Anda di halaman 1dari 12

FLIPPED CLASSROOM SEBAGAI INOVASI PEMBELAJARAN

DI MASA PANDEMI

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengkajian dan Penerapan Teknologi
Dosen Pengampu: Dr. Sutiman, S.Pd., M.T.

Disusun Oleh:
Hamid Ramadhan Nur
20702251023

PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2021
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Selama pandemi COVID-19, proses pembelajaran tatap muka sempat ditiadakan
secara total di setiap jenjang pendidikan mulai dari sekolah dasar, menengah, atas dan
kejuruan, hingga pendidikan tinggi, ini merupakan bentuk keseriusan pemerintah dalam
menghambat penyebaran COVID-19. Prioritas utama pemerintah adalah untuk
mengutamakan kesehatan dan keselamatan peserta didik, guru pengajar dan orang tua
peserta didik. Pandemi COVID-19 telah mendisrupsi banyak kompetensi pembelajaran
yang harus dicapai dalam pendidikan (Stone & Pate, 2020). Proses pembelajaran yang
semula dilakukan secara tatap langsung (luring) berubah seketika menjadi daring
menggunakan platform digital. Pendidikan kejuruan khususnya SMK, merupakan
jenjang pendidikan yang paling merasakan dampaknya. Beberapa penelitian
mengungkap fakta dampak pandemi sangat signifikan terhadap penurunan kompetensi
siswa (Hossain & Oiriddine, 2021; Study & Moore, 2020).
Berbeda dengan pendidikan umum, pendidikan menengah kejuruan adalah
pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk bekerja di bidang tertentu dengan
cara membekali peserta didik dengan berbagai macam keterampilan dan kompetensi
yang sesuai dengan dunia kerja (Wagiran et al., 2019). Pendidikan kejuruan lebih
menekankan pada learning by doing dan hands on experience, pendidikan kejuruan
diprogram untuk meningkatkan skill dengn cara 70% pembelajaran praktikum dan 30%
pembelajaran teori, sehingga pendidikan kejuruan akan efektif dan efisien jika
lingkungan, kurikulum, proses pembelajaran disesuaikan dengan dunia kerja, sehingga
terbentuk kebiasaan kerja dan kebiasaan berpikir yang diperlukan dalam pekerjaannya
nanti.
Permasalahan ini tentunya tidak boleh dibiarkan terus berlangsung tanpa solusi
yang jelas dan tepat, karena hal ini dapat berakibat pada kualitas lulusan SMK yang
menurun sehingga muaranya menyebabkan kualitas pendidikan di Indonesia akan
semakin terpuruk (Syah, 2020). Pendidikan kejururuan yang merupakan pendidikan
untuk dunia kerja harus segera merespon tantangan pembelajaran daring. Pendidikan
kejuruan sejatinya harus adaptif terhadap tantangan dan perubahan yang membawa
turbulensi-turbulensi yang dapat mengancam eksistensinya, sehingga sustainability
development pada pendidikan vokasional dapat terjaga (Clarke & Winch, 2012;
Margarita Pavlova, 2009).
Di masa pandemi ini jelas pendidikan kejuruan tidak akan berjalan efektif terutama
kegiatan praktikum, tetapi ini bukan berarti pendidikan kejuruan tidak dapat berlangsung,
sekolah dan guru produktif harus tetap memberikan pembelajaran dengan cara sistem
shift yaitu siswa dapat melakukan kegiatan praktikum dengan maksimal 50% dari jumlah
keseluruhan, guru juga diwajibkan merancang model dan strategi pembelajaran baru
yang efektif untuk dilaksanakan pada era pandemi ini salah satunya adalah model
pembelajaran Flipped Classroom.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan, terdapat beberapa pokok
masalah yang penting untuk dikaji dan dibahas lebih dalam lagi, yaitu:
1. Apa yang dimaksud dengan Flipped Classroom?
2. Bagaimana peran Flipped Classroom sebagai inovasi pembelajran di masa
pandemi?

