Anda di halaman 1dari 15

IMPLEMENTASI MODEL HANNAFIN DAN PECK DALAM

PENGEMBANGAN MEDIA VIDEO PEMBELAJARAN

(UTS MATA KULIAH DESAIN PEMBELAJARAN)

Dosen : Dr. Indri Astuti, M.Pd

DARINI, S.Pd
NIM F2151201015

PROGRAM MAGISTER TEKNOLOGI PENDIDIKAN


FAKULTAS PENDIDIKAN DAN ILMU KEGURUAN
UNIVERSITAS TANJUNG PURA
2020
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menurut UU No 20 Tahun 2003, pendidikan adalah usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pemebelajaran agar
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia serta keterampualan yang diperlukan dirinya, masyarakat,
bangsa dan negara. Dengan demikian pendidikan bertujuan mencerdaskan
dan mengembangkan potensi di dalam diri para peserta didik. Pertumbuhan
kecerdasan dan potensi diri dapat menciptakan peserta didik yang berlimu
pengetahuan, memiliki kreativitas, sehat jasmani dan rohani, berkepribadian
baik, mandiri dan menjadi anggota masyarakat yang bertanggungjawab.
Berdasarkan pernyataan diatas, dapat kita ketahui bahwa pendidikan
memiliki peran penting dalam pembentukan karakter peserta didik dan proses
belajar yang menjadi kunci keberhasilan pendidikan. Oleh karena itu proses
belajar yang berkualitas diharapkan mampu mencapai tujuan pendidikan
dalam mencerdasakan dan mengembangkan potensi peserta didik yang
berkarakter.
Pembelajaran berkualitas tetap harus dijalankan dalam keadaan
apapun meskipun adanya wabah covid 19 yang melanda seluruh dunia
termasuk Indonesia. Untuk mengurangi penyebaran wabah covid 19, yang
mengharuskan dilaksanakannya social distancing dan stay at home, sehingga
menimbulkan adanya perubahan dalam berbagai aspek kehidupan termasuk
perubahan dalam sistem tatanan pelaksanaan pendidikan. Sistem
pembelajaran yang biasanya dilakukan secara tatap muka langsung di kelas
berubah menjadi sistem pembelajaran jarak jauh salah satunya secara daring.
Sistem pembelajaran daring (dalam jaringan) merupakan sistem
pembelajaran tanpa tatap muka secara langsung antara guru dan peserta didik
tetapi dilakukan melalui media online yang menggunakan jaringan internet.
Disebabkan menggunakan jaringan internet dan berbasis online, terdapat
berbagai kendala dalam proses pembelajaran. Kendala seperti tidak semua
tempat dapat mengakses internet, juga terkait dengan biaya pembelian kuota,
dan penguasaan guru maupun peserta didik terhadap teknologi. Sarana
prasaran dan sumber daya manusia dalam memberikan dan menerima
pembelajaran online merupakan permasalahan yang harus segera diupayakan
untuk diatasi.
Peserta didik tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) merupakan anak
yang berusia dalam rentang 15-19 tahun. Pada usia remaja, media online
seperti perangkat android bukan menjadi hal yang baru. Dan peserta didik
tingkat SMA sudah mampu menerima instruksi pembelalajaran oline. Melalui
intruksi dari guru, kendala mengoperasikan media online pada peserta didik
dapat teratasi. Dengan demikian, guru hendaknya harus kreatif dan inovatif
dalam melakukan pembelajaran online yang bermakna.
Kreativitas dan inovasi guru dan mengembangkan media berupa
video pembelajaran merupakan salah satu upaya memberikan pembelajaran
yang bermakna dimasa pademi saat ini. Untuk menghasilkan produk video
pembelajaran yang baik digunakan model desain Hannafin dan Peck yang
merupakan model desain yang berorientasi pada produk sehingga dapat
menghasilkan produk seperti media pembelajaran baik itu video maupun
bahan ajar. Salah satu kelebihan model ini adalah dilakukannya penilaian dan
pengulangan pada tiap fase/ tahapannya. Berbagai tahapan dalam model
desain Hannafin dan Pack yaitu tahap analisis keperluan, tahap desain, dan
tahap pengembangan dan implementasi. Dengan model ini diharapkan dapat
menghasilkan produk video pembelajaran yang dapat memberikan
kemudahan bagi peserta didik untuk memahami materi pembelajaran
sehingga tujuan pembelajaran dapat dicapai.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dari uraian diatas, dapat dirumuskan
permasalahan antara lain sebagai berikut ini.
1. Apakah yang dimaksud dengan desain pembelajaran model Hannapin dan
Peck?
2. Apa sajakah tahapan-tahapan desain pembelajaran model Hannapin dan
Peck?
3. Apakah yang dimaksud dengan media video pembelajaran?
4. Bagaimanakah implementasi model Hannapin dan Peck dalam
pengembangan video pembelajaran er?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui konsep desain pembelajaran model Hannapin dan Peck.
2. Untuk mengetahui tahapan-tahapan desain pembelajaran model Hannapin
dan Peck.
3. Untuk mengetahui konsep media video pembelajaran.
4. Untuk mengetahui implementasi model Hannapin dan Peck dalam
pengembangan video pembelajaran.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Desain Pembelajaran Model Hannapin dan Peck

