Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH DESAIN PEMBELAJARAN KIMIA

MODEL HANNAFIN AND PECK

KELOMPOK :9
NAMA ANGGOTA : ERMAWATY (A1C118002)
KHUSNUL KHOTIMAH (A1C118039)

DOSEN PENGAMPU : 1. DRA. WILDA SYAHRI, M.PD


2. DRA. YUSNIDAR, M.PD

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA


JURUSAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JAMBI
2020

1
KATA PENGANTAR

Puji serta syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga kami dapat menyusun makalah ini dengan baik,
dan tidak ada kendala satu pun. Dalam makalah ini kami akan membahas tentang “ Desain
Model Pembelajaran Hannafin and Peck”.
Pembuatan makalah oleh kelompok kami bertujuan untuk memenuhi tugas yang
diberikan oleh dosen pengampuh. Karena itu,kami mengucapkan Terima kasih bagi teman
teman yang telah membaca makalah ini.
Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar dalam makalah ini.
Oleh karena itu kami berharap pembaca untuk memberikan saran dan kritik yang dapat
membantu kami. Sebuah kritik konstruktif membangun dari pembaca sangat kami harapkan
untuk penyempurnaan makalah selanjutnya. Akhir kata semoga Makalah ini dapat
memberikan manfaat bagi kita semua.

Jambi, 06 April 2020

Kelompok 9

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................1
1.1 Landasan Teori................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...........................................................................................................2
1.3 Tujuan..............................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................................3
2.1 Model Pembelajaran Hannafin and Peck........................................................................3
2.2 Langkah-Langkah dalam Mendesain Pembelajaran
Model Hanaffin and Peck...............................................................................................3
2.3 Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran Model Hanaffin and Peck...........................5
BAB III PENUTUP..................................................................................................................6
3.1 Kesimpulan.....................................................................................................................6
3.2 Saran...............................................................................................................................6
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................7

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sejalan dengan adanya tuntutan era global yang bertumpu pada kemampuan
profesional, aktivitas pembelajaran di berbagai lembaga-lembaga pendidikan menengah tidak
hanya terfokus pada upaya mendapatkan pengetahuan secara teori sebanyak-banyaknya,
namun juga harus memanfaatkan perkembangan teknologi guna meningkatkan kualitas
pembelajaran. Peningkatan kualitas pembelajaran diharapkan dapat memunculkan dan
meciptakan kemampuan profesional di bidang tertentu. Para ahli pembelajaran umumnya
sependapat bahwa kemampuan dasar profesi seseorang dapat dibentuk dan dikembangkan
melalui kegiatan belajar bidang studi dan disiplin ilmu yang diajarkan (Suharsono dalam
Suryana, dkk., 2014).
Desain pembelajaran adalah suatu praktik penyusunan media teknologi komunikasi
dan isi untuk membantu seseorang agar dapat terjadinya transfer pengetahuan secara efektif
antara guru dan peserta didik. Model-model pembelajaran adalah model PPSI, model
Banathy, model Kemp, model Gerlach & Elly, model Dick & Carrey, model ASSURE,
model ADDIE,  model Hanafin and Peck, dan model waterfall. Dalam model PPSI ini,
pengajaran akan dipandang sebagai suatu sistem. Sub-sistem dari pengajaran, diantaranya
tujuan pembelajaran, bahan pelajaran, kegiatan pembelajaran, alat-alat dan sumber
pembelajaran dan evaluasi. Sehingga guru sekolah dasar dan sekolah menengah, dosen
perguruan tinggi, pelatih di bidang industri dan ahli media yang akan bekerja sebagai
perancang pembelajaran. Pada model Banathy bertitik tolak dari pendekatan sistem (sistem
approach), yang mencakup keenam komponen (langkah) yang saling berinterelasi dan
berinteraksi untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Sedangkan pada
Model Gerlach & Elly menjadi suatu garis pedoman atau suatu peta perjalanan pembelajaran
karena model ini memperlihatkan keseluruhan proses belajar mengajar yang baik, sekalipun
tidak menggambarkan secara rinci setiap komponennya (Artinio dalam Suryana, dkk., 2014)
Pembelajaran adalah suatu proses kegiatan dalam jenjang pendidikan. Pelaksanaannya
melibatkan komponen-komponen penting seperti guru, peserta didik, interaksi, bahan,
metode, juga penilaian. Pembelajaran akan sangat terpaku dpada operasionalisasi standar
proses pembelajaran. Tingkatan ketercapaian standar kompetensi lulusan dan kompetensi inti,
terutama pada implementasi kurikulum 2013, akan sangat bergantung pada pelaksanaan
standar proses. Desain pembelajaran adalah suatu praktik penyusun media teknologi

