Anda di halaman 1dari 34

MAKALAH PENGEMBANGAN KURIKULUM SEKOLAH MENENGAH

“ANATOMI KURIKULUM”

DISUSUN OLEH :

ERMAWATI (A1C118002)

ANDRIKA DWI SAKTI (A1C118025)

DOSEN PENGAMPU :Dra. WILDA SYAHRI M.Pd

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA

JURUSAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS JAMBI

2020
Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul
"Anatomi Kurikulum"

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah "pengembangan


kurikulum sekolah menengah". Penulisan makalah ini tidak lepas dari bantuan
berbagai pihak, oleh karena itu penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada
seluruh yang telah aktif dan berpartisipasi dalam penyusunan makalah ini. Dalam
penyusunan makalah ini penulis tidak lepas dari kesalahan dan kekurangan. Oleh
karena itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan untuk perbaikan
dimasa mendatang, semoga makalah ini dapat berguna bagi semua orang khususnya
mahasiswa.

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................... i

DAFTAR ISI........................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN

Latar Belakang.......................................................................................... 1
Rumusan Masalah.................................................................................... 2
Tujuan........................................................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Anatomi Kurikulum.................................................................... 3

2.2 Komponen-komponen Kurikulum................................................................ 4

2.2.1 Tujuan………….………….……………………...........................4

2.2.2 Bahan Ajar………..……….……………………….......................7

2.2.3 Strategi Mengajar……….……………………………...................9

2.2.4 Media Mengajar………….…….……………………...................11

2.2.5 Evaluasi Pengajaran…………….……….…………….................14

2.3 Desain Kurikulum…………………………………….............................15

2.3.1 Subjek Centered Design…………………………......…..............15

2.3.2 Learner Centered Design…………………..…………….............20

2.3.3 Problem Centered Design………………….…………….............22

BAB III PENUTUP

Kesimpulan................................................................................................... 25
Saran........................................................................................................25

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................26

ii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam banyak literatur kurikulum diartikan sebagai suatu dokumen atau
rencana tertulis mengenai kualitas pendidikan yang harus dimiliki oleh peserta didik
melalui suatu pengalaman belajar. Kurikulum juga dapat dartikan sebagai dokumen
tertulis dari suatu rencana atau program pendidikan (written curriculum), dan juga
sebagai pelaksanaan rencana diatas (actual curriculum).
Dewasa ini pembinaan kurikulum merupakan kegiatan yang mengacu pada
usaha untuk melaksanakan, mempertahankan, dan menyempurnakan kurikulum yang
telah ada, guna memperoleh hasil yang maksimal. Pelaksanaan kurikulum sendiri
diwujudkan dalam proses belajar mengajar sesuai dengan prinsip-prinsip dan tuntutan
kurikulum yang dikembangkan sebelumnya bagi pendidikan atau sekolah tertentu.
Pengembangan kurikulum adalah sebuah proses siklus yang tidak pernah ada
titik awal dan akhirnya. Sebab, pengembangan kurikulum ini merupakan suatu proses
yang bertumpu pada unsure-unsur dalam kurikulum, yang didalamnya meliputi
tujuan, metode, material, penilaian dan balikan. Berdasarkan uraian tersebut, makalah
ini bertujuan untuk mengetahui desain apa saja yang ada dalam kurikulum.
Kurikulum dalam cakupan luas yaitu sebagai program pengajaran pada satu jenjang
pendidikan, sedangkan kurikulum dalam cakupan sempit seperti program pengajaran
suatu mata pelajaran untuk beberapa jam mata pelajaran.
Desain kurikulum menggambarkan pola organisasi dari komponen-komponen
kurikulum dengan perlengkapan penunjangnya. Komponen  kurikulum haruslah
berjalan hierarkis dan saling berhubungan antara yang satu dengan yang lain.
Komponen kurikulum tersebut bukan hanya menjadi wacana yang kita pelajari secara
teoritis. Tetapi harus diaplikasikan dalam dunia sesungguhnya.

1
1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana pengertian anatomi kurikulum?


2. Apa sajakah  Anatomi atau komponen-komponen Kurikulum?
3. Bagaimanakah Desain suatu kurikulum?

1.3 Tujuan
1. Dapat memahami pengertian anatomi kurikulum
2. Dapat memahami tentang anatomi atau komponen-komponen kurikulum.
3. Dapat memahami tentang desain kurikulum.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Anatomi Kurikulum

Anatomi berasal dari bahasa Yunani anatomia, dari anatemnein, yang berarti
memotong atau kemudian akan lebih tepat dalam pokokbahasan ini kita sebut atau
kita artikan dengan menggunakan arti struktur atau susunan atau juga bagian atau
komponen.Menurut kamus besar bahasa Indonesia anatomi adalah ilmu yang
melukiskan letak dan hubungan bagian-bagian tubuh manusia, binatang atau
tumbuhan atau bisa juga diartikan uraian yang mendalam tentang sesuatu. Kurikulum
adalah perangkat mata pelajaran yang diberikan oleh suatu lembaga penyelenggara
pendidikan yang berisi rancangan pelajaran yang akan diberikan kepada peserta didik
dalam satu periode jenjang pendidikan. Penyusunan perangkat mata pelajaran ini
disesuaikan dengan keadaan dan kemampuan setiap jenjang pendidikan dalam
penyelenggaraan pendidikan tersebut.Lama waktu dalam satu kurikulum biasanya
disesuaikan dengan maksud dan tujuan dari sistem pendidikan yang dilaksanakan.
Kurikulum ini dimaksudkan untuk dapat mengarahkan pendidikan menuju arah dan
tujuan yangdimaksudkan dalam kegiatan pembelajaran secara menyeluruh.Kurikulum
dapat diumpamakan sebagai suatu organisme manusia yang memiliki anatomi
tertentu. Anatomi kurikulum dapat dirumuskan menjadi lima bagian, yaitu; Tujuan
yang akan dicapai, Materi yang akan disampaikan, Strategi mengajar, Media
Mengajar, dan Evaluasi. Kelima rumusan ini saling keterkaitan antara satu dengan
yang lainnya. Tujuan yang akan dicapai harus sesuai dengan proses yang akan
dilakukan, materi yang akan disampaikan juga tidak terlepas dari proses dan media
mengajar serta tujuan yang akan dicapai dalam suatu kurikulum. Dengan demikian
evaluasi akhir dari rumusan tersebut terdapat timbal balik yang relevan terhadap
pengembangan kurikulum selanjutnya.

