oleh masyarakat, bangsa, dan negara ”. Dalam pengertian yang lebih sederhana dan
lebih umum, pendidikan adalah usaha manusia untuk mengembangkan dan
mengembangkan potensi bawaan seseorang, lahir dan batin, sesuai dengan nilai-nilai
yang ada dalam masyarakat dan budaya.
Pendidikan yang baik bagi kehidupan manusia merupakan kebutuhan mutlak yang
harus dipenuhi sepanjang hayat. Tanpa pendidikan, mutlak tidak mungkin suatu
kelompok masyarakat dapat hidup dan berkembang sesuai dengan cita-cita (cita-
citanya) agar dapat maju, sejahtera, dan bahagia konsep hidupnya. Secara umum, tujuan
pendidikan adalah untuk meningkatkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Secara
khusus, tujuan pendiidkan (Hakim, 2016) adalah untuk: 1. Meningkatkan keterlibatan,
kualitas, keahlian dan keterampilan 2. Menciptakan kesamaan pikiran.
Rendahnya Kualitas Sarana Fisik Sebagai contoh, banyak sekolah dan perguruan tinggi
kita yang mengalami kerusakan gedung, kepemilikan dan pemanfaatan media
pembelajaran yang rendah, dan buku perpustakaan yang tidak lengkap. Laboratorium
tidak standar, tetapi penggunaan teknologi informasi tidak tepat. Bahkan masih banyak
sekolah yang belum memiliki gedung, perpustakaan, laboratorium, dan lain-lain. 2.
Rendahnya Kualitas Guru Keadaan guru di Indonesia juga amat memprihatinkan.
Sebagian besar guru memiliki profesionalisme yang memadai untuk memenuhi
kewajibannya berdasarkan Pasal 39 UU No 20/2003, yaitu perencanaan pembelajaran,
pengajaran, evaluasi hasil belajar, pendampingan, pelatihan, penelitian dan pengabdian
kepada masyarakat, saya belum memilikinya. Selain itu, beberapa guru di Indonesia
telah dinyatakan tidak memenuhi syarat untuk mengajar.
Berikut persentase guru menurut kualifikasi guru di berbagai satuan pengajaran dari
tahun 2002 hingga 2003: 21,07% (nasional) dan 28,94% (swasta) di sekolah dasar di
mana orang hanya memenuhi syarat untuk mengajar, 54,12% (nasional) dan 60, 99%
(swasta) di Realschule, 65,29% (umum) dan 64,73% (umum) di SMA swasta), 55,49%
(negeri) dan 58,26% (swasta) untuk SMK yang memiliki izin mengajar. Kelayakan
mengajar jelas berkaitan dengan tingkat pendidikan guru itu sendiri. Data Departemen
Riset dan Pengembangan Depdiknas (1998) menunjukkan bahwa hanya 13,8% dari
sekitar 1,2 juta guru SD/MI yang berpendidikan diploma D2 atau lebih tinggi. Selain itu,
dari sekitar 680.000 guru SMP/MTs, hanya 38,8% yang berpendidikan diploma D3 atau
lebih tinggi. Di tingkat sekolah menengah, hanya 57,8% dari 337.503 guru yang memiliki
gelar sarjana atau lebih tinggi. Di tingkat universitas, hanya 18,86% dari 181.544 dosen
yang bergelar master atau lebih (3,48 mahasiswa PhD).
Guru dan pelatih bukan satu-satunya penentu keberhasilan pendidikan, tetapi karena
pendidikan adalah pusat pendidikan dan kualifikasi, guru, sebagai cermin kualitas,
memberikan kontribusi yang signifikan terhadap kualitas pendidikan yang bertanggung
jawab. Rendahnya kualitas guru dan dosen juga dipengaruhi oleh rendahnya tingkat
kepedulian guru. 3. Rendahnya Kesejahteraan Guru Rendahnya kesejahteraan guru
mempunyai peran dalam membuat rendahnya kualitas pendidikan Indonesia.
