Anda di halaman 1dari 8

REVITALISASI KUALITAS PENDIDIKAN INDONESIA DI ERA SOCIETY 

5.0
Artikel Jurnal
Untuk memenuhi Ujian Tengah Semester Mata Kuliah Pancasila
Dosen : Agung Tesa Gumelar, S.Pd., M.Pd.

Disusun Oleh :
Agil Agustriana_1101223254
Irvan Saputra_1101220164
Muhammad Haikal Anwar_1101223045
Muhammad Raihan Ripaie_1101223355
Muhammad Wahyu Adi Satria_1101223088

Fakultas Teknik Elektro


Paancasila
Universitas Telkom
Bandung
2022
I. Abstraksi

Indonesia memiliki tujuan nasional yang terkandung dalam kalimat alinea ke


empat yang berbunyi " Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah
darah Indonesia, Memajukan kesejahteraan umum
Mencerdaskan kehidupan bangsa dan Ikut melaksanakan ketertiban dunia
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Untuk
memujudkan hal tersebut salah satu cara diantaranya yaitu dengan diadakannya
pendidikan, pendidikan adalah sebagai wadah bagi indonesia untuk memajukan
bangsa dan juga suatu hal yang terpenting untuk mewujudkan tujuan nasional
yang mana harus di perhatikan kondisi dan keberadaannya sehingga terjadinya
pemerataan pendidikan di seluruh wilayah indonesia. Pendidikan juga menjadi
cerminan untuk menjadi negara yang maju atau akan mengalami suatu
keterpurukan sehingga tidak dapat memenuhi cita- cita nasional. Dilaksanakannya
penelitian kali ini bertujuan untuk mengetahui pemerataan kualitas pendidikan
dari sisi kualitas guru/pengajar, fasilitas sekolah, peningkatan metode
pembelajaran dan peningkatan materi pembelajaran di wilayah sekitar universitas
telkom dengan metode pengambilan data menggunakan pendekatan kualitatif
berupa observasi, wawancara yang di ambil di wilayah sekitar Universitas
Telkom, dan juga melakukan studi literatur.
Dengan dilaksanaknnya penelitian kali ini kita diharapkan tau apakah pemerataan
pendidikan diindonesia sudah merata atau belum sehingga dapat membuat upaya-
upaya untuk hal tersebut. Analisis yang diambil untuk penelitian ini diperoleh dari
studi Pustaka sehingga mengasilkan analisis data yang valid dan dapat di
pertanggungjawabkan.

Permasalahan pendidikan di Indonesia yang dihadapi mulai minimnya anggaran


pendidikan, penghasilan tenaga kependidikan, kurang fokus kebijakan pendidikan,
persoalan pendidikan adalah ”untuk memanusiakan manusia dengan cara
meningkatkan segala kemampuan yang ada dalam dirinya, seperti kemampuan
intelektual, emosional dan kemampuan spiritual” (Suderadjat, 2001;19). Dalam
perspektif pendidikan di Indonesia, bimbingan dan konseling yang bagian integral
tidak dipisahkan dari sistem pendidikan, dengan tujuan untuk membantu para
siswa agar dapat mengembangkan dirinya secara optimal dan memperoleh
kemandirian sehingga hidupnya bermakna dan bermartabat. Pelaksanaan
bimbingan dan konseling harus di dukung oleh semua stakeholder di sekolah,
harus ada kegiatan kerja sama dan berkomentmen terhadap mutu agar semua
program telah di susun dapat terlaksanakan dan tercapai.

Pendidikan merupakan hal mendasar yang digunakan untuk membangun


kemajuan sebuah bangsa atau negara. Untuk meningkatkan kualitas pendidikan
pemerintah membuat berbagai macam kebijakan sebagai landasan dalam
pelaksanaan pendidikan di Indonesia. Pemerintah sendiri telah memberikan
bantuan atau subsidi untuk penelenggaraan pendidikan, hal ini sebagai cerminan
dari Pasal 33 Undang Undang Dasar 1945 yang menjelaskan bahwa negara harus
memprioritaskan sekurang-kurangnya 20% dari Anggaran Pendapatan Belanja
Negara atau Anggaran Pendapatan Belanja daerah untuk penyelenggaraan
pendidikan. Penyelenggaraan pendidikan di Indonesia secara lebih terperinci
diatur dalam Undang Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional. Meskipun telah ada payung hukum dalam penyelenggaraan pendidikan
serta bantuan pendidikan gratis dari pemerintah banyak daerah-daerah yang mash
melakukan pungutan dalam penelenggaraan pendidikan.

