Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Permasalahan pembangunan yang dihadapi bangsa Indonesia saat ini
disebabkan oleh Sumber Daya Manusia (SDM) yang masih rendah. Rendahnya
kualitas SDM ini mengakibatkan sebagian masyarakat Indonesia belum
sepenuhnya berpartisipasi aktif dalam pelaksanaan pembangunan yang sesuai
dengan kompetensi yang dimiliki. Partisipasi masyarakat dalam pembangunan
sangat diperlukan karena pembangunan merupakan salah satu tolak ukur kemajuan
suatu bangsa. Hanya dengan kualitas SDM yang tinggi partisipasi tersebut dapat
dilakukan secara optimal.
Pendidikan adalah salah satu cara untuk menghasilkan sumber daya
manusia yang berkualitas. Pemerintah telah menetapkan bahwa sekolah merupakan
organisasi pendidikan yang berfungsi sebagai tempat untuk melaksanakan proses
pendidikan. Pendidikan di semua institusi dan tingkat pendidikan mempunyai
tujuan yang sama, yaitu menciptakan manusia mandiri dan dapat bertanggung
jawab atas dirinya sendiri serta lingkungannya. Hal tersebut senada dengan isi
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20/2003 yang menyatakan
bahwa pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik
agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berahlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara
demokratis serta bertanggung jawab.
Di dalam pendidikan terdapat rangkaian sistem yang dijadikan pedoman
dalam mengatur proses pendidikan. Rangkaian sistem tersebut sering disebut
dengan kurikulum. Seiring dengan perkembangannya kurikulum harus mampu
mempersiapkan manusia untuk menghadapi kemajuan teknologi yang semakin
pesat. Munculnya berbagai inovasi-inovasi teknologi dalam berbagai bidang di
berbagai negara merupakan indikator dari adanya kemajuan tersebut. Indikator
kemajuan tersebut tidak bisa dilepaskan dari sumber daya manusia yang unggul dan
kurikulum yang berkembang di negara itu sendiri. Manusia yang unggul akan
melahirkan karya-karya yang inovatif, sedangkan kurikulum pendidikan

1
dikembangkan untuk membentuk input manusia biasa menjadi output manusia yang
unggul, baik dalam hal intelektual maupun emosional.
Kurikulum pendidikan tersebut diterapkan oleh pemerintah di suatu negara
dan dievaluasi secara dinamis demi terwujudnya tujuan pendidikan nasional yang
mengacu pada falsafah negara itu sendiri guna mewujudkan manusia-manusia
(output) yang unggul dan berkualitas di era global. Pengembangan kurikulum suatu
negara memerlukan komparasi dari negara lain. Perbandingan akan kurikulum yang
berlaku di negara lain bisa dijadikan refleksi untuk mengembangkan kurikulum
khususnya di Indonesia menjadi lebih baik lagi. Makalah ini akan membahas
mengenai potret sistem pendidikan di Thailand yang dapat dijadikan sebagai
pembanding terhadap sistem pendidikan yang diterapkan di Indonesia sekarang ini
sehingga diharapkan dapat memberikan konstribusi terhadap perkembangan
pendidikan di Indonesia.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Bagaimanakah kurikulum pendidikan di Indonesia?
2. Bagaimanakan kurikulum pendidikan di Thailand?
3. Bagaimana perbedaan kurikulum pendidikan di Indonesia dengan
Thailand?
4. Bagaimana perbandingan peringkat Indonesia dengan Thailand jika ditinjau
dari PISA (Programme International for Science Assesment)?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Mengetahui kurikulum pendidikan di Indonesia?
2. Mengetahui kurikulum pendidikan di Thailand?
3. Mengetahui perbedaan kurikulum pendidikan di Indonesia dengan
Thailand?
4. Mengetahui perbandingan peringkat Indonesia dengan Thailand jika
ditinjau dari PISA (Programme International for Science Assesment)?

2
1.4 Manfaat
1. Manfaat Penulisan Secara Umum
Penulisan makalah ini secara umum diharapkan dapat dijadikan sumber refrensi
mengenai kurikulum pendidikan yang digunakan saat ini di Indonesia dan di
Thailand.
2. Manfaat Secara Khusus
Melalui pengkajian mendalam mengenai sistem pendidikan di negara lain
seperti Thailand, diharapkan dapat menambah refrensi bagi pihak yang terlibat
dalam melakukan perbaikan terhadap kurikulum Indonesia yang biasanya
bersifat dinamis dan sering mengalami perubahan-perubahan.

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Kurikulum di Indonesia


Menurut Sanjaya (2009) kurikulum merupakan sebuah dokumen
perencanaan yang berisi tentang tujuan yang harus dicapai, isi materi dan
pengalaman belajar yang harus dilakukan siswa, strategi dan cara yang dapat
dikembangkan, evaluasi yang dirancang untuk mengumpulkan informasi tentang
pencapaian tujuan, serta implementasi dari dokumen yang dirancang dalam bentuk
nyata. Sejalan dengan hal tersebut, kurikulum juga merupakan suatu rencana
pendidikan yang memberikan pedoman dan pegangan tentang jenis, lingkup dan
urutan isi, serta proses pendidikan (Sukmadinata, 2005). Hal senada juga
diungkapakan oleh Nasution (2003) kurikulum adalah sesuatu yang direncanakan
sebagai pegangan guna mencapai tujuan pendidikan. Jadi dapat disimpulkan bahwa
kurikulum merupakan suatu rencana pendidikan yang memberikan pedoman untuk
mencapai tujuan pendidikan.
Kurikulum 2013 merupakan kurikulum berbasis kompetensi yang pernah
digagas dalam rintisan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) 2004, tapi belum
terselesaikan karena desakan untuk segera mengimplementasikan Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006. Selain itu penataan kurikulum pada
kurikulum 2013 dilakukan sebagai amanah dari UU no. 20 tahun 2003 tentang
pendidikan nasional dan peraturan presiden nomor 5 tahun 2010 tentang rencana
pembangunan jangka menengah nasional.
Kurikulum 2013 dikembangkan untuk meningkatkan capaian pendidikan
dengan dua strategi utama, yaitu peningkatan efektifitas pembelajaran pada satuan
pendidikan dan penambahan waktu pembelajaran di sekolah. Efektifitas
pembelajaran dicapai melalui tiga tahap, yaitu:
a. Efektifitas interaksi, akan tercipta dengan adanya harmonisasi iklim akademi
dan budaya sekolah. Efektifitas interaksi dapat terjaga apabila
kesinambungan manajemen dan kepemimpinan pada satuan pendidikan.
b. Efektifitas pemahaman, menjadi bagian penting dalam pencapaian efektifitas
pembelajaran. Efektifitas tersebut dapat dicapai apabila pembelajaran yang

