Anda di halaman 1dari 18

ALIRAN FILSAFAT PERENIALISME,

ESENSIALISME DAN REKONSTRUKSIONISME

Untuk Memenuhi Tugas Mata kuliah Filsafat Kependidikan

Dosen Pengampu : Sartika Tambunan, M.Pd

Oleh :

Kelompok 4

1. Audisa Salsabila 310922040


2. Ollyda Kosta Tambunan 311022024
3. Yosina Meldiana Patty 311022003

FAKULTAS HUKUM DAN PENDIDIKAN


PGSD DAN PGPAUD
UNIVERSITAS BATTUTA
2022
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI...................................................................................................i

BAB I PENDAHULUAN...............................................................................1

1.1 Latar Belakang.....................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah................................................................................2

1.3 Tujuan...................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN.................................................................................3

2.1 Filsafat Perenialisme............................................................................3

2.1.1 Pengertian Filsafat Perenialisme..............................................3

2.1.2 Tokoh-Tokoh Filsafat Perenialisme.........................................4

2.1.3 Tujuan Dalam Pendidikan........................................................6

2.2. Filsafat Esensialisme ..........................................................................7

2.1.1 Pengertian Filsafat Esensialisme..............................................7

2.1.2 Tokoh-Tokoh Filsafat Esensialisme.........................................8

2.1.3 Tujuan Dalam Pendidikan........................................................9

2.3 Filsafat Rekonstruksionisme...............................................................11

2.1.1 Pengertian Filsafat Rekonstruksionisme.................................11

2.1.2 Tokoh-Tokoh Filsafat Rekonstruksionisme............................12

2.1.3 Tujuan Dalam Pendidikan........................................................13

BAB III PENUTUP.........................................................................................14

3.1 Kesimpulan...........................................................................................14

3.2 Saran.....................................................................................................14

Daftar Pustaka................................................................................................15

i
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Filsafat dan pendidikan memiliki hubungan yang sangat erat, karena


pendidikan hakikatnya merupakan suatu proses pewarisan nilai-nilai filsafat
yang dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan hidup agar memiliki
kehidupan yang lebih baik dari kehidupan sebelumnya. Dalam pendidikan,
tentu saja diperlukan filsafat pendidikan, karena filsafat pendidikan adalah
ilmu yang mempelajari dan berusaha menyelesaikan masalah-masalah yang
muncul dalam dunia pendidikan. Secara filosofis, pendidikan adalah suatu
hasil peradaban bangsa yang terus menerus dikembangkan berdasarkan cita-
cita dan tujuan filsafat serta pandangan hidupnya sehingga menjadi suatu
kenyataan yang melembaga di dalam masyarakat (HW, 2013: 127).

Dengan demikian muncul lah filsafat pendidikan yang digunakan


sebagai dasar dalam berfikir, berperasaan, dan berkelakuan yang
menentukan bentuk sikap hidupnya. Filsafat merupakan proses berpikir
logis, radikal, universal, dan sistematis dalam rangka memahami sebuah
kenyataan. Proses berpikir semacam ini tentu saja sangat bervariasi. Logika
berpikir ada bermacam-macam. Kedalaman pemikiran juga beraneka ragam.
Ada yang hanya sebatas memikirkan yang empiris, namun ada juga yang
lebih dalam menjangkau alam metafisik. Keluasan ranah pemikiran juga
begitu, ada yang hanya memikirkan ruang dan waktu tertentu, tetapi ada
pula yang pemikirannya jauh menembus batas ruang dan waktu.

Dalam makalah ini kita akan menjelaskan aliran filsafat ilmu yang
ada, yaitu aliran Perenialisme, Esensialisme, dan Rekonstruksionisme.
Dengan mengetahui aliran dan pengikutnya maka akan mudah bagi kita
untuk menetapkan pemikiran filsafat yang ada.

1
2
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat diambil beberapa rumusan


masalah yaitu:
1. Apa yang dimaksud dengan aliran filsafat Perenialisme, Esensialisme,
dan Rekonstruksionisme?
2. Tokoh-tokoh aliran filsafat Perenialisme, Esensialisme, dan
Rekonstruksionisme dalam pendidikan?
3. Tujuan aliran filsafat Perenialisme, Esensialisme, dan
Rekonstruksionisme dalam pendidikan ?

