Anda di halaman 1dari 15

2.

1 Orientasi pada Model Desain Pembelajaran


Model desain pembelajaran sebagai hasil dari pemikiran manusia tentu saja beraneka
ragam. Hal tersebut dikarenakan pemikiran setiap guru sebagai seorang individu berbeda-beda.
Model desain pembelajaran yang dipakai oleh guru A berbeda dengan model desain
pembelajaran yang dipakai oleh guru B, demikian pula berbeda dengan guru C. Perbedaan dari
faktor keragaman pemikiran tersebut menjadikan desain pembelajaran memiliki orientasinya
masing-masing (Wiyani, 2013). Ada lima orientasi pada model pembelajaran yaitu model
desain pembelajaran berorientasi kelas, beorientasi sistem, berorientasi produk, berorientasi
prosedural dan berorientasi melingkar.
2.1.1 Model Desain Pembelajaran Berorientasi Produk
Model desain sistem pembelajaran yang berorientasi pada produk, pada umumnya
didasarkan pada asumsi adanya program pembelajaran yang dikembangkan dalam kurun waktu
tertentu. Model-model desain sistem pembelajaran ini menerapkan proses analisis kebutuhan
yang sangat ketat. Para pengguna produk atau program pembelajaran yanga dihasilkan melalui
penerapan desain sistem pembelajaran pada model ini biasanya tidak memiliki kontak langsung
dengan pengembang programnya. Kontak langsung antara pengguna program dan pengembang
program hanya terjadi pada saat proses evaluasi terhadap prototipe program (Wiyani, 2013).
Model-model yang berorientasi pada produk biasanya ditandai dengan empat asumsi
pokok, yaitu (Wiyani, 2013):
1. Produk atau program pembelajaran memang sangat diperlukan,
2. Produk atau program pembelajaran baru perlu diproduksi,
3. Produk atau program pembelajaran memerlukan proses uji coba dan revisi,
4. Produk atau program pembelajaran dapat digunakan walaupun hanya dengan
bimbingan dari fasilitator.
Model berorientasi produk merupakan model desain pembelajaran untuk menghasilkan
suatu produk baik berupa video pembelajaran, multimedia pembelajaran atau modul.
Contohnya yaitu Hannafin & Peck, Lee & Owen, Borg & Gall, serta 4D (Define-Design-
Develop-Disseminate).

2.1.1.1 Model Desain Pembelajaran Hannafin dan Peck


Model Hannafin dan Peck merupakan model desain pengajaran yang terdiri daripada
tiga fase yaitu fase Analisis keperluan, fase desain, dan fase pengembangan dan implementasi
(Hannafin & Peck 1988). Dalam model ini, penilaian dan pengulangan perlu dijalankan dalam
setiap fase. Model ini adalah model desain pembelajaran berorientasi produk. Gambar di bawah
ini menunjukkan tiga fase utama dalam model Hannafin dan Peck (1988).