4
mengedepankan pengalaman personal siswa melalui observasi, asosiasi,
bertanya, menyimpulkan dan mengkomunikasikan.
c. Efektivitas penyerapan, dapat tercipta manakala adanya kesinambungan
pembelajaran horizontal dan vertikal.
Penerapan kurikulum 2013 diimplementasikan adanya penambahan jam
pelajaran, hal tersebut sebagai akibat dari adanya perubahan proses pembelajaran
yang semula dari siswa diberi tahu menjadi siswa yang mencari tahu. Selain itu,
akan merubah pula proses penialaiayang semula berbasis output menjadi berbasis
proses dan output.
Orientasi kurikulum 2013 adalah terjadinya peningkatan dan keseimbangan
antara kompetensi sikap, keterampilan dan pengetahuan. Hal itu sejalan dengan
amanat UU no. 20 tahun 2003 sebagai mana tersurat dalam penjelasan pasal 35:
kompetensi lulusan merupakan kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup
sikap, pengetahuan, dan keterampilan sesuai dengan standar yang telah disepakati.
Hal ini sejalan pula dengan pengembangan kurikulum berbasis kompetensi yang
telah dirintis pada tahun 2004 dengan mencangkup kompetensi sikap, pengetahuan,
dan keterampilan secara terpadu.

2.1.1 Landasan Pengembangan Kurikulum


a. Landasan Yuridis
Secara konseptual, kurikulum adalah suatu respon pendidikan terhadap
kebutuhan masyarakat dan bangsa dalam membangun generasi muda bangsanya.
Secara pedagogis, kurikulum adalah rancangan pendidikan yang memberi
kesempatan untuk peserta didik mengembangkan potensi dirinya dalam suatu
suasana belajar yang menyenangkan dan sesuai dengan kemampuan dirinya untuk
memiliki kualitas yang diinginkan masyarakat dan bangsanya. Secara yuridis,
kurikulum adalah suatu kebijakan publik yang didasarkan kepada dasar filosofis
bangsa dan keputusan yuridis di bidang pendidikan. Landasan yuridis kurikulum
adalah Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945, Undang-undang nomor 20
tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Peraturan Pemerintah nomor 19
tahun 2005, dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 23 tahun 2006
memuat tentang Standar Kompetensi Lulusan dan Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi.

5
b. Landasan Filosofis
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan dan membentuk
watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa (UU RI nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional). Untuk mengembangkan dan membentuk watak dan peradaban bangsa
yang bermartabat, pendidikan berfungsi mengembangkan segenap potensi peserta
didik menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara
yang demokratis serta bertanggungjawab (UU RI nomor 20 tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional). Berdasarkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional
maka pengembangan kurikulum haruslah berakar pada budaya bangsa, kehidupan
bangsa masa kini, dan kehidupan bangsa di masa mendatang.
Pendidikan berakar pada budaya bangsa. Proses pendidikan adalah suatu
proses pengembangan potensi peserta didik sehingga mereka mampu menjadi
pewaris dan pengembang budaya bangsa. Melalui pendidikan berbagai nilai dan
keunggulan budaya di masa lampau diperkenalkan, dikaji, dan dikembangkan
menjadi budaya dirinya, masyarakat, dan bangsa yang sesuai dengan zaman dimana
peserta didik tersebut hidup dan mengembangkan diri. Kemampuan menjadi
pewaris dan pengembang budaya tersebut akan dimiliki peserta didik apabila
pengetahuan, kemampuan intelektual, sikap dan kebiasaan, keterampilan sosial
memberikan dasar untuk secara aktif mengembangkan dirinya sebagai individu,
anggota masyarakat, warganegara, dan anggota umat manusia.
Pendidikan juga harus memberikan dasar bagi keberlanjutan kehidupan
bangsa dengan segala aspek kehidupan bangsa yang mencerminkan karakter bangsa
masa kini. Oleh karena itu, konten pendidikan yang mereka pelajari tidak semata
berupa prestasi besar bangsa di masa lalu tetapi juga hal-hal yang berkembang pada
saat kini dan akan berkelanjutan ke masa mendatang. Berbagai perkembangan baru
dalam ilmu, teknologi, budaya, ekonomi, sosial, politik yang dihadapi masyarakat,
bangsa dan umat manusia dikemas sebagai konten pendidikan. Konten pendidikan
dari kehidupan bangsa masa kini memberi landasan bagi pendidikan untuk selalu
terkait dengan kehidupan masyarakat dalam berbagai aspek kehidupan,
kemampuan berpartisipasi dalam membangun kehidupan bangsa yang lebih baik,