1.3 Tujuan

1. Mengetahui maksud dari aliran filsafat Perenialisme, Esensialisme, dan


Rekonstruksionisme.
2. Mengetahui tokoh-tokoh aliran filsafat Perenialisme, Esensialisme, dan
Rekonstruksionisme dalam pendidikan.
3. Mengetahui Tujuan aliran filsafat Perenialisme, Esensialisme, dan
Rekonstruksionisme dalam pendidikan

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Filsafat Perenialisme

2.1.1 Pengertian Filsafat Perenialisme

Secara etimologis, Perenialisme diambil dari kata perennial


dengan mendapat tambahan –isme. Perenial berasal dari bahasa Latin yaitu
perennis yang kemudian diadopsi ke dalam bahasa Inggris yang berarti
kekal, selama-lamanya atau abadi. Sedangkan tambahan –isme di belakang
mengandung pengertian aliran atau paham (Hidayat dan Nafis, 2003: 39).
Jadi perenialisme dapat didefinisikan sebagai aliran atau paham kekekalan.

Perenialisme dengan kata dasarnya perenial, yang berarti abadi


atau sampai kekal yang terus ada tanpa akhir. Dalam pengertiannya yang
lebih umum dapat dikatakan bahwa tradisi dipandang juga sebagai prinsip-
prinsip yang abadi yang terus mengalir sepanjang sejarah manusia, karena ia
adalah anugerah Tuhan pada semua manusia dan memang merupakan
hakikat insaniah manusia (Zuhairini, 2001: 27).

Pada aliran perenialisme berupaya menerapkan nilai-nilai atau


norma-norma yang bersifat kekal dan abadi yang selalu seperti itu sepanjang
sejarah manusia, jadi aliran ini dianggap sebagai suatu aliran yang ingin
kembali atau mundur kepada nilai-nilai kebudayaan masa lampau.
Maksudnya kembali pada masa lampau menurut aliran ini, bukanlah dalam
pengertian bernostalgia dan sekedar mengingat-ingat kembali pola
kehidupan masa lalu, tetapi untuk membina kembali keyakinan akan nilai-
nilai asasi masa silam untuk menghadapi problematika kehidupan manusia
saat sekarang dan bahkan sampai kapan pun dan dimana pun (Syam, 1986:
295-297). Secara filosofi, filsafat perenialisme memiliki dasar pemikiran
yang melekat pada aliran filsafat kuno atau klasik yang ditokohi oleh
Aristoteles, Plato, Thomas Aquinas dan Augustinus.

4
2.1.2 Tokoh-Tokoh Filsafat Perenialisme

Secara maknawi teori perenialisme sudah ada sejak zaman filosof


abad kuno dan pertengahan. Seperti halnya dalam bidang pendidikan,
konsep dari filsafat perenialisme dalam pendidikan dilatarbelakangi oleh
filsafat-filsafat plato yang mana diyakini sebagai bapak idealisme klasik,
filsafat Aristoteles yang diyakini sebagai bapak realisme klasik, dan filsafat
Thomas Aquinas yang mencoba untuk memadukan antara filsafat
Aristoteles dengan ajaran filsafat Gereja Katolik yang tumbuh pada
zamannya atau pada abad pertengahan (Sadulloh, 2012: 152)