1
komunikasi dan isi untuk membantu agar dapat terjadi transfer pengetahuan secara efektif
antara guru dan peserta didik (Suryadi,2019).

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai
berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan model Hannafin and Peck dalam desain pembelajaran ?
2. Bagaimana langkah-langkah dalam mendesain pembelajaran model Hanaffin and
Peck?
3. Apa saja kelebihan dan kekurangan pembelajaran model Hanaffin and Peck ?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah :
1. Untuk dapat mengetahui model Hannafin and Peck dalam desain pembelajaran
2. Untuk dapat memahami langkah-langkah dalam mendesain pembelajaran model
Hanaffin and Peck
3. Untuk dapat mengetahui kelebihan dan kekurangan pembelajaran model Hanaffin and
Peck

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Model Pembelajaran Hannafin and Peck


Model Hannafin and Peck ialah suatu model desain pengajaran yang terdiri dari tiga fase,
yakni fase analisis keperluan, fase desain dan fase pengembangan dan implementasi
(Hannafin and Peck, 1988). Model Hannafin dan Peck adalah salah satu model desain
pembelajaran yang penyajiannya dilakukan secara sederhana, sehingga tidak memerlukan
waktu lama, dimulai dari analisis kebutuhan, desain atau perancangan serta
pengembangan dan implementasi. Ada pun langkah-langkah model rancangan
pembelajaran menurut hannafin & Peck model adalah tahap: (1) analisis (analyze), (2)
perancangan (design), (3) pengembangan/implementasi (development/ implementation),
dan pada setiap fase ini akan selalu dilakukan evaluasi (evaluation).

2.2 Langkah-Langkah dalam Mendesain Pembelajaran Model Hanaffin and Peck


Ada pun langkah-langkah model rancangan pembelajaran menurut hannafin & Peck
model adalah tahap: (1) analisis (analyze), (2) perancangan (design), (3)
pengembangan/implementasi (development/ implementation), dan pada ketiga fase ini
selalu dilakukan evaluasi (evaluation).

Menurut Kurniawan, dkk (2016), model Hannafin dan Peck terdiri dari tiga fase yaitu
1) Fase Analisis Kebutuhan (Needs assess)
Fase ini merupakan fase pertama dalam tahap mendesain pembelajaran model
Hannafin and Peck. Fase ini diperlukan untuk mengidentifikasi suatu kebutuhan
dalam mengembangkan media pembelajaran.