Berdasarkan survei FGII (Federasi Guru Independen Indonesia) pada pertengahan tahun
2005, idealnya seorang guru menerima gaji bulanan serbesar Rp 3 juta rupiah. Sekarang,
pendapatan rata-rata guru PNS per bulan sebesar Rp 1,5 juta.
guru bantu Rp, 460 ribu, dan guru honorer di sekolah swasta rata-rata Rp 10 ribu per
jam. Dengan pendapatan seperti itu, terang saja, banyak guru terpaksa melakukan
pekerjaan sampingan. Ada yang mengajar lagi di sekolah lain, memberi les pada sore
hari, menjadi tukang ojek, pedagang mie rebus, pedagang buku/LKS, pedagang pulsa
ponsel, dan sebagainya (Republika, 13 Juli, 2005). Dengan adanya UU Guru dan Dosen,
barangkali kesejahteraan guru dan dosen (PNS) agak lumayan. Pasal 10 UU itu sudah
memberikan jaminan kelayakan hidup.
Pasal ini menyatakan bahwa guru dan instruktur memperoleh penghasilan yang wajar
dan layak, termasuk gaji pokok, gaji tambahan, tunjangan profesi dan/atau khusus, serta
penghasilan lain yang berkaitan dengan tugasnya. Orang-orang yang telah ditunjuk
sebagai daerah khusus oleh pemerintah kota juga dapat pindah ke perumahan umum.
Namun, kesenjangan kebahagiaan antara guru swasta dan negeri telah muncul sebagai
masalah lain. Di lingkungan pendidikan swasta, masih sulit untuk membawa masalah
kesejahteraan ke tingkat yang ideal..
Diberitakan Pikiran Rakyat 9 Januari 2006, sebanyak 70 persen dari 403 PTS di Jawa
Barat dan Banten tidak sanggup untuk menyesuaikan kesejahteraan dosen sesuai
dengan amanat UU Guru dan Dosen (Pikiran Rakyat 9 Januari 2006). 4. Rendahnya
Prestasi Siswa Dalam keadaan seperti ini (kualitas fisik yang buruk, kualitas guru, dan
kesejahteraan guru), kinerja siswa menjadi tidak memuaskan. Sebagai contoh, prestasi
siswa Indonesia dalam bidang fisika dan matematika sangat rendah di dunia
internasional.
Menurut Trends in Mathematic and Science Study (TIMSS) 2003 (2004), siswa Indonesia
hanya berada di ranking ke-35 dari 44 negara dalam hal prestasi matematika dan di
ranking ke-37 dari 44 negara dalam hal prestasi sains. Dalam hal ini prestasi siswa kita
jauh di bawah siswa Malaysia dan Singapura sebagai negara tetangga yang terdekat.
Dalam hal prestasi, 15 September 2004 lalu United Nations for Development
Programme (UNDP) juga telah mengumumkan hasil studi tentang kualitas manusia
secara serentak di seluruh dunia melalui laporannya yang berjudul Human Development
Report 2004.
Dalam laporan tahunan ini, Indonesia hanya menempati urutan ke-111 dari 177 negara.
Dibandingkan dengan negara tetangga, Indonesia jauh tertinggal. Dalam skala
internasional, menurut Laporan Bank Dunia (Greaney,1992), studi IEA (Internasional
Association for the Evaluation of Educational Achievement) di Asia Timur menunjukan
bahwa keterampilan membaca siswa kelas IV SD berada pada peringkat terendah. Rata-
rata skor tes membaca untuk siswa SD: 75,5 (Hongkong), 74,0 (Singapura), 65,1
(Thailand), 52,6 (Filipina), dan 51,7 (Indonesia). Anak-anak di Indonesia baru menguasai
30.000 bacaan dan sangat sulit menjawab pertanyaan deskriptif yang membutuhkan
penalaran. Ini mungkin karena kita sudah terbiasa menghafal dan mengerjakan soal
pilihan ganda.
Menurut hasil survei The Third International Mathematical and Science Study- Repeat
(TIMSS), 1999 (IEA, 1999), di antara 38 negara peserta, siswa SMP Indonesia menduduki
peringkat 32 sains dan 32 matematika. Di dunia pendidikan tinggi, dari 77 perguruan
tinggi yang disurvei di kawasan Asia-Pasifik, empat besar perguruan tinggi Indonesia
hanya menempati peringkat 61, 68, 73 dan 75 menurut Asia Week. 5. Kurangnya
Pemerataan Kesempatan Pendidikan Kesempatan untuk mengenyam pendidikan tingkat
sekolah dasar masih terbatas.