Model Hannapin dan Peck merupakan salah satu contoh model desain
pembelajaran yang berorientasi pada produk. Model berorientasi pada produk
maksudnya adalah model desain pembelajaran yang digunakan untuk
menghasilkan suatu produk seperti media median pembelajaran. Menurut
Hannapin dan Peck (Afandi dan Baharudin 2011:26) model desain
pembelajaran terbagi atas tiga fase atau tahap yaitu Fase Analisis Keperluan
(Need Assessment), Fase Desain (Design) dan Fase Pengembangan dan
Implementasi (Develop/ Implement). Pada setiap fase dilakukan penilaian dan
pengulangan. Adapun setiap fase atau tahapan model desain ini diuraikan
sebagai berikut:
1. Fase Analisis Keperluan (Need Assessment )
Fase pertama dari model Hanafim dan Peck adalah analisis
kebutuhan. Pengertian analisis kebutuhan dalam konteks pegembangan
kurikulum menurut John Mc-Neil (Wina Sanjaya, 2008:91) ialah: ‘the
process by which one defines educational needs and decides what their
priorities are’. Artinya, bahwa analisis kebutuhan merupakan sebuah
proses yang didefinisikan sebagai sebuah kebutuhan pendidikan dan
ditentukan sesuai dengan prioritasnya. Jadi pada intinya, proses ini
merupakan proses untuk menentukan hal utama dari apa yang dibutuhkan
dalam pendidikan.
Menganalisis kebutuhan menjadi hal dasar dalam mendesin
pembelajaran yang akan dilaksanakan. Tidak mudah mengidentifikasi
apa yang dibutuhkan dalam pembelajaran. Terdapat langkah-langkah
dalam fase analisis kebutuhan, Glasgow dalam Wina Sanjaya (2008:93)
mengemukakan secara detail langkah-langkah need assessment yakni :
a. Tahapan Pengumpulan Informasi
Dalam merancang pembelajaran pertama kali seorang desainer
perlu memahami terlebih dahulu informasi tentang siapa dapat
mengerjakan apa, siapa memahami apa, siapa yang akan belajar,
kendala-kendala apa yang dihadapi dan lain sebagainya. Berbagai
informasi yang dikumpulkan akan bermanfat dalam menentukan
tujuan yang ingin dicapai. Jadi, informsi yang terkumpul digunakan
sebagai dasar dalam merancang sistem pembelajaran. Model Hanafin
dan Peck ini berorintasi pada produk sehingga informasi yang
dibutuhkan mislnya bagaimana cara pembuatan media pembelajaran
dengan bahan yang ada.
b. Tahapan Identifikasi Kesenjangan
Dalam mengidentifikasi kesenjangan Kaufan dan English dalam
Wina Sanjaya (2008), menjelaskan bahwa terdapat lima elemen yang
saling berkaitan yakni Input, Proses,
Produk, Output dan Outcome. Input meliputi kondisi yang tersedi saat
ini misalnya tentang keuangan, waktu, bangunan, guru,  pelajar,
kebutuhan. Komponen proses, meliputi perencanaan, metode,
pembelajaran individu, dan kurikulum.  Komponen produk, meliputi
penyelesaian pendidikan, keterampilan, pengetahuan, dan sikap yang
dimiliki. Komonen output, meliputi ijazah kelulusan, keterampilan
prasyarat, lisensi. Komponen Outcome, meliputi kecukupan dan
kontribusi individu atau kelompok saat ini dan masa depan. Dari
analisis diatas dapat digambarkan masalah dan kebutuhan pada setiap
komponen yakni Input, proses, produk dan Output.
c. Analisis Performance
Tahap selanjutnya adalah tahap menganalisis performance.
Pada tahap ini sorang guru yang sudah memahami informasi dan
mengidentifikasi kesenjangan yang ada, kemudian mencari cara untuk
memecahkan kesenjangan tersebut. Baik dengan perencanaan
pembelajaran atau dengan cara lain, seperti melalui kebijakan
pengelolaan baru, penentuan struktur organsasi yang lebih baik, atau
mungkin melalui pengembangan bahan dan alat-alat. Jika dilihat dari
orientasi model Hanafin dan Peck yang mengarah ke produk maka