6
dan memosisikan pendidikan yang tidak terlepas dari lingkungan sosial, budaya,
dan alam. Lagipula, konten pendidikan dari kehidupan bangsa masa kini akan
memberi makna yang lebih berarti bagi keunggulan budaya bangsa di masa lalu
untuk digunakan dan dikembangkan sebagai bagian dari kehidupan masa kini.
Peserta didik yang mengikuti pendidikan masa kini akan menggunakan apa
yang diperolehnya dari pendidikan ketika mereka telah menyelesaikan pendidikan
12 tahun dan berpartisipasi penuh sebagai warganegara. Atas dasar pikiran itu
maka konten pendidikan yang dikembangkan dari warisan budaya dan kehidupan
masa kini perlu diarahkan untuk memberi kemampuan bagi peserta didik
menggunakannya bagi kehidupan masa depan terutama masa dimana dia telah
menyelesaikan pendidikan formalnya. Dengan demikian sikap, keterampilan dan
pengetahuan yang menjadi konten pendidikan harus dapat digunakan untuk
kehidupan paling tidak satu sampai dua dekade dari sekarang. Artinya, konten
pendidikan yang dirumuskan dalam Standar Kompetensi Lulusan dan
dikembangkan dalam kurikulum harus menjadi dasar bagi peserta didik untuk
dikembangkan dan disesuaikan dengan kehidupan mereka sebagai pribadi, anggota
masyarakat, dan warganegara yang produktif serta bertanggungjawab di masa
mendatang.

c. Landasan Teoritis
Kurikulum dikembangkan atas dasar teori pendidikan berdasarkan standar
dan teori pendidikan berbasis kompetensi. Pendidikan berdasarkan standar adalah
pendidikan yang menetapkan standar nasional sebagai kualitas minimal hasil
belajar yang berlaku untuk setiap kurikulum. Standar kualitas nasional dinyatakan
sebagai Standar Kompetensi Lulusan. Standar Kompetensi Lulusan tersebut adalah
kualitas minimal lulusan suatu jenjang atau satuan pendidikan. Standar Kompetensi
Lulusan mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan (PP nomor 19 tahun
2005)
Standar Kompetensi Lulusan dikembangkan menjadi Standar Kompetensi
Lulusan Satuan Pendidikan yaitu SKL SD, SMP, SMA, SMK. Standar Kompetensi
Lulusan satuan pendidikan berisikan 3 (tiga) komponen yaitu kemampuan proses,
konten, dan ruang lingkup penerapan komponen proses dan konten. Komponen
proses adalah kemampuan minimal untuk mengkaji dan memproses konten

7
menjadi kompetensi. Komponen konten adalah dimensi kemampuan yang menjadi
sosok manusia yang dihasilkan dari pendidikan. Komponen ruang lingkup adalah
keluasan lingkungan minimal dimana kompetensi tersebut digunakan, dan
menunjukkan gradasi antara satu satuan pendidikan dengan satuan pendidikan di
atasnya serta jalur satuan pendidikan khusus (SMK, SDLB, SMPLB, SMALB).
Kompetensi adalah kemampuan seseorang untuk bersikap, menggunakan
pengetahuan dan keterampilan untuk melaksanakan suatu tugas di sekolah,
masyarakat, dan lingkungan dimana yang bersangkutan berinteraksi. Kurikulum
dirancang untuk memberikan pengalaman belajar seluas-luasnya bagi peserta
didik untuk mengembangkan sikap, keterampilan dan pengetahuan yang diperlukan
untuk membangun kemampuan tersebut. Hasil dari pengalaman belajar tersebut
adalah hasil belajar peserta didik yang menggambarkan manusia dengan kualitas
yang dinyatakan dalam SKL.
Konten pendidikan dalam SKL dikembangkan dalam bentuk kurikulum
satuan pendidikan dan jenjang pendidikan sebagai suatu rencana tertulis (dokumen)
dan kurikulum sebagai proses (implementasi). Dalam dimensi sebagai rencana
tertulis, kurikulum harus mengembangkan SKL menjadi konten kurikulum yang
berasal dari prestasi bangsa di masa lalu, kehidupan bangsa masa kini, dan
kehidupan bangsa di masa mendatang. Dalam dimensi rencana tertulis, konten
kurikulum tersebut dikemas dalam berbagai mata pelajaran sebagai unit organisasi
konten terkecil. Dalam setiap mata pelajaran terdapat konten spesifik yaitu
pengetahuan dan konten berbagi dengan mata pelajaran lain yaitu sikap dan
keterampilan. Secara langsung mata pelajaran menjadi sumber bahan ajar yang
spesifik dan berbagi untuk dikembangkan dalam dimensi proses suatu kurikulum.
Kurikulum dalam dimensi proses adalah realisasi ide dan rancangan
kurikulum menjadi suatu proses pembelajaran. Guru adalah tenaga kependidikan
utama yang mengembangkan ide dan rancangan tersebut menjadi proses
pembelajaran. Pemahaman guru tentang kurikulum akan menentukan rancangan
guru (Rencana Program Pembelajaran/RPP) dan diterjemahkan ke dalam bentuk
kegiatan pembelajaran. Peserta didik berhubungan langsung dengan apa yang
dilakukan guru dalam kegiatan pembelajaran dan menjadi pengalaman langsung
peserta didik. Apa yang dialami peserta didik akan menjadi hasil belajar pada

8
dirinya dan menjadi hasil kurikulum. Oleh karena itu proses pembelajaran harus
memberikan kesempatan yang luas kepada peserta didik untuk mengembangkan
potensi dirinya menjadi hasil belajar yang sama atau lebih tinggi dari yang
dinyatakan dalam Standar Kompetensi Lulusan.
Kurikulum berbasis kompetensi adalah outcomes-based curriculum dan
oleh karena itu pengembangan kurikulum diarahkan pada pencapaian kompetensi
yang dirumuskan dari SKL. Demikian pula penilaian hasil belajar dan hasil
kurikulum diukur dari pencapaian kompetensi. Keberhasilan kurikulum
diartikan sebagai pencapaian kompetensi yang dirancang dalam dokumen
kurikulum oleh seluruh peserta didik.
Karakteristik kurikulum berbasis kompetensi adalah:
a. Isi atau konten kurikulum adalah kompetensi yang dinyatakan dalam
bentuk Kompetensi Inti (KI) mata pelajaran dan dirinci lebih lanjut ke
dalam Kompetensi Dasar (KD).
b. Kompetensi Inti (KI) merupakan gambaran secara kategorial mengenai
kompetensi yang harus dipelajari peserta didik untuk suatu jenjang sekolah,
kelas, dan mata pelajaran
c. Kompetensi Dasar (KD) merupakan kompetensi yang dipelajari peserta
didik untuk suatu mata pelajaran di kelas tertentu
d. Penekanan kompetensi ranah sikap, keterampilan kognitif, keterampilan
psikomotorik, dan pengetahuan untuk suatu satuan pendidikan dan mata
pelajaran ditandai oleh banyaknya KD suatu mata pelajaran. Untuk SD
pengembangan sikap menjadi kepedulian utama kurikulum.
e. Kompetensi Inti menjadi unsur organisatoris kompetensi bukan konsep,
generalisasi, topik atau sesuatu yang berasal dari pendekatan disciplinary
based curriculum atau content- based curriculum.
f. Kompetensi Dasar yang dikembangkan didasarkan pada prinsip akumulatif,
saling memperkuat dan memperkaya antar mata pelajaran.
g. Proses pembelajaran didasarkan pada upaya menguasai kompetensi pada
tingkat yang memuaskan dengan memperhatikan karakteristik konten
kompetensi dimana pengetahuan adalah konten yang bersifat tuntas
(mastery). Keterampilan kognitif dan psikomotorik adalah kemampuan

