Anda di halaman 1dari 20

SEJARAH PERKEMBANGAN KURIKULUM DI INDONESIA

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

Analisis dan Pengembangan Kurikulum

Yang diampu oleh:

Dr. Siti Fatimah Soenaryo

Disusun oleh:

Nama : Khoiru Nur Rusidhin

NIM : 201910240211003

No. Urut Presensi : 02

MAGISTER KEBIJAKAN DAN PENGEMBANGAN PENDIDIKAN


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
MARET 2020
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ........................................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................................................2

1.3 Tujuan Makalah .....................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Kurikulum Pendidikan Pra-Kemerdekaan ..........................................................................3

2.2 Kurikulum Pendidikan Masa Orde Lama ...........................................................................5

2.3 Kurikulum Pendidikan Masa Orde Baru .............................................................................6

2.4 Pendidikan Pada Masa Reformasi ........................................................................................8

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan ............................................................................................................................11

3.2 Saran ......................................................................................................................................14


Kata Pengantar

Pertama-tama kami ucapkan terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
hidayah-NYA serta keluasan ilmu-NYA sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
Pendidikan Kewarganegaraan ini dengan baik.

Makalah yang berjudul “Sejarah Perkembangan Kurikulum” disusun untuk memenuhi


tugas mata kuliah Analisis dan Pengembangan Kurikulum yang diampu oleh Ibu Dr. Siti Fatimah
Soenaryo. Makalah ini telah kami susun dengan baik dan saksama berdasarkan survei lapangan
yang disertai dengan landasan teori dari seluruh referensi yang terkumpul sehingga dari beberapa
refrensi tersebut kami pilih untuk dijadikan referensi utama. Tidak pula dipungkiri bahwa
bantuan dari banyak pihak yang dengan sukarela membantu kami sehingga mempermudah
proses penyusunan makalah ini.

Kami sebagai penyusun menyadari akan adanya beberapa kekurangan dalam susunan
makalah kami, sehingga saran dan masukan dari pembaca kami harapkan untuk memperbaiki
kekurangan-kekurangan dalam susunan makalah ini di penyusunan makalah berikutnya.

Besar harapan kami bahwa makalah ini bisa bermanfaat bagia siapapun yang
membacanya, serta dapat menjadi sumber kontribusi penambahan pengetahuan bagi para
pembaca.

Malang , 02 Maret 2020

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Istilah kurikulum (curriculum) berasal dari kata curir (pelari) dan curere (tempat
berpacu), dan pada awalnya digunakan dalam dunia olahraga. Pada saat itu kurikulum diartikan
sebagai jarak yang harus ditempuh oleh seorang pelari mulai dari start sampai finish untuk
memperoleh medali/penghargaan. Kemudian, pengertian tersebut diterapkan dalam dunia
pendidikan menjadi sejumlah mata pelajaran (subject) yang harus ditempuh oleh seorang siswa
dari awal sampai akhir program pelajaran untuk memperoleh penghargaan dalam bentuk ijazah.

Berbicara tentang sejarah perjalanan kurikulum pendidikan di Indonesia, maka hal itu
tidak terlepas dari sejarah perkembangan pendidikan bangsa Indonesia itu sendiri. Sejak zaman
kolonialisme, bangsa Indonesia sudah mengenal sekolah, yang tentu saja juga ada kurikulum.
Setiap generasi memiliki sejarah kurikulum yang berbeda antara satu dengan yang lain.
Kurikulum pendidikan di Indonesia senantiasa berubah sesuai dengan zamannya. Bahkan tak
jarang juga terdapat keterkaitan dengan unsur-unsur politis yang mengiringinya. Dalam
pengertian bahwa kurikulum di Indonesia kerapkali mengikuti kehendak pemimpin yang
berkuasa ketika itu. Ketika masa kolonialisme, maka kurikulum yang berkembang disesuaikan
dengan tujuan melanggengkan imprialisme. Begitupula dengan beberapa masa setelahnya.

Dalam perjalanan sejarah sejak Indonesia merdeka atau tahun 1945, kurikulum
pendidikan nasional telah mengalami perubahan, yaitu pada tahun 1947, 1952, 1964, 1968, 1975,
1984, 1994, 2004, dan 2006, ( bahkan rencananya akan kembali terjadi perubahan kurikulum di
2013 ini ). Perubahan tersebut merupakan konsekuensi logis dari terjadinya perubahan sistem
politik, sosial budaya, ekonomi, dan iptek dalam masyarakat berbangsa dan bernegara. Sebab,
kurikulum sebagai seperangkat rencana pendidikan perlu dikembangkan secara dinamis sesuai
dengan tuntutan dan perubahan yang terjadi di masyarakat. Atas dasar inilah penulis akan
membuat makalah sederhana yang mengupas tentang perkembangan sejarah kurikulum di
Indonesia dari sebelum kemerdekaan hingga orde reformasi saat ini.

1
1.2.Rumusan Masalah

Bagaimanakah perkembangan kurikulum prakemerdekaan?

Bagaimana perkembangan kurikulum orde lama?