dalam analisis performance msalah yang mungkin bisa diselesaikan
adalah tentng pengembangan bahan dan alat-alat.
d. Mengidentifikasi Kendala Beserta Sumber-sumbernya
Tahap keempat dalam need assessment adalah mengidentifikasi
berbagai kendala yang muncul beserta sumber-sumbernya.
Maksudnya, kita harus mengantisipsi kendala yang mungkin akan
muncul. Kendala dapat berupa waktu, fasilitas, bahan, personal dan
lain sebginya. Dan sumbernya bisa berasal dari orang yang terlibat
(guru atau siswa), berasal dari fasilitas yang mendukung atau tidak,
dan jumlah pendanaan beserta pengaturannya.
e. Identifikasi Krakteristik Siswa
Siswa menjadi pusat dalam pembelajaran, oleh karena itu
identifikasi karakteristik siswa sangat dibutuhkan. Sebab, tidak ada
siswa yang sama sehingga penangan dari setiap masalah yang ada di
setiap siswa akan berbeda pula. Identifikasi karakteristik siswa
meliputi usia, jens kelamin, level pendidikan, gaya belajar dan lain
sebagainya. Dengan identifikasi tersebut dapat bermanfaat ketika kita
menentuka tujuan yang harus dicaai, pemilihan dan penggunaan
strategi embelajaran yang dianggap cocok.
f. Identifikasi Tujuan
Mengidentifikasi tujuan yang ingin dicapai merupakan tahap
keenam dalam need assessment. Tidak semua kebutuhan menjadi
tujuan yang ingin dicapai, namun kebutuhan-kebutuhan yang
diprioritaskanlah yang menjadi tujuan agar dapat segera dipecahkan
sesuai kondisi.
g. Menentukan Permasalahan
Tahap terakhir adalah menentukan permasalahan, sebagai
pedoman dalam penyusunan proses desain pembelajaran. Dalam
model Hanafin dan Peck berorientasi produk, sehingga masalah yang
biasanya timbul adalah tentang media pembelajaran.
Setelah semua langkah dijalankan, kemudian dilakukan sebuah
tes atau penlaian terhadap hasil dalam fase ini. Penilaian ini bertujuan
untuk mengetahui ada atau tidakkah kebutuhan yang seharusnya ada
tetapi tidak tercatat. Sebab, hal ini justru akan menjadikan msalah baru di
masa yang akan datang.
2. Fase Desain (Design)
Fase kedua dari Hanfin dan Peck adalah fase desain (Design).
Hanafin dan Peck (Afandi dan Badarudin, 2011) menytakan fase desain
bertujuan untuk mengidentifikasikan dan mendokumenkan kaidah yang
paling baik untuk mencapai tujuan pembuatan media tersebut. Dokumen
tersebut dapat berupa story board. Jadi, hasil dari need
assessment kemudian dituangkan ke dalam sebuah papan dan caranya
dengan mengikuti aktifitas yang sudah dianalisis dalam need
assessment sebelumnya. Dokumen ini nantiya akan memudahkan kita
dalam menentukan tujuan pembuatan media pembelajaran, karena
merupakan sebuah papan.
Dalam fase kedua ini, tidak lupa dilakukan tes atau penilaian
sebelum dilanjutkan ke fase pengembangan dan implementasi. Hanafin
dan Peck telah menggambarkan (gambr 1) bahwa harus ada timbal blik
dari setiap fase, hal ini mungkin membuat kita mudah megetahui
kesalahan yang kita buat dan menjadi pembelajaran untuk kita.
3. Fase Pengembangan dan Implementasi (Develop/ Implement)
Fase terakhir dari model Hanafin dan Peck adalah pengembangan
dan implementasi. Hanafin dan Peck (Afandi dan Badarudin, 2011)
mengatakan aktivitas yang dilakukan pada fase ini ialah penghasilan
diagram alur, pengujian, serta penilain formatif dan sumatif. Penilaian
formatif ialah penialain yang dijalankan saat proses pengembangan
media berlangsung, sedangkan penilaian sumatif dijalankan pada akhir
proses. Pada fase ini media dikembangkan dan pembelajaran
dilaksanakan sesuai dengan tujuan yang telah dibuat berdasarkan analisis
kebutuhan dan desain yang telah dijalankan.