C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan makalah ini adalah
sebagai berikut:
1. Mengetahui pengertian Flipped Classroom
2. Mengetahui peran Flipped Classroom sebagai inovasi pembelajaran di masa
pandemi?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definis dan Landasan Teori Flipped Classroom


Definisi Flipped Classroom pertama kali diberikan oleh Maureen Lage, Glenn Platt
dan Michael Treglia. “Membalikkan ruang kelas berarti peristiwa yang biasanya terjadi
di dalam kelas sekarang terjadi di luar kelas dan sebaliknya”. (MaureenLage, Glenn
Platt, Michael Treglia, 2000, hal.32). Di dalam buku Dan Barrett’s (How Flipping the
Classroom Can Improve the Traditional Lecture) menyebutkan flipped classroom dapat
diterapkan ke berbagai macam metode blended learning di mana siswa mendapatkan
materi yang disiapkan dan kemudian mengambil bagian dalam kegiatan di kelas yang
terstruktur (Dan Berrett, 2012, p.37).
Bryan Goodwin and Kristen Miller (2013) menyebutkan. Flipped Classroom
membuat siswa belajar tugas sebelum kelas untuk menemukan kesulitan. Semua tugas
melalui tiga prosedur yang sama yaitu; (1) sebelum kelas semua siswa menonton video
pengajaran yang dirancang oleh guru; (2) siswa berusaha menyelesaikan semua tugas
yang diberikan oleh guru; (3) semua siswa berdiskusi dengan guru atau teman sekelas
melalui platform untuk berbagi jawaban dan menuliskan pertanyaan yang belum
terpecahkan dan sulit. Dengan demikian siswa dapat mengerjakan soal yang belum
terpecahkan dan sulit dengan teman sekelas atau guru daripada mendapatkan informasi
dasar secara pasif di kelas
Penemu dari model Flipped Classroom, Aaron Sams, Jonathan Bergmann (2013)
menganggapnya sebagai metode pengajaran, yang terutama mengusulkan apa yang
biasanya dilakukan di kelas sekarang dilakukan di rumah, dan siswa mengerjakan tugas
atau melakukan beberapa kegiatan atau praktik di dalam kelas. Dari beberapa teori
definisi mengenai Flipped Classroom yang telah dijelaskan, dapat disimpulkan Flipped
Classroom adalah model pedagogis di mana siswa mempelajari pengetahuan baru
melalui video pendek, podcast, e-book serta internet di luar kelas dan
mengkonsolidasikan apa yang mereka peroleh melalui kegiatan kelas dengan bantuan
teman sekelas dan guru (Deng, 2019).
Landasan teori Flipped Classroom dalam pembahasan kali ini adalah Mastery
Learning (Belajar Tuntas) Benjamin Bloom. Benjamin Bloom adalah seorang psikolog
terkenal kontemporer dan seorang pendidik dan seorang guru di departemen pendidikan
di Universitas Chicago. The Mastery Learning adalah produk pengembangan dalam
pendidikan Amerika selama 1950an dan 1960-an. Menurut Mastery Learning, “jika
kondisi belajar telah memenuhi kebutuhan siswa, siapa pun dapat menguasai semua yang
mereka perlu ketahui selama proses pengajaran.” (Benjamin S. Bloom, 1986, p.43)
Bloom mengemukakan bahwa jika pengajaran berjalan lancar sesuai dengan jadwal
pengajaran, jika semua masalah yang mereka hadapi telah ditawarkan bantuan, jika
semua siswa disediakan waktu yang cukup, jika ada standar penguasaan, maka semua
siswa dapat belajar dengan baik dan sebagian besar akan memiliki kemampuan belajar,
kecepatan belajar, motivasi belajar yang hampir sama (Qu Baokui, 1988). Atas dasar
teori belajar dan buah-buah sebelumnya, Bloom muncul dengan ide “Pengajaran
Tuntas”. Bloom percaya bahwa semua siswa akan dapat menguasai pengetahuan jika
diberikan kondisi yang cukup. Teori Belajar Tuntas Bloom didasarkan pada teori belajar
Carol, yang menyerap lima variabel. Kelima variabel tersebut meliputi waktu belajar,
ketekunan belajar, kualitas mengajar, kemampuan memahami dan bakat. Faktor-faktor
tersebut saling mempengaruhi, dan akhirnya mempengaruhi efek pembelajaran