3
2.2 Komponen-Komponen Kurikulum
Kurikulum dapat diumpamakan sebagai suatu organisme manusia yang
memiliki susunan anatomi tertentu. Unsur atau komponen-komponen dari anatomi
tubuh kurikulum yang utama adalah: tujuan, isi atau materi, proses atau sistem
penyampaian dan media, serta evaluasi. Keemipat komponen tersebut berkaitan erat
satu sama lain Suatu kurikulum harus memiliki kesesuaian atau relevansi. Kesesuaian
ini meliputi dua hal. Pertama kesesuaian antara kurikulum dengan tuntutan,
kebutuhan, kondisi, dan perkembangan masyarakat. Kedua kesesuaian
antarkomponen-komponen kurikulum, yaitu isi sesuai denganm tujuan, proses sesual
dengan isi dan tujuan, demikian juga evaluasi sesuaidengan proses, isi dan tujuan
kurikulum.

2.2.1 Tujuan
Telah dikemukakan bahwa, dalam kurikulum atau pengajaran, tujuan memegang
peranan penting, akan mengarahkan semua kegiatan pengajaran dan mewarnai
komponen-komponen kurikulum lainnya. Tujuan kurikulum dirumuskan berdasarkan
dua hal. Pertama perkembangan tuntutan, kebutuhan dan kondisi masyarakat. Kedua,
didasari oleh pemikiran-pemikiran dan terarah pada pencapaian nilai-nilai
filosofis,utama falsafah negara. Kita mengenal beberapa kategori tujuanpendidikan,
yaitu tujuan umum dan khusus, jarngka panjang, menengah, dan jangka pendek.
Dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah 1975/1976 dikenal kategori
tujuan sebagai berikut. Tujuan pendidikan nasional merupakan tujuan jangka
panjang, tujuan ideal pendidikan bangsa Indonesia. Tujuan institusional, merupakan
säsaran pendidikan sesuatu lembaga pendidikan. Tujuan kurikuler, adalah tujuan
yang ingin dicapai oleh sesuatu program studi. Tujuan instruksional yang merupakan
target yang harus dicapai oleh sesuatu mata pelajaran. Yang terakhir ini, masih dirinci
lagi menjadi tujua instruksional umum dan khusus atau disebut juga objektif, yang
merupakan tujuan pokok bahasan. Tujuan pendidikan nasional yang berjangka
panjang merupakan suatu tujuan pendidikan umum, sedangkan tujuan isntruksional
yang berjangka waktu cukup pendek merupakan tujuan yang bersifat khusus Tujuan-

4
tujuan khusus dijabarkan dari sasaran-sasaran pendidikan yang bersifat umum
vang biasanya abstrak dan luas, menjadi sasaran-sasaran khusus yang lebih konkret,
sempit, dan terbatas.
Dalam kegiatan belajar-mengajar di dalam kelas, tujuan-tujuan khusus lebilh
diutamakan, karena lebih jelas dan mudah pencapaiannya. Dalam mempersiapkan
pelajaran, guru menjabarkan tujuan mengajarnya dalam bentuk tujuan-tujuan khusus
atau objectives yang yang bersifat operasional. Tujuan demikian akan
menggambarkan "what will the student be able to do as of the feaching that he was
unable to do before" (Rowntree, 1974: 5). Mengajar dalam kelas lebih menekankan
tujuan khusus, sebab hal itu akan dapat memberikan gambaran yang lebih konkret,
dan menekankan pada perilaku siswa, sedang perumusan tujuan umum lebih bersifat
abstrak, pencapaiannya memerlukan waktu yang lebih lama dan lebih sukar diukur.
Tujuan-tujuan mengajar dibedakan atas beberapa kategori, sesuai dengan perilaku
yang menjadi sasarannya, Gage dan Briggs mengemukakan lima kategori tujuan,
yaitu intellectual skills, cognitive strategies, verbal information, motor skills and
attitudes (1974, hlm. 23-24). Bloom mengemukakan tiga kategori tujuan mengajar
sesuai dengan domain-domain perilaku individu, yaitu domain kognitif, afektif, dan
psikomotor. Domain kognitif berkenaan dengan penguasaan kemampuan-
kemampuan intelektual atauberpikir. Domain afektif berkenaan dengan penguasaan
dan pengembangan perasaan, sikap, minat, dan nilai-nilai. Domain psikomotor
menyangkut penguasaan dan pengembangan keterampilan-keterampilan motoric.
Tujuan-tujuan khusus mengajar juga memiliki tingkat kesukaran yang berbeda-
beda. Bloom, (1975) membagi domain kognitif atas enam tingkatan dari yang paling
rendah, yaitu: pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi.
Untuk domain afektif Krathwohl dan kawan-kawan (1974) membaginya atas lima
tingkatan yang juga berjenjang yaitu: menerima, merespons, menilai, mengorganisasi
nilai, dan karakterisasi nilai-nilai. Untuk domain psikomotor Anita Harrow (1971)
membaginya atas enam jenjang, yaitu: gerakan refleks, gerakan-gerakan dasar,
kecakapan mengamati, kecakapan jasmaniah, gerakan-gerakan keterampilan dan
komunikasi yang berkesinambungan.

5
Perumusan tujuan mengajar yang berbentuk tujuan khusus (objective)
memberikan beberapa keuntungan:
a) Tujuan khusus memudahkan dalam mengkomunikasikan maksud kegiatan
mengajar-belajar kepada siswa. Berdasarkan penelitian Mager dan Clark (1963)
siswa yang mengetahui tujuan-tujuan khusus suatu pokok bahasan, diberikan
referensi dan sumber yang memadai, dapat belajar sendiri dalam waktu
setengah dari waktu belajar dalam kelas
b) Tujuan khusus, membantu memudahkan guru-guru memilih dan menyusun
bahan ajar.
c) Tujuan khusus memudahkan guru menentukan kegiatan belajar dan media
mengajar.
d) Tujuan khusus memudahkan guru mengadakan penilaian. Dengan tujuan
khusus guru lebih mudah menentukan bentuk tes, lebih mudahmerumuskan
butir tes dan lebih mudah menentukan kriteria pencapaiannya.

Di samping keuntungan-keuntungan di atas pengembangan tujuantujuan


mengajar yang bersifat khusus menghadapi beberapa kesukara yaitu: 1) Sukar
menyusun tujuan-tujuan khusus untuk domain afektif, Sukar menyusun tujuan-tujuan
khusus pada tingkat tinggi. Untuk mengatasi kedua kesukaran di atas diperlukan
keahlian, latihan dan pengalaman yang mencukupi dari guru-guru. Kekurangan
keahlian latihan dan pengalaman akan membawa guru-guru pada perumusan tujuan-
tujuan yang bertaraf rendah, yang mudah diukur. Kelemahan di atas akan
menyebabkan penyusunan tujuan-tujuan khusus bersifat mekanistis, dengan jumlah
tujuan yang sangat banyak. Bagaimana perumusan sesuatu tujuan khusus atau
objective yang baik?