3
Hal-hal yang menyangkut pada fase ini ialah :
a. Tujuan dan objektif media pembelajaran yang dibuat,
b. Pengetahuan dan kemahiran yang diperlukan oleh kelompok
diperlukan oleh kelompok sasaran,
c. Peralatan dan keperluan media pembelajaran.
Terdapat langkah-langkah dalam fase analisis kebutuhan, Glasgow dalam Wina
Sanjaya (2008:93) mengemukakan secara detail langkah-langkah need assessment
yakni :
1. Tahapan Pengumpulan Informasi
Dalam merancang pembelajaran pertama kali seorang desainer perlu memahami
terlebih dahulu informasi tentang siapa dapat mengerjakan apa, siapa memahami apa,
siapa yang akan belajar, kendala-kendala apa yang dihadapi dan lain sebagainya.
Berbagai informasi yang dikumpulkan akan bermanfat dalam menentukan tujuan
yang ingin dicapai. Jadi, informsi yang terkumpul digunakan sebagai dasar dalam
merancang sistem pembelajaran. Model Hanafin dan Peck ini berorintasi pada produk
sehingga informasi yang dibutuhkan mislnya bagaimana cara pembuatan media
pembelajaran dengan bahan yang ada.
2. Tahapan Identifikasi Kesenjangan
dalam mengidentifikasi kesenjangan Kaufan dan English dalam Wina Sanjaya (2008),
menjelaskan bahwa terdapat lima elemen yang saling berkaitan yakni Input, Proses,
Produk, Output dan Outcome. Input meliputi kondisi yang tersedi saat ini misalnya
tentang keuangan, waktu, bangunan, guru, pelajar, kebutuhan. Komponen proses,
meliputi perencanaan, metode, pembelajaran individu, dan kurikulum. Komponen
produk, meliputi penyelesaian pendidikan, keterampilan, pengetahuan, dan sikap yang
dimiliki. Komonen output, meliputi ijazah kelulusan, keterampilan prasyarat, lisensi.
Komponen Outcome, meliputi kecukupan dan kontribusi individu atau kelompok saat
ini dan masa depan.
Dari analisis diatas dapat digambarkan masalah dan kebutuhan pada setiap komponen
yakni Input, proses, produk dan Output.
3. Analisis Performance
Tahap selanjutnya adalah tahap menganalisis performance. Pada tahap ini sorang guru
yang sudah memahami informasi dan mengidentifikasi kesenjangan yang ada,
kemudian mencari cara untuk memecahkan kesenjangan tersebut. Baik dengan
perencanaan pembelajaran atau dengan cara lain, seperti melalui kebijakan

4
pengelolaan baru, penentuan struktur organsasi yang lebih baik, atau mungkin melalui
pengembangan bahan dan alat-alat. Jika dilihat dari orientasi model Hanafin dan Peck
yang mengarah ke produk maka dalam analisis performance msalah yang mungkin
bisa diselesaikan adalah tentng pengembangan bahan dan alat-alat.
4. Mengidentifikasi Kendala Beserta Sumber-sumbernya
Tahap keempat dalam need assessment adalah mengidentifikasi berbagai kendala
yang muncul beserta sumber-sumbernya. Maksudnya, kita harus mengantisipsi
kendala yang mungkin akan muncul. Kendala dapat berupa waktu, fasilitas, bahan,
personal dan lain sebginya. Dan sumbernya bisa berasal dari orang yang terlibat (guru
atau siswa), berasal dari fasilitas yang mendukung atau tidak, dan jumlah pendanaan
beserta pengaturannya.
5. Identifikasi Krakteristik Siswa
Siswa menjadi pusat dalam pembelajaran, oleh karena itu identifikasi karakteristik
siswa sangat dibutuhkan. Sebab, tidak ada siswa yang sama sehingga penangan dari
setiap masalah yang ada di setiap siswa akan berbeda pula. Identifikasi karakteristik
siswa meliputi usia, jens kelamin, level pendidikan, gaya belajar dan lain sebagainya.
Dengan identifikasi tersebut dapat bermanfaat ketika kita menentuka tujuan yang
harus dicaai, pemilihan dan penggunaan strategi embelajaran yang dianggap cocok.
6. Identifikasi Tujuan
Mengidentifikasi tujuan yang ingin dicapai merupakan tahap keenam dalam need
assessment. Tidak semua kebutuhan menjadi tujuan yang ingin dicapai, namun
kebutuhan-kebutuhan yang diprioritaskanlah yang menjadi tujuan agar dapat segera
dipecahkan sesuai kondisi.
7. Menentukan Permasalahan
Tahap terakhir adalah menentukan permasalahan, sebagai pedoman dalam
penyusunan proses desain pembelajaran. Dalam model Hanafin dan Peck berorientasi
produk, sehingga masalah yang biasanya timbul adalah tentang media pembelajaran.
Setelah semua keperluan diidentifikasi maka perlu adanya penekanan untuk
menjalankan penilaian terhadap hasil pada fase ini sebelum diteruskan
pembangunan ke fase desain.
2) Fase Desain (Design)
Fase yang kedua dari model Hannafin dan Peck ini berisikan informasi dari
fase analisis yang dipindahkan ke dalam bentuk dokumen yang akan menjadi
tujuan pembuatan media pembelajaran. Hannafin dan Peck (1988) menyatakan