9
penguasaan konten yang dapat dilatihkan. Sedangkan sikap adalah
kemampuan penguasaan konten yang lebih sulit dikembangkan dan
memerlukan proses pendidikan yang tidak langsung.
h. Penilaian hasil belajar mencakup seluruh aspek kompetensi, bersifat
formatif dan hasilnya segera diikuti dengan pembelajaran remedial untuk
memastikan penguasaan kompetensi pada tingkat memuaskan (Kriteria
Ketuntasan Minimal/KKM dapat dijadikan tingkat memuaskan).

2.1.2 Struktur Kurikulum 2013


Struktur kurikulum terdiri atas sejumlah mata pelajaran, beban belajar,
dan kalender pendidikan. Mata pelajaran terdiri atas:
a. Mata pelajaran wajib diikuti oleh seluruh peserta didik di satu satuan
pendidikan pada setiap satuan atau jenjang pendidikan
b. Mata pelajaran pilihan yang diikuti oleh peserta didik sesuai dengan pilihan
mereka.
Kedua kelompok mata pelajaran tersebut (wajib dan pilihan) terutama
dikembangkan dalam struktur kurikulum pendidikan menengah (SMA dan SMK)
sementara itu mengingat usia dan perkembangan psikologis peserta didik usia
715 tahun maka mata pelajaran pilihan belum diberikan untuk peserta didik SD
dan SMP.

A. Struktur Kurikulum SD (Sekolah Dasar)


Beban belajar dinyatakan dalam jam belajar setiap minggu untuk masa
belajar selama satu semester. Beban belajar di SD kelas I, II, dan III masing-masing
30, 32, 34 jam sedangkan untuk kelas IV, V, dan VI masing-masing 36 jam setiap
minggu dengan jam belajar SD adalah 40 menit untuk 1 jam pembelajaran. Berikut
ini merupakan struktur Kurikulum pada jenjang SD:

10
Tabel 1. Struktur Kurikulum jenjang SD
ALOKASI WAKTU BELAJAR
PER MINGGU
MATA PELAJARAN
I II III IV V VI
KELOMPOK A
1. Pendidikan Agama 4 4 4 4 4 4
2. Pendidikan Pancasila
dan Kewarganegaraan 5 6 6 6 6 6
3. Bahasa Indonesia 8 8 10 10 10 10
4. Matematika 5 6 6 6 6 6
KELOMPOK B
1. Seni Budaya dan Keterampilan 4 4 4 6 6 6
2. Pendidikan Jasmani, Olah Raga 4 4 4 4 4 4
(termasuk muatan lokal)
dan Kesehatan (termasuk
muatan lokal)
Pendidikan Jasmani, Olah Raga 30 32 34 36 36 36
dan Kesehatan (termasuk muatan
lokal)
Kelompok A adalah mata pelajaran yang memberikan orientasi
kompetensi lebih kepada aspek intelektual dan afektif sedangkan kelompok B
adalah mata pelajaran yang lebih menekankan pada aspek afektif dan psikomotor.
Integrasi konten IPA dan IPS adalah berdasarkan makna mata pelajaran
sebagai organisasi konten dan bukan sebagai sumber dari konten. Konten IPA dan
IPS diintegrasikan ke dalam mata pelajaran PPKn, Bahasa Indonesia dan
Matematika yang harus ada berdasarkan ketentuan perundang-undangan.
Pembelajaran tematik merupakan pendekatan pembelajaran yang mengintegrasikan
berbagai kompetensi dari berbagai mata pelajaran. Pengintegrasian tersebut
dilakukan dalam 2 (dua) hal, yaitu integrasi sikap, kemampuan/keterampilan dan
pengetahuan dalam proses pembelajaran serta pengintegrasian berbagai konsep
dasar yang berkaitan.
Tema memberikan makna kepada konsep dasar tersebut sehingga peserta
didik tidak mempelajari konsep dasar tanpa terkait dengan kehidupan nyata.

11
Dengan demikian, pembelajaran memberikan makna nyata kepada peserta didik.
Tema yang dipilih berkenaan dengan alam dan kehidupan manusia. Keduanya
adalah pemberi makna yang substansial terhadap bahasa, PPKn, matematika dan
seni budaya karena keduanya adalah lingkungan nyata dimana peserta didik dan
masyarakat hidup. Disinilah kemampuan dasar/KD dari IPA dan IPS yang
diorganisasikan ke mata pelajaran lain yang memiliki peran penting sebagai
pengikat dan pengembang KD mata pelajaran lainnya. Berdasarkan sudut pandang
psikologis, tingkat perkembangan peserta didik tidak cukup abstrak untuk
memahami konten mata pelajaran secara terpisah-pisah. Pandangan psikologi
perkembangan dan Gestalt memberi dasar yang kuat untuk integrasi
KD yang diorganisasikan dalam pembelajaran tematik. Dari sudut pandang
transdisciplinarity maka pengotakan konten kurikulum secara terpisah ketat tidak
memberikan keuntungan bagi kemampuan berpikir selanjutnya.