Beberapa ahli seperti Mager (1962), Banathy (1968), Rowntree (1974)Gagne


(1974), De Cecco (1977) dan Davies (1981) sepakat bahwa, tujuanSatu kegiatan
belajar. Ahli-ahli di atas juga memberikan beberapa khusus merupakan suatu perilaku
yang diperlihatkan siswa pada akhir spesifikasi dari tujuan-tujuan mengajar khusus,
yaitu:

6
a) Menggambarkan apa yang diharapkan dapat dilakukan oleh siswa, dengan: 1)
menggunakan kata-kata kerja yang menunjukkan tingkahlaku yang dapat
diamati, 2) menunjukkan stimulus yang membang-kitkan tingkah laku siswa, 3)
memberikan pengkhususan tentangsumber-sumber yang dapat digunakan siswa
dan orang-orang yangdapat diajak bekerjasama.
b) Menunjukkan mutu tingkah laku yang diharapkan dilakukan olehSiswa, dalam
bentuk: 1) ketepatan atau ketelitian respons, 2) kecepatan,panjangnya dan
frekeunsi respons.
c) Menggambarkan kondisi atau lingkungan yang menunjang tingkahlaku siswa,
berupa: 1) kondisi atau lingkungan fisik, 2) kondisi ataulingkungan psikologis.

2.2.2 Bahan Ajar


Siswa belajar dalam bentuk interaksi dengan lingkungannya,
lingkunganorang-orang, alat-alat dan ide-ide. Tugas utama seorang guru
adalah menciptakan lingkungan tersebut, untuk mendorong siswa melakukan
interaksi yang produktif dan memberikan pengalaman belajar yang
dibutuhkan. Kegiatan dan lingkungan demikian dirancang dalam suatu
rencana mengajar, yang mencakup komponen-komponen: tujuan khusus,
sekuens bahan ajaran, strategi mengajar, media dan sumber belajar, serta
evaluasi hasil mengajar. Karena perumusan tujuan khusus strategi, dan
evaluasi hasil mengajar dibahas secara fersendiri, maka dalam bagian ini yang
akan diuraikan hanya sekuens bahan ajar.
a. Sekuens bahan ajar
Untuk mencapai tiap tujuan mengajar yang telah ditentukan diperlukanbahan ajar.
Bahan ajar tersusun atas topik-totpik dan sub-subtopik tertentu. Tiap topik atau
subtopik mengandung ide-ide pokok yang relevan dengan tujuan yang telah
ditetapkan. Topik-topik atau sub-subtopik tersebut tersusun dalam sekuens tertentu
yang membentuk suatu sekuens bahan ajar.
Ada beberapa cara untuk menyusun sekuens bahan ajar, yaitu:

7
1) Sekuens kronologis. Untuk menyusun bahan ajar yang mengandungurutan waktu,
dapat digunakan sekuens kronologis. Peristiwaperistiwa sejarah, perkembangan
historis suatu institusi, penemuan-penemuan ilmiah dan sebagainya dapat disusun
berdasarkan sekuens
2) Skuens kausal, masih berhubungan erat dengan sekuens kronologis adalah
sekuens kausal. Siswa dihadapkan pada peristiwa-peristiwa atau situasi yang
menjadi sebab atau pendahulu dari suatu peristiwa atau situasi lain. Dengan
mempelajari sesuatu yang menjadi sebab atau pendahulu para siswa kan
menemukan akibatnya.
3) Sekuens structural. Bagian-bagian bahan ajar suatu bidang studi telah mempunyai
struktur tertentu.penyusunan sekuens bahan ajar bidanag studi tersebut perlu
disesuaikan dengan strukturnya.
4) Sekuens logis dan psikologis. Bahan ajar juga dapat disusun berdasarkan urutan
logis. Rowntree (1974:77) melihat perbedaan antara sekuens logis dengan
psikologis. Menurut sekuens logis bahan ajar dimulai dari bagian menuju pada
keseluruhan, dari yang sederhana kepda yang kompleks,tetapi menurut sekuens
psikolis sebaliknya dari keseluruhan kepda bagian, dari benda-benda kepada teori,
dari fungsi kepada struktur, dari masalah bagaimana kepada masalah mengapa.
5) Sekuens spiral, dikembangkan oleh Bruner (1960). Bahan ajar dpusatkan pada
topic atau pokok bahan tertentu. Dari topic atau pokok tersebut bahan diperluas
dan diperdalam. Topic atau pokok bahan ajar tersebut adalah sesuatu yang
popular dan sederhana, tetapi kemudian diperluas dan diperdalam dengan bahan
yang lenih kompleks.
6) Rangkaian kebelakang. Dikembangkan oleh Thomas gilbert (1962) daalam
sekuens ini mengajar dimulai dengan langkah terakhir dan mundur kebelakng.
Contoh, proses pemecahan masalah yang bersifat ilmiah, meliputi lima langkah,
ayitu: a) pembatan masalah b) penyusuna hipotesis c) pengumpulan data c)
pengetesan hipotesis d) interpretasi hasil tes.Dalam mengajarnya mulai dengan
langkah (e) kemudian guru menyajikan data tentang sesuatu masalah dari alngkah
(a) sampai (d), dan siswa diminta untuk membuat interpretasi hasilnya (e). pada

8
7) kesempatan lain guru menyajikan data tentang masalah lain dari langkah (a)
sampai (c) dan siswa diminta untuk melakukan pengetesan hipotesis (d) dan
seterusnya.
8) Sekuens berdasarkan hierarki belajar. Model ini dikembangkan oleh gagne (1995)
dengan prosedur sebagai berikut: tujuan-tujuan utama pembelajaran dianalisis,
kemudian dicari suatu hierarki urutan bahan ajar untuk mencapai tujuan-tujuan
tersebut. Hierarki tersebutmenggambarkan urutan perilaku apa yang mula-mula
harus dikuasaisiswa, berturut-turut sampai dengan perilaku terakhir. Untuk
bidangstudi tertentu dan pokok-pokok bahasan tertentu hierarki juga
dapatmengikuti hierarki tipe-tipe belajar dari Gagne. Gagne mengemukakan8 tipe
belajar yang tersusun secara hierarkis mulai dari yang palingsederhana: signal
learning, stimulus-respons learning, motor-chain learning. verbal association,
multiple discrimination, concept learning, principle learning, dan problem-solving
learning. (Gagne, 1970: 63-64).