Gambar 2.1 Model Desain Hannafin dan Peck


Fase pertama dari model Hannafin dan Peck adalah analisis kebutuhan. Fase ini
diperlukan untuk mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan dalam mengembangkan suatu media
pembelajaran termasuk di dalamnya tujuan dan objektif media pembelajaran yang dibuat,
pengetahuan dan kemahiran yang diperlukan oleh kelompok sasaran, peralatan dan keperluan
media pembelajaran. Setelah semua keperluan diidentifikasi Hannafin dan Peck (1988)
menekankan untuk menjalankan penilaian terhadap hasil itu sebelum meneruskan
pembangunan ke fase desain.
Fase yang kedua dari model Hannafin dan Peck adalah fase desain. Di dalam fase ini
informasi dari fase analisis dipindahkan ke dalam bentuk dokumen yang akan menjadi tujuan
pembuatan media pembelajaran. Hannafin dan Peck (1988) menyatakan fase desain bertujuan
untuk mengidentifikasikan dan mendokumenkan kaedah yang paling baik untuk mencapai
tujuan pembuatan mdia tersebut . Salah satu dokumen yang dihasilkan dalam fase ini ialah
dokumen story board yang mengikut urutan aktivitas pengajaran berdasarkan keperluan
pelajaran dan objektif media pembelajaran seperti yang diperoleh dalam fase analisis
keperluan. Seperti halnya pada fase pertama, penilaian perlu dijalankan dalam fase ini sebelum
dilanjutkan ke fase pengembangan dan implementasi.
Fase ketiga dari model Hannafin dan Peck adalah fase pengembangan dan
implementasi. Hannafin dan Peck (1988) mengatakan aktivitas yang dilakukan pada fase ini
ialah penghasilan diagram alur, pengujian, serta penilaian formatif dan penilaian sumatif.
Dokumen story board akan dijadikan landasan bagi pembuatan diagram alir yang dapat
membantu proses pembuatan media pembelajaran. Untuk menilai kelancaran media yang
dihasilkan seperti kesinambungan link, penilaian dan pengujian dilaksanakan pada fase ini.
Hasil dari proses penilaian dan pengujian ini akan digunakan dalam proses pengubahsuaian
untuk mencapai kualitas media yang dikehendaki. Model Hannafin dan Peck (1988)
menekankan proses penilaian dan pengulangan harus mengikutsertakan proses-proses
pengujian dan penilaian media pembelajaran yang melibatkan ketiga fase secara
berkesinambungan. Lebih lanjut Hannafin dan Peck (1988) menyebutkan dua jenis penilaian
yaitu penilaian formatif dan penilaian sumatif. Penilaian formatif ialah penilaian yang
dilakukan sepanjang proses pengembangan media sedangkan penilaian sumatif dilakukan
setelah media telah selesai dikembangkan.
Kelebihan dari model pengembangan Hannafin dan Peck adalah:
1. Menekankan proses penilaian dan pengulangan yang melibatkan ketiga fase
2. Dapat menentukan hal utama dari apa yang dibutuhkan dalam pendidikan
3. Dapat memecahkan kesenjangan dari analisis performance
Kekurangan dari model pengembangan Hannafin dan Peck adalah:
1. Media pembelajaran dengan bahan yang ada karena beorientasi pada produk saja.
2. Dalam produk atau program pembelajaran nya memerlkukan uji coba dan revisi terlebih
dahulu.
3. Masalah yang mungkin bisa diselesaikan adalah tentang pengembangan bahan dan ala-
alat.

2.1.1.2 Model Desain Pembelajaran Lee dan Owen


Model pengembangan Lee & Owen merupakan model yang dikhususkan untuk
mengembangkan multimedia (Lee & Owens, 2004). Model pengembangan ini dikatakan
sebagai model prosedural karena urutan langkah dalam prosesnya tersusun secara sistematis
dan setiap langkah pengembangan memiliki urutan langkah pengembangan yang tersusun
jelas. Prosedur pengembangan dalam model Lee & Owen terdiri dari lima tahapan, yaitu:
1. Penilaian / analisis = analisis kebutuhan dan analisis awal akhir.
2. Desain
3. Pengembangan
4. Implementasi
5. Evaluasi