Orang miskin tidak bisa sekolah. Orang miskin tidak boleh sekolah. Untuk masuk TK dan
SDN saja saat ini dibutuhkan biaya Rp 500.000 sampai Rp 1.000.000. Bahkan ada yang
memungut di atas Rp 1 juta. Masuk SLTP/SLTA bisa mencapai Rp 1 juta sampai Rp 5
juta. Mahalnya biaya pendidikan saat ini tidak lepas dari kebijakan pemerintah yang
menerapkan MBS (Manajemen Berbasis Sekolah). Bahkan, MBS Indonesia dimaknai
sebagai upaya penggalangan dana. Oleh karena itu, pengurus MBS, Dewan
Pendidikan/Dewan Pendidikan, harus selalu memiliki unsur kewirausahaan. Premisnya
adalah pengusaha memiliki akses permodalan yang lebih luas.
Keadaan ini diperparah dengan adanya Undang- Undang Badan Hukum Pendidikan
(RUU BHP). Jelas, perubahan status pendidikan dari kepemilikan publik menjadi badan
hukum memiliki implikasi ekonomi dan politik yang sangat besar. Perubahan status
memungkinkan pemerintah dengan mudah mengalihkan tanggung jawab mendidik
warga negara kepada pemilik badan hukum yang jumlahnya tidak diketahui. Perguruan
Tinggi Negeri juga diubah menjadi Badan Usaha Milik Negara (BHMN). Munculnya
BHMN dan MBS adalah beberapa contoh kebijakan pendidikan yang kontroversial.
BHMN sendiri berdampak pada melambungnya biaya pendidikan di beberapa
Perguruan Tinggi favorit.
Privatisasi atau semakin melemahnya peran negara dalam sektor pelayanan publik tak
lepas dari tekanan utang dan kebijakan untuk memastikan pembayaran utang. Utang
luar negeri Indonesia sebesar 35-40 persen dari APBN setiap tahunnya merupakan
faktor pendorong privatisasi pendidikan. Akibatnya, sektor yang menyerap pendanaan
besar Dari APBN 2005 hanya 5,82% yang dialokasikan untuk pendidikan. Bandingkan
dengan dana untuk membayar hutang yang menguras 25% belanja dalam APBN
(www.kau.or.id).
Menurut Donnely Gibson dan Ivancevich (1971:4), manajemen adalah proses dimana
individu dan kelompok dikoordinasikan untuk mencapai tujuan bersama. Pendidikan
berasal dari bahasa Yunani educare ” beramembawakeluar tersimpan, untuk di tuntut
agar tumbuh dan berkembang. Dan dalam bahasa Arab dikenal dengan is ti“ tarbiyah ”,
al kata a - yarbuyang arti tumbuh. Menurut Ivan Illich, pendidikan adalah pengalaman
belajar sepanjang hayat dalam setting apapun. Dengan mudah dapat disimpulkan
bahwa manajemen pendidikan adalah bidang studi dan praktik yang berkaitan dengan
organisasi pendidikan.
Pendidikan yang sama penting dan seharusnya tidak hanya untuk akses pendidikan,
tetapi juga untuk diperlakukan sama setelah lulus agar mereka dapat dididik dan
berkembang secara akademis secara optimal (Risna et al., 2020) Pada tingkat pendidikan
formal formal pada umumnya, perluasan akses pendidikan dan peningkatan
pemerataan pendidikan masih menjadi isu utama. Dalam hal ini, anak yang
membutuhkan pengasuhan khusus (children with special needs) belum mendapatkan
pendidikan yang memadai, termasuk pendidikan dasar.
Anak-anak yang termasuk dalam kelompok ini adalah mereka yang memiliki potensi
fisik, emosional, mental, sosial dan/atau intelektual dan bakat khusus yang merupakan
kebijakan publik yang dilaksanakan oleh kedua pemerintah daerah. Perluasan dan
pemerataan pendidikan adalah sinonim yang artinya hampir sama. Perluasan
pendidikan menyoroti bagaimana pemerintah bermaksud menyediakan sarana dan
prasarana pendidikan, dan penyediaan sarana dan prasarana tersebut menjangkau
setiap pelosok nusantara dan pelosok.
Orang berpikir bahwa pergi ke sekolah jauh lebih penting daripada membuang-buang
uang. Selain itu, meskipun biaya pendidikan di Indonesia relatif tinggi dibandingkan
dengan negara lain, beberapa jenjang pendidikan dibebaskan dari biaya pendidikan.
Isu-isu ini termasuk keterbatasan kapasitas, kerusakan infrastruktur, kekurangan guru,
proses pembelajaran tradisional, dan keterbatasan anggaran. Ini juga merupakan faktor
yang mempengaruhi pendidikan bagi masyarakat miskin (Rizki, 2013). PEMBAHASAN
Sistem Zonasi Program zonasi memberi setiap siswa kesempatan untuk mengenyam
pendidikan di mana saja tanpa adanya batasan. Semua siswa menerima bagian biaya
mereka di mana pun mereka tinggal.