Bagaimana perkembangan kurikulum orde baru?

Bagaimana perkembangan kurikulum orde reformasi?

1.3.Tujuan Makalah

1. Untuk mengetahui perkembangan kurikulum prakemerdekaan

2. Untuk mengetahui perkembangan kurikulum orde lama

3. Untuk mengetahui perkembangan kurikulum orde baru

4. Untuk mengetahui perkembangan kurikulum orde reformasi

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Kurikulum Pendidikan Pra Kemerdekaan

Pendidikan pada prakemerdekaan dipengaruhi oleh kolonialisme. Hasilnya bangsa ini


dididik untuk mengabdi kepada penjajah. Karena, pada saat penjajahan semua bentuk pendidikan
dipusatkan untuk membantu dan mendukung kepentingan penjajah. Pada mulanya, mereka tidak
pernah terpikirkan untuk memperhatikan pendidikan namun murni hanya mencari rempah-
rempah. Meski demikian, bangsa Eropa ini juga memiliki misi penyebaran agama. Karena itu
pada abad ke-16 dan 17, mereka mendirikan lembaga pendidikan dalam upaya penyebaran
agama Kristen di Nusantara. Pendidikan tersebut tidak hanya diperuntukkan bagi mereka tapi
juga penduduk pribumi yang beragama Kristen.
Selanjutnya, pihak penjajah yang merasakan perlu adanya pegawai rendahan yang
dapat membaca dan menulis guna membantu pengembangan usaha, khususnya tanam paksa,
maka dibentuklah lembaga-lembaga pendidikan. Namun kelas ini masih hanya diperuntukkan
untuk kalangan terbatas, yaitu anak-anak priyai. Konsep ideal pendidikan kolonialis adalah
pendidikan yang mampu mencetak para pekerja yang dapat dipekerjakan oleh penjajah pula.
Tujuan pendidikan kolonial tidak terarah pada pembentukan dan pendidikan orang muda untuk
mengabdi pada bangsa dan tanah airnya sendiri, akan tetapi dipakai untuk menanamkan nilai-
nilai dan norma-norma masyarakat penjajah agar dapat ditransfer oleh penduduk pribumi dan
menggiring penduduk pribumi menjadi budak dari pemerintahan kolonial. Pendidikan model
bentukan Belanda pada masa ini terdapat dua macam. Pertama, Sekolah Kelas Dua untuk anak
pribumi dengan lama pendidikan 3 tahun. Sementara kurikulum yang diajarkan meliputi
berhitung, menulis dan membaca. Kedua, Sekolah Kelas Satu yang diperuntukkan untuk anak
pegawai pemerintah Hindia Belanda. Lama pendidikan ini awalnya 4 tahun, kemudian 5 tahun
dan terakhir 7 tahun. Kurikulum yang diajarkan meliputi ilmu bumi, sejarah, ilmu hayat/
menggambar dan ilmu mengukur tanah. Sementara bahasa pengantarnya menggunakan Bahasa
Melayu dan Bahasa Belanda.
Diberlakukannya politik etis pada awal-awal abad ke-20 berpengaruh pula terhadap
perkembangan pendidikan di Indonesia. Pada masa ini, di Jawa khususnya, Sekolah Kelas Dua
yang mulanya hanya 3 tahun berubah menjadi 5 tahun. Kemudian pada tahun 1914 didirikan
sekolah sambungan yang lamanya 2 tahun.

3
Pada prinsipnya Undang-Undang Hindia Belanda membagi jenis penduduk menjadi 3 golongan,
yaitu Eropa, Timur Asing, dan Bumiputera. Klasifikasi ini berpengaruh pula terhadap sistem
pendidikan ketika itu, yaitu:

1. ELS (Europe Lagere School) yaitu sekolah untuk anak-anak Eropa, Tionghoa, dan Indonesia
yang menurut undang-undang disamakan haknya dengan bangsa Eropa.