5
pada fase desain ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan mendokumenkan
kaedah yang paling baik untuk mencapai tujuan pembuatan pada media tersebut.
Salah satu dokumen yang dihasilkan dalam fase ini ialah dokumen storyboard
yang mana mengikuti urutan aktivitas pengajaran berdasarkan keperluan pelajaran
dan objektif media pembelajaran seperti yang diperoleh dalam fase analisis
kebutuhan. Storyboard adalah scene, audio dan visualisasi dengan dilengkapi
keterangan mengenai content dan visualisasi yang digunakan untuk produksi
sebuah program. Seperti halnya pada fase pertama, penilaian pada fase ini juga
perlu dijalankan sebelum dilanjutkan ke fase pengembangan dan implementasi.
3) Fase Pengembangan dan Implementasi (Development /Implement)
Aktivitas yang terjdi pada fase ketiga dari model Hannafin dan Peck ini ialah
penghasilan diagram alur, pengujian, serta penilaian formatif dan penilaian
sumatif. Dokumen storyboard nantinya dijadikan landasan bagi pembuatan
diagram alur yang dapat membantu proses pembuatan media pembelajaran.
Pada fase ini juga terjadi implementasi (implementation). Hasil
pengembangan nantinya akan diterapkan dalam pembelajaran untuk mengetahui
pengaruhnya terhadap kualitas pembelajaran yang meliputi keefektifan,
kemenarikan, dan efisiensi pembelajaran.
Model Hannafin dan Peck menekankan pada proses penilaian (evaluation) dan
pengulangan (revition) yang mana mengikutsertakan proses-proses pengujian dan
penilaian media pembelajaran yang melibatkan ketiga fase secara
berkesinambungan. Evaluasi formatif dilakukan untuk mengumpulkan data pada
setiap tahapan yang digunakan untuk penyempurnaan dan evaluasi sumatif
dilakukan pada akhir program untuk mengetahui pengaruhnya terhadap hasil
belajar peserta didik dan kualitas pembelajaran secara luas. Penilaian formatif
adalah suatu penilaian yang dilakukan sepanjang proses pengembangan media
sedangkan penilaian sumatif adalah suatu penilaian yang dilakukan setelah media
telah selesai dikembangkan (Suryana, dkk., 2014).

2.3 Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran Model Hanaffin and Peck


Adapun kelebihan dan kekurangan pada pembelajaran model Hanaffin and Peck antara
lain sebagai berikut :
2.3.1 Kelebihan

6
Adapun kelebihan pada model ini adalah :
 Menekankan pada proses penilaian dan pengulangan yang melibatkan
ketiga fase
 Dapat menentukan hal utama dari apa yang dibutuhkan dalam
pendidikan
 Pada penyajian pada model desain pembelajaran yang penyajiannya
dilakukan secara sederhana, sehingga tidak memerlukan waktu lama,
dimulai dari analisis kebutuhan, desain atau perancangan serta
pengembangan dan implementasi.
2.3.2 Kekurangan
Adapun kekurangan pada model ini adalah :
 Media pembelajaran dengan bahan yang ada karena berorientasi pada
produk
 Dalam produk atau program pembelajaran nya memerlukan uji coba
dan revisi terlebih dahulu
 Masalah yang mungkin bisa diselesaikan pada model ini berkaitan
tentang pengembangan bahan dan alat-alat