B. Struktur Kurikulum SMP


Beban belajar di SMP untuk kelas VII, VIII, dan IX masing-masing 38 jam
per minggu. Jam belajar SMP adalah 40 menit. Struktur Kurikulum SMP adalah
sebagai berikut:
Tabel 2. Struktur Kurikulum jenjang SMP
MATA PELAJARAN ALOKASI WAKTU
BEAJAR
PERMINGGU
VII VII IX
KELOMPOK A
1. Pendidikan Agama 3 3 3
2. Pendidikan Pancasila dan 3 3 3
Kewarganegaraan
3. Bahasa Indonesia 6 6 6
4. Matematika 5 5 5
5. IPA 5 5 5
6. IPS 4 4 4
7. Bahasa Inggris 4 4 4
KELOMPOK B

12
1. Seni Budaya (termasuk muatan lokal) 3 3 3
2. Pendidikan Jasmani, Olah Raga, dan
Kesehatan (termasuk muatan lokal) 3 3 3

3. Prakarya (termasuk muatan lokal) 2 2 2


Jumlah Alokasi Waktu per Minggu 38 38 38
Kelompok A adalah mata pelajaran yang memberikan orientasi
kompetensi lebih kepada aspek intelektual dan afektif sedangkan kelompok B
adalah mata pelajaran yang lebih menekankan pada aspek afektif dan psikomotor.

C. Struktur Kurikulum SMA


Untuk menerapkan konsep kesamaan antara SMA dan SMK maka
dikembangkan kurikulum Pendidikan Menengah yang terdiri atas Kelompok mata
pelajaran Wajib dan Mata pelajaran Pilihan. Mata pelajaran wajib sebanyak 9
(Sembilan) mata pelajaran dengan beban belajar 18 jam per minggu. Konten
kurikulum (Kompetensi Inti/KI dan KD) dan kemasan konten serta label konten
(mata pelajaran) untuk mata pelajaran wajib bagi SMA dan SMK adalah sama.
Struktur ini menempatkan prinsip bahwa peserta didik adalah subjek dalam belajar
dan mereka memiliki hak untuk memilih sesuai dengan minatnya.
Mata pelajaran pilihan terdiri atas pilihan akademik (SMA) serta pilihan
akademik dan vokasional (SMK). Mata pelajaran pilihan ini memberikan corak
kepada fungsi satuan pendidikan dan di dalamnya terdapat pilihan sesuai dengan
minat peserta didik. Beban belajar di SMA untuk kelas X, XI, dan XII masing-
masing 43 jam belajar per minggu. Satu jam belajar adalah 45 menit. Struktur
Kurikulum Pendidikan Menengah kelompok mata pelajaran wajib sebagai berikut:
Tabel 3. Struktur Kurikulum Pendidikan Menengah
ALOKASI WAKTU
BELAJAR PER
MATA PELAJARAN
X MINGGU
XI XII
Kelompok Wajib
1. Pendidikan Agama 3 3 3
2. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan 2 2 2
3. Bahasa Indonesia 4 4 4

13
4. Matematika 4 4 4
5. Sejarah Indonesia 2 2 2
6. Bahasa Inggris 2 2 2
7. Seni Budaya 2 2 2
8. Prakarya 2 2 2
9. Pendidikan Jasmani, Olah Raga, dan 2 2 2
Kesehatan
Jumlah Jam Pelajaran Kelompok Wajib per 23 23 23
Minggu
Kelompok Peminatan
Mata Pelajaran Peminatan Akademik (SMA) 20 20 20
Mata Pelajaran Peminatan Akademik dan Vokasi
(SMK) 28 28 28

Kompetensi Dasar mata pelajaran wajib memberikan kemampuan dasar


yang sama bagi tamatan Pendidikan Menengah antara mereka yang belajar di
SMA dan SMK. Bagi mereka yang memilih SMA tersedia pilihan kelompok
peminatan (sebagai ganti jurusan) dan pilihan antar kelompok peminatan dan
bebas. Nama Kelompok Peminatan digunakan karena memiliki keterbukaan
untuk belajar di luar kelompok tersebut sedangkan nama jurusan memiliki
konotasi terbatas pada apa yang tersedia pada jurusan tersebut dan tidak boleh
mengambil mata pelajaran di luar jurusan. Struktur Kelompok Peminatan
Akademik (SMA) memberikan keleluasaan bagi peserta didik sebagai subjek
tetapi juga berdasarkan pandangan bahwa semua disiplin ilmu adalah sama
dalam kedudukannya. Nama kelompok minat diubah dari IPA, IPS dan Bahasa
menjadi Matematika dan Sains, Sosial, dan Bahasa. Nama-nama ini tidak
diartikan sebagai nama kelompok disiplin ilmu karena adanya berbagai
pertentangan fisolosfis pengelompokan disiplin ilmu. Berdasarkan filosofi
rekonstruksi sosial maka nama organisasi kurikulum tidak terikat pada nama
disiplin ilmu.
Terlampir di bawah adalah mata pelajaran peminatan dan mata
pelajaran pilihan (pendalaman minat dan lintas minat).