2. HCS (Holand Chinese School) yaitu sekolah untuk golongan Tiongh

3. HIS (Holand Inlandse School) yaitu sekolah untuk rakyat pribumi atau bumiputra golongan
atas.

Ini merupakan gambaran pendidikan rendah di Indonesia masa Belanda yang berlangsung
sampai dengan tahun 1942. Sementara untuk kelas menengah didirikan Gymnasium yang
terbatas siswanya hanya orang-orang Barat atau golongan ningrat. Masa belajar pendidikan ini
berlangsung selama 3 tahun. Pendidikan ini bertujuan untuk menciptakan pegawai-pegawai
menengah dan tingkat tinggi. Sedang mata pelajaran yang diajarkan meliputi Bahasa Belanda,
bahasa Inggris, Ilmu Hitung, Aljabar, ilmu ukur, ilmu alam atau kimia, ilmu hayat, ilmu bumi,
sejarah dan tatabuku. Perkembangan selanjutnya, Gymnasium berubah menjadi OSVIA dan
HBS. OSVIA sebagian diperuntukkan golongan ningrat bumiputera, sedang HBS (Hogore
Burgere School) untuk orang Belanda dari golongan tinggi. Dari model pendidikan ini kemudian
menjelma menjadi MULO (Meer Uifgebried Order Wijs) yang lama pendidikannya ditambahkan
1 tahun dengan dasar bahwa anak-anak pribumi dianggap kesulitan memahami pelajaran. Bahasa
pengantar yang digunakan adalah bahasa Melayu.
Sementara untuk tingkatan atas, Belanda mendirikan AMS (Algemene Midelbare
School). Sekolah ini didirikan pada 1919, sebagai lanjutan dari sekolah lanjutan pertama atau
MULO. Lama pendidikan ini berlangsung selama 3 tahun yang terbagi pada bagian A dan bagian
B. Bagian A spesifikasinya adalah ilmu kebudayaan yaitu kesusatraan timur dan kesusatraan
klasik barat. Kesusastraan timur meliputi bahasa Jawa, Melayu, Sejarah Indonesia dan ilmu
bangsa-bangsa. Sedang kesusatraan klasik barat lebih kepada bahasa latin. Sedang bagian B
spesifikasi pelajarannya adalah Ilmu Pengetahuan Kealaman yang meliputi ilmu pasti dan ilmu
alam.
Sementara ketika kependudukan beralih dari Belanda ke Jepang, maka pendidikan yang
berbau Belanda disingkirkan dengan diganti pendidikan berciri khas Jepang dan sesuai dengan
tujuan mereka. Pada pendidikan tingkat rendahan Jepang menggantinya dengan sebutan
Kokumin Gako dengan lama pendidikan 6 tahun.

4
Kurikulum pendidikan ini lebih menitik beratkan pada olahraga kemiliteran yang
memang bertujuan untuk membantu pertahanan Jepang. Anak-anak masa ini diajarkan untuk
mengumpulkan kerikil dan pasir untuk pertahanan, serta menanam pohon jarak untuk membuat
minyak sebagai kepentingan perang. Namun masa ini, bahasa pengantar yang digunakan adalah
bahasa Indonesia. Dengan demikian penggunaan bahasa Indonesia hampir merata di semua
sekolah. Materi yang dipelajari sebenarnya tidak jauh beda dengan masa pendudukan Belanda,
namun hanya saja yang awalnya semua hal yang berbau Belanda tergantikan dengan model-
model Jepang.

2.2. Kurikulum Pendidikan Masa Orde Lama

Sebagaimana yang disebutkan pada pendahuluan, bahwa kurikulum pendidikan nasional


telah beberapa kali mengalami perubahan. Perubahan kurikulum disesuaikan dengan tujuan yang
ingin dicapai oleh para penguasa. Tentu saja ada beberapa hal yang memang tujuannya
disesuaikan dengan tuntutan kondisi zaman.

Jika kita berbicara tentang kurikulum, maka sudah sepatutnya kita membicarakan
seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang
digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan
pendidikan tertentu. Kurikulum pada era Orde Lama dibagi manjadi 2 kurikulum di antaranya:
1) Kurikulum 1947
Kurikulum pertama yang lahir pada masa kemerdekaan memakai istilah dalam bahasa
Belanda “leer plan”artinya rencana pelajaran. Perubahan arah pendidikan lebih bersifat politis,
dari orientasi pendidikan Belanda ke kepentingan nasional. Sedangkan, asas pendidikan
ditetapkan Pancasila. Kurikulum yang berjalan saat itu dikenal dengan sebutan “Rencana
Pelajaran 1947”, yang baru dilaksanakan pada tahun 1950. Orientasi Rencana Pelajaran 1947
tidak menekankan pada pendidikan pikiran. Yang diutamakan adalah: pendidikan watak,
kesadaran bernegara dan bermasyarakat.
Pada masa tersebut siswa lebih diarahkan bagaimana cara bersosialisasi dengan
masyarakat. Proses pendidikan sangat kental dengan kehidupan sehari-hari. Aspek afektif dan
psikomotorik lebih ditekankan dengan pengadaan pelajaran kesenian dan pendidikan jasmani.
Oleh karena itu, yang lebih penting adalah bagaimana menumbuhkan kesadaran bela negara.
Kemungkinan model ini masih terkontamninasi dengan model pendidikan yang diterapkan oleh
Jepang sebelumnya.
2) Kurikulum 1952-1964