Contoh Penggunaan Model Desain Hannapin and Peck dalam Pembelajaran Kimia

1. JUDUL : PENGEMBANGAN MEDIA ANIMASI FLASH ASAM BASA DENGAN


METODE HANNAFIN DAN PECK

METODE Metode yang digunakan dalam penelitian pengembangan ini disesuaikan


dengan fase model Hannafin nd Peck

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Proses pengembangan media animasi flash materi konsep asam basa yang diuji cobakan
pada mahasiswa tingkat I DIII Farmasi Stikes Pelamonia ini dilakukan melalui beberapa
tahapan yaitu analisis kebutuhan, desain, pengembangan dan implementasi. Fase analisis
kebutuhan. Berdasarkan hasil wawancara, observasi dan angket ketersediaan media di DIII
Farmasi Stikes Pelamonia.

Kevalidan media

7
Adapun hasil penelitian kelayakan dari pakar media terhadap media pembelajaran animasi
flash materi konsep asam basa untuk keseluruhan aspek termasuk kategori valid dengan skor
4,2 dengan presentase kevalidan 87%. Dan hasil penilaian media pembelajaran animasi flash
materi konsep asam basa oleh pakar materi untuk keseluruhan aspek termasuk kategori valid
dengan skor 4,2 dan presentase 83% sesuai.

Berdasarkan hasil tes belajar setelah mahasiswa melakukan pembelajaran untuk dua
pertemuan diperoleh hasil tes belajar dengan ketuntasan klasikal sebesar 82,6% dengan rata-
rata nilai tes belajar untuk keseluruhan siswa sebesar 80. Media pembelajaran yang
dikembangkan telah efektik karena berdasarkan kategori keefektifan hasil belajar disebut
efektif jika banyak mahasiswa yang mencapai ketuntasan individual minimal 75%. Dan
mahasiswa memberikan respon positif terhadap pembelajaran dengan menggunakan media
animasi flash dengan persentase 96,6%.

Evaluasi Media oleh Dosen dan Mahasiswa

Hasil analisis penilaian dosen mengenai pengembangan media animasi flash materi konsep
asam basa menunjukan bahwa media layak digunakan dengan persentase sebesar 92,9%
dengan kriteria “sangat baik”. Sedangkan persentase tanggapan mahasiswa secara
klasikal adalah Ya dengan persentase ≥ 60%,dan kategori sangat baik.

https://www.researchgate.net/publication/337836985_PENGEMBANGAN_MEDIA_ANIM
ASI_FLASH_ASAM_BASA_DENGAN_METODE_HANNAFIN_DAN_PECK

2. JUDUL: PENGEMBANGAN PERMAINAN ULAR JARRA SEBAGAI MEDIA


PEMBELAJARAN PADA MATERI POKOK ASAM-BASA

METODE PENELITIAN

Jenis Penelitian ini adalah penelitian pengembangan (research and development). Desain
penelitian mengikuti model Pengembangan Hannafin dan Peck. Subyek penelitian ini adalah
siswa kelas XI IPA SMAN 7 Bulukumba yang melakukan remedial materi asam-basa.
Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah kuesioner/angket, tes hasil
belajar dan wawancara.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Validitas

8
Persentase kelayakan untuk aspek kesesuaian soal, aspek penyajian soal dan aspek cakupan
soal berturut-turut adalah 80%, 78,3% dan 80%. Dapat disimpulkan, media ditinjau dari
kevalidannya adalah baik dan layak.