B. Flipped Classroom sebagai Inovasi Pembelajaran di Masa Pandemi


 Indonesia sebagai negara yang terdampak cukup serius dari pandemi ini, saat ini
sudah menerapkan kebijakan Belajar Dari Rumah (BDR). Skenario BDR masih bisa
terus diperpanjang apabila pandemi Covid-19 belum menunjukkan tanda untuk berakhir.
Keterbatasan fisik untuk bertemu secara langsung dalam masa BDR antara guru dan
peserta didik, dapat diatasi dengan memanfaatkan perkembangan teknologi informasi,
meskipun masih banyak kendala yang terjadi.  Perkembangan teknologi informasi dapat
dimanfaatkan untuk melaksanakan pembelajaran yang aktif dan inovatif di masa darurat
pandemi ini. Pola pemberian materi pelajaran dan penugasan yang monoton seringkali
membuat peserta didik merasa bosan dalam masa BDR ini. Salah satu model
pembelajaran yang cukup relevan untuk diterapkan dalam rangka BDR adalah model
pembelajaran Flipped Classroom.
Flipped Classroom pertama kali dicetuskan oleh Bergmann dan Aaron Sams, guru
Kimia di Connecticut Amerika Serikat (Bergmann, Jonathan & Sams, 2012). Flipped
Classroom atau kelas terbalik adalah kegiatan pembelajaran atau seni belajar (pedagogi)
dimana peserta didik mempelajari materi pembelajaran melalui sebuah video
pembelajaran di rumah atau sebelum datang ke kelas; sedangkan kegiatan di kelas akan
lebih banyak digunakan untuk diskusi kelompok dalam memecahkan masalah,
memajukan konsep, terlibat dalam pembelajaran kolaboratif, dan saling tanya jawab.
Intisari dari Flipped Classroom adalah membalik cara penyampaian materi, bukan pada
saat tatap muka antara guru dan peserta didik, melainkan sebelum hari itu terjadi.
Sebelum tatap muka, peserta didik mempelajari materi pelajaran dalam bentuk video
pembelajaran yang telah diunggah beberapa hari sebelumnya oleh guru ke dalam grup
kelas di media sosial atau di kelas digital. Guru juga harus menyiapkan petunjuk belajar
yang harus dipelajari peserta didik di rumah. Jadi peserta didik tidak hanya menyimak
video pembelajaran, tetapi melakukan kegiatan pembelajaran berdasarkan materi
pembelajaran yang telah diterima.
Perbandingan antara kelas Kelas Tradisional dan Flipped Classroom dapat
dijelaskan oleh tabel dibawah ini (Erbil, 2020):
Aspect Traditional Classroom Flipped Classroom
Master of Knowladge and
Role of Teachers Instructor and Stimulator
Class
Active Learner and
Role of Students Passive Learner
Researcher
Pre-learning before class
Teaching in class and doing
Teaching Methods and discussing problem in
homework after class
class
Spending most of time in Spending most of time in
Time distribution
teaching discussing among students
Teaching and imparting
Teaching contents Question-Answer study
knowladge
Application of Autonomous learning and
Presenting learning contents
Teaching methods cooperative learning
Evaluation from multiple
Teaching evaluation Paper test
aspects
Perbedaan utama antara Kelas Tradisional dan Kelas Terbalik mencerminkan
perbedaan peran siswa dan guru dalam pembelajaran. Di kelas tradisional, guru mengajar
buku teks dan siswa belajar secara pasif. Selama di Flipped Classroom, siswa menjadi
master pembelajaran yang sebenarnya (Student Centered Learning) dan mereka
memperoleh pengetahuan melalui upaya mereka sendiri dan mendiskusikan masalah
dalam pembelajaran dengan guru dan teman sekelas. Guru menjadi instruktur dan
stimulator belajar siswa, bukan menjadi otoritas dan pemilik pengetahuan (Deng, 2019).
Dari aspek metode pengajaran di kelas, Kelas Tradisional berbentuk pengajaran di
dalam kelas dan pekerjaan rumah di luar kelas. Dengan cara ini, siswa menjadi “wadah”
pengetahuan, mendengarkan guru mereka di kelas dan menyelesaikan pekerjaan rumah
setelah kelas, oleh karena itu jarang terjadi interaksi di kelas. Saat berada di Flipped
Classroom, siswa melihat terlebih dahulu apa yang akan mereka pelajari sebelumnya
sehingga mereka memiliki pengetahuan tertentu tentangnya. Selama kelas, mereka dapat
mendiskusikan topik tentang teks yang dirancang oleh guru dan menangani masalah
yang belum terpecahkan dalam pratinjau mereka selama proses.