1. Plato
Plato hidup pada zaman kebudayaan yang sarat dengan
ketidakpastian, yaitu filsafat sofisme. Ukuran kebenaran dan ukuran moral
menurut filsafat sofisme adalah manusia itu sendiri secara pribadi,
maksudnya adalah pada zaman itu tidak ada kepastian dalam hal moral dan
kebenaran, sehingga tergantung pada masing-masing individu itu sendiri.
Esensial realita, ilmu pengetahuan dan nilai-nilai adalah manifestasi dari
pada hukum universal yang abadi dan sempurna, yakni ideal. Menurut
Plato, dunia ideal adalah segala sesuatu yang bersumber dari ide mutlak,
yaitu Tuhan. Manusia menemukan kebenaran, pengetahuan, dan nilai
moral dengan menggunakan akal atau rasio. Tujuan utama dari pendidikan
adalah membina seseorang agar memiliki sikap yang sadar akan asas
normatif dan melaksanakannya dalam segala aspek kehidupan. Masyarakat
yang ideal adalah masyarakat adil sejahtera. Manusia yang terbaik adalah
manusia yang hidup atas dasar prinsip idea mutlak, yaitu suatu prinsip
mutlak yang menjadi sumber realitas semesta dan hakikat kebenaran abadi
yang transcendental yang membimbing manusia untuk menemukan apa itu
kriteria politik, moral, dan sosial serta keadilan.

2. Aristoteles
Aristoteles adalah murid Plato, namun dalam pemikiran-nya
mereaksi terhadap filsafat gurunya, yaitu idealisme. Hasil pemikirannya
disebut filsafat realisme. Ia mengajarkan cara berpikir atas prinsip realistis,

5
yang lebih dekat pada alam kehidupan manusia sehari-hari. Sebagaimana
ajaran Aristoteles meneruskan ide-ide Plato, tetapi dengan cara yang lebih
dekat dengan realitas dunia, dan tidak lebih supernatural dan exstra-natural
seperti konsepsi Plato. Aristoteles juga menganggap pembinaan kebiasaan
sebagai dasar. Terutama dalam pembinaan kesadaran disiplin atau moral,
harus melalui proses permulaan dengan kebiasaan pada waktu anak masih
usia dini. secara ontologis, ia mengatakan bahwa sifat atau watak anak
lebih banyak materi-materi dari pada bentuk, dan ia masih dalam proses
“jauh” dan aktualitas. Dengan kata lain, guru lebih banyak mempunyai
aktualitas, sedangkan murid lebih banyak potensilitas (Syam, 1986: 321).

3. Thomas Aquinas
Thomas berpendapat bahwa pendidikan adalah menuntun
kemampuankemampuan yang masih tidur menjadi aktif atau nyata
tergantung pada kesadaran tiap-tiap individu. Seorang guru bertugas untuk
menolong membangkitkan potensi yang masih tersembunyi dari anak agar
menjadi aktif dan nyata. Aquinas menganalogikan fungsi guru
sebagaimana fungsi seorang dokter. Dokter berfungsi membantu orang
sakit agar sehat, sebab orang yang sakit punya kecenderungan sembuh dan
sehat. Seperti itu pula, tugas seorang guru ialah membantu perkembangan
prestasi-prestasi yang ada pada anak untuk berkembang. Kedua tugas itu,
oleh dokter dan guru, tidak mungkin sukses tanpa adanya potensi yang
sudah tertanam pada diri manusia.

6
2.1.3 Tujuan Dalam Pendidikan

1. Tujuan Pendidikan

Filsafat perenialisme memandang bahwa tugas pendidikan adalah


memberikan pengetahuan tentang norma-norma dan nilai-nilai kebenaran
yang absolut, pasti, dan abadi dan terdapat dalam suatu kebudayaan masa
lampau yang dipandang memiliki kebudayaan ideal. Bagi filsafat
perenialis, norma-norma dan nilai-nilai kebenaran bersifat abadi dan
universal maka hal tersebut yang harus menjadi tujuan dari pendidikan
yang sejati. Sebab itu, tujuan pendidikannya adalah membantu peserta
didik menyingkapkan dan menginternalisasikan nilai-nilai kebenaran yang
abadi agar mencapai kebijakan dan kebaikan dalam hidup.

2. Metode Pendidikan

Perumusan pengertian metode biasanya disandingkan dengan


teknik, dimana keduanya saling berhubungan. Metode pendidikan adalah
prosedur umum dalam dalam penyampaian materi untuk mencapai tujuan
pendidikan. Sedangkan teknik pendidikan adalah langkah-langkah konkret
pada waktu seseorang melaksanakan pengajaran di kelas (Mujib, 2006:
166). latihan mental dalam bentuk diskusi, analisis buku melalui
pembacaan buku-buku tergolong karya-karya besar, buku-buku besar
tentang peradaban Barat.