Kepraktisan

Aspek isi/materi memuat indikator yaitu soal-soal yang digunakan dalam permainan sesuai
dengan materi pembelajaran asam dan basa, soal-soal yang digunakan dirumuskan dengan
jelas (tidak membingungkan / menimbulkan penafsiran ganda); dan bahasa dalam soal
permainan mudah dipahami. Aspek pembelajaran memuat indikator yaitu permainan Ular
Jarra membuat pembelajaran

Keefektifan

Keefektifan media permainan yang dikembangkan sebagai media pembelajaran ditunjukkan


dengan cara: 1) melalui tes hasil belajar dengan memberikan pretest dan posttest; 2)
mengukur motivasi belajar siswa sebelum disajikan media permainan dan setelah disajikan
media permainan. Uji keefektifan produk ini dilakukan terhadap siswa yang dianggap
memiliki kemampuan kurang dalam mata pelajaran kimia, yaitu siswa XI IPA SMAN 7
Bulukumba yang remedial. Hal ini dilakukan untuk mengetahui dampak penggunaan
permainan ular jarra sebagai media pembelajaran yang dapat mengatasi masalah
pembelajaran bagi siswa.

Hasil pretest-posttest menunjukkan gain (g) = 0.413793103. Berdasarkan hasil yang


diperoleh,gain berada pada 0,7 > g ≥ 0,3 yang berarti terdapat peningkatan hasil belajar siswa
pada kategori sedang. Perbandingan hasil gain pretest-posttestjuga dilakukan untuk tiap
kompetensi dasar yang diukur guna mendeskripsikan efektifitas media permainan yang
dikembangkan. Hasil ini menunjukkan bahwa kompetensi dasar II memiliki hasil pretest-
posttest yang lebih baik dibandingkan kompetensi dasar I.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan, media permainan ular jarra pada materi
pokok asam basa yang telah dikembangkan, ditinjau dari kevalidannya, media masuk pada
pada kategori valid, baik dan telah layak; ditinjau dari kepraktisan yang dinilai oleh siswa,
untuk semua aspek masuk pada kategori sangat baik dan praktis; dan ditinjau dari
keefektifannya yang diukur dari hasil pretest-posttest menunjukkan peningkatan pada
kategori sedang dan untuk motivasi belajar terjadi peningkatan skor rata-rata menjadi sangat

9
baik/sangat tinggi untuk semua aspek yang diukur. Dari hasil kevalidan, kepraktisan dan
keefektifan tersebut, dapat disimpulkan bahwa media permainan yang dikembangkan layak
dijadikan sebagai media pembelajaran

https://ojs.unm.ac.id/insani/article/viewfile/4819/2753

3. JUDUL : PENGEMBANGAN MEDIA PEMBELAJARAN WEBJOOMLA BERBASIS


PROBLEM SOLVING PADA MATERI MEMPERKUKUH PERSATUAN DAN
KESATUAN BANGSA DALAM NKRI BAGI SISWA SEKOLAH MENENGAH
KEJURUAN

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode penelitian pengembangan (Research and Development).


Adapun produk yang dihasilkan adalah media pembelajaran webjoomla berbasis problem
solving. Penelitian ini dilakukan dengan

menggunakan model pengembangan Hannafin and Pack dengan tiga tahap pengembangan
yaitu: analisis kebutuhan, desain, pengembangan dan implementasi (Made, 2014: 1) dengan
evaluasi formatif Tessmer dengan tahap yaitu: self evaluation, expert review, one-to-one,
small group, dan field test evaluation

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian di atas bahwa dengan menggunakan media pembelajaran dapat
meningkatkan motivasi belajar siswa ini didukung oleh pendapat Arsyad (2014:29-30) bahwa
manfaat menggunakan media dalam pembelajaran yaitu media pembelajaran dapat
menimbulkan motivasi belajar siswa karena dapat meningkatkan dan mengarahkan perhatian
siswa saat proses pembelajaran. dapat disimpulkan bahwa pengembangan media
pembelajaran webjoomla berbasis problem solving adalah untuk menghasilkan produk
berupa media pembelajaran webjoomla berbasis problem solving sebagai media
pembelajaran peserta didik yang telah valid, praktis dan memiliki efek potensial terhadap
motivasi belajar siswa.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa penelitian
ini telah menghasilkan media pembelajaran webjoomlaberbasis problem solving yaitu
tentangmemperkukuh persatuan dan kesatuan negara kesatuan Republik Indonesia(NKRI)