2.2.3. Strategi Mengajar


Penyusunan sekuens bahan ajar berhubungan erat dengan strategi atau
metode mengajar. Pada waktu guru menyusun sekuens suatu bahan ajar, ia
juga harus memikirkan strategi mengajar mana yang sesuai untuk menyajikan
bahan ajar dengan urutan seperti itu. Ada beberapa strategi yang dapat
digunakan dalam mengajar Rowntree (1974: 93-97) membagi strategi
mengajar itu atas Exposition-Dis covery Learning dan Groups-Individual
Learning. Ausubel and Robinson (1969 : 43-45) membaginya atas strategi
Reception Learning- Discovery Learn ing dan Rote Learning Meaningful
Lerning.
a) Reception/Exposition Learning-Discovery Learning
Reception dan exposition sesungguhnya mempunyai makna yang
sama,hanya berbeda dalam pelakunya. Reception learning dilihat dari sisi
siswa sedangkan exposition dilihat dari sisi guru. Dalam exposition atau
reception learning keseluruhan bahan ajar disampaikan kepada siswa dalam

9
bentuk akhir atau bentuk jadi, baik secara lisan maupun secara tertulis. Siswa
tidak dituntut untuk mengolah,

9
atau melakukan aktivitas lain kecuali henguasainya. Dalam discovery
learning bahan ajar tidak disajikan dalam Dentuk akhir, siswa dituntut untuk
melakukan berbagai kegiatan menghimpun informasi, membandingkan,
mengkategorikan, menganalisis, mengintegrasikan, mereorganisasikan bahan
serta membuat kesimpulan-kesimpulan. Melalui kegiatan-kegiatan tersebut
siswa akan menguasainya, menerapkan, serta menemukan hal-hal yang
bermanfaat bagi dirinya.
b) Rote learning-Meaningful Learning
Dalam rote learning bahan ajar disampaikan kepada siswa
tanpamemperhatikan arti atau maknanya bagi siswa. Siswa menguasai bahan
ajar dengan menghafalkannya. Dalam meaningful learning
penyampaianBahan mengutamakan maknanya bagi siswa. Menurut ausubel
and robinson (1970:52-53) sesuatu bahan ajar bermakna bila dihubungkan
struktur kogmitif yang ada pda siswa. Struktur kognitif terdiri atas fakta-fakta,
data, konsep, proposisi, dalil, hokum dan teori-teori yang telah dikuasai siswa
sebelumnya, yang tersusun membentuk suatu struktur dalam pikiran anak.
Lebih lanjut ausubel and robinson menekankan bahwa reception-discovery
learning dan rote meaningful meaning dapat dikombinasikan satu sama lain
sehingga membentuk 4 kombinasi strategi. Belajar-mengajar, yaitu: a)
meaningful reception learning, b) rote-reception learning, c) meaningful
discovery learning, dan d) rote-discovery learning.
c) Group learning-individual learning
Pelaksanaan discovery learning menuntutnaktivitas belajar yang bersifat
individual atau kelompok-kelompok kecil. Discovery learning dalam bentuk
kelas pelaksaannya agak sukar dan mempunyai beberapa masalah pertama,
karena kemampuan dan kecepatan belajar siswa tidak sama, maka kegiatan
discovery hanya akan dilakukan oleh siswa-siswa yang pandai dan cepat,
siswa-siswa yang kurang dan lambat, akan mengikuti saja kegiatan dana
menerima temuan-temuan anak-anak cepat dipihak anak –anak lambat akan
menderita kurang motif belajar, acuh tak acuh, adan kemungkinan menjadi

10
pengganggu kelas. Masalah lain adalah kemungkinan untuk bekerja sama.
Dalam kelas besar tidak mungkin semua anak dapat bekerja sama. Kerja sama
hanya akan dilakukan oleh anak-anak yang aktif, yang lain

10
mungkin hanya akan menanti atau menonton. Dengan demikian akan
terjadi perbedaan yang semakin jauh anak-anak pndai dengan yang kurang.

2.2.4. Media Mengajar


Media mengajar merupakan segala macam bentuk perangsang dan alat
yang disediakan guru untuk mendorong siswa untuk belajar. Perumusan diatas
menggambarkan tentang pengertian media yang cukup luas, mencakup
berbagai bentuk perangsang belajar yang sering disebut sebagai audio visual
aid, serta berbagai bentuk alat penyaji perangsang belajar berupa alat-alat
elektronik seperti mesin pengajaran, film, audio cassette, video cassette,
televise dan computer.
Pengelompokkan media mengajar menurut Rowntree (1974 : 104-113) adalah :
1. Interaksi insani
Media ini merupakan komunikasi langsung antara dua orang atau lebih,
Interaksi insani juga dapat berlangsung melalui komunikasi verbal atau
nonverbal. Komunikasi verbal memegang peranan penting terutama dalam
perkembanangan segi kognitif siswa. Untuk pengembangan segi afektif
seringkali komunikasi nonverbal seperti : sikap, penampilan, roman muka,
gerak-gerik dan sebagainya memegang peranan penting.
2. Realia
Realia merupakan bentuk perangsang nyata seperti orang-orang, binatang,
benda-benda, peristiwa dan sebagainya yang diamati siswa. Dalam interaksi
insani siswa berkomunikasi dengan orang-orang, sedangkan dalam realia
orang-orang tersebut hanya menjadi objek pengamatan dan objek studi siswa.
3. Pictorial
Media ini menunjukkan penyajikan berbagai bentuk variasi gambar dan
diagram nyata ataupun simbol, bergerak atau tidak, dibuat di atas kertas, film,
kaset dan media lainnya. Media pictorial memiliki keuntungan karena semua
bentuk ukuran, kecepatan, benda, mahluk dan peristiwa dapat disajikan di
media ini. Juga

11
penyajiannya dapat bervariasi dari bentuk yang paling sederhana sampai
sketsa dan bagan.
4. Simbol Tertulis
Media penyajian informasi yang paling umum tetapi tidak efektif. Ada
beberapa macam bentuk media simbol seperti buku teks, buku paket, modul
dan majalah. Media ini biasanya dilengkapi dengan media pictorial, seperti
gambar-gambar, bagan, grafik, dan sebagainya.
5. Rekaman suara
Berbagai bentuk informasi dapat disajikan kepada anak dalam bentuk
rekaman suara, sehingga mempermudah guru dalam menyampaikan materi
belajar.
Edgar Dale dalam buku Nana Syaodih (1988 : 119) mengemukakan ada 12 media
mengajar atau audio visual aid, yang disebutnya Cone Of Experience atau Kerucut
Pengalaman, yaitu :
1) Verbal symbol
Pengalaman yang diperoleh memalui penuturan dengan kata kata
2) Visual symbol
Pengalaman yang diperoleh melalui symbol yang dapat dilihat seperti grafik,
bagan atau diagram.
3) Signs, stick figures
Media ini hampir sama dengan media grafis sketsa namun bentuknya hanya
berupa gambar garis-garis, namun ciri ciri detail dapat dipahami oleh siswa. Guru
dapat menggambar langsung dipapan tulis.
4) Radio and recordings
Pengalaman yang diperoleh melalui siaran radio atau rekaman suara (audio
recording)
5) Still pictures
Pengalaman yang diperoleh melalui gambar mati, slide, atau fotografi
6) Educational television
Pengalam yang diperoleh melalui televise pendidikan