3. Peranan Guru dan Peserta Didik

Pelajar adalah makhluk rasional yang dibimbing oleh prinsip-


prinsip pertama, kebenaran-kebenaran abadi, pikiran mengangkat dunia
biologis. Guru memiliki peranan dominan dalam penyelenggaraan
kegiatan belajar mengajar dikelas. Menurut perenialisme tugas guru
bukanlah perantara antara dunia dan jiwa anak, melainkan guru juga
sebagai murid yang mengalami proses belajar selama mengajar. Guru
mengembangkan potensi-potensi self discovery dan ia melakukan moral
authority atas murid-muridnya karena ia adalah seorang professional.

7
2.2. Filsafat Esensialisme

2.1.1 Pengertian Filsafat Esensialisme

Secara etimologi esensialisme berasal dari bahasa inggris yakni


essential yang berarti inti atau pokok dari sesuatu, dan isme berarti aliran
atau paham. Essensialisme menghendaki agar landasan-landasan pendidikan
adalah nilai-nilai yang esensial, yaitu yang telah teruji oleh waktu, bersifat
menuntun dan telah turun menuran dari zaman ke zaman, dengan
mengambil zaman renaisanse sebagai permulaan.

Pandangan filsafat pendidikan Esensialisme dapat ditelusuri dari


aliran filsafat yang menginginkan agar manusia kembali kepada kebudayaan
lama, karena kebudayaan lama telah banyak melakukan kebaikan untuk
manusia. Kebudayaan lama dimaksud telah ada semenjak peradaban umat
manusia terdahulu, terutama semenjak zaman Renaissance mulai tumbuh
dan berkembang dengan megahnya. Kebudayaan lama melakukan usaha
untuk menghidupkan kembali ilmu pengetahuan, kebudayaan, dan kesenian
zaman Yunani dan Romawi kuno.

Dalam berbicara pendidikan, aliran Esensialisme ini memandang


bahwa pendidikan yang bertumpu pada dasar pandangan fleksibilitas dalam
segala bentuk dapat menjadi sumber timbulnya pandangan yang berubah-
ubah, mudah goyah dan kurang terarah dan tidak menentu serta kurang
stabil. Karenanya pendidikan haruslah diatas pijakan nilai yang dapat
mendatangkan kestabilan dan telah teruji oleh waktu, tahan lama dan nilai-
nilai yang memiliki kejelasan dan terseleksi.

8
2.1.2 Tokoh-Tokoh Filsafat Esensialisme

Beberapa tokoh aliran Esensialismen yang memiliki pendangan


tentang pendidikan adalah sebagai berikut :

1. Johan Amos Comenius (1592-1670)


Dia adalah tokoh Renaisance pertama yang berusaha
mensistemasikan proses pengajaran. Ia memiliki pandangan realis yang
dogmatis. Dunia ini menurutnya dinamis dan bertujuan. Oleh karena itu,
tugas kewajiban pendidikan adalah menbentuk anak sesuai dengan
kehendak Tuhan.

2. Johan Frederich Herbart (1776-1841)


Ia murid Immanuel Kant yang sangat kritis. Menurutnya, tujuan
pendidikan adalah menyesuaikan jiwa seseorang dengan kebajikan yang
mutlak. Hal ini berarti penyesuaian dengan hokum-hukum kesusilaan yang
disebut dengan pengajaran mendidik dalam proses pencapaian pendidikan.

3. Johan Fredierich Frobel (1782-1852)


Yang berpandangan bahwa manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan
sebagai bagian dari alam ini. Maka manusia tunduk dan mengikuti
ketentuan dan hukum-hukum Alam. Anak adalah makhluh yang ekspresif
dan kreatif, oleh karna itu, tugas pendidikan adalah memimpin peserta
didik kearah kesadaran diri yang murni sesuai dengan fitrah kejadiannya.