Siswa juga diharapkan tidak datang terlambat ke sekolah karena dekat dengan rumah
dan terkena macet sehingga siswa masih fresh ketika menerima pelajaran. 2.
Menghemat waktu sehingga tidak lagi keteteran. Para orangtua dan juga siswa merasa
semakin mudah mendatangi sekolah karena tidak terlalu jauh dari sekolah sehingga
orangtua lebih mudah dalam mengontrol anak-anaknya ketika berada di sekolah. Siswa
siswi pun semakin aktif mengikuti berbagai ekstrakurikuler. 3.
Pemberlakuan kebijakan bersekolah di area tempat tinggal juga dipercaya dapat lebih
meningkatkan kualitas akademik dari siswa-siswi, hal ini dikarenakan oleh berkurangnya
intensitas gangguan dari lingkungan luar yang dipercaya sedikit banyak dapat
memberikan dampak negatif bagi akademik siswa. Dengan adanya penerapan sistem
zonasi ini dapat menyediakan ruang pengawasan bagi setiap orangtua kepada anaknya
pasca kegiatan kegiatan belajar mengajar di sekolat telah selesai. 4. Pemerintah pasti
akan memberikan pemerataan juga terhadap kualitas guru dan perbaikan sarana
prasarana. Sehingga nanti fasilitas sekolah akan sama.
Guru sekolah favorit akan dirotasi ke sekolah pinggiran, begitu juga untuk kepala
sekolah sehingga sekolah manapun sama saja. 5. Mampu meminimalkan adanya image
sekolah favorit karena kebijakan sekolah siszonasi ng untuk ghapuskan Kastanisasi ”
sekolah sehingga dapat mengubah sikap mental serta persepsi masyarakat mengenai
anggapan adanya sekolah favorit dan sekolah non favorit. KIP (Kartu Indonesia Pintar)
Pemberlakuan kebijakan Kartu Indonesia Pintar justru menciptakan siswa dari keluarga
kurang mampu dalam hal pembiayaan pendidikan.
Dengan Kartu Indonesia Pintar, siswa dapat berkembang dan jika uang sakunya menipis,
mereka dapat mengisi kembali uang sakunya untuk menutupi kekurangan perlengkapan
sekolah. Dana Kartu Indonesia Pintar bertujuan untuk mendanai pendidikan anak-anak
dari keluarga miskin dan kurang mampu, memastikan bahwa mereka bersekolah di
sekolah yang layak seperti anak-anak lainnya. Dana tersebut akan digunakan untuk
membeli seragam sekolah, alat tulis, uang saku, dan transportasi siswa dari dan ke
sekolah (Septiani, 2019) Inovasi Kurikulum Kurikulum pendidikan didefinisikan secara
sempit, mencakup program pendidikan dan perangkatnya sebagai pedoman
pelaksanaan dan pengajaran pendidikan di sekolah.
Oleh karenanya, kurikulum sekolah dianggap sebagai bagian integral dari proses belajar
mengajar di sekolah, dan kurikulum memainkan peran yang sama dengan elemen
pendidikan lainnya dalam reformasi pendidikan. Tanpa kurikulum, tanpa mengikuti
program-program di dalamnya, reformasi pendidikan tidak akan berjalan sesuai dengan
tujuannya sendiri. Oleh karena itu, perubahan reformasi pendidikan harus berbarengan
dengan perubahan kurikulum atau perubahan kurikulum yang diikuti dengan reformasi
pendidikan.
Menanamkan proses belajar mengajar, khususnya pada jenjang pendidikan dasar seperti
sekolah dasar, dengan memberikan hak kepada anak untuk menjalani masa kanak-
kanak sesuai dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangannya. Anak- anak harus
didorong sejak dini untuk mengekspresikan diri secara kreatif, baik secara lisan maupun
tertulis, yang harus diukur dengan sifat perkembangan potensi manusia yang mungkin
tidak seragam karena perbedaan dalam Kualitas mungkin sama, tetapi
penampilan/kinerja mungkin berbeda. Inovasi dalam kurikulum dan jenis pembelajaran
digunakan untuk mengefektifkan pencapaian tujuan pendidikan, pemerintah perlu terus
melakukan berbagai reformasi dan perbaikan di bidang pendidikan dan kurikulum.