5
Kurikulum ini lebih merinci setiap mata pelajaran yang disebut “Rencana Pelajaran
Terurai 1952”. Silabus mata pelajarannya jelas sekali, dan seorang guru mengajar satu mata
pelajaran. Pada masa ini memang kebutuhan peserta didik akan ilmu pengetahuan lebih
diperhatikan, dan satuan mata pelajaran lebih dirincikan. Namun, dalam kurikulum ini siswa
masih diposisikan sebagai objek karena guru menjadi subjek sentral dalam pentransferan ilmu
pengetahuan. Guru yang menentukan apa saja yang akan diperoleh siswa di kelas, dan guru pula
yang menentukan standar-standar keberhasilan siswa dalam proses pendidikan.
Sistem pendidikan masa ini dikenal dengan Sistem Panca Wardana atau sistem lima
aspek perkembangan yaitu perkembangan moral, perkembangan intelegensia, perkembangan
emosional/artistik, perkembangan keprigelan dan perkembangan jasmaniah. Sistem panca
wardana ini dapat diuraikan menjadi beberapa mata pelajaran.
1. Perkembangan moral; pendidikan kemasyarakatan dan pendidikan agama/budi pekerti.
2. Perkembangan intelegensia; bahasa Indonesia, bahasa daerah, berhitung dan pengetahuan
alamiah.
3. Perkembangan emosional/artistik; seni sastra/musik, seni lukis/rupa, seni tari, seni drama.
4. Perkembangan keprigelan; pertanian/peternakan, industry kecil/pekerjaan tangan,
koperasi/tabungan dan keprigelan-keprigelan lain.
5. Perkembangan jasmaniah; pendidikan jasmaniah dan pendidikan kesehatan.

Fokus kurikulum 1964 ini lebih menekankan pada pengetahuan dan kegiatan fungsional
praktis. Pada kurikulum 1964 ini, arah pendidikan mulai merambah lingkup praksis. Dalam
pengertian bahwa setiap pelajaran yang diajarkan disekolah dapat berkorelasi positif dengan
fungsional praksis siswa dalam masyarakat. Kurikulum masa ini dapat pula dikategorikan
sebagai Correlated Curriculum.

2. 3. Kurikulum Pendidikan Masa Orde Baru

1) Kurikulum 1968
Kurikulum 1968 merupakan tonggak awal pendidikan masa orde baru. Kelahiran
Kurikulum 1968 bersifat politis, mengganti Rencana Pendidikan 1964 yang dicitrakan sebagai
produk Orde Lama. Dengan suatu pertimbangan untuk tujuan pada pembentukan manusia
Pancasila sejati. Dasar pendidikan masa ini adalah Falsafah Negara Pancasila sesuai dengan
Ketetapan MPRS No. XXVI/MPRS/1966.

6
Sedang Tujuan pendidikan nasional adalah membentuk manusia pancasila sejati
berdasarkan ketentuan ketentuan seperti yang dikehendaki oleh pembukaan Undang-Undang
Dasar 1945 dan isi Undang-Undang Dasar 1945 ( Tap. MPRS No. XXVII/MPRS/1966).
Sementara isi pendidikan nasionalnya adalah; memperingati mental budi pekerti dan
memperkuat keyakinan agama, mempertinggi kecerdasan dan keterampilan, membina dan
mempertimbangkan fisik yang kuat dan sehat ( Tap. MPRS No. XXVII/MPRS/1966). Kurikulum
pada tingkatan SD 1968 dibagi menjadi tiga kelompok besar. Pertama, kelompok pembinaan
Pancasila; pendidikan agama, pendidikan kwarganegaraan, pendidikan bahasa Indonesia, bahasa
daerah dan olahraga. Kedua, Kelompok pembinaan pengetahuan dasar; berhitung, ilmu
pengetahuan alam, pendidikan kesenian, pendidikan kesejahteraan keluarga (termasuk ilmu
kesehatan). Ketiga, Kelompok kecakapan khusus; kejuruan agragia (pertanian, peternakan,
perikanan), kejuruan teknik (pekerjaan tangan/perbekalan), kejuruan ketatalaksanaan/jasa
(koperasi, tabungan).
Pada masa ini siswa hanya berperan sebagai pribadi yang masif, dengan hanya
menghapal teori-teori yang ada, tanpa ada pengaplikasian dari teori tersebut. Aspek afektif dan
psikomotorik tidak ditonjolkan pada kurikulum ini. Praktis, kurikulum ini hanya menekankan
pembentukkan peserta didik hanya dari segi intelektualnya saja.