4. Willian T Harris (1835-1909)


Ia adalah pengikut Hegel. Pendidikan menurutnya adalah
mengizinkan terbukanya realita berdasarkan susunan yang pasti
berdasarkan kesatuan spiritual. Keberhasilan sekolah adalah sebagai
lembaga yang memelihara nilai-nilai yang telah turun temurun dan
menjadi penuntun penyesuain diri setiap orang kepada masyarakat.
Djumransyah, ( 2008 : 183-184).

9
2.1.3 Tujuan Dalam Pendidikan

1. Tujuan Pendidikan

Konsep dasar pendidikan esensialisme adalah bagaimana


menyusun dan menerapkan program-program esensialis di sekolah-
sekolah. Tujuan utama dari program-program teresebut di antaranya :

a. Sekolah-sekolah esensialis melatih dan mendidik subjek didik untuk


berkomunikasi dengan logis

b. Sekolah-sekolah mengajarkan dan melatih anak-anak secara aktif


tentang nilai-nilai kedisiplinan, kerja keras dan rasa hormat kepeda pihak
yang berwenang atau orang yang memiliki otoritas.

c. Untuk mempersiapkan manusia untuk hidup. Persiapan yang dimaksud


adalah bagaimana merancang sasaran mata pelajaran sedemikian rupa
sehingga hasilnya mampu mempersiapkan anak didik untuk menghadapi
hidup di masa yang akan datang.

2. Peran Guru dan Sekolah

Bagi kaum esensialis guru seharusnya aktif, bertanggungjawab,


pengatur ruangan, penyalur pengetahuan yang baik, penentu materi,
metode, evalusi dan bertanggungjawab terhadap seluruh wilayah
pembelajaran Guru dianggap sebagai seseorang yang menguasai lapangan
subjek khusus dan merupakan model contoh yang sangat baik untuk
digugu dan ditiru. Memperhatikan pandangan esensialisme di atas tentang
peran guru, maka guru seharusnya terdidik. Secara moral, ia merupakan
orang yang dapat dipercaya. Secara teknis, ia harus memiliki kemahiran
dalam mengarahkan proses mengajar.

Sementara peranan sekolah adalah memelihara dan menyampaikan


warisan budaya dan sejarah pada generasi pelajar dewasa ini melalui
hikmat dan pengalaman yang terakumulasi dan disiplin tradisional.
Disekolah tiap siswa belajar pengetahuan, skill, dan sikap serta nilai yang

10
diperlukan untuk menjadi manusia sebagai anggota masyarakat. Belajar
efektif di sekolah adalah proses belajar yang keras dalam menanamkan
fakta-fakta dengan penggunaan waktu secara relative singkat, tidak ada
tempat bagi pelajaran pilihan. Kurikulum dan lingkungan kelas disusun
oleh guru. Waktu, tenaga dan dana semuanya ditujukan untuk belajar.

3. Kedudukan Siswa

Esensialisme malihat kedudukan siswa dalam pembelajaran adalah


pasif, tunduk, lemah secara kognitif, penerima informasi. Oleh karena itu,
sekolah bertanggungjawab atas pemberian pengajaran yang logis atau
dapat dipercaya. Sekolah berkuasa untuk menuntut hasil belajar siswa.
Siswa pergi ke sekolah untuk belajar bukan untuk mengatur pelajaran.

11
2.3 Filsafat Rekonstruksionisme

2.1.1 Pengertian Filsafat Rekonstruksionisme

Secara etimologi Rekonstruksionisme berasal dari bahasa inggris


yakni Reconstruct yang berarti menyusun kembali, dan isme berarti aliran
atau paham. Dalam konteks filsafat pendidikan aliran Rekonstruksionisme
adalah suatu aliran yang berusaha merombak tata susunan lama dan
membangun tata susunan hidup kebudayaan yang bercorak modern.