12
7) Exhibits

12
Pengalaman yang diperoleh melalui pameran
8) Study trips
Jika kita berkarya wisata, biasanya kita melihat kegiatan apa yang sedang
dilakukan orang lain. Dalam karya wisata ini pembelajar mengamati secara
langsung dan mencatat apa saja kegiatan mereka. Pembelajar lebih mengandalkan
pengalaman meraka dan pembelajar tidak perlu memberikan banyak komentar,
biarkan mereka berkembang sendiri.
9) Demonstrations
Demonstrasi disini merupakan gambaran dari suatu penjelasan yang merupakan
sebuah fakta atau proses. Sesorang demonstator menunjukkan bagaimana sesuatu
itu bisa terjadi. Misalnya seperti seorang guru kimia yang mendemonstrasikan
bagaimana hidrogen bisa terpisah dari oksigen dengan menggunakan elektrolisis.
Atau seorang guru matematika yang mendemonstrasikan bagiamna menghitung
dengan menggunakan sempoa.
10) Dramatized Experience
Kita tidak mungkin mengalami langsung pengalaman yang sudah lalu, contohnya
seperti pelajaran sejarah. Sejarah yang kita pelajari bisa kita jadikan drama untuk
pembelajaran. Maka dari itu drama berperan dalam hal ini karena drama si
pembelajar dapat menjadi semakin merasakan langsung materi yang dipelajarkan.
Jika kita bisa membagi dua bagian ini, maka bagian akan terbagi menjadi
partisipasi dan observasi. Pastisipasi merupakan bentuk aktif secara langsung
dalam suatu drama, sedangkan observasi merupakan pengamatan seperti
menonton atau mengamati drama tersebut.
11) Contrived experiences
Dalam tahap ini si pembelajar tidak hanya belaja dengan memegang, mencium,
atau merasakan tetapi sudah mulai aktif dalam berpikir. Contohnya seperti
seorang pembelajar yang diinstruksikan membuat bangunan atau gedung. Disini
pembelajar tidak membuat gedung dalam artian suatu model atau maniatur dari
gedung yang sebenarnya.
12) Direct puposeful

13
Dasar dari pengalaman kerucut dale ini adalah merupakan peggambaran reaalitas
secara langsung sebagai pengalaman yang kita temui pertama kalinya. Dalam
tahap ini pembelajaran dilakukan dengan cara memegang, merasakan atau
mencium secara langsung materi pelajaran. Misalnya seperti anak TK yang masih
kecil dalam melakukan praktik menyiram bunga. Disini anak belajar dengan
memegang secara langsung lalu menyiram air ke bunga tersebut.

2.2.5. Evaluasi Pengajaran


Evaluasi ditunjukkan untuk menilai pencapaian tujuan-tujuan yang
telah ditentukan serta menilai proses mengajar secara keseluruhan. Evaluasi
pengajaran ini meliputi evaluasi hasil belajar mengajar dan evaluasi
pelaksanaan mengajar.
a. Evaluasi hasil belajar mengajar
Untuk menilai keberhasilan penguasaan siswa atau tujuan-tujuan khusus
yang telah ditentukan, diadakan suatu evaluasi. Evaluasi ini disebut juga
evaluasi hasil belajar mengajar. Dalam evaluasi ini disusun butir-butir soal
untuk mengukur pencapaian tiap tujuan khusus yang telah ditentukan.
Menurut lingkup luas bahan dan jangka waktu belajar dibedakan antara
evaluasi formatif dan evaluasi sumatif.
Evaluasi formatif ditunjukkan untuk menilai penguasaan siawa terhadap
tujuan-tujuan belajar dalam jangka waktu yang relatif pendek. Haasil evaluasi
formatif ini terutama digunakan untuk memperbaiki proses belajar-mengajar
dan membantu mengatasi kesulitan-kesulitan belajar siswa.
Evaluasi sumatif ditunjukkan untuk menilai penguasaan siswa terhadap
tujuan-tujuan yang lebih luas, sebagai hasil usaha belajar dalam jangka waktu
yang cukup lama. Evaluasi sumatif mempunyai fungsi yang lebih luas
daripada evaluasi formatif.
b. Evaluasi pelaksanaan mengajar
Komponen yang dievaluasi dalam pengajaran bukan hanya hasil belajar
mengajar tetapi keseluruhan pelaksanaan pengajaran, yang meliputi evaluasi

14
komponen tujuan mengajar, bahan pengajaran, strategi dan media pengajaran,
serta komponen evaluasi mengajar itu sendiri.

14
Untuk mengevaluasi komponen-komponen dan proses pelaksanaan
mengajar bukan hanya digunakan tes tetapi juga digunakan bentuk-bentuk
non tes seperti observasi, studi dokumenter, analisis hasil, angket. Evaluasi
dapat dilakukan oleh guru sendiri ataupun pihak-pihak lain yang berwenang
seperti kepala sekolah dan pengawas.

2.3 Desain Kurikulum


Desain kurikulum menyangkut pola pengorganisasian unsure-unsur atau
komponen kurikulum. Penyusunan desain kurikulum dapat dilihat dari dua dimensi,
yaitu Dimensi horizontal dan dimensi vertikal.
Dimensi horizontal berkenaan dengan penyusunan dari lingkup isi kurikulum.
Susunan lingkup ini sering diintegrasikan dengan proses belajar dan mengajarnya.
Dimensi vertikal menyangkut penyusunan bahan ajar berdasarkan urutan tingkat
kesukaran. Bahan tersusun mulai dari yang mudah atau mulai dengan yang dasar
diteruskan dengan yang lanjutan.
Berdasarkan pada apa yang menjadi fokus pengajaran sekurang-kurangnya
dikenal tiga pola desain kurikulum yaitu :

2.3.1 Subjek Centered Design


Subject centered design curiculum merupakan bentuk desain yang paling
populer, paling tua dan paling banyak digunakan. Dalam subject centered design,
kurikulum dipusatkan pada isi atau materi yang akan diajarkan. Kurikulum tersusun
atas sejumlah mata-mata pelajaran, dan mata-mata pelajaran tersebut diajarkan secara
terpisah-pisah. Karena terpisah-pisahnya itu maka kurikulum ini disebut juga
separated subject curiculum.
Subject cebtered design  berkembang dari konsep pendidikan klasik yang
menenkankan pengetahuan, nilai-nilai dan warisan budaya masa lalu, dan berupaya
untuk  mewariskannya kepada generasi berikutnya. Karena mengutamakan isi atau
bahan ajar tersebut, maka desain kurikulum ini disebut juga  subject academic
curriculum.

15
Model design curriculum  ini mempunyai beberapa kelebihan dan
kekurangan. Beberapa kelebihan dari model ini adalah:
1. Mudah disusun, dilaksanakan, dievaluasi, dan disempurnakan
2. Para pengajarnya tidak perlu dipersiapkan khusus, asal menguasai ilmu atau
bahan yang akan diajarkan sering dipandang sudah dapat menyampaikannya.