II. Latar Belakang

Kami mengambil judul revitalisasi kualitas Pendidikan Indonesia karena


Pendidikan Indonesia semakin hari kualitasnya makin rendah. Berdasarkan survei
United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization (UNESCO),
terhadap kualitas pendidikan di negara-negara berkembang di Asia Pasifik,
Indonesia menempati peringkat 10 dari 14 negara. Sedangkan untuk kualitas para
guru, kualitasnya berada pada level 14 dari 14 negara berkembang.

Salah satu faktor rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia adalah karena


lemahnya para guru dalam menggali potensi anak. Para pendidik seringkali
memaksakan kehendaknya tanpa pernah memperhatikan kebutuhan, minat, dan
bakat yang dimiliki siswanya. Pendidikan seharusnya memerhatikan kebutuhan
anak bukan malah memaksakan sesuatu yang membuat anak kurang nyaman
dalam menuntut ilmu. Proses pendidikan yang baik adalah dengan memberikan
kesempatan pada anak untuk kreatif. Itu harus dilakukan sebab pada dasarnya
gaya berfikir anak tidak bisa diarahkan.

Selain kurang kreatifnya para pendidik dalam membimbing siswa,mungkin ada


beberapa pendidik yang memang kompeten tapi tidak megajar di Indonesia karena
kurangnya fasilitas yang ada di Indonesia.Kurikulum yang sentralistik membuat
potret pendidikan semakin buram. Kurikulum hanya didasarkan pada pengetahuan
pemerintah tanpa memerhatikan kebutuhan masyarakat. Lebih parah lagi,
pendidikan tidak mampu menghasilkan lulusan yang kreatif. Ini salahnya,
kurikulum dibuat di Jakarta dan tidak memerhatikan kondisi di masyarakat bawah.
Jadi, para lulusan hanya pintar cari kerja dan tidak pernah bisa menciptakan
lapangan kerja sendiri, padahal lapangan pekerjaan yang tersedia terbatas. Ini juga
kesalahan negara yang tidak serius untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Dari
sinilah kita mencoba untuk membahas lebih dalam mengenai pendidikan dan
pengajar di Indonesia dan segala dinamikanya,maka dari itulah permasalahan ini
perlu dibahas
III. Pengambilan Data
Metode pengambilan data pada penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif berupa
observasi, wawancara yang di ambil di wilayah sekitar Universitas Telkom, dan juga
melakukan studi literatur. Dengan panduan sebagai berikut:
1) Membuat 5 pertanyaan untuk digunakan pada saat wawancara, pertanyaan sebagai berikut
:
 Bagaimana menurut anda kualitas pendidikan diIndonesia pada saat ini?
 Menurut anda bagaimana cara pemerintah agar kualitas Pendidikan diIndonesia lebih
sejahtera dimasa yang akan datang?
 Apa saran dari untuk memajukan kualitas pendikikan diindonesia saat ini?
 Menurut anda apakah diperlukan biaya dalam menuntut ilmu di sekolah/perguruan
tinggi, contohnya saja finlandia pendidikan digratiskan, tetapi SDMnya berkualitas
 Apakah kualitas pengajar diindonesia sudah baik?,jika belum apa saran dari anda?
2) Melakukan Observasi di wilayah sekitar dan dalam Universitas Telkom dimulai dari
tanggal 14-17 November 2022.
3) Melakukan Wawancara dengan Mahasiswa, dosen dan masyarakat sekitar, dengan 5 point
pertanyaan di nomer 1 pada tanggal 17 November 2022.
4) Melakukan studi literatur melalui jurnal – jurnal dan menarik suatu kesimpulan.
Analisis yang diambil untuk penelitian ini diperoleh dari studi Pustaka sehingga mengasilkan
analisis data yang valid dan dapat di pertanggungjawabkan.