10
untuk meningkatkan motivasi belajar siswa pada mata pelajaran PPKn kelas XI di SMK
Negeri 3 Palembang yang valid, praktis dan mempunyai efek potensial. Kevalidan diperoleh
dari validasi yang dilakukan oleh tiga orang ahli, yaitu ahli materi, ahli desain media,dan ahli
bahasa dengan menggunakan walkthrough. Validasi materi yaitu dengan rata-rata 4,8 yang
termasuk kategori valid, validasi desain media yaitu dengan rata-rata 4,2 yang termasuk
kategori valid, dan validasi bahasa yaitu dengan rata-rata 4,3 yang termasuk kategori sangat
valid. Selanjutnya untuk mengukur kepraktisan media pembelajaran webjoomla peserta
didikdilakukan oleh siswa pada tahap one-to-one yaitu 4,2 termasuk kategori sangat praktis
dan pada tahap small group yaitu 4,4 termasuk kategori sangat praktis. Kemudian peneliti
melakukan hasil uji coba lapangan (field test) yang dilakukan dengan menggunakan media
pembelajaran webjoomla berbasis problem solving agar dapat mempunyai efek potensial
untuk motivasi belajar siswa dengan hasil yang didapatkan pada tahap observasi yang
didapatkan keseluruhan data observasi motivasi belajar siswa sebesar 84,8% dengan kategori
motivasi belajar siswa di kelas XI Usaha Perjalanan Pariwisata 1 di SMK Negeri 3
Palembang dengan keterangan sangat baik.

https://ejournal.unsri.ac.id/index.php/jbti/article/download/7931/pdf

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Model Hannafin and Peck ialah salah satu model desain pengajaran yang terdiri dari
tiga fase, yakni fase analisis keperluan, fase desain dan fase pengembangan dan
implementasi (Hannafin and Peck, 1988).
Ada pun langkah-langkah model rancangan pembelajaran menurut hannafin & Peck
model adalah tahap:
(1) Analisis kebutuhan (analyze),
(2) Perancangan (design),

11
(3) Pengembangan/Implementasi (development/ implementation),
Penilaian dan evaluasi (evaluation) akan selalu dilakukan pada setiap tahap. Dalam
setiap tahap ini akan dilakukannya penilaian sehingga dapat dijadikan landasan dasar
untuk dapat lanjut ketahapan berikutnya.
Pada penyajian pada model desain pembelajaran yang penyajiannya dilakukan secara
sederhana, sehingga tidak memerlukan waktu lama, dimulai dari analisis kebutuhan,
desain atau perancangan serta pengembangan dan implementasi.

3.2 Saran
Pada pembahasan makalah mengenai pembelajaran Model Hanaffin and Peck ini
masih terlalu banyak kekurangan karena kurangnya referensi dan jauh dari kata
sempurna. Dari makalah ini, semoga akan sedikit membantu para pengajar dalam
mendesain Model Hanaffin and Peck.

DAFTAR PUSTAKA

Kurniawan, dkk. (2016). Pengembangan Multimedia Ular Tangga Model Hannafin and
Peck. Jurusan Teknologi Pendidikan , 4-5.
Muslih, S. d. (2019). Desain dan Perencaan Pembelajaran. Yogyakarta: CV Budi Utama.
Suryana, dkk. (2014). Pengembangan Bahan Ajar Cetak Menggunakan Model Hannafin &
Peck Untuk Mata Pelajaran Rencana Anggaran Biaya. e-Journal Program
Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha , 2-5.

12
13

Anda mungkin juga menyukai