Gambar 2.1 Model Hannafin and Peck

B. Media Video Pembelajaran


Video pembelajaran adalah suatu media yang dirancang sistematis
dengan berpedoman kepada kurikulum yang berlaku dan dalam
pengembangannya mengaplikasikan prinsif-prinsif pembelajaran sehingga
program tersebut memungkinkan peserta didik mencermati materi pelajaran
secara lebih mudah dan menarik.
Menurut Cheppy Riyana (2007) media video pembelajaran adalah
media yang menyajikan audio dan visual yang berisi pesan-pesan
pembelajaran baik yang berisi konsep, prinsip, prosedur, teori aplikasi
pengetahuan untuk membantu pemahaman terhadap suatu materi
pembelajaran. Video merupakan bahan pembelajaran tampak dengar
(audio visual) yang dapat digunakan untuk menyampaikan pesan-
pesan/materi pelajaran. Dikatakan tampak dengar kerena unsur dengar
(audio) dan unsur visual/video (tampak) dapat disajikan serentak.

Menurut Cheppy Riyana (2007:8-11) untuk menghasilkan video


pembelajaran yang mampu meningkatkan motivasi dan efektivitas
penggunanya maka pengembangan video pembelajaran harus
memperhatikan karakteristik dan kriterianya. Karakteristik video
pembelajaran yaitu:
1. Clarity of Massage  (kejalasan pesan)
Dengan media video siswa dapat memahami pesan pembelajaran
secara lebih bermakna dan informasi dapat diterima secara utuh
sehingga dengan sendirinya informasi akan tersimpan dalam memory
jangka panjang dan bersifat retensi.
2. Stand Alone  (berdiri sendiri).
Video yang dikembangkan tidak bergantung pada bahan ajar lain atau
tidak harus digunakan bersama-sama dengan bahan ajar lain.
3. User Friendly  (bersahabat/akrab dengan pemakainya).
Media video menggunakan bahasa yang sedehana, mudah dimengerti,
dan menggunakan bahasa yang umum. Paparan informasi yang tampil.
bersifat membantu dan bersahabat dengan pemakainya, termasuk
kemudahan pemakai dalam merespon, mengakses sesuai dengan
keinginan.
4. Representasi Isi
Materi harus benar-benar representatif, misalnya materi simulasi atau
demonstrasi. Pada dasarnya materi pelajaran baik sosial maupun sain
dapat dibuat menjadi media video.
5. Visualisasi dengan media
Materi dikemas secara multimedia terdapat didalamnya teks, animasi,
sound, dan video sesuai tuntutan materi. Materi-materi yang
digunakan bersifat aplikatif, berproses, sulit terjangkau berbahaya
apabila langsung dipraktikkan, memiliki tingkat keakurasian tinggi.
6. Menggunakan kualitas resolusi yang tinggi
Tampilan berupa grafis media video dibuat dengan teknologi rakayasa
digital dengan resolusi tinggi tetapisupport  untuk setiap spech  system
komputer.
7. Dapat digunakan secara klasikal atau individual
Video pembelajaran dapat digunakan oleh para siswa secara
individual, tidak hanya dalam settingsekolah, tetapi juga dirumah.