Beberapa kritik yang juga merupakan kekurangan model desain kurikulum ini
adalah :
1. Karena pengetahuan diberikan secara terpisah-pisah, hal itu bertentangan dengan
kenyataan, sebab dalam kenyataan pengetahuan itu merupakan suatu kesatuan,
2. Karena mengutamakan bahan ajar maka peran peserta didik sangat pasif.
3. Pengajaran lebih menekankan pengetahuan dan kehidupan masa lalu, dengan
demikian pengajaran lebih bersifat verbalitas dan kurang praktis.
Atas dasar tersebut, para pengkririk menyarankan perbaikan ke arah yang
lebih terintegrasi, praktis, dan bermakna serta memberikan peranyang lebih aktif
kepada siswa.
A. The Subject Design
The Subject Curiculum merupakan bentuk desain yang paling  murni dari
subject centered design. Materi pelajaran disajikan secara terpisah-pisah dalam
bentuk mata-mata pelajaran. Model desain ini telah ada sejak lama. Orang-orang
Yunani kemudian Romawi mengembangkan Trivium dan Quadrivium. Trivium
meliputi gramatika, logika, dan retorika, sedangkan Quadrivium meliputi matematiks,
geometri, astonomi, dan musik. Paada saat itu pendidikan tidak diarahkan  pada
mencari nafkah, tapi pada pembentuakan pribadi dan status sosial (Liberal Art).
Pendidikan hanya di peruntukan bagi anak-anak golongan bangsawan yang tidak usah
bekerja mencari nafkah.
Pada abad 19 pendidikan tidak lagi diarahkan pada pendidikan umum (liberal
art) tetapi pada pendidikan yang lebih bersifat praktis, berkenaan dengan mata
pencaharian (pendidikan vokasional). Pada saat itu mulai berkembang mata-mata
pelajaran fisika, kimia, biologi, bahasa yang masih bersifat teoritis, juga

16
berkembang  mata-mata pelajaran praktid seperti pertanian, ekonomi, tata
buku, kesejahteraan keluarga, keterampilan dan lain-lain. Isi pelajaran di ambil dari
pengetahuan, dan nilai-nilai yang telah ditemukan oleh ahli-ahli sebelumnya. Para
siswa di tuntut  untuk menguasai semua pengetahuan yang diberikan, apakah mereka
menyenangi atau tidak, membutuhkannya atau tidak. Karena pelajaran-pelajaran
diberikan secara terpisah-pisah, maka siswa menguasainya pun terpisah-pisah pula.
Tidak jarang siswa menguasai bahan hanya pada tahap hafalan, bahkan dikuasai secar
verbalitas.
Lebih rinci kelemahan-kelemahan bentuk kurikulum ini adalah :
1. Kurikulum memberikan pengetahuan terpisah-pisah, satu terlepas dari yang
lainnya.
2. Isi kurikulum diambil dari masa lalu, terlepas dari kejadian-kejadian yang hangat,
yang sedang berlangsung saat sekarang.
3. Kurikulum ini kurang memperhatiakan minat, kebutuhan dan pengalaman peserta
didik.
4. Kurikulum lebih mengutamakan isi dan kurang memperhatiakan cara
penyampaian. Cara penyampaian utama adalah ekspositori yang menyebabkan
peran siswa pasif.
Meskipun ada kelemahan-kelemahan di atas, bentuk desain kurikulum ini
mempunyai beberapa kelebihan karena kelebihan-kelebihan tersebut  bentuk
kurikulum ini lebih banyak dipakai.
1. Bentuk ini sudah di kenal sejak lama, baik oleh guru-guru maupun orang tua,
sehingga lebih mudah  untuk dilaksanakan.
2. Bentuk ini sagat ampuh sebagai alat untuk melestarikan dan mewariskan warisan
budaya masa lalu.
B. The Disciplines Design
Bentuk ini merupakan pengembangan dari  subject design keduanya masih
menekankan kepada isi materi kurikulum. Walaupun bertolak belakang dari hal yang
sama tetapi antara keduanya terdapat perbedaan. Pada  subject design belum ada
kriteria  yang tegas tentang apa yang disebut subject  (ilmu). Belum ada perbedaan

17
antara matematika, psikologi dengan teknik atau cara mengemudi, semuanya
disebut subject. Pada disciplines design kriteria tersebut telah tegas, yang
membedakan apakah suatu pengetahuan itu ilmu atau subject dan bukan adalah
batang tubuh ke ilmuannya. Batang tubuh keilmuan menentukan apakah suatu bahan
pelajaran itu disiplin ilmu atau bukan, Untuk menegaskan hal itu mereka
menggunakan istilah disiplin.
Isi kurikulum yang diberikan di sekolah adalah dsiplin-disiplin ilmu. Menurut
pandangan ini sekolah adalah mikrokosmos dari dunia intelek, batu pertama dari hal
itu adalah isi dari kurikulum. Para pengembang kurikulum dari aliran ini berpegang  
teguh pada disiplin-disiplin ilmu seperti : fisika, biologi, psikologi, sosiologi dan
sebagainya.
Perbedaan lain adalah dalam tingkat penguasaan, disciplines design  tidak
seperti  subject design yang menekankan penguasaan fakta-fakta dan informasi tetapi
pada pemahaman (understing). Para peserta didik didorong untuk memahami logika 
atau struktur dasar  suatu disiplin, memahami konsep-konsep, ide-ide dan prinsip-
prinsip penting juga didorong untuk memahami cara mencari dan menemukannya
(modes of inquiry and discovery). Hanya dengan meguasai hal-hal itu, kata mereka,
peserta didik akan memahami masalah dan mampu melihat hubungan berbagai
fenomena baru.
Proses belajarnya tidak lagi menggunakan pendekatan ekspositori yang
menyebabkan peserta didik lebih banyak pasif, tetapi menggunakan pendekatan
inkuiri dan diskaveri. Disciplines design sudah menintegrasikan unsur-unsur
progersifisme dari Dewey. Bentuk ini memiliki beberapa kelebihan dibandingkan
dengan subject design. Pertama, kurikulum ini bukan hanya memiliki organisasi yang
sistematik dan efektif tetapi juga dapat memelihara integritas intelektual pengetahuan
manusia. Kedua, peserta didik tidak hanya menguasai serentetan fakta, prinsip hasil
hafalan tetapi menguasai konsep, hubungan dan proses-proses intelektual yang
berkembang pada siswa.
Meskipun telah menunjukan beberapa kelebihan bentuk, desain ini maasih
memiliki beberapa kelemahan. Pertama, belum dapat memberikan pengetahuan yang

18
berintegrasi. Kedua, belum mampu mengintegrasikan sekolah dengan
masyarakat atau kehidupan. Ketiga, belum bertolak dari minat dan kebutuhan atau
pengalaman peserta didik. Keempat, susunan kurikulum belum efisien baik untuk
kegiatan belajar maupun untuk penggunaannya. Kelima, meskipun sudah lebih luas 
dibandingkan dengan  subject design tetapi secara akademis dan intelektual masih
cukup sempit.