Langkah-langakah penerapan pembelajaran Flipped Classroom adalah sebagai


berikut:
1. Persiapan
Dalam menerapkan model pembelajaran flipped classroom, pendidik harus
melakukan persiapan pada awal tahun pelajaran dan satu minggu sebelum
pembelajaran.
Persiapan awal tahun pelajaran:
a. Analisis materi, indikator pencapaian kompetensi, dan kebutuhan media.
b. Mengidentifikasi materi yang tersedia di LMS.
c. Mempersiapkan bahan belajar dan panduan pembelajaran yang akan menjadi
rujukan bagi peserta didik dalam melaksanakan aktivitas.
Persiapan satu minggu sebelum pelajaran:
a. Pendidik memberikan bahan belajar dan petunjuk belajar yang harus
dipelajari peserta didik di rumah.
b. Peserta didik belajar mandiri di rumah atau di luar jam pembelajaran
mengenai materi untuk pertemuan berikutnya. Konten atau materi yang
dipelajari dapat diunduh atau diakses secara online.
c. Peserta didik membaca petunjuk tentang aktivitas yang harus dilakukan,
misalnya langkah-langkah praktikkum.
2. Pelaksanaan
Penerapan model flipped classroom dengan memanfaatkan Rumah Belajar
meliputi strategi pembelajaran yang terdiri dari 4 komponen utama: Metode,
Media, Waktu, dan Evaluasi. Model pembelajaran flipped classroom
memungkinkan diterapkannya beberapa metode pembelajaran dalam satu siklus
implementasi model. Pendidik dapat mengkombinasikan berbagai metode
pembelajaran untuk memastikan peserta didik terlibat aktif di setiap aktivitas
pembelajaran. Model pembelajaran flipped classroom mulai diimplementasikan
pada saat satu minggu sebelum pembelajaran di kelas dimulai.
Aktivitas belajar peserta didik di rumah:
a. Mempelajari materi berbentuk multimedia atau video pembelajaran yang
sudah diberikan oleh pendidik satu minggu sebelum pembelajaran
dilaksanakan. Materi bisa diperoleh peserta didik melalui email atau akses ke
LMS.
b. Mempelajari petunjuk praktikkum atau demonstrasi yang diberikan pendidik
satu minggu sebelum pembelajaran praktik atau simulasi di kelas. (Untuk
tujuan pembelajaran yang mengarah pada praktik atau demonstrasi).
c. Menyiapkan pertanyaan-pertanyaan tentang materi yang belum dipahami.
Pertanyaan dapat diajukan sebelum pembelajaran di kelas, melalui email atau
chat group.
Aktivitas belejar peserta didik di kelas:
a. Melakukan diskusi untuk menjawab permasalahan yang diberikan pendidik.
b. Melakukan demonstrasi atau simulasi atau praktikkum sesuai petunjuk
pendidik.
c. Mempresentasikan hasil diskusi atau hasil praktikkum serta menjawab
pertanyaan-pertanyaan yang diajukan selama presentasi.
d. Mengerjakan tugas/latihan.
Aktivitas pendidik di kelas:
a. Mengamati jalannya diskusi setiap kelompok dan aktivitas setiap peserta
didik dalam kelompok tersebut.
b. Memberikan ulasan atau umpan balik pada kelompok yang sudah melakukan
demonstrasi, simulasi, atau praktikkum.
c. Memberikan arahan pada kelompok yang sedang presentasi.
d. Membimbing peserta didik atau kelompok peserta didik yang masih belum
memahami materi yang sudah dipelajari.
e. Memfasilitasi peserta didik atau kelompok peserta didik yang sudah
menyelesaikan tugas.
3. Evaluasi dan tindak lanjut
a. Evaluasi hasil belajar dilakukan untuk mengetahui capaian tujuan
pembelajaran. Bentuk evaluasi antara lain: tes tertulis, lembar observasi saat
praktikkum/diskusi/presentasi.
b. Tindak lanjut diberikan kepada peserta didik yang masih belum mencapai
KKM (bentuknya remedial) dan kepada peserta didik yang sudah melebihi
KKM (bentuknya proyek pengayaan

Gambar: Model Flipped Classroom dan pembagian waktu (Castedo & López,
2019)