2) Kurikulum 1975
Kurikulum 1975 menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih efektif dan efisien
berdasar MBO (management by objective). Metode, materi, dan tujuan pengajaran dirinci dalam
Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI), yang dikenal dengan istilah “satuan
pelajaran”, yaitu rencana pelajaran setiap satuan bahasan. Setiap satuan pelajaran dirinci menjadi
: tujuan instruksional umum (TIU), tujuan instruksional khusus (TIK), materi pelajaran, alat
pelajaran, kegiatan belajar-mengajar, dan evaluasi. Pada kurikulum ini peran guru menjadi lebih
penting, karena setiap guru wajib untuk membuat rincian tujuan yang ingin dicapai selama
proses belajar-mengajar berlangsung. Tiap guru harus detail dalam perencanaan pelaksanaan
program belajar mengajar.
Setiap tatap muka telah diatur dan dijadwalkan sedari awal. Dengan kurikulum ini semua
proses belajar mengajar menjadi sistematis dan bertahap. Dasar pendidikan masa ini adalah
KTPD, MPR-RI No. IV/MPR/1973, yaitu; pendidikan nasional berdasarkan atas Pancasila dan
bertujuan untuk meningkatkan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, kecerdasan,
keterampilan, mempertinggi budi pekerti, memperkuat kepribadian dan mempertebal semangat
kebangsaan agar menumbuhkan manusia-manusia pembangunan yang dapat membangun diri
sendiri dan bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan bangsa. Sementara tujuan
pendidikan dan pengajaran terbagi pada tujuan pendidikan umum, tujuan institusional, tujuan
kurikuler, tujuan instruksional umum dan tujuan instruksional khusus.
7
3) Kurikulum 1984
Kurikulum 1984 mengusung “process skill approach”. Proses menjadi lebih penting
dalam pelaksanaan pendidikan. Peran siswa dalam kurikulum ini menjadi mengamati sesuatu,
mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan. Model ini disebut Cara Belajar Siswa
Aktif (CBSA) atau Student Active Leaming (SAL). CBSA memposisikan guru sebagai
fasilitator, sehingga bentuk kegiatan ceramah tidak lagi ditemukan dalam kurikulum ini. Pada
kurikulum ini siswa diposisikan sebagai subjek dalam proses belajar mengajar. Siswa juga
diperankan dalam pembentukkan suatu pengetahuan dengan diberi kesempatan untuk
mengemukakan pendapat, bertanya, dan mendiskusikan sesuatu. Sementara dasar dan tujuan
pendidikan sama dengan kurikulum 1975

4) Kurikulum 1994
Kurikulum 1994 merupakan hasil upaya untuk memadukan kurikulum-kurikulum
sebelumnya, terutama kurikulum 1975 dan 1984. Dalam ranah pendidikan dasar, isi kurikulum
sekurang-kurangnya wajib memuat bahan kajian dan pelajaran: pendidikan pancasila, pendidikan
agama, pendidikan kewarganegaraan, bahasa Indonesia, membaca dan menulis, matematika,
pengantar sains dan teknologi, ilmu bumi, sejarah nasional dan sejarah umum, kerajinan tangan
dan kesenian, pendidikan jasmani dan kesehatan, menggambar, bahasa Inggris.(PP. No. 28 tahun
1990. Pasal 14:2). Sementara materi muatan lokal disesuaikan dengan kebutuhan daerah masing-
masing, misalnya bahasa daerah kesenian, keterampilan daerah, dan lain-lain. Dalam kurikulum
pendidikan kelas dasar (SD/MI/SMP/MTS) ini, pengantar Sains dan Tekhnologi menempati
peran penting untuk dipelajari anak didik meskipun tidak mengabaikan aspek yang lain. Hal ini
dimungkinkan sebagai upaya mempersiapkan anak didik memasuki era industrialisasi abad ke-21
dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat Indonesia.
Sementara berkaitan dengan isi kurikulum tingkat pendidikan menengah, maka
setidaknya wajib memuat tiga aspek kajian dan pelajaran yaitu; Pendidikan Pancasila,
Pendidikan Agama, Pendidikan Kewarganegaraan. Disamping itu, kurikulum sekolah menengah
dapat menjabarkan dan menambahkan mata pelajaran sesuai dengan keadaan lingkungan dan ciri
khas sekolah menengah yang bersangkutan dengan tidak mengurangi kurikulum yang berlaku
secara nasional (Pasal 15:5). Atas dasar inilah berbagai kepentingan kelompok-kelompok
masyarakat mendesak agar isu-isu tertentu masuk dalam kurikulum. Akhirnya, Kurikulum 1994
menjelma menjadi kurikulum super padat. Siswa dihadapkan dengan banyaknya beban belajar
yang harus mereka tuntaskan, dan mereka tidak memiliki pilihan untuk menerima atau tidak
terhadap banyaknya beban belajar yang harus mereka hadapi.

8
Terdapat ciri-ciri yang menonjol dari pemberlakuan kurikulum 1994, di antaranya sebagai
berikut:
1.Pembagian tahapan pelajaran di sekolah dengan sistem catur wulan.
2. Pembelajaran di sekolah lebih menekankan materi pelajaran yang cukup padat (berorientasi
kepada materi pelajaran/isi).
3. Kurikulum 1994 bersifat populis, yaitu yang memberlakukan satu sistem kurikulum untuk
semua siswa di seluruh Indonesia. Kurikulum ini bersifat kurikulum inti sehingga daerah yang
khusus dapat mengembangkan pengajaran sendiri disesuaikan dengan lingkungan dan kebutuhan
masyarakat sekitar.4. Pengajaran dari hal yang konkrit ke hal yang abstrak, dari hal yang mudah
ke hal yang sulit dan dari hal yang sederhana ke hal yang kompleks.5. Pengulangan-pengulangan
materi yang dianggap sulit perlu dilakukan untuk pemantapan pemahaman.Selama
dilaksanakannya kurikulum 1994 muncul beberapa permasalahan, terutama sebagai akibat dari
kecenderungan kepada pendekatan penguasaan materi (content oriented), di antaranya sebagai
berikut:

1. Beban belajar siswa terlalu berat karena banyaknya mata pelajaran dan banyaknya materi/
substansi setiap mata pelajaran.
2.Materi pelajaran dianggap terlalu sukar karena kurang relevan dengan tingkat perkembangan
berpikir siswa, dan kurang bermakna karena kurang terkait dengan aplikasi kehidupan sehari-
hari.