Gambar 2.2 Model Desain Lee dan Owen


Secara rinci pada masing-masing tahap yaitu sebagai berikut:
1. Tahap pertama adalah tahap penilaian dan analisis (assessment/analysis) yang dibagi
menjadi dua bagian yaitu penilaian kebutuhan (need assessment) dan analisis awal akhir
(front-end analysis) (Lee & Owens, 2004):
a. Penilaian Kebutuhan (Need Assesment)
Analisis kebutuhan dilakukan dengan metode wawancara langsung dan observasi.
Seorang peneliti yang menggunakan model pengembangan Lee & Owen akan melakukan hal,
sebagai berikut:
1. Observasi terhadap proses pembelajaran yang ada di kelas,
2. Wawancara dengan guru mata pelajaran, dan
3. Menyebarkan angket respon kepada siswa.
Tujuan dari analisis ini adalah untuk mengetahui kesenjangan antara kondisi nyata dan
kondisi yang diinginkan. Instrumen dari desain Lee dan Owens adalah pedoman wawancara
dan pedoman observasi. Tujuan instrumen adalah agar pertanyaan dan observasi focus terhadap
hal yang ingin diketahui tidak melebar .
b. Analisis Awal Dan Akhir (Front-end Analysis)
Tahap ini bertujuan untuk mendapatkan informasi yang lengkap mengenai apa yang
akan dikembangkan. Hal-hal yang dilakukan pada analisis awal dan akhir, sebagai berikut:
1. Analisis Siswa,
Analisis Siswa bertujuan untuk mengidentifikasi karakteristik siswa. Hasil dari analisis ini akan
disesuaikan dengan pengembangan media pembelajaran. Analisis siswa meliputi:
a. Jumlah siswa dalam kelas yang menjadi objek penelitian,
b. Karakteristik siswa dalam proses pembelajaran,
c. Respon siswa terhadap pembelajaran oleh guru.
Informasi dari analisis siswa dapat digunakan oleh guru membuat dan menerapkan
media pembelajaran sesuai dengan kondisi karakteristik siswa.
2. Analisis Teknologi,
Analisis Teknologi mengidentifikasi kemampuan teknologi yang dimiliki oleh sekolah
objek penelitian. Apakah sekolah tersebut memiliki fasilitas yang dapat menunjang proses
pembelajaran menggunakan multimedia pembelajaran interaktif atau tidak. Fasilitas seperti
labortorium computer, proyektor, serta laptop yang dimiliki guru.
3. Analisis Situasi,
Analisis Situasi mencangkup situasi lingkungan belajar peserta didik, berkaitan dengan
letak geografis sekolah objek penelitian. Hasil dari analisis ini berpengaruh dlam proses
perancangan media pembelajaran yang akan diterapkan dalam proses pembelajaran.
4. Analisis Tugas,
Analisis tugas mencangkup prosedur untuk tugas – tugas yang perlu dikuasai oleh siswa
terhadap materi pembelajaran. Materi diambil pada pembelajaran yang dianggap sulit dipahami
oleh siswa. Pada tahap analisis ini peneliti mengkaji tentang indikator dan tujuan pembelajaran
yang telah ditentukan dalam proses pembelajaran. Hasil dari analisis ini digunakan sebagai
penentuan materi pembelajaran yang akan digunakan dalam media.
5. Analisis Kejadian Penting,
Analisis ini penting dilakukan untuk menentukan mana yang harus diajarkan dan mana
yang tidak harus diajarkan. Hal itu dilakukan guna secara efektif dapat menetapkan kinerja
yang dilakukan. Selain itu juga agar dapat mengetahui apa yang diharapkan termasuk solusi
masalah yang dihadapi.
6. Analisis Tujuan,
Analisis tujuan dilakukan dalam rangka menentukan apa yang akan menjadi isi (materi
pengetahuan), bagaimana agar efektif diukur keberhasilannya, memilih media yang digunakan.
Perumusan tujuan juga disesuaikan dengan kompetensi yang telah ditentukan. Terdapat lima
domain belajar yang perlu diperhatikan dalam rangka membuat tujuan yaitu, kognitif, afektif,
gerak, psikomotor dan metakognitif.
7. Analisis Masalah,
Mengidentifikasi pokok persoalan untuk menentukan media apa yang dibutuhkan
siswa. Kegiatan ini diperlukan karena untuk lebih fokus terhadap produk yang dikembangkan.
Identifikasi pokok persoalan ini lebih mengacu pada tingkat pemahaman dan gaya belajar
siswa. Hasil dari analisis ini digunakan sebagai penentuan materi pembelajaran dan media yang
sesuai dengan permasalahan dan kebutuhan.
8. Analisis Media,
Strategi penyampaian media yang sesuai berdasarkan hasil observasi dan wawancara.
Analisis media ini digunakan untuk menentukan bentuk dan isi dari media tersebut. Terdapat
berbagai jenis media pembelajaran yang dapat digunakan, media tersebut disesuaikan dengan
kebutuhan dan kondisi lapang. Media pembelajaran ini harus disesuaikan dan berkaitan dengan
hasil analisis sebelumnya yang telah dilakukan.
9. Analisis Data yang sudah ada,
Analisis data dilakukan dalam rangka memecahkan masalah yang ditemui. Untuk
melaksanakan analisis data ada beberapa kegiatan yang harus dilakukan yaitu:
a. Mengidentifikasi sumber informasi,
b. Mengumpulkan informasi dan bahan- bahan pembelajaran,
c. Mengevaluasi informasi berdasarkan tujuan, pembelajar dan kebutuhan,
d. Putuskan apakah akan membeli atau membuat,
e. Mengevaluasi apa yang sudah diputuskan,
f. Dokumentasikan hasil-hasilnya
10. Analisis Biaya.
Analisis biaya merupakan analisis analisis akhir penleitian. Analisis ini diperlukan
untuk mengukur tingginya biaya yang diperlukan dalam pembuatan media pembelajaran. Pada
tahap analisis biaya ini mencakup kegiatan penentuan biaya, penggunaan biaya dan mencatat
hasil akhir biaya. Banyaknya biaya yang diperlukan dalam pembuatan media dijelaskan secara
rinci.