Secara khusus menargetkan lulusan sekolah dasar yang melanjutkan pendidikan tetapi
tidak dapat mencapai tujuannya karena faktor ekonomi, sosial atau geografis. 3.
Pembelajaran Modular Pembelajaran modular merupakan salah satu bentuk inovasi
pendidikan yang ada di Indonesia dan biasanya digunakan dalam berbagai kegiatan
pendidikan formal maupun informal. Yang perlu dicapai adalah metode pembelajaran,
mata rantai pembelajaran atau mata rantai kegiatan pembelajaran yang dilakukan siswa,
mulai dari materi pembelajaran hingga penilaian, pedoman yang digunakan untuk
menilai keberhasilannya.
Oleh karena itu siswa dapat belajar secara mandiri melalui modul (belajar mandiri) tanpa
bantuan guru. Penggunaan APBN Untuk mengikuti perkembangan dunia pendidikan,
baik dari segi kualitas pendidikan maupun alokasi anggaran dibandingkan negara lain,
UUD 1945 mengamanatkan bahwa dana pendidikan, selain gaji guru dan biaya
pendidikan masyarakat, paling sedikit 20% dari penerimaan negara. wajib
mendistribusikan. Anggaran Alokasi Sektor Pendidikan (APBN) dan minimal 20% dari
APBD.
Dengan demikian, jelaslah sudah penerima manfaat anggaran pendidikan 20% adalah
Pemerintah Pusat (19 K/L), Pemerintah Daerah (Pemda Prov/Kab/kota, sebagai dana
transfer), dan Lembaga Pengelola Dana Pembiayaan/BLU (pengelola dana pembiayaan
berupa Dana Pengembangan Pendidikan Nasional/N)”. Dengan adanya anggaran untuk
pendidikan diharapkan permasalahan pendidikan yang terjadi di negara Indonesia
khususnya permasalah pemerataan pendidikan untuk masyarakat kurang mampu dapat
teratasi. (Rizki, 2013) KESIMPULAN Pada dasarnya Pemerintah telah berupaya
melakukan pemerataan pendidikan di Indonesia yaitu melalui beberapa program
speerti: 1.
Sistem Zonasi, program zonasi memberi setiap siswa kesempatan untuk mengenyam
pendidikan di mana saja tanpa adanya batasan. Semua siswa menerima bagian biaya
mereka di mana pun mereka tinggal. 2. Kartu Indonesia Pintar (KIP), pemberlakuan
kebijakan Kartu Indonesia Pintar justru menciptakan siswa dari keluarga kurang mampu
dalam hal pembiayaan pendidikan. 3. Inovasi Kurikulum, tanpa kurikulum dan tanpa
mengikuti program-program di dalamnya, reformasi pendidikan tidak akan berjalan
sesuai dengan tujuannya sendiri. 4.
20, 2003 on National Education System]. EduTech: Jurnal Ilmu Pendidikan Dan Ilmu
Sosial, 2(1), 53 – 64. http://jurnal.umsu.ac.id/index.php/edutech/article/view/575 Lestari,
H. D. (2020). Pemerataan pendidikan dan pembaharuan pendidikan di indonesia.
Program Studi Pendidikan Geografi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Malang,
1(1), 1 – 10. Risna, Lisdahlia, & Edi, S. (2020). Analisis Implementasi Kebijakan Zonasi
Dalam Pemerataan Pendidikan. Mappesona, 2(1), 1.
https://jurnal.uns.ac.id/candi/article/viewFile/44799/28330 Rizki, N. F. (2013). Upaya
Pemerataan Pendidikan Bagi Masyarakat Kurang Mampu. PLS-UM, 1(1), 1 – 10.
http://imadiklus.com/upaya-pemerataan-pendidikan-bagi- masyarakat-kurang-mampu/
Safarah, A. A., & Wibowo, U. B. (2018).