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan di atas, model pembelajaran Flipped Classroom
memberikan beberapa kelebihan, yaitu:
1. Menjawab tantangan peserta didik
Peserta didik saat ini sudah terbiasa mengerjakan pekerjaan rumah sambil
berkomunikasi dengan teman melalui media sosial. Dengan menggunakan model
flipped classroom, pendidik dapat mengintegrasikan video/budaya digital dalam
pembelajaran, bukan memerangi atau melarangnya. Pembelajaran akan lebih mudah
dicerna dan dipahami oleh peserta didik ketika mereka diperbolehkan untuk
menggunakan beragam peralatan digital dalam kelas. Mereka dapat berinteraksi
dengan temannya dan dengan pendidik selama mengerjakan tugas atau
bereksperimen di laboratorium.
2. Membantu peserta didik yang memiliki banyak kegiatan di luar sekolah
Dengan menggunakan model Flipped Classroom yang diterapkan dalam
pembelajaran, peserta didik tersebut tidak akan kesulitan dalam memahami materi
pembelajaran. Peserta didik dapat mempelajari materi lebih dahulu melalui video
pembelajaran yang diberikan atau web pembelajaran. Ketika mereka datang ke
sekolah, hanya perlu menanyakan apa yang belum mereka pahami atau berdiskusi
dengan teman sambil menyelesaikan tugas di kelas.
3. Membantu peserta didik yang mau berusaha untuk memahami materi belajar
Melalui model Flipped Classroom, pendidik akan mengenal seluruh peserta didik
dalam kelas. Ketika peserta didik mengerjakan tugas dalam kelas atau melakukan
eksperimen, pendidik dapat berkeliling ke setiap kelompok dan membantu peserta
didik yang mengalami kesulitan tanpa mengabaikan peserta didik yang sudah dapat
menyelesaikan tugas lebih dulu.
4. Memungkinkan guru untuk memahami peserta didik lebih baik lagi
Seorang pendidik tidak hanya mengajarkan materi belajar (konten), tapi juga
memberikan inspirasi, mendorong/memotivasi, mendengarkan, serta membimbing
peserta didik untuk mencapai tujuannya. Seorang pendidik yang baik dapat
membangun hubungan yang baik dengan peserta didiknya, karena peserta didik ini
membutuhkan contoh orang dewasa yang dapat dijadikan panutan. Sebelum
menggunakan model flipped classroom, ada baiknya seorang pendidik membangun
hubungan yang lebih baik dengan peserta didik.
5. Meningkatkan interaksi antar peserta didik
Ketika seorang pendidik lebih memerankan dirinya sebagai tutor daripada sebagai
penyampai materi belajar, maka pendidik tersebut memiliki kesempatan untuk
mengamati interaksi antar peserta didik dalam kelompok. Peserta didik dapat bekerja
sama dan belajar satu sama lain. Mereka saling berbagi peranan untuk
menyelelesaikan tugas bersama-sama.
B. Saran
Model Flipped Classroom tidak hanya memberikan keuntungan saja, terdapat
kerugian dan berbagai kesulitan yang guru alami pada proses penerapannya, salah
satunya adalah; (1) siswa dapat melewatkan materi yang diberikan oleh guru; (2) kualitas
video yang menjadi media berbeda, karena perbedaan kemampuan dalam pembuatan
video; (3) guru harus menguasai kompetensi terkait teknologi digital.
DAFTAR PUSTAKA

Bergmann, Jonathan & Sams, A. (n.d.). Flip your classroom: reach every student in every
class every day.
Castedo, R., & López, L. M. (2019). Flipped classroom in engineering : The influence of
gender. September. https://doi.org/10.1002/cae.22176
Clarke, L., & Winch, C. (2012). Vocational education: International approaches,
developments and systems. In Vocational Education: International Approaches,
Developments and Systems. https://doi.org/10.4324/9780203815298
Deng, F. (2019). Literature Review of the Flipped Classroom. 9(10), 1350–1356.
Erbil, D. G. (2020). A Review of Flipped Classroom and Cooperative Learning Method
Within the Context of Vygotsky Theory. 11(June), 1–9.
https://doi.org/10.3389/fpsyg.2020.01157
Hossain, S., & Oiriddine, B. (2021). Social Sciences & Humanities Open Flipped classroom :
How higher education institutions ( HEIs ) of Bangladesh could move forward during
COVID-19 pandemic. Social Sciences & Humanities Open, 4(1), 100187.
https://doi.org/10.1016/j.ssaho.2021.100187
Margarita Pavlova. (2009). Technology and Vocational Education for Sustainable
Development. Springer, Dordrecht. https://doi.org/https://doi.org/10.1007/978-1-4020-
5279-8
Stone, J. K., & Pate, A. N. (2020). The impact of COVID-19 through the eyes of a fourth-
year pharmacy student. American Journal of Pharmaceutical Education, 84(6).
https://doi.org/10.5688/ajpe8146
Study, I., & Moore, M. G. (2020). Research on Online Education in the Midst of the COVID-
19 Pandemic. 5(2), 77–80.
Syah, R. H. (2020). Dampak Covid-19 pada Pendidikan di Indonesia: Sekolah, Keterampilan,
dan Proses Pembelajaran. SALAM: Jurnal Sosial Dan Budaya Syar-I, 7(5).
https://doi.org/10.15408/sjsbs.v7i5.15314
Wagiran, Pardjono, Suyanto, W., Sofyan, H., Soenarto, S., & Yudantoko, A. (2019).
Competencies of future vocational teachers: Perspective of in-service teachers and
educational experts. Cakrawala Pendidikan, 38(2).
https://doi.org/10.21831/cp.v38i2.25393

Anda mungkin juga menyukai