2. Tahap kedua adalah tahap desain, yang mencangkup serangkaian kegiatan, sebagai
berikut:
a. Membuat jadwal dalam pengembangan multimedia,
b. Merancang spesifikasi media yang akan dikembangkan,
c. Merancang struktur materi yang akan dikembangkan berdasarkan hasil analisis,
d. Menyiapkan perangkat yang diperlukan dalam proses validasi ahli dan uji coba audiens.

3. Tahap ketiga adalah pengembangan produk dan menerjemahkan spesifikasi produk


dalam wujud fisik misalnya software multimedia interaktif.
Tahap pengembangan meliputi serangkaian kegiatan, sebagai berikut:
a. Pembuatan Storyboard yang berfungsi sebagai pedoman bagi pengembang dalam input
materi,
b. Mengembangkan desain interface yang akan digunakan dalam produk multimedia
interaktif,
c. Mengembangkan penyajian konten yang disajikan dalam multimedia interktif,
d. Melakukan review atau perbaikan yang diperlukan sehingga produk dinilai layak untuk
diimplementasikan dalam proses pembelajaran,
e. Pengemasan produk dalam bentuk CD (compact disk).
4. Tahap keempat adalah implementasi. Pada tahap ini, dilakukan validasi ahli media dan
validasi ahli materi. Instrumennya lembar validasi atau instrument validasi. Setelah produk
dinyatakan layak oleh ahli, selanjutnya diujicobakan kepada siswa. Tahap implementasi
ini mencakup serangkaian kegiatan uji coba audiens yang terdiri dari uji coba kelompok
kecil dan uji coba kelompok besar. Sebelum uji coba guru membuat RPP. Kegiatan uji
coba kelompok kecil dan uji coba kelompok besar melibatkan siswa sebagai subjek uji
coba. Uji coba kelompok kecil melibatkan beberapa sampel siswa yang diambil
berdasarkan tingkat pemahaman materi atau hasil belajar yang dicapai melalui data nilai
dari guru kelas. Uji coba kelompok besar melibatkan siswa satu kelas, namun siswa yang
telah mengikuti uji coba kelompok kecil tidak di ikut sertakan pada uji coba kelompok
besar.

5. Tahap kelima adalah tahap evaluasi, pengembang melakukan evaluasi terhadap produk
multimedia interaktif. Evaluasi yang dilakukan berorientasi pada kevalidan multimedia
yang dikembangkan melalui validasi ahli media, ahli materi serta hasil uji coba produk.
Tahap evaluasi ini berkaitan dengan tahap sebelumnya, yaitu tahap implementasi. Tahap
evaluasi dilakukan setelah masing-masing serangkaian kegiatan Implementasi (validasi
ahli dan uji coba produk) dilakukan. Tahap evaluasi dilakukan berdasarkan hasil validasi
ahli dan uji coba produk.

Kelebihan dari model desain pembelajaran Lee dan Owen adalah sebagai berikut:
1. Lengkap, sistematis, dan adaptif sesuai dengan perkembangan teknologi untuk
kepentingan pendidikan,
2. Model ini dirancang untuk pengembangan berbasis Multimedia based instructional
design,
3. Langkah-langkah dalam model ini berurutan dan kompleks,
4. Dalam model ini terdapat komponen analisis yang kompleks yaitu analisis front-end.
Kekurangan dari model desain pembelajaran Lee dan Owen adalah hanya untuk
pengembangan desain pembelajaran yang menggunakan teknologi.

2.1.2 Model Desain Pembelajaran yang Berorientasi Prosedural


Model desain pemnbelajaran berorientasi prosedural merupakan model desain
pemnbelajaran yang dirancang oleh guru dengan prosedur-prosedur tertentu yang disepakati
yang kemudian menjadi semacam aturan yang harus dipenuhi saat guru merancang
pembelajaran. Model desain pembelajaran yang berorientasi prosedural ini contohnya yaitu
model desain pembelajaran Dick & Carrey.