14
Tabel 5. Struktur Kurikulum Mata Pelajaran
KELAS
MATA PELAJARAN X XI XII
Kelompok Wajib
Peminatan Matematika dan Sains
I 1. Matematika 3 4 4
2. Biologi 3 4 4
3. Fisika 3 4 4
4. Kimia 3 4 4
Peminatan Sosial
II 1. Geografi 3 4 4
2. Sejarah 3 4 4
3. Sosiologi dan Antropologi 3 4 4
4. Ekonomi 3 4 4
Peminatan Bahasa
III 1. Bahasa dan Sastra Indonesia 3 4 4
2. Bahasa dan Sastra Inggris 3 4 4
3. Bahasa dan Sastra Asing lainnya 3 4 4
4. Sosiologi dan Antropologi 3 4 4
Mata Pelajaran Pilihan
Pilihan Pendalaman Minat atau Lintas 6 4 4
Minat
Jumlah Jam Pelajaran yang Tersedia 73 75 75
Jumlah Jam Pelajaran yang Harus Ditempuh 41 43 43

2.2 Kurikulum Pendidikan Thailand


2.2.1 Sistem Pendidikan di Thailand
Untuk pemantapan program kerja dan pembinaan Sekolah Indonesia Luar
Negeri di Bangkok (SILN), telah di paparkan tentang sistem pendidikan di
Thailand. Dalam paparan tentang sistem pendidkan di Thailand ternyata ada
kesamaan dengan sitem pendidikan di Indonesia dan ada juga perbedaanya. Berikut
ini penjelasannya. Sistem pendidikan di Thailand terbagi menjadi 3, yaitu:

15
pendidikan formal, pendidikan non-formal dan pendidikan informal. Sistem
pendidikan formal terdiri dari pendidikan dasar dan pendidikan tinggi, sedangkan
sistem pendidikan non-formal terdiri dari: program sertifikat kejuruan, program
short course sekolah kejuruan dan interest group program. Berikut merupakan
rincian grade pendidikan di Thailand:
a. Pendidikan play group dan TK usia 3-6 tahun
b. Pendidikan Sekolah Dasar (selama 6 tahun), grade 1-6
c. Pendidikan Sekolah Menengah Pertama (selama 3 tahun), grade 7-9
d. Pendidikan Sekolah Menengah Atas (selama 3 tahun), grade 10-12
Untuk grade 7-12 dalam satu komponen sekolah, mereka tak harus
mendaftar lagi, sudah otomatis melanjutkan di sekolah itu. Tingkatan ke empat,
adalah siswa yang duduk dibangku sekolah menengah atas yang disebut Matthayom
4-6 umumnya mereka berumur 15-17 tahun. Pada tingkatan yang keempat ini siswa
diberi kebebasan untuk memilih jalur kejuruan atau akademis, sehingga setelah
memiliki mereka dibedakan menjadi dua kelompok sesuai dengan pilihanya
tersebut.
Sebagaimana disebut di atas bahwa para siswa di sekolah-sekolah
menengah atas, diberikan kebebasan memilih jalur akademik atau kejuruan. Atas
dasar pilihan tersebut maka terdapat tiga jenis sekolah menengah atas akademik,
sekolah menengah atas kejuruan, dan juga sekolah menengah atas komprehensif
yang menawarkan atau menyelenggarakan kedua jalur tersebut yaitu jalur akademik
dan jalur kejuruan. Para siswa yang memilih jalur akademis biasanya berniat untuk
masuk ke universitas, sedangkan sisawa yang masuk sekolah kejuruan biasanya
masuk di dunia kerja.
Siswa harus mengikuti tes untuk dapat masuk pada sekolah menengah atas.
Siswa harus mengikuti dan lolos tes nasional yang disebut NET (National
Education Test). Anak-anak Thailand membutuhkan waktu 6 tahun bersekolah
dasar tambahan tiga tahun akhir sekolah menengah. Mereka yang lulus 6 tahun
sekolah menengah adalah mereka yang lulus dari O-NET (Ordinary National
Education Test). Sekolah yang berstatus negeri di atur oleh pemerintah, sedangkan
sekolah swasta di kelola oleh masyarakat.

16
Pendidikan dasar di Thailand dimaksudkan sebagai 12 tahun belajar yang
dibagi menjadi 6 tahun sekolah dasar (Prathom 1-6), diikuti dengan 3 tahun sekolah
menengah pertama (Mattayom 1-3) dan 3 tahun sekolah menengah atas (Mattayom
4-6). Sejak tahun 2003, wajib belajar telah diperluas sampai 9 tahun (6 tahun
sekolah dasar dan 3 tahun sekolah menengah pertama), namun pendidikan sekolah
digratiskan sampai 12 tahun sehingga siswa diharapkan dapat menyelesaikan
pendidikan sampai Mattayom 6, atau setara dengan tamat SMU.
Secara umum sekolah Prathom terpisah dari sekolah Mattayom, namun di
beberapa tempat di Thailand di jumpai sekolah yang memberikan pelayanan
pendidikan mulai dari Prathom 1 sampai dengan Mattayom 6. Dalam hal sekolah
menengah umumnya, pendidikan Mattayom 1-6 berada di dalam satu sekolah, akan
tetapi dapat dijumpai pendidikan Mattayom yang dilayani oleh dua sekolah yang
terpisah, yaitu sekolah yang melayani Mattayom 1-3 dan sekolah yang melayani
Mattayom 4-6.

2.2.2 Kurikulum Di Thailand


Sejak tahun 2002 Kementerian Pendidikan Thailand telah menerapkan
kurikulum pendidikan dasar 2001. Monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan
kurikulum 2001 selama kurun 6 tahun telah menunjukkan kekuatan-kekuatan dan
kelemahan- kelemahan Kurikulum 2001. Sebagai contoh, Kurikulum 2001
memberikan kesempatan desentralisasi otoritas pendidikan, memberikan
kesempatan komunitas lokal dan sekolah untuk berpartisipasi dan memainkan
peranan penting untuk mempersiapkan kurikulum sehingga memenuhi keinginan
mereka. Namun demikian, hasil evaluasi terhadap kurikulum 2001 ini
menunjukkan sejumlah kelemahan yang berkaitan dengan kurikulum itu sendiri,
meliputi penerapannya, proses pelaksanaannya, kesulitan guru dan praktisi dalam
mempersiapkan kurikulum sekolahnya. Banyak sekolah sangat berambisi
membuat konten pembelajaran dan keluaran yang diharapkan namun pada saat
ujian dan penilaian tidak sesuai dengan kriteria standar yang ditetapkan. Selain
itu, kualitas anak didik dalam menyerap pengetahuan dasar dan ketrampilan yang
diharapkan cukup mengecewakan.