2.4. Pendidikan pada Masa Reformasi


Era reformasi telah memberikan ruang yang cukup besar bagi perumusan kebijakan-
kebijakan pendidikan baru yang bersifat reformatif dan revolusioner. Bentuk kurikulum menjadi
berbasis kompetensi. Begitu pula bentuk pelaksanaan pendidikan berubah dari sentralistik (orde
lama) menjadi desentralistik. Pada masa ini pemerintah menjalankan amanat UUD 1945 dengan
memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari anggaran pendapatan
belanja negara. Dengan didasarkan oleh UU No. 22 tahun 1999 tentang pemerintahan daerah,
yang diperkuat dengan UU No. 25 tahun 1999 tentang perimbangan keuangan pusat dan daerah,
maka pendidikan digiring pada pengembangan lokalitas, di mana keberagaman sangat
diperhatikan. Masyarakat dapat berperan aktif dalam pelaksanaan satuan pendidikan. Pendidikan
di era reformasi 1999 mengubah wajah sistem pendidikan Indonesia melalui UU No 22 tahun
1999, dengan ini pendidikan menjadi sektor pembangunan yang didesentralisasikan. Pemerintah
memperkenalkan model “Manajemen Berbasis Sekolah”. Sementara untuk mengimbangi
kebutuhan akan sumber daya manusia yang berkualitas, maka dibuat sistem “Kurikulum
Berbasis Kompetensi” atau yang kerap disebut kurikulum KBK.

9
Memasuki tahun 2003 pemerintah membuat UU No.20 tahun 2003 tentang sistem
pendidikan nasional menggantikan UU No 2 tahun 1989, dan sejak saat itu pendidikan dipahami
sebagai: “usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran
agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.”.

1) Kurikulum Berbasis Kompetensi (2004)


Pada pelaksanaan kurikulum ini, posisi siswa kembali ditempatkan sebagai subjek dalam
proses pendidikan dengan terbukanya ruang diskusi untuk memperoleh suatu pengetahuan.
Siswa justru dituntut untuk aktif dalam memperoleh informasi. Peran guru diposisikan kembali
sebagai fasilitator dalam perolehan suatu informasi. KBK berupaya untuk menekankan pada
ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikal, berorientasi pada hasil
belajar (learning outcomes) dan keberagaman. Kegiatan pembelajaran menggunakan pendekatan
dan metode yang bervariasi, sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya
yang memenuhi unsur edukatif. Hal ini mutlak diperlukan mengingat KBK juga memiliki visi
untuk memperhatikan aspek afektif dan psikomotorik siswa sebagai subjek pendidikan. KBK
merupakan seperangkat rencana dan pengaturan tentang kompetensi dan hasil belajar yang harus
dicapai siswa, penilaian, kegiatan belajar mengajar, dan pemberdayaan sumber daya pendidikan
dalam pengembangan kurikulum sekolah (Depdiknas, 2002). Kurikulum ini menitik beratkan
pada pengembangan kemampuan melakukan (kompetensi) tugas-tugas dengan standar
performasi tertentu, sehingga hasilnya dapat dirasakan oleh peserta didik, berupa penguasaan
terhadap serangkat kompetensi tertentu. KBK diarahkan untuk mengembangkan pengetahuan,
pemahaman, kemampuan, nilai, sikap dan minat peserta didik, agar dapat melakukan sesuatu
dalam bentuk kemahiran, ketepatan dan keberhasilan dengan penuh tanggungjawab.

10
Diantara karakteristik utama KBK, yaitu:

1. Menekankan pencapaian kompetensi siswa, bukan tuntasnya materi.


2. Kurikulum dapat diperluas, diperdalam, dan disesuaikan dengan potensi siswa (normal,
sedang, dan tinggi).
3. Berpusat pada siswa.
4. Orientasi pada proses dan hasil.
5. Pendekatan dan metode yang digunakan beragam dan bersifat kontekstual.
6. Guru bukan satu-satunya sumber ilmu pengetahuan.
7. Buku pelajaran bukan satu-satunya sumber belajar.
8. Belajar sepanjang hayat;
9. Belajar mengetahui (learning how to know),
10. Belajar melakukan (learning how to do),
11. Belajar menjadi diri sendiri (learning how to be),
12. Belajar hidup dalam keberagaman (learning how to live together).