Dapat pula digunakan secara klasikal dengan jumlah siswa maksimal
50 orang bisa dapat dipandu oleh guru atau cukup mendengarkan
uraian narasi dari narator yang telah tersedia dalam program.
Kelebihan Media Video Pembelajaran
1. Mengatasi jarak dan waktu
2. Mampu menggambarkan peristiwa-peristiwa masa lalu secara realistis
dalam waktu yang singkat
3. Dapat membawa siswa berpetualang dari negara satu ke negara lainnya,
dan dari masa yang satu ke masa yang lain.
4. Dapat diulang-ulang bila perlu untuk menambah kejelasan
5. Pesan yang disampaikannya cepat dan mudah diingat
6. Mengembangkan pikiran dan pendapat para siswa
7. Mengembangkan imajinasi
8. Memperjelas hal-hal yang abstrak dan memberikan penjelasan yang
lebih realistic
9. Mampu berperan sebagai media utama untuk mendokumentasikan
realitas sosial yang akan dibedah di dalam kelas
10. Mampu berperan sebagai storyteller yang dapat memancing kreativitas
peserta didik dalam mengekspresikan gagasannya.
Kelemahan Media Video Pembelajaran
1. Sebagaimana media audio-visual yang lain, video terlalu menekankan
pentingnya materi ketimbang proses pengembangan materi tersebut
2. Pemenfaatan media ini juga terkesan memakan biaya yang tidak murah
3. Penayangannya juga terkait peralatan lainnya seperti video player, layar
bagi kelas besar beserta LCDnya, dan lain-lain.

C. Implementasi Model Hannapin dan Peck Dalam Pengembangan Video


Pembelajaran

Didasarkan atas pertimbangan bahwa model Hannapin and Peck


merupakan model yang berorientasi pada produk pembelajaran, biasanya
produk yang dihasilkan berupa media pembelajaran, seperti video
pembelajaran, multimedia pembelajaran atau modul. Di samping itu, model
Hannafin dan Peck merupakan model desain pembelajaran penyajiannya
dilakukan secara sederhana, sehingga tidak memakan waktu lama mulai dari
analisis kebutuhan, desain/perancangan, pengembangan dan implementasi.

Model Hannafin and Peck terdiri dari tiga fase yaitu, fase pertama dari
model Hannafin dan Peck adalah analisis kebutuhan. Fase ini diperlukan
untuk mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan dalam mengembangkan suatu
media pembelajaran termasuklah di dalamnya tujuan dan objektif media
pembelajaran yang dibuat, pengetahuan dan kemahiran yang diperlukan oleh
kelompok sasaran, peralatan dan keperluan media pembelajaran. Setelah
semua keperluan diidentifikasi Hannafin dan Peck menekankan untuk
menjalankan penilaian terhadap hasil itu sebelum meneruskan pembangunan
ke fase desain (Syamsi, 2013). Dengan demikian pada tahap yang pertama
analisis kebutuhan, hal yang dilakukan dalam pembuatan video pembelajaran
geografi adalah menganalisis kebutuhan peserta didik sesuai dengan
karakteristik dan ketersediaan sarana penunjang.