INTERNET SOURCES:
-------------------------------------------------------------------------------------------
1% - widyasari-press.com › pemerataan-pendidikan-di
<1% - www.studymode.com › essays › Education-Problem-In
2% - an-nur.ac.id › penyebab-rendahnya-kualitas
<1% - gtk.kemdikbud.go.id › read-news › upaya
<1% - nasional.sindonews.com › read › 756409
<1% - www.kompasiana.com › imanaa_ › 5c07a632677ffb697617f
<1% - student-activity.binus.ac.id › himpgsd › 2017
<1% - kebudayaan.kemdikbud.go.id › muspres › wajib-belajar
<1% - text-id.123dok.com › document › 4yrkn3kpz-teknik
<1% - penerbitdeepublish.com › metode-penelitian
<1% - perpustakaan.poltekkes-malang.ac.id › assets › file
<1% - peraturan.bpk.go.id › 43920 › uu-no-20-tahun-2003
<1% - kumparan.com › ilham-wahyu-hidayat › sepanjang-masa
<1% - www.wawasanpendidikan.com › 2015 › 12
<1% - jurnal.uinsu.ac.id › index › ijtimaiyah
<1% - www.coursehero.com › file › p2lnq26n
<1% - www.kompasiana.com › pendidikan-dan-pembangunan
1% - www.slideshare.net › septianraha › makalah
<1% - www.blogbarabai.com › 2014 › 09
1% - bacamedi.com › kuantitas-dan-kualitas-guru
5% - www.kompasiana.com › medadenish › 550f6466813311bf2
<1% - lpmpsulteng.kemdikbud.go.id › pendidikan-profesi
2% - www.kompasiana.com › sukasmo › 5500cffb813311255efa
1% - www.kompasiana.com › giyatsshifa › 54f9951da33311a13
1% - asifitriani10.blogspot.com › 2021 › 02
1% - www.kompasiana.com › ftma › 564d32b84423bd9e05c61fe3
1% - mediapustaka.com › 1242 › permasalahan-mendasar
<1% - e-journal.undikma.ac.id › index › prismasains
<1% - timssandpirls.bc.edu › timss1999
<1% - www.kompas.com › edu › read
<1% - text-id.123dok.com › document › 7q04lm7gz-kurangnya
<1% - berkasmasdewa.blogspot.com › 2014 › 08
<1% - jurnalteknodik.kemdikbud.go.id › index
<1% - www.kompasiana.com › mahalnya-biaya-pendidikan
<1% - www.rikaariyani.com › 2022 › 03
<1% - www.duniapgmi.com › mahalnya-biaya-pendidikan
<1% - news.detik.com › opini › d-1081635
1% - ajifebrianto25.blogspot.com › 2014 › 02
<1% - tanyadin.com › undang-undang-sistem-pendidikan
1% - www.hukumonline.com › klinik › a
<1% - jurnal.inkadha.ac.id › index › kariman
<1% - republika.co.id › berita › opoqfm284
<1% - id.wikipedia.org › wiki › Perguruan_Tinggi_Negeri
<1% - www.anekamakalah.com › manajemen-pendidikan
<1% - tr-ex.me › akses+yang+sama+terhadap+pendidikan
<1% - www.kompasiana.com › nadaaeyy › 616687b906310e7c
<1% - news.unair.ac.id › 2021/09/20 › kiat-pengasuhan-anak
<1% - ahmadmarogi.com › perkembangan-fisik-motorik-anak
<1% - mufiddia.blogspot.com › 2019 › 05
<1% - www.researchgate.net › publication › 337782884
<1% - ajiebajieb.blogspot.com › 2012 › 06
<1% - health.detik.com › anak-dan-remaja › d-3390269
<1% - myrayhanalim.blogspot.com › 2019 › 11
<1% - www.lampung.co › berita › sekolah-favorit-sistem
<1% - www.tribunnews.com › nasional › 2022/04/19
<1% - www.slideshare.net › azura003 › inovasi-pendidikan
<1% - www.academia.edu › 42938167 › PEMERATAAN_PENDIDIKAN
1% - eprints.umsida.ac.id › 8287/1/11-Khurin Firdasari-780600
<1% - www.mandandi.com › 2021 › 01
<1% - www.rikaariyani.com › 2021 › 03
<1% - ap.fip.um.ac.id › wp-content › uploads
<1% - metodemodelpembelajaran.blogspot.com › 2015 › 11
1% - www.dpr.go.id › doksetjen › dokumen
1% - www.kompasiana.com › santorry › 5500991da333118d
<1% - www.gramedia.com › literasi › inovasi-pendidikan
<1% - www.slideshare.net › mastudiar1 › masalah-pendidikan
<1% - jurnal.iicet.org › index › jrti
<1% - journal.umsu.ac.id › index › edutech
<1% - fis.unj.ac.id › program-studi-pendidikan-geografi
<1% - imadiklus.or.id › upaya-pemerataan-pendidikan-bagi
<1% - www.researchgate.net › publication › 330395095
<1% - core.ac.uk › download › pdf