C. The Broad Fields Design


Baik subject design maupun  disciplines design masih menunjukan adanya
pemisahan antar mata pelajaran. Salah satu usaha untuk menghilangkan pemisahan
tersebut adalah mengembangkan The broad field design. Dalam model ini mereka
menyatukan beberapa mata pelajaran yang berdekatan atau berhubungan menjadi satu
bidang studi seperti sejarah, Geografi, dan Ekonomi digabung menjadi ilmu
Pengetahuan sosial, Aljabbar, Ilmu ukur, dan Berhitung menjadi matematika, dan
sebagainya.
Tujuan pengembangan kurikulum broad field adalah menyiapkan para siswa
yang dewasa ini hidup dalam dunia informasi yang sifatnya spesialistis, dengan
pemahaman yang bersifat menyeluruh. Bentuk kurikulum ini banyak digunakan di
sekolah menengah pertama, di sekolah menengah atas penggunaannya agak terbatas
apalagi di perguruan tinggi sedikit sekali.
Ada dua kelebihan penggunaan kurikulum ini. Pertama, karena dasarnya
bahan yang terpisah-pisah, walaupun sudah terjadi penyatuan beberapa mata kuliah
masih memungkinkan penyusunan warisan-warisan budaya secara sistematis dan
teratur. Kedua, karena mengintegrasikan beberapa mata kuliah memungkinkan
peserta didik melihat hubungan antara beberapa hal.
Di samping kelebihan tersebut, ada beberapa kelemahan model kurikulum ini.
Pertama, kemampuan guru, untuk tingkat sekolah dasar guru mampu menguasai
bidang yang luas, tetapi untuk tingkat yang lebih tinggi, apalagi di perguruan tinggi
sukar sekali. Kedua, karena bidang yang dipelajari itu luas, maka tidak dapat
diberikan secara mendetail, yang diajarkan hanya permukaannya saja. Ketiga,

19
pengintegrasian bahan ajar terbatas sekali, tidak menggambarkan kenyataan,
tidak memberikan pengalaman yang sesungguhnya bagi siswa, dengan demikian
kurang membangkitkan minat belajar. Keempat, meskipun kadarnya lebih rendah di
bandingkan dengan subject design,  tetapi model ini tetap menekankan proses
pencapaian tujuan yang sifatnya afektif dan kognitif tingkat tinggi.

2.3.2 Learner-Centered Design


Sebagai reaksi sekaligus penyempurnaan terhadap beberapa kelemahan
subject centered design  berkembang learner centered design. Desain ini berbeda
dengan subject centered, yang  bertolak dari cita-cita untuk melestarikan dan
mewariskan budaya, dan karena itu mereka mengutamakan peranan isi dari
kurikulum.
Learner centered, memberi tempat utama kepada peserta didik. Di dalam
pendidikan atau pengajaran yang belajar dan berkembang  adalah peserta didik
sendiri. Guru atau pendidik hanya berperan menciptakan situasi belajar-mengajar,
mendorong  dan memberikan bimbingan sesuai dengan kebutuhan peserta didik.
Peserta didik bukanlah tiada daya, dia adalah suatu organism yang punya potensi
untuk berbuat, berperilaku, belajar dan juga berkembang sendiri. Learned Centered
Design bersumber dari konsep Rousseau tentang pendidikan alam, menekankan
perkembangan peserta didik. Pengorganisasian kurikulum didasarka atas minat,
kebutuhan, dan tujuan peserta didik.
Ada dua ciri utama yang membedakan desain model learner centered dengan
subject centered. Pertama, Learner centered design mengembangkan kurikulum
dengan bertolak dari peserta didik dan buka dari isi. Kedua, Learner centered design
bersifat non-preplanned (kurikulum tidak diorganisasikan sebelumnya) tetapi
dikembangkan bersama antara guru dengan siswa dalam penyelesaian tugas-tugas
pendidikan.
A. The Activity Atau Experience Design

20
Model  desain berawal pada abad ke 18, atas hasil karya dari rousseau dan
Pestalozzi, yang berkembang pesat pada tahun 1920/1930an pada masa kejayaan
pendidikan progresif.
Beberapa ciri utama activity atau experience design:
1. Struktur kurikulum ditentukan oleh kebutuhan dan minat peserta didik. Dalam
implementasinya guru hendaknya: a) Menemukan minat dan kebutuhan peserta
didik, b) Membantu para siswa memilih mana yang paling penting dan tidak.
2. Karena struktur kurikulum didasarkan atas minat dan kebutuhan peserta didik,
maka kurikulum tidak dapat di susun dari sebelumnya, tetapi disusun bersama
oleh guru dengan para siswa. Demikian juga tujuan yang akan dicapai, sumber-
sumber belajar, kegiatan belajar dan prosedur evaluasi dirumuskan bersama
siswa.
3. Desain kurikulum menekankan prosedur pemecahan masalah, di dalam proses
menemukan minatnya peserta didik menghadapi hambatan atau kesulitan-
kesulitan tertentu yang harus diatasi. Kesulitan-kesulitan tersebut menunjukkan
problema nyata yang dihadapi peserta didik. Dalam menghadapi dan mengatasi
masalah-masalah tersebut, peserta didik melakukan proses belajar yang nyat,
sungguh-sungguh, bermakna, hidup dan relavan dengan kehidupannya. Berbeda
dengan subject design yang menekankan isi, activity design lebih mengutamakn
proses (keterampilan memecahkan masalah).
Beberapa kelebihan dari desain kurikulum ini yaitu :
1. Karena program pendidikan berasal dari peserta didik, maka tidak banyak
mengalami kesulitan dalam memotivasi belajar siswa.
2. Pengajaran memperhatikan individual, meskipun di bentuk kelompok sekalipun
karena mereka juga harus berperan aktif dalam kelompok.
3. Kegiatan-kegiatan pemecahan masalah memberikan bekal kecakapan dan
pengetahuan untuk menghadapi kehidupan di luar sekolah.
Kritik ataupun kelemahan untuk kurikulum ini:
1. Penekanan pada minat dan kebutuhan peserta didik belum tentu cocok dan
memadai untuk menghadapi kenyataan dalam kehidupan.

21
2. Kurikulum tidak mempunyai pola karena sumber pemikiran berasal dari peserta
didik.
3. Activity design curriculum sangat lemah dalam kontinuitas dan sekuens. Dasar
minat peserta didik tidak memberikan landasan yang kuat.
4. Kurikulum ini tidak dapat dilakukan oleh guru biasa karena membutuhkan ahli
general education plus ahli psikologi perkembangan dan human relation.