Meski demikian, kurikulum 2004 merupakan kurikulum eksperimen yang diterapkan


secara terbatas di beberapa sekolah/madrasah. Ketentuan ini belum mendapatkan payung hukum
dari peraturan pemerintah. Namun demikian, pemerintah tetap menghargai terhadap
sekolah/madrasah yang menerapkan kurikulum KBK tersebut. Setidaknya ini tercermin dari
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI No. 20/2005 tentang ujian nasional tahun ajaran
2005/2006 yang menyatakan bahwa bahan ujian nasional disusun berdasarkan kurikulum 1994
atau standar kompetensi lulusan kurikulum 2004

2) Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006


Secara umum KTSP tidak jauh berbeda dengan KBK namun perbedaan yang menonjol
terletak pada kewenangan dalam penyusunannya, yaitu mengacu pada desentralisasi sistem
pendidikan. Pemerintah pusat menetapkan standar kompetensi dan kompetensi dasar, sedangkan
sekolah dituntut untuk mampu mengembangkan dalam bentuk silabus dan penilaiannya sesuai
dengan kondisi sekolah dan daerahnya. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
merupakan kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan
pendidikan (sekolah/madrasah). Sedangkan pemerintah pusat hanya memberi rambu-rambu yang
perlu dirujuk dalam pengembangan kurikulum. Jadi pada kurikulum ini sekolah sebagai satuan
pendidikan berhak untuk menyusun dan membuat silabus pendidikan sesuai dengan kepentingan
siswa dan kepentingan lingkungan.

11
KTSP lebih mendorong pada lokalitas pendidikan. Karena KTSP berdasar pada
pelaksanaan KBK, maka siswa juga diberikan kesempatan untuk memperoleh pengetahuan
secara terbuka berdasarkan sistem ataupun silabus yang telah ditetapkan oleh masing-masing
sekolah. Dalam kurikulum ini, unsur pendidikan dikembalikan kepada tempatnya semula yaitu
unsur teoritis dan praksis. Namun, dalam kurikulum ini unsur praksis lebih ditekankan daripada
unsur teoritis. Setiap kebijakan yang dibuat oleh satuan terkecil pendidikan dalam menentukan
metode pembelajaran dan jenis mata ajar disesuaikan dengan kebutuhan siswa dan lingkungan
sekitar.
Kurikulum 2013 adalah kurikulum yang baru dicetuskan oleh Kementrian Pendidika
untuk pengganti Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Kurikulum 2013 merupakan sebuah
kurikulum yang mengutamakan pemahaman, skill dan pendidikan berkarakter, siswa dituntut
untuk lebih paham dalam hal materi, aktif dalam berdiskusi dan presentasi serta memiliki sopan
santun disiplin yang tinggi. Kurikulum 2013 ini pengganti Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
yang mana sudah diterapkan sejak 2006 lalu. Tema pembaharuan dan perbaikan pada Kurikulum
2013 yaitu ingin menciptakan manusia Indonesia yang mampu berpikir kreatif, produktif,
inovatif, proaktif, dan afektif, melalui pengembangan sikap, keterampilan, dan pengetahuan
Pengintegrasian ini merupakan salah satu upaya untuk memperbaiki peringkat Indonesia .

3) Kurikulum 2013
Kurikulum yang baru dicetuskan oleh Kementerian Pendidikan untuk pengganti
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Kurikulum 2013 merupakan sebuah kurikulum yang
mengutamakan pemahaman, skill dan pendidikan berkarakter, siswa dituntut untuk lebih paham
dalam hal materi, aktif dalam berdiskusi dan presentasi serta memiliki sopan santun disiplin yang
tinggi. Kurikulum 2013 ini pengganti Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang mana sudah
diterapkan sejak 2006 lalu. Tema pembaharuan dan perbaikan pada Kurikulum 2013 yaitu ingin
menciptakan manusia Indonesia yang mampu berpikir kreatif, produktif, inovatif, proaktif, dan
afektif, melalui pengembangan sikap, keterampilan, dan pengetahuan Pengintegrasian ini
merupakan salah satu upaya untuk memperbaiki peringkat Indonesia.
Untuk itu, salah satu pendekatan pembelajaran yang dipandang tepat untuk
mengintegrasikan ketiga aspek di atas, ialah dengan dimensi pedagogik modern dalam
pembelajaran, yaitu menggunakan pendekatan saintifik. Pendekatan saintifik adalah pendekatan
pembelajaran yang dilakukan melalui proses mengamati, menanya, mencoba, menalar dan
mengkomunikasikan. Pembelajaran dengan implementasi pendekatan Saintifik adalah proses
pembelajaran yang disarankan dalam Kurikulum 2013. Pendekatan Saintifik dirancang
sedemikian rupa agar peserta didik secara aktif mampu mengonstruksi konsep, hukum atau
prinsip pengetahuan melalui tahapan-tahapan mengamati (untuk mengidentifikasi atau
menemukan masalah), merumuskan masalah, mengajukan atau merumuskan hipotesis,
mengumpulkan data dengan berbagai teknik, menganalisis data, menarik kesimpulan dan
mengomunikasikan konsep. 

