Anda di halaman 1dari 5

A.

PERENCANAAN PEMBELAJARAN

Perencanaan berasal dari kata rencana atau dalam Bahasa Inggris kita biasa menyebutnya Planing. Dari kata rencana itu sendiri kita dapat artikan sesuatu yang akan dilakukan. Dengan demikin perencanan adalah susunan dari beberapa hal yang akan dilakukan. Seperti dikutip dalam buku Administrative Action Techniques of Organization and Management karangn William H. Newman (Abdul Majid, 2011:15) menjelaskan bahwa : Perencanaan adalah menentukan apa yang akan dilakukan. Perencanaan mengandung rangkaian-rangkaian putusan yang luas dan penjelasan-penjelasan dari tujuan, penentuan kebijakan, penentuan program, penentuan metode-metode dan prosedur tertentu dan penentuan kegiatan berdasarkan jadwal sehari-hari. Perencanaan erat kaitannya dengan tujuan dari diadakannya suatu kegiatan. Ketika suatu kegiatan memiliki tujuan yang jelas maka penjabaran dari tujuan tersebut adalah susunan rencana yang akan dijalankan. Perencanaan menjadi penentu dari kebijakan-kebijakan yang dibuat, mennentukan program-program yang dapat dilaksanakan sesuai dengan tujuan awal, serta menentukn metode-metode dan prosedur tertentu agar kegiatan yng dilaksnakan dapat berjalan dengan lancar dan memberikan manfaat. Dengan kata lain, perencanaan dapat menghasilkan keputusan-keputusan yang disusun dan akan dilaksanakan dikemudian hari. Seperti yang dikemukakan oleh Nana Sudjana dalam Abdul Majid (2011:16) bahwa perencanan adalah proses yang sistematis dalam pengambilan keputusan tentang tindakan yang akan dilakukan pada waktu yang akan datang. Dilihat dari definsi-definisi perencanan di atas, menunjukkan bahwa perencanaan merupakan penentu suatu keputusan yang akan dilakukan di masa yang akan datang guna mencapai tujuan yang diinginkan. Dan dirumuskan pada suatau rangkaian-rangkaian atau langkahlangkah yang sistematis. Perumusan inilah yang menjadi titik awal dibuatnya rencanarencana. Pembelajaran menurut Dengeng (Afandi dan Badarudin, 2011:2) adalah upaya untuk membelajarkan siswa. Artinya bahwa, pembelajran merupakan cara memberikan ilmu pada siswa tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan pengetahuan. Sebelum dilaksanakannya pembelajaran, seorang guru harus memiliki panduan atau pedoman agar proses pembelajaran dapat berjalan dengan baik dan lancar serta yang paling penting adalah tujuan dari diadakannya pembelajarn dapat tercapai. Pedoman tersebut tidak lain adalah perencanaan. Jadi pada intinya, perencanaan pembelajaran adalah susunan rencana yang sistematis yang berisi bagaimana proses pembelajaran akan dilaksanakan dan kendala-kendala apa yang kemungkinan akan terjadi serta media apa sajakah yang diperlukan untuk menunjang kesuksesan pembelajaran yang berarti tujuan awal telah tercapai. B. MODEL HANAFIN DAN PECK

Model Hanafin dan Peck merupakan salah satu dari banyak model desain pembelajaran yang berorietasi produk. Model berorientasi produk adalah model desain pembelajaran utuk menghasilkan suatu produk, biasanya media pembelajaran (Afandi dan Badarudin, 2011:22).