17
Atas dasar temuan-temuan di atas, Kantor Komisi Pendidikan Dasar (Office
of Basic Education Commission, OBEC) di bawah supervisi Komisi Pendidikan
Dasar mengambil tindakan untuk merevisi Kurikulum Pendidikan Dasar 2001 guna
mempersiapkan Kurikulum Inti Pendidikan Dasar 2008. Kurikulum Inti Pendidikan
Dasar (KIPD) 2008 dirancang dengan memberikan penekanan kepada kesesuaian.
Peningkatan- peningkatan dibuat dalam tujuan dan proses pelaksanaan kurikulum
pada tingkat kantor dinas dan sekolah. Asas desentralisasi masih tetap diutamakan
di dalam KIPD 2008, dengan memberikan kesempatan kepada komunitas lokal dan
sekolah untuk mengembangkan kurikulum sekolah. Kegiatan belajar-mengajar
yang diterapkan untuk seluruh anak didik Thailand pada pendidikan dasar
diarahkan dalam rangka meningkatkan kualitas anak didik dalam penguasaan
pengetahuan dasar dan kecakapan hidup yang dibutuhkan dalam menghadapi dunia
yang terus berubah. Oleh karena itu mereka harus dibekali dengan semangat untuk
mencari pengetahuan guna mengembangkan diri secara berkesinambungan.

2.2.3 Prinsip-prinsip Kurikulum Inti 2008


Prinsip-prinsip yang penting yang mendasari Kurikulum Inti Pendidikan Dasar
2008 adalah sebagai berikut (Yunardi, 2014):
1. Sasaran utama pengembangan kurikulum ini adalah mencapai persatuan
nasional; standar pembelajaran dan tujuan pembelajaran dirancang dengan
harapan agar siswa mendapatkan pengetahuan, ketrampilan, karakter dan moral
sebagai landasan bagi kebangsaan dan nilai-nilai universal.
2. Kurikulum 2008 ini memberikan peluang pendidikan untuk semua, karena
setiap warga negara berhak memiliki akses yang sama untuk mengenyam
pendidikan dengan kualitas tinggi.
3. Kurikulum 2008 ini memberikan peluang desentralisasi otoritas dengan
mendorong masyarakat untuk berpartisipasi terhadap penyelenggaraan
pendidikan, sesuai dengan situasi dan kebutuhan setempat.
4. Struktur kurikulum 2008 ini cukup fleksibelitas dalam hal isi, alokasi waktu dan
manajemen pembelajaran.
5. Pendekatan yang berpusat kepada siswa (student-centered) sangat
diharapkan.

18
6. Kurikulum 2008 ini ditujukan untuk seluruh jenis pendidikan formal, non-
formal dan informal, mencakupi seluruh kelompok target dan memungkinkan
perpindahan hasil pembelajaran dan pengalaman

2.2.4 Sasaran Kurikulum


Kurikulum Inti Pendidikan Dasar ini bertujuan untuk mengembangkan
siswa secara maksimal dalam hal moral, pemahaman, kenyamanan, dan
potensi untuk studi lanjut dan menjalani kehidupan. Sasaran-sasaran berikut
diharapkan dicapai oleh anak didik setelah meyelesaikan pendidikan dasar
(Yunardi, 2014):
1. Moralitas, etika, nilai-nilai yang diinginkan, harga diri, disiplin diri, ketaatan
terhadap ajaran Buddha atau menurut kepercayaan seseorang dan prinsip-
prinsip Ekonomi Kecukupan;
2. Pengetahuan dan keterampilan untuk berkomunikasi, berpikir,
memecahkan masalah, keterampilan teknologi know-how, dan kecakapan
hidup;
3. Kesehatan fisik dan mental yang baik, kebersihan dan preferensi untuk
latihan fisik
4. Patriotisme, kesadaran akan tanggung-jawab dan komitmen sebagai warga
negara Thailand dan anggota komunitas dunia, dan kepatuhan terhadap
kehidupan demokratis dan bentuk pemerintahan di bawah monarki
konstitusional, dan
5. Kesadaran akan perlunya melestarikan budaya Thailand dan kearifan lokal
Thailand, perlindungan dan pelestarian lingkungan, dan pola fikir
masyarakat dengan dedikasi untuk pelayanan publik untuk perdamaian dan
co-eksistensi yang harmonis.

2.2.5 Standar Pembelajaran


Perhatian terhadap prinsip-prinsip perkembangan kecerdasan otak dan multi
intelengensia diperlukan untuk mencapai pengembangan peserta didik yang
seimbang. Oleh karena itu, Kurikulum Inti Pendidikan Dasar telah mencanangkan
delapan bidang pembelajaran sebagai berikut (Yunardi, 2014):

19
1. Bahasa Thailand
2. Matematika
3. Sains
4. Ilmu Sosial, Agama dan Budaya
5. Pendidikan Jasmani dan kesehatan
6. Seni
7. Okupasi dan Teknologi
8. Bahasa Asing
Setiap bidang pembelajaran, standar baku berperan sebagai target yang
ingin dicapai dalam mengembangkan kualitas peserta didik. Standar ini
menentukan apa yang peserta didik harus tahu dan harus mampu lakukan. Standar
ini juga menunjukkan nilai- nilai moral dan etika serta karakter yang diinginkan
setelah menyelesaikan pendidikan dasar. Selain itu, standar pembelajaran berperan
sebagai mekanisme penting dalam memajukan sistem pendidikan secara
keseluruhan, karena standar ini memberikan informasi kepada kita tentang isi
pelajaran dan metoda pengajaran dan evaluasi. Standar juga berfungsi sebagai
instrumen untuk penjaminan mutu dan diadopsi baik sebagai evaluasi penjaminan
mutu internal dan maupun eksternal, yang telah dipraktekkan pada layanan
pendidikan di tingkat daerah maupun tingkat nasional. Pemantauan pelaksanaan
penjaminan mutu internal merupakan hal yang sangat penting, karena hal ini
menunjukkan tingkat keberhasilan dalam mencapai kualitas seperti yang ditentukan
dalam standar yang bersangkutan.