Aliran rekonstruksionisme pada prinsipnya sepaham dengan aliran


perenialisme, yaitu berawal dari krisis kebudayaan modern. Menurut
Muhammad Noor Syam, kedua aliran tersebut memandang bahwa keadaan
sekarang merupakan zaman yang mempunyai kebudayaan yang terganggu
oleh kehancuran, kebingungan, dan kesimpangsiuran. Meskipun demikian,
prinsip yang dimiliki oleh aliran ini tidaklah sama dengan prinsip yang
dipegang oleh aliran perenialisme. Keduanya mempunyai visi dan cara yang
berbeda dalam pemecahan yang akan ditempuh untuk mengembalikan
kebudayaan yang serasi dalam kehidupan. Aliran perenialisme memilih cara
tersendiri, yakni dengan kembali ke alam kebudayaan lama (regressive road
culture) yang mereka anggap paling ideal. Sementara itu, aliran
rekonstruksionisme menempuhnya dengan jalan berupaya membina suatu
konsensus yang paling luas dan mengenai tujuan pokok dan tertinggi dalam
kehidupan umat manusia.

Untuk mencapai tujuan tersebut, rekonstruksionisme berupaya


mencari kesepakatan antar sesama manusia atau agar dapat mengatur tata
kehidupan manusia dalam suatu tatanan dan seluruh lingkungannya.Maka,
proses dan lembaga pendidikan dalam pandangan rekonstruksionisme perlu
merombak tata susunan lama dan membangun tata susunan hidup
kebudayaan yang baru. Untuk tujuan tersebut diperlukan kerja sama antar
umat manusia.

12
2.1.2 Tokoh-Tokoh Filsafat Rekonstruksionisme

1. George Counts (1889-1974)


George Counts mengembangkan pendekatan baru terhadap
pendidikan. Pokok pikiran George Counts yaitu mengajak para pendidik
untuk membuang mentaliatas budak, agar berhati-hati dalam
mengumpulkan kekuatan dan  berjuang membentuk sebuah tatanan sosial
baru yang didasarkan pada sistem ekonomi kolektif dan juga prinsip
demokratis.

2. Caroline Pratt (1867-1954)


Caroline Praty mengungkapkan idenya dari Friedrich Froebel
tentang sesuatu yang bisa memberikan anak-anak kesempatan untuk
mewakili dunia mereka. Ia juga merancang sebuah unit blok yang menjadi
bahan dasar di sekolah yang ada di Amerika Serikat.

3. Paulo Freire (1921-1997)

Ide-idenya tentang pendidikan dan menganalisis masalah


pendidikan yang  berkaitan  dengan politik pemerintah yang menjadikan
masyarakat bawah sebagai kaum yang tertindas. Tujuan pendidikan
tersebut adalah  penyadaran,  bukan teknik untuk menyalurkan atau untuk
pelatihan ketrampilan, melainkan merupakan proses dialogis yang
mengantarkan seseorang  secara bersama dalam memecahkan masalah
eksistensial mereka.

13
2.1.3 Tujuan Dalam Pendidikan

1.      Tujuan Pendidikan

a.       Sekolah-sekolah rekonstruksionis berfungsi sebagai lembaga utama


untuk melakukan   perubahan sosial, ekonomi dan politik dalam masyarakat.
b.      Tugas sekolah-sekolah rekonstruksionis adalah mengembangkan
”insinyur-insinyur” sosial,    warga-warga negara yang mempunyai tujuan
mengubah secara radikal wajah masyarakat masa kini.
c.       Tujuan pendidikan rekonstruksionis adalah membangkitkan kesadaran
para peserta didik tentang masalah sosial, ekonomi dan politik yang
dihadapi umat manusia dalam skala global, dan mengajarkan kepada mereka
keterampilan-keterampilan yang diperlukan untuk mengatasi masalah
tersebut.

2. Metode pendidikan
Analisis kritis terhadap kerusakan-kerusakan masyarakat dan
kebutuhan-kebutuhan programatik untuk perbaikan.Dengan demikian
menggunakan metode pemecahan masalah, analisis kebutuhan, dan
penyusunan program aksi perbaikan masyarakat.