2.1.2.1 Model Desain Pembelajaran Dick & Carrey


Dick dan Carey (2009) memandang desain pembelajaran sebagai sebuah sistem dan
menganggap pembelajaran adalah proses yang sitematis. Pada kenyataannya cara kerja yang
sistematis inilah dinyatakan sebagai model pendekaan sistem. Pendekatan sistem selalu
mengacu kepada tahapan umum sistem pengembangan pembelajaran (Instructional Systems
Development /ISD). Jika berbicara masalah desain, maka masuk ke dalam proses, dan jika
menggunakan istilah instructional design (ID) mengacu kepada instructional system
development (ISD) yaitu tahapan analisis, desain, pengembangan, implementasi, dan evaluasi.
Komponen model Dick dan Carey meliputi; pembelajar, pebelajar, materi, dan
lingkungan. Demikian pula di lingkungan pendidikan nonformal meliputi; warga belajar
(pebelajar), tutor (pembelajar), materi, dan lingkungan pembelajaran (Ditjen PMPTK PNF,
2006). Semua berinteraksi dalam proses pembelajaran untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Bila melihat komponen bekerja dengan memuaskan atau tidak maka perlu
mengembangkan format evaluasi (Dick dan Carey, 2001). Jika dari hasil evaluasi menunjukkan
unjuk kerja pebelajar tidak memuaskan maka komponen tersebut direvisi untuk mencapai
kriteria efektif dalam mencapai tujuan pembelajaran.
Komponen model Dick dan Carey dipengaruhi oleh Condition of Learning hasil
penelitian Robert Gagne yang dipublikasikan pertama kali pada tahun 1965. Condition of
learning ini berdasarkan asumsi psikologi behavioral, psikologi cognitive, dan konstruktivisme
yang diterapkan secara eklektic (Dick, Carey, 2001). Tiga proyek utama yang dihasilkan oleh
Gagne yaitu 1) peristiwa pembelajaran (instructional events); 2) jenis-jenis hasil belajar (types
of learning outcomes); dan 3) kondisi internal dan eksternal (internal conditions and external
conditions). Ketiganya merupakan masukan yang penting dalam memulai kegiatan desain
pembelajaran.
Perancangan pembelajaran menurut pendekatan sistem model yang dikembangkan oleh
Walter Dick dan Lou Carey ada kemiripan dengan model Kemp. Hanya saja model Kemp dapat
dilakukan tidak secara berurutan. Di samping itu, model Dick dan Carey memiliki komponen
melaksanakan analisis pembelajaran yang akan dilewati pada proses pengembangan dan
perencanaan tersebut.
Gambar 2.3 Model Desain Pembelajaran Dick and Carey
Langkah-langkah model Dick dan Carey dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Identifikasi kebutuhan dan menentukan tujuan umum, ini merupakan tahap awal, yaitu
menentukan kebutuhan apa yang diinginkan agar siswa dapat melakukannya ketika
mereka telah menyelesaikan program pembelajaran serta menentukan tujuan umum
yang akan dicapai.
2. Melakukan analisis instruksional, yakni menentukan kemampuan apa saja yang terlibat
dalam proses pembelajaran untuk mencapai tujuan dan menganalisa topik atau materi
yang akan dipelajari.
3. Mengidentifikasi tingkah laku awal dan karakteristik siswa, ketika melakukan analisis
terhadap keterampilan-keterampilan yang perlu dilatihkan atau dibelajarkan dan
tahapan prosedur yang perlu dilewati, juga dipertimbangkan keterampilan awal yang
telah dimiliki siswa.
4. Merumuskan tujuan kinerja atau tujuan pembelajaran khusus. Berdasarkan analisis
instruksional dan pernyataan tentang tingkah laku awal siswa kemudian dirumuskan
pernyataan khusus tentang apa yang harus dilakukan siswa setelah menyelesaikan
pembelajaran.
5. Pengembangan tes acuan patokan. Pengembangan tes acuan patokan didasarkan pada
tujuan yang telah dirumuskan.
6. Pengembangan strategi pembelajaran. Informasi dari lima tahap sebelumnya, dilakukan
pengembangan strategi pembelajaran untuk mencapai tujuan akhir.
7. Pengembangan atau memilih materi pembelajaran. Tahap ini akan digunakan untuk
memilih atau mengembangkan materi pembelajaran termasuk petunjuk pembelajaran
untuk siswa, materi, tes dan panduan guru.
8. Merancang dan melaksanakan evaluasi formatif. Evaluasi formatif dilakukan untuk
mengumpulkan data, mengidentifikasi data, mengolah data, dan menganalisis data
tentang program yang dikembangkan. Hasilnya untuk mendeskripsikan apakah
program yang dikembangkan sudah baik atau belum. Jika belum harus direvisi dan jika
sudah harus dipertahankan.
9. Merancang dan melaksanakan evaluasi sumatif. Tahap ini merupakan tahap lanjutan
untuk melihat kebergunaan program setelah diterapkan di lapangan.