2.3.3 Problem Centered Design


Problem centered design berpangkal pada filsafat yang mengutamakan
peranan manusia (man centered). Berbeda dengan learner centered yang
mengutamakan manusia atau peserta didik secara individual. Problem
centered design menekankan manusia dalam kesatuan kelompok yaitu
kesejahteraan masyarakat.
Konsep pendidikan para pengembang model kurikulum ini berangkat
dari asumsi bahwa manusia sebagai mahluk social selalu hidup bersama.
Dalam kehidupan bersama ini, manusia menghadapi masalah masalah
bersama yang harus dipecahkan bersama pula. Mereka berinteraksi,
berkooperasi dalam memecahkan masalah-masalah social yang mereka hadapi
untuk meningkatkan kehidupan mereka.
Konsep-konsep ini menjadi landasan pula dalam pendidikan dan
pengembangan kurikulum. Berbeda dengan learner centered, kurikulum
mereka disusun sebelumnya. Isi kurikulum berupa masalah masalah social
yang dihadapi peserta didik sekarang danyang akan datang. Problem centered
design menekankan pada isi maupun perkembangan peserta didik.
A. The Area of Living Design
Tiap pengalaman peserta didik sangat erat hubungannya dengan bidang-
bidang kehidupan sehingga dapat dikatakan suatu desain kurikulum bidang-
bidang kehidupan yang dirumuskan dengan baik akan merangkumkan
pengalaman-pegalaman social peserta didik. Dengan demikian, desain ini

22
sekaligus menarik minat peserta didik dan mendekatkannya pada pemenuhan
kebutuhan hidupnya dalam masyarakat.

22
Desain ini mempunyai beberapa kebaikan dibandingkan bentuk desain
lain ,diantanya:
1. Karena kurikulum diorganisasikan di sekitar  problema-problema peserta
didik dalam kehidupan social, maka kurikulum ini menggunakan  prosedur
pemecahan masalah. Prinsip-prinsip belajar aktif dapat diterapkan dalam
model kurikulum ini.
2. Menyajikan bahan ajar yang relevan, untuk memecahkan masalah-masalah
dalam kehidupan.
3. Menyajikan bahan ajar dalam bentuk yang professional, sebab diarahkan pada
pemecahan masalah peserta didik, secara langsng dipraktikan dalam
kehidupan.
4. Motivasi berasal dari peserta didik.
Beberapa kritikan ataupun kelemahan tentang desain kurikulum ini yaitu :
1. Lemahnya integritas dan kontinuitas kurikulum
2. Desain ini mengabaikan warisan budaya, padahal apa yang telah ditemukan
pada masa lalu penting untuk memahami dan memecahkan masalah-masalah
masa kini.
3. Para peserta didik memandang masalah untuk sekarang dan masa depan tetapi
mengabaikan masa lalu.
4. Guru, buku dan media lain tidak banyak disiapkan untuk model desain
kurikulum ini sehingga mengalami kesulitan.
B. The Core Design
The core design timbul sebagai reaksi utama kepada separate subject design, yang
sifatnya terpisah-pisah. Dalam mengintegrasikan bahan ajar , mereka memilih mata
mata pelajaran tertentu sebagai inti (core). Pelajaran lainnya dikembangkan kan
disekitar core tersebut. Menurut konsep ini inti-inti bahan ajar dipusatkan pada
kebutuhan individual dan sosial.
Pada beberapa kurikulum yang berlaku diindonesia, core curriculum disebut
kelompok mata kuliah atau pelajaran dasar umum dan diarahkan pada pengembangan
kemampuan-kemampuan pribadi dan social sehingga membentuk pribadi yang sehat,

23
baik, matang, dan warga masyarakat yang mampu membina kerja sama yang baik
pula. The core design curriculum diberikan guru guru yang memiliki penguasaan dan
berwawasan luas, bukan spesialis.
Ada beberapa variasi The core design curriculum, yaitu :
1. The separate subjects core. Salah satu usaha untuk mengatasi keterpisahan antar
mata pelajaran, bebarapa mata pelajaran yang dipandang mendasari atau menjadi
inti mata pelajaran lainnya dijadikan core.
2. The correlatedcore. Model desain ini mengintegrasikan beberapa mata pelajaran
yang erat hubungannya.
3. The fussed core, mengintegrasikan mata pelajaran yang lebih banyak. Contohnya
sejarah, geografi, antropologi, sosiologi, ekonomi dipadukan menjadi studi
kemasyarakatan.
4. The activity core, model desain yang dipusatkan pada minat peserta didik
5. The areas of living core, model desain kurikulum dengan bentuk pendidikan yang
berisi masalah dalam masyarakat.
6. The social problem core, berisi permasalahan yang kontroversional seperti
kemiskinan, kelaparan, inflasi, rasialisme, perang senjata nuklir dan sebagainya.
Permasalahan tersebut merupakan hal yang mendesak untuk dipecahkan.

24
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan makalah yang kami buat maka dapat disimpulkan bahwa
Makalah yang berjudul Anatomi dan Desain Kurikulum ini mendeskripsikan secara
terperinci tentang komponen yang harus ada pada setiap kurikulum serta desain
kurikulum yang dapat digunankan untuk proses pembelajaran. Wacana tersebut
menyebutkan bahwa dalam kurikulum itu terdapat beberapa komponen, diantaranya
adalah tujuan kurikulum, bahan ajar atau materi atau isi dari kurikulum tersebut,
strategi mengajar atau metode mengajar, media mengajar dan evaluasi pengajaran
serta penyempurnaan pengajaran. Komponen-komponen tersebut saling berhubungan
satu dengan yang lainnya. Setiap komponen mempunyai isi yang sangat penting
sekali bagi kelangsungan kurikulum.
Desain kurikulum merupakan rencana pembelajran yang harus dilaksanakan
oleh guru dan siswa dalam proses pembelajaran. Desain kurikulum yang dapat
digunakan diantaranya adalah subject centered design, learned centered design,
problem centered design. Setiap design kurikukum memberikan teknik atau cara yang
efektif dalam proses pembelajaran agar berjalan dengan efektif dan efisien. Tetapi
tidak setian design kurikulum dapat dijadikan sebagai salah satu pedoman dalam
melakukan proses pembelajaran. Jadi setiap design kurikulum memiliki kelebihan
dan kekurangan dalam pelaksanannya.

3.2. Saran
Diharapkan makalah ini dapat memberikan manfaat maupun menambah
wawasan bagi yang membacanya. Terlebih lagi dapat menjadi sumbangsih bagi
terciptanya suatu kurikulum pendidikan yang mana nantinya dapat bermanfaat bagi
dunia pendidikan.

25
DAFTAR PUSTAKA

Ali, Muhammad. 1992. Pengembangan Kurikulum Di Sekolah. Bandung: Sinar Baru


Algensindo.
Arifin, Zainal. 2011. Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum. Bandung : PT
Remaja Rosdakarya.
Marliana. 2013. Anatomi Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah. Jurnal
Dinamika Ilmu Vol.13 No.2.
Richardo. 2017. Pengembangan Kurikulum Muatan Lokal. Jurnal ilmu pendidikan.
Vol. 01. No. 03
Supriyanto. 2014. Pengembangan Kurikulum Pendidikan Cerdas Istimewa. Jurnal
Kebijakan dan Pengembangan Pendidikan. Vol. 01. No. 01
Tim Pengembangan MKDP Kurikulum dan Pembelajaran. 2016. Kurikulum Dan
Pembelajaran. Jakarta : PT Remaja Rosdakarya.

26

Anda mungkin juga menyukai