Menurut Hanafin dan Peck (Afandi dan Badarudin, 2011:26) model desain pembelajaran terdiri dari tiga fase yaitu Need Assessment (Fase Analisis Keperluan), Design (Fase Desain), dan Develop/Implement (Fase Pengembangan dan Implementasi). Dalam model ini disetiap fase akan dilakukan penilaian dan pengulangan. Fase pertama dari model Hanafim dan Peck adalah analisis kebutuhan (Need Assessment). Di model sebelumnya yakni model ADDIE juga menerangkan bahwa tahap pertama dari model tersebut adalah analisa (Analysis) yang didalamnya memuat Need Assessment. Pengertian analisis kebutuhan dalam konteks pegembangan kurikulum menurut John Mc-Neil (Wina Sanjaya, 2008:91) ialah : the process by which one defines educational needs and decides what their priorities are. Artinya, bahwa analisis kebutuhan merupakan sebuah proses yang didefinisikan sebagai sebuah kebutuhan pendidikan dan ditentukan sesuai dengan prioritasnya. Jadi pada intinya, proses ini merupakan proses untuk menentukan hal utama dari apa yang dibutuhkan dalam pendidikan. Menganalisis kebutuhan menjadi hal dasar dalam mendesin pembelajaran yang akan dilaksanakan. Tidak mudah mengidentifikasi apa yang dibutuhkan dalam pembelajaran. Terdapat langkah-langkah dalam fase analisis kebutuhan, Glasgow dalam Wina Sanjaya (2008:93) mengemukakan secara detail langkah-langkah need assessment yakni : 1. Tahapan Pengumpulan Informasi Dalam merancang pembelajaran pertama kali seorang desainer perlu memahami terlebih dahulu informasi tentang siapa dapat mengerjakan apa, siapa memahami apa, siapa yang akan belajar, kendala-kendala apa yang dihadapi dan lain sebagainya. Berbagai informasi yang dikumpulkan akan bermanfat dalam menentukan tujuan yang ingin dicapai. Jadi, informsi yang terkumpul digunakan sebagai dasar dalam merancang sistem pembelajaran. Model Hanafin dan Peck ini berorintasi pada produk sehingga informasi yang dibutuhkan mislnya bagaimana cara pembuatan media pembelajaran dengan bahan yang ada. 2. Tahapan Identifikasi Kesenjangan dalam mengidentifikasi kesenjangan Kaufan dan English dalam Wina Sanjaya (2008), menjelaskan bahwa terdapat lima elemen yang saling berkaitan yakni Input, Proses, Produk, Output dan Outcome. Input meliputi kondisi yang tersedi saat ini misalnya tentang keuangan, waktu, bangunan, guru, pelajar, kebutuhan. Komponen proses, meliputi perencanaan, metode, pembelajaran individu, dan kurikulum. Komponen produk, meliputi penyelesaian pendidikan, keterampilan, pengetahuan, dan sikap yang dimiliki. Komonen output, meliputi ijazah kelulusan, keterampilan prasyarat, lisensi. Komponen Outcome, meliputi kecukupan dan kontribusi individu atau kelompok saat ini dan masa depan. Dari analisis diatas dapat digambarkan masalah dan kebutuhan pada setiap komponen yakni Input, proses, produk dan Output. 3. Analisis Performance Tahap selanjutnya adalah tahap menganalisis performance. Pada tahap ini sorang guru yang sudah memahami informasi dan mengidentifikasi kesenjangan yang ada, kemudian mencari cara untuk memecahkan kesenjangan tersebut. Baik dengan perencanaan pembelajaran atau

dengan cara lain, seperti melalui kebijakan pengelolaan baru, penentuan struktur organsasi yang lebih baik, atau mungkin melalui pengembangan bahan dan alat-alat. Jika dilihat dari orientasi model Hanafin dan Peck yang mengarah ke produk maka dalam analisis performance msalah yang mungkin bisa diselesaikan adalah tentng pengembangan bahan dan alat-alat. 4. Mengidentifikasi Kendala Beserta Sumber-sumbernya Tahap keempat dalam need assessment adalah mengidentifikasi berbagai kendala yang muncul beserta sumber-sumbernya. Maksudnya, kita harus mengantisipsi kendala yang mungkin akan muncul. Kendala dapat berupa waktu, fasilitas, bahan, personal dan lain sebginya. Dan sumbernya bisa berasal dari orang yang terlibat (guru atau siswa), berasal dari fasilitas yang mendukung atau tidak, dan jumlah pendanaan beserta pengaturannya. 5. Identifikasi Krakteristik Siswa Siswa menjadi pusat dalam pembelajaran, oleh karena itu identifikasi karakteristik siswa sangat dibutuhkan. Sebab, tidak ada siswa yang sama sehingga penangan dari setiap masalah yang ada di setiap siswa akan berbeda pula. Identifikasi karakteristik siswa meliputi usia, jens kelamin, level pendidikan, gaya belajar dan lain sebagainya. Dengan identifikasi tersebut dapat bermanfaat ketika kita menentuka tujuan yang harus dicaai, pemilihan dan penggunaan strategi embelajaran yang dianggap cocok. 6. Identifikasi Tujuan Mengidentifikasi tujuan yang ingin dicapai merupakan tahap keenam dalam need assessment. Tidak semua kebutuhan menjadi tujuan yang ingin dicapai, namun kebutuhan-kebutuhan yang diprioritaskanlah yang menjadi tujuan agar dapat segera dipecahkan sesuai kondisi. 7. Menentukan Permasalahan Tahap terakhir adalah menentukan permasalahan, sebagai pedoman dalam penyusunan proses desain pembelajaran. Dalam model Hanafin dan Peck berorientasi produk, sehingga masalah yang biasanya timbul adalah tentang media pembelajaran. Setelah semua langkah dijalankan, kemudian dilakukan sebuah tes atau penlaian terhadap hasil dalam fase ini. Penilaian ini bertujuan untuk mengetahui ada atau tidakkah kebutuhan yang seharusnya ada tetapi tidak tercatat. Sebab, hal ini justru akan menjadikan msalah baru di masa yang akan datang. Fase kedua dari Hanfin dan Peck adalah fase desain (Design). Hanafin dan Peck (Afandi dan Badarudin, 2011) menytakan fase desain bertujuan untuk mengidentifikasikan dan mendokumenkan kaidah yang paling baik untuk mencapai tujuan pembuatan media tersebut. Dokumen tersebut dapat berupa story board. Jadi, hasil dari need assessment kemudian dituangkan ke dalam sebuah papan dan caranya dengan mengikuti aktifitas yang sudah dianalisis dalam need assessment sebelumnya. Dokumen ini nantiya akan memudahkan kita dalam menentukan tujuan pembuatan media pembelajaran, karena merupakan sebuah papan. Dalam fase kedua ini, tidak lupa dilakukan tes atau penilaian sebelum dilanjutkan ke fase pengembangan dan implementasi. Hanafin dan Peck telah menggambarkan (gambr 1) bahwa