2.3 Perbedaan Kurikulum Thailand dengan Indonesia


Adapun perbedaan kurikulum pendidikan yang berlaku di Thailand dan
Indonesia memiliki beberapa perbedaan, diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Jenjang sekolah pada tingkat SMP dan SMA di Thailand memiliki satu
rangkaian. Siswa yang masuk pada salah satu sekolah SMP langsung masuk
ke SMA tanpa mengikuti tes, karena kedua jenjang sekolah tersebut
langsung. Berbeda dengan Indonesia, siswa yang mengikuti pendidikan di
suatu SMP di ijinkan untuk melanjutkan pendidikannya di SMA lain.

20
b. Secara garis besar jenjang pendidikan dasar dibagi menjadi 2 tingkatan,
yaitu pendidikan dasar (SD dan SMP/SMA) dan pendidikan tinggi. Pada
jenjang SMP/SMA dikumpulkan menjadi satu.
c. Thailand sudah menekankan pelajaran terkait dengan bahasa asing dari
jenjang SD sedangkan di Indonesia tidak terlalu berfokus pada hal tersebut.
d. Jenjang pendidikan SD di Thailand sudah menekankan pembelajaran terkait
dengan okupasi dan teknologi, namun di Indonesia masih belum.
e. Siswa harus mengikuti seleksi nasional untuk masuk pada sekolah
menengah atas di Thailand yang dikenal dengan NET (National Education
Test), sedangkan di Indonesia seleksi dilakukan oleh instansi sekolah
masing-masing.

2.4 Perbandingan Peringkat PISA


PISA adalah singkatan dari Programme for International Students
Assessment. Program tersebut digagas oleh the Organisation for Economic Co-
operation and Development (OECD). OECD melakukan evaluasi berupa tes dan
kuisoner pada beberapa negara yag ditujukan pada siswa-siswi yang berumur 15
tahun atau kalau di Indonesia sekitar kelas IX atau X. PISA dilakukan tiap tiga
tahun sekali dan dimulai dari tahun 2000. Materi yang dievaluasi adalah sains,
membaca, dan matematika. Tes dan survey PISA berikutnya adalah di tahun 2018
dengan hasil tes dan surveynya akan dirilis pada akhir tahun 2019.
Hasil tes dan survey PISA, yang pada tahun 2015 melibatkan 540.000 siswa
di 70 negara, dianalisa dengan hati-hati dan lengkap sehingga survey dan tes tahun
berjalan baru bisa didapatkan pada akhir tahun berikutnya. Hasil literasi PISA 2015
dirilis pada bulan Desember 2016. Pada web OECD di alamat
https://www.oecd.org/pisa/. Singapura adalah negara yang menduduki peringkat 1
untuk ketiga materi sains, membaca, dan matematika pada tes dan survey PISA
2015.
Mengacu pada hasil tes dan evaluasi PISA 2015 performa siswa-siswi
Indonesia masih tergolong rendah. Rata-rata skor pencapaian siswa-siswi Indonesia
untuk sains, membaca, dan matematika berada di peringkat 62, 61, dan 63 dari 69
negara yang dievaluasi. Peringkat dan rata-rata skor Indonesia tersebut tidak

21
berbeda jauh dengan hasil tes dan survey PISA terdahulu pada tahun 2012 yang
juga berada pada kelompok penguasaan materi yang rendah.
Ditinjau dari indikator utama berupa rata-rata skor pencapaian siswa-siswi
Indonesia di bidang sains, matematika, dan sains memang mengkhawatirkan.
Tercatat Vietnam yang jauh di peringkat atas dan dan Thailand yang juga unggul di
atas Indonesia. Indonesia berada pada peringkat 62 dari 70 negara, sedangkan
Thailand berada di peringkat 55 lebih unggul 7 peringkat dari Indonesia. Pada sisi
lain, peringkat Indonesia sebenarnya naik dari hasil tes dan survey PISA 2012.
Contohnya untuk bidang matematika dari pada PISA 2012 berada di peringkat 64
dari 65 negara yang dievaluasi.

22
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Adapun simpulan dari makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Struktur kurikulum di Indonesia terdiri atas sejumlah mata pelajaran, beban
belajar, dan kalender pendidikan. Mata pelajaran terdiri atas:
Mata pelajaran wajib diikuti oleh seluruh peserta didik di satu satuan
pendidikan pada setiap satuan atau jenjang pendidikan
Mata pelajaran pilihan yang diikuti oleh peserta didik sesuai dengan
pilihan mereka.
2. Thailand menggunakan Kurikulum Inti Pendidikan Dasar (KIPD) 2008 yang
dirancang dengan memberikan penekanan kepada kesesuaian. Peningkatan-
peningkatan dibuat dalam tujuan dan proses pelaksanaan kurikulum pada
tingkat kantor dinas dan sekolah. Asas desentralisasi masih tetap diutamakan di
dalam KIPD 2008, dengan memberikan kesempatan kepada komunitas lokal
dan sekolah untuk mengembangkan kurikulum sekolah
3. Terdapat beberapa perbedaan antara kurikulum pendidikan Indonesia dengan
Thailand. Perbedaan yang mencolok terlihat pada sistem jenjang pendidikan
dan mata pelajaran yang di tekankan pada masing-masing jenjang pendidikan.
4. Ditinjau dari PISA Indonesia masih berada di bawah Thailand. Indonesia berada
pada peringkat 62 sedangkan Thailand berada pada peringkat 55. Ini
menunjukkan bahwa Thailand masih lebih unggul dari Indonesia dari segi
sistem pendidikan.

3.2 Saran
Saran yang dapat diberikan yaitu semoga penulisan makalah ini dapat
bermanfaat bagi para pembaca sekalian. Bagi pihak yang berperan dalam
pengembangan kurikulum di indonesia diharapkan memiliki pemahaman terhadap
perkembangan kurikulum di negara lain seperti Thailand. Pemahaman tersebut
dapat dijadikan bahan untuk melakukan perbaikan terhadap kuriklulum di
Indonesia yang cenderung bersifat dinamis.

23

Anda mungkin juga menyukai