3. Peran Guru dan Peserta Didik


Disini pendidik/guru harus mampu membantu siswa untuk
meyadari masalah-masalah yang ada disekitarnya dan mampu
menstimulus mereka untuk tertarik memecahkan masalah tersebut. Guru
juga harus terampil dalam membantu peserta didik untuk mampu
menghadapi kontroversi dan perubahan-perubahan yang terjadi.
Sedangkan peserta didik, untuk menimbulkan jiwa sosial pada
peserta didik, kita harus menanamkan pendidikan karakter dan moral sejak
dini. Siswa adalah generasi muda yang sedang tumbuh menjadi manusia
pembangun masyarakat masa depan, dan perlu berlatih keras untuk
menjadi insinyur-insinyur sosial yang diperlukan untuk membangun
masyarakat masa depan.

14
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Filsafat pendidikan Perenialisme adalah berupaya menerapkan


nilai-nilai atau norma-norma yang bersifat kekal dan abadi yang selalu
seperti itu sepanjang sejarah manusia, jadi aliran ini dianggap sebagai
suatu aliran yang ingin kembali atau mundur kepada nilai-nilai
kebudayaan masa lampau untuk membina kembali keyakinan akan nilai-
nilai asasi masa silam untuk menghadapi problematika kehidupan manusia
saat sekarang dan bahkan sampai kapan pun dan dimana pun.
Filsafat pendidikan Esensialisme dapat ditelusuri dari aliran filsafat
yang menginginkan agar manusia kembali kepada kebudayaan lama,
karena kebudayaan lama telah banyak melakukan kebaikan untuk manusia.
Kebudayaan lama dimaksud telah ada semenjak peradaban umat manusia
terdahulu.
Filsafat pendidikan Rekonstruksionisme adalah suatu aliran yang
berusaha merombak tata susunan lama dan membangun tata susunan hidup
kebudayaan yang bercorak modern. Aliran rekonstruksionisme
menempuhnya dengan jalan berupaya membina suatu konsensus yang
paling luas dan mengenai tujuan pokok dan tertinggi dalam kehidupan
umat manusia.

3.2 Saran

Setelah mempelajari aliran-aliran filsafat ini, maka sebagai calon


guru seharusnya mampu memahami dan kelak mampu menerapkannya.
Seorang guru harus mampu menerapkan norma-norma dan nilai-nilai
kebenaran, jiwa sosial pada peserta didik agar mencapai kebijakan dan
kebaikan dalam hidup. Guru juga harus mampu mendorong peserta didik
untuk dapat berpikir tentang alternatif-alternatif dalam memecahkan
masalah di kehidupan modern ini. Secara moral, guru merupakan orang
yang dapat dipercaya dan harus memiliki kemahiran dalam mengarahkan
proses mengajar.

15
DAFTAR PUSTAKA

Alwasilah, Chaedar, 2008, Filsafat Bahasa dan Pendidikan, Bandung: PT.


Remaja Rosdakarya
Gandhi HW, Teguh Wangsa, 2013, Filsafat Pendidikan, Jogjakarta: Ar Ruzz
Media
Pelu, Musa, “Lintasan Sejarah Filsafat Pendidikan Perenialisme dan
Aktualisasinya,” Agastya: Jurnal Sejarah dan Pembelajarannya 1, No. 2 (July 1,
2011).
Muhammad Ichsan Thaib, “Essensialisme dalam Perspektif Filsafat Pendidikan
Islam”, dalam Jurnal Mudarrisuna, Vol. 4, No. 2, Juli-Desember 2015
Barnadib, Imam. (1996) Dasar-Dasar Kependidikan: Memahami Makna dan
Perspektif Beberapa Teori Pendidikan Ghalia Indonesia : Jakarta
Praja. S.Juhaya. (2008) Aliran-Aliran Filsafat dan Etika, Prenadamedia : Jakarta
Prof. Dr. H. Jalaluddin, Filsafat Pendidikan (Yogyakarta: Ar-ruzz media, 2010)
hal. 118-119
Hadi Syamsul, Rukiyah, 2009, Filsafat Pendidikan rekonstruksionalisme, (online)
( Http/ Syamsul Hadi. Blogsport. Com.) diakses 4 juni 2012.

16

Anda mungkin juga menyukai