10. Revisi pembelajaran. Tahap ini mengulangi siklus pengembangan perangkat sistem
pembelajaran. Data dari evaluasi sumatif yang telah dilakukan pada tahap sebelumnya
dianalisis serta diinterpretasikan.
Pada umumnya, tahap pertama dalam desain pembelajaran adalah analisis untuk
mengetahui kebutuhan dalam pembelajaran, dan mengidentifikasi masalah-masalah apa yang
akan dipecahkan. Model Dick dan Carey menerapkan tahapan ini, dengan demikian
pengembangan yang dilakukan berbasis kebutuhan dan pemecahan masalah. Produk yang
direkomendasikan dalam model ini yaitu sebuah produk yang dapat digunakan untuk belajar
mandiri (Dick, Carey 2009). Model ini juga memungkinkan warga belajar menjadi aktif
berinteraksi karena menetapkan strategi dan tipe pembelajaran yang berbasis lingkungan.
Dengan bentuk pembelajaran yang berbasis lingkungan, yang disesuaikan dengan konteks dan
setting lingkungan sekitar atau disebut juga sebagai situational approach oleh Canale & Swain
(1980) memungkinkan pebelajar bahasa dapat mengoptimalkan kompetensi komunikatif.
Model pembelajaran Dick and Carey terdiri dari 10 langkah. Setiap langkah sangat jelas
maksud dan tujuannya sehingga bagi perancang pemula sangat cocok sebagai dasar untuk
mempelajari model desain yang lain. Kesepuluh langkah pada model Dick and Carey
menunjukan hubungan yang sangat jelas, dan tidak teputus antara langkah yang satu dengan
yang lainya. Dengan kata lain, sistem yang terdapat pada Dick and Carey sangat ringkas,
namun isinya padat dan jelas dari satu urutan ke urutan berikutnya.
Penggunaan model Dick and Carey dalam pengembangan desain sistem suatu mata pelajaran
dimaksudkan agar sebagai berikut.
1. Pada awal proses pembelajaran anak didik atau siswa dapat mengetahui dan mampu
melakukan hal–hal yang berkaitan dengan materi pada akhir pembelajaran.
2. Adanya pertautan antara tiap komponen khususnya strategi pembelajaran dan hasil
pembelajaran yang dikehendaki.
3. Menerangkan langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam melakukan perencanaan
desain pembelajaran.
Model desain sistem pembelajaran yang dikemukakan oleh Dick dan Carey telah lama
digunakan untuk menciptakan program pembelajaran yang efektif, efisien, dan menarik. Model
yang dikembangkan didasarkan pada penggunaan pendekatan sistem atau system approach
terhadap komponen-komponen dasar dari desain sistem pembelajaran yang meliputi analisis,
desain, pengembangan, implementasi, dan evaluasi. Model ini terdiri atas beberapa komponen
dan subkomponen yang perlu dilakukan untuk membuat rancangan aktivitas yang lebih besar.
Pengembangan model desain sistem pembelajara ini tidak hanya diperoleh dari teori dan hasil
penelitian, tetapi juga dari pengalaman praktis yang diperoleh dilapangan. Implementasi model
desain sistem pembelajaran ini memerlukan proses yang sistematis dan menyeluruh. Hal ini
diperlukan untuk dapat menciptakan desain sistem pembelajaran yang mampu digunakan
secara optimal dalam mengatasi masalah-masalah pembelajaran.
Karakteristik model desain pembelajara Dick and Carey sebagai berikut.
1. Dalam penerapan model ini, setiap komponen bersifat penting dan tidak boleh ada yang
dilewati.
2. Penggunaan model ini mungkin akan menghalangi kreativitas perancang pembelajaran
yang sudah profesional.
3. Model Dick and Carey menyediakan pendekatan sistematis terhadap kurikulum dan
program design. Ketegasan model ini susah untuk diadaptasikan ke tim dengan banyak
anggota dan beberapa sumber yang berbeda.
4. Cocok diterapkan untuk e-learning skala kecil, misalnya dalam bentuk unit, modul, atau
lesson.
Kelebihan dari model desain pembelajaran Dick and Carey Model sebagai berikut.
1. Setiap langkah jelas, sehingga dapat diikuti.
2. Teratur, efektif dan efisien dalam pelaksanaan.
3. Merupakan model atau perencanaan pembelajaran yang terperinci, sehingga mudah
diikuti.
4. Adanya revisi pada analisis pembelajaran, di mana hal tersebut merupakan hal yang
sangat baik, karena apabila terjadi kesalahan maka segera dapat dilakukan perubahan
pada analisis instruksional tersebut, sebelum kesalahan didalamnya ikut mempengaruhi
kesalahan pada komponen setelahnya.
5. Model Dick dan Carey sangat lengkap komponennya, hampir mencakup semua yang
dibutuhkan dalam suatu perencanaan pembelajaran.
Sedangkan kekurangan dari Dick and Carey Model sebagai berikut.
1. Kaku, karena setiap langkah telah di tentukan.
2. Tidak cocok diterapkan dalam e-learning skala besar.