IV. Analisis
Pancasila merupakan pedoman hidup berbangsa dan bernegaranya manusia
Indonesia. Ia mengatur segala jenis kehidupan sosial budayanya manusia
Indonesia, baik dari keberagaman jenis suku bangsanya maupun aneka ragam
golongan lainnya. Adapun salah satu keberagaman yang diatur oleh Pancasila
ialah mengenai pendidikan nasionalnya itu sendiri.

Pendidikan merupakan ujung tombak bagi terciptanya kualitas sumber daya


manusia yang mumpuni. Sebab, aktivitas tersebut berisikan beberapa hal seperti
penerapan etika, pembelajaran pengetahuan, hingga praktik keterampilan atau
kompetensi. Penerapan etika dimaksudkan sebagai upaya sosialisasi sekunder dari
pengajar terhadap peserta didiknya untuk mampu berjalan di tengah
masyarakatnya secara beriman atau religius, pantas, santun, ramah, peka, berjiwa
penolong, dan sabar (Guritno, 1998). Pembelajaran pengetahuan fokus kepada
improvisasi kemampuan kognisi seseorang, yaitu mengacu kepada peningkatan
atas kepandaian teoritis seseorang. Hal tersebut dimaksudkan agar dirinya kelak
memiliki argumentasi yang baik dan benar, sehingga apapun yang terujar dari
bibirnya bebas dari cacat logika atau kesesatan berpikir (Hayon, 2000).
Kompetensi merupakan praktik yang holistik serta komprehensif atas
pembelajaran pengetahuan. Demi memberikan azas kebermanfaatan bagi peserta
didiknya, pendidikan juga dimaksud agar kelak peserta didik turut memberikan
manfaat bagi sesamanya. Artinya, disebut bukanlah sebagai pendidikan jika suatu
ilmu, pengetahuan, hingga ilmu pengetahuan digunakan demi mendiktekan
kerugian terhadap sesama (McCall, 1971).

Derivasi yang terjadi dari Pancasila hingga UUD sesungguhnya telah tercantum di
dalam UU Nomor 20 tahun 2003 Pasal 2. Dirinya bersabda bahwa "Pendidikan
nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis dan bertanggung jawab" (Rosyada, 2003). Oleh karena itu, pada
dasarnya Pancasila memberikan asosiasi pada orientasi pendidikan nasional,
bahwa apapun yang tersalurkan di dalamnya secara normatif ditujukan demi
pengembangan watak khas nasional Indonesia jika dikembalikan pada
argumentasi paragraf sebelum ini.

Masalahnya, Indonesia memiliki problema yang mengacu kepada kualitas


pendidikannya. UNESCO (2022) menyatakan beberapa spesifkasi yang patut
dijadikan sebagai evaluasi berdasarkan acuan peringkat capaian pendidikan,
kesehatan, hingga penghasilan perkepala:
1. Saat ini, Indonesia menempati urutan ke-109 dari 192 negara di dunia;
2. Saat ini juga, Indonesia menempati urutan ke 37 dari 57 negara di dunia.
Data tersebut memperlihatkan bahwa masih banyak pekerjaan rumah yang harus
dikerjakan oleh pendidikan nasional Indonesia. Ironisnya, dengan mengacu atas
bahwa pedoman dari pendidikannya tersebut sesungguhnya sudah jelas, namun
demikian sisi praxis-nya tidak tereksekusi dengan maksimal.