harus ada timbal blik dari setiap fase, hal ini mungkin membuat kita mudah megetahui kesalahan yang kita buat dan menjadi pembelajaran untuk kita. Fase terakhir dari model Hanafin dan Peck adalah pengembangan dan implementasi. Hanafin dan Peck (Afandi dan Badarudin, 2011) mengatakan aktivitas yang dilakukan pada fase ini ialah penghasilan diagram alur, pengujian, serta penilain formatif dan sumatif. Penilaian formatif ialah penialain yang dijalankan saat proses pengembangan media berlangsung, sedangkan penilaian sumatif dijalankan pada akhir proses. Pada fase ini media dikembangkan dan pembelajaran dilaksanakan sesuai dengan tujuan yang telah dibuat berdasarkan analisis kebutuhan dan desain yang telah dijalankan.

DAFTAR PUSTAKA Afandi, Muhammad dan Badarudin. (2011). Perencanaan Pembelajaran. Bandung: Alfabeta Majid, Abdul. (2011). Perencanaan Pembelajaran. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya http://putrawijilsetyana.wordpress.com/2013/04/02/model-pembelajaran-hanafin-peck/ Model Hannafin dan Peck adalah model desain pembelajaran yang terdiri daripada tiga fase yaitu fase Analisis keperluan, fase desain, dan fase pengembangan dan implementasi (Hannafin & Peck, 1988). Dalam model ini, penilaian dan pengulangan perlu dijalankan dalam setiap fase. Model ini lebih berorientasi produk, melalui tiga fase: 1. Fase pertama, adalah analisis kebutuhan dilakukan dengan mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan dalam mengembangkan suatu media pembelajaran termasuklah di dalamnya tujuan dan objektif media pembelajaran yang dibuat, pengetahuan dan kemahiran yang diperlukan oleh kelompok sasaran, peralatan dan keperluan media pembelajaran. 2. Fasa kedua, adalah fase desain, informasi dari fase analisis dipindahkan ke dalam bentuk dokumen yang akan menjadi tujuan pembuatan media pembelajaran. Fase desain bertujuan untuk mengidentifikasikan dan mendokumenkan kaidah yang paling baik untuk mencapai tujuan pembuatan media tersebut. Salah satu dokumen yang dihasilkan dalam fase ini adalah dokumen story board yang mengikut urutan aktifitas pembelajaran berdasarkan keperluan pelajaran dan objektif media pembelajaran seperti yang diperoleh dalam fase analisis keperluan. 3. Fase ketiga adalah fase pengembangan dan implementasi, terdiri dari penghasilan diagram alur, pengujian, serta penilaian formatif dan penilaian sumatif. Dokumen story board akan dijadikan landasan bagi pembuatan diagram alir yang dapat membantu proses pembuatan media pembelajaran. Untuk menilai kelancaran media yang dihasilkan seperti kesinambungan link, penilaian dan pengujian dilaksanakan pada fase ini. Model Hannafin dan Peck (1988) menekankan proses penilaian dan pengulangan harus mengikutsertakan proses-proses pengujian dan penilaian media pembelajaran yang melibatkan ketiga fase secara berkesinambungan. http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/penelitian/Dr.%20Sujarwo,%20M.Pd./Desain%20Pem belajaran-pekerti.pdf

http://digilib.unimed.ac.id/public/UNIMED-Undergraduate-228026.%20BAB%20II%20HERRYSON.pdf

Anda mungkin juga menyukai