2.1.3 Model Desain Pembelajaran Berorientasi Melingkar.


Model melingkar pada umumnya ditunjukkan dalam sebuah diagram yang memiliki
alur rancangan pembelajaran melingkar. Model desain pembelajaran berorientasi melingkar
ini contohnya yaitu model desain pembelajaran Kemp.

2.1.3.1 Model Desain Pembelajaran Kemp


Model Kemp adalah sebuah pendekatan yang mengutamakan sebuah alur yang
dijadikan pedoman dalam penyusunan perencanaan program. Dimana alur tersebut merupakan
rangkaian yang sistematis yang menghubungkan tujuan hingga tahap evaluasi. Komponen-
komponen dalam model pembelajaran Kemp ini dapat berdiri sendiri, sehingga sewaktu-waktu
tiap komponennya dapat dilakukan revisi.
Model Kemp termasuk ke dalam contoh model melingkar jika ditunjukkan dalam
sebuah diagram. Model pengembangan pembelajaran menurut Kemp setiap tahap selalu diikuti
dengan kegiatan revisi yang terdiri dari 8 tahapan (Kemp, 1977) :
1. Menentukan tujuan pembelajaran umum (Kurikulum 1994 disebut TIU, Kurikulum
2004 dan 2006 disebut dengan Standar Kompetensi dan Kompetensi dasar, sedangkan
dalam Kurikulum 2013 disebut dengan Kompetensi Inti dan Kompetensi dasar). Tujuan
umum ini adalah tujuan yang ingin dicapai dalam mengajarkan masing-masing pokok
bahasan.
2. Membuat analisis tentang karakteristik peserta didik, analisis ini diperlukan untuk
mengetahui apakah latar belakang pendidikan, kemampuan, budaya , sosial yang
dimilki peserta didik untuk dipertimbangkan dalam desain pembelajaran.
3. Menentukan tujuan pembelajaran khusus, operasional, dan terukur. Dengan demikian
peserta didik mengetahui apa yang harus dikerjakan, pelajari dan diukur
keberhasilannya. Untuk instruktur tujuan ini penting untuk melaksanakan kegiatan
secara operasional dan dapat merumuskan kegiatan ran secara operasional.
4. Menentukan materi atau bahan pelajaran yang disesuaikan dengan TIK.
5. Menetapkan penjajagan awal, yaitu diperlukan untuk mengetahui sejauhmana peserta
didik telah memenuhi syarat dalam belajar yang telah ditentukan sebelumnya. Dengan
demikian instruktur dapat memilih materi mana yang seharusnya diberikan atau
dipelajari oleh peserta didik.
6. Menentukan strategi belajar yang sesuai, pemilihan strategi belajar perlu berdasarkan
pada variabel pembelajaran. Seperti berdasarkan tujuan, aspek meteri belajar dan
kondisi kelas. Lebih dari itu harus melihat kepraktisan, efektivitas, efesiensi, dan
memungkinkan diterapkan dalam pembelajaran.
7. Mengkoordinasikan, yaitu menganalis fungsional komponen yang ada dalam
pembelajaran.
8. Mengadakan evaluasi pembelajaran, kegiatan ini harus berdasarkan pada tujuan dan
meteri yang telah dipelajari peserta didik. Setiap langkah dalam tahapan tersebut selalu
diikuti dengan perbaikan sehingga diharapkan menghasilkan desain yang sempurna.
Secara rinci dapat dilihat dari bagan di bawah ini:

Gambar 2.4 Model Desain Pembelajaran Kemp


Menurut Kemp (1977), desain pembelajaran terdiri dari banyak bagian dan fungsi yang
saling berhubungan dan mesti dikerjakan secara logis agar mencapai apa yang diinginkan.
Berorientasi pada perancangan pembelajaran yang menyeluruh. Sehingga guru sekolah dasar
dan sekolah menengah, dosen perguruan tinggi, pelatih di bidang industri, serta ahli media yang
akan bekerja sebagai perancang pembelajaran.
Model pembelajaran Kemp dapat digunakan di semua tingkat pendidikan, mulai dari
Sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Ada 4 unsur yang merupakan dasar dalam membuat
model Kemp:
1) Untuk siapa program itu dirancang? (ciri pebelajar)
2) Apa yang harus dipelajari? (tujuan yang akan dicapai)
3) Bagaimana isi bidang studi dapat dipelajari dengan baik? (metode/strategi
pembelajaran)
4) Bagaimana mengetahui bahwa proses belajar telah berlangsung? (evaluasi).
Kelebihan dari model desain pembelajaran Kemp adalah di setiap melakukan langkah
atau prosedur terdapat (isi terlebih dahulu gunanya untuk menuju ketahap berikutnya).
Tujuannya adalaha apabila terdapat kekurangan atau kesalahan di tahap tersebut, dapat
dilakukan perbaikan terlebih dahulu sebelum melangkah ke tahap berikutnya.
Kekurangan model pembelajaran Jerold E. Kemp ini agak condong ke pembelajaran
klasikal atau pembelajaran di kelas. Oleh karena itu, peran guru disini mempunyai pengaruh
yang besar, karena mereka menuntut dalam rangka program pengajaran, instrumen evaluasi
dan strategi pengajaran.
Daftar pustaka

DAFTAR PUSTAKA

Canale, Michael, Swain, Merril. 1980. Approaches To Communicative Competence.


Singapore: SEAMEO Regional Language Center.
Dick, W., Carey, L., Carey, J.O. 2009. The Systematic Design of Instruction. New Jersey:
Pearson
Dolong, H. M. 2016. Teknik Analisis dalam Komponen Pembelajaran. Vol (V) 2.
Freeman, R. E. 1994. Instructional Design: Capturing the Classroom for Distance Learning,
ACCESS.
Gusmayani, Indri. 2012. Model Desain Pembelajaran. Bandung: Alfabeta
Gutafson, K. L.,& Branch, R. M. 2002. Survey of Intructional Development Models. ERIC.
Hannafin, Peck. 1988. The Design, Development And Evaluation Of Instructional Software.
New York: Mc.Millan.
Heinich, D. Russell, Molenda., dan E Smaldino. 2005. Instructional Technology and Media for
Learning. New Jersey, Columbus, Ohio: Pearson Merrill Prentice Hall. Upper Saddle
River.
Isnawan, M. G., & Arief, B. W. 2018. Model Desain Pembelajaran Matematika. Indonesian
Journal of Mathematics Education. Vol (1) 1.
Kemp, Jerold E. 1977. Instructional Design. Belmont, California: David S. Lake Publishers.
Lee.W.W. & Owen. D.L. 2004. Multimedia-Based Instructional Design, (2nd Ed). San
Francisco: Pfeiffer.
Sagala, S. 2005. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung : Alfabeta
Sari, I. P. 2018. Implementasi Model Addie dan Kompetensi Kewirausahaan Dosen Terhadap
Motivasi Wirausaha Mahasiswa. Jurnal Ekonomi Pendidikan dan Kewirausahaan. Vol
(6) 1.
Sezer, B., Yilmaz, F. G. K., & Yilmaz, R. 2013. Integrating technology into classroom: The
learner-centered instructional design. International Journal on New Trends in
Education and Their Implications, 4, 134-144.
Trisiana, A. & Wartoyo. 2016. Desain Pengembangan Model Pembelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan Melalui Addie Model Untuk Meningkatkan Karakter Mahasiswa di
Universitas Slamet Riyadi Surakarta. Jurnal Pkn Progresif. Vol (11 ) 1

Anda mungkin juga menyukai