Dengan turut mengacu pada bagaimana hubungan antara Pancasila dengan


kualitas pendidikan di Indonesia yang masih buruk, ada beberapa alasan mengapa
hal tersebut dapat terjadi:
1. Tidak adanya introduksi bagi peserta didik untuk bertanggung jawab
mengambil sikap di dalam penerapan etika sesuai yang termaktub pada Pancasila.
Pendidikan nasional hanya fokus kepada hukuman dan imbalan setelah terjadinya
tindakan dari peserta didik, tanpa melihat alasan dan proses mengapa hal tersebut
dapat terjadi (Bakry, 2010);
2. Tidak adanya atau jarangnya penyisipan kurikulum mengenai kemampuan
peserta didik mengenali cara hidup serta cara untuk menyejahterakan dirinya. Ini
berdampak pada terjadinya ekses antara ketidakcocokkan penerima kerja serta
penawaran kerja, sehingga terjadi pengangguran serta pemutusan kerja yang
sepihak (Budiardjo, 1975);
3. Tidak adanya kesanggupan bagi sistem pendidikan nasional kita untuk
memberikan kesempatan bagi peserta didiknya untuk berpartisipasi atas
globalisasi dan filterisasi. Konsekuensinya, pendidikan nasional sama sekali tidak
mengerti bagaimana menyikapi globalisasi serta filterisasi dengan baik. Ini
berdampak buruk pada bagaimana nilai budaya dari luar yang tidak cocok justru
malah dipraktikkan oleh manusia Indonesia, vice versa, hingga bagaimana corak
kultural kita beraksi lebih kepada apatisme atau tak acuhnya kita terhadap hal
tersebut (Dipoyudo, 1979). Serta;
4. Tidak adanya niat bagi pendidikan nasional untuk membangkitkan kepercayaan
diri bangsa. Ini dapat dilihat dari postulat atas betapa lamanya bangsa kita terjajah,
terpecah belah, hingga terlena atas budaya patron-client (ABS atau asal bapak
senang, jiwa penjudi, serta administrasi yang berbelit-belit) daripada kejayaan
nasional. Yaitu, dengan menelisik kembali masa keemasan kerjaan Indonesia yang
selalu terpatri atas kiblat pendidikan dan peradaban dunia: bagaimana lantas
kesemua hal yang positif itu mampu kita wujudkan kembali bersama-sama?
(Mubyarto, 1980).

Konsekuensinya, dengan berbenah dari evaluasi tersebut, kita perlu


mengantisipasi keempat hal tersebut dengan mengembalikan esensi dari Pancasila
terhadap pendidikan itu sendiri. Tanpa hal itu, maka Patrap Triloka a la Ki Hadjar
Dewantarapun juga tidak akan pernah terlaksana secara praxis. Vis-a-vis dengan
sistem pendidikan nasional, maka sewajarnya apapun kurikulum yang terjadi,
maka pendidikan di Indonesia harus berjalan dengan harmonis terhadap Pancasila
itu sendiri.

V. Kesimpulan
Bangsa Indonesia dapat menunjukan kualitas dan mampu bersaing di dunia dalam
era gobalisasi. Namun masi banyak masalah-masalah di dunia pendidikan yang
menghambat upaya peningkatan kualitas. Oleh karena itu perlu dilakukan
revitalitas kualitas pendidikan di indonesia, untuk meningkatkan kualitas dan
memaksimalkan potensi yang ada di bangsa ini.

VI. Daftar Pustaka

Bakry, N. (2010). Pendidikan Pancasila.


Borualogo. (2004). Karya Tulis Ilmiah (LKTI) Dosen TA.
Budiardjo, M. (1977). Masalah Kenegaraan.
Dipoyudo, K. (1979). Pancasila: Arti dan Pelaksanaannya.
Guritno, P. (1998). Wayang, Kebudayaan Indonesia, dan Pancasila.
Hayon, Y. P. (2000). Logika: Prinsip-prinsip Bernalar Tepat, Lurus, dan Teratur.
McCall, R. J. (1971). Basic Logic [2nd Edition].
Mubyarto. (1989). Ilmu Ekonomi, Ilmu Sosial, dan Keadilan.
Rosyada, D. (2003). Pendidikan Kewarganegaraan (civic education): Demokrasi, Hak Asasi
Manusia, Masyarakat Madani.
Soemarsono, M. (2007). "Negara Hukum Indonesia ditinjau dari sudut teori tujuan negara".
UNESCO. (2022). Human Index: The Nations. Washington DC: United Nation  Press.

VII. DOKUMENTASI

Anda mungkin juga menyukai