Fase yang kedua dari model Hannafin dan Peck adalah fase desain. Di
dalam fase ini informasi dari fase analisis dipindahkan ke dalam bentuk
dokumen yang akan menjadi tujuan pembuatan media pembelajaran.
Hannafin dan Peck e-Journal Edutech Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan Teknologi Pendidikan (Vol: 3 No: 1 Tahun: 2015) Dalam fase ini
desain bertujuan untuk mengidentifikasikan dan mendokumenkan kaedah
yang paling baik untuk mencapai tujuan pembuatan media tersebut. Salah
satu dokumen yang dihasilkan dalam fase ini ialah dokumen story board yang
mengikuti urutan aktivitas pengajaran berdasarkan keperluan pelajaran dan
objektif media pembelajaran seperti yang diperoleh dalam fase analisis
kebutuhan. Story Board adalah kolom teks, audio dan visualisasi dengan
keterangan mengenai content dan visualisasi yang digunakan untuk produksi
sebuah program. Seperti halnya pada fase pertama, penilaian perlu dijalankan
dalam fase ini sebelum dilanjutkan ke fase pengembangan dan implementasi
(Syamsi, 2013). Fase ketiga dari model Hannafin dan Peck adalah fase
pengembangan dan implementasi. Hannafin dan Peck, mengatakan aktivitas
yang dilakukan pada fase ini ialah penghasilan diagram alur, serta penilaian
formatif dan penilaian sumatif. Dokumen naskah akan dijadikan landasan
bagi pembuatan diagram alur yang dapat membantu proses pembuatan media
pembelajaran. Model Hannafin dan Peck menekankan proses penilaian dan
pengulangan harus mengikutsertakan proses-proses pengujian dan penilaian
media pembelajaran yang melibatkan ketiga fase secara berkesinambungan.
Lebih lanjut Hannafin dan Peck menyebutkan dua jenis penilaian yaitu
penilaian formatif dan penilaian sumatif. Penilaian formatif ialah penilaian
yang dilakukan sepanjang proses pengembangan media sedangkan penilaian
sumatif dilakukan setelah media telah selesai dikembangkan (Syamsi, 2013).
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Model Hannapin dan Peck merupakan salah satu contoh model desain
pembelajaran yang berorientasi pada produk. Model berorientasi pada produk
maksudnya adalah model desain pembelajaran yang digunakan untuk
menghasilkan suatu produk seperti media median pembelajaran. Model
desain pembelajaran terbagi atas tiga fase atau tahap yaitu Fase Analisis
Keperluan (Need Assessment), Fase Desain (Design) dan Fase Pengembangan
dan Implementasi (Develop/ Implement). Implementasi dari desain model
yang berorientasi pada produk adalah menghasil produk seperti media
pembelajaran(video, modul dan media interaktif ). Dan pada tulisan ini
ditekankan pada pengembanagan video pembelajaran.

B. Saran
Melalui desain pembelajaran model hannapin and pack lebih baik jia gunakan
dalam pengembangan diri menghasilkan media pembelajarans eperti video
yang dapat digunakan oleh banyak orang dalam dunia pendidikan. Sehingga
disarakan agar dilakuakn pengembangan-pengembangan tersebut dan juga
mengasah kemampuan oeserta didik dan guru.
DAFTAR RUJUKAN

Wulandarim Nadiyah Ayu. 2020. Dampak Pademi Covid 19 Terhadap


Pelaksanaan Pendidikan di Indonesia. https://pustakabergerak.id/artikel/dampak-
pademi-covid-19-terhadap-pelaksanaan-pendidikan-di-indonesia-2 diakses pada
tanggal 2 November 2020

Cheppy Riyana. 2007. Pedoman Pengembangan Media Video. Jakarta: P3AI


UPI.

http://wanitacintaislam.blogspot.com/2016/09/makalah-media-video-
pembelajaran.html

Anda mungkin juga menyukai