12
Pendekatan saintifik dimaksudkan untuk memberikan pemahaman kepada peserta didik
dalam mengenal, memahami berbagai materi dengan menggunakan pendekatan ilmiah. Hal itu
akan mengajarkan kepada siswa bahwa informasi bisa berasal dari mana saja, kapan saja dan
tidak melulu bergantung pada informasi searah dari guru. Selain proses pembelajaran, sistem
penilaian juga dikembangkan. Sistem penilaian pada Kurikulum 2013 diatur dalam
Permendikbud Nomor 66 Tahun 2013 di mana guru dan satuan pendidikan wajib mengevaluasi
hasil belajar siswa secara komprehensif, menyeluruh, komplek, dan valid. Salah satu alat ukur
yang digunakan ialah penilaian autentik. Penilaian autentik yaitu penilaian yang melibatkan
siswa di dalam tugas-tugas autentik yang bermanfaat, penting dan bermakna yang selanjutnya
dapat dikatakan sebagai penilaian performa. Dalam definisi yang lain disebutkan bahwa,
penilaian autentik adalah kegiatan menilai peserta didik yang menekankan pada apa yang
seharusnya dinilai, baik proses maupun hasil dengan berbagai instrument penilaian yang
disesuaikan dengan tuntutan kompetensi yang ada di standar kompetensi (SK) atau kompetensi
inti (KI) dan kompetensi dasar (KD).
Perubahan lain dalam Kurikulum 2013 terdapat pada elemen standar isi. Kurikulum 2013
menghapus istilah Standar Kompetensi mata pelajaran, yang sebelumnya digunakan dalam
KTSP, diganti dengan istilah Kompetensi Inti. Mata pelajaran tidak lagi disajikan secara
terpisah, akan tetapi terintegrasi dalam bentuk tema (SD dan SMP). Berdasarkan hal itu
Kurikulum 2013 dikatakan sebagai integrated curriculum ialah kurikulum yang meniadakan
batas-batas antara berbagai mata pelajaran dan menyajikan bahan pelajaran dalam bentuk unit
atau keseluruhan. Sehubungan dengan perubahan pendekatan pembelajaran dan penilaian di atas,
implementasi Kurikulum 2013 tidak semudah dikatakan. Penyempurnaan kurikulum yang
dibarengi dengan perubahan struktur mata pelajaran, perubahan sistem pembelajaran, dan
perubahan sistem penilaian selalu berhubungan dengan berbagai aspek dalam sistem pendidikan.
Guru, kepala sekolah, waktu, sumber belajar, dan sarana prasarana sekolah merupakan unsur
yang berkaitan langsung dengan penerapan Kurikulum 2013.

13
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Perjalanan kurikulum pendidikan di Indonesia sejalan dengan sejarah perkembangan


bangsa Indonesia itu sendiri. Ketika Indonesia dalam cengkeraman kolonial, maka kurikulum
pendidikan yang dikembangkan adalah demi kepentingan penjajah itu sendiri, baik penjajahan
Belanda maupun Jepang. Masa kolonialisme yang panjang dan begitu mengakar dalam
kebudayaan Indonesia, disadari ataupun tidak, turut pula memberikan pengaruh terhadap pola
pendidikan Indonesia ketika merdeka meskipun dalam hal ini nuansanya lebih keindonesiaannya.
Pendidikan di Indonesia juga tidak jarang masuk dalam bidikan politisi. Ketika orde lama
berkuasa, pertentangan ideologi juga menyusupi dalam kurikulum pendidikan di Indonesia.
Sekolah sempat dijadikan wahana ideologisasi atau proses internalisasi sosial komunis. Begitu
pula ketika orde baru memimpin, maka pelanggengan kekuasaan juga dikoarkan dalam dunia
pendidikan dengan pendidikan Pancasilanya, dan menghilangkan hal-hal yang berbau orde lama.
Meski demikian, sejarah kurikulum pendidikan nasional senantiasa mencari formula
sesuai dengan perkembangan zaman. Ketika posisi sentralisasi pendidikan dianggap sudah usang
dan kurang relevan dengan otonomi daerah, maka pendidikan juga turut mengalami
desentralisasi dengan memberikan daerah otonomi sendiri. Bahkan terakhir, pemerintah pusat
memberikan kebijakan kepada masing-masing satuan pendidik untuk menentukan silabus yang
sesuai dengan kondisi peserta didik. Pemerintah pusat dalam hal ini hanya menentukan standar
kompetensi dan kompetensi dasarnya.

3.2. Saran

Penulis sangat menyadari jika dalam makalah sederhana ini masih banyak kekurangan.
Karena itu, penulis membuka diri untuk menerima kritik yang membangun guna tersempurnanya
makalah ini.

14
DAFTAR PUSTAKA

http://malikabdulkarim.blogspot.com/2011/05/sejarah-perkembangan-kurikulum.html

http://filsufgaul.wordpress.com/2009/08/30/sejarah-pendidikan-
indonesia/http://ebookbrowse.com/sejarah-pendidikan-dari-zaman-kolonial-belanda-sampai-
kurikulum-ktsp-pdf-d339796568

Idi, Abdullah. Pengembangan Kurikulum; Teori dan Praktik. Yogyakarta: Arruz Media. 2011

Nata, Abuddin. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Logos Wacana Ilmu.1997.

Anda